Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

STIMULASI PERSEPSI SENSORI HALUSINASI


SESI I -V

DISUSUN OLEH :

1. ALIF WISAGENI
2. REPIDAWATI SINAGA
3. CUT EKA PRASTIAWATI
4. LAILY MAFTUHAH
5. BENGET CRIS DOHMA
6. NUNUNG SRIHARYATI
7. MUGIYANTO
8. IMAM SAGUH M

PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN AJARAN 2023

UNIVERSITAS YATSI MADANI TANGERANG

JL. Aria Santika No.40A Margasari, Tangerang-Banten

Telp. (021)55726558/557259

1
2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, hanya
atas petunjuk, rahmat, nikmat, karunia, dan pertolongan Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan judul
“Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi sesi I-V”. Proposal ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas Stase Keperawatan Jiwa
Dengan selesainya penyusunan proposal ini, kami mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu memberikan bimbingan,
pengarahan, dan nasihat dalam proses penyelesaian proposal ini, yaitu:
1. Ibu Ns. Ayu Pratiwi, S.Kep selaku dosen pembimbing akademik Stase
Keperawatan Jiwa STIKes Yatsi Tangerang
2. Serta rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian dan
penyusunan proposal Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) ini.
Kami menyadari atas kekurangan proposal ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
proposal TAK ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca dan sebagai
bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan pembaca.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Tangerang, Oktober 2023

Kelompok
3

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan
sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif
dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri.
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan
sosial yang terkihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku,
dan koping yang efektif, konsep diri positif, dan kestabilan
emosional.Kesehatan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut
antara lain otonomi dan kemandirian, memaksimalkan potensi diri, menoleransi
ketidakpastian hidup, harga diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas dan
manajemen stress.
American Psychiatric Association (2010) mendefinisikan gangguan jiwa
sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau
disabilitas disertai peningkatan resiko kematian, nyeri, disabilitas, atau sangat
kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak
sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya
untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya
sendiri (Baihqi,dkk, 2015).
Sementara itu, menurut data WHO pada tahun 2016, secara global, terdapat
sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta orang dengan gangguan
bipolar, 21 juta orang dengan Skizofrenia, dan 47,5 juta orang dengan
demensia.
Setiap tahun, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus meningkat,
baik gangguan jiwa berat maupun ringan. Berdasarkan Data Riskesdas 2013
memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
4

dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas


mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai
sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Namun masih
sedikit yang memiliki perhatian terhadap kesehatan jiwa di Indonesia. Program
promosi kesehatan jiwa di masyarakat pun masih belum banyak, sehingga
diperlukan mental health nurses(perawat jiwa) di masyarakat yang melakukan
promosi kesehatan, terutama kesehatan jiwa.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengoreksi
data tersebut. Menurut dia, prevalensi gangguan jiwa di DKI mencapai 1,1 per
mil dari total keseluruhan warga atau sekitar 14.000 jiwa. Jumlah ini mencakup
orang dengan gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan.
Satu dari empat orang di dunia akan terkena gangguan jiwa pada satu
tahap dalam kehidupannya, demikian laporan organisasi kesehatan dunia
WHO pada tahun 2012. Sekitar 450 juta orang kini telah menderita gangguan
seperti itu, sehingga menempatkan penyakit jiwa sebagai penyakit utama
dunia. Pengobatan memang dapat dilakukan, tetapi hampir dua pertiga dari
penderita gangguan jiwa tidak pernah mencari bantuan profesional kesehatan
yang dapat menanganinya. Hal ini terjadi karena cap buruk yang diberikan
masyarakat terhadap gangguan jiwa (Suliswati, 2016).
Belum lagi deskriminasi dalam memperlakukan mereka, serta
ketidakpedulian masyarakat dalam pencegahan gangguan jiwa. Gangguan jiwa
bukanlah kesalahan seseorang. Pada kenyataanya, jika ada kesalahan, maka
hal ini biasanya lebih mengarah pada bagaimana cara kita merespon orang
yang mengalami gangguan mentalnya (Suliswati, 2016).
Paradigma baru diperlukan dalam menangani penyandang gangguan
jiwa. Diperlukan pengetahuan yang cukup bagi setiap orang yang memiliki
kecenderungan gangguan jiwa beserta keluarganya untuk mendeteksi secara
dini gejala gangguan jiwa, kekambuhan ataupun perawatannya. Peran
keluarga juga merupakan pendukung yang sangat penting untuk kesembuhan
klien dengan gangguan jiwa. Klien gangguan jiwa dengan perubahan persepsi
5

sensori : Halusinasi tidaklah sedikit di Indonesia. Banyak yang datang ke


Rumah Sakit Jiwa karena merasa adanya bisikan-bisikan, melihat, merasakan
hal-hal yang sebenarnya orang lain tidak merasakan. Dalam hal ini diperlukan
adanya suatu pendidikan kesehatan baik terhadap klien maupun keluarga
untuk mengurangi adanya gejala dari gangguan jiwa khususnya Halusinasi
yang bisa dilakukan di rumah (Townsend, 2014)
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah dan latar bekang diatas maka kelompok merumuskan
masalah sebagai berikut:
a) Menjelaskan pengertian halusinasi dengan kata-katanya sendiri
b) Menyebutkan jenis halusinasi
c) enyebutkan penyebab halusinasi
d) Menyebutkan tanda dan gejala
e) Menyebutkan dan menjelaskan cara mengontrol halusinasi
f) Menyebutkan cara merawat pasien dengan halusinasi
3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga dan klien yang
berkunjung ke poli jiwa RSJD Dr.RM Soedjarwadi Prov. Jawa Tengah
mampu mengenal halusinasi dan cara mengontrolnya.
2. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan pengertian halusinasi dengan kata-katanya sendiri
2) Menyebutkan jenis halusinasi
3) enyebutkan penyebab halusinasi
4) Menyebutkan tanda dan gejala
5) Menyebutkan dan menjelaskan cara mengontrol halusinasi
6) Menyebutkan cara merawat pasien dengan halusinasi
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Halusinasi
a. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun,
dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia,
2011).
b. Jenis-Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi, Yosep (2007), membagi halusinasi
menjadi 8 jenis yaitu :
1. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
7

3. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)


Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral.
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit.
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi rab
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang
dialaminya seperti impian.
3. Penyebab Halusinasi
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf
pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul
8

adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul


perilaku menarik diri.
b. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor. Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
9

1) With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan


pengalaman internalnya.
2) Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan ( alam mengalihkan respon kepada sesuatu atau
seseorang ).
3) Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas.
Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan diri
dengan menggunakan pertahanan diri dengan cara proyeksi yaitu untuk
mengurangi perasaan emasnya klien menyalahkan orang lain dengan
tujuan menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.
4. Tanda Dan Gejala Halusinasi
Menurut Budi Ana Keliat (2006) tanda dan gejala halusinasi yaitu,
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

5. Cara Mengontrol Halusinasi


Menurut Budi Anna Keliat (2009), Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, perawat dapat melatih pasien dengan empat cara yang
sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, keempat cara mengontrol
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
10

memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu


mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.

2. Bercakap – cakap dengan orang lain


Bercakap - cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi. Ketika pasien bercakap - cakap dengan orang lain, terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain.
3. Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktifitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yang sering kali mencetuskan halusinasi.oleh karena itu, halusinasi dapat
dikontrol dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi sampai
tidur malam.tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang
terjadwal, yaitu :
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
c. Melatih pasien melakukan aktivitas.
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih.upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun pagi
sampai tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan Penguatan
terhadap prilaku pasien yang positif.
4. Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga
harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi
dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering mengalami
putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan
terjadi,untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan
11

waktu.oleh karena itu, pasien harus dilatih minum obat sesuai program dan
berkelanjutan berikut ini intervensi yang dapat dilakukan perawatagar
pasien patuh minum obat.
a. Jelaskan kegunaan obat.
b. Jelaskan akibat jika putus obat
c. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
d. Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis, dan benar kontinuitas).
6. Cara Merawat Pasien Dengan Halusinasi
1) Jangan biarkan pasien sendiri
2) Anjurkan pasien untuk terlibat dalam kegiatan rumah (buat jadwal)
3) Bantu pasien untuk berlatih cara menghentikan halusinasi
4) Memantau dan memenuhi obat untuk pasien
5) Jika pasien terlihat bicara sendiri atau tertawa sendiri maka segera disapa
atau ajak bicara
6) Kontrol keadaan klien
7) Segera bawa ke Rumah Sakit jika halusinasi berlanjut dan beresiko
mencederai diri dan orang lain.
2. Terapi Aktifitas Kelompok
a. Pengertian Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Terapi aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai
relasi hubungan satu sama lain, saling terkait dan mengikuti norma yang sama.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang dilakukan atas
kelompok penderita bersarna-sarna dengan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seseorang terapis.
Aktivitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai
target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling
bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien
12

berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif.
Terapi aktivitas kelompok adalah suatu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau
dan meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota.
b. Jenis – Jenis TAK
Terapi aktivitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan
jiwa yang paling banyak ditemukan dikelompokkan sebagai berikut :
1. TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudahsampai pada
tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehatsecara fisik.
2. TAK stimulasi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sensori)
3. TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah dapat mengontrol
halusinasinya, klien paham yang telah dapat berorientasi kepada realita
dan sehat secara fisik).
4. TAK stimulasi persepsi: halusinasi (untuk klien dengan halusinasi).
5. TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan harga diri rendah).
6. TAK penyaluran energy (untuk klien perilaku kekerasan yang telah dapat
mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri yang
telah dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehat
secara fisik)
Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi
dalam 5 sesi :
a) Sesi I : Klien mengenal halusinasi
b) Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
c) Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
d) Sesi IV : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal
e) Sesi V : Mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
13

c. Tujuan TAK
1. Klien dapat mengenal isi halusinasi, Klien dapat mengenal waktu
terjadinya halusinasi, Klien dapat mengenal frekuensi halusinasi, Klien
mengenal situasi terjadinya halusinasi, Klien mengenal perasaannya saat
terjadinya halusinasi
2. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
4. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal.
5. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.
14

BAB III
SATUAN PEMBELAJARAN TAK
Pokok bahasan : Halusinasi
Sub pokok bahasan : a. Pengertian halusinasi
b. Jenis halusinasi
c. Penyebab halusinasi
d. Tanda dan gejala halusinasi
e. Cara mengontrol halusinasi
f. Cara merawat pasien dengan halusinasi
Sasaran :Klien yang mengalami halusinasi di Panti Rehabilitasi
Griya Medika I
Hari / Tanggal : Rabu / 25 Oktober 2023
Waktu : 30 menit
Tempat : Panti Rehabilitasi Griya Medika I, Kel. Petir,
Cipondoh
1. LATAR BELAKANG
Satu dari empat orang di dunia akan terkena gangguan jiwa pada satu
tahap dalam kehidupannya, demikian laporan organisasi kesehatan dunia
WHO pada tahun 2012. Sekitar 450 juta orang kini telah menderita gangguan
seperti itu, sehingga menempatkan penyakit jiwa sebagai penyakit utama
dunia. Pengobatan memang dapat dilakukan, tetapi hampir dua pertiga dari
penderita gangguan jiwa tidak pernah mencari bantuan profesional kesehatan
yang dapat menanganinya. Hal ini terjadi karena cap buruk yang diberikan
masyarakat terhadap gangguan jiwa (Suliswati, 2016).
Belum lagi deskriminasi dalam memperlakukan mereka, serta
ketidakpedulian masyarakat dalam pencegahan gangguan jiwa. Gangguan jiwa
bukanlah kesalahan seseorang. Pada kenyataanya, jika ada kesalahan, maka
hal ini biasanya lebih mengarah pada bagaimana cara kita merespon orang
yang mengalami gangguan mentalnya (Suliswati, 2016).
Paradigma baru diperlukan dalam menangani penyandang gangguan
jiwa. Diperlukan pengetahuan yang cukup bagi setiap orang yang memiliki
15

kecenderungan gangguan jiwa beserta keluarganya untuk mendeteksi secara


dini gejala gangguan jiwa, kekambuhan ataupun perawatannya. Peran
keluarga juga merupakan pendukung yang sangat penting untuk kesembuhan
klien dengan gangguan jiwa. Klien gangguan jiwa dengan perubahan persepsi
sensori : Halusinasi tidaklah sedikit di Indonesia. Banyak yang datang ke
Rumah Sakit Jiwa karena merasa adanya bisikan-bisikan, melihat, merasakan
hal-hal yang sebenarnya orang lain tidak merasakan. Dalam hal ini diperlukan
adanya suatu pendidikan kesehatan baik terhadap klien maupun keluarga
untuk mengurangi adanya gejala dari gangguan jiwa khususnya Halusinasi
yang bisa dilakukan di rumah (Townsend, 2014)
2. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga dan klien yang
berkunjung ke poli jiwa RSJD Dr.RM Soedjarwadi Prov. Jawa Tengah
mampu mengenal halusinasi dan cara mengontrolnya.
B. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian halusinasi dengan kata-katanya sendiri
2. Menyebutkan jenis halusinasi
3. enyebutkan penyebab halusinasi
4. Menyebutkan tanda dan gejala
5. Menyebutkan dan menjelaskan cara mengontrol halusinasi
6. Menyebutkan cara merawat pasien dengan halusinasi
3. IDENTIFIKASI MASALAH
Klien dengan gangguan jiwa halusinasi.
4. KEGIATAN PENYULUHAN
No WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN KLIEN

1. 3 menit Pembukaan :
 Membuka kegiatan dengan  Menjawab salam
mengucapkan salam.
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dari  Memperhatikan
penyuluhan
16

 Menyebutkan materi yang akan  Memperhatikan


diberikan
2. 10 menit Pelaksanaan :
 Menggali pengetahuan klien  Memperhatikan
tentang halusinasi
 Menjelaskan pengertian halusinasi  Memperhatikan
 Menjelaskan jenis-jenis halusinasi  Memperhatikan
 Menjelaskan penyebab halusinasi  Memperhatikan
 Menjelaskan tanda dan gejala  Memperhatikan
halusinasi
 Menjelaskan cara mengontrol  Memperhatikan
halusinasi
 Menjelaskan cara merawat pasien  Memperhatikan
dengan halusinasi
3. 15 menit Evaluasi :
 Memberikan kesempatan kepada  Bertanya
klien untuk bertanya
 Menanyakan kepada klien tentang  Menjawab pertanyaan
materi yang telah diberikan dan
memberikan reinforcement kepada
klien jika dapat menjawab
pertanyaan
4. 2 menit Terminasi :
 Mengucapkan terimakasih atas  Mendengarkan
peran serta klien.
 Mengucapkan salam penutup  Menjawab salam

5. MATERI
( Terlampir )

6. KRITERIA ANGGOTA
a. Karakteristik / kriteria
a) Klien yang mengalami halusinasi
b) Klien halusinasi yang sudah terkontrol
c) Klien yang dapat diajak kerjasama
d) Klien dapat mengidentifikasi halusinasinya
b. Jenis Masalah Keperawatan Sesuai Indikasi Terapi Modalitas
a. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
c. Jumlah Peserta :
17

Adapun klien yang diikut sertakan berjumlah 6 orang.


d. Proses seleksi
a. Berdasarkan observasi dan wawancara
b. Menindak lanjuti asuhan keperawatan
c. Informasi dan keterangan dari klien sendiri dan perawatan
d. Penyelesian masalah berdasarkan masalah keperawatan
e. Klien cukup kooperatif dan dapat memahami pertanyaan yang diberikan
f. Mengadakan kontrak dengan klien

7. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


TAK SESI I
a. Hari /tanggal : Kamis, 26 Oktober 2023
b. Waktu : Pukul 15.00 s/d 15.30 WIB (fase orientasi 5 menit,
Fase kerja 20 menit,fase terminasi 5 menit)
c. Tempat : Halaman Griya Medika I Cipondoh

8. NAMA KLIEN
Ny.S, Ny. D, Ny. R, Tn. A, Tn. P, Tn.G

9. METODE

Metode
1) Dinamika kelompok
2) Diskusi dan tanya jawab
7. MEDIA DAN ALAT
1. Tape recorder
2. Bola tenis

9. SUSUNAN DAN URAIAN TUGAS PELAKSANAAN


Tim terapis dan uraian tugas :
 Leader sesi I : Alif Wisageni
18

Uraian Tugas :
1) Menjelaskan tujuan pelaksanaan TAK
2) Memperkenalkan diri dan memperkenalkan anggotanya untuk
saling mengenal
3) Menjelaskan peraturan kegiatan TAK sebelum kegiatan dimulai
4) Menjelaskan permainan
5) Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok
6) Mampu memimpin TAK dengan baik

 Co.Leader sesi I : Cut Eka Prastiawati


Uraian Tugas :
1) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke pemimpin tentang
aktivitas klien
2) Mengambil alih posisi leader jika kegiatan menyimpang
3) Mengingatkan leader tentang waktu
4) Bersama leader menjadi contoh bentuk kerjasama yang baik
5) Membantu leader mengorganisir klien
6) Mengatur alur permainan (menghidupkan dan mematikan tape
recorder)

 Fasilitator : Benget, Laily, Nunung


Uraian Tugas :
1) Memfasilitasi klien yang kurang aktif
2) Berperan sebagai rolemodel bagi klien selama kegiatan
berlangsung
3) Mempertahankan kehadiran peserta

 Observer : Repidawati, Imam, Mugiyanto


Uraian Tugas :
1) Mengobservasi jalannya atau proses kegiatan
19

2) Mencatat perilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan


berlangsung

10. SETTING TAK


Tim terapis
a. Setting tempat : Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkaran

L Co L

J J
J J
J J
F F OB
L S

Keterangan :
Leader :

Co Leader : Co L

Fasilitator :
F

Observer : O

Klien : J

11. ANTISIPASI MASALAH


1. Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok
a. Memanggil klien
b. Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan
20

perawat atau klien yang lain


2. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit :
a. Panggil nama klien
b. Tanya alasan klien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan
pada klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu
klien boleh kembali lagi
3. Bila ada klien lain ingin ikut
a. Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang
telah dipilih
b. Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh klien tersebut
c. Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak
memberi peran pada permainan tersebut

12. LANGKAH KEGIATAN TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK


Proses Pelaksanaan TAK, SESI I : mengenal halusinasi
1. Orientasi
a. Salam trapeutik
1) Terapis mengucapkan salam
2) Terapis dan klien pakai papan nama
b. Evaluasi / validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi
setelah menggunakan empat cara yang telah dipelajari (menghardik,
menyibukkan diri dengan aktivitas terjadwal dan bercakap-cakap
dengan orang lain)
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu,
mengenal suara-suara yang didengar tentang isi, waktu terjadinya,
situasi terjadinya dan perasaan klien saat terjadi halusinasi.
21

2) Menjelaskan aturan main :


a. Jika ada klien yang meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada trapis.
b.Lama kegiatan 30 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
2. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal
suara-suara yang didengar tentang isinya, waktu terjadinya, situasi
terjadinya, dan perasaan klien pada saat halusinasi datang.
b. Terapis membunyikan lagu dan memutar bola, yang memegang bola
adalah yang pertama menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan
perasaan saat halusinasi datang.
c. Berikan pujian dan penghargaan kepada klien yang melakukan dengan
baik.
d. Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaa klien dari suara
yang biasa didengar.
3. Terminasi
a. Evaluasi respon subyektif klien
- Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
- Terapis memberikan pujian dan penghargaan atas keberhasilan
kelompok.
b. Tindak lanjut
- Terapis menganjurkan klien untuk melatih kemampuan
mengekspresikan halusinasi yang ada.
- Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi dan
perasaannya jika terjadi halusinasi kepada perawat jaga.

c. Kontrak yang akan datang


- Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang
berikutnya, yaitu cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
22

- Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

13. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 1,
kemampuan klien yang diharapkan adalah kemampuan mengenal suara
dan halusinasi : isi, waktu, situasi dan perasaan klien.

b. Format Evaluasi
Kemampuan Mengenal Halusinasi
Nama Menyebutkan Halusinasi
No
Klien Isi Waktu Situasi Perasaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keterangan :
a. Tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
dengan inisial
b. Untuk setiap klien, beri penilaian atas kemampuan mengenal suara dan
halusinasi : isi, waktu, situasi dan perasaan dengan menuliskan apa yang
diucapkan pada masing-masing kolom.
c. Beri tanda (√) jika klien mampu menyebutkan dan tanda (-) jika klien
tidak mampu menyebutkan.
23

c. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada catatan proses
keperawatan tiap klien.Contoh klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi
persepsi halusinasi. Klien mampu menyebutkan atas kemampuan mengenal
suara dan halusinasi : isi, waktu, situasi dan perasaan klien.

16. EVALUASI
Menanyakan kepada klien dan keluarga klien,
1. Coba jelaskan pengertian halusinasi?
2. Jelaskan secara singkat jenis-jenis halusinasi?
3. Sebutkan penyebab halusinasi?
4. Sebutkan tanda dan gejala halusinasi?
5. Coba sebutkan dan jelaskan cara mengontrol halusinasi?
6. Coba jelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi?
24

BAB IV

BAB IV
PEMBAHASAAN

4.1.1Masalah keperawatan
Terdapat 3 masalah keperawatan yaitu Gangguan sensori persepsi :
Halusinasi, Isolasi social, Resiko perilaku kekerasan. Pada kasus Tn.H yang
menjadi masalah utama adalah Gangguan persepsi sensori halusinasi Dimana
pohon masalah Gangguan persepsi sensori halusinasi yang disebabkan oleh isolasi
sosial dan Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori halusinasi
mengakibatkan resiko perilaku kekerasan.

4.1.2Pelasaanaan Keperawatan
Pertemuan pertama klien mendengarkan musik dengan senang serta
tenang, terkadang pasien ikut bernyanyi dengan gembira . Hasil pengamatan
diperoleh 5 tanda dan gejala halusinasi yaitu klien mengatakan masih mendengar
suara bisikan, masih merasa kesal saat mendengar suara tersebut, menunjukkan
perilaku seolah mendengar sesuatu, respon tidak sesuai, pasien masih tampak
terlihat mondar – mandir.
Pertemuan kedua klien mendengarkan musik dengan senang serta tenang,
terkadang pasien ikut bernyanyi dengan gembira Hasil pengamatan diperoleh 4
tanda dan gejala halusinasi yaitu klien mengatakan masih mendengar suara
bisikan, masih merasa kesal saat mendengar suara tersebut, menunjukkan perilaku
seolah mendengar sesuatu, pasien masih tampak terlihat mondar – mandir.
25

Pertemuan ketiga klien mendengarkan musik dengan senang serta tenang,


terkadang pasien ikut bernyanyi dengan gembira. Hasil pengamatan diperoleh 1
tanda dan gejala halusinasi yaitu klien tampak masih terlihat mondar-mandir
Pertemuan ke empat klien mendengarkan musik dengan senang serta
tenang, terkadang pasien ikut bernyanyi dengan gembira . Hasil pengamatan
diperoleh 2 tanda dan gejala halusinasi yaitu klien sudah merasa tenang namun
takut suara-suara tersebut muncul lagi.
klien mengatakan setelah mendengarkan musik klien merasa lebih tenang
dan sudah tidak merasa kesal dan merasa sangat senang melakukan terapi aktivitas
mendengarkan musik . klien mampu mengekspresikan perasaan dan emosi
melalui mendengarkan musik sambil sesekali bernyanyi, terjadi penurunan tanda
dan gejala halusinasi yang sebelumnya tercatat 1-5 tanda dan gejala halusinasi
kemudian menurun menjadi 1-2 tanda dan gejala halusinasi.

4.1.3Implementasi
a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
Pada SP 1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik, Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan dan respon halusinasi; Mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik. Penerapan terapi menghardik dapat
menurukan tanda gejala dan meningkatkan kemampuan mengontrol
halusinasi pendengaran (Nn & Halusinasi, 2018).
Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian (Dewi & Pratiwi, 2022)
adanya penurunan tanda gejala dan mampu meningkatkan kemampuan
mengontrol halusinasi yang dialami dari kedua responden, sebelum dilakukan
intervensi terapi menghardik pada 1 responden dengan tanda gejala sebanyak
15 tanda gejala kini setelah dilakukan intervensi terapi menghardik pada
responden 1 sebanyak 5 tanda dan gejala. Terapi menghardik merupakan
upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau mengendalkan halusinasinya.
26

Pada SP 2 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain efektif dalam


memtus halusinasi karena menyibukan klien melakukan aktivitas bercakap-
cakap dengan orang lain. Bercakap-cakap telah terjadi distraksi fokus
pasien, tidak lagi terhadap suara halusinasi yang didengar klien namun
berubah kearah percakapan yang dilakukan (Telaumbanua & Pardede, 2018).
Pada SP 3 yaitu diberikan terapi musik klasik dengan tujuan untuk
menurunkan tingkat halusinasi yang di alami oleh klien (keliat 2016)
Pada penelitian (Nandasari, 2019) strategi pelaksanaan aktivitas
terjadwal mampu memberikan pengaruh terhadap gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran, karena dengan melakukan aktivitas klien sibuk
dengan aktivitasnya dan mengurangi halusinasi.
SP 4 yaitu mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur.
Upaya minum obat secara teratur pada pasien halusinasi sangat bermanfaat
dan efektif untuk mengontrol halusiansi pendengaran (Ansori, 2019).
Pada kasus Tn.H yang didapatkan oleh penulis setelah dilakukan
tindakan keperawatan didapatkan hasil adanya penurunan tanda dan gejala
seperti klien mendengar suara-suara , gelisah, kebingungan, emosi labil,
mondar mandir. Dari tanda dan gejela awal saat pengkajian klien saat ini
menjadi mendengar suara-suara dan gelisah. Selain dari penurunan tanda dan
gejala klien mampu mengenal halusinasi dan menghardik secara mandiri,
mampu bercakap-cakap dengan temannya jika halusinasi itu muncul, mampu
melakukan kegiatan terjadwal disertai terapi mendengarkan musik klasik dan
minum obat secara teratur.

4.1.3 Keterbatasan
Didapatkan keterbatasan penulis dalam laporan kasus yaitu selama
melakukan asuhan keperawatan selama 1 minggu pada saat pengkajian awal
klien tampak menunjukan sikap acuh sikap yang tidak kooperatif dan sulit
untuk diwawancarai dan sulit sekali mendapatkan data, dan solusi yang
dilakukan oleh peneliti adalah membina hubungan saling percaya dengan
klien menggunakan komunikasi terapeutik, berbincang-bincang dengan klien
27

dalam waktu yang singkat namum sering. Selain itu ada implementasi
diagnosa gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran hambatan yang
ditemukan peneliti yaitu yang pertama klien menyangkal terhadap perawat
dengan suara-suara yang klien dengarkan, sehingga peneliti susah untuk
mendapatkan data subjektif dan kurang maksimal peneliti memberikan SP
kepada kepada klien sehingga solusi yang dilakukan oleh peneliti yaitu
mengikut sertakan klien dalam kegiatan ruangan dan memberikan motivasi
klien untuk berfikir positif dan bekerja sama dengan perawat untuk
melakukan asuhan keperawatan dan melanjutkan SP halusinasi pendengaran.
Setelah dilakukan terapi mendengarkan musik klasik klien mengalami
peningkatan yang cukup baik yaitu menurunya skor halusinasi.
PRE POST Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran
Jawaban

No Pertanyaan Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal

Senin, 17 Selasa, 18 Rabu, Kamis, 20 Jum’at, 21


juli 2023 juli 2023 juli 20323 juli 2023
19 juli
2023

Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya


0 1 0 1 0 1 0 1 0 1

1 Mendengar √ √ √ √ √
suara-suara
bisikan
2 Perilaku seolah √ √ √ √ √
mendengar
sesuatu
3 Perasaan kesal √ √ √ √ √

4 Respon tidak √ √ √ √ √
sesuai
5 Mondar Mandir √ √ √ √ √
28

merasa cemas
dengan suara-
suara yang
didengar
Total skor 5 4 3 2 2

Kesimpulan :

Menurut hasil observasi mengalami penurunan tanda dan gejala dimana pada tanggal 17
juli 2023 skor yang di dapatkan pasien berjumlah 5 skor, lalu pada tanggal 21 juli 2023
terdapat perubahan penurunan sejumlah 2 skor.
29

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan kasus diatas dan pembahasan tentang keperawatan pada pasien


gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, Setelah dilakukan Strategi
pelaksaan halusinasi selama lima hari yaitu pada tanggal 17-21 juli 2023 dan setiap
harinya dilakukan terapi musik klasik selama 10-15 menit menunjukan hasil yang
signifikan yaitu sebelum dilakukan terdapat 5 tanda dan gejala dan sesudah dilakukan
menjadi 1-2 tanda dan gejala.
Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang tujuannya
untuk memberikan rasa tenang, membantu mengendalikan emosi serta menyembuhkan
gangguan psikologi (Yanti, 2020).
Mendengarkan musik adalah terapi non farmakologi yang efektif. Musik memiliki
kemampuan untuk mengobatipenyakit memperbaiki,memulihkan dan memelihara kesehatan
fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 responden yang diberikan


terapi musik klasik, pasien yang mengalami penurunan gejala halusinasi pendengaran secara
signifikan sebanyak 21 orang (91,3%). Pemberian terapi musik klasik pada penelitian ini
terbukti dapat menurunkan gejala halusinasi dengan nilai signifikan yang didapatkan p-value =
0,000 nilai tersebut mempunyai makna p-value < (α) 0,05 hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan gejala pada pasien dengan gangguan
sensori persepsi halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Kota tengah..

5.2 Saran

Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan mengenai intervensi pemberian terapi musik
klasik dengan masalah halusinasi pendengaran terdapat beberapa saran sebagai upaya dalam
mengembangkan hasil penelitian ini, yaitu :

1. Bagi Peneliti
Diharapkan dalam proses keperawatan dapat selalu menggunakan ilmu dan kiat
keperawatan dalam menerapkan tindakan keperawatan sehingga dapat terus
30

berkesinambungan serta memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan yang


komperhensif.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan gangguan sensori persepsi:
Halusinasi pendengaran oleh penulis dapat menjadi tambahan referensi dalam
mengembangkan asuhan keperawatan jiwa

3. Bagi Panti
Diharapkan baik perawat maupun petugas selain memberikan obat, perawat dan petugas
panti dapat lebih menjalin hubungan saling percaya antar klien dengan masalah
gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran

1. Bagi Masyarakat
Masyarakat yang mendapatkan masalah halusinasi baik itu diri sendiri ataupun
ada keluarga maupun kerabatnya, maka diharapkan dapat segera memberikan
intervensi terapi mendengarkan musik agar menurunkan tanda dan gejala
halusinasi dan inisiasi dini agar mengurangi keparahan halusinasi.

DAFTAR PUSTAKA
31

Budi, Anna Keliat. 2014. Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.


Jakarta: EGC
Herawaty, Netty. 1999. Materi Kuliah Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.
Stuart, Gail Wiscart & Sandra J. Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Edisi 3.Jakarta : EGC
Riskesdas DKI Jakarta tahun 2013

Kemampuan Mengenal Halusinasi


32

Menyebutkan Halusinasi
No Nama Klien

Isi Waktu Situasi Perasaan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Anda mungkin juga menyukai