Anda di halaman 1dari 4

TERMINOLOGI INKLUSIF

DALAM PERSPEKTIF TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Menurut KBBI, Terminologi adalah peristilahan (tentang kata-kata); 2 ilmu mengenai


batasan atau definisi istilah

menggunakan terminologi ahli yang dibentuk di dalamnya, dan segala kecenderungan


standardisasi yang terwujud dalam

Karena pembentukan standar terutama dipengaruhi bukan oleh faktor-faktor linguistik,


tetapi oleh kondisi politik dan historis yang berlaku, bahasa baku tidak seharusnya
diperlakukan sebagai bentuk yang lebih utama atau lebih "benar" dibandingkan varietas
lain.[12][13] Para ahli linguistik mengakui bahwa bahasa standar bersifat arbitrer dan
konvensional, serta menekankan bahwa berfungsinya bahasa baku dimungkinkan
karena kesepakatan sosial umum.

Dalam sosiolinguistik, preskriptivisme (bahasa Latin: praescribere –


[1]
mempreskripsikan; memerintahkan; normativisme ) adalah istilah yang merujuk
kepada praktik menyusun norma dan pedoman penggunaan bahasa alami dengan
maksud memengaruhi penuturnya agar berpegang pada pola yang diusulkan. [1][2] Kaidah
tersebut bisa mengatur berbagai-bagai aspek bahasa
seperti pelafalan, infleksi, semantika, sintaksis, dan fraseologi, serta unsur
[3]
ekstralinguistik seperti sistem ejaan dan pungtuasi. Kecenderungan preskriptivis bisa
menimbulkan penggolongan bentuk bahasa yang tidak diakui sebagai "inferior",
"keliru" ataupun "tidak logis"; tendensi tersebut juga berkaitan dengan konsep salah-
benarnya bahasa.[4]

Preskripsi linguistik dapat bertujuan membentuk sebuah bahasa


baku atau mengodifikasikan norma-normanya secara resmi. Pada hakikatnya, kehadiran
kode bahasa baku dimaksudkan untuk memudahkan komunikasi antarmasyarakat di
wilayah geografis yang luas.[5] Kepatuhan terhadap kode tersebut terutama dianggap
penting dalam situasi formal yang menuntut penggunaan bentuk bahasa yang
dipersepsikan netral secara sosial.[6] Selain dari itu, praktik preskriptif dapat
dilatarbelakangi keinginan menghambat proses perubahan bahasa.[7]

Pendekatan preskriptivis sering didikotomikan dengan deskriptivisme,[8] yaitu sikap


yang menghindari penilaian normatif dan bertujuan mendeskripsikan bahasa secara
netral. Deskriptivisme dijadikan sebagai fondasi analisis tata bahasa dalam linguistik
kontemporer,[9] sedangkan praktik normatif diterapkan dalam
[10][11]
konteks pendidikan dan penerbitan.
Beberapa peneliti mengartikan "preskriptivisme" sebagai konsep mempromosikan
suatu ragam bahasa sebagai varietas yang lebih utama kedudukannya, sehingga
menganggap ideologi bahasa standar sebagai elemen konstitutif preskriptivisme atau
bahkan menyamakan preskriptivisme dengan sistem pandangan itu. [12][13] Sedangkan
peneliti yang lain menggunakan istilah "preskriptivisme" untuk merujuk kepada segala
bentuk kegiatan yang bertujuan mengusulkan atau mendorong suatu cara penggunaan
bahasa, tanpa menyiratkan bahwa praktik-praktik tersebut selalu terkait dengan
penyebaran ideologi bahasa standar.[14][15] Selain dua tersebut ada juga pengertian bahwa
sikap preskriptif adalah pendekatan kodifikasi bahasa yang mementingkan pendapat si
penyelidik, berbeda dengan bentuk-bentuk kodifikasi yang mendasarkan kegiatannya
pada fenomena penggunaan bahasa yang sebenarnya; [16] walaupun begitu, pendekatan
kedua tersebut pun bisa dikatakan mengandung sifat preskriptif.[17]

Bentuk ekstrem dari preskriptivisme disebut dengan purisme bahasa.

Preskripsi bahasa diartikan sebagai tahap akhir dari pembakuan bahasa. Proses tersebut
terjadi di lingkungan suatu budaya dan bermotivasi politik. Langkah ini dapat dipahami
sebagai bentuk kemajuan sosial dan penanaman budaya. Karena budaya dianggap
sebagai kekuatan utama dalam pengembangan bahasa baku, negara-negara yang
memiliki keanekaragaman bahasa sering kali mempromosikan standardisasi dan
menganjurkan kepatuhan kepada norma-norma preskriptif yang ditentukan.[18]

Tujuan utama dari preskripsi bahasa adalah mempromosikan dan mengonkretkan


aturan-aturan bahasa baku dalam konteks pendidikan.[19] Selain dari itu, preskripsi dapat
mencakup upaya lain untuk memengaruhi praktik kebahasaan, termasuk mengusulkan
saran soal gaya dan estetika.[20] Metode preskriptif diterapkan secara praktis dalam
pengajaran bahasa asing, yang pada dasarnya bersifat normatif karena secara aktif
mendorong suatu cara penggunaan bahasa, walaupun mungkin berfondasi pada
dokumentasi deskriptif yang dilakukan terdahulu.[21][22] Tambahan pula, publikasi
berpendekatan deskriptif dalam praktik sering ditafsirkan sebagai publikasi normatif
sehingga berfungsi sebagai pedoman berbahasa yang baik dan benar.[23]

Preskripsi memainkan peran penting dalam memfasilitasi komunikasi antardaerah


karena memungkinkan penutur dialek yang berbeda untuk mengggunakan suatu standar
bahasa umum, yang lebih luas dipahami dari variasi lokal mereka. Walaupun alat
komunikasi tersebut bisa membentuk secara spontan, keinginan mengatur dan
mempromosikannya secara resmi sudah menjadi kelaziman di sebagian besar dunia.
[24]
Para penulis sering mementingkan kepatuhan kepada norma-norma preskriptif agar
maksud yang ingin disampaikan lebih mudah dicerna dan bisa dipahami oleh khalayak
luas.[24] Di samping itu, stabilitas bahasa dalam waktu memudahkan pemahaman teks-
teks dari masa lalu.

Jenis-jenis preskriptivisme[sunting | sunting sumber]

Anne Curzan membedakan empat jenis preskriptivisme:[30]

 preskriptivisme standardisasi (bahasa Inggris: standardising prescriptivism) –


bertujuan menumbuhkan dan mempromosikan penggunaan bahasa baku; bisa
melibatkan keinginan menyeragamkan praktik kebahasaan;[31]

 preskriptivisme stilistik (bahasa Inggris: stylistic prescriptivism) – bertujuan


memberikan saran soal penggunaan bahasa yang efektif, yaitu cara penggunaan
bentuk dan struktur di dalam bahasa baku; penilaian ini didasarkan pada kriteria
ketepatan, kelogisan, kejelasan, kegunaan fungsional, kekompakan, dan estetika;
[32]

 preskriptivisme restoratif (bahasa Inggris: restorative prescriptivism) – bertujuan


mempromosikan bentuk dan struktur yang lebih lawas demi mempertahankan
tradisi dan menjaga "kemurnian" bahasa;[33]

 preskriptivisme responsif secara politis (bahasa Inggris: politically responsive


prescriptivism) – bertujuan mempromosikan bentuk bahasa dan penyebutan
yang dianggap tepat secara politis dan egaliter; berbeda dengan tiga lainnya,
preskripsi jenis ini dianggap progresif dari segi sosial.[34]

Kriteria normatif[sunting | sunting sumber]

Preskripsi bahasa dapat didasarkan pada kriteria dan faktor berikut[35]:

 kepatuhan satuan bahasa tertentu dengan kaidah ekonomi bahasa,

 kegunaan fungsional dan presisi semantis satuan bahasa tertentu,

 kepatuhan satuan bahasa tertentu dengan kaidah sintagmatis dan paradigmatis,

 tingkat kelaziman satuan bahasa tertentu dalam sastra dan dalam bahasa warga
berpendidikan,

 etimologi kata atau istilah tertentu,

 cakupan geografis satuan bahasa tertentu,

 tingkat kelaziman satuan bahasa tertentu dalam tradisi bahasa.


Kodifikasi yang berbeda-beda cenderung mengakui bentuk bahasa yang berbeda-beda,
misalnya dalam bahasa Spanyol:

 pelafalan seseo berstatus baku di Amerika Latin, sedangkan di Spanyol dianggap


tidak baku;[36]

 fenomena voseo berstatus baku di Argentina, Paraguay, dan Uruguay,


sedangkan di negara-negara berbahasa Spanyol lainnya, ciri tersebut bersifat
regional.[37]

Preskriptivisme adalah pandangan etis yang menyatakan bahwa etika tidak terbatas pada
arti deskriptif atau penguraiannya saja, melainkan mencakup juga arti preskriptif.
[1] Preskriptif berasal dari kata dalam bahasa Latin prescribere yang
artinya menyuruh, memerintah, menulis sebelumnya.[1][2]

Ada dua pengertian dari paham ini:

1. Dalam etika dan agama, nilai dari tindakan moral diperintahkan oleh suatu
otoritas tertentu, misalnya otoritas Allah.[2] Hal ini berbeda dengan pandangan
etis deskriptivisme.[2]
2. Dalam ilmu pengetahuan, bila suatu hukum diberikan status 'preskriptif', maka
hukum itu akan menjadi prinsip kokoh yang membuat benda-benda harus
mengikuti secara penuh.[2] Contohnya hukum gravitasi yang mengharuskan
benda jatuh ke bawah; jika tidak, berarti benda itu 'melanggar' hukum.[2]

Bagi para penganut paham ini, ajaran dalam etika harus juga mendorong dan
membimbing tindakan yang nyata.[1] Bila tidak dapat memberi dorongan tersebut,
maka ajaran tersebut tidak memiliki arti dan makna yang penuh.[1] Pandangan
preskriptivisme ini bernada idealis karena mengingatkan manusia untuk hidup secara
konsekuen.[1]

Anda mungkin juga menyukai