Edit
Edit
individu maupun berkelompok dengan menggunakan alat dan teknologi sederhana, baik yang
memiliki izin ataupun belum. Berdasarkan skalanya, pertambangan emas rakyat seringkali
disebut sebagai Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), sedangkan pada konteks aspek
legalitas perizinannya, tambang-tambang rakyat sering disebut dalam istilah Pertambangan
Tanpa Izin (PETI). Di Indonesia terdapat 850 titik Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang
tersebar di 60-an kabupaten/kota dari Aceh hingga Papua yang menghidupi jutaan masyarakat.
PESK ditengarai menyumbang 20 – 30% produksi emas di Indonesia.
Pertambangan emas rakyat telah menjadi mata pencaharian utama dan satu-satunya sumber
penghidupan bagi masyarakat di Desa Rantau Malam dan Nanga Jelundung. Hasil wawancara
dan FGD dengan perwakilan masyarakat dan Pemerintah Desa mengungkapkan bahwa hampir
seluruh ekonomi di kedua desa ini sangat bergantung pada aktivitas penambangan emas yang
dilakukan oleh warga setempat. Seluruh produk pertanian, perkebunan, dan hutan umumnya
digunakan untuk konsumsi internal atau diperdagangkan dalam lingkup lokal dengan tetangga
di desa-desa sekitarnya. Praktik barter masih sering terlihat, di mana masyarakat menukar hasil
tangkapan ikan, daging buruan, atau sayuran dengan barang-barang lain yang mereka
butuhkan. Meskipun ada sedikit pendapatan dari sektor lain, seperti dana pemerintah dan
kegiatan pariwisata terkait dengan pendakian ke Bukit Raya, penambangan emas tetap menjadi
tulang punggung ekonomi dan penopang kehidupan sebagian besar warga di wilayah ini. Selain
mendukung langsung para penambang emas, sektor ini juga berdampak pada berbagai bidang
lain, seperti industri penebangan kayu yang berkembang saat penambangan emas mengalami
peningkatan, mencerminkan keterkaitan erat antara mata pencaharian ini dan penghidupan
masyarakat di Desa Rantau Malam dan Nanga Jelundung.
Legalitas penambangan emas oleh masyarakat adalah permasalahan serius, di mana kegiatan
tersebut sering dianggap ilegal karena beroperasi tanpa izin resmi. Ini sering kali disebut
sebagai Pertambangan Tanpa Izin (PETI), dan dari perspektif regulasi, aktivitas PETI dianggap
melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 UU tersebut
menyatakan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dihukum dengan penjara maksimal 5
tahun dan denda hingga Rp 100.000.000.000. Pasal 161 juga mengatur hukuman bagi siapa
pun yang menerima, memanfaatkan, memproses, mengolah, mengembangkan, atau
menggunakan mineral dan/atau batubara yang tidak diperoleh dari pemegang izin resmi seperti
IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin lainnya.
Upaya penegakan hukum melalui operasi penertiban dan penutupan tambang rakyat telah
dilakukan sejak tahun 2007. Namun, hingga saat ini, upaya ini belum efektif dalam
memberantas aktivitas PETI. Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakberhasilan penindakan ini
adalah kegagalan dalam memberikan solusi alternatif bagi sumber penghidupan masyarakat
yang terlibat dalam PETI. Masyarakat merasa bahwa tanpa alternatif sumber penghasilan yang
layak, PETI akan tetap menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia. Seberapa pun seringnya
operasi penutupan dilakukan, mereka akan tetap bertahan.
Sejak tahun 2007, operasi gabungan telah dilaksanakan oleh pihak yang mengelola taman
nasional untuk menghentikan penambangan, terutama di kawasan taman nasional. Meskipun
berbagai operasi dan patroli telah digelar untuk menghentikan aktivitas penambangan emas,
keberhasilannya tetap terbatas. Penambang sering kali memiliki informasi tentang rencana
operasi penertiban, sehingga mereka meninggalkan lokasi tambang dan menyimpan peralatan
mereka sebelum operasi dimulai, kemudian mereka kembali setelah operasi selesai. Meskipun
beberapa penambang telah ditangkap dan peralatan mereka dirusak, kegiatan PETI tetap
berlanjut. Walaupun operasi ini memberi dampak positif dalam jangka pendek, seperti
meningkatnya kualitas air di Sungai Serawai dan Jelundung akibat berhentinya sebagian besar
penambangan, penyelesaian jangka panjang bagi masalah PETI masih belum ditemukan.
Sektor pertanian merupakan salah satu pencarian utama rakyat Indonesia. Dari luas daratan
sebesar 191,1 juta ha, 60,4 juta ha adalah lahan pertanian. Salah satu aktivitas pertanian yang
lazim dilakukan di Indonesia adalah penanaman padi di ladang secara berpindah. Istilah ladang
berpindah biasanya lebih dikenal dan tidak jarang menimbulkan salah paham karena anggapan
berpindah ke areal lahan baru terus menerus. Istilah lain yang saat ini mulai sering digunakan
untuk memberikan pemahaman yang benar tentang pola perladangan ini adalah ladang gilir
balik. Ladang gilir balik adalah salah satu sistem pertanian yang telah cukup lama dilakukan di
beberapa wilayah seperti, di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, selain ada
juga sistem pertanian dengan lahan sawah.
Desa Rantau Malam adalah hasil pemekaran dari Desa Nanga Jelundung, sehingga
berbatasan langsung dengan jarak antara pusat kedua desa tidak terlalu jauh, yaitu sekitar ± 5
km yang dapat ditempuh baik melalui jalur darat maupun sungai. Untuk mencapai pusat kota
kecamatan, yaitu Nanga Serawai, diperlukan perjalanan yang cukup jauh, sekitar ± 50-54 km
menggunakan jalur air (sungai), dengan waktu tempuh sekitar 5-6 jam jika menggunakan
perahu klotok. Nanga Serawai merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan di Kecamatan
Serawai. Desa-desa di sepanjang Sungai Serawai mengandalkan pasar di kota kecamatan ini
untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan sehari-hari mereka.
Untuk mencapai ibukota kabupaten, yaitu Sintang, jaraknya sekitar 166 km dari ibukota
kecamatan. Meskipun dapat ditempuh dalam waktu 5-6 jam menggunakan jalur darat, kondisi
jalan di sebagian besar jalur tersebut cukup rusak. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat
memilih untuk memutar melalui Nanga Pinoh, di mana kondisi jalan daratnya relatif lebih baik.
Sebagian besar arus barang yang masuk ke Nanga Serawai berasal dari Nanga Pinoh melalui
jalur sungai. Nanga Pinoh merupakan ibukota Kabupaten Melawi, terletak sekitar ± 200-204 km
dari Desa Rantau Malam dan Nanga Jelundung. Nanga Pinoh bisa diakses melalui jalur air dari
Nanga Serawai menggunakan speedboat dengan waktu tempuh 3 – 4 jam. Jarak yang harus
ditempuh jika ingin menuju Pontianak adalah sekitar ± 549 km melalui Nanga Pinoh. Dalam hal
ini, jalur darat kondisinya sudah cukup bagus dan bisa ditempuh dalam waktu 8-9 jam dari
Nanga Pinoh. Sementara itu, jarak jika menggunakan jalur via Sintang adalah sekitar ± 576 km.