Anda di halaman 1dari 3

NOTULENSI FGD

Kota Agung, 04 Juli 2023


FGD ini bertema "Peran Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani
Kopi di dalam Kawasan Hutan" dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di
tingkat internal Pemerintah Daerah Kabupaten Tenggamus. Berikut merupakan
rangkuman dari diskusi tersebut:
Sambutan Pembuka:
Pak Rachman, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, mewakili Kepala Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Tenggamus yang tidak bisa menghadiri acara karena sedang
mengikuti kegiatan di Provinsi. Beliau menyampaikan pentingnya kopi sebagai produk
unggulan Lampung, khususnya Kabupaten Tanggamus yang terkenal sebagai
penghasil kopi robusta terbesar kedua setelah Lampung Barat. Produksi kopi di
Tanggamus mengalami peningkatan, namun ada tantangan terkait deforestasi akibat
perkembangan industri kopi dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan.
Intan Diani Fardinatri dari Rainforest Alliance menyampaikan terima kasih kepada
pemerintah daerah atas terselenggaranya FGD ini, yang bertujuan untuk memahami
permasalahan umum yang dihadapi oleh petani kopi di Tanggamus, serta mendorong
terciptanya kolaborasi lintas stakeholder.
Proses FGD:
Diskusi dimulai dengan sesi kenalan, di mana peserta menyampaikan nama dan favorit
jenis kopi. Dari beragam persepsi peserta terhadap kopi favorit dapat disimpulkan
bahwa kopi telah menyatukan kepentingan beragam pihak baik yang menyukai kopi
atau tidak, akan tetapi secara keseluruhan kopi bisa menjembatani beragam
kepentingan yang ada khususnya yang ada di Kabupaten Tenggamus. Oleh karena itu
maka Kerjasama lintas sektor didalam pemerintah daerah kabupaten Tenggamus
menjadi sangat dibutuhkan khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi.
Selanjutnya, fasilitator membagi 4 pertanyaan kunci yang diberikan kepada peserta dan
meminta mereka untuk memilih dan merespon pertanyaan tersebut.
1. Seberapa penting kopi bagi Tanggamus?
 Pak Rachman (Sekdin LH): Lampung terkenal dengan kopi sebagai
produk unggulan dan perlu meningkatkan nilai tambahnya, serta ide
mengenai wisata kopi di Tanggamus.
 Lila (Dinas PMD): Kopi sangat penting, terutama di wilayah Air Naningan
yang membutuhkan intervensi pasca panen dan inovasi budidaya untuk
meningkatkan kesejahteraan.
2. Apa saja persoalan yang dihadapi dalam pengembangan kopi di Tanggamus?
 Okta (Rainforest Alliance): Petani menghadapi permasalahan harga dan
produksi, serta rendahnya nilai tambah pada rantai pasok kopi.
 Intan (Rainforest Alliance): Terdapat kendala hubungan manusia dengan
alam/hutan yang bersifat eksploitatif dan kurangnya akses pengetahuan
dan keuangan.
 Rui (PPPA): Menyoroti pemberdayaan perempuan dan perlunya
peningkatan kualitas kopi melalui pelatihan dan pemahaman dalam rantai
pasok kopi.
 Yulia (Dinas Lingkungan Hidup): Menekankan permasalahan emisi gas
rumah kaca dari kulit kopi dan peningkatan infrastruktur untuk penjemuran
kopi.
3. Apa saja ide/gagasan untuk pengembangan kopi di Tanggamus?
 Asep (Dinas Lingkungan Hidup): Mengusulkan pendirian pabrik kopi di
Tanggamus untuk menarik investasi dan memberi identitas kopi
Tanggamus.
 Ariyadi (KPH): Menekankan peningkatan kapasitas petani kopi dan
perlunya penguatan kerjasama dengan penyuluh lapangan.
 Cahyono (KPH): Mencerdaskan penyuluh kopi dan mencari sinergi dalam
pengembangan kapasitas melalui izin perhutanan sosial di lahan hutan
eksisting.
 Lutfi (………): Mendorong kemandirian petani kopi dan penguatan
branding Tanggamus sebagai kopi unggulan.
 Budi (Dinas Lingkungan Hidup): Mengajukan penggunaan pupuk organik
dan integrasi dengan peternakan untuk mengurangi penggunaan bahan
kimia di hutan.
4. Apa yang telah dilakukan untuk pengembangan kopi di Tanggamus?
 Kristin (Disbunak): Memberikan bantuan dan intensifikasi kopi di tanah
marga (tanah milik/APL), serta menyusun kurikulum kopi di dalam
kawasan.
 Susanti (Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan): Fasilitasi
perijinan usaha, teknis produksi, dan pemasaran bagi petani kopi.
 Fuad (Analis Koperindag): Melakukan kolaborasi dengan universitas untuk
BIMTEK UMKM, fasilitasi perijinan, dan pemasaran produk kopi.
 Afifah (Dinas Lingkungan Hidup): Memberikan bantuan bibit durian,
alpukat, dan sapi untuk petani kopi melalui program Proklim dan
Kalpataru.
Kesimpulan dan Insight:
 Rahman dari DLH menekankan pentingnya tindakan lanjutan dan dukungan
pemerintah daerah untuk masyarakat di sekitar hutan.
 KPH berharap dapat mengoptimalkan wisata hutan di Tanggamus dan
menciptakan kolaborasi dalam implementasi IAD (Integrated Area Development)
dalam konteks Perhutanan Sosial yang diatur melalui Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9/2021 sebagai turunan dari revisi UU
Kehutanan dalam UU Cipta Kerja. IAD merupakan sebuah model dukungan
kementerian lain yang menekankan pada perencanaan terpadu dalam
pengelolaan perhutanan sosial. Model ini bertujuan untuk mendorong sinergi
program atau kegiatan pembangunan lintas kementerian, lembaga negara,
sektor bisnis, dan perguruan tinggi serta LSM dalam suatu wilayah atau
kawasan. Tujuan utama dari IAD PS adalah mengintegrasikan hulu hilir dan
menghubungkan berbagai sektor dalam skala yang efisien dan efektif untuk
mengoptimalkan bisnis dan kesejahteraan masyarakat.
 Bappelitbang berkomitmen untuk mendukung program IAD melalui kolaborasi
dan koordinasi program-program yang relevan.
 Dinas LH berupaya untuk menjadikan FGD sebagai langkah awal menuju
orientasi ke legalitas dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Intan dari Rainforest Alliance berjanji akan menggunakan hasil kajian yang melibatkan
teknologi satelit dan analisis sosial ekonomi untuk merancang program intervensi kopi
di Tahun 2024-2026.
Demikianlah notulensi FGD mengenai peran pemerintah daerah dalam meningkatkan
kesejahteraan petani kopi di dalam kawasan hutan di Tanggamus. Diskusi ini
menghasilkan beragam ide, inovasi, dan upaya kolaboratif yang akan
diimplementasikan untuk meningkatkan keberlanjutan dan kesejahteraan petani kopi di
wilayah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai