FGD ini bertema "Peran Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani Kopi di dalam Kawasan Hutan" dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat internal Pemerintah Daerah Kabupaten Tenggamus. Berikut merupakan rangkuman dari diskusi tersebut: Sambutan Pembuka: Pak Rachman, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tenggamus yang tidak bisa menghadiri acara karena sedang mengikuti kegiatan di Provinsi. Beliau menyampaikan pentingnya kopi sebagai produk unggulan Lampung, khususnya Kabupaten Tanggamus yang terkenal sebagai penghasil kopi robusta terbesar kedua setelah Lampung Barat. Produksi kopi di Tanggamus mengalami peningkatan, namun ada tantangan terkait deforestasi akibat perkembangan industri kopi dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan. Intan Diani Fardinatri dari Rainforest Alliance menyampaikan terima kasih kepada pemerintah daerah atas terselenggaranya FGD ini, yang bertujuan untuk memahami permasalahan umum yang dihadapi oleh petani kopi di Tanggamus, serta mendorong terciptanya kolaborasi lintas stakeholder. Proses FGD: Diskusi dimulai dengan sesi kenalan, di mana peserta menyampaikan nama dan favorit jenis kopi. Dari beragam persepsi peserta terhadap kopi favorit dapat disimpulkan bahwa kopi telah menyatukan kepentingan beragam pihak baik yang menyukai kopi atau tidak, akan tetapi secara keseluruhan kopi bisa menjembatani beragam kepentingan yang ada khususnya yang ada di Kabupaten Tenggamus. Oleh karena itu maka Kerjasama lintas sektor didalam pemerintah daerah kabupaten Tenggamus menjadi sangat dibutuhkan khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi. Selanjutnya, fasilitator membagi 4 pertanyaan kunci yang diberikan kepada peserta dan meminta mereka untuk memilih dan merespon pertanyaan tersebut. 1. Seberapa penting kopi bagi Tanggamus? Pak Rachman (Sekdin LH): Lampung terkenal dengan kopi sebagai produk unggulan dan perlu meningkatkan nilai tambahnya, serta ide mengenai wisata kopi di Tanggamus. Lila (Dinas PMD): Kopi sangat penting, terutama di wilayah Air Naningan yang membutuhkan intervensi pasca panen dan inovasi budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan. 2. Apa saja persoalan yang dihadapi dalam pengembangan kopi di Tanggamus? Okta (Rainforest Alliance): Petani menghadapi permasalahan harga dan produksi, serta rendahnya nilai tambah pada rantai pasok kopi. Intan (Rainforest Alliance): Terdapat kendala hubungan manusia dengan alam/hutan yang bersifat eksploitatif dan kurangnya akses pengetahuan dan keuangan. Rui (PPPA): Menyoroti pemberdayaan perempuan dan perlunya peningkatan kualitas kopi melalui pelatihan dan pemahaman dalam rantai pasok kopi. Yulia (Dinas Lingkungan Hidup): Menekankan permasalahan emisi gas rumah kaca dari kulit kopi dan peningkatan infrastruktur untuk penjemuran kopi. 3. Apa saja ide/gagasan untuk pengembangan kopi di Tanggamus? Asep (Dinas Lingkungan Hidup): Mengusulkan pendirian pabrik kopi di Tanggamus untuk menarik investasi dan memberi identitas kopi Tanggamus. Ariyadi (KPH): Menekankan peningkatan kapasitas petani kopi dan perlunya penguatan kerjasama dengan penyuluh lapangan. Cahyono (KPH): Mencerdaskan penyuluh kopi dan mencari sinergi dalam pengembangan kapasitas melalui izin perhutanan sosial di lahan hutan eksisting. Lutfi (………): Mendorong kemandirian petani kopi dan penguatan branding Tanggamus sebagai kopi unggulan. Budi (Dinas Lingkungan Hidup): Mengajukan penggunaan pupuk organik dan integrasi dengan peternakan untuk mengurangi penggunaan bahan kimia di hutan. 4. Apa yang telah dilakukan untuk pengembangan kopi di Tanggamus? Kristin (Disbunak): Memberikan bantuan dan intensifikasi kopi di tanah marga (tanah milik/APL), serta menyusun kurikulum kopi di dalam kawasan. Susanti (Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan): Fasilitasi perijinan usaha, teknis produksi, dan pemasaran bagi petani kopi. Fuad (Analis Koperindag): Melakukan kolaborasi dengan universitas untuk BIMTEK UMKM, fasilitasi perijinan, dan pemasaran produk kopi. Afifah (Dinas Lingkungan Hidup): Memberikan bantuan bibit durian, alpukat, dan sapi untuk petani kopi melalui program Proklim dan Kalpataru. Kesimpulan dan Insight: Rahman dari DLH menekankan pentingnya tindakan lanjutan dan dukungan pemerintah daerah untuk masyarakat di sekitar hutan. KPH berharap dapat mengoptimalkan wisata hutan di Tanggamus dan menciptakan kolaborasi dalam implementasi IAD (Integrated Area Development) dalam konteks Perhutanan Sosial yang diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9/2021 sebagai turunan dari revisi UU Kehutanan dalam UU Cipta Kerja. IAD merupakan sebuah model dukungan kementerian lain yang menekankan pada perencanaan terpadu dalam pengelolaan perhutanan sosial. Model ini bertujuan untuk mendorong sinergi program atau kegiatan pembangunan lintas kementerian, lembaga negara, sektor bisnis, dan perguruan tinggi serta LSM dalam suatu wilayah atau kawasan. Tujuan utama dari IAD PS adalah mengintegrasikan hulu hilir dan menghubungkan berbagai sektor dalam skala yang efisien dan efektif untuk mengoptimalkan bisnis dan kesejahteraan masyarakat. Bappelitbang berkomitmen untuk mendukung program IAD melalui kolaborasi dan koordinasi program-program yang relevan. Dinas LH berupaya untuk menjadikan FGD sebagai langkah awal menuju orientasi ke legalitas dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Intan dari Rainforest Alliance berjanji akan menggunakan hasil kajian yang melibatkan teknologi satelit dan analisis sosial ekonomi untuk merancang program intervensi kopi di Tahun 2024-2026. Demikianlah notulensi FGD mengenai peran pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan petani kopi di dalam kawasan hutan di Tanggamus. Diskusi ini menghasilkan beragam ide, inovasi, dan upaya kolaboratif yang akan diimplementasikan untuk meningkatkan keberlanjutan dan kesejahteraan petani kopi di wilayah tersebut.