Anda di halaman 1dari 38
GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR & TAHUN 2021 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT. DAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang: a. bahwa dengan meningkatnya pemanfaatan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengakibatkan kerusakan terhadap Ekosistem Gambut dan Mangrove serta fungsi lingkungan hidup, seria akan berdampak pada peningkatan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta dekomposisi gambut, sehingga diperlukan upaya untuk menjaga dan melestarikan Ekosistem Gambut dan Mangrove; b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 dan_ berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, memberikan kewenangan pada Pemerintah Daerah untuk melindungi dan mengelola Ekosistem Gambut dan Mangrove; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove; Mengingat: 1, Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 1 KARO | PERanoxa paseait p77 F Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisit dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah beberapa kali dan. terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Undang-Undang Nomor 32 ‘Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) ; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 _ tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia ‘Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); (“ease [ remaracir suman ume | Pewmaranaa 10, i Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan _Bkosistem Gambut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5580) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan_ Ekosistem —Gambut (Lembaran Negara Republik Indonesia ‘Tahun 2016 Nomor 260, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5957}; Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6518); 12, Peraturan Pemetintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang 13, 14, 18, 16. Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Linglkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6634); Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6635); Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 Tentang Badan Restorasi Gambut Dan Mangrove (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 298); Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pedoman Valuasi Ekosistem Gambut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 976); Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.60 Tabun 2019 tentang ‘Tata Cara Penyusunan, Penetapan, dan Perubahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT Menetapkan dan GUBERNUR KALIMANTAN BARAT MEMUTUSKAN: PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DAN MANGROVE. ‘maRO | reranoxar Garman sno |" reumasanan te BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1 2. AP 10, w 12. 13. 14. 15, 16. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Barat. Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Barat. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Provinsi Kalimantan Barat. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Menteri adalah Menteri yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang selanjutnya disebut Dinas adalah perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup. Orang adalah orang perseorangan, kelompok masyarakat hukum adat atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi Ekosistem Gambut dan Mangrove serta mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang meliputi _perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang khas, tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut, terutama di laguna, muara sungai dan pantai yang terlindung dengan subtrat atau lumpur berpasir. Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitasnya. Ekosistem Mangrove adalah kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi dengan fauna dan mikro organisme sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada daerah sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Fungsi Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang berfungsi melindungi ketersediaan air, kelestarian keanekaragaman _hayati, penyimpan cadangan karbon penghasil oksigen, penyeimbang iklim yang terbagi menjadi fungsi lindung Ekosistem Gambut dan fungsi budidaya Ekosistem Gambut. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi utama dalam perlindungan dan keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon, dan pelestarian keanekaragaman hayati untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Gambut. es mucute 17. 18, 19, 20. 21 23, 24, 25. 26. 27. 28, 29, 30. 31. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi dalam menunjang produktivitas Ekosistem Gambut melalui kegiatan budidaya sesuai daya dukungnya untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Gambut. Sumber daya lahan gambut adalah lingkungan yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, vegetasi, dan benda lainnya yang terdapat di gambut serta adanya hubungan ekosistem yang dinamis diantaranya, dan ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan gambut. .Jasa Lingkungan adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya. Kerusakan Eksositem gambut adalah kondisi Bkosistem Gambut yang melampaui salah satu kriteria baku kerusakan meliputi untuk fungsi Ekosistem Gambut lindung terdapat drainase buatan, tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut, terjadi pengurangan luas dan/atau volume tutupan Jahan dan untuk fungsi Ekosistem Gambut budidaya muka air tanah di lahan Gambut lebih dari 0,4 m (nol koma empat meter) di bawah permukaan Gambut, serta tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut. Pengendalian adalah proses pemantauan aktivitas dalam Ekosistem Gambut dan Mangrove yang bertujuan untuk memastikan fungsi Ekosistem Gambut dan Mangrove dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pencegahan adalah upaya terpadu untuk mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang dilakukan melalui pendekatan ekologi, hukum, ekonomi, dan sosial budaya. Penanggulangan adalah upaya terpadu dalam menanggulangi terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang dilakukan melalui pendekatan teknologi ramah lingkungan, peran serta masyarakat dan pendekatan hukum di dalam masyarakat. Pemulihan adalah upaya untuk mengembalikan fungsi Ekosistem Gambut dan Mangrove secara lestari. Pemeliharaan adalah kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu eksoistem dan memperbaikinya agar selalu dalam keadaan siap pakai untuk melaksanakan produktivitas secara efektif dan efisien sesuai dengan standar (fungsional dan kualitas). Pencadangan adalah alokasi tertentu Ekosistem Gambut dan Mangrove yang belum dipastikan peruntukkan fungsinya. Kesatuan Hidrologis Gambut adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara 2 (dua) sungai dan laut dan/atau pada rawa. Saluran Drainase adalah saluran yang secara langsung mengalirkan air keluar Kesatuan Hidrologis Gambut, misalnya mengalirkan air langsung dari Kesatuan Hidrologis Gambut ke sungai atau laut Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan adalah semua upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat. Dokumen Lingkungan adalah dokumen yang dimiliki oleh setiap Orang yang akan melakukan usaha dan/atau kegiatan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoieh izin usaha dan/atau kegiatan. Masyarakat adalah masyarakat yang tinggal di Ekosistem Gambut dan Mangrove dengan pemenuhan kebutuhan pokoknya bergantung kepada sumber daya alam di sekitar mereka. \ 32. Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disingkat MHA adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu yang termasuk dalam Ekosistem Gambut dan Mangrove karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. 33. Insentif adalah upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau nonmoneter kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. 34. Disinsentif adalah pengenaan beban atau ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter kepada setiap orang maupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. 35. Rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi sebuah ekosistem guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. Pasal 2 Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove berasaskan: a. tanggung jawab; b. kelestarian dan keberlanjutan; partisipatif; keterpaduan; keserasian dan keseimbangan; keadilan; kesetaraan gender; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kearifan lokal; dan keterbukaan dan perlindungan hukum. ame as Pasal 3 Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove adalah untuk: a menjaga keseimbangan dan kelestarian Ekosistem Gambut dan Mangrove agar dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi, sosial, budaya, bagi masyarakat dengan cara memperbaiki fungsi gambut dan mangrove, meningkatkan kemampuan hidrologis Ekosistem Gambut dan Mangrove serta mendukung ekosistem yang ada di sekitar, b. menjamin kepastian, keadilan dan kemanfaatan kepada semua pihak yang memanfaatkan Ekosistem Gambut dan Mangrove; c. membangun kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan Ekosistem Gambut dan Mangrove secara baik; d. membangun partisipasi seluruh komponen masyarakat, berbagai pihak termasuk lembaga non pemerintah untuk terlibat secara aktif mencegah kerusakan Ekosistem Gambut dan Mangrove dengan cara menjaga keseimbangan dan kelestariannya secara berkelanjutan; € meminimalkan potensi bencana alam yaitu banjir dan kekeringan seria kebakaran hutan dan lahan pada ekosistem gambut; £ memfasilitasi pemangku kepentingan untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove secara terintegrasi; g meminimalkan pencemaran dan kerusakan alam seperti intrusi air laut, ombak dan abrasi pantai, pada ekosistem mangrove; dan h, menghormati dan menghargai kearifan lokal, hak masyarakat berupa kepemilikan, penguasaan, akses dan kontrol terhadap Ekosistem Gambut dan Mangrove. mo pee astorme: | “emttoa Pasal 4 Ruang Lingkup Peraturan Daerah ini meliputi: a. perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove; b. sistem informasi ekosistem gambut dan mangrove; c. perlindungan hak masyarakat dan masyarakat hukum adat di ekosistem gambut dan mangrove; d. peran serta masyarakat; fe. pemberdayaan masyarakat dan desa; f kerjasama; g. penyelesaian sengketa; h. larangan; i. kelembagaan; j. pembinaan, pengawasan dan evaluasi; k. pembiayaan; dan 1. insentif dan disinsentif. BAB IT PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DAN MANGROVE Bagian Kesatu Ekosistem Gambut Paragraf 1 Umum Pasal 5 Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan £ penegakan hukum Paragraf 2 Perencanaan Pasal 6 () Gubernur menyusun dan menetapkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah dengan terlebih dahulu mengkonsultasikan secara teknis dan mendapat persetujuan Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. @ Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan: a. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Nasional; dan b. Analisis Data. @ Hasil analisa data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b digunakan sebagai dasar penyusunan rencana perlindungan dan_ pengelolaan ekosistem gambut. @ Tata cara penyusunan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Bkosistem Gambut (RPPEG) Daerah dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan | Pasal 7 () Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dipimpin oleh Gubernur dan/atau menunjuk Kepala Perangkat Daerah sesuai tugas dan fungsi untuk menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. @) Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui koordinasi dan konsultasi dengan Bupati/Walikota dan/atau Kepala Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang mempunyai sumber daya lahan Gambut. @ Penyusunan dan penetapan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil analisis data yang berisi: a. arah kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; b. strategi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; c. program dan kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; d. sasaran program Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; e. indikator kinerja Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; dan {target Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. @ Penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanaken secara partisipatif dengan melibatkan umsur Pemerintah sesuai dengan jenjangnya, Perangkat Daerah terkait, Perguruan Tinggi, Kelompok Tani, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Kelompok Perempuan, Forum Para Pihak, pelaku usaha dan Lembaga Non Pemerintah yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan. © Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut secara partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 8 (1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut : a. rencana pemanfaatan dan/atau pencadangan Ekosistem Gambut; b, rencana pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi Ekosistem Gambut; c. rencana pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian Ekosistem Gambut; dan d. rencana adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. (2) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan: keragaman karakter fisik dan biofisik fungsi ekologis; sebaran potensi sumber daya alam; perubahan iklim; sebaran penduduk; kearifan lokal; aspirasi masyarakat; rencana tata ruang wilayah; nilai ekonomi Bkosistem Gambut; teknologi budidaya dan pengelolaan lahan Gambut; dan j. upaya pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut. (3) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut merupakan bagian dari Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. rp op ap oD zara | Uo woxar ones | Bororony | sxxba ( (2) (3) (4) ) (2) (3) a (2) 8) Pasal 9 Gubernur dapat mengusulkan perubahan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya menjadi Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dalam hal: a. Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya masih terdapat spesies yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan atau Ekosistem Gambut yang berada di kawasan lindung sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi; b. adanya urgensi ekologis untuk melakukan. upaya pencegahan atau pemulihan kerusakan lingkungan hidup pada dan/atau di. sekitar Ekosistem Gambut; dan/atau c adanya urgensi ekologis untuk melakukan upaya perlindungan Ekosistem Gambut di Daerah Dalam hal Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya diubah menjadi Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) harus dilakukan perubahan, Gubernur melakukan perubahan atas Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah dengan terlebih dahulu mengkonsultasikan secara teknis dan mendapat persetujuan dari Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan perubahan fungsi Ekosistem Gambut oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan atas Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Guberaur, Paragraf 3 Pemanfaatan Pasal 10 Setiap orang yang memanfaatkan Ekosistem Gambut wajib menyesuaikan dengan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Pemanfaatan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dengan menjaga fungsi hidrologis Gambut. Upaya menjaga fungsi Hidrologis Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Pemanfaatan Ekosistem Gambut dapat dilakukan pada Bkosistem Gambut dengan fungsi: a, lindung; dan/atau b. budidaya. Pemanfaatan Ekosistem Gambut pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatan: a. penelitian; b. ilmu pengetahuan; c. pendidikan; dan/atau d. jasa lingkungan. Rencana pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan. fungsi _lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a, upaya mempertahankan areal Fungsi Lindung Ekosistem Gambut yang masih dalam kondisi alami; b, upaya mempertahankan tutupan hutan dan keanekaragaman hayati; c. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan Ekosistem Gambut; d. pengembangan pendidikan dan kesadartahuan Ekosistem Gambut; dan. e. pemanfaatan jasa lingkungan ekosistem gambut untuk : 1) ekosistem sekitarnya; 2) wisata terbatas; 3) perdagangan karbon : dan / atau 4) sosial dan budaya masyarakat sckitar. (4) Rencana pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi_ lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Rencana pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mencantumkan kewajiban untuk menjaga Fungsi Hidrologis Gambut. (5) Pemanfaatan Ekosistem Gambut pada Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dimanfaatkan untuk semua kegiatan sesuai dengan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah. (6) Rencana pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi : a, pengaturan dan pengelolaan kegiatan budidaya terhadap : 1) pelestarian Fungsi Ekosistem Gambut; 2) peningkatan ekonomi wilayah; dan 3) kesejahteraan masyarakat, b. pengalokasian sebagian areal pada setiap areal kerja usaha dan/ atau kegiatan untuk pelestarian keanekaragaman hayati; dan ©. pengembangan jenis tanaman asli/endemik dan produk turunannya dalam pemanfaatan Ekosistem Gambut. Paragraf 4 Pengendalian Pasal 12 (1) Pemerintahan Daerah berkoordinasi dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam melakukan upaya pengendalian kerusakan Ekosistem Gambut. @) Upaya pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui koordinasi dengan pihak terkait. (9) Pengendalian kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimakeud pada ayat (1) terdiri atas: a. pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut; b. penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut; dan c. pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut. (4) Pengendalian kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan untuk menilai kegiatan perlindungan dan pengelolaan ekosistem Gambut mencakup : input; proses; output; dan penggunaan hasil. pose Pasal 13 (1) Pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dilakukan dengan cara: a. penyiapan regulasi teknis; b. pengembangan sistem deteksi dini; c. penguatan kelembagaan Pemerintah Daerah dan ketahanan masyarakat; 4. penyiapan sarana prasarana alat pemadam kebakaran; ¢. peningkatan kesadaran hukum masyarakai auaua | | rosrakanan £ sosialisasi peraturan perundang-undangan dan teknis penyiapan lahan pada Ekosistem Gambut kepada masyarakat dan penanggung jawab izin; g. bantuan sarana produksi kepada masyarakat yang memanfaatkan lahan Gambut pada areal sesuai dengan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat; h. pengembangan inovasi teknologi budidaya lahan tanpa bakar serta budidaya lahan ramah gambut; i tidak membuka dan/atau memanfaatkan Gambut yang tidak sesuai dengan fungsinya; dan j. pengamanan areal gambut yang rusak, rawan kebakaran dan areal gambut bekas kebakaran, (2) Pencegahan kerusakan ekosistem gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada : a. ekosistem gambut dengan fungsi lindung; dan b. ckosistem gambut dengan fungsi budi daya. (3) Ekosistem gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a rusak apabila melampaui kriteria baku kerusakan sebagai berikut : a, terdapat drainase buatan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan; b. tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan gambut; c. terjadinya pengurangan luas dan/atau volume tutupan lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan; d. terdapatnya bekas-bekas kebakaran pada tanah gambut; dan/atau e. terbukanya lahan gambut. (4) Ekosistem gambut dengan fungsi budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dinyatakan rusak apabila melampaui kriteria baku kerusakan sebagai berikut : a. muka air tanah gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter di bawah permukaan gambut; b. terjadinya kebakaran gambut; dan/atau c. tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan gambut. Pasal 14 Dalam penguatan kelembagaan Pemerintah Daerah dan ketahanan masyarakat untuk pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (i) huruf c, Pemerintah Daerah dapat melakukan penguatan kelembagaan Pendidikan pada wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan dengan membentuk kelompok peduli lingkungan yang dibina oleh Pemerintah Daerah. Pasal 15 Pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan dengan cara; a. penyiapan regulasi teknis; b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan teknis penyiapan Jahan pada Ekosistem Gambut kepada masyarakat dan penanggung jawab izin; peningkatan kesadaran hukum masyarakat; pengembangan sistem deteksi dini; penguatan kelembagaan Pemerintah Daerah dan ketahanan masyarakat; penyiapan sarana prasarana alat pemadam kebakaran; pepo g bantuan sarana produksi kepada masyarakat yang memanfaatkan Jahan Gambut pada areal sesuai dengan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat; h. pengembangan inovasi teknologi budidaya lahan tanpa bakar serta budidaya lahan ramah gambut; i tidak membuka dan/atau memanfaatkan Gambut yang tidak sesuai dengan fungsinya; dan j. pengamanan areal gambut yang rusak, rawan kebakaran dan areal gambut bekas kebakaran. Pasal 16 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya wajil memiliki Dokumen Lingkungan. (2) Persyaratan dan tata cara permohonan Dokumen Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau. kegiatan yang melakukan pemanfaatan Pkosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) yang menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di juar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan kerusakan ekosistem gambut sesuai kewajiban yang tercantum dalam Dokumen Lingkungan. (2) Penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap kerusakan akibat: a. terjadinya kebakaran Gambut b. tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa; c. muka air tanah gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter di bawah permukaan gambut pada titik penaatan; d. pembangunan drainase yang mengakibatkan Gambut menjadi kering; dan/atau e. pembukaan lahan pada Ekosistem Gambut. (3) Penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui: a. pemadaman kebakaran; b. pengisolasian area yang sedimen berpiritnya dan/atau kwarsanya terekspos; c. pembuatan tabat atau bangunan pengendali air yang terintegrasi dengan Kesatuan Hidrologis Gambut; dan/atau d. cara lain yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap Ekosistem Gambut. Pasal 18 (1!) Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakuken penanggulangan kerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya terjadi kerusakan, Gubernur menetapkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Q) Dalam menetapkan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). (3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki keahlian dalam penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimakeud dalam Pasal 17 ayat (3). @) Penetapan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Keputusan Gubernur. Pasal 19 (1) Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan penanggulangan, biaya yang dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan. (2) Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur berdasarkan hasil audit dari lembaga yang berwenang. (3) Komponen biaya yang dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kerusakan Ekosistem Gambut dan. biaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) () Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 20 (1) Pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) hurufc dilaksanakan oleh: a, Pemerintah Daerah untuk areal penggunaan lain; b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, untuk areal usaha dan/atau kegiatan; dan c. masyarakat atau Masyarakat Hukum Adat untuk hutan atau lahan yang dimiliki oleh masyarakat atau Masyarakat Hukum Adat. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam Dokumen Lingkungan. (3) Pemulihan di dalam dan di Iuar areal usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap kerusakan scbagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). (4) Dalam hal percepatan pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut, Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menyusun rencana pemulihan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). (6) Pelaksanaan pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diawasi oleh Perangkat Daerah yang membidangi urusan lingkungan hidup dan kehutanan dan/atau lembaga independen yang ditunjuk oleh Gubernur. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 21 ()) Pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: a. pemulihan daya dukung lingkungan Elosistem Gambut; dan b. pemulihan daya dukung sosial ekonomi melalui partisipasi masyarakat pada Ekosistem Gambut. @ Dalam hal percepatan pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut, Gubernur menyusun rencana pemulihan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1). moxie renssonarbdena 8) 4 a) Q) 4) 6) ©) () 8) (@) Proses penyusunan rencana pemulihan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan terhadap upaya pemulihan Ekosistem Gambut. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana pemulihan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 22 Pemulihan daya dukung lingkungan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: sosial ekonomi; rehabilitasi; restorasi; dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Upaya pemulihan daya dukung lingkungan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun melalui kajian ilmiah yang melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pemulihan daya dukung sosial ekonomi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui kegiatan: a. perbaikan penghidupan masyarakat di dalam Ekosistem Gambut; b. peningkatan kesadaran dan penguatan keterampilan masyarakat dalam mengelola Gambut secara lestari; c. kejelasan hak pengelolaan masyarakat di dalam Ekosistem Gambut; d. penyelesaian sengketa dan konflik pengelolaan Ekosistem Gambut; dan c. kegiatan lain yang dianggap perlu sesuai dengan kondisi kerusakan Gambut dan kelchasan lokal yang dimiliki Ekosistem Gambut. Upaya pemulihan daya dukung sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun melalui kajian ilmiah yang melibatkan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan daya dukung sosial ekonomi fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Dalam melakukan kegiatan Pemulihan Gambut, Pemerintah Daerah perlu berkoordinasi dengan BRGM. pop Pasal 23 Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dalam jangka walctu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak terjadi kerusakan, Gubernur menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Dalam menetapkan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan fungsi Ekosistem Gambut yang akan dilakukan pemulihan. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki keahlian dalam pemulihan fungsi Ekosistem Gambut. Penetapan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Keputusan Gubernur. Pasal 24 (1) Dalam hal pemulihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) merupakan akibat kebakaran dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak terjadinya kebakaran, Gubernur berkoordinasi dengan Menteri dan Bupati/Walikota dalam pemulihan fungsi Ekosistem Gambut atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk pelaksanaan lapangan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari Perangkat Daerah terkait dengan kebakaran Ekosistem Gambut, yang dikoordinir oleh Perangkat Daerah yang membidangi urusan lingkungan hidup. Pasal 25 (i) Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan pemulihan, biaya yang dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (1) diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan. 2) Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur berdasarkan hasil audit dari lembaga yang berwenang. ( Komponen biaya yang dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Ekosistem Gambut yang akan dilakukan pemulihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 26 (1) Pemeliharaan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dilakukan melalui upaya: a. perlindungan Ekosistem Gambut; dan/atau b. pelestarian —fungsi Ekosistem Gambut sebagai _pengendali dampak perubahan iklim. (2) Gubernur melakukan perlindungan Bkosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan menetapkan Ekosistem Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu, (3) Ekosistem Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi: a, ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang Imasnya kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari luas Kesatuan Hidrologis Gambut pada wilayah Daerah; b, ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya yang 50% (lima puluh per seratus) dari luasnya yang telah diberikan izin usaha dan/atau kegiatan melampaui kriteria baku kerusakan; c. ekosistem Gambut yang ditetapkan untuk moratorium pemanfaatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau d. ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya yang telah ditetapkan perubahan fungsinya menjadi fungsi lindung oleh Menteri. (4) Penetapan Ekosistem Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam Rencana Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Daerah, (5) Pelestarian fungsi Ekosistem Gambut sebagai pengendali dampak perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui upaya’ a. mitigasi perubahan iklim; dan b. adaptasi perubahan ildim. (6) Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Ekosistem Mangrove Paragraf 1 Umum Pasal 27 Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. perlindungan; d. rehabilitasi; e. pengawasan; dan £ penegakan hukum, Paragraf 2 Perencanaan Pasal 28 Gubernur menyusun Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. (2) Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. reneana pengelolaan; dan b, rencana aksi. (3) Rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi : a. perencanaan, pemanfaatan, perlindungan, dan — pengendalian ckosistem mangrove; dan b. kerjasama antara pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat, (5} Rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memuat program, lokasi, pelaksana, waktu, pembiayaan dan teknis pelakeanaan. (6) Tata Cara penyusunan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove sebagaimana dimaksud — pada ayat (2) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana pengelolaan dan rencana aksi diatur dengan Peraturan Gubernur. (4 7 Paragraf 3 Pemanfaatan Pasal 29 (1) Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove dilakukan sesuai dengan perencanaan. (2) Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove untuk — kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ekosistem mangrove yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan| (3) Kegiatan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pendayagunaan sumber daya ekosistem mangrove. 16 fF eae [azo | mmamaronit | geerexr:| scx ew Pe Pasal 30 (1) Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove untuk tujuan usaha wajib memiliki izin, (2) Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove bukan untuk tujuan_usaha wajib mendapat persetujuan Gubernur. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 31 Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) meliputi pemanfaatan lahan untuk usaha perikanan, kehutanan, kepariwisataan dan perhubungan. Pasal 32 Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) yaitu pemanfaatan sumber daya alam secara lestari selaras dan seimbang untuk kepentingan: a. pemenuhan kebutuhan masyarakat; b. penelitian dan pengembangan; dan/atau c. pendidikan dan pelatihan Pasal 33 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove diatur dengan Peraturan Gubernur. Paragraf 4 Perlindungan Pasal 34 (1) Perlindungan ekosistem mangrove diselenggarakan untuk: a. mencegah kerusakan dan mempertahankan kelestarian ekosistem mangrove; b. meningkatkan nilai jasa lingkungan ekosistem mangrove; ¢. melindungi spesies flora dan fauna mangrove yang dilindungi dari ancaman kepunahan; dan d. melindungi pantai dari abrasi, intrusi air laut ke daratan, gempuran ombak dan bencana alam lainnya. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kerusakan ekosistem mangrove yang disebabkan oleh altifitas manusia dan daya alam. (3) Untuk mewujudkan perlindungan terhadap kerusakan ekosistem mangrove yang disebabkan oleh aktifitas manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan: a. sosialisasi dan penyuluhan; D. peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan perlindungan ekosistem mangrove; c. kerjasama dengan pemegang hak atau izin; d. peningkatan efektivitas koordinasi kegiatan perlindungan ekosistem mangrove; dan e. fasilitasi pembentukan kelembagaan masyarakat kelompok pelestari mangrove. (4) Untuk mewujudkan perlindungan terhadap __kerusakan _ ekosistem mangrove yang disebabkan oleh daya alam, Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan: a. pemetaan lokasi rawan bencana; 7 [Txano | rs [ogee deed wg | ARES [wren [sen oa (5) a) (2) (4) a (2) 3) a) (2) b, pemantauan biogeofisik lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana alam; dan c. pengendalian dampak daya alam. Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan ekosistem mangrove diatur dengan Peraturan Gubernur. Paragraf 5 Rehabilitasi Pasal 35 Rehabilitasi ekosistem mangrove dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi ekosistem mangrove sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui kegiatan: a. Penghijauan; b. Pemeliharaan; c. pengayaan tanaman; d. regenerasi alami dengan bantuan manusia; atau €. penerapan teknik konservasi secara sipil tekmis, pada Jahan kritis dan tidak produktif, serta rawan bencana Rehabilitasi ckosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Dalam melakukan kegiatan pemulihat mangrove, Pemerintah Daerah berkoordinasi dengan BRGM, Pasal 36 Kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biogeofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi ekosistem mangrove — sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi. dan memberdayakan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi ekosistem mangrove diatur dengan Peraturan Gubernur. BABII SISTEM INFORMASI EKOSISTEM GAMBUT DAN MANGROVE Pasal 37 Dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove Daerah, Gubernur membangun, menyusun, mengembangkan dan menyediakan sistem data dan informasi sumber daya Gambut dan Mangrove yang terintegrasi. Gubernur menunjuk Lembaga Independen atau Perangkat Daerah yang sesuai tugas dan fungsinya untuk membangun, menyusun, mengembangkan dan menyediakan sistem data dan informasi sumber daya Gambut dan Mangrove yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Sistem data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: a. perencanaan; b. pengambilan kebijakan; ¢. pelaksanaan kebijakan; dan d. pemantauan dan evaluasi. (4) q (2) i (4) (Q) 2) 8) Gubernur melalui Lembaga Independen atau Perangkat Daerah yang membidangi komunikasi dan informasi menyebarluaskan informasi mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove Daerah. Pasal 38 Pemutakhiran data dan informasi Ekosistem Gambut dan Mangrove dilakukan oleh Pemerintah Daerah secara periodik dan didokumentasikan serta dipublikasikan secara resmi sebagai dokumen publik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap orang dapat mengakses dan memanfaatkan data dan informasi Ekosistem Gambut dan Mangrove sesuai ketentuan perundang-undangan. BAB IV PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT DAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DI EKOSISTEM GAMBUT DAN MANGROVE, Pasal 39 Pemerintah Daerah mengakui kegiatan perlindungan dan_pengelolaan Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove lestari yang dikelola. oleh masyarakat dan/atau Masyarakat Hukum Adat. Pemerintah Daerah melindungi hak masyarakat dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas akses dan pengelolaan sumberdaya alam, penguasaan lahan, kepemilikan tanah pada Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove. Perlindungan hak Masyarakat dan Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kepemilikan lahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; b. pemanfaatan lahan sebagai wilayah penghidupan masyarakat untuk kegiatan budidaya pertanian, perikanan, kehutanan serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dari Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove; dan ©. hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, Pemanfaatan gambut dan mangrove oleh masyarakat hukum adat sesuai dengan fungsi gambut dan mangrove dan diatur dengan Peraturan Gubernur, Pasal 40 Perlindungan hak masyarakat dan Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ditentukan dengan mengacu pada hasil inventarisasi dan verifikasi lapangan. Pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak terkait yang bergerak di bidang lingkungan hidup, pertanian, perikanan dan/atau kehutanan, Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. a) (2) (uy) 2) BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 41 Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove dilaksanakan dengan melibatkan peran serta Masyarakat. Peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: penyusunan perencanaan; pengembangan kawasan; penelitian dan pengembangan; pembiayaan; pemberdayaan; pengawasan; pengembangan sistem data dan informasi; pengembangan kelembagaan; dan/atau penyusunan pedoman Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. Masyarakat berperan serta secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk a. ikut serta dalam pemanfaatan, pengendalian dan pemeliharaan Ekosistem Gambut dan Mangrove; b. ikut serta menjadi tim kerja yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah untuk melestarikan Ekosistem Gambut dan Mangrove; c. pemberian usulan, tanggapan, pengajuan keberatan, saran perbaikan, dan bantuan; dan/atan d. melakukan penyuluhan Ketentuan lebih janjut mengenai mekanisme peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. pe menoop BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA Pasal 42 Pemerintah Daerah melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove. Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kerangka program yang terencana dan terukur untuk perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut dan/atati Mangrove. Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) erkoordinasi dengan Pemerintah kabupaten/kota. BAB VII KERJASAMA Pasal 43 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan Pemerintah, lembaga atau organisasi lokal, nasional dan/atau internasional untuk menyelenggarakan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan /atau Mangrove. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. tukar menukar informasi tentang Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove; b, melakukan pengelolaan, restorasi dan/atau rehabilitasi ; dan avo, c, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan. iklim, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan ekonomi, sosial dan budaya, (3) Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA, Pasal 44 (1) Sengketa yang timbul terkait dengan Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove diselesaikan secara musyawarah mufakat di lar pengadilan, (2)Dalam hal penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai mufakat, maka penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan. (3) Ketentuan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX LARANGAN Pasal 45 Pada Ekosistem Gambut setiap Orang dilarang: a membuka lahan baru (land clearing) sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal Ekosistem Gambut untuk tanaman tertentu; b, membuat saluran drainase yang mengakibatkan Gambut menjadi kering; © membakar lahan Gambut dan/atau melakukan pembiaran terjadinya pembakaran; d. membuka kubah Gambut; dan/atau ¢ melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut. Pasal 46 Pada Ekosistem Mangrove Setiap Orang dilarang: a memanfaatkan ekosistem mangrove yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau dapat menyebabkan penurunan fungsi ekosistem mangrove; b. melakukan kegiatan yang dapat mencemari air laut atau ekosistem mangrove; melakukan konversi ekosistem mangrove yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis; d. menebang pohon pada kawasan lindung mangrove; e melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan mangrove; £ melakukan perburuan satwa liar yang dilindungi; g melakukan kegiatan pemanfaatan yang tidak berpedoman pada rencana staregis dan rencana pengelolaan. ae 21 PERANOKAS BARRIS I assem | sexps BAB X KELEMBAGAAN Pasal 47 (1) Gubernur dapat membentuk kelembagaan atau menunjuk lembaga perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut dan/atau Mangrove tingkat Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, (2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi: a. melakukan koordinasi antar Perangkat Daerah sesuai tugas dan fungsinya; b. melakuixan penguatan kelembagaan pengelolaan kawasan_ tingkat Daerah; c. meningkatkan keterlibatan masyarakat, meliputi masyarakat peduli Ekosistem Gambut dan Mangrove, kelompok masyarakat Desa, organisasi kemasyarakatan, organisasi lingkungan dan relawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pada kelembagaan pendidikan di wilayah rawan kerusakan Ekosistem Gambut dan Mangrove; dan e. melakukan pelatihan, pendampingan, akses informasi publik, dan pola kemitraan ‘serta membangun mekanisme pemanfaatan program tanggung jawab sosial dan lingkungan yang inovatif dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat. BAB XI PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN EVALUASI Bagian Kesatu Umum Pasal 48 () Gubemur melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. @ Gubernur dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup, kehutanan atau kelautan dan perikanan @ Dalam melaksanakan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi Gubernur membentuk tim pengawas. @ Pembentukan tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Bagian Kedua Pembinaan Pasal 49 Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) berupa: a. pendidikan dan pelatihan untuk pencegahan dan penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut dan Mangrove; b, penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Ekosistem Gambut dan Mangrove; dan/atau c. bimbingan teknis, untuk peningkatan kesadaran dan partisipasi setiap Orang dalam rangka pengusahaan Ekosistem Gambut dan Mangrove berkelanjutan. Bagian Ketiga Pengawasan Pasal 50 () Pengawasan dilakukan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan Ekosistem Gambut dan Mangrove atas: a. ketentuan mengenai pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan Ekosistem Gambut dan Mangrove; dan b. persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam Dokumen Linglungan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelaporan, pemantauan dan evaluasi. (3) Masyarakat/lembaga/organisasi masyarakat yang bekerja pada bidang lingkungan hidup, kehutanan, dan/atau kelautan dan perikanan dapat melakukan kegiatan pemantauan dalam Perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove dengan berkoordinasi pada Pemerintah Daerah. Bagian Keempat Evaluasi Pasal 51 (1) Gubernur melakukan evaluasi terhadap setiap Orang yang melakukan pelanggaran dalam pemanfaatan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang tidak sesuai dengan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosisiem Gambut dan Mangrove. (2) Kriteria pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan hasil kegiatan pengawasan lapangan yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pengawasan, dan evaluasi dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XII PENDANAAN Pasal 53 Pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, BAB XI INSENTIF DAN DISINSENTIF Pasal 54 (1) Gubernur dapat memberikan insentif kepada setiap orang yang melakukan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. mano | ranawouar pune aswereat | © sexma ow () a @) 8) @ Q) Pasal 55 Gubernur memberikan disinsentif kepada setiap Orang, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa yang tidak melakukan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XIV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 56 Gubernur menerapkan sanksi administratif terhadap _pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. teguran tertulis; b, paksaan pemerintah; ¢. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan izin, Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi penghentian sementara kegiatan; pemindahan sarana kegiatan; penutupan saluran drainase; pembongkaran; penyitaan barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; penghentian sementara seluruh kegiatan; dan/atau tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan/atau tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. Rrepnogp Pasal 57 Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 dikenakan paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) huruf b baik dengan atau tanpa didahului dengan teguran tertulis. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 30 ayat (1) dikenakan paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf b baik dengan atau tanpa didahului dengan teguran tertulis. Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidal melaksanakan paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur memberikan sanksi administratif berupa pembekuan izin sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak mematuhi ketentuan dalam pembekuan izin sebagaimana dimakeud pada ayat (3), Gubernur memberikan sanksi administratif berupa pencabutan izin sesuai dengan kewenangannya. Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) terhadap lahan yang sengaja dibakar, maka di atas areal yang terbakar tidak boleh ada aktivitas budidaya selama jangka waktu tertentu, dan terulang dapat dicabut segala bentuk perizinan yang berada di lahan Gambut. ©) @) Ketentuan lebih lanjut mengenai iviteria, jangka waktu, dan tata cara pemenuhan terhadap ketentuan paksaan pemerintah, pembekuan izin, pencabutan izin, dan sanksi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XV PENYIDIKAN Pasal 58 Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah berwenang sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove dengan melakukan koordinasi di bawah pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi: a menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai_setiap orang tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan; © meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang sehubungan dengan tindak pidana; d_ memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove; © melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan — bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, seria melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut; g menghentikan aktivitas seseorang atau meminta seseorang untuk meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemerikeaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; hh. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove; memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j mengadakan penghentian penyidikan; k melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana. 25 cS oy EaRo | eemamanas oanmatt | asrorent | . sERDA BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 59 () Dalam hal telah dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan masih terjadi pelanggaran sebagaimana dimakeud dalam Pasal 45 dan Pasal 46, dikenakan pidana kurungan paling lama 6 {enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) @ Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran Pasal 60 Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, setiap Orang yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 45 dan Pasal 46 yang mengakibatkan dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 61 Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Program Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove serta perangkat daerah yang telah ditunjuk untuk melaksanakannya masih tetap berlaku dan menjalankan kewenangannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini Pasal 62 Setiap instansi yang terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove menjalankan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya secara terpadu sesuai dengan Peraturan Daerah ini, Pasal 63 Semua Peraturan Daerah yang terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Eksositem Gambut dan Mangrove yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya Peraturan Pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Daerah ini. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 64 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 65 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah jini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Ditetapkan di Pontianak pada tanggal I< S€Premeee 2s2t #GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, 7 UTARMIDJI Diundangkan di Pontianak pada tanggal \4 Se prise nor Pih. SEKRETARIS DAERAH \PRQVINSI KALIMANTAN BARAT, LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2021 NoMOR J NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT ; 8 -152/2021 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR —TAHUN 2021 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DAN MANGROVE 1. UMUM Gambut dan Mangrove mempunyai karakteristik yang unik, selain sebagai komponen lahan basah, komponen dari ruang daratan, juga komponen lingkungan hidup. Dengan karakteristik yang demikian, Gambut dan Mangrove memiliki fungsi yang beragam dalam perikehidupan, antara lain sebagai sumber daya alam berupa plasma nutfah dan komoditi kayu, sebagai tempat hidup ikan, dan sebagai gudang penyimpan karbon sehingga berperan sebagai penyeimbang iklim. Untuk mencegah perubahan fungsi gambut, maka diperlukan langkah kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi Gambut dan Mangrove agar Gambut dan Mangrove sebagai sumber daya alam dan fungsi penyeimbang iklim dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, baik untuk generasi saat ini maupun mendatang, serta untuk masyarakat nasional maupun global. Agar Gambut dan Mangrove dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan maka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove menjadi sangat penting. Kenyataannya yang terjadi di Kalimantan Barat lahan-lahan yang dimanfaatkan atau dikembangkan dengan manajemen yang salah. Kegiatan pembakaran saat pembukaan lahan ataupun kebakaran yang timbul di lahan Gambut yang kering menyebabkan hilangnya lapisan Gambut besar-besaran dan terjadinya pencemaran udara. Hal ini terjadi tidak hanya di lahan publik, wilayah perkebunan, areal pengusahaan hutan, areal hutan tanaman dan bahkan di areal Kkonservasi. Sementara itu konversi mangrove menjadi Kegiatan yang tidak memperhatikan fungsi dan keberlanjutan ekosistem mangrove telah menyebabkan terjadinya permasalahan lingkungan seperti peningkatan abrasi pantai dan intrusi air laut. Dalam rangka mendukung kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove pada tingkat Provinsi, maka dibentuk Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove yang mengatur antara lain perlindungan dan pengelolaan, sistem informasi ekosistem gambut dan mangrove, perlindungan hak Masyarakat dan Masyarakat Hukum Adat di Ekosistem Gambut dan Mangrove, peran serta Masyarakat, pemberdayaan Masyarakat dan Desa, kerja sama, Insentif dan Disinsentif, serta penyelesaian sengketa, 28 ABO | enanowxr PARRA = =a] =| I. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab” adalah Pemerintah Daerah menjamin pemanfaatan Ekosisiem Gambut dan Mangrove akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, menjamin hak warga hukum atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan Bkosistem Gambut dan Mangrove yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Huruf b Yang dimaksud dengan ‘asas kelestarian dan keberlanjutan? adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas Ekosistem Gambut dan Mangrove. Hurufe Yang dimaksud dengan “asas partisipatif’ adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove, baik secara langsung maupun tidak langsung. Huruf d Yang dimaksud dengan “‘asas keterpaduan” adalah bahwa Perlindungan dan Pengelolaan Ekosisterm Gambut dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. Hurufe Yang dimaksud dengan ‘asas keserasian dan keseimbangan” adalah bahwa pemanfaatan Ekosistem Gambut dan Mangrove harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan. serta_ pelestarian Ekosistem Gambut dan Mangrove. Huruf Yang dimaksud dengan “asas keadilan’ adalah bahwa Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan gender’ adalah semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan_ tidak diskriminasi berdasarkan identitas gender dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Hurufh Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa Peraturan Daerah mengenai Perlindungan dan Pengelolaan [kosistem Gambut dan Mangrove dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. (“cano | rexananat vasa nuxod |" pmamucana eee Hurufi Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Kearifan lokal menurut masyarakat setempat adalah Kegiatan yang dilakukan secara turun temurun dan dilakukan pelestarian ke siklus berikutnya dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Kearifan lokal yang dimaksud adalah kearifan lokal yang mendukung pelestarian lingkungan Hurufj Yang dimaksud dengan “asas keterbukean” adalah bahwa Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove bersifat transparan dan terbuka, yaitu seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan saran dan pendapat. Yang dimaksud dengan “asas perlindungan hukum® adalah bahwa. Pemerintah Daerah menjamin kebebasan dan hak setiap orang dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. Pasal 3 Hurufa Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas, Huruf¢ Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Hurufe Cukup jelas. Huruff Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan Kearifan Lokal adalah bagian dari budaya dari suatu masyarakat yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan yang dipercaya. Yang dimaksud dengan Hak Masyarakat adalah sekumpulan hak yang terkait dengan status hukum dari suatu penguasaan atas sumber dayaalam/agraria dan pengusaan suatu barang yang mencakup akses, cara, dan lama waktu yang dinikmati dari suatu barang. Hurufj Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 i ae mano | renancuar pastas | aeisrmnt | setens AGE trae =X Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas, Hurufe Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Hurufe Cukup jelas. Hurafi Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Hurufi Cukup jelas. Hurufj Kerusakan Ekosistem Gambut antara lain disebabkan karena kebakaran hutan dan Jahan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Hurufa Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “urgensi_ ekologis’ meliputi Ekosistem Gambut dan Mangrove yang telah mengalami kebakaran dan rusak. Huruf ¢ Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. 31 Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas, Huruf b Cukup jelas. Hurufe Pendidikan dalam ketentuan ini tidak termasuk penyediaan prasarana untuk pendidikan Huruf 4 Contoh-contoh jasa lingkungan adalah jasa wisata alam, jasa perlindungan tata air (hidrologi), kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan dan keunikan alam, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset). Ayat (3) Hurufa Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Hurufe Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Hurufe Yang dimaksud dengan ‘“jasa lingkungan” adalah wisata terbatas dan perdagangan karbon. Yang dimaksud dengan “wisata terbatas” adalah berupa kegiatan mengunjungi, melihat, menikmati keunikan Gambut dan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada di dalam Pkosistem Gambut dan Mangrove. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) asiaeenit Cukup jelas. Ayat (4) Hurufa Input antara lain terdiri dari pembiayaan, material, kegiatan. Huruf b Proses antara lain terdiri dari sistem, pengelolaan, parapihak terkait. Hurufe Cukup jelas Hurufd Penggunaan hasil, terhubung dengan pengukuran Indeks Kinerja Pemerintah, dan perencanaan pembangunan yang lain, dan dapat digunakan dalam mengakses berbagai insentif berbasis kinerja. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Dokumen Lingkungan antara lain Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Yang dimaksud dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Yang dimaksud dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauian Lingkungan Hidup adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huraf b Yang dimaksud dengan "tereksposnya sedimen berpirit” adalah sedimen berpirit muncul atau tersingkap ke zona oksidasi atau tidak lagi terendam air. Yang dimaksud dengan "tereksposnya sedimen kwarsa" adalah tersingkapnya kwarsa ke permukaan atau kwarsa tidak lagi tertutup oleh lapisan Gambut. Huruf ¢ Cukup jelas. Hurufd Cukup jelas. Hurufe Cukup jelas. Ayat (3) Hurufa Cukup jelas, Huruf b Cukup jelas. Hurufe Yang dimaksud dengan Tabat atau Sekat Kanal adalah salah satu bentuk bangunan air berupa sekat yang dibuat di dalam sebuah kanal yang telah ada di lahan Gambut untuk mencegah penurunan permukaan air di Jahan Gambut sehingga lahan Gambut di sekitarnya tetap lembab dan sulit terbakar. Huruf d Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Hurufa Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan Partisipasi Masyarakat adalah suatu proses keterlibatan masyarakat secara sadar dan nyata untuk menjaga dan mengelola Ekosistem Gambut dan Mangrove agar terjadi keseimbangan, kelestarian dan keberlanjutan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. aserent | sxepa Pasal 22 Ayat (1) Hurufa Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah upaya pemulihan untuk mengembalikan fungsi dan memperbail Ekosistem Gambut dan Mangrove antara lain melalui revegetasi. Huruf c Yang dimaksud dengan “restorasi adalah upaya pemulihan untuk menjadikan fungsi Ekosistem Gambut dan Mangrove atau bagian- bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan Mitigasi Perubahan Iklim adalah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penaggulangan dampak perubahan iklim. See Se er Pe Hurufb Ayat (6) Yang dimaksud dengan Adaptasi Perubahan Iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemapuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Cukup jelas. Pasal 27 Culcup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. - coe “kao | renawoxir OMERA a a annerest | sua, Tr | Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Hurufa Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Hurufc Pengenaan sanksi terhadap "pembiaran terjadinya pembakaran" diterapkan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan Huruf d Cukup jelas Hurufe Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Hurufa Yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Huruf b Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup elas. Pasal 65 Cukup jelas. ‘TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 38 ‘ asarent | sexDa ARO UO

Anda mungkin juga menyukai