Disusun oleh:
2023
ABSTRAK
PERMASALAHAN
Pada sistem tenaga listrik, jaringan transmisi memiliki peranan penting untuk
mendistribusikan tenaga listrik pada level tegangan tinggi yaitu 150 kV – 500 kV.
Tower transmisi merupakan salah satu bagian dari jaringan transmisi yang
berfungsi sebagai struktur penopang konduktor atau pembawa arus. Tower jaringan
transmisi memiliki sistem pentanahan yang berfungsi sebagai sistem proteksi pada
tower transmisi. Standar dari nilai pentanahan tower transmisi sendiri yaitu sebesar
10 Ω. Tetapi pada kenyataanya di lapangan ditemui beberapa nilai pentanahan
tower transmisi yang tidak sesuai dengan standarnya yaitu sebesar 10 Ω. Seperti
yang terjadi pada Tower 15 SUTT Gambir Lama – Cempaka Putih yang memiliki
nilai resistansi pentanahan sebesar 32,1 Ω. Hal ini tentunya cukup berbahaya karena
dapat mengakibatkan terganggunya keandalan distribusi sistem tenaga listrik. Oleh
karena itu perlu dilakukan adanya pemeliharaan dan perbaikan nilai pentanahan
tower demi keandalan pendistribusian tenaga listrik.
SEBAB
DAMPAK
Sistem jaringan transmisi yang memiliki nilai resistansi pentanahan yang tidak
sesuai dengan standar ini dapat mengakibatkan gangguan yang cukup fatal, yaitu
terjadinya back flashover. Gangguan back flashover ini terjadi saat kawat ground
wire atau struktur tower terkena sambaran petir. Listrik yang dihasilkan dari petir
itu tadi disalurkan menuju sistem pentanahan tower transmisi. Tetapi karena nilai
resistansi tahanan pentanahan yang tinggi, aliran arus listrik tadi dapat
mengakibatkan terjadinya flashover pada isolator tower sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pada saluran jaringan transmisi.
SOLUSI
Sistem Pentanahan
Sistem pentanahan adalah suatu tindakan dasar yang sangat penting dalam bidang
kelistrikan khususnya pada sistem jaringan transmisi. Oleh karena itu, perencanaan
pembuatan suatu sistem pentanahan jaringan transmisi memiliki beberapa standar,
yaitu:
Nilai resistansi pentanahan pada jaringan transmisi harus dibuat sekecil mungkin
agar tidak menyebabkan gangguan yang mengganggu sistem penyaluran tenaga
listrik dan agar tidak membahayakan manusia. Batasan nilai resistansi pentanahan
tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tower SUTT maupun tower SUTET yang sering terjadi gangguan back flash
over harus memiliki nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah daripada standar
yang telah ditetapkan pada SK DIR 520 dan SPLN T5.012: 2020 tersebut.
Kemudian khusus pada 5 tower yang berlokasi disebelah gardu induk memiliki nilai
resistansi sistem pentanahan yang khusus, hal ini disebabkan karena gardu induk
merupakan sekumpulan komponen yang memiliki perananan yang vital dalam
sistem jaringan transmisi, sehingga untuk meminimalisir terjadinya gangguan pada
gardu induk, 5 tower yang berada disebelah dari gardu induk ini harus memiliki
nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah lagi, yaitu dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. Nilai Resistansi Pentanahan pada 5 Tower dari Gardu Induk
Resistansi jenis tanah atau soil resistivity adalah nilai resistansi dari suatu media
pentanahan yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik dari media tanah
tersebut. Resistansi jenis tanah merupakan suatu nilai yang menunjukan resistansi
spesifik dari tanah tersebut dan biasa dinyatakan dalam satuan ohm.meter (Ω.m).
Nilai resistansi jenis tanah pada setiap jenis tanah berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Tipe tanah
2. Lapisan tanah
3. Kelembaban tanah
4. Komposisi kimia dan kandungan garam yang terkandung dalam air
5. Temperatur
6. Kepadatan tanah
Metode Pentanahan
Metode sistem pentanahan driven rod dilakukan dengan cara menanam kawat
konduktor dan batang elektroda kedalam bumi secara tegak lurus dengan tanah
atau secara vertikal lalu menghubungkanya ke kaki tower.
Kawat yang digunanakan terbuat dari tembaga atau dari baja galvanis. Pada
ujungnya dipasang elektrode pentanahan yang terbuat dari tembaga. Jumlah
batang elektrode disesuaikan hingga mendapatkan nilai resistansi sistem
pentanahan yang diinginkan.
2. Metode counterpoise
Metode mesh grounding atau metode kisi-kisi adalah suatu metode sistem
pentanahan yang dilakukan dengan cara menanam langsung beberapa
elektroda pentanahan sejajar dengan permukaan tanah serta mengkoneksikan
elektroda satu dengan yang lainya sehingga membentuk jaring atau mesh.
Elektroda Pentanahan
Pada umumnya ada beberapa jenis elektroda yang digunakan pada sistem
pentanahan, jenis elektroda tersebut adalah sebagai berikut:
1. Elektroda batang
Elektroda jenis batang biasanya terbuat dari batang atau pipa logam. Pada
umumnya bahan yang digunakan untuk membuat elektroda batang adalah dari
bahan tembaga murni. Bahan elektroda juga harus diperhatikan yaitu bahan
yang memiliki sifat anti korosif.
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai resistansi pentanahan pada
elektroda batang adalah sebagai berikut:
𝜌 4𝐿
𝑅= [ln ( ) − 1]
2𝜋𝐿 𝐴
Keterangan:
2. Elektroda pita
Elektroda pita merupakan elektroda yang berbentuk pita atau kawat yang
berpenampang bulat. Elektroda pita juga dapat berbentuk pita yang dipilin atau
kawat yang dipilin. Elektroda pita pada umumnya ditanam di dalam tanah
dengan kedalaman yang tidak begitu dalam, yaitu sekitar 0,5 – 1 meter dari
permukaan tanah. Dalam pengaplikasianya, elektroda pita dapat dipasang
dalam bentuk memanjang, radial, melingkar, atau kombinasi dari bentuk
lingkaran dan bentuk radial.
3. Elektroda plat
Elektroda plat adalah salah satu jenis elektroda yang terbuat dari plat logam.
Pada pengaplikasianya elektroda plat dipasang secara tegak lurus dengan
kedalaman 1 meter dibawah permukaan tanah dihitung dari sisi plat bagian
atas.
𝜌 𝑏
𝑅= [1 + 1,84 ( )]
4,1𝐿 𝑡
Keterangan:
Nilai resistansi pada sistem pentanahan jaringan transmisi merupakan sebuah tolok
ukur yang dijadikan standar kualitas sistem pentanahan. Nilai dari resistansi
pentanahan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai
berikut:
𝜌𝐿
𝑅=
𝐴
Keterangan:
R = Resistansi pentanahan (Ω
ρ = Resistansi jenis (Ω.m)
1 1 1 1 1
= + + + ⋯+
𝑅𝑡 𝑅1 𝑅2 𝑅3 𝑅𝑛
Sehingga semakin banyak elektroda yang diparalel maka nilai resistansi dari
sistem pentanahan tersebut akan menjadi semakin rendah.
Nilai resistansi jenis tanah merupakan suatu besaran yang memiliki pengaruh
paling besar pada sistem pentanahan jika dibandingkan dengan pengaruh dari
elektroda yang digunakan pada sistem pentanahan. Nilai dari resistansi jenis
tanah diharapkan serendah mungkin. Menurut PUIL 2011 nilai resistansi jenis
tanah berdasarkan jenis tanahnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai Resistansi Jenis Tanah Berdasarkan PUIL 2011.
4. Pemeliharaan Rutin
Kualitas sistem pentanahan yang bagus juga ditentukan pada pemeliharaan yang
dilakukan oleh Tim Pemeliharaan Jaringan dari PT. PLN (Persero).
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi inspeksi level 1 dan inspeksi level 2.
Inspeksi level 1 adalah inspeksi yang hanya perlu menggunakan indra manusia,
dengan cara melihat keadaan fisik dari sistem pentanahan tersebut. Tim
pemeliharaan jaringan juga perlu untuk melakukan climb up inspection atau
inspeksi dengan menaiki tower untuk mengecek keadaan pada kawat GSW.
Sedangkan inspeksi level 2 adalah inspeksi yang menggunakan alat digital
earth tester. Apabila nilai dari hasil ukur resistansi pentanahan tidak sesuai
dengan standar yang digunakan maka perlu diadakan perbaikan.
METODOLOGI
Model Penelitian
Dalam makalah ini metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian dilakuan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari pengukuran
resistansi pentanahan pada Tower 15 SUTT Cempaka Putih – Gambir Lama.
Kemudian setelah data terkumpul dilakukan analisis berdasarkan kajian pustaka.
Metode pengukuran resistansi pentanahan ini menggunakan metode tiga titik atau
fall of potential dengan menggunakan alat Digital Earth Tester Kyoritsu KEW
4106. Prinsip pengukuran dengan metode tiga titik atau fall of potential ditentukan
berdasarkan nilai tahanan pentanahan Rx melalui aliran arus AC yang konstan
diantara batang elektroda E dan batang elektroda C, sehingga muncul beda
potensial antara elektroda E dan elektroda P.
Pasang kabel berwarna merah pada terminal C (Current), kabel warna kuning pada
terminal P (Potential) dan kabel kuning pada terminal E (Earth). Setelah itu
hubungkan kabel berwarna merah dengan elektroda bantu yang berada paling jauh
dengan elektroda utama, hubungkan kabel berwarna kuning dengan elektroda yang
paling dekat dengan elektroda utama dan hubungkan kabel berwarna hijau dengan
elektroda utama atau elektroda plat tersebut. Jarak antar elektroda yang dipasang
minimal sepanjang 5 meter dan maksimal sepanjang 10 meter. Setelah diukur
didapati bahwa nilai resistansi pentanahan pada Tower 15 SUTT Cempaka Putih –
Gambir Lama pada leg A sebesar 32,1 Ω, leg B sebesar 30 Ω, leg C sebesar 11,6 Ω,
dan leg D sebesar 9 Ω. Dapat dilihat bahwa terdapat 3 leg yang memiliki nilai
resistansi melebihi standar PUIL 2011 yaitu nilai resistansi pentanahan pada SUTT
150 kV maksimal adalah sebesar 10 Ω.
Nilai resistansi pentanahan yang tinggi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu
sebagai berikut:
1. Nilai resistansi jenis tanah yang buruk. Buruknya nilai resistansi jenis tanah
dapat mempengaruhi nilai resistansi pentanahan. Semakin kecil nilai
resistansi jenis tanah maka semakin bagus nilai resistansi pentanahan yang
didapat. Nilai resistansi jenis tanah yang tinggi/buruk terdapat pada jenis
tanah kering dan berbatu, karena jenis tanah itu mengandung sedikit air
dimana air merupakan suatu bahan konduktor yang dapat mengalirkan arus
listrik.
2. Kerusakan sistem pentanahan tower transmisi. Kerusakan ini bisa terjadi
pada berbagai komponen, bisa saja kerusakan pada klem penghubung kawat
GSW dan kabel A3CS, kerusakan pada kabel A3CS, kerusakan pada skun
penghubung jumper rod pentanahan dengan stub tower, maupun kerusakan
pada rod pentanahan yang korosi atau bahkan patah di dalam tanah.
Jenis tanah pada sistem pentanahan di Tower 15 SUTT Cempaka Putih – Gambir
Lama ini merupakan tanah liat yang lembab. Dimana menurut PUIL 2011 jenis
tanah ini memiliki nilai resistansi jenis tanah yang bagus yaitu sebesar 100 Ω,
sehingga seharusnya nilai pentanahan yang tinggi ini bukan disebabkan oleh nilai
resistansi jenis tanah yang tinggi di tempat tower berada dan tidak perlu dilakukan
upaya soil modification atau memodifikasi media pentanahan untuk mendapatkan
nilai resistansi jenis tanah yang rendah. Kemudian keadaan fisik komponen sistem
pentanahan yang berada di bagian luar masih bagus, jadi kemungkinan terbesar
kerusakan terjadi pada rod pentanahan yang ditanam dalam tower. Oleh karena itu
metode perbaikan sistem pentanahan yang paling tepat adalah dengan memasang
sistem pentanahan tower yang baru.
Setelah sistem pentanahan yang baru terpasang, uji nilai resistansi pentanahanya
dengan menggunakan metode dan alat yang sama. Hasil uji yang didapat adalah
sebesar 0,74 Ω. Nilai ini sudah sesuai dengan standar PUIL 2011, SPLN T.05 2020,
dan SKDIR 0520 2022 yaitu nilai resistansi pentanahan pada tower SUTT 150 kV
adalah sebesar 10 Ω. Hasil uji ini juga membuktikan bahwa nilai resistansi jenis
tanah pada tempat tower berada masih bagus dan sesuai dengan standar.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
Cekmas, Cekdin dan Taufik Berlian. 2013. Transmisi Daya Listrik. Yogyakarta: CV
Andi Offset.
Hutauruk, T.S. 1991. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Jakarta: PT Gelora
Aksara Pratama.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2011. Persyaratan Umum Instalasi
Listrik. Jakarta.
Luntungan, Renaldi P. dkk. 2018. “Analisa Daerah Lindung dan Grounding Pada
Tower Transmisi Akibat Terjadinya Back Flashover”. Jurnal Teknik Elektro
dan Komputer, Volume 7 Nomor 3, Manado.
Muliani, Tatik dkk. 2017. “Analisa Sistem Proteksi Petir (Lightning Performance)
pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sengkol –
Paokmotong”. Jurnal Dielektrika, Volume 4, Nomor 2, Mataram.