Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERBAIKAN PENTANAHAN PADA TOWER 15 SUTT


CEMPAKA PUTIH - GAMBIR LAMA PADA WILAYAH KERJA
PT. PLN (PERSERO) ULTG KARET

Disusun oleh:

FALIH IQBAL MUFID

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

2023
ABSTRAK

Sistem pentanahan jaringan transmisi merupakan suatu sistem proteksi yang


bertujuan untuk mengamankan instalasi listrik pada jaringan transmisi dari
tegangan atau arus lebih. Menurut PUIL 2011 sistem pentanahan jaringan transmisi
yang baik memiliki nilai resistansi maksimal sebesar 10 Ω. Pada saat awal
pembangunan jaringan transmisi, tahan pentanahan tower transmisi pasti memiliki
nilai yang sudah sesuai dengan standar, tetapi seiring berjalanya waktu nilai
pentanahan tower transmisi akan mengalami penurunan dan bisa melebihi standar
yaitu lebih dari 10 Ω. Nilai pentanahan jaringan transmisi yang buruk ini cukup
berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan back flashover. Gangguan back
flashover yang terjadi dapat merusak peralatan sistem transmisi bahkan bisa
menyebabkan trip yang mengganggu keandalan sistem transmisi. Pada makalah ini
dilakukan pembahasan tentang pemeliharaan dan juga perbaikan sistem pentahanan
transmisi karena adanya temuan nilai pentanahan yang buruk pada Tower 15 SUTT
Cempaka Putih – Gambir Lama, dimana nilai resistansi pentanahan pada tower
tersebut pada leg A sebesar 32,1 Ω, pada leg B sebesar 30 Ω, pada leg C sebesar
11,6 Ω, pada leg D sebesar 9 Ω. Setelah dilakukan perbaikan sistem pentanahan
didapat nilai resistansi pentanahan yang baru yaitu sebesar 0,74 Ω dan telah sesuai
dengan standar PUIL 2011.
PENDAHULUAN

PERMASALAHAN

Pada sistem tenaga listrik, jaringan transmisi memiliki peranan penting untuk
mendistribusikan tenaga listrik pada level tegangan tinggi yaitu 150 kV – 500 kV.
Tower transmisi merupakan salah satu bagian dari jaringan transmisi yang
berfungsi sebagai struktur penopang konduktor atau pembawa arus. Tower jaringan
transmisi memiliki sistem pentanahan yang berfungsi sebagai sistem proteksi pada
tower transmisi. Standar dari nilai pentanahan tower transmisi sendiri yaitu sebesar
10 Ω. Tetapi pada kenyataanya di lapangan ditemui beberapa nilai pentanahan
tower transmisi yang tidak sesuai dengan standarnya yaitu sebesar 10 Ω. Seperti
yang terjadi pada Tower 15 SUTT Gambir Lama – Cempaka Putih yang memiliki
nilai resistansi pentanahan sebesar 32,1 Ω. Hal ini tentunya cukup berbahaya karena
dapat mengakibatkan terganggunya keandalan distribusi sistem tenaga listrik. Oleh
karena itu perlu dilakukan adanya pemeliharaan dan perbaikan nilai pentanahan
tower demi keandalan pendistribusian tenaga listrik.

SEBAB

Sistem pentanahan jaringan transmisi wajib dilakukan adanya pemeliharaan oleh


tim Pemeliharaan Jaringan Transmisi dari PT. PLN (Persero). Tapi meskipun telah
dilakukan pemeliharaan secara rutin, tidak sedikit ditemukan adanya nilai resistansi
pentanahan jaringan transmisi yang tidak sesuai dengan standar PUIL 2011 yaitu
lebih dari 10 Ω. Nilai pentanahan yang buruk ini dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu: sistem pentanahan yang sudah mulai rusak karena usia, nilai tahanan jenis
tanah yang memburuk, dan bisa juga disebabkan oleh faktor eksternal seperti sistem
pentanahan yang dirusak oleh orang ataupun disebabkan oleh hal lainya.

DAMPAK

Sistem jaringan transmisi yang memiliki nilai resistansi pentanahan yang tidak
sesuai dengan standar ini dapat mengakibatkan gangguan yang cukup fatal, yaitu
terjadinya back flashover. Gangguan back flashover ini terjadi saat kawat ground
wire atau struktur tower terkena sambaran petir. Listrik yang dihasilkan dari petir
itu tadi disalurkan menuju sistem pentanahan tower transmisi. Tetapi karena nilai
resistansi tahanan pentanahan yang tinggi, aliran arus listrik tadi dapat
mengakibatkan terjadinya flashover pada isolator tower sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pada saluran jaringan transmisi.

SOLUSI

Demi menjaga keandalan pendistribusian tenaga listrik, adanya anomali nilai


resistansi pentanahan tower yang tidak sesuai dengan standar harus segera
dilakukan perbaikan. Hal ini untuk mencegah terjadinya gangguan back flashover
pada saat terjadi sambaran petir yang mengenai ground wire pada tower maupun
struktur tower itu sendiri.

Sistematika perbaikan anomali ini dilakukan setelah anomali gangguan dianalisis


dan disesuaikan dengan penyebab terjadinya nilai pentanahan yang tidak sesuai
dengan standar yaitu lebih dari 10 Ω.
KAJIAN PUSTAKA

Sistem Pentanahan

Sistem pentanahan merupakan suatu sistem yang menghubungkan sebuah objek


atau jaringan kelistrikan menuju tanah atau bumi melalui konduktor. Pada sistem
jaringan transmisi, sistem pentanahan dirancang untuk menyalurkan arus lebih yang
disebabkan oleh petir maupun arus bocor yang yang disebabkan oleh kegagalan
isolasi kedalam bumi. Sistem pentanahan berfungsi untuk memberikan
perlindungan terhadap manusia dari sengatan listrik dan juga untuk melindungi
peralatan pada sistem jaringan transmisi sehingga sistem pentanahan diharapkan
dapat meningkatkan keandalan dan kontinuitas pendistribusian tenaga listrik dari
pusat pembangkitan menuju ke konsumen.

Sistem pentanahan adalah suatu tindakan dasar yang sangat penting dalam bidang
kelistrikan khususnya pada sistem jaringan transmisi. Oleh karena itu, perencanaan
pembuatan suatu sistem pentanahan jaringan transmisi memiliki beberapa standar,
yaitu:

1. Nilai resistansi pentanahan harus memenuhi persyaratan sesuai standar yang


dipakai.
2. Elektroda yang ditanam kedalam tanah merupakan suatu konduktor yang baik
yang tahan terhadap korosi dan memiliki daya hantar arus yang baik pula.
3. Elektroda harus memiliki kontak yang baik dengan media pentanahan yang ada
di sekelilingnya.
4. Nilai resistansi pentanahan harus baik pada segala jenis musim, tidak hanya
pada musim penghujan saja.
5. Biaya pemasangan sistem pentanahan harus semurah mungkin.
Idealnya, nilai resistansi pada sistem pentanahan jaringan transmisi adalah 0 Ω.
Tetapi hal ini tidak mungkin terjadi karena untuk mencapai nilai resistansi sebesar
0 Ω memerlukan nilai resistansi jenis tanah yang besarnya sangat kecil. Menurut
National Electrical Code nilai resistansi tanah tidak boleh melebihi 25 Ω. Ini
merupakan batas atas dan menunjukan bahwa semakin kecil nilai resistansi pada
sistem pentanahan berarti semakin baik pula sistem pentanahan jaringan tersebut
Standar Sistem Pentanahan

Standar sistem pentanahan jaringan transmisi yang dipakai di Indonesia menganut


pada SK Direksi PT PLN No. 0520-1.K/DIR/2022 yang terdapat pada lampiran
dengan judul “Buku Pedoman Pemeliharaan Saluran Udara Tegangan Tinggi dan
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTT/SUTET)”, PUIL 2011, dan juga
menggunakan standar SPLN T5.012: 2020 tentang Pentanahan pada Gardu Induk
dan Transmisi. Penggunaan standar ini bertujuan untuk menyamakan dan
mengoptimalkan kualitas seluruh sistem pentanahan pada jaringan transmisi di
Indonesia secara merata.

Nilai resistansi pentanahan pada jaringan transmisi harus dibuat sekecil mungkin
agar tidak menyebabkan gangguan yang mengganggu sistem penyaluran tenaga
listrik dan agar tidak membahayakan manusia. Batasan nilai resistansi pentanahan
tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai Batas Maksimal Resistansi Pentanahan Berdasarkan Level


Tegangan Sistem

Pada tower SUTT maupun tower SUTET yang sering terjadi gangguan back flash
over harus memiliki nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah daripada standar
yang telah ditetapkan pada SK DIR 520 dan SPLN T5.012: 2020 tersebut.
Kemudian khusus pada 5 tower yang berlokasi disebelah gardu induk memiliki nilai
resistansi sistem pentanahan yang khusus, hal ini disebabkan karena gardu induk
merupakan sekumpulan komponen yang memiliki perananan yang vital dalam
sistem jaringan transmisi, sehingga untuk meminimalisir terjadinya gangguan pada
gardu induk, 5 tower yang berada disebelah dari gardu induk ini harus memiliki
nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah lagi, yaitu dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. Nilai Resistansi Pentanahan pada 5 Tower dari Gardu Induk

Resistansi Jenis Tanah

Resistansi jenis tanah atau soil resistivity adalah nilai resistansi dari suatu media
pentanahan yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik dari media tanah
tersebut. Resistansi jenis tanah merupakan suatu nilai yang menunjukan resistansi
spesifik dari tanah tersebut dan biasa dinyatakan dalam satuan ohm.meter (Ω.m).

Nilai resistansi jenis tanah pada setiap jenis tanah berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Tipe tanah
2. Lapisan tanah
3. Kelembaban tanah
4. Komposisi kimia dan kandungan garam yang terkandung dalam air
5. Temperatur
6. Kepadatan tanah

Metode Pentanahan

Sistem pentanahan jaringan transmisi dapat dipasang dengan menggunakan


beberapa metode. Metode pemasangan sistem pentanahan ini dipasang tergantung
pada beberapa hal seperti karakteristik tanah, kondisi tower dan juga nilai resistansi
sistem pembumin sebelumnya. Metode-metode sistem pentanahan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Metode driven rod

Metode sistem pentanahan driven rod dilakukan dengan cara menanam kawat
konduktor dan batang elektroda kedalam bumi secara tegak lurus dengan tanah
atau secara vertikal lalu menghubungkanya ke kaki tower.

Kawat yang digunanakan terbuat dari tembaga atau dari baja galvanis. Pada
ujungnya dipasang elektrode pentanahan yang terbuat dari tembaga. Jumlah
batang elektrode disesuaikan hingga mendapatkan nilai resistansi sistem
pentanahan yang diinginkan.

Gambar 1. Metode Pentanahan Driven Rod

2. Metode counterpoise

Metode sistem pentanahan counterpoise hampir mirip dengan pemasangan


sistem pentanahan metode driven rod. Pada metode ini batang elektroda tidak
dipasang secara vertikal tetapi ditanam secara horizontal di dalam tanah dengan
kedalaman minimal 0,8 m. Kawat yang digunakan terbuat dari tembaga atau
baja galvanis.
Gambar 2. Metode Pentanahan Counterpoise

Penanaman batang konduktor di dalam tanah dilakukan dengan cara menjauhi


kaki tower dengan arah sejajar dengan konduktor. Pola pentanahan
counterpoise dan panjang konduktor disesuaikan sehingga didapat nilai
pentanahan yang diinginkan atau sesuai target nilai pentanahan yang telah
ditentukan sebelumnya.

3. Metode mesh grounding

Metode mesh grounding atau metode kisi-kisi adalah suatu metode sistem
pentanahan yang dilakukan dengan cara menanam langsung beberapa
elektroda pentanahan sejajar dengan permukaan tanah serta mengkoneksikan
elektroda satu dengan yang lainya sehingga membentuk jaring atau mesh.

Gambar 3. Metode Pentanahan Mesh Grounding

4. Metode pentanahan pondasi

Pentanahan dengan metode pondasi merupakan suatu metode sistem


pentanahan jaringan yang dilakukan dengan memanfaatkan struktur baja
pondasi sebagai elektrode pentanahan. Struktur baja pondasi tersebut
ditambahi plat hot dip galvanis sehingga terhubung secara elektris dengan baik.
Plat ini menuju ke terminal pentanahan pondasi lalu disambungkan pada kaki
tower atau struktur tower.

Gambar 4. Pemasangan Plat pada Bidang Struktur Baja Pondasi

5. Metode menggunakan cocopeat

Metode pentanahan menggunakan cocopeat adalah suatu metode pentanahan


yang dilakukan dengan cara merubah media pentanahan menggunakan media
cocopeat. Penggunaan cocopeat sebagai media pentanahan dikarenakan
karakteristik dari cocopeat yang mampu untuk mengikat dan menyimpan air
dengan kuat (Ramadhan, 2018). Air sendiri merupakan sebuah bahan
konduktor, sehingga apabila dalam media pentanahan terdapat kandungan air
atau tingkat kelembaban yang tinggi menyebabkan nilai resistansi pentanahan
menjadi rendah. Penggunaan media cocopeat sebagai media pada sistem
pentanahan jaringan transmisi sangat cocok dilakukan pada kondisi jenis tanah
kering berbatu, karena pada jenis tanah ini kemampuan tanah untuk
mempertahankan kadar air sangat rendah, sehingga menyebabkan nilai
resistansi jenis tanah menjadi tinggi. Hal ini sangat berbahaya bagi sistem
transmisi, karena apabila nilai resistansi pentanahan buruk dapat beresiko
terjadinya back flashover yang dapat mengganggu kontinuitas pendistribusian
tenaga listrik.
Gambar 5. Metode pentanahan menggunakan cocopeat

Elektroda Pentanahan

Elektroda pentanahan merupakan sebuah penghantar yang ditanam di dalam bumi


dan membuat kontak langsung dengan tanah. Kontak langsung tersebut bertujuan
untuk memperoleh lintasan arus sebaik-baiknya apabila terjadi gangguan arus lebih
ke tanah. Elektroda pentanahan biasanya terbuat dari bahan tembaga atau baja yang
bergalvanis atau dilapisi tembaga.

Pada umumnya ada beberapa jenis elektroda yang digunakan pada sistem
pentanahan, jenis elektroda tersebut adalah sebagai berikut:

1. Elektroda batang

Elektroda jenis batang biasanya terbuat dari batang atau pipa logam. Pada
umumnya bahan yang digunakan untuk membuat elektroda batang adalah dari
bahan tembaga murni. Bahan elektroda juga harus diperhatikan yaitu bahan
yang memiliki sifat anti korosif.
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai resistansi pentanahan pada
elektroda batang adalah sebagai berikut:

𝜌 4𝐿
𝑅= [ln ( ) − 1]
2𝜋𝐿 𝐴
Keterangan:

R = Resistansi pentanahan untuk elektrode batang (Ω)

ρ = Resistansi jenis tanah (Ω.m)

L = Panjang elektroda (m)

A = Diameter elektroda (m)

Gambar 6. Elektroda Batang

2. Elektroda pita

Elektroda pita merupakan elektroda yang berbentuk pita atau kawat yang
berpenampang bulat. Elektroda pita juga dapat berbentuk pita yang dipilin atau
kawat yang dipilin. Elektroda pita pada umumnya ditanam di dalam tanah
dengan kedalaman yang tidak begitu dalam, yaitu sekitar 0,5 – 1 meter dari
permukaan tanah. Dalam pengaplikasianya, elektroda pita dapat dipasang
dalam bentuk memanjang, radial, melingkar, atau kombinasi dari bentuk
lingkaran dan bentuk radial.

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai resistansi pentanahan pada


elektroda pita adalah sebagai berikut:
𝜌 2𝐿
𝑅= [ln ( )]
𝜋𝐿 𝑑
Keterangan :

R = Resistansi pentanahan untuk elektrode pita (Ω)

ρ = Resistansi jenis tanah (Ω.m)

L = Panjang elektroda (m)

d = Kedalaman elektroda yang tertanam dari permukaan tanah (m)

Gambar 7. Elektroda Pita

3. Elektroda plat

Elektroda plat adalah salah satu jenis elektroda yang terbuat dari plat logam.
Pada pengaplikasianya elektroda plat dipasang secara tegak lurus dengan
kedalaman 1 meter dibawah permukaan tanah dihitung dari sisi plat bagian
atas.

Rumus yang digunakan untuk mencari nilai resistansi pentanahan pada


elektroda plat adalah sebagai berikut:

𝜌 𝑏
𝑅= [1 + 1,84 ( )]
4,1𝐿 𝑡

Keterangan:

R = Resistansi pentanahan untuk elektrode plat (Ω)


ρ = Resistansi jenis tanah (Ω.m)

L = Panjang elektroda plat (m)

b = Lebar plat (m)

t = Kedalaman plat tertanam dari permukaan tanah (m)

Gambar 8. Elektoda Plat

Faktor yang Mempengaruhi Nilai Resistansi Pentanahan

Nilai resistansi pada sistem pentanahan jaringan transmisi merupakan sebuah tolok
ukur yang dijadikan standar kualitas sistem pentanahan. Nilai dari resistansi
pentanahan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai
berikut:

1. Jenis dan ukuran elektroda

Pada umumnya elektroda yang digunakan pada sistem pentanahan jaringan


transmisi memiliki 3 jenis yaitu elektroda jenis batang, elektroda jenis pita dan
elektroda jenis plat. Pemilihan elektroda yang digunakan pada sistem
pentanahan didasarkan pada prinsip dasar untuk memperkecil nilai resistansi
pentanahan yaitu dengan membuat permukaan elektroda bersentuhan dengan
tanah sebesar mungkin, sesuai dengan rumus berikut :

𝜌𝐿
𝑅=
𝐴
Keterangan:

R = Resistansi pentanahan (Ω
ρ = Resistansi jenis (Ω.m)

L = Panjang elektroda (m)

A = Luas penampang elektroda (m2)

2. Jumlah dan konfigurasi elektroda

Pemasangan elektroda pada sistem pentanahan jaringan transmisi dapat


dilakukan dengan cara memvariasikan jumlah elektroda pada sistem pentanahan
dengan cara memparalelkan batang elektroda tersebut. Misalnya pada sistem
pentanahan dengan metode pentanahan driven rod, apabila dengan penggunaan
satu buah elektroda saja hasil dari nilai resistansi sistem pentanahan tidak
memenuhi standar maka dapat dilakukan upaya dengan cara penambahan batang
elektroda. Penambahan elektroda yang dilakukan secara paralel ini berdasarkan
pada rumus berikut:

1 1 1 1 1
= + + + ⋯+
𝑅𝑡 𝑅1 𝑅2 𝑅3 𝑅𝑛
Sehingga semakin banyak elektroda yang diparalel maka nilai resistansi dari
sistem pentanahan tersebut akan menjadi semakin rendah.

3. Resistansi jenis tanah

Nilai resistansi jenis tanah merupakan suatu besaran yang memiliki pengaruh
paling besar pada sistem pentanahan jika dibandingkan dengan pengaruh dari
elektroda yang digunakan pada sistem pentanahan. Nilai dari resistansi jenis
tanah diharapkan serendah mungkin. Menurut PUIL 2011 nilai resistansi jenis
tanah berdasarkan jenis tanahnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai Resistansi Jenis Tanah Berdasarkan PUIL 2011.

4. Pemeliharaan Rutin

Kualitas sistem pentanahan yang bagus juga ditentukan pada pemeliharaan yang
dilakukan oleh Tim Pemeliharaan Jaringan dari PT. PLN (Persero).
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi inspeksi level 1 dan inspeksi level 2.
Inspeksi level 1 adalah inspeksi yang hanya perlu menggunakan indra manusia,
dengan cara melihat keadaan fisik dari sistem pentanahan tersebut. Tim
pemeliharaan jaringan juga perlu untuk melakukan climb up inspection atau
inspeksi dengan menaiki tower untuk mengecek keadaan pada kawat GSW.
Sedangkan inspeksi level 2 adalah inspeksi yang menggunakan alat digital
earth tester. Apabila nilai dari hasil ukur resistansi pentanahan tidak sesuai
dengan standar yang digunakan maka perlu diadakan perbaikan.
METODOLOGI

Model Penelitian

Dalam makalah ini metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian dilakuan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari pengukuran
resistansi pentanahan pada Tower 15 SUTT Cempaka Putih – Gambir Lama.
Kemudian setelah data terkumpul dilakukan analisis berdasarkan kajian pustaka.

Metode yang digunakan

Metode pengukuran resistansi pentanahan ini menggunakan metode tiga titik atau
fall of potential dengan menggunakan alat Digital Earth Tester Kyoritsu KEW
4106. Prinsip pengukuran dengan metode tiga titik atau fall of potential ditentukan
berdasarkan nilai tahanan pentanahan Rx melalui aliran arus AC yang konstan
diantara batang elektroda E dan batang elektroda C, sehingga muncul beda
potensial antara elektroda E dan elektroda P.

Sedangkan metode perbaikan yang digunakan adalah dengan memasang sistem


pentanahan yang baru pada tower tersebut. Sistem pentanahan tersebut adalah
dengan memasang 4 buah rod pentanahan sepanjang 2 meter pada masing masing
rod. Kemudian menghubungkan ke 4 rod tersebut secara paralel dan disambungkan
ke stub tower. Setelah itu, menghubungkan kawat GSW dengan dengan sistem
grounding yang telah terpasang pada stub tower menggunakan kabel A3CS.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran nilai resistansi pentanahan eksisting dan analisa anomali


kerusakan

Pengukuran resistansi pentanahan pada Tower 15 SUTT Cempaka Putih – Gambir


Lama ini menggunakan metode tiga titik atau fall of potential dengan menggunakan
alat Digital Earth Tester Kyoritsu KEW 4106. Pengukuran menggunakan alat
Digital Earth Tester disusun seperti gambar berikut:

Gambar 9. Rangkaian pengujian menggunakan digital earth tester

Pasang kabel berwarna merah pada terminal C (Current), kabel warna kuning pada
terminal P (Potential) dan kabel kuning pada terminal E (Earth). Setelah itu
hubungkan kabel berwarna merah dengan elektroda bantu yang berada paling jauh
dengan elektroda utama, hubungkan kabel berwarna kuning dengan elektroda yang
paling dekat dengan elektroda utama dan hubungkan kabel berwarna hijau dengan
elektroda utama atau elektroda plat tersebut. Jarak antar elektroda yang dipasang
minimal sepanjang 5 meter dan maksimal sepanjang 10 meter. Setelah diukur
didapati bahwa nilai resistansi pentanahan pada Tower 15 SUTT Cempaka Putih –
Gambir Lama pada leg A sebesar 32,1 Ω, leg B sebesar 30 Ω, leg C sebesar 11,6 Ω,
dan leg D sebesar 9 Ω. Dapat dilihat bahwa terdapat 3 leg yang memiliki nilai
resistansi melebihi standar PUIL 2011 yaitu nilai resistansi pentanahan pada SUTT
150 kV maksimal adalah sebesar 10 Ω.
Nilai resistansi pentanahan yang tinggi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu
sebagai berikut:

1. Nilai resistansi jenis tanah yang buruk. Buruknya nilai resistansi jenis tanah
dapat mempengaruhi nilai resistansi pentanahan. Semakin kecil nilai
resistansi jenis tanah maka semakin bagus nilai resistansi pentanahan yang
didapat. Nilai resistansi jenis tanah yang tinggi/buruk terdapat pada jenis
tanah kering dan berbatu, karena jenis tanah itu mengandung sedikit air
dimana air merupakan suatu bahan konduktor yang dapat mengalirkan arus
listrik.
2. Kerusakan sistem pentanahan tower transmisi. Kerusakan ini bisa terjadi
pada berbagai komponen, bisa saja kerusakan pada klem penghubung kawat
GSW dan kabel A3CS, kerusakan pada kabel A3CS, kerusakan pada skun
penghubung jumper rod pentanahan dengan stub tower, maupun kerusakan
pada rod pentanahan yang korosi atau bahkan patah di dalam tanah.

Jenis tanah pada sistem pentanahan di Tower 15 SUTT Cempaka Putih – Gambir
Lama ini merupakan tanah liat yang lembab. Dimana menurut PUIL 2011 jenis
tanah ini memiliki nilai resistansi jenis tanah yang bagus yaitu sebesar 100 Ω,
sehingga seharusnya nilai pentanahan yang tinggi ini bukan disebabkan oleh nilai
resistansi jenis tanah yang tinggi di tempat tower berada dan tidak perlu dilakukan
upaya soil modification atau memodifikasi media pentanahan untuk mendapatkan
nilai resistansi jenis tanah yang rendah. Kemudian keadaan fisik komponen sistem
pentanahan yang berada di bagian luar masih bagus, jadi kemungkinan terbesar
kerusakan terjadi pada rod pentanahan yang ditanam dalam tower. Oleh karena itu
metode perbaikan sistem pentanahan yang paling tepat adalah dengan memasang
sistem pentanahan tower yang baru.

Perbaikan resistansi pentanahan

Metode perbaikan sistem pentanahan yang akan dilakukan adalah dengan


memasang sistem pentanahan baru. Sistem pentanahan ini menggunakan 4 batang
rod dengan bahan tembaga yang memiliki panjang 2 meter untuk tiap batang rod
pentanahanya.
Empat buah batang rod pentanahan yang telah ditanam dihubungkan secara paralel
menggunakan metode cadweld grounding. Setelah itu menghubungkan rod
pentanahan pada stub tower menggunakan kabel A3CS. Hubungan kabel A3CS
dengan rod pentanahan menggunakan PG Clamp, sedangkan hubungan kabel
dengan stub tower menggunakan skun. Setelah itu hubungkan sistem grounding
pada pada kawat GSW menggunakan kabel A3CS.

Gambar 10. Metode cadweld grounding

Setelah sistem pentanahan yang baru terpasang, uji nilai resistansi pentanahanya
dengan menggunakan metode dan alat yang sama. Hasil uji yang didapat adalah
sebesar 0,74 Ω. Nilai ini sudah sesuai dengan standar PUIL 2011, SPLN T.05 2020,
dan SKDIR 0520 2022 yaitu nilai resistansi pentanahan pada tower SUTT 150 kV
adalah sebesar 10 Ω. Hasil uji ini juga membuktikan bahwa nilai resistansi jenis
tanah pada tempat tower berada masih bagus dan sesuai dengan standar.

Gambar 11. Nilai resistansi pentanahan setelah perbaiakan


PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Untuk menentukan sistem pentanahan pada tower jaringan transmisi selain


elektode yang digunakan, media pentanahan juga menjadi salah satu
pertimbangan yang penting, karena nilai resistansi jenis media pentanahan
cukup berpengaruh besar pada nilai resistansi sistem pentanahan.
2. Pemeliharaan rutin wajib dilakukan oleh personel Pemeliharaan Jaringan
Transmisi pada sistem pentanahan tiap tower dengan melakukan inspeksi
level 1 dan inspeksi level 2. Inspeksi ini dilakukan dengan cara melihat fisik
secara langsung secara langsung atau melakukan climb up inspection dan
juga melakukan uji pengukuran nilai resistansi pentanahan menggunakan
alat digital earth tester untuk mengetahui apakah nilai resistansi pentanahan
tersebut masih sesuai dengan standar yang digunakan atau sudah mengalami
kerusakan.
3. Metode perbaikan nilai sistem pentanahan yang buruk pada Tower 15 SUTT
Gambir Lama – Cempaka Putih adalah dengan membuat sistem pentanahan
yang baru karena jenis tanah yang terdapat pada tower tersebut merupakan
jenis tanah liat yang memiliki nilai resistansi jenis tanah yang bagus dan
kondisi sistem pentanahan yang berada diatas tanah juga masih bagus,
sehingga dapat disimpulkan kerusakan berada pada batang rod yang
ditanam didalam tanah. Dari hasil perbaikan didapat nilai resistansi
pentanahan yang sebelumnya pada leg A sebesar 32,1 Ω, leg B sebesar 30
Ω, leg C sebesar 11,6 Ω, dan leg D sebesar 9 Ω menjadi 0,74 Ω.
DAFTAR PUSTAKA

Cekmas, Cekdin dan Taufik Berlian. 2013. Transmisi Daya Listrik. Yogyakarta: CV
Andi Offset.

Hutauruk, T.S. 1991. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Jakarta: PT Gelora
Aksara Pratama.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2011. Persyaratan Umum Instalasi
Listrik. Jakarta.

Luntungan, Renaldi P. dkk. 2018. “Analisa Daerah Lindung dan Grounding Pada
Tower Transmisi Akibat Terjadinya Back Flashover”. Jurnal Teknik Elektro
dan Komputer, Volume 7 Nomor 3, Manado.

Muliani, Tatik dkk. 2017. “Analisa Sistem Proteksi Petir (Lightning Performance)
pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sengkol –
Paokmotong”. Jurnal Dielektrika, Volume 4, Nomor 2, Mataram.

Perusahaan Listrik Negara, 2022. Buku Pedoman Pemeliharaan Saluran Udara


Tegangan Tinggi dan Ekstra Tinggi (SUTT/SUTET). Jakarta.

Ramadhan, Dimas dkk. 2018. “Pemanfaatan Cocopeat sebagai Media Tumbuh


Sengon Laut (Paraserianthes falcataria) dan Merbau Darat (Intsia
palembanica)”. Jurnal Sylva Lestari, Volume 6, Nomor 2, Lampung.

______. 2020. Standar Perusahaan Listrik Negara T5.012: 2020. Pembumian


Pada Gardu Induk dan Jaringan Transmisi. PT PLN (Persero). Departemen
Pertambangan dan Energi: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai