Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS SKEMA PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN

KAKI TOWER SUTT 150 KV DI UNIT LAYANAN TRANSMISI


DAN GARDU INDUK MAROS

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan diploma tiga (D-3) Program Studi Teknik Listrik
Jurusan Teknik Elektro
Politeknik Negeri Ujung Pandang

AL RASHID BIN MOH ARSYAD


321 17 027

PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Tenaga listrik di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian yakni

pembangkit, Transmisi dan Distribusi. Transmisi tenaga listrik dari pembangkit

sampai konsumen di lakukan dengan saluran 30 kV, 70 kV, 150 kV dan 500 kV.

Operasi sistem tenaga listrik terkadang timbul gangguan antara lain sambaran

petir, terjadinya sambaran petir dikarenakan adanya loncatan muatan listrik

antar awan dan bumi. Petir akan menyambar benda yang memiliki ketinggiannya

lebih dekat dengan awan, yang dapat mengakibatkan kenaikan tegangan serta

dapat merusak peralatan listrik yang digunakan dalam sistem transmisi tenaga

listrik. Indonesia merupakan negara tropis berintensitas petir yang cukup tinggi.

Untuk mengamankan sambaran petir, maka dalam tower transmisi perlu

diberikan media perlindungan untuk penghantar, yaitu dengan kawat tanah yang

dipasang sepanjang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV, dan

terhubung langsung dengan menara yang digrounding (ditanahkan) yang

diukur dengan Earth Tester .

Pentanahan adalah suatu hal yang penting karena agar ketika terjadi

gangguan di menara 150 kV tidak akan membahayakan keselamatan manusia,

karena arus gangguan akan mengalir pada bagian peralatan dan ke piranti

pentanahan pada menara SUTT 150 kV, besarnya harga tahanan pentanahan

menara SUTT 150 kV harus sesuai standar, hal ini untuk menjamin keamanan

sistem bila terjadi sambaran petir. Pada pemasangan pentanahan menara SUTT

150 kV harus memiliki standar pentanahan yang sesuai dengan ketentuan, baik
kedalaman maupun jarak antar elektrode yang digunakan dan sebagainya.

Pentanahan ditanam dalam tanah dalam kurun waktu tertentu yang

kemungkinan terjadi perubahan dalam besarnya tahanannya. Proses pengukuran

tahanan pentanahan harus secara berkala dan teliti sehingga tidak berakibat fatal

nantinya. Oleh karena itu proses pengukuran pentahanan menara transmisi

haruslah dengan metode dan cara-cara yang terstandar agar hasil yang

didapatkan menghasilkan data yang akurat dan presisi.

Selain itu, kondisi tanah juga berpengaruh terhadap pentanahan karna

masing- masing tanah memiliki tahanan jenis tanah yang berbeda. Tahanan jenis

tanah yang lebih kecil, lebih baik untuk menghantarkan arus yang besar

(sambaran petir) karna arus sifatnya akan menuju ke tahanan yang lebih kecil.

Pentanahan yang besar bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada jaringan

ketika adanya sembaran petir seperti yang terjadi pada tower 21 jalur Mandai –

Pangkep yang mengakibatkan jalur tersebut trip.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini menganalisis metode

perhitungan tahanan pentahanan menara transmisi yang dilakukan pada salah

satu menara SUTT 150 kV untuk mencari metode perhitungan yang paling tepat

yang dapat memberikan nilai akurat mendekati nilai nyata dari tahanan

pentanahan menara tersebut.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang di ambil

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara mengukur nilai tahanan pentahanan menara transmisi

150 kV?

2. Bagaimana skema pengukuran tahanan pentanahan yang tepat agar

menghasilkan nilai akurat dan sesuai perhitungan teori?

3. Bagaimana pengaruh skema pengukuran tahanan pentanahan menara

terhadap akurasi data yang didapatkan?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian


Untuk mencapai sasaran yang diinginkan dalam laporan akhir ini, maka

perlu dibuat pembatas permasalahannya yaitu sistem pentanahan yang diteliti

hanya menggunakan ground rod (elektroda batang), tidak membahas tentang

bahan dari elektroda yang digunakan, dilakukan di wilayah menara transmisi 150

kV, serta seluruh skema pengukuran yang dibuat menyerupai skema yang biasa

di lakukan petugas PLN dalam mengukur nilai tahanan pentanahan menara 150

kV.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah agar dapat:

1. Mengukur tahanan pentanahan menara transmisi.

2. Mengamati gambaran yang jelas tentang pengaruh variasi skema

pengukuran terhadap nilai tahanan pentanahan menara transmisi yang

dihasilkan.
3. Menganalisa skema pengukuran dengan akurasi yang baik dengan

membandingkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan teori.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini

adalah :

a. Mampu mengetahui cara pengukuran tahanan pentanahan menara

transmisi.

b. Dapat mengevaluasi metode pengukuran pentanahan menara, apakah

telah sesuai dengan standard sehingga PLN dapat memperoleh data

tahanan pentanahan menara transmisi yang akurat dan presisi.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Transmisi Tenaga Listrik

Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari

tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant) hingga substation distribution

sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen pengguna listrik melalui suatu

bahan konduktor.

2.2 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

SUTT adalah suatu sarana saluran udara untuk menyalurkan tenaga listrik

berskala besar dari pembangkit menuju ke pusat-pusat beban dengan

menggunakan tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi.

Pada saluran transmisi ini memiliki tegangan operasi antara 30 kV sampai

150kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1

sirkit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan

penghantar netralnya diganti oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila

kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing

phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Doublepole atau Qudrapole) dan berkas

konduktor disebut bundle conductor. Jarak terjauh yang paling efektif dari

saluran transmisi ini ialah 100 km. Jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka

tegangan jatuh (drop voltage) terlalu besar, sehingga tegangan diujung transmisi

menjadi rendah.
2.3 Tower SUTT

Tenaga listrik yang disalurkan melalui sistem transmisi umumnya

menggunakan kawat/konduktor telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai

media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekitarnya. Menara

merupakan konstruksi bangunan yang kokoh, yang berfungsi untuk

menyangga/merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman

bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.

2.3.1 Tiang Menurut Fungsi

1) Tiang penegang (tension tower)

Tiang penegang disamping menahan gaya berat juga menahan gaya tarik

dari konduktor-konduktor saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra

Tinggi (SUTET).

Gambar 2.1 Tiang penegang (tension tower)


(Sumber : http://transmisigarduinduk.blogspot.com )

a. Tiang sudut (angle tower)

Tiang sudut adalah tiang penegang yang berfungsi menerima gaya tarik

akibat perubahan arah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi

(SUTET).
Gambar 2.2 Tiang sudut (angle tower)
(Sumber : http://www.steeltowerchn.com )

b. Tiang akhir (dead end tower)

Tiang akhir adalah tiang penegang yang direncanakan sedemikian rupa

sehingga kuat untuk menahan gaya tarik konduktor-konduktor dari satu arah saja.

Tiang akhir ditempatkan di ujung Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau

Ekstra Tinggi (SUTET) yang akan masuk ke switch yard Gardu Induk.

Gambar 2.3 Tiang ujung (dead end tower)


(Sumber : http://blog.unnes.ac.id )

2) Tiang penyangga (suspension tower)

Tiang penyangga untuk mendukung/ menyangga dan harus kuat terhadap

gaya berat dari peralatan listrik yang ada pada tiang tersebut.
Gambar 2.4 Tiang penyangga (suspension tower)
(Sumber : https://www.globalsources.com )

3) Tiang penyekat (section tower)

Tiang penyekat berfungsi menyatukan tower dengan tower yang lainnya

untuk kemudahan pada pembangunan (penarikan konduktor), biasanya

memiliki sudut belokan yang kecil.

Gambar 2.5 Tiang penyekat (section tower)


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

4) Tiang transposisi

Tiang transposisi adalah tiang penegang yang berfungsi sebagai tempat

perpindahan letak susunan phasa konduktor-konduktor Saluran Udara Tegangan

Tinggi (SUTT) atau Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).


Gambar 2.6 Tiang transposisi
(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

5) Tiang portal (gantry tower)

Tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua saluran

transmisi yang membutuhkan ketinggian yang lebih rendah untuk alasan

tertentu (bandara, tiang crossing). Tiang ini dibangun di bawah saluran

transmisi eksisting.

Gambar 2.7 Tiang portal (gantry tower)


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

6) Tiang kombinasi (combined tower)

Tower ini digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang berbeda

tegangan operasinya.
Gambar 2.8 Tiang kombinasi (combined tower)
(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

2.3.2 Tiang Menurut Bentuk

1) Tiang pole
Manfaatannya akan dipakai untuk memperluas SUTT dikota penduduknya

yang padat dan lahannya harus relatif sempit.

Gambar 2.9 Konstruksi tiang pole


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

2) Tiang kisi-kisi (lattice tower)

Dibuat dari bahan baja, sedemikian rupa susunannya suatu menara telah

dihitung kekuatannya disesuaikan kebutuhannya. Dalam konfigurasinya

penghantar dibagi menjadi 3, yaitu :


a. Tiang delta (delta tower)

Gambar 2.10 Tiang delta


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

b. Tiang zig-zag (zig-zag tower)

Gambar 2.11 Tiang zig-zag


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

c. Tiang piramida (pyramid tower)

Gambar 2.12 Tiang piramida


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

2.4 Pondasi Tower

2.4.1 Pondasi

Sebuah konstruksi beton untuk menahan kaki tower (stub). Jenis-jenis

pondasi tower bermacam-macam menurut kondisi tanah yang ditempatkan.

Beban tarik (tension) yang ditahan pondasi dirancang lebih kuat daripada tower

tipe suspension.

Berikut jenis-jenis pondasi :

- Kategori normal, terpakai didaerah yang nilainya cukup keras tanahnya.

- Kategori spesial, Pancang (fabrication dan cassing), dipakai untuk daerah

tanahnya yang lembek sehingga harus diusahakan menemui titik tanah

yang keras.

- Kategori raft, biasa dipakai didaerah berawa.

- Kategori auger, digunakan karena dinilai lebih mudah dan caranya

mengebor lalu diisi semen.

- Kategori rock drilled, untuk daerah berbatuan.

2.4.2 Stub

Stub adalah bagian paling bawah dari kaki tower, dipasang bersamaan

dengan pemasangan pondasi dan diikat menyatu dengan pondasi. Bagian atas

stub muncul dipermukaan tanah sekitar 0,5 sampai 1 meter dan dilindungi

semen serta dicat agar tidak mudah berkarat. Pemasangan stub paling

menentukan mutu pemasangan tower, karena harus memenuhi syarat::


- Antara jarak stub harus benar.

- Kemiringan sudut stub diutamakan sesuai dengan kemiringan dari kaki

tower tersebut.

- Titik level dihubungkan dengan stub dengan kaki tower harusnya

tidak boleh ada beda dari ukuran 2 mm (milimeter).

Gambar 2.13 Pondasi normal


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

Gambar 2.14 Pondasi spesial (pancang)


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )
2.4.3 Halaman Menara

Batas menara yaitu tempat daerah tapak menara luasnya diukur melalui

proyeksi keatas tanah ekstraksi pondasi tersebut. Biasanya 3 - 8 meter di luar stub.

Gambar 2.15 Halaman tower


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

2.5 Pentanahan

Pentanahan menara adalah perlengkapan pembumian dari sistem transmisi

yang berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari tiang SUTT maupun SUTET

ke tanah. Pentanahan tiang terdiri dari kawat baja atau kawat tembaga yang

diklem pada pipa pentanahan yang ditanam di dekat pondasi tiang, atau dengan

menanam plat tembaga / aluminium disekitar pondasi tiang yang berfungsi untuk

mengalirkan arus dari kawat tanah akibat dari sambaran petir.


Gambar 2.16 Kawat Tanah
(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

Pentanahan tiang berfungsi untuk mengalirkan arus dari kawat tanah akibat

sambaran petir yang kemudian arus di netralkan melalui pentanahan, oleh karena

itu nilai pentanahan menara harus dibuat sekecil mungkin agar tidak

mengakibatkan tegangan tiang yang tinggi yang pada akhirnya dapat

mengakibatkan ganggu disistem penyaluran.

2.5.1 Jenis-jenis Pentanahan Tower

1) Electroda batang
Rel logam yang ditanamkan tegak lurus ke dalam tanah dengan kedalaman

antara 1 sampai 10 meter. Pentanahan ini paling sederhana dan efektif, dimana

nilai tahanan tanah adalah rendah. Pentanahan ini paling banyak digunakan,

karena mempunyai banyak keuntungan apabila dibandingkan dengan

menggunakan elektroda lainnya.

Keuntungan menggunakan batang elektroda ini harga elektroda ini cukup

murah dan mudah didapat, pemasangannya mudah dan tidak memerlukan tempat

yang luas, apabila ditanam sampai pada kedalaman air tanah dengan maksud

supaya tahanan pentanahan menjadi rendah, dan apabila tahanan dari sebuah

elektroda belum cukup rendah, disekitar elektroda yang pertama dapat dipasang
elektroda lain yang kemudian dihubungkan secara paralel untuk mendapatkan

tahanan pentanahan yang lebih rendah. Makin panjang elektroda batang ditanam

dalam tanah, maka tahanan kontaknya terhadap tanah akan semakin kecil karena

menurunnya tahanan jenis tanah dan bertambahnya luas permukaan tanah yang

terkena elektroda.

Gambar 2.17 Grounding Electroda Rod


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

2) Electroda plat

Plat logam yang ditanam tegak lurus atau mendatar tergantung dari tujuan

penggunaannya. Pentanahan ini umumnya untuk pengamanan terhadap petir.

Bila digunakan sebagai elektroda pembumian pengaman maka cara

pemasangannya adalah tegak lurus dengan kedalaman kira-kira 1 meter di bawah

permukaan tanah dihitung dari sisi plat sebelah atas. Bila digunakan sebagai

elektroda pengatur yaitu mengatur kecuraman gradien tegangan guna

menghindari tegangan langkah yang besar dan berbahaya, maka elektroda plat

tersebut ditanam mendatar. Pentanahan hantaran netral dengan menggunakan

elektroda pelat sudah jarang dipakai karena tidak menguntungkan, sebab

harganya terlalu mahal, mudah berkarat dan juga kurang praktis, dimana waktu
pengecekan harus digali lobang terlebih dahulu.

Gmbar 2.18 Grounding Electroda Plat


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

3) Counterpoise electrode

Pentanahan dengan cara memasang konduktor secara horisontal di dalam

tanah. Pentanahan ini bisa dipakai pada daerah yang nilai tahanan tanahnya

sangat tinggi.

Gambar 2.19 Grounding Counter Poise

4) Mesh electrode

Sejumlah konduktor yang dipasang secara horisontal di tanah yang

biasanya dipakai untuk daerah yang miring.


Gambar 2.20 Grounding Mesh
(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

2.5.2 Alat Ukur Pentanahan

Alat pengukur nilai pentanahan (grounding) Earth Tester adalah sebuah

alat pengukur pentanahan (grounding). Pada dasarnya grounding atau

pembumian di gunakan untuk mengamankan alat listrik atau elektronika dari

induksi listrik ketika terjadi gangguan yang diakibatkan oleh sambaran petir.

Untuk mengukuran nilai pentanahan tersebut menggunakan earth tester tersebut.

Gambar 2.21 Earth Tester


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )
2.5.3 Metode Pengukuran Tahanan Pentanahan

Cara pengukuran nilai tahanan pentanahan (grounding) menggunakan

Earth Tester sebagai berikut :

Gambar 2.22 Pengukuran Earth Tester


(Sumber : Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET )

Periksa kondisi batang elektroda grounding menara yang akan diukur. Bila

kotor bersihkan terlebih dahulu permukaan batang tersebut dengan lap bersih /

kertas amplas, agar jepitan kabel probe dapat menyentuh langsung bagian

permukaan tembaga yang sudah bersih dan untuk mencegah terjadinya kesalahan

pembacaan pada alat ukur. Adapun langkah-langkah pengukuran pentanahan

dapat dilihat sebagai berikut:

1) Memeriksa kondisi dan perlengkapan penunjang alat ukur digital earth tester.

2) Earth Tester mempunyai tiga kabel diantaranya adalah kebel merah (C),

kuning (P) dan hijau (E).

3) Mehubungkan kabel ke Earth Tester dengan warna yang sudah di tentukan

pada alat ukur.

4) Mehubungkan kabel merah serta kuning ke tanah dengan masing-masing


jarak kurag lebih 5-10 meter dari batang elektroda pentanahan atau

grounding.

5) Mehubungkan juga kabel hijau ke batang elektroda grounding yang sudah

terpasang.

6) Melakukan pengukuran grounding (tahanan pentanahan) dengan memutar

knob alat ukur pada poisisi 20 Ω, 200 Ω atau 2000 Ω tergantung dari kondisi

tanah pada area setempat yang akan diukur.

7) Kemudian menekan tombol earth tester untuk mengetahui pentanahan

grounding menara, biasanya berwarna kuning / merah dan pada displai alat

ukur akan muncul nilai tahanan pentanahan.

8) Selesai, nilai pentanahan grounding sudah di ketahui.

Resistansi sistem transmisi yang berfungsi untuk meneruskan sambaran

petir dari tiang SUTT maupun SUTET langsung ketanah. Resistansi tiang terdiri

dari konduktor berbahan tembaga atau baja yang diklem pada pipa pentanahan

yang ditanam di dekat pondasi tiang.

Nilai resistansi tahanan pentanahan harus dibuat serendah mungkin agar

tidak menimbulkan tegangan yang tinggi pada akhirnya akibatnya dapat

mengganggu sistem penyaluran transmisi. Batasan nilai pentanaha di menara

sebagai berikut:

 70 kiloVolt : 5 Ohm

 150 kiloVolt : 10 Ohm

 275 – 500 kiloVolt : 15 Ohm


2.5.4 Pentanahan dengan Ground Rod

Pentanahan dengan Ground Rod adalah pentanahan yang dilakukan dengan

cara menancapkan batang elektroda ke tanah (PLN,1997). Menurut T. S.

Hutauruk (1986;157) Besarnya tahanan pentanahan dapat dihitung dengan

persamaan dengan :

R= ( 2 ρπL ) ln( 2dL ) …………………….………….(2.1)


Di mana :
R = tahanan pentanahan menara (ohm)

ρ = tahanan jenis tanah (ohm-cm)

L = panjang elektroda (cm)

d = diameter batang elektroda (cm)

2.6 Tahanan Jenis Tanah

Faktor keseimbangan antara tahanan pentanahan dan kapasitansi

disekelilinginya adalah tahanan jenis tanah yang dipresentasikan dengan ρ.

Harga tahanan jenis tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tergantung dari

beberapa faktor yaitu :

a. Jenis tanah.

b. Lapisan tanah (berlapis dengan tanahan yang berbeda)

c. Kelembaban tanah.

d. Temperatur

Tahanan jenis tanah bervariasi dari 500 sampai 50.000 Ohm Per cm3.

Untuk mengurangi perubahan tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim,


pengetanahan dapat dilakukan dengan menanam elektroda sampai dengan

kedalaman dimana terdapat air tanah yang konstan. Pada sistem pengetanahan

yang tidak mungkin atau tidak perlu untuk ditanam lebih dalam sehingga

mencapai air tanah yang konstan, variasi tahanan jenis tanah sangat besar.

Tahanan tanah ditentukan dari tahanan elektroda dan pada kedalaman

beberapa pasak harus ditanam agar diperoleh tahanan yang rendah. Tahanan

tanah sangat bervariasi di berbagai tempat, dan akan berubah menurut iklim,

tahanan tanah tersebut di tentukan oleh kandungan elektrolit di dalamnya, seperti

air, mineral-mineral garamgaraman. Tanah kering dan berbatu mempunyai nilai

tahanan yang tinggi, tetapi tanah basah juga dapat mempunyai tahanan tinggi,

apabila tidak mengandung garam-garaman yang dapat larut. Pengaruh Jenis

Tanah, nilai resistansi pentanahan untuk berbagai jenis tanah adalah berbeda. Hal

ini disebabkan karena struktur tanah yang berlainan antara jenis tanah yang satu

dengan jenis tanah lainnya. Berikut ini beberapa resistansi jenis tanah

Tabel 2.1 Tahanan Jenis Tanah Berbagai Jenis Tanah


Jenis Tanah Tahanan Jenis ( Ohm)
Tanah Rawa 30 Ohm

Tanah Liat dan Tanah Ladang 100 Ohm

Tanah Liat Berpasir 150 Ohm

Pasir Basah 200 Ohm


Pasir Lembab 300 Ohm
Kerikil Basah 500 Ohm
Kerikil Kering 1000 Ohm
Tanah Berbatu 3000 Ohm
Sumber : Marsudi(2011).
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 28 Januari 2020 sampai dengan 6 Juli

2020 di PT PLN (Persero) Unit Layanan Transmisi dan Gardu Induk (ULTG)

Maros yang beralamat kantor di Jalan Urip Sumoharjo Km 5, Makassar.

3.2 Prosedur Penelitian

Dalam suatu penelitian, dibutuhkan prosedur atau langkah-langkah yang akan

dilakukan sehingga penelitian dapat terlaksana secara terstruktur, sistematis dan

terarah. Berikut langkah-langkah yang menjadi acuan dari penulis:

1) Melakukan studi pustaka melalui literatur yang telah dikumpulkan.

2) Mengenali obyek yang akan diukur berupa observasi langsung (studi

lapangan).

3) Melakukan pengambilan data penelitian yang dibutuhkan secara langsung

dengan cara melakukan pengukuran tahanan pentanahan pada kaki tower

dengan menggunakan 3 skema yaitu secara sejajar, tegak lurus (90°) dan

berlawanan arah (180°).

4) Melakukan pengolahan data penelitian yang telah diperoleh dengan mengacu

pada tinjauan pustaka.

5) Melakukan analisis terhadap data-data yang telah diolah, salah satunya

dengan membandingkan hasil pengolahan data terhadap teori sesuai standar

dan ketentuan yang ada, dan menjadikan rumusan masalah serta tinjauan

pustaka sebagai acuan analisa dan pembahasan


Berikut flow chart dari prosedur kegiatan yang akan dilakukan:

Mulai

Studi literatur

Observasi

Pengukuran nilai tahanan


pentanahan dengan menggunakan
skema sejajar(0°), tegak lurus (90°)
dan berlawanan arah (180°).

Analisa data
pengukuran

Membandingkan hasil pengukuran


dan hasil perhitungan secara teori
pentanahan kaki tower

Kesimpulan nnnnnnnnn

Selesai

Gambar 3.1 Flow Chart Penelitian


3.3 Teknik Pengumpulan Data

Berikut adalah teknik atau metode yang digunakan dalam mengumpulkan

data dalam penelitian yang dilakukan:

1) Studi Literatur

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara mengumpulkan

berbagai referensi yang berhubungan dengan judul tugas akhir, baik melalui buku

ajar, tugas akhir ataupun jurnal penelitian, internet, maupun buku panduan dari

PT. PLN (Persero).

2) Observasi

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan kunjungan langsung

ke lapangan guna mengenal dan mengamati secara langsung tower yang ingin

diukur tahanan pentanahannya.

3) Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab ataupun

konsultasi langsung dengan narasumber yang menguasai teori dan mengetahui

hal-hal yang berhubungan dengan kasus yang akan dikaji. Dalam hal ini penulis

melakukan wawancara dengan Supervisor OPHAR dan staff OPHAR div.

Transmisi ULTG Maros. Penulis bermaksud untuk memahami lebih jauh

mengenai sistem ketenagalistrikan dan memperjelas data-data yang diperoleh

pada saat observasi.

3.4 Teknik Pengolahan/Analisis Data

Dalam model penelitian ini peneliti akan melakukan pengukuran tahanan


pentanahan menara 150 kV dan melakukan berbagai variasi skema yang sudah

dibuat penulis. Skema yang akan di lakukan yaitu skema sejajar yang didapatkan

buku pedoman PLN dan penulis membaca gambar dari penutup box earth tester,

serta melakukan skema pengambilan nilai pengukuran dengan sudut 90ᵒ dan

sudut 180ᵒ. Berikut ini adalah gambaran variasi skema yang dimaksud.

Gambar 3.1 Skema sejajar pengukuran tahanan pentanahan menara


Gambar 3.2 Skema Tegak Lurus (90°) pengukuran tahanan pentanahan menara

Gambar 3.3 Skema Berlawanan Arah (180°) pengukuran tahanan pentanahan


menara

Setelah melakukan pengukuran, peneliti melakukan perbandingan antara

hasil pengukuran dengan hasil teori dengan menggunakan persamaan 2.1.

Perhitungan secara teori dilakukan untuk masing-masing skema pengukuran.

Setelah itu mencari persentase kesalahan antara perbandingan pengukuran dan

perhitungan teori. Kemudian mengambil kesimpulan dengan menganalisis skema

pengukuran yang paling akurat untuk digunakan dalam mengukur tahanan

pentanahan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan dua elemen penting dari penelitian yaitu

perhitungan tahanan pentanahan dan data hasil pengukuran tahanan pentanahan.

Semua itu dilakukan pada menara 150 kV tower 130 dan 129 arah Tello– Pangkep

di ULTG MAROS yang merupakan sampel objek penelitian yang dipilih.

Pengukuran tahanan pentanahan menara transmisi 150 kV menggunakan

variasi skema yang dirancang sedemikian rupa sehingga didapatkan data-data

pengukuran tahanan yang beragam. Hasil data-data yang beragam ini

dibandingkan dengan nilai resistansi sesungguhnya sebagai patokan yang

didapatkan dari hasil Perhitungan. Dari perbandingan inilah akan diketahui skema

perhitungan mana yang terbaik untuk dilakukan.

4.1 Perhitungan Tahanan Pentanahan Menara


Perhitungan sebagai pendekatan matematis untuk mengetahui nilai

sesungguhnya dari objek diteliti adalah pendekatan yang dijadikan patokan untuk

mendapatkan nilai sesungguhnya dari tahanan pentanahan. Perhitungan dilakukan

menggunakan persamaan (2.1)

Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat, digunakan data-data

primer dan sekunder langsung dari objek yang diteliti seperti tahanan jenis tanah,

panjang elektroda dan diameter elektroda yang ditancapkan ke tanah menara

transmisi sebagai sistem pentanahan menara transmisi tersebut.


4.1.1 Perhitungan pentanahan menara 130

Menara 130 adalah satu dari ratusan menara transmisi 150 kV yang

menghubungkan GI Tello 150 kV dan GI Pangkep. Menara ini berdiri diatas pasir

lembab sehingga sesuai dengan table 2.1 tahanan jenis (ρ) yang digunakan adalah

300 Ω/cm. Sistem pentanahan yang digunakan menggunakan elektroda batang

dengan panjang (L) = 200 cm dan diameter (d) = 2 cm. Dari parameter ini jika

dihitung maka akan didapatkan nilai tahanan pentanahan (R) sebagai berikut

R ) ln ( 2𝐿 )
𝑑
=(
𝜌

2𝜋𝐿

=( (2) (200)
) ln ( 2 )
300
(2)
(3,14)
(200)

= ( 0,24 ) ( 5,3 )
= 1,272 Ω

Dari hasil perhitungan teori ini diketatahui nilai sesungguhnya dari tahanan

pentanahan menara 130 arah Tello - Pangkep adalah sebesar 1,272 Ohm. Nilai

pentanahan ini sudah memenuhi standar nilai pentanahan PLN untuk tower 150

kV yaitu <10 ohm. Nilai inilah yang nantinya menjadi patokan untuk menentukan

seberapa besar error pengukuran terhadap pengukuran secara teori.

4.1.2 Perhitungan pentanahan menara 129


Menara 129 merupakan menara transmisi 150 kV yang menghubungkan GI

Tello dan GI Pangkep. Menara ini berdiri diatas tanah liat atau tanah ladang

sehingga sesuai pada table 2.1 tahanan jenis (ρ) yang digunakan adalah 150 Ω/cm.

Sistem pentanahan yang digunakan menggunakan elektroda batang dengan


panjang (L) = 200 cm dan diameter (d) = 2 cm. Dari parameter ini jika dihitung

maka akan didapatkan nilai tahanan pentanahan (R) sebagai berikut:

R=
𝜌 ) ln ( 2𝐿 )
( 𝑑
2𝜋𝐿

=( (2) (200)
) ln ( 2 )
150
(2)
(3,14)
(200)

= ( 0,12 ) ( 5,3 )
= 0,636 Ω

Dari hasil perhitungan ini diketahui nilai

sesungguhnya dari tahanan pentanahan menara 129 arah

Tello - Pangkep adalah sebesar 0,636 Ohm. Nilai

pentanahan ini sudah memenuhi standar nilai pentanahan

PLN untuk tower 150 kV yaitu <10 ohm. Nilai inilah

yang nantinya menjadi patokan untuk menentukan

seberapa besar error pengukuran terhadap pengukuran

secara teori.

4.2 Hasil Pengukuranan Pentanahan


Pengukuran dilakukan berdasarkan skema-skema

yang telah dibuat peneliti. Adapun skema-skema ini

merupakan skema pengukuran yang sering dilakukan

oleh petugas PLN dalam mengukur tahanan pentanahan

menara transmisi.
Dari skema pengukuran yang telah dibuat inilah

penulis melakukan pengukuran pada menara 130 dan 129

arah Tello - Pangkep sehingga dihasilkan data pengukuran

sebagai berikut :

Tabel 4. 1 Hasil pengukuran tahanan pentanahan menara


130 Tello - Pangkep 150 kV
No Skema menara 130 Tello – Pangkep Hasil (Ω)

1. Sejajar (0°) 1,8

2. Tegak Lurus (90°) 1,3

3. Berlawanan Arah (180°) 1,1


Tabel 4.2 Hasil pengukuran tahanan pentanahan menara 129 Te1lo – Pangkep
150kV
No Skema menara 129 Tello – Pangkep Hasil (Ω)

1. Sejajar (0°) 1,1


2. Tegak Lurus (90°) 0,6

3. Berlawanan Arah (180°) 0,3

Pada Tabel 4.1 dan 4.2 memperlihatkan hasil pengukuran tahanan

pentanahan yang berbeda-beda ditiap variasi skema pengukuran yang diterapkan.

Peneliti mengamati dari Table 4.1 dan 4.2 bahwa semakin besar sudut titik

pemasangan yang terbentuk antara kebel (E) (P) (C) maka akan semakin kecil

nilai resistansi yang diukur pada alat earth tester.

4.3 Pembahasan
Untuk mencapai tujuan penelitian ini yaitu menemukan skema pengukuran

tahanan pentanahan yang akurat maka analisis data antara hasil perhitungan dan

pengukuran perlu dilakukan untuk mengetahui selisih error pengukuran.

Dikarenakan adanya perbedaan yang cukup signifikan pada masing-masing

hasil pengukuran, maka dicari nilai pengukuran mana yang paling mendekati hasil

sebenarnya dari tahanan pentanahan menara 130 dan 129 arah Tello – Pangkep.

Untuk mengetahui hal tersebut maka hasil pengukuran dan hasil perhitungan

tahanan pentanahan perlu dibandingkan untuk kemudian dicari selisih diantara

keduanya per masing-masing skema pengukuran.

Perbandingan antara nilai perhitungan dan nilai hasil pengukuran penulis


sajikan dalam bentuk persentasi (%) yang menggambarkan seberapa besar selisih

error pengukuran antara nilai tahanan pentanahan sebenarnya (hasil perhitungan)

dan nilai yang didapatkan dari variasi skema pengukuran. Berikut hasil error

pengukurannya dengan hasil pehitungan 1,272 Ω dan hasil pengukuran 1,8 Ω :

e rror ( % )= ( nilai perhitunganteori−nilai


nilai pengukuran
pengukuran
)× 100 %.…(4.1)
error ( % )= ( 1,272−1,8
1,8 )× 100 %
= −29,3 % ≈ 29,3 %

Adapun selisih ini disajikan pada Table 4.3 untuk menara 130 Tello –

Pangkep sebagai berikut :

Tabel 4.3 Selisih nilai perhitungan dan pengukuran tahanan pentanahan menara
130
No Skema Hasil Hasil Selisih
Pengukuran perhitungan (%)
Pengukuran
(Ohm) (Ohm)

1 Skema 1
1,8 1,272 29,3
(Sejajar)
2 Skema 2
1,3 1,272 2,1
(Tegak lurus)

3 Skema 3
1,1 1,272 15,6
(Berlawanan arah)

kemudian untuk menara 129 Tello - Pangkep selisih pengukuran dan

perhitungan disajikan dalam Table 4.4 berikut :


Tabel 4.4 Selisih nilai perhitungan dan pengukuran tahanan pentanahan menara
129
No Skema Hasil Hasil Selisih
Pengukuran Perhitungan (%)
Pengukuran
(Ohm) (Ohm)
1 Skema 1
1,1 0,636 42,1
(Sejajar)
2 Skema 2
0,6 0,636 6,0
(Tegak lurus)
3
Skema 3
0,52 0,636 22,3
(Berlawanan Arah)

Table 4.3 dan 4.4 memperlihatkan bahwa nilai selisih atau dalam hal ini

dapat juga disebut error pengukuran, besarnya sangat bergantung pada sudut yang

dibentuk titik penempatan (E) (P) dan (C) dan juga jarak antara ketiganya. Untuk

lebih memahami hubungan ini dapat diamati Grafik 4.1 dan 4.2 berikut
Error Pengukuran
29.30%
30.00%
Error Pengukuran
25.00%
20.00% 15.60%
15.00%
10.00%
5.00% 2.10%

0.00%
0°(sejajar) 90°(Tegak Lurus) 180°(Berlawanan
Arah)

Skema Pengukuran

Gambar 4.1 Grafik hubungan error pengukuran terhadap variasi skema


pengukuran menara 130 Tello - Pangkep

45.00% 42.10%
Error Pengukuran

40.00%
35.00%
30.00%
22.30%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00% 6.00%
5.00%
0.00%
0°(sejajar) 90°(Tegak Lurus) 180°(Berlawanan
Arah)

Skema Pengukuran

Gambar 4.2 Grafik hubungan error pengukuran terhadap variasi skema


pengukuran menara 129 Tello - Pangkep

Dari Grafik 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa hubungan antara error pengukuran
(selisih nilai perhitungan dan pengukuran) sangat dipengaruhi oleh skema yang

digunakan. Adapun skema yang dimaksud adalah variasi sudut yang dibentuk

oleh titik (E) (P) (C) kabel earth tester. Dimana semakin besar nilai sudut maka

akan semakin kecil pula nilai tahanan pentanahan yang terukur oleh earth tester.

Ketika patokan nilai sebenarnya tahanan pentanahan (hasil perhitungan)

diberikan sebagai pembanding pada nilai-nilai terukur ini, maka terlihat jelas

bahwa skema 2 yaitu dengan sudut 90 derajat menjadi skema pengukuran yang

lebih akurat dalam memperoleh nilai tahanan pentanahan dibanding skema-skema

lainnya yang diujikan. Hal ini ditandai dengan kecilnya selisih atau error

perhitungan dari skema tersebut baik pada menara 130 maupun pada menara 129

yaitu kurang dari 10 %.

Hal ini memberikan gambaran yang jelas bahwasanya dalam pelaksanaann

pengukuran tahanan pentanahan menara transmisi diperlukan skema pengukuran

yang tepat dan konsisten sehingga didapatkan data pengukuran yang akurat dan

presisi. Dalam penelitian ini penulis memperlihatkan skema yang paling akurat

dibandingkan skema-skema lainnya yang sering dilakukan pihak PLN dalam

melakukan pengukuran tahanan pentanahan. Skema tersebut yaitu tertera pada

skema 2 dengan sudut 90 derajat yang teruji memiliki error pengukuran yang

lebih kecil dibanding skema lainnya.


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari Tugas Akhir

yang di ambil oleh penulis sebagai berikut :

1. Pengukuran Pentanahan menggunakan 3 jenis skema pengukuran yaitu

skema pengukuran secara sejajar, tegak lurus dan berlawanan arah.

2. Pengaruh skema pengukuran pentanahan terhadap nilai pentanahan

yang diperoleh yaitu semakin besar nilai sudut yang dibenuk alat ukur

maka akan semakin kecil pula nilai tahanan pentanahan yang terukur

oleh earth tester.

3. Dari semua skema pengukuran yang dilakukan, ditemukan skema

dengan akurasi yang lebih akurat terdapat pada skema 2 yaitu skema

pengukuran secara tegak lurus dengan sudut 90ᵒ.

5.2 Saran
Penulis menyadari bawah masih banyak hal-hal yang masih kurang

dan di perlu kembangkan berkaitan dengan penelitian tugas akhir ini

sehingga penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Skema pengukuran tahanan pentanahan menara masih bisa dibuat

lebih variatif lagi untuk kemudian diuji dan dibandingkan selisinya

dengan hasil perhitungan .

2. Penentuan tahanan jenis tanah lebih baiknya ditentukan dengan

melakukan pengukuran secara lansung untuk mendapatkan hasil


yang lebih akurat. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan

tabel tahanan jenis tanah saja dikarenakan alat mengukur tahanan

jenis tanah susah didapat dan harganya relatif mahal.

3. Masih dapat dikembangkan penelitian serupa namun untuk sistem

pentanahan yang menggunakan elektroda plat, Counterpoise dan

Mesh elektroda.
DAFTAR PUSTAKA

Evi Putri Purnamasari. (2014). ANALISA KEANDALAN RELAI JARAK PADA


SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI(SUTT) 70KV GARDU
INDUK SEDUDUK PUTIH–BORANG, Teknik Elektro, Politeknik Negeri
Sriwijaya.

Herwindusono, S., M. Hadin, A.A. Nugroho, (2018). ANALISIS METODE


PERHITUNGAN TAHANAN PENTANAHAN MENARA TRANSMISI
SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV.

Ija Darmana, Dea Ofika Yudha, E. (2012). IMPLEMENTASI SISTEM


PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV
(APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33).

PT PLN (PERSERO). (2014). BUKU PEDOMAN PEMELIHARAAN


SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI DAN EKSTRA TINGGI
(SUTT/SUTET). Jakarta.

Putra, Y.k., (2017).”ANALISIS KEMAMPUAN PENTANAHAN MENARA


SUTT TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG YANG
MENGAKIBATKAN BACKFLASHOVER PADA SALURAN
TRANSMISI 150 KV PONOROGO – MANISREJO.”

Saputro, N. H. (2016). ANALISIS PENTANAHAN KAKI MENARA


TRANSMISI 150 KV REMBANG-BLORA BERTAHANAN TINGGI
DAN USAHA MENURUNKANNYA.

Suyanto, M. (2012). PENGARUH POROSITAS TANAH SISTEM


PENTANAHAN PADA KAKI MENARA SALURAN TRANSMISI 150
KV.

Farmada, A. (2016) STUDI PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN


TOWER SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET)
500 KV PEDANUNGARAN ,Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

XIchsan, K.A.N.(2018). ANALISIS PENGARUH PENTANAHAN TERHADAP


JUMLAH ISOLATOR TRANSMISI SUTT JAJAR – PEDAN, Teknik
Elektro , Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Marsudi, D. (2011) PEMBANGKIT ENERGI LISTRIK , Erlangga, Jakarta.


LAMPIRAN

A. Tower 130
1. Sejajar

2.Tegak lurus
3. Berlawanan Arah

B. Tower 129
1. Sejajar

2. Tegak lurus
3. Berlawanan arah

Anda mungkin juga menyukai