LP CHF KDP Sakura Fransisko
LP CHF KDP Sakura Fransisko
Oleh:
FRANSISKO
20231490104031
Nama : Fransisko
NIM : 20231490104031
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Diagnosa
Medis Congestive Heart Failure (CHF) Dan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Di Ruang
Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena
atas karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Ny.S Dengan Diagnosa Medis Congestive Heart Failure
(CHF) Dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Di Ruang Sakura
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Penyusun menyadari tanpa bantuan
dari semua pihak maka laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini tidak
akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama
kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan dan Ners.
3) Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners Selaku Koordinator Ners.
4) Bapak Dwi Agustian Faruk, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan
penyelesaian laporan pendahuluan ini.
5) Ibu Dina Rusydiah,S.Kep.,Ns selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan ini.
6) Orang Tua, keluarga dan orang terdekat yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan bantuan kepada saya dalam melanjutkan pendidikan.
Saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
Asuhan Keperawatan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan laporan pendahuluan ini. Akhir kata, mengucapkan terima kasih dan
semoga Asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi kita semua.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
5
6
Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
memompanya ke jaringan di seluruh tubuh. Jantung di bungkus oleh sebuah
lapisan yang disebut lapisan perikardum,dimana lapisan perikardium di bagi
menjadi 2 lapisan yaitu:
a. Perikardium fibrosa (viseral), yaitu bagian kantung yang membatasi
pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu
dengan pembuluh darah besar, melekat pada sternum melalui ligamentum
sternoperikardial.
b. Perikardium serosum (parietal), yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
Siklus system kardiovaskuler (jantung)
a) Siklus jantung
Jantung mempunyai empat pompa terpisah, dua pompa primer atrium dan
dua pompa tenaga ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai akhir
kontraksi berikutnya dimanakan siklus jantung. Tiap-tiap siklus dimulai
oleh timbulnya potensial aksi secara spontan. Simpul sinoatrial (SA) terletak
pada dinding posterior atrium dekstra dekat muara vena superior. Potensial
aksi berjalan dengan cepat melalui berkas atrioventrikular (AV) ke dalam
ventrikel, karena susunan khusus penghantar atriunberkontraksi mendahului
ventrikel. Atrium bkerja sebagai pompa primer bagi ventrikel dan ventrikel
menyediakan sumber tenaga utam bagi pergerakan darah melelui sistem
vaskular.
b) Curah jantung
Menurut syaifuddin (2012) curah jantung merupakan faktor utama dalam
sirkulasi yang mempunyai peranan penting dalam transportasi darah yang
mengandung berbagai nutrisi. Pada keadaan normal jumlah darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan sama besarnya. Bila
tidak demikian akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu, misalnya
bila jumlah darah yang di pompakan ventrikel dekstra lebih besar dari
ventrikel sinistra. Jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kiri ke
peredaran darah sistemik sehingga terjadi penumpukan darah di paru. Besar
curah jantung seseorang tidak selalu sama, tergantung pada keaktifan
tubuhnya. Curah jantung akan meningkat pada waktu kerja berat, stres,
8
2.1.3 Klasifikasi
1. Gagal jantung akut-kronik
a) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b) Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis. Gagal jantung kronik terjadi retensi
air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia,
akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal jantung kanan-kiri
a) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katub aorta/mitral.
b) Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung
akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi
pleura.
3. Gagal jantung sistolik-diastolik
a) Sistolik karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah akibat kardiak output menurun dan ventrikel
hipertrofi.
b) Diastolik karena katidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibat
stroke volume cardiac output turun. (Kasron, 2016)
Menurut Wijaya & Yessie (2013), klasifikasi Congestif Heart Failure
(CHF) terbagi menjadi empat kelainan fungsional :
1) Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
2) Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
3) Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
4) Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
9
2.1.4 Etiologi
Penyebab gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013)
a) Meningkatkan preload : regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel
b) Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hypertensi sistemik
c) Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati
d) Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup antrioventrikuler, pericarditif
konstriktif, tamponade jantung
e) Gangguan sirkulasi:
f) Aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang melalui respon mekanis
g) Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa
jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat
h) Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejaksi ventrikel kanan
Penyebab gagal jatung menurut Kasron (2016) dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunya konraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
10
5. Penyakit jantung lain, gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
6. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui
jantung, ketidakmampuan jantung mengisi darah. Penigkatan mendadak after
load akibat hipertensi maligna dapat menyebabkan gagal jantung meskipun
tidak disertai hipertrofi miokardial.
7. Faktor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
2.1.5 Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh arteriosklerosiskoroner,
hipertensi srterial dan penyakit otot degeneratifatau inflamasi.
Arteriosklerosiskoroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik / pulmonal (peningkatan
afterload) meningkatkanbeban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat diangap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi alasan untuk jelas, hipertrofi otot
jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal,dan hairnya terjadi gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.Ventrikel kanan dan kiri dapat
mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kirimurni sinonim dengan
edema paruakut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka
kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung kongestif dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan
jantung. Sebagai contoh, hipertensi sistemik yang kronis akan menyebabkan
11
B1 B2 B3 B4 B5 B6
2.1.8 Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung Yaitu:
1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung dan otak)
2. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan
aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
3. Efusi perikardial dan tamponade jantung
15
zat tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhinya adalah :
1) Suhu lingkungan
2) Ketinggian
3) Tempat kerja (polusi)
2.2.4 Proses Oksigenasi
Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
pernapasaneksternal dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses
pertukaran gas secara keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh
kapiler paru (kapiler pulmonalis), sedangkan pernapasan internal merupakan
proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh (Saputra,
2013).
Tercapainya fungsi utama dari sistem pernapasan sangat tergantung dari
proses fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu ventilasi pulmonal, difusi gas,
transfortasi gas serta perfusi jaringan. Keempat proses oksigenasi ini didukung
oleh baik atau tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di atmosfir, otot-otot
pernapasan, fungsi sistem kardiovaskuler serta kondisi dari pusat pernapasan
(Atoilah & Kusnadi,2013). Sel di dalam tubuh sebagian besarnya memperoleh
energi melalui reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi dan pembuangan
karbondioksida. Proses Pertukaran gas dari pernapasan terjadi di lingkungan dan
darah (Ernawati, 2012).
1. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu ventilasi
pulmoner, difusi gas, dan transfor oksigen serta karbon dioksida (Saputra, 2013).
1) Ventilasi Ventilasi merupakan pergerakan udara masuk dan kemudian
keluar dari paru-paru (Tarwoto & Wartonah, 2011). Keluar masuknya udara
dari atmosfer kedalam paru-paru terjadi karena adanya perbedaan tekanan
udara yang menyebabkan udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke daerah
yang bertekanan lebih rendah. Satu kali pernapasan adalah satu kali inspirasi
22
dan satu kali ekspirasi. Inspirasi merupakan proses aktif dalam menghirup
udara dan membutuhkan energi yang lebih banyak dibanding dengan
ekspirasi. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali inspirasi ± 1 – 1,5 detik,
sedangkan ekspirasi lebih lama yaitu ± 2 – 3 detik dalam usaha
mengeluarkan udara (Atoilah, 2013).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), ada tiga kekuatan yang berperan
dalam ventilasi, yaitu ; compliance ventilasi dan dinding dada, tegangan
permukaan yang disebabkan oleh cairan alveolus, dan dapat diturunkan oleh
adanya surfaktan serta pengaruh otot-otot inspirasi.
a) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat yang dapat
diregangkannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait dengan volume
serta tekanan paru-paru. Struktur paru-paru yang elastic akan
memungkinkan paru paru untuk meregang dan mengempis yang
menimbulkan perbedaan tekanan dan volume, sehingga udara dapat keluar
masuk paru-paru.
b) Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus mempengaruhi
kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan disebabkan oleh adanya
cairan pada lapisan alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II.
c) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otototot pernapasan
untuk megembangkan rongga toraks.
2) Difusi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), difusi adalah proses pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dari alveolus ke kapiler pulmonal melalui
membrane, dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi yang
rendah. Proses difusi dari alveolus ke kapiler paru-paru antara oksigen dan karbon
dioksida melewati enam rintangan atau barier, yaitu ; melewati surfaktan,
membran alveolus, cairan intraintestinal, membran kapiler, plasma, dan membran
sel darah merah. Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon
dioksida berdifusi keluar dari darah ke alveolus. Karbon dioksida di difusi 20 kali
lipat lebih cepat dari difusi oksigen, karena CO2 daya larutnya lebih tinggi.
Beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah sebagai berikut ;
a) Perbedaan tekanan pada membran. Semakin besar perbedaan tekanan maka
23
4. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam
jaringan. Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia,
hipoksia hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
1) Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik
terjadi jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida
dalam darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika
oksigen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit.
Hal ini dapat terjadi pada kondisi anemia dan keracunan karbondioksida.
a) Hipoksia hipokinetik
Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat adanya
bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis
yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
b) Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang
berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.
c) Hipoksia histotoksik
27
rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan
masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka
dengan kantong non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula.
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen
dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5
– 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien
inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup
dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam
lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan
konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka
pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang
fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka
pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%.
2. Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan
tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2
– 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang
menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur
29
sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%,
kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
3. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi
pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung
pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan
secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus
sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan
getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada
dada pasien secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan
turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam
bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari
berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam
pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen
paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi
alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis,
meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif
merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan
laring,trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas
(Hidayat, 2009).
5) Penghisapan lendir
30
Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole (Brunner & Suddarth, 2016).
Kelainan pada kontraktilitas miokardium yang khas pada CHF akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup,
dan meningkatkan volume residu ventrikel, dengan meningkatnya volume EDV
(volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tergantung pada kelenturan
ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium
kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertitisial. Jika
kecepatan trandusi melebihi kecepatan darinase limfatik, akan terjadi edema
interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut akan menyebabkan cairan merembes
ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru yang ditandai dengan batuk dan napas
pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer
umum dan penambahan berat badan (Price and Wilson, 2012).
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tekanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik (Price and Wilson, 2012).
Menurut Brunner & Suddarth (2016), respon tubuh terhadap perubahan
fisiologi pasien CHF akibat adanya gangguan pada ventrikel yang akan
memberikan respon tubuh yang berbeda antara CHF kiri dengan CHF kanan.
1. CHF kiri
Kongesti paru menonjol pada ventrikel kiri, kerena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Respon tubuh yang
32
terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia)
dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
a) Dispnea
Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan
oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi Ortopnea, kesulitan
bernapas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopnea tidak akan mau
berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur
atau duduk di kursi, bahkan saat tidur. Beberapa pasien hanya yang
mengalami ortopnea pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan
paroximal nokturnal dispnea (PND). hal ini terjadi bila pasien, yang
sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi
berbaring ketempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di
ekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan
ventrikel kiri yang sudah mulai terganggu, tidak mampu mengosongkan
peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi
paru meningkat dan lebih lanjut, cairan akan berpindah ke alveoli.
b) Batuk
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai
bercak darah.
c) Mudah lelah
Mudah lelah terjadi kaibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk.
d) Kegelisahan dan kecemasan
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga dispnea, yang
33
sering pada malam hari karen acurah jantung akan membaik dengan
istirahat.
e) Lemah
Lemah yang menyertai HF sisi kanan disebabkan kerena menurunnya curah
jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jantung.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatans
Konsep Proses Keperawatan
Menurut Nurarif (2015) proses keperawatan anak demam atau febris adalah
sebagi berikut:
2.3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin,nama orang tua,
pekerjaan orang tua, alat, suku, bangsa dan agama.
2. Keluhan Utama
Klien yang mederita demam febris biasanya suhu tubuh mengalami
kenaikan yaitu di atas 37,5 °C
3. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat
masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (mual/ muntah, berkeringat, nafsu makan
berkurang, gelisah, nyeri otot/sendi dan lain-lain.
4. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh klien).
5. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh keluarga lain baik bersifat genetik atau tidak).
6. Pengkajian fisik seperti keadaan umum klien, tanda-tanda vital, status
nutrisi.
7. Pemeriksaan persistem
1) Sistem persepsi sensori seperti sistem persyarafan/kesadaran, sistem
pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem
35
14. Batuk menurun (5) 12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
15. Suara jantung S3 menurun (5) sesudah aktivitas
16. Suara jantung S4 menurun (5) 13. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
17. Murmur jantung menurun (5) pemberian obat (missal : beta blocker, ACE incubator,
18. Berat badan menurun (5) calcium channel blocker, digoksin)
19. Hepatomegali menurun (5) Terapeutik
20. Pulmonari vaskular resisten ( PVR ) 1. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki
menurun (5) dibawah atau posisi nyaman
21. Systemik vaskular resisten menurun (5) 2. Berikan diet jantung yang sesuai ( missal : batasi asupan
22. Tekanan darah membaik (5) klien, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
3. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
4. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika
perlu
5. Berikan dukungan emosional dan spiritual
6. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
38
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
stress
5. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
6. Siapkan menjalani intervensi coroner perkutan, jika perlu
7. Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Observasi
1. Identidfikasi indikasi dilakukan terapi intravena
2. Periksa jenis, jumlah, tanggal kadarluwasa, jenis larutan,
dan kerusakan wadah
3. Periksa kepatenan IV sebelum pemberian obat atau
cairan
4. Monitor aliran IV dan tempat penusukan kateter selama
terapi
5. Monitor tanda dan gejala kelebihan cairan
6. Monitor nilai kalium berada dibawah 200 mEq/24 jam
pada dewasa
7. Monitor tanda dan gejala flebitis atau infeksi lokal
Terapeutik
1. Pertahankan teknik aseptic
2. Lakukan lima benar sebelum memberikan cairan atau
obat – obatan (obat dosis, pasien, rute, dan waktu)
3. Berikan melalui infuse pump, jika perlu
4. Berikan cairan pada suhu kamar, kecuali ada indikasi
lain
5. Berikan obat – obatan melalui IV dan monitor reaksi
obat
6. Ganti kateter IV, selang infus dan peralatan lainnya
setiap 48-72 jam
7. Lakukan perawatan area penusukan IV
8. Lakukan pembilasan selang setelah pemberian larutan
43
pekat
9. Dokumentasikan terapi yang diberikan
10. Edukasi
11. Jelaskan tujuan dan langkah – langkah prosedur
mobilitas pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
2. Gangguan Pertukaran Gas SLKI L01003 Hal 94 Terapi Oksigen SIKI I.08250 Hal 430
pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
(SDKI D. 0003 3x24 jam masalah Gangguan pertukaran 1. Monitor kecepatan oksigen
Hal 22) gas dapat teratasi dengan Ekspetasi : 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
meningkat 3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi
Kriteria Hasil: yang diberikan cukup
1. Tingkat kesadaran meningkat (5) 4. Monitor efektifitas terapi oksigen ( mis : oksimetri, analisa
2. Dyspnea menurun (5) gas darah), jika perlu
3. Bunyi napas tambahan menurun (5) 5. Monitor kemampuan melepas oksigen dan atelectasis
4. Pusing menurun (5) 6. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi terapi oksigen
5. Penglihatan kabur menurun (5) 7. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
6. Diaforesis menurun (5) oksigen
7. Gelisah menurun (5) Terapeutik
8. Nafas cuping hidung menurun (5) 1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
9. PCO2 membaik (5) 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
45
10. PO2 membaik (5) 3. Siapkan dana tur peralatan pemberian oksigen
11. Takikardia membaik (5) 4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
12. pH arteri membaik (5) 5. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
13. Sianosis membaik (5) 6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
14. Pola napas membaik (5) mobilitas pasien
15. Warna kulit membaik (5) Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
Pemantau respirasi SIKI I.01014 Hal 247
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul, Cheyne – Stokes, Biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
46
dokumentasi)
2. Berikan obat oral sebelum makan atau setelah makan,
sesuai kebutuhan
3. Campurkan obat dengan sirup, jika perlu
4. Taruh obat sublingual di bawah lidah pasien
Edukasi
1. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping sebelum pemberian
2. Anjurkan tidak menelan obat sulingual
3. Anjurkan tidak makan/minum hingga seluruh obat
sublingual larut
4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat
secara mandiri
3. Hipervolemia Keseimbangan Cairan SLKI L03020 Manajemen Hipervolemia SIKI I.03114 Hal 181
(SDKI D.0022 Hal 41 Observasi
Hal 62) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
3x24 jam masalah Hipervolumia dapat 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
teratasi dengan 3. Monitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP,
Kriteria Hasil: PAP, PCWP, CO jika tersedia
1. Asupan cairan meningkat (5) 4. Monitor intaje dan output cairan
2. Haluaran urine meningkat (5) 5. Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN,
3. Kelembapan membran mukosa hematocrit, berat jenis urine)
meningkat (5)
49
4. Asupan makanan meningkat (5) 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
5. Edema menurun (5) 7. Monitor kecepatan infus secara ketat
6. Dehidrasi menurun (5) 8. Monitor efek samping diuretik
7. Asites menurun (5) Therapeutik
8. Konfusi menurun (5) 1. Timbang berat bada setiap hari pada waktu yang sama
9. Tekanan darah membaik (5) 2. Batasi asupan cairan dan garam
10. Denyut nadi radial membaik (5) 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
11. Tekanan arteri rata – rata membaik (5) Edukasi
12. Membran mukosa membaik (5) 1. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam
13. Mata cekung membaik (5) dalam 6 jam
14. Tugor kulit membaik (5) 2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
15. Berat badan membaik (5) 3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuritik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy
Pemantauan cairan SIKI I.03121 Hal 238
Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
50
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Defisit Nutrisi Status Nutrisi SLKI L.03030 Hal 121 Managemen Nutrisi SIKI I.03119 Hal 200
(SDKI D.0019 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
Hal 56) selama 3x24 jam diharapkan defisit nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
meningkat 2. Identifikasi alergi dab toleransi makanan
51
6. Pola Nafas Tidak Pola Napas SLKI L.01004 Hal 95 Pemantauan Respirasi SIKI I.01014 Hal 247
Efektif (SDKI Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
D.00050 Hal 26) selama 3 x 24 jam, maka pola napas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
1. Ventilasi semenit menurun hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
2. Dispnea menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
3. Penggunaan otot napas menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
4. Frekuensi napas membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
5. Kedalaman napas membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
57
58
2.3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi adalah
pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik, tahap
implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada
nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping, selama tahap implementasi
perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan
yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan. Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan.
58
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR
3.1 PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. Siti
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SLTA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Kalimantan
Tgl MRS : 14 Oktober 2023
Diagnosa Medis : CHF
2. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1) Keluhan Utama :
1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 103 x /menit, napas : 27x /mnt, SpO2 94% Kebiasaan minum :
TD: 138/85 mmHg Bunyi Nafas : Ronchi Intake: 800-1000 CC /hari
Pernapasan : Dispneu Output: 500/550 (7 jam)
Sputum : ada Jenis : Air mineral
Sirkulasi oksigen : Turgor kulit : Baik
Dada : Simetris Mukosa mulut : Baik
60
Maltosa : Tidak ada Kondisi gigi/gusi : Baik Keadaan vulva perineal : tidak terkaji
Penampilan lidah : tampak kurang bersih Keluhan saat ini : Tidak ada
Bising usus 15 x /mnt Iritasi kulit : Tidak ada
Makanan /NGT/parental (infuse) : NaCL 20 lpm Luka bakar : Tidak ada
(dimulai tgl 18 Oktober 2023- J. Cairan : 1.500 cc Keadaan luka : Tidak ada
Dipasang di: Tangan kanan Lain lain : penampilan klien tampak kurang rapi
Porsi makan yang dihabiskan : dan bersih
Ο dll…………………………………. Ο dll………………………………….
/hari.
Lain – lain……………………………………
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο dll……………………………. keperawatan
Masalah Kepewatan
Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
10. KEAMANAN
9. NEUROSENSORI
Rasa Ingin Pingsan /Pusing : Tidak ada Alergi /sensitifitas : Tidak ada reaksi : Tidak ada
Stroke ( Gejala Sisa ) : Tidak ada Perubahan sistem imun sebelumnya : Tidak ada
Kejang : Tidak ada Tife : Tidak ada Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : Tidak ada
Agra : Tidak ada Frekuensi : Tidak ada Perilaku resiko tinggi : Tidak ada
Status Postikal : Tidak ada Cara mengontrol : - Transfusi darah /jumlah : Tidak ada
Status mental : Baik Waktu : Baik Gambaran reaksi : Tidak ada
Tempat : Baik orang : Baik Riwayat cedera kecelakaan : Tidak ada
Kesadaran : Composmetis Fraktur /dislokasi sendi : Tidak ada
63
Memori saat ini Baik, yang lalu : Baik Artritis /sendi tak stabil : Tidak ada
Kaca mata : Tidak ada Kotak lensa : Tidak ada Masalah punggung : Tidak ada
Alat bantu dengar : Tidak ada Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : Baik Pembesaran nodus : Tidak ada
Facial Drop : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada Kekuatan Umum : Tampak berbaring, terpasang
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : Tidak ada infus NaCL 20 tpm pada kaki bagian kanan
Postur : Baik Kordinasi :Baik Cara berjalan : klien hanya bisa duduk diatas
Refleks Patela Ki /Ka : Kaki kiri +1, Kaki kanan +1 tempat tidur
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : Baik Rem : Tidak ada
Kernig Sign : Tidak ada Babinsky : Tidak ada Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : Tidak ada
Chaddock : Tidak ada Brudinsky : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
keperawatan keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi
11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak ada Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak ada
Penggunaan kondom : Tidak ada Penggunaan kondom : Tidak ada
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Tidak ada Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Tidak
Wanita : ada
Usia Menarke : …… thn, Lama siklus : ……..hari Pria : Tidak terkaji
Lokasi : …………………………………….. Rabas penis : ……… Gg Prostat : ……………..
Periode menstruasi terakhir : ……………………. Sirkumsisi : …………….. Vasektomi : ………..
Menopause : ………………………………………. Melakukan pemeriksaan sendiri : ………………
Rabas Vaginal : …………………………………… Payudara test : …………………………………
Perdarahan antar periode : ……………………… Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : ……
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / ………………………………………………….
mammogram : …………………………………… ………………………………………………….
Tanda ( obyektif ) Tanda ( obyektif )
Pemeriksaan : …………………………………. Pemeriksaan : ………………………………….
Payudara /penis /testis : ………………………. Payudara /penis /testis : ……………………….
64
2) Status Neurologis :
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : Klien dapat mencium aroma minyak kayu
putih
Nervus Kranial II : Klien dapat melihat dengan jelas
Nervus Kranial III : Klien dapat menggerakan bola mata keatas
dan kebawah
Nervus Kranial IV : Klien dapat menggerakan bola mata kekiri dan
kekanan
Nervus Kranial V : Klien dapat mengunyah
Nervus Kranial VI : Klien dapat membedakan rasa makanan
Nervus Kranial VII : Klien dapat tersenyum
Nervus Kranial VIII : Klien dapat mendengar dengan baik
Nervus Kranial IX : Klien dapat menelan dengan baik
Nervus Kranial X : Klien dapat berbicara dengan baik dan lancar
Nervus Kranial XI : Klien dapat menggerakan leher kekiri dan
kekanan
66
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : Baik
e) Sensibilitas
Nyeri : Tidak ada
4) Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas terbatas
Kekuatan :5 5
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : Positif
d) Refleks Patologis
- Babinsky : Baik
- Chaddock : Baik
- Gordon : Baik
- Oppenheim : Baik
- Schuffle : Baik
5) Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : Tidak ada
b) Brudzinksky I & II : Tidak ada
c) Lassaque : Tidak ada
67
Keterangan:
:Laki-laki
:Perempuan
:Tinggal Serumah
: Klien
:Meninggal
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : 16-10-2023
kehilangan darah.
Mahasiswa
70
ANALISA DATA
DS: klien mengatakan sesak napas Ventrikel kanan gagal Intoleransi Aktivitas
dan batuk berdahak memompa darah dari paru (SDKI. D.0056. Hal
71
128)
DO: Tekanan sirkulasi paru
- klien tampak lemas saat bergerak/ berkurang
melakukan aktivitas
- klien tampak ngos-ngosan saat Cairan terdorong
bergerak keparu/alveoli
- klien tampak gelisah
- klien tampak pucat Edema paru
- ADL klien dibantu perawat
Suplai O2 menurun
- TTV :
TD : 138/85 mmHG Sesak napas, kelelahan
N : 103 x/menit
S : 36,6 ° C Intoleransi aktivitas
RR : 27 x/menit
SPO2 : 97%
PRIORITAS MASALAH
72
1. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan Obstruksi Jalan Napas dibuktikan
dengan klien mengatakan sesak napas dan batuk berdahak, Terdengar suara napas Ronchi,
Napas klien tampak cepat (Takipnue), Klien tampak sesak napas (dispnue), Tampak retraksi
dinding Dada, TTV : TD : 138/85 mmHG, N : 103 x/menit, S : 36,6 ° C, RR : 27 x/menit,
SPO2 : 97%
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas dibuktikan dengan
klien mengatakan sesak napas dan batuk berdahak, Napas klien tampak cepat (Takipnue),
Klien tampak sesak napas (dispnue), Tampak retraksi dinding Dada, Tampak pernapasan
cuping hidung, Klien tampak gelisah, Klien tampak pucat, Terpasang oksigen SM 8 lpm,
TTV: TD : 138/85 mmHG, N : 103 x/menit, S : 36,6 ° C, RR : 27 x/menit, SPO2 : 97%
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen dibuktikan dengan klien tampak lemas saat bergerak/ melakukan aktivitas, klien
tampak ngos-ngosan saat bergerak, klien tampak gelisah, klien tampak pucat, ADL klien
dibantu perawat TTV : TD : 138/85 mmHG, N : 103 x/menit, S : 36,6 ° C, RR : 27
x/menit, SPO2 : 97%
-
73
DIAGNOSA
NO. TUJUAN (KRITERIA HASIL) INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak Pola nafas SLKI (L.08066 hal 145 ) Pemantauan Respirasi (SIKI I.01014 Hal 247)
efektif berhubungan Setelah di lakukan tindakan selama 1x7 jam di harapkan Observasi:
dengan hambatan inspirasi/ekspirasi tidak memberikan ventilasi adekuat 1. Monitor pola nafas
upaya nafas ( SDKI, dengan kriteria hasil : 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
D.0005 hal:26 ) 1. Dispnea menurun skor 5 napas
2. Penggunaan alat bantu otot nafas menurun skor 5 3. Monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD
3. Pernafasan cuping hidung menurun skor 5 4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Frekuensi nafas membaik skor 5 5. Monitor produksi sputum
5. Kedalaman nafas membaik skor 5 Terapeutik
6. Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
klien
Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
8. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Bersihan jalan Bersihan Jalan Napas SLKI L.01001 Hal 18 Menajemen jalan nafas (SIKI I.01011 hal: 186)
napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam Observasi:
Jalan nafas tetap efektif. 1. Monitor pola napas
Kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan
1. Batuk efektif meningkat : (5) 3. Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
2. Produksi sputum menurun : (1) Terapeutik
3. Gelisah menurun : (1) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Frekuensi napas membaik : (5) 2. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Pola napas membaik : (5) 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
5. Berikan oksigen, jika perlu
6. Ajarkan batuk efektif
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
75
3. Diagnosa Kep 3 Toleransi Aktivitas SLKI L.05047 Hal 149 Manajemen Energi SIKI. I. (I. 05178)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
berhubungan dengan diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan Kriteria 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan hasil: mengakibatkan kelelahan
antara suplai O2 dan 1. Keluhan lelah menurun (5) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
kebutuhan oksigen. 2. Dipsnea saat beraktivitas menurun (5) 3. Monitor pola dan jam tidur
(SDKI. D.0056. Hal 3. Perasaan lemah menurun (5) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
128) 4. Frekuensi nadi membaik (5) melakukan aktivitas
76
Tanda Tangan
Hari/Tanggal/
Implementasi Evaluasi Dan
Jam
Nama Perawat
Rabu,16 Oktober Manajemen Jalan Nafas (SIKI I. 01011 Hal 187) Jam: 10.30 WIB
2023 Observasi S : klien mengatakan masih sesak
10.05 WIB 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas dan batuk berdahak
Diagnosa 2 napas) O:
2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, - Ronchi berkurang
mengi, weezing, ronkhi kering) - Napas klien masih tampak cepat
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma) (Takipnue)
Terapeutik - Klien masih tampak sesak napas
4. Memberikan Posisi semi-Fowler atau Fowler (dispnue)
5. Mmemberikan minum hangat - retraksi dinding dada berkurang
6. Memberikan oksigen nasal canul 3 lpm - TTV :
Edukasi TD : 140/92 mmHG
7. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak N : 102 x/menit
kontraindikasi. S : 36,4 ° C
Kolaborasi RR : 25 x/menit
8. Berkolaborasi pemberian bronkodilator SPO2 : 97%
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi1,2,3,4,5,6,7,8
79
Tanda Tangan
Hari/Tanggal/
Implementasi Evaluasi Dan
Jam
Nama Perawat
Rabu,16 Oktober Manajemen Energi SIKI. I. (I. 05178) Jam: 10.30 WIB
2023 Observasi S: klien mengatakan masih sesak
10.05 WIB 1. Mengidentifkasi gangguan fungsi tubuh yang napas dan batuk berdahak
Diagnosa 3 mengakibatkan kelelahan O:
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional - Klien masih tampak lemas saat
3. Memonitor pola dan jam tidur bergerak/ melakukan aktivitas
4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama - Klien masih tampak ngos-ngosan
melakukan aktivitas saat bergerak
Terapeutik - Klien masih tampak gelisah
5. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus - Klien masih tampak pucat
(mis. cahaya, suara, kunjungan) - ADL klien masih dibantu perawat
Edukasi - TTV :
6. Menganjurkan tirah baring TD : 140/92 mmHG
7. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap N : 102 x/menit
8. Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan S : 36,4 ° C
gejala kelelahan tidak berkurang RR : 25 x/menit
Kolaborasi SPO2 : 97%
Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara A : Masalah belum teratasi
meningkatkan asupan makanan berikan diet TKTP P : Lanjutkan Intervensi1,2,3,4,5,6,7,8
80
TD : 130/82 mmHG
N : 99 x/menit
S : 36 ° C
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99%
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi1,2,3,4,5,6,7,8