Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

MODUL A

I. TUJUAN
Praktikum uji tarik ini bertujuan agar praktikan mampu mengevaluasi kelakuan
tarik suatu logam dengan cara memberi/menerapkan beban tarik pada logam. Selain itu
bertujuan agar praktikan dapat mengetahui cara-cara mendapatkan sifat-sifat mekanik
material.

II. TEORI
Beberapa sifat mekanik dari material yang akan diperoleh dari pengujian tarik adalah:
1. kekuatan (strength), antara lain:
- kekuatan tarik (tensile strength), beban maksimum yang dapat diterima oleh
material sebelum mengalami necking.
- batas luluh (yield point), tegangan maksimum yang dapat diterima oleh suatu
material sebelum terdeformasi plastis.
2. keuletan (ductility), antara lain:
- perpanjangan (elongation)
- reduksi penampang

III. DATA PRAKTIKUM

Do

Ketika mulai necking :


Diameter necking
Load (kg) Displacement (mm) (mm)
1508.789063 9.751 6.12
1505.078125 9.967 5.77
1484.765625 10.035 5.44
1477.636719 10.33333333 5.32
1471.777344 10.41733333 5.29
1449.511719 10.51833333 5.27
1430.273438 10.617 5.24
1415.429688 10.73433333 4.88
1406.542969 10.95033333 4.76
1344.238281 11.36766667 4.66
1318.359375 11.51766667 4.6
1288.476563 11.63333333 4.36
1260.9375 11.75033333 4.28
1228.613281 11.86766667 4.2
Jenis mesin tarik : Instron 1195
Beban skala penuh : 2000 kg
Panjang uji awal (lo) : 25 mm
Diameter awal (do) : 6,27 mm
Kekerasan awal : 40 HRA
Kecepatan tarik : 2 mm/detik
Luas penampang awal (Ao) = 30,876 mm2

Panjang uji setelah patahan (l1) : 33,9 mm


Diameter patahan (d1) : 3,71 mm
Kekerasan akhir : 43 HRA
Luas penampang akhir (Ai) : 10,81 mm2

Beban atas = 1212,79 kg


Beban bawah = 1097,558594 kg
Beban maximum = 1549,12 kg
Beban patah = 996,582 kg

σ = Pi/Ao e=∆Li/Lo σ=Pi/Ai εs= ln Ao/Ai


No. Di (mm) ∆ Li (mm) Ai (mm2) Pi (N) (MPa) (%) (MPa) (%)
1 6.12 9.751 29.4017 14786.24 478.891 0.39004 502.9042 0.048429
2 5.77 9.967 26.13493 14749 477.685 0.39868 564.3406 0.166209
3 5.44 9.035 23.23098 14547.12 471.147 0.3614 626.195 0.283995
4 5.32 9.033 22.21738 14480.48 468.988 0.36132 651.7635 0.328606
5 5.29 9.417 21.96752 14415.8 466.893 0.37668 656.2325 0.339916
6 5.27 9.51 21.80173 14205.1 460.0693 0.3804 651.5585 0.347492
7 5.24 9.617 21.55422 14016.94 453.975 0.38468 650.3108 0.35891
8 4.88 9.734 18.6943 13870.92 449.246 0.38936 741.9864 0.501262
9 4.76 9.95 17.78622 13780.76 446.326 0.398 774.8 0.551057
10 4.66 11.36 17.04675 13173.16 426.647 0.4544 772.7668 0.593522
11 4.6 11.518 16.6106 12920.32 418.458 0.46072 777.8358 0.61944
12 4.36 11.633 14.92254 12622.4 408.809 0.46532 845.8616 0.726609
13 4.28 11.75 14.37994 12351.92 400.049 0.47 858.9686 0.763647
1. Untuk kurva tegangan – regangan teknik
 Daerah elastis
• Titik 1
P
se = = (121,582 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2 = 38,59 Mpa
Ao

l
e= -3
lo = 0.166667 mm/ 25 mm = 6,67 x 10 = 0,667 %
• Titik 2
P
se = = (357.8125 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2 = 113,569 Mpa
Ao

l
e=
lo = 0.434 mm/ 25 mm = 0,01736 = 1,736 %
• Titik 3
P
se = = (1144.238 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2 = 363,18 MPa
Ao

l
e=
lo = (1.417 mm) / 25 mm) = 0,05668 = 5,668 %
 Daerah plastis (sebelum necking)
• Titik 4
P
se = = (1200.293kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2 = 380,971 MPa
Ao

l
e=
lo = (2.566667 mm/ 25 m)= 0,10267 = 10,267 %
• Titik 5
P
se = = (1337.402 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2= 424,896 MPa
Ao

l
e=
lo = (3.367 mm/ 25 mm)= 0,13468 = 13,468 %
• Titik 6
P
se = = (1508.301 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2) = 478,733 MPa
Ao

l
e=
lo = (5.767 mm/25 mm)= 0,23068 = 23,068 %
2. Untuk kurva tegangan – regangan sebenarnya
 Daerah plastis setelah necking
• Titik 7
P
se = = (1532.715 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2) = 486,482 MPa
Ao

l
e=
lo = (8.735 mm/ 25 mm) = 0,3494 = 34,94 %
s t = s e (e + 1) = 486,482 MPa (0,3494 + 1) = 656,459 MPa

e = ln (e + 1) = ln (0,3494 + 1)= 0,2997 = 29,97 %

• Titik 8
P
se = = (1517.48 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 mm2) = 481,646 MPa
Ao

l
e=
lo = (9.667 mm/ 25 mm)= 0,3867 = 38,67 %
s t = s e (e + 1) = 481,646 MPa (0,3867 + 1)= 667,899 MPa

e = ln (e + 1) = ln (0,3867 + 1)= 0,3269 %= 32,69 %

Selain itu, dari data dan kurva- kurva pada data pengamatan kita dapatkan:
• ultimate tensile strength, s u = (P x g)/ Ao
= (1549,12 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 x 10-6 m2
= 491688560,7Pa = 491,689 Mpa
• elongasi, e = (li-lo)/lo = (33,9 – 25)mm/ 25 mm = 0,356 = 35,6 %
• breaking stress, s f = Pf / Ao = (996,582 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 x 10-6 m2

= 316313758,3 Pa = 316,314 Mpa


• yield strength, s y = (Pdownerxg)/Ao = (1097,558594 kg x 9,8 m/s2)/ 30,876 x 10-6 m2

= 348363590,5 Pa = 348,364 Mpa


• reduction of area, q = (Ao- Ai)/Ao = (30,876 mm2 - 10,81 mm2)/ 30,876 mm2
= 0,65 = 65 %

V. ANALISIS
pada satu kesatuan material. Dari pengertian ini, kekuatan dan kekerasan sama-
sama diartikan dengan kemampuan material untuk dideformasi plastis. Oleh karena itu
kita dapat menarik kesimpulan bahwa kekerasan suatu material berbanding lurus
dengan kekuatan tariknya.
Spesimen yang akan diuji harus diukur dahulu panjang awal dan diameter
awalnya. hal ini perlu dilakukan sebagai fungsi vital untuk mengetahui elongasi dan
nilai lain dari material tersebut. Ketika pembebanan diberikan, yang harus benar-benar
diperhatikan adalah ketika akan terjadi necking (localized deformation). Kita harus
mengukur diameter spesimen tiap saat untuk mendapatkan luas penampang tiap saat
dan nilai tegangan sebenarnya.
Dari pengujian ini data yang kita dapat adalah kurva beban tarik dengan
pertambahan panjangnya. Dari data ini kita dapat mencari kurva tegangan – regangan
teknik dengan membagi kedua nilai dengan nilai yang tetap yaitu luas penampang awal
dan panjang awal. Kita perlu mengasumsikan luas penampang tetap (walau salah)
untuk mengetahui tegangan teknik secara lebih mudah. Dan nilai ini pun tidak jauh
berbeda dengan tegangan sebenarnya pada daerah sebelum necking karena laju
pengurangan diameter lebih lambat dibandingkan laju pertambahan panjang akibat
beban tarik.
Melalui kurva tegangan teknik dan regangan teknik, kita dapat membagi daerah
kurva menjadi tiga bagian, yaitu daerah pertama adalah daerah elastis, daerah kedua
adalah daerah plastis, dan daerah ketiga adalah daerah plastis setelah necking hingga
patah. Pada daerah elastis, suatu material akan kembali ke bentuk dan ukuran semula
apabila beban yang diberikan telah dihilangkan. Sedangkan pada daerah kedua,
material akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran walaupun beban yang bekerja
pada material itu telah dihilangkan. Begitupun pada daerah ketiga, material akan
mengalami perubahan bentuk dan ukuran secara permanen, hanya saja material sudah
tidak mampu menerima beban tarik yang diberikan sehingga terjadi deformasi lokal
yang tumbuh menjadi necking hingga patah.
Dalam aplikasi konstruksi, material yang digunakan disyaratkan hanya bekerja di
bawah batas luluhnya (daerah pertama). Sedangkan dalam metal forming maka daerah
kedualah yang digunakan. Daerah ketiga digunakan biasanya dalam penelitian dan
hampir tidak digunkan dalam aplikasi teknik.
Kurva tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya kita cari untuk mendapatkan
hubungan sebenarnya dari tegangan dan regangan sesudah batas luluh dan sebelum
necking (daerah kedua). Hal ini berkaitan dengan metal forming. Karena kurva
tegangan – regangan sebenarnya berada di atas kurva teknik sehingga kita mengetahui
secara pasti berapa tegangan yang harus diberikan untuk merubah bentuk material
logam (metal forming) dengan pertambahan panjang tertentu.
tegangan yang dibutuhkan untuk menggerakkannya semakin besar pula. Oleh
karena itu pada kurva bagian atas, fluktuasi ini tidak telihat jelas lagi. Termasuk pula
apabila konsentrasi atom pengotornya lebih banyak (berkadar sedang atau tinggi).
Peristiwa pengerasan regangan material ini disebut strain hardening. Strain hardening
ini dapat kita buktikan dengan melakukan uji keras pada daerah yang mengalami
deformasi lokal.
Pada titik dimana beban maksimum yang mampu diterima oleh material tepat
terlampui, maka akan terlihat fenomena necking. Fenomena ini terjadi karena titik
terjadinya necking adalah titik terlemah dari material uji yang mampu menerima beban
tarik. Sehingga tegangan terkonsentrasi pada titik ini dan terjadi deformasi lokal. Pada
titik necking ini, kita akan dapatkan bahwa besarnya regangan sebenarnya sama dengan
koefisien strain hardeningnya.
Saat peristiwa patah, kita dapat melihat bekas patahan pada spesimen. Penampang
patahan yang dekat sumbu akan patah tegak lurus terhadap penampang melintangnya
sedangkan pada daerah jari-jarinya akan membentuk patahan dengan kemiringan
sekitar 45 ° . Karena besarnya tegangan geser yang bekerja menyebabkan dislokasi lalu
deformasi plastis akan maksimum pada sudut 45 °

VI. KESIMPULAN
kuat, atau lunak.
3. dengan hasil uji tarik kita dapat memperkerjakan material pada daerah yang
ditentukan. Misalnya untuk material konstruksi, beban yang diterima material harus
dibawah kekuatan luluhnya dan untuk metal forming kita harus bekerja pada daerah
plastisnya.

Dan dengan gaya beban tarik yang dibagi dengan luas permuakaan tiap saat dan
pertambahan panjang dibagi dengan panjang tiap saat, didapat:
kurva tegangan - regangan sebenarnya

90

80

70

60
tegangan sebenarnya

50

40

30

20

10

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
regangan sebenarnya

1. a. pada kurva uji tarik yang didapat, kita dapat membaginya menjadi tiga daerah,
yaitu:
o Daerah I , adalah daerah dari titik awal hingga titik luluhnya. Merupakan
daerah elastis dimana material uji dapat kembali kembali kebentuk awalnya
apabila beban tarik yang bekerja pada material dihilangkan. Pada daerah ini
berlaku hukum Hook, dimana kekuatan material ditentukan oleh kekuatan
ikatan antar atomnya. Kita pun dapat mencari modulus elastisitas material
melalui tangen sudutnya.
o daerah II, adalah daerah dari batas luluhnya hingga tegangan maksimumnya.
Pada daerah ini material mengalami deformasi plastis homogen (universal
deformation) dan peristiwa strain hardening.
o daerah III, adalah daerah dari titik ultimate tensile strength hingga titik
patahnya. Pada daerah ini terjadi deformasi lokal (localized deformation) yang
menyebabkan necking(pengecilan setempat) pada spesimen.
Sedangkan pada kurva tegangan – regangan sebenarnya, grafik akan tetap
naik setelah kekuatan tarik karena memperhitungkan perubahan luas penampang
setiap saat. Pada daerah plastis ini akan akan terlihat nilai tegangan dan regangan
sebenarnya yang selalu lebih besar daripada tegangan dan regangan teknis.
b. Sifat-sifat mekanik yang didapat adalah :
 Batas luluh (yielding point)
 Tegangan tarik (tensile strength)
 Perpanjangan (elongation)
 Reduksi penampang (reduction of area)
 Modulus elastisitas
Dengan nilai-nilainya terdapat pada bab data dan perhitungan.

3. Kita tidak dapat langsug menghitung modulus elastisitas dari material tesebut
karena data dan grafik yang diperoleh masih dalam hubungan beban dan
pertambahan panjang. Kita harus merubahnya dulu ke dalam grafik tegangan –
regangan teknik. Sehingga kita akan dapatkan modulus elastisitasnya.

4. a. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi adalah:


 Ketidaktelitian dan kesalahan paralaks dalam mengukur panjang dan diameter
awal dan akhir
 Sulitnya mengukur diameter tiap saat ketika terjadi necking. Pencatatan yang
tidak bersamaan antara diameter necking, pembebanan, dan perpanjangan
spesimen.
 Kecepatan tarik yang tidak tetap dari mesin uji universal dan tidak adanya
extensometer. Selain spesimen, mesin uji tarik pun mengalami beban tarik
pula.
b. modulus elastisitas dapat ditentukan dengan menghitung tangen sudut kurva
elastisnya (relatif linear) ataupun dengan persamaan:

s
E=
e
VIII. TUGAS TAMBAHAN
 Penentuan nilai K (koefisien kekuatan) dan n (koefisien strain hardening):

y = 1.3794x - 10.22
0
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8
-2

-4

-6

-8

-10

-12

n
diketahui persamaan tegangan alir: s t = K e

= Û ln s t = ln K + n ln e
dengan cara regresi lineardidapat persamaan garis: y=1,3794x - 10,22
jadi: koefisien strain hardening (n) = 1,3794
koefisien kekuatan (K)  ln K = - 10,22
K = 3,643 x 10-5
 Jarak dislokasi =
 Gambar fenomena Luders Band:
DAFTAR PUSTAKA

Callister, William ”Materials and Science Engineering”, McGraw-Hill Book Co.


Dieter, G.E “Mechanical Metallurgy”, McGraw-Hill Book Co.

Anda mungkin juga menyukai