Anda di halaman 1dari 184

CARA MUDAH MENULIS

KRITIK DAN ESAI


SASTRA INDONESIA

Oleh:
Prof. Dr. Heri Suwignyo, M.Pd
Dr. Karkono, S.S, M.A
Dewi Ariani, S.S., S.Pd., M.Pd
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Penulis : Prof. Dr. Heri Suwignyo, M.Pd


Dr. Karkono, S.S, M.A
Dewi Ariani, S.S., S.Pd., M.Pd
ISBN : 978-623-97684-9-2
Designer Cover : Muhammad Ardian Zuheri
Editor : Citra Kurniawan
Layouter : Eka Tresna Setiawan

Cetakan Pertama: November 2021


Hak Cipta 2021, Pada Penulis
Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang
Copyright © 2021
Ukuran: 15.5 x 23 cm; Hal: vi + 178 halaman
All Right Reserved

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau


memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Penerbit:
Academia Publication
Sekaran-Lamongan 62261 |HP: 08973982644 - 0895335311202
Email: academiapub9@gmail.com | Web: www.academiapublication.com
Anggota IKAPI: 286/JTI/2021
KATA PENGANTAR

Buku ajar Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia ini diniatkan
untuk memberikan panduan praktis bagi mahasiswa agar mahir menulis kritik
dan esai di bidang bahasa dan sastra Indonesia, terutama sastra Indonesia. Fakta
di Jurusan Sastra Indonesia menunjukkan bahwa belum tersedia bahan ajar
menulis kritik bahasa dan sastra Indonesia. Padahal kebutuhan adanya bahan ajar
dalam bentuk buku ajar, modul, panduan penulisan kritik dan esai bahasa dan
sastra Indonesia tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Buku ajar ini dikemas dalam 4 empat bab, yakni bab I memberikan
penguatan pemahaman tentang teks kritik dan esai, bab II memberikan tahapan
berjenjang tentang praktikum menulis kritik prosa fiksi secara terbimbing-
mencontoh atau meniru, secara semi terbimbing-mengubah-memodifikasi, dan
secara mandiri-mengganti atau mengkreasi. Pada bab III diberikan prosedur
piramidal praktikum menulis kritik puisi secara terbimbing-meniru. Secara semi
terbimbing-memodifikasi, dan secara mandiri-mengganti-mengkreasi. Di bab IV
atau bab terakhir diberikan penguatan tahapan praktikum menulis esai puisi atau
prosa fiksi sastra Indonesia.
Pada bab II, III, dan IV diberikan langkah persiapan dan praktikum menulis.
Pada langkah persiapan mahasiswa diberi kesempatan mengakses berbagai
bahan rujukan yang disediakan atau disiapkan file PDF atau yang tersedia link
di internet. Hasil eksplorasi dan hasil mengakses berbagai sumber informasi
diarahkan untuk penyusunan kerangka teks kritik atau teks esai. Berdasarkan
kerangka teks kritik dan esai, mahasiswa melaksanakan projek menulis teks kritik
dan esai sastra Indonesia yang siap dipublikasikan.
Pada bagian akhir bab I, II, III, dan IV diberikan latihan dan tugas. Latihan
berisi penguatan dari pengalaman belajar yang dilakukan intensif oleh mahasiwa,
sedangkan tugas bersifat pengayaan. Dengan diberikannya tugas, mahasiswa
dikondisikan untuk menambah bacaan dan kompe-tensinya di luar pengalaman
belajar yang diikuti.

iii
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Buku ajar Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia ini disusun
dengan menekankan pada keaktifan kegiatan, keaktifan berlatih, dan keaktifan
mengerjakan tugas. Oleh karena itu, struktur atau sistematika buku ajar ini
dipilah menjadi 4 (empat) unsur, yakni dimulai dengan tujuan, pengalaman
belajar, melakukan perlatihan, dan mengerjakan tugas. Berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa buku ajar yang berbasis aktivitas jauh lebih bermakna
daripada buku ajar yang berbasis materi atau isi pembelajaran.
Buku ajar Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia ini adalah
jawaban nyata atas pertanyaan bagaimanakah seharusnya mahasiswa belajar
menulis kritik dan esai dengan aktif, berjenjang, dan prosedural. Buku ajar ini
memandu mahasiswa untuk memahami teks kritik dan teks esai terlebih dahulu,
menulis kritik/esai secara terbimbing-meniru, menulis kritik/esai secara semi
terbimbing-mengubah-memodifikasi, dan menulis kritik/esai secara mandiri-
mengganti-mengkreasi. Tahap menulis kritik/esai secara mandiri adalah tahap
terakhir dari strategi pembelajaran tut wuri handayani Ki Hadjar Dewantara.
Tentu untuk mencapai tahap mandiri dan mengkreasi diperlukan dua tahap yang
mendahuluinya, yakni tahap menulis kritik/esai secara terbimbing dan tahap
menulis kiritik/esai secara semi terbimbing dilengkapi dengan latihan dan tugas-
tugas. Dengan struktur buku ajar demikian diduga kuat mahasiswa lebih cepat
dan mudah menulis teks kritik dan teks esai sastra Indonesia.

Malang, 25 Juli 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................v
BAB 1 MEMAHAMI TEKS KRITIK DAN TEKS ESAI SASTRA............................ 1
A. TUJUAN..................................................................................................................1
B. PENGALAMAN BELAJAR......................................................................................1
1. Membaca Teks Kritik.........................................................................................2
2. Membaca Teks Esai...........................................................................................3
3. Menyusun Anatomi Teks Kritik dan Esai Sastra...........................................12
C. MELAKUKAN PERLATIHAN..............................................................................13
D. MENGERJAKAN TUGAS.....................................................................................14
BAB II MENULIS KRITIK PROSA FIKSI DENGAN TERBIMBING,
SEMI TERBIMBING, DAN MANDIRI................................................................ 15
A. TUJUAN................................................................................................................15
B. PENGALAMAN BELAJAR....................................................................................15
1. Membaca Teks Kritik.......................................................................................16
2. Menulis Kritik Prosa Fiksi Terbimbing -- Meniru.........................................24
3. Menulis Kritik Prosa Fiksi Semi Terbimbing--Mengubah ...........................30
4. Menulis Kritik Prosa Fiksi Mandiri-- Mengganti ..........................................38
C. MELAKUKAN PERLATIHAN .............................................................................46
D. MENGERJAKAN TUGAS.....................................................................................46
BAB III MENULIS KRITIK PUISI DENGAN TERBIMBING,
SEMI TERBIMBING, DAN MANDIRI................................................................ 47
A. TUJUAN................................................................................................................47
B. PENGALAMAN BELAJAR....................................................................................47

v
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

1. Membaca Teks Kritik Puisi.............................................................................47


2. Menulis Kritik Puisi Terbimbing – Meniru....................................................50
3. Menulis Kritik Puisi Semi Terbimbing—Mengubah ....................................59
4. Menulis Kritik Puisi Mandiri—Mengganti....................................................69
C. MELAKUKAN PERLATIHAN..............................................................................85
D. MENGERJAKAN TUGAS.....................................................................................94
BAB IV MENULIS ESAI PUISI ATAU PROSA FIKSI....................................... 103
A. TUJUAN..............................................................................................................103
B. MENULIS TERBIMBING-MENIRU..................................................................107
C. MELAKUKAN PERLATIHAN............................................................................109
D. MENGERJAKAN TUGAS...................................................................................139
GLOSARIUM...........................................................................................................161
INDEKS...................................................................................................................169
DAFTAR RUJUKAN................................................................................................173
BACAAN PENGAYAAN..........................................................................................175
TENTANG PENULIS...............................................................................................177

vi
BAB 1
MEMAHAMI TEKS KRITIK DAN
TEKS ESAI SASTRA

A. TUJUAN
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini Anda mampu mengidentifikasi (1)
ciri teks kritik dan teks esai, (2) unsur isi teks kritik dan isi teks esai, (3) unsur
kebahasaan tek kritik dan teks esai, dan (4) menyusun anatomi teks kritik dan
teks esai sastra.

B. PENGALAMAN BELAJAR
Sebenarnya dalam dunia kepenulisan, secara umum menulis kritik dan
esai tidak semata tentang sastra, tetapi dapat tentang berbagai bidang keilmuan,
misalnya sosial-politik-ekonomi-pendidikian, budaya, teknologi dan sains. Itulah
sebabnya, di berbagai media dengan mudah dapat ditemukan berbagai teks atau
tulisan kritik dan esai tentang masalah sosial, budaya politik, sain dan sebagainya.
Saat ini ,secara khusus karya kritik sastra masih banyak yang rancu pemahamannya
dengan apresiasi. Karya kritik, termasuk di dalamnya esai, masuk dalam ranah
dunia pemikiran karya sastra, sedangkan apresiasi masuk dalam ranah dunia
penikmatan atau penghayatan karya sastra. Dalam sejarah kritik sastra Indonesia,
pernah digunakan istilah yang sepadan artinya dengan kritik, misalnya telaah,
sorotan, ulasan, kajian, studi, pengkajian dsb. Juga istilah resensi karya sastra.
Salah satu perbedaan antara karya kritik, apresiasi, dan resensi sastra adalah
pada tujuannya. Karya ulasan yang bertujuan memberikan timbangan baik dan
buruk pada kualitas karya sastra adalah kritik sastra. Karya ulasan yang bertujuan
menikmati, menghargai sisi-sisi baik pada karya sastra menjurus pada karya
apresiasi. Karya ulasan yang cenderung memberikan komentar atas kelebihan
pada karya sastra untuk tujuan promosi/komersial cenderung menjurus pada
karya resensi. Karya ulasan yang bertujuan menunjukkan sisi buruk kualitas suatu
karya sastra cenderung menjurus pada karya celaan, atau cemoohan.

1
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Dalam buku ini, berbagai ragam pengertian tentang kritik, apresiasi dan
resensi didudukkan sebagai wawasan dasar saja. Yang lebih bermakna adalah
bagaimana menulis kritik dan esai disikapi dan direalisasi sebagai sebuah
sistem. Di dalamnya menyangkut komponen objek materia karya sastra, proses
mengkritik, dan formulasi hasilnya. Objek material karya sastra yang dikritik
adalah genre puisi, prosa fiksi, dan drama; proses mengkritik karya sastra haruslah
memenuhi kegiatan (a) mengidentifikasi, (b) menganalisis, (c) menginterpretasi
atau menafsirkan, dan (d) menilai. Fomulasi hasil mengkritik dapat diwujudkan
dalam berbagai bentuk baik akademik-formal, maupun popular-nonformal.
Berikut ditampilkan contoh teks atau karya kritik dan teks atau karya esai sastra
Indonesia yang diambil dari majalah sastra Horison.

1. Membaca Teks Kritik


Karya kritik F. Rahardi terdiri atas 23 paragraf
dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yakni
pembuka, inti, dan penutup. Teks terdiri atas 6
bagian yang ditandai dengan tanda tiga bintang
(***). Bagian pertama (pembuka kritik) terdiri
atas dua paragraf. Bagian 2—5 (inti kritik) terdiri
atas 19 paragraf, dan bagian 6 (penutup kritik)
terdiri atas 2 paragraf.

Silahkan Scan QR Code ini untuk


mengunduh file scan“Ronggeng Pembuka Kritik (bagian pertama: 2 paragraf)
Dukuh Paruk - Cacat Latar yang
Fatal” atau klik
Kritik dibuka dengan memberikan kesan
utama tentang latar suasana alam perdesaan
https://bit.ly/cacatlatarronggeng
dengan lingkungan flora dan fauna dengan
lukisan bahasa yang bagus dan menarik. Unsur lain, yakni kerangka cerita,
tema, alur, karakter tokoh tidak terlalu luar biasa. Komentar terhadap latar juga
dominan. Akhir paragraf 1 diakhiri dengan penilaian sayang sekali bahwa
ternyata dalam latar yang kuat dan bagus tersebut tersembunyi cacat yang
sangat fatal, berupa kesalahan penamaan yang kurang cermat maupun
keteledoran
Di paragraf dua ditetapkan kriteria penilaian bahwa novel RDP
adalah sebuah novel realis. Oleh sebab itu, kesalahan, kejangggalan, dan
kekurangcermatan tentu mengganggu.
F. Rahardi (kritikus) menganalisis kesalahan, kejanggalan, serta
kekurangcermatan pengarang (Ahamad Tohari) dalam karya Ronggeng Dukuh
Paruk (RDP). Teknik yang digunakan adalah menyebut halaman serta alinea

2
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

langsung ke permasalahan yang dibahas/tidak mengutip langsung.


Inti Kritik (bagian kedua sampai dengan bagian kelima: 19 paragraf)
Di bagian dua dianalisis kesalahan/kekurangcermatan penggambaran
latar flora dan satwa. Di bagian tiga, dianalisis kesalahan/kekurangcermatan
penggambaran lingkungan perdesaan, tentang makanan singkong, tempe
bongkrek, dsb. Di bagian 4 dianalisis kejanggalan penggambaran tentang
ronggeng, lampu, perangkat wayang, dan perangkat pamong. Di bagian 5 analisis
kejanggalan diarahkan pada penggambaran Dukuh Paruk, ketidakakraban
pengarang terhadap musim dan serangga. Puncak kecerobohan dideskripsikan
pada paragraf terakhir bagian penilaian (paragraf 19). Dinyatakan oleh F.
Rahardi bahwa puncak dari kecerobohan penulis adalah di hal. 51 dan 106.
Pengarang menyebut semut “burangrang” padahal itu tidak ada, yang ada
semut ngangrang (JW).
Penutup Kritik (bagian 6 terdiri atas 2 paragraf)
Penilaian diberikan kritikus di bagian enam, paragraf pertama. Masih
banyak memang kejanggalan-kejanggalan yang saya temukan, tetapi tak dapat
semuanya dapat dibahas di sini. Sebab kalau semua dibahas, bahasan tersebut
salah-salah akan jadi sebuah novel. Motivasi diberikan di paragraf kedua
bagian enam. Dinyatakan oleh kritikus, “Tapi tentu saja Ahmad Tohari tak
harus berkecil hati, meskipun di masa mendatang lebih dituntut berhati-hati.”
2. Membaca Teks Esai
Berikut disediakan file teks esai Masalah
Perdesaan dalam Sastra Indonesia karya Jakob
Sumardjo. Karya esai yang berjudul Masalah
Perdesaan dalam Sastra Indonesia terdiri atas
17 paragraf. Teks terbagi dalam 3 bagian tanpa
tanda. Bagian 1 (pembuka) mencakup 4 paragraf,
bagian 2 (inti) mencakup 9 paragraf, dan bagian
3 (penutup) mencakup 1 paragraf.

Silahkan Scan QR Code ini Pembuka Esai


untuk mengunduh file scan
“Masalah Pedesaan dalam Esai dibuka dengan pemberian pandangan
Sastra Indonesia” atau kliktentang fungsi sastra sebagai cermin kehidupan
https://bit.ly/esaipedesaan suatu masyakat (Indonesia) ditemukan di 3
paragraf pertama–ingat fungsi mimetis. Masalah
dipertanyakan dalam paragraf 4, mengapa dalam sastra Indonesia Modern
jarang dijumpai penggambaran masyarakat perdesaan–masalah fenomena
yang muncul secara umum waktu itu.

3
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Inti Esai
Jakob Sumardjo (esais) memberikan argumen berupa alasan dan bukti
ilustrasi nama pengarang Indonesia dan karyanya dalam 9 paragraf. Alasan
asal pengarang sebagian besar dari kota–paragraf 5. Alasan rivalitas media
publikasi sastra Indonesia dan sastra daerah- paragraf 6. Alasan kurangnya
fungsi sosial sastra Indonesia, diberi bukti ilustrasi beberapa pengarang
a.l.Bastari Asnin, Toha Mochtar, Bokor Hutasuhut, Iwan Simatupang. Alasan
urbanisasi dan nostalgia–paragraf 8 dan 9. Masalah selera pembaca, kurang
relevannya masalah perdesaan dalam satra Indonesia, pengarang Indonesia
kurang terlibat dalam masalah perdesaan–paragraf 10 sampai paragraf 13
Penutup Esai
Pemberian simpulan dan pandangan penulis esai (Yakob Sumardjo)
ditemukan di paragraf terakhir – paragraf 14. Dinyatakan bahwa … kurang
digarapnya masalah (perdesaan) dalam sastra Indonesia sekitar peristiwa itu
(G30--S PKI) yang terjadi di desa-desa karena ketakutan pengarang terhadap
tuduhan-tuduhan politis yang merupakan masalah peka. Suatu kenyataan
sosiologis bahwa pengarang Indonesia tinggal di kota-kota sehingga kurang
menghayati problem-problem desa dalam perspektif nasional. Inilah yang
mengakibatkan kurangnya penggarapan masalah desa dalam sastra Indonesia.
Sebuah pertanyaan retoris dikemukakan oleh Yakob Sumardjo, “Mungkinkah
para pengarang merasakan ‘getar permasalahan desa’ kalau ia tidak berada di
dalamnya?”
a. Menemukan Unsur Isi
Perkembangan masyarakat modern lebih banyak menuntut bentuk
kritik sastra secara tertulis, yang tentu saja memiliki waktu serta pengaruh
yang lebih besar. Segala pembicaraan mengenai sastra, baik lisan maupun
tertulis, harus terdiri atas 4 unsur, yakni (i) data atau fakta, (ii) analisis, (iii)
inference atau kesimpulan, dan (iv) judgment atau penilaian. Makin banyak
pembicaraan tersebut memberikan data mentah semata, makin kecil
kemungkinannya untuk memberikan wawasan. Makin mantap judgment
atau penilaian suatu pembicaraan sastra, makin besar kemungkinannya
untuk menambah wawasan.
Unsur data atau fakta adalah informasi yang terdapat dalam karya
sastra atau di seputar karya sastra yang dinilai. Data dalam karya sastra
berupa data tekstual, jika prosa fiksi data tersebut adalah unsur/unit-unit
teks yang berbentuk narasi (kalimat pengarang), dialog (kalimat percakapan
oleh para tokoh/pelaku cerita), dan monolog (kalimat yang diucapkan oleh
tokoh/pelaku cerita dengan diri sendiri). Unsur tekstual prosa fiksi tersebut
menggambarkan unsur fiksional; berupa tokoh, latar, alur, gaya bahasa

4
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

pengarang, sudut pandang, tema, dan amanat cerita. Unsur tekstual prosa
fiksi dan unsur fiksional prosa fiksi (PF) adalah data yang terdapat dalam
karya sastra yang dinilai. Jika puisi data tekstual dimaksud berupa unsur
kebahasaan puisi, yakni bunyi, kata, larik, bait dan unsur-unsurnya. Unsur
lapis makna puisi berupa perasaan, nada, suasana, tema, dan amanat puisi.
Unsur data/fakta di seputar karya sastra, baik prosa fiksi mupun puisi,
berupa informasi tentang data publikasi, misalnya nama penerbit, edisi
terbit, judul, pengarang, identitas buku, misalnya ketebalan, kemasan dsb.
Reputasi karya sastra yang dinilai misalnya, penghargaan yang diperoleh,
responsi dari berbagai pihak, dimuat di berbagai medsos, misalnya surat
kabar, FB, tweeter, instragram, yuotube, video clip, trailer dsb. Data tersebut
menjadi relevan dalam pembuatan karya kritik dan esai terkait dengan
upaya meyakinkan pembaca.
Unsur analisis adalah kegiatan menguraikan,
mendetail-kan, memisahkan karya sastra
yang dinilai secara terperinci dan terurai.
Misalnya, seorang penulis kritik mengkritik
fungsi latar dalam sebuah antologi cerpen,
maka fungsi latar tidak cukup dinilai hanya
satu fungsi, tetapi harusnya lebih dari satu
fungsi. Misalnya, fungsi informatif latar terkait
dengan informasi apa, siapa, kapan, di mana,
dan bagaimana. Dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk (RDP) informasi tentang apa
dan bagaimana latar alam, latar flora dan
fauna, latar sosial perlu diuraikan. Kapan
dan di mana kejadian/peristiwa berlangsung
perlu didetailkan. Demikian juga yang terkait dengan fungsi latar yang
bersifat metaforis/psikologis. Fungsi latar yang kedua ini menyatu dengan
kegiatan interpretasi karena menyangkut pemaknaan. Pemaknaan latar
yang menyugestikan, mengisaratkan suasana/lanskap/atmosfer tertentu.
Judul-judul karya sastra, seperti Pada Sebuah Kapal karya N.H. Dini,
Tenggelamnya Kapal van der Vijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah karya
Hamka, Kemarau karya A.A Navis, Laela Nggak Mampir di New York karya
Ayu Utami dan masih banyak lagi adalah latar tempat yang cenderung
berfungsi metaforis/psikologis daripada fungsi informatif.
Unsur inference atau penyimpulan. Unsur ini sangat penting karena
dengan penyimpulan yang tepat dapat memberikan wawasan atau
pencerahan bagi pembaca kritik. Misalnya, dalam puisi Wing Karjo yang

5
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

berjudul Salju. Cermati larik-lariknya Ke


manakah pergi/mencari matahari/ketika
salju turun pohon kehilangan daun//
Ke manakah jalan/mencari lindungan/
ketika tubuh kuyup/dan pintu tertutup//Ke
manakah lari/mencari api/ketika bara hati/
padam tak berarti//ke manakah pergi selain
mencuci diri// Penyair mengekspresikan
cipta, rasa, dan karsanya dalam kata-kata:
mencari matahari, pohon kehilangan daun,
tubuh kuyup, pintu tertutup, mencari api
bara hati padam tak berarti/ke manakah
pergi selain mencuci diri. Secara koheren/
utuh kata-kata penyair itu disimpulkan
bahwa ketika seseorang telah berbuat Sumber gambarr: Good Reads
kilaf, salah, dan dosa ke manakah lagi
harus bersandar kecuali kepada Tuhan YME dan menyucikan diri dengan
bertobat.
Unsur judgment atau penilaian.
Ujung kegiatan mengkritik adalah
memberikan penilaian. Memberikan pe-
nilaian adalah memberikan kualifikasi
tertentu pada karya sastra yang dinilai
berdasarkan kriteria penilaian yang ditetap-
kan. Kriteria penilaian dapat ditentukan
dari dalam atau dari luar karya sastra. Yang
dari luar karya sastra misalnya kerumitan/
kecanggihan, kesederhanaan, kelugasan,
ke-anehan, keunikan dsb. Yang dari dalam
karya sasta, secara induktif kriteria penilaian
ditentukan dengan mengikuti poetika
pengarang, maksudnya bagaimana teknik
Sumber gambar: dan gaya pengarang dalam mengekpresikan
ensiklopedia.kemdikbud. pesan dalam karya sastranya. Dari kedua
go.id kriteria tersebut tidak ada yang lebih baik
di antara keduanya, yang penting adalah
penulis kritik haruslah melakukannya dengan konsisten. Misalnya, kritik
terhadap novel-novel Iwan Simatupang Ziarah, dan Merahnya Merah, oleh
Dami N. Toda (kritikus) memberikan penilaian bahwa ada unsur kebaruan

6
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

yang inovatif pada karya Iwan Simatupang. Berdasarkan analisis dan


interpretasi data tekstual pada novel Iwan Simatupang/kriteria penialian
dari dalam karya sastra ditemukan bahwa Iwan Siamatupang tidak
memberikan nama pada tokoh-tokohnya. Iwan Simatupang hanya memberi
nama Tokoh Kita untuk nama tokoh utama novelnya. Hal demikian oleh
kritikus disimpulkan sebagai hal baru (novelty) dalam penceritaan Novel
Indonesia Modern. Tradisi dalam penulisan novel Indonesia, tokoh cerita
selalu diberi nama yang bermacam-macam sesuai dengan karakter yang
diembannya. Kritikus memberikan penilaian ‘ada unsur kebaruan-inovatif’
pada karya Iwan Sumatupang berdasarkan pada poetika/teknik dan gaya
penceritaan Iwan Simatupang selaku pengarang. Kualifikasi penilaian yang
diberikan oleh kritikus tidaklah cukup dengan hanya menyatakan bahwa
cara bercerita pengarang x sudah bagus, sudah berhasil. Kualifikasi penilaian
yang diberikan haruslah dilengkapi dengan konsep teoretis tertentu dan
data-data teks yang dikutip dari karya sastra yang dinilai.
b. Menemukan Unsur Kebahasaan
Teks kritik dan teks esai adalah teks yang kompleks. Dinyatakan
demikian karena penulis kritik dan esai di dalam teksnya memberikan data
faktual, memberikan alasan dan bukti, memberikan tafsiran/interpretasi,
memberikan penilaian, serta bertujuan meyakinkan bahkan mempengaruhi
pembaca dan pengarangnya. Atas dasar itu unsur kebahasaan yang
digunakan mengikuti unsur isi kritik dan isi esai, yakni unsur pembuka, inti,
dan penutup. Unsur kebahasaan kritik dan esai meliputi penggunaan kata,
frasa, dan kalimat di bagian pembuka, inti, dan penutup. Sifat penggunaan
bahasa kritik dan esai adalah deskripstif, jika mengemukakan informasi
faktual, persuasif jika bertujuan mempengaruhi pembaca/ pengarang,
argumentatif jika mengemukakan argumen atau alasan dan bukti-bukti
pendukung, evaluatif jika memberikan kualifikasi tertentu pada karya yang
dinilai, bahkan bisa naratif jika bertujuan mengurutkan secara kronologis.
Penggunaan kata, frasa, dan kalimat bagian pembuka kritik dan
esai. Tidak ada pola baku tentang penggunaan unsur kebahasaan pada
bagian pembuka kritik dan esai. Dinyatakan demikian karena kritik dan esai
merupakan karya seni. Sebagai karya seni, unsur subjektivitas dan gaya/style
menjadi sangat terasa. Jika penulis kritik dan esai bertujuan menginformasikan
data atau fakta seputar karya sastra yang dinilai maka sifat bahasa yang
digunakan adalah deskriptif. Bahasa deskriptif bertujuan memberikan fakta
atau data sebagaimana ditemukan dalam paragraf pembuka kritik A.Teeuw
pada sajak Rendra: Sajak Lisong.

7
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Dalam puisi Rendra dapat kita lihat sebuah perkembangan yang cukup
jelas. Studi seorang peneliti Jerman, Dr. Rainer Carle, yang berjudul
Rendras Gedichtsammlungen (1957-1972) yang terbit tahun 1977di
Hamburg dengan cukup panjang lebar dan cermat membeberkan
perkembangan puisi Rendra sampai dengan kumpulan Blues untuk
Bonnie. Di dalam buku yang terakhir ini sudah termuat sejumnlah sajak
protes terhadap ketidakberesan masyarakat Indonesia (dan Amerika)
terhadap kemiskinan dan penderitaan manusia. Perkembangan itu
selanjutnya menjadi lebih jelas lagi dengan munculnya penyair Rendra di
kampus-kampus dan di tempat lain sebagai pembawa sajak pampletnya,
yang sebagiannya sudah diterbitkan dalam surat kabar. Protes makin
lama makin jelas menjadi pokok utama puisi dan drama Rendra; dari
istilah yang diberikannya sendiri: pamphlet penyair ciri khas puisinya
yang mutakhir sudah menjadi terang (Tergantung Pada Kata, halaman
119).
Sering dalam karya kritik yudisial maksudnya kritik yang bersifat
penghakiman pada bagian pembuka, kritikus sudah memberikan judgment
atau penilaian. Misalnya, dalam kritik Cacat Latar yang Fatal Ronggeng Dukuh
Paruk, kritikus menggunakan kata-kata evaluatif sangat bagus, sayang sekali.
Dinyatakan dalam pembukaan kesan utama yang segera timbul sehabis
membaca novel RDP karya Ahmad Tohari adalah sebuah latar yang sangat
bagus. Sayang sekali bahwa ternyata dalam latar yang kuat dan bagus tersebut
tersembunyi cacat yang sangat fatal berupa kesalahan penamaan yang kurang
cermat maupun keteledoran.
Contoh pembuka kritik atau esai yang menggunakan bahasa deskriptif
dan persuasif secara bersmaan. Deskriptif karena disampaikan data atau
fakta seputar karya sastra yang dinilai, dan persuasif karena bagian pembuka
bertujuan mempengaruhi pembaca agar tertarik dengan apa yang ditulis oleh
kritikus/esais. Cermatilah bagian pembuka esai oleh Veven Sp. Wardhana
dalam judul Burung-burung Manyar: Simbol dan Bukan Simbol berikut ini.
Sebiji roman lagi tentang revolusi telah terbit. Pengarangnya adalah
Y.B. Mangunwijaya, dan buku itu berjudul Burung-Burung Manyar
(Djambatan, 1981, 279 halaman). Roman BBM terbagi dalam tiga bagian
yang masing-masing bagian menunjukkan kurun waktu tertentu. Bagian
I (hlm. 1—46) menunjuk angka tahun 1934—1944. Bagian II (hlm 47—
154) kisaran tahun 1945—1950, dan bagian III (hlm 155—279) berkurun
masa 1966—1978.—contoh penggunaan bahasa deskriptif.
Membaca BBM awal mula yang menarik adalah nama-nama tokoh
roman yang banyak kemiripannya dengan nama-nama tokoh dalam

8
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

dunia pewayangan, terutama dalam satu petilan bagian Mahabarata.


Demikian juga peristiwa-peristiwanya banyak pesamamaannya dengan
petilan tadi, seperti juga terlintas dalam prolog atau prawayang yang
dituliskan Mangunwijaya pada bagian awal sebelum memasuki tiga
bagian tadi (Horison, No.3 Th. 1984)--contoh penggunaan bahasa
persuasif.
Penggunaan kata, frasa, dan kalimat bagian inti kritik dan esai. Pada
bagian inti kritik dan esai lazim digunakan bahasa analitis karena memberikan
detail atau perincian, argumentatif karena memberikan argumen/alasan dan
bukti, memberikan opini atau pendapat, juga deskriptif karena memberikan
dukungan kutipan tekstual. Bahkan tidak jarang di bagian inti digunakan
kombinasi penggunaan bahasa yang analitis-argumentatif, argumentatif-
persuasif dst. Cermatilah penggunaan bahasa bagian inti kritik yudisial oleh F
Rahardi berikut ini.
Berikut ini kami akan memaparkan kesalahan, kejanggalan, serta
kekurangcermatan Ahmad Tohari dalam karyanya tersebut. Dengan
pertimbangan bahwa apabila saya melakukan kutipan karya asli maka tulisan
ini akan menjadi sangat panjang, maka dalam kesempatan ini saya hanya
menyebut halaman serta alinea lalau langsung ke permasalahan yang akan
dibahas. Saya mulai dari bagian pertama novel, hal 5 alinea II, di situ penulis
menyebut bahwa “kerokot” adalah tumbuhan jenis kaktus yang hanya muncul
di sawah pada saat kemarau berjaya. Itu tidak betul. Kerokot yang tumbuh di
sawah dukuh Paruk atu nama latinnya
Alternanthera sesilis atau disebut “keremek” atau
“keramak”. Tumbuhan ini termasuk famili bayam-
bayaman (Amaranthacea) yang jauh sekali berbeda
dengan kaktus yang merupakan subfamili dari
sekulen (Succulentus) yang kesemuanya berasal
dari benua Amerika (Pereskieae, upuntieae dan
Cereeae atau Cacteae). Ini merupakan suatu
kesalahan yang cukup fatal untuk ukuran seorang
novelis yang pernah memenangkan hadiah
Sayembara Penulisan Roman DKJ dan untuk
penerbit Gramedia (Horison, No 1 Th 1982)—
contoh penggunaan bahasa analitis-argumentatif.
Penggunaan bahasa yang analitis dan argumentatif ditemukan juga
dalam bagian inti esai Veven Sp. Wardhana dalam BBM: Simbol dan Bukan
Simbol berikut ini.

9
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Usai revolusi, Teto bekerja di Pacific Oil Wells Company dan menjadi
manajer komputer, sedangkaan Atik kawin dan dikaruniai tiga anak dari
Janakatamsi. Dalam Kerjasama di bidang perminyakan inilah Teto mulai
membongkar manipulasi. Pembongkaran ini bukan dalam arti ingin
membela negara, melainkan ingin membela kejujuran dan kemanusiaan.
Mengingat sikapnya ini barangkali kita bisa membandingkan dengan
tokoh Wibisana dalam lakon Ramayana. Wibisana lebih memilih
memihak musuh negara Alengka yang dikuasai Prabu Rahwana. Berbeda
dengan Kumbakarna yang tetap setia membela negaranya dari serangan
musuh. (Dalam urut-urutan Pancasila, kedudukan ‘kemanusiaan’ lebih
dahulu dibandingkan dengan ‘persatuan’ yang terletak di bawahnya.
Asumsi tersebut diperkuat dengan perkataan Teto yang mengaku
berwarga negara “multinasional” (hlm 177) daripada berwarga negara
nasion tertentu (Horison, No 3 Th 1984)—contoh penggunaan bahasa
argumentative

Penggunaan kata, frasa, dan kalimat bagian penutup kritik dan


esai. Sama dengan penggunaan bahasa di bagian pembuka, di bagian
penutup kritik dan esai pun tidak ada pola baku. Penulis kritik dan esai dapat
memilih sifat penggunaan bahasa sesuai dengan tujuan. Jika bertujuan
merangkum atau menyimpulkan digunakan bahasa/kalimat argumentatif.
Jika bertujuan memberikan motivasi maka digunakan kalimat motivasional
atau mengombinasikan berbagai sifat penggunaan bahasa. Kritik yang baik
memang tidak bertujuan mematikan semangat pengarang, tetapi juga tidak
melenakan pengarang. Contohlah H.B Jassin yang selalu dirindukan karya
kritik dan esainya oleh para pengarang dan penyair waktu itu. H.B Jassin
dalam berbagai kritik dan esainya senantiasa memberikan penilaian baik dan
buruk suatu karya secara proporsional. Bahkan H.B Jassin terkesan mencari
dan menemukan pengarang atau penyair yang berbakat/bertalenta, tetapi
tidak produktif berkarya. Melalui karya kritik dan esainya, H.B Jassin berharap
pengarang dan penyair yang karyanya dinilai menjadi termotivasi untuk
berkarya kembali. Cermatilah bagaimana berbagai cara menggunakan bahasa
untuk menutup kritik dan esai berikut ini.

Masih banyak memang kejanggalan yang saya temukan tetapi tentu tak
dapat semuanya dibahas di sni. Sebab kalau semuanya dibahas, bahasan
tersebut salah-salah akan jadi sebuah novel tersendiri. Tentu saja penulis
punya hak untuk berdalih bahwa karya sastra atau fiksi merupakan

10
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

hasil imajinasi belaka. Jadi, boleh tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Dalih tersebut sah apabila pengarang memang sengaja membuat
kejanggalan dan kesalahan untuk menimbulkan efek humor, satire,
surealis, atau absurd – contoh bahasa argumentatif – kritik oleh F. Rahardi
Tetapi tentu saja Ahmad Tohari tak harus berkecil hati meskipun di
masa mendatang lebih dituntut untuk berhati-hati. Anda tidak sendirian
Y.B. Mangunwijaya dengan BBM-nya yang banyak dipuji-puji bahkan
memenangi hadiah di Asia Tenggara itu pun tidak luput dari cacat fatal
meskipun tidak banyak – contoh bahasa motivatif—kritik oleh F. Rahardi

M.S. Hutagalung menulis sebuah esai berjudul Makna Puisi untuk


Kehidupan Kita. Abad milineal sekarang ini adalah abad sains, teknologi,
ekonomi dan bisnis. Apa relevansinya mempelajari seni, budaya, dan sastra
khususnya puisi. M.S Hutagalung mempertanyakan apa pula perlunya
mempelajari puisi di sekolah mulai sekolah dasar sampai dengan Perguruan
Tinggi? Ketika nilai-nilai kemanusiaan merosot di situlah saatnya sastra
khususnya puisi memiliki peran penting. Cermatilah bagaimana M.S
Hurtagalung menutup esainya dengan bahasa sangat persuasif. Bahasa
persuasif bertujuan mempengaruhi pembaca untuk menyadari dan mengakui
betapa pentingnya puisi di dalam masyarakat milineal sekarang ini.
Apabila kita sudah dapat menghargai puisi atau sastra atau seni pada
umumnya, kita tak rela lagi kehilangan daya kita itu. Sebagaimana orang
yang telah melek huruf , tidak mau lagi menjadi buta huruf. Dan saya
kira tidak akan ada lagi orang tua yang akan mencegah anaknya untuk
menikmati sastra, sebab dapat menikmati sastra bukanlah berarti
menjadi sastrawan atau pengarang. Sekarang ini memang banyak orang
tua tidak menginginkan anaknya menjadi sastrwan /pengarang karena
alasan keuangan.
Rasanya sudah cukup jelas dan panjang apa yang saya kemukakan.
Rasanya tidak pantas lagi kita begitu melecehkan peranan sastra itu,
sebab begitu besar amanat yang hendak disampaikannya. Dan apabila
para pengarang mengetahui apa yang diharapkan zaman ini, sudah
jelas mereka tidak akan membuang-buang waktu untuk membuat
puisi/sajak main-main yang tidak bermakna. Meninggikan harkat
kemanusiaan, memberi kebijaksanaan kepada manusia bukanlah
tugas main-main, malah boleh dikata sebagai tugas suci. Saya kira bila
ada alumni universitas yang memilih pekerjaan sebagai pengarang

11
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

(bukan hanya unrtuk fakultas sastra) adalah wajar saja dan mungkin
dapat memberi sumbangan untuk pengembangan sastra kita. Sebab
memberikan sesuatu kebijaksanaan kepada orang sebaiknya kita lebih
banyak memiliki pengetahuan dan pengalaman daripada orang-orang
yang kita harapkan mendapatkan sesuatu dari kita (Telaah Puisi: Penyair
Angkatan Baru, 1989, hlm 1—9) –esai oleh M.S. Hutagalung—contoh
penggunaan bahasa persuasif.

3. Menyusun Anatomi Teks Kritik dan Esai Sastra


Kritik dan esai sastra memiliki banyak ragam. Dalam kritik sastra,
berdasarkan latar belakang pekerjaan kritikus dikenal kritik sastra akademik,
kritik sastra kreatif, dan kritik sastra jurnalistik. Kritik sastra akademik
biasanya dilakukan oleh kalangan akademisi: para sarjana sastra, ahli sastra
atau para calon sarjana sastra. Hasil kritik akademik ini biasanya berbentuk
skripsi, tesis, disertasi, atau buku kritik serta laporan hasil penelitian. Sejarah
kritik sastra Indonesia pernah marak dengan bentuk-bentuk kritik yang dibuat
oleh para calon sarjana sastra Universitas Indonesia, yang dikenal kritik sastra
aliran Rawamangun. Kritik sastra kreatif dilakukan oleh sastrawan sendiri,
misalnya Y.B. Mangunwijaya dalam Sastra dan Religiusitas, Linus Suryadi
A.G., Goenawan Mohamad dsb. Ciri kritik sastra kreatif adalah sistematika
penyajiannya yang beragam serta penerapan teori sastra serta wawasan ilmu
sastranya secara implisit.
Kritik sastra jurnalistik karena ulasan, pengkajian suatu cipta sastra
dimuat dalam media massa serta majalah sastra. Sesuai dengan konteksnya,
bentuk kritik ini biasanya tidak mendalam, umum, serta pendek-pendek.
Misalnya, kritik-kritik H.B. Jassin terhadap karya- karya Nugroho Noto Susanto
yang dimuat di harian Suara Karya. Pembicaraan atas sajak-sajak Toety Heraty
Noerhadi, Ulasan Linus Suryadi A.G. tentang penyair Kirdjo Mulyo di majalah
Basis, Tanggapan F. Rahardi tentang “Cacat Latar Yang Fatal dari Ronggeng
Dukuh Paruk Ahmad Tohari yang dimuat Horison dsb.
Pada prinsipnya bentuk kritik dan esai sastra akademik, kritik-esai sastra
kreatif, dan kritik-esai sastra jurnalistik memiliki struktur dan unsur isi serta
memiliki struktur dan unsur kebahasaan. Secara visual digambarkan berikut
ini.

12
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

C. MELAKUKAN PERLATIHAN
Baca dan pahami esai Veven Sp. Wardhana yang berjudul Burung-Burung
Manyar (BBM): Simbol dan Bukan Simbol dan kritik A. Teeuw yang berjudul
Pamplet untuk P dan K (PUP dan K) Rendra : Sajak Lisong
BERLATIH 1
1. Tunjukkan paragraf berapa saja yang masuk
bagian pendahuluan esai BBM dengan
memberikan alasan yang ringkas dan jelas!
2. Tunjukkan paragraf berapa saja yang masuk
bagian inti esai BBM dengan alasan yang ringkas
dan jelas!
3. Tunjukkan paragraf berapa saja yang masuk
bagian penutup esai BBM dengan memberikan
alasan yang ringkas dan jelas! Silahkan dapat mengunduh
file Scan “Pamplet untuk P
BERLATIH 2 dan K” pada kode QR atau klik
https://bit.ly/pampletPdanK
Merujuk pada hasil berlatih 1, kutiplah
1. penggunaan bahasa yang argumentatif pada bagian inti esai BBM dengan
memberikan bukti kutipan teks yang utuh,
2. penggunaan bahasa yang analitis pada bagian inti esai BBM dengan
memberikan bukti kutipan teks yang utuh,
3. penggunaan bahasa yang analitis-argumentatif pada bagian inti esai BBM
dengan memberikan bukti kutipan teks yang utuh,

13
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

4. penggunaan bahasa judgment/penilaian pada bagian pembuka, inti, dan


penutup esai BBM dengan memberikan bukti kutipan.

BERLATIH 3
1. Tunjukkan paragraf berapa saja yang masuk bagian pendahuluan kritik A
Teeuw Pamplet untuk P dan K dengan memberikan alasan yang ringkas dan
jelas!
2. Tunjukkan paragraf berapa saja yang masuk bagian innti kritik A.Teeuw
Pamplet untuk P dan K dengan alasan yang ringkas dan jelas!
3. Tunjukkan paragraf berapa saja yang masuk bagian penutup kritik A. Teeuw
Pamplet untuk P dan K dengan memberikan alasan yang ringkas dan jelas!

BERLATIH 4
Merujuk pada hasil berlatih 1, kutiplah
1. penggunaan bahasa yang argumentatif pada bagian inti kritik Pamplet
untuk P dan K dengan memberikan bukti kutipan teks yang utuh,
2. penggunaan bahasa yang analitis pada bagian inti kritik Pamplet untuk P
dan K dengan memberikan bukti kutipan teks yang utuh,
3. penggunaan bahasa yang analitis-argumentatif pada bagian inti inti Pamplet
untuk P dan K dengan memberikan bukti kutipan teks yang utuh,
4. penggunaan bahasa yang bersifat judgment/penilaian pada bagian
pembuka, inti, dan penutup kritik Pamplet untuk P dan K dengan
memberikan bukti kutipan.

D. MENGERJAKAN TUGAS
TUGAS 1
Berdasarkan bagan anatomi kritik dan esai sastra
1. Narasikan anatomi teks kritik dan esai berdasarkan struktur dan unsur
isinya!
2. Narasikan anatomi teks kritik dan esai berdasarkan struktur dan unsur
bahasanya!

TUGAS 2
1. Cari dan temukan satu judul kritik atau esai akademik kemudian identifikasi
struktur dan unsur isinya!
2. Cari dan temukan satu judul kritik atau esai kreatif kemudian identifikasi
struktur dan unsur isinya!

14
BAB II
MENULIS KRITIK PROSA FIKSI DENGAN
TERBIMBING, SEMI TERBIMBING, DAN
MANDIRI

A. TUJUAN
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini Anda mampu menulis kritik prosa
fiksi yang memenuhi kelengkapan (1) unsur isi, (2) unsur bahasa, serta (3)
kesesuaiannya dengan pendekatan yang dipilih.

B. PENGALAMAN BELAJAR
Mengadaptasi ajaran Ki Hadjar Dewantara,
pembelajaran menulis kritik dan esai dipilah atas
3 tahapan, yakni terbimbing, semi terbimbing, dan
mandiri. Tahap terbimbing diadaptasi dari laku among
Ing Ngarsa sung Tuladha (di depan memberikan
contoh, model atau teladan dengan cara menuntun
dan mengarahkan), Ing Madya Mangun Karsa (di
tengah memberikan bimbingan dan bombongan
agar tumbuh inisiatif/prakarsa), Tut Wuri Handayani
(di belakang memberikan kepercayaan dan
keleluasaan untuk mengembangkan kemandirian Ki Hadjar Dewantara
atau keleluasaan siswa untuk belajar). Sumber foto:
https://id.wikipedia.org/wiki/
Pengalaman belajar menulis kritik terbimbing Ki_Hadjar_Dewantara
dilaksanakan dengan pola baca—tiru—tulis. Baca
mahasiswa diberikan contoh teks kritik untuk dibaca dan dicermati struktur isi,
struktur kebahasaan, dan organisasi penulisan. Tiru mahasiswa mencermati
anatomi teks kritik dengan seksama untuk dijadikan rujukan dalam menulis kritik

15
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

sastra. Tulis mahasiswa praktik menulis kritik sesuai dengan rencana yang dibuat.
Pengalaman belajar menulis kritik semi terbimbing dilaksanakan dengan
pola tiru—ubah—tulis. Tiru mahasiswa mencermati anatomi teks kritik dengan
seksama untuk dijadikan rujukan dalam menulis kritik sastra. Ubah mahasiswa
memodifikasi (menambah mengurang) unsur karya/teks kritik yang ditiru,
misalnya menambah objek kritik (semula mengkritik satu cerpen ditambah
yang dikritik satu antologi atau beberapa cerpen pilihan dari ontologi tersebut).
Mengurang, misalnya unsur yang dikritik difokuskan lebih spesifik daripada
karya keritik yang ditiru. Jika karya kritik yang ditiru mengkritik latar, maka kritik
semi terbimbing difokuskan pada fungsi latar saja dikaitkan dengan membangun
karakter tokoh, dan dalam penyampaian amanat cerita. Tulis mahasiswa praktik
menulis kritik sesuai dengan rencana yang dibuat.
Pengalaman belajar menulis kritik mandiri dilaksanakan dengan pola
ubah—ganti—tulis. Ubah mahasiswa memodifikasi (menambah mengurang)
unsur karya/teks kritik yang ditiru, misalnya menambah objek kritik—semula
mengkritik satu cerpen ditambah yang dikritik satu antologi atau beberapa
cerpen pilihan dari antologi tersebut--. Mengurang, misalnya unsur yang dikritik
difokuskan lebih spesifik daripada karya kritik yang ditiru. Jika karya kritik yang
ditiru mengkritik latar, maka kritik semi terbimbing difokuskan pada fungsi latar
saja dikaitkan dengan membangun karakter tokoh, dan dalam penyampaian
amanat cerita. Ganti mahasiswa menghadirkan (a) unsur lain yang dikritik
(b) antologi atau cerpen pilihan lain yang dikritik, (c) pendekatan lain untuk
mengkritik yang berbeda dengan tahap ubah. Tulis mahasiswa praktik menulis
kritik sesuai dengan rencana yang dibuat.
1. Membaca Teks Kritik
Di bab I Anda telah membaca dan mengidentifikasi karya kritik F.
Rahardi yang berjudul Cacat Latar yang Fatal Ronggeng Dukuh Paruh (RDP).
Anda telah mengidentifikasi bagian pembuka, inti, dan penutup. Di bagian
pembuka Anda juga sudah mengidentifikasi dan menemukan unsur isi, yakni
tentang pandangan umum dan penilaian khusus tentang latar RDP. Kriteria
dan ukuran penilaian berdasarkan aliran sastra. Bahwa ditemukan ukuran
penilaian yang digunakan oleh kritikus adalah tingkat kesesuaian antara
penggambaran latar dalam RDP dengan kenyataan/realitas yang ada; makin
sesuai atau makin persis dengan dunia nyata maka latar dalam RDP dinilai
makin bagus. Kejanggalan, kecacatan diukur dari ketidakkesesuaiannya
dengan realitas yang ada. Bedasarkan ukuran itu jelas kritikus menggunakan
pendekatan mimetik khususnya tentang realitas alam dan sosial. Tujuan kritik
yudisial adalah menghakimi unsur karya sastra yang dikritik.
Di bagian inti Anda telah menemukan hasil analisis unsur latar yang
dinilai cacat oleh kritikus, yakni latar satwa atau binatang, latar flora atau
tumbuhan, latar tempat, dan latar masyarakat Dukuh Paruk. Hasil analisis

16
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

tentang cacat latar RDP dilengkapi dengn kutipan-kutipan. Di bagian penutup


Anda menemukan simpulan bagaimana kritikus memberikan. penilaian
tentang penggambaran latar dalam RDP dihubungkan dengan kejadian atau
peristiwa sehari-hari. Di bagian penutup ini pula Anda menemukan kritikus
memberikan motivasi agar pengarang terus belajar dari kesalahan dan lebih
berhati-hati daripada sebelumnya.
Contoh kritik Cacat Latar Yang Fatal Ronggeng Dukuh Paruk (RDP).

Silahkan Scan QR Code ini untuk


mengunduh file scan“Ronggeng Dukuh
Paruk - Cacat Latar yang Fatal” atau klik
https://bit.ly/cacatlatarronggeng

CACAT LATAR YANG FATAL


Oleh: F. Rahardi
PEMBUKA
1.
Kesan utama yang segera timbul sehabis baca novel Ronggeng Dukuh
Paruk karya Ahmad Tohari (Gramedia, Jakarta 1982) adalah adanya sebuah latar
(setting) yang sangat bagus. Latar tersebut berbentuk suasana alam pedesaan
dengan lingkungan flora serta fauananya dan Ahamd Tohari berhail melukiskannya
dengan bahasa yang bagus dan menarik. Kesan yang begitu mendalam terhadap
latar tersebut juga diperkuat lagi oleh tidak terlalu luar biasanya unsur-unsur
lain seperti kerangka cerita, tema, alur, karakter tokoh dan lain-lain. Komentar
terhadap latar yang cukup bagus tersebut ternyata sangat dominan pada setiap
pembicaraan tentang RDP, baik dalam pembicaran lisan maupun tertulis. Sayang
sekali bahwa ternyata dalam latar yang kuat dan bagus tersebut tersembunyi
cacat yang sangat fatal berupa,kesalahan penamaan yang kurang cermat maupun
keteledoran.
2.
Tak pelak lagi RDP adalah sebuah novel realis. Artinya karya fiksi
tersebut berangkat dari peristiwa -peristiwa yang dapat bahkan lazim terjadi di
masyarakat dan penulis berusaha untuk melukiskannya dengan gaya sepersis
mungkin meskipun di sana-sini ada yang didramatisir. Dalam situasi seperti ini
penjungkirbalikan fakta atau unsur-unsur yang terdapat dalam fiksi merupakan

17
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

sesuatu yang sah. Kesepakatan seperti itu tidak hanya melulu monopoli sastra
atau dunia perfiksian. Dalam seni lukis drama dan lain-lain juga ada kesepakatan
serupa.

INTI
3.
Berikut ini, saya akan memaparkan kesalahan, kejanggalan, serta
kekurangcermatan Ahmad Tohari dalam karyanya tersebut. Dengan pertimbangan
bahwa apabila saya melakukan kutipan karya asli maka tulisan ini akan menjadi
sangat panjang maka dalam kesempatan ini saya hanya menyebut halaman
serta alinea lalu langsung ke permasalahan yang akan dibahas. Saya mulai dari
bagian pertama novel hal 5 alinea II. Di sini penulis menyebut bahwa “kerokot”
adalah tumbuhan jenis kaktus yang hanya muncul di sawah pada saat kemarau
berjaya. Itu tidak betul. Kerokot yang tumbuh di sawah dukuh Paruk itu nama
latinnya Alternanthera sesilis atau disebut “keremek” atau “keramak”. Tumbuhan
ini termasuk famili bayam-bayaman (Amaranthaceae) yang jauh sekali berbeda
dengan kaktus yang merupakan sub famili dari sekjulen (Succulentus) yang
kesemuanya bertasal dari Amerika (Pereskieae, Opuntieae, dan Cereeae atau
Cacteae). Ini merupakan suatu kesalahan yang cukup fatal untuk ukjuran seorang
novelis yang pernah memenangkan hadiah ]Sayembara Penuklisan Roman DKJ
dan untuk penerbit Gramedia.
4.
Kesalahan kedua masih di halaman 5 alinea selanjutnya penulis melukiskan
bagaimana ganasnya burung alap-alap memangsa pipit dengan cara mengejar
lalu mengigit menggunakan paruh. Padahal semua jenis burung ordo Falcoiformes
selalu menangkap mangsanya dengan menggunakan cakar dan dengan cara
menyambar. Jelas dalam hal ini penulis malas membuka-buka referensi. Alasan
bahwa perubahan perangai alap-alap tersebut adalah untuk tujuan mendramatisir
suasana tentunya kurang kena.
5.
Masih soal satwa, kali ini menyangkut katak dan kodok. Di halaman 25 alinea
V dan hal. 88 alinea I, penulis menceritakan bahwa kodok adalah bangsa reptile
yang setelah malamnya kawin paginya akan nampak telurnya. Juga disebutkan
bahwa suara katak pohon lebih jarang atau tak sesering katak dan kodok hijau.
Semua itu tidak betul. Kodok itu termasuk golongan amfibi. Yang termasuk reptile
adalah buaya, penyu, biawak, ular dan lain-lain. Cara kawin kodok juga seperti
ikan. Artinya begitu mereka kawin, si betina mengeluarkan telur sementara si
jantan memucratkan sperma. Telur dan sperma ketemu di air di luar tubuh mereka.

18
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Jadi, alat kelamin mereka tidak saling masuk seperti pada reptile aqtau mamalia.
Artinya pada saat mereka kawin itu telur sudah ada. Juga tidak benar bahwa katak
pohon (Rana rhacoharos) bersuara lebih jarang daripada kodok atau katak hijau.
Soalnya semua jenis rana (katak pohon, katak hijau, katak sawah, katak rawa, dan
katak batu serta rana-rana lain dari luar negeri), suaranya memang keluar dengan
tenggang waktu tertutama yang jantan. Yang bersuara ribut tak berkeputusan
adalah bufo alias bangkong.
6.
Masih soal satwa, sekarang yang mendapat giliran adalah kelelawar. Di
halaman 14 alinea II penulis menyebut adanya kelelawar dan kalong serta
kampret yang makan daun waru lantaran tak ada buah dan serangga. Sebenarnya
“kelelawar” adalah nama umum untuk ordo Chiroptera yang di tanah air kita ada
tiga. Pertama, kalong (Pteporus vampirus) yang paling besar dan makan nuah-
buahan, kedua “codot” (Pteporus edulis) yang lebih kecil dan juga makan buah-
buahan yang ketiga “kampret” (Microchiroptera) yang hanya makan serangga.
Jadi, kalau kampret ada di daun waru, itu untuk makan serangga entah semut
entah apa bukan untuk mengganyang daun tersebut.
7.
Untuk menegaskan kepada para pembaca bahwa penulis betul-betuk akrab
dengan lingkungan pedesaan, di hal. 6 alinea II dan III diceritakan bagaimana
caranya tanaman kapuk dan dadap menyebarkan jenisnya ke tempat yang jauh
dengan bantuan angin. Tapi yang tampak justru kesan bahwa penulis kurang
akrab dengan lingkungannya. Tentang pohon randu, penulis menyebut bahwa
setelah buah menghitam, lalu pecah dan isinya (kapuknya) berhamburan kena
angin. Yang betul adalah kalau berwarna hitam kapuk atau randu itu belum
pecah karena ini baru fase masak. Setelah kering dan berwarna coklat baru kulit
tersebut pecah lalu jatuh. Nah, pada saat itu kapuk telanjang demikian, matahari
mengembangkannya lalu menghamburkannya kemana-mana, ada atau tidak
ada angin. Itu tentang randu, sekarang tentang dadap. Ahmad Tohari hanya
menyebut bahwa dadap memilih cara yang sama untuk penyebaran jenisnya,
yakni dengan menggunakan kulit polongnya yang dapat terbang seperti baling-
baling. Padahal yang bisa demikian ini hanyalah dadap serep yang tidak berduri
(Erythrina sumbummrans) dadap ayam atau dadap duri (Erythrina orientalis) dan
lagi sebab polongnya mirip buncis.
8
Sekarang, ganti tentang singkong. Di halaman 7 alinea IV, penulis berusaha
mendramatisir suasana. Tiga anak kecil tidak kuat mencabut singkong di tanah
kapur kering membatu. Baru setelah dikencingi beramai-ramai maka singkong
tersebut dapat dicabut. Sungguh fantastis. Orang Gunung Kidul serta Wonogiri

19
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

pasti akan ketawa membaca kisah demikian. Tanah kapur itu senantiasa remah
dan mudah hancur baik di musim penghujan maupun kemarau. Dan, ingat
lapisan tanah kapur itu hanya terpendam dangkal sekali. Logikanya mencabut
singkong di tanah kapur sangat mudah. Lain halnya di tanah liat. Tanah ini di
musim kemarau memang keras dan membatu.
9.
Sekarang pindah ke halaman 15 alinea I. Penulis menyebut bahwa
karbohidrat yang terkandung dalam singkong kering itu telah banyak rusak hingga
anak-anak tak cukup kalori. Karbohidrat dan kalori singkong kering itu justru
tinggi. Kalau si singkong rusak atau sengaja dirusak (dibuat leye atau gatot) justru
lebih mudah dicerna oleh mulut dan perut. Lain halnya kalau Ahmad Tohari mau
bicara soal gizi, yang bukan melulu menyangkut karbohidrat atau kalori tapi juga
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Jangankan singkong kering, singkong segar
pun kandungan lemak serta proteinnya sangat rendah yakni 0,45 dan 0,19%.
10.
Lalu darimana orang-orang Dukuh Paruk mendapatkan lemak, protein,
vitamin, dan mineral? Tentunya dari tempe bongkrek yang digoreng dan sayuran.
Tapi, soal tempe bongkrek pun penulis telah membuat kesalahan yang cukup
fatal. Di halaman 30 sampai dengan 39 penulis menceritakan adegan orang-orang
yang sekarat karena keracunan tempe bongkrek. Yang dilukiskan oleh penulis
para korban tersebut (termasuk Santayib) yang sengaja makan tempe buatannya
sendiri) seperti mabuk alkohol. Nafas mereka memburu, mata mereke melotot
dan sebagainya. Padahal salah satu akibat racun bongkrek adalah terlambatnya
pembentukan Adenosine Diphosphate (ADP) akan menghasilkan energi untuk
gerakan otot dll. Dengan terhambatnya pembentukan ADP si korban cenderung
seperti lumpuh, mata sulit dibuka (kelopak mata menggantung) dan juga sesak
nafas. Kalau sekiranya Ahmad Tohari belum pernah menyaksikan sendiri
bagaimana keadaan orang keracunan tempe bongkrek, tentunya dituntut untuk
tanya sana-sini atau rajin membuka-buka referensi.
11.
Masih tentang bongkrek di halaman 49 alinea I penulis membayangkan
bagaimana orang-orang pandai ingin tahu tentang pengaruh racun bongkrek
terhadap jantung, sel-sel otak serta bagaimana si racun membunuh sel-sel darah
merah. Teka-teki bongkrek memang baru dapat dipecahkan dengan pasti tahun
1973 oleh Prof. Limjmbach dari negeri Belanda tapi para ahli, di tahun terjadinya
Ronggeng Dukuh Paruk tentu tidak pernah berpikir bahwa racun bongkrek itu
kerjanya sama dengan kerja Plamodium malaria.

20
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

12.
Tema sentral novel ini ada di sekitar ronggeng atau tayub atau tledek. Tapi
nampaknya penulis agak malas untuk sedikit bersusah payah mencari informasi
soal ronggeng. Saya tahu, pada saat Ahmad Tohari menulis novel ini (di atas
tahun “80) ronggeng memang sudah teramat jarang. Tapi di perpustakaan tentu
ada segudang informasi. Penulis tahu soal “bukak klambu” dan sebagainya tapi
masalah calung dan lampu bisa salah. Di halaman 19 alinea II dan III penulis
menyebut bahwa tali ijuk calung putus dimakan tikus dan ngengat tapi “bubuk”
dan anai-anai (rayap) justru tidak makan bambunya, setahu saya di mana-mana
tikus, ngengat dan rayap di dukuh paruk punya gigi palsu dari baja hingga kuat
mengerat ijuk.
13.
Kejanggalan tentang lampu saya dapatkan di halman 20 alinea III. Untuk
acara ronggeng sebuah lampu tersebut dipasang cincin penerang. Begini ya,
dulu, di abad-abad yang banyak ditulis, acara ronggeng selalu menggunakan
penerangan obor. Setelah ditemukan lampu pompa (petromaks dan stromking)
acara-acara serupa tentu menggunakan jasa lampu tekan itu. Dukuh Paruk di
tahun 50/60-an memang miskin. Tapi toh lampu-lampu semacam itu ada yang
menyewakan dengan harga murah? Saya ingat acara wayang , ketoprak dll. Di
dukuh yang paling udik sekalipun di tahun 1950-an selalu menggunakan lampu
pompa sewaan. Lain halnya kalau kisah ini terjadi di Irian Jaya sana.
14
Lupa apa akibatnya kalau yang digunakan lampu minyak besar seperti
yang dikemukakan oleh penulis? Pertama, kurang terang, kedua akan mati-
mati melulu. Dalam acara wayang di desa-desa para bandar dadu atau penjual
rokok memang lazim menggunakan lampu minyak tersebut, tapi hanya untuk
menerangi dagangannya dan bukan untuk area ronggeng. Lagi pula semprong
lampu tersebut terlebih dahulu disambung dengan kertas sampai panjang, agar si
lampu tidak mati-mati melulu kena angin.

15
Tentang perangkat wayang orang serta ronggeng, penulis juga bingung.
Meksipun itu terjadi di dunia anak-anak tapi anak-anak desa di jawa tentu hafal
betul mana itu badong (badongan) dan mana pula kuluk serta sumping. Badong
itu memakainya di punggung seperti pada tokoh Gatotkaca, sementara kuluk itu
memakainya di kepala karena kuluk itu memang topi. Yang lazim, daun bacang
alias pakel alias Magnifera Foetida itu hanya dibuat kuluk oleh anak-anak di Jawa
karena ukurannya yang kecil. Yang lazim digunakan untuk badongan adalah daun
keluwih atau sukun (Artocvarpus communis). Ini terdapat di halaman 10.

21
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

16
Bukan hanya soal ronggeng yang ada cacatnya. Berbicara tentang perangkat
desa atau pamong desa pun penulis pun kurang sempurna. Dalam novel ini penulis
menyebut-nyebut adanya seorang kamitua. Padahal di Jawa kamitua adalah
kepala dukuh atau bekel yang mengepalai dukuh tempat kepala desa berdomisili.
Kamitua yang statusnya selain sebagai kepala dukuh juga sebagai wakil kepala
desa yang lazim disebut lurah, tapi sebenarnya salah. (Silakan baca UU NO 5 tahun
1979) tentang pemerintahan desa. Jadi, logikanya dimana ada kamitua, di situ ada
kepala desa. Kalau tidak ada kepala desa cukup kepala dukuh atau bekel. Tentu
saja terbuka kemungkinan bahwa di suatu pedukuhan ada kesalahkaprahan. Tapi
seperti halnya kesalahan pada penyebutan kepala desa yang di berbaga tempat
dipanggil lurah maka bagi sorang penulis perlu dituntut untuk memberikan
penjelasan pada pembaca atau menggunakan istilah yang betul saja.
17
Kejanggalan dan kesalahan ini masih terus berlanjut. Penulis berulangkali
menekankan bahwa dukuh Paruk adalah sebuah pedukuhan miskin. Sampai-
sampai anak-anak makan dengan menggunakan daun pisang setiap hari. Ini
terlalu ekstrim. Orang desa itu biasanya praktis. Tahun ’50-an memang belum ada
plastik termasuk piring plastik. Tapi toh sudah ada piring alumunium? Bagaimana
kalau mereka tak kuat beli piring seng atau alumunium? Biasanya pakai layah atau
cobek tanah atau tempurung kelapa. Daun pisang itu mahal bagi warga dukuh
Paruk, terlalu mahal disobeki setiap hari. Mending dibawa ke pasar ditukar garam
dan sabun.
18
Begitu miskinnya dan udiknya dukuh Paruk itu, kita maklumlah sudah. Tapi
kenapa kalau di halaman 3 penulis menceritakan tentang anak-anak yang makan
pakai daun pisang , justru di halaman 43 penulis berkisah tentang bau bunga
sedap malam. Padahal bunga sedap malam itu merupakan tanaman hias yang
mahal asal dari Meksiko (Polianthes tuberosa). Masuk ke Jawa tentunya dibawa
para orang bule pada zaman kolonial dulu dan hanya terbatas ditanam di rumah
rumah orang kaya di kota atau di kebun-kebun bunga di Bandungan, Kopeng,
atau, paling tidak di Baturaden. Kenapa bisa nyelonong ke dukuh Paruk? Masih
sempatkah orang-orang dukuh Paruk keluyuran ke Baturaden atau Purwokerto
untuk mencari bibit bunga sedap malam?
19
Selanjutnya di halaman 87, penulis juga menunjukkan ketidakakrabannya
terhadap musim dan serangga. Dia menyebut “Langit pekat meski hujan belum
lagi turun. Sedang tanah basah, cengkerik dan gangsir malas berbunyi. Orong-

22
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

orong menggantikannya.” Ini memang musim hujan, tetapi kalau ada kalimat,
hujan belum lagi turun lalu disambung selagi tanah basah tntunya kalimat
menjadi rancu. Lagi pula cengkerik dan gangsir itu bertelurnya memang di musim
kemarau dan menetasnya di musim hujan. Jadi, di awal musim hujan itu memang
belum ada cengkerik serta gangsir yang dapat berbunyi karena sayapnya memang
belum tumbuh. Yang tua-tua tentu sudah habis. Juga cengekerik dan gangsir
itu berbunyinya memang jauh lebih malam daripada orong-orong yang mulai
‘ngentir” di saat maghrib. Soalnya rangsang untuk berbunyi itu datangnya dari
perubahan suhu udara, Orong-orong sudah mau berbunyi dengan sedikit saja
penurunan suhu udara, sementara untuk gangsir dan cengekerik harus cukup
banyak penurunan udara.
20
Di halaman 102 penulis menyebut ada kadal (bengkarung) yang nyelonong
begitu saja lalu melahap capung yang lagi hinggap di tanah. Ada dua kejanggalan.
Kadal tidak pernah mengejar mangsanya dengan tergesa-gesa dan capung
hidupnya dekat air serta tidak pernah hinggap langsung di tanah. Minimal
hinggapnya di rumnput. Jadi, adegan kadal ini nampak sekadar tempelan.
Logikanya, kalau Rasus dan Srintil ada di kuburan yang banyak pohon besarnya
mereka kejatuhan tahi burung atau pantatnya digigit semut.
21
Barangkali puncak dari kecerobohan penulis adalah di halaman 51 dan 106.
Di halaman 51 dia menyebut adanya semut “burangrang”. Semut “burangrang”
itu tidak ada. Yang ada semut ngrangrang (Jw) rangrang (Sunda) atau kerengga
(Indonesia) yang nama ilmiahnya Oecophylla smaragdina. Lalu apa pula itu nama
gunung di Kawasan Priangan (tinggi 2.064 m). Ini barangkali masih kalah dengan
di halaman 106. Penulis menyebut di sore hari (menjelang maghrib) ada bianglala
di langit barat. Mestinya kan di timur? Ini menurut Pak Guru SD.

PENUTUP
22
Masih banyak memang kejanggalan yang saya temukan tapi tentunya tak
dapat semuanya dibahas di sini. Sebab, kalau semuanya diahas, bahasan tersebut
salah-salah akan menjadi sebuah novel tersendiri. Tentu saja penulis punya hak
untuk berdalih bahwa karya sastra atau fiksi merupakan hasil imajinasi belaka.
Jadi, boleh tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalih tersebut sah tentunya
apabila penulis seperti telah saya sebut di atas memang sengaja membuat
kejanggalan dan kesalahan demi efek humor, satire atau absurd. Pada karya realis
ketelitian dan ketepatan data mutlak perlu. Hemingway adalah contoh yang paling

23
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

mudah. The Oldman and the Sea sungguh merupakan pameran latar yang bagus
menyatu utuh dan tepat. Dia tentu tidak hanya sekadar berimajinasi atau sesekali
ikut mancing tapi pasti mengadakan riset lama. Ini terbukti dari pelukisannya
yang sungguh sangat natural tentang seluk-beluk kehidupan pemancing di laut.
23
Tapi tentu saja Ahmad Tohari tak harus berkecil hati meskipun di
masa mendatang dituntut untuk lebih berhati-hati. Anda tidak sendirian Y.B.
Mangunwijaya dengan Burung-Burung Manyar-nya yang banyak dipuji-puji
bahkan memenangkan hadiah Asia Tenggara itu pun ternyata tidak luput dari cacat
fatal meskipun tidak banyak. Antara lain dia menyebut amben sebagai “panggung”.
Padahal amben itu balai-balai (ranjang) yang terbuat dari bambu. Burung kutilang
dia sebut makan wijen. Padahalk burung ini bukan pemakan biji-bijian. Kutilang
hanya makan buah-buahan dan serangga. Ada juga adegan membidikkan
pelanting atau ketapel sambil memanjat pohon. Padahal itu sangat sulit dilakukan.
Yang paling fatal Romo Mangun menyebut wijen sebagai butiran kecil semacam
buah rumput.Yang betul-betul wijen itu tumbuhan yang masuk famili biji-bijian
dan bukan runput-rumnputan. Nampaknya Romo Mangun dalam hal ini telah
bersusah payah membuka Ensiklopedia Umum terbitan Yayasan Kanisius (1977).
Tapi apa lacur, deskripsi tentang wijen dalam ensiklopedia tersebut ternyata salah.
Di situ wijen disebut sebagai rumput-rumputan. Memang untuk menghasilkan
karya yang prima, kita tidak hanya dituntut agar bersemangat menggebu-gebu,
tapi juga bersikap teliti dan mau bekerja keras. Sayang sastrawan kita umumnya
mau cepat melejit lalu hantam kromo begitu saja. ***

2. Menulis Kritik Prosa Fiksi Terbimbing -- Meniru


Apa yang ditiru? Yang ditiru adalah bagaimana cara membuka,
membahas/bagian inti, dan menutup kritik dengan memperhatikan unsur isi
dan sifat penggunaan bahasa.
Di bab I Anda sudah memahami tentang struktur isi teks kritik yang terdiri
atas pembuka, inti, dan penutup. Bagian pembuka berisi informasi umum
tentang apa yang dinilai, kesan/penilaian umum tentang apa yang dinilai, cara
/teknik menilai. Bagian inti berisi kegiatan identifikasi, analisis, pemberian
alasan dan bukti tentang apa yang dinilai. Juga penilaian yang diberikan.
Bagian penutup berisi rangkuman penilaian, penegasan dasar penilaian yang
digunakan, pemberian dorongan dan motivasi untuk pengarang. Juga opini
kritikus terhadap sastrawan Indonesia pada umumnya.
Di bab I juga, Anda sudah memahami penggunaan bahasa/sifat
penggunaan bahasa di bagian pembuka, inti, dan penutup. Penggunaan

24
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

bahasa kritik mengikuti isi/konten yang dikandung pada bagian pembuka,


inti, dan penutup teks kritik/esai. Sifat peggunaan bahasa di bagian pembuka
deskriptif-informatif jika menyampaikan informasi umum tentang apa yang
dinilai/tentang data seputar karya yang dinilai. Evaluatif jika memberikan
penilaian, misalnya penggunaan kata sayang sekali, ternyata banyak
kesalahan, kejanggalan, keteledoran dsb. Persuasif jika di bagian pembuka
kritikus mempengaruhi sikap pembaca. Sifat penggunaan bahasa di bagian
inti analitis jika kritikus merinci atau menguraikan atau memisah-misahkan
ke dalam bagian-bagian kecil dari apa yang dinilai, misalnya analisis tentang
latar diuraikan latar flora, fauna, sosial, alam-geografis dsb. Argumentatif jika
kritikus memberikan argumen atau alasan yang dilengkapi dengan bukti-bukti
(lihat contoh). Evaluatif jika kritikus memberikan jastifikasi misalnya, dengan
pernyataan ini salah, keliru, tidak benar sama sekali dsb. Di bagian penutup
sifat penggunaan bahasa dapat evaluatif jika memberikan penilaian, persuasif
jika mempengaruhi pembaca/pengarang, motivatif jika memberikan motivasi/
dorongan.
2. 1. Persiapan Menulis Kritik Prosa Fiksi Terbimbing
a. Mengakses kumpulan cerpen Senyum
Karyamin
b. Menemukan dan membaca intensif cerpen
‘Ah Jakarta’ untuk dinilai fungsi latar untuk
menyampaikan pesan/amanat cerita,
c. Membaca dan memahami konsep fungsi
latar dalam prosa fiksi (serta amanat dalam
prosa fiksi -- file disediakan)
d. Menyusun kerangka kritik dengan
sistematika Silahkan dapat mengunduh
1) Judul: Fungsi Latar dalam Cerpen ‘Ah file scan cerpen “Senyum
Karyamin” pada kode QR atau
Jakarta’ Karya Ahma Tohari
klik link
2) Pembuka: (1) informasi/kesan umum https://bit.ly/senyumkaryamin
tentang latar dan fungsi latar dalam
cerpen ‘Ah Jakarta’, (2) penilaian umum fungsi latar dan dasar
penilaian yang digunakan teknik/cara menilai yang digunakan
3) Inti: (1) analisis amanat/pesan cerita, (2) analisis latar dan fungsinya
untuk menyampaikan amanat/pesan cerita, (3) alasan dan bukti
4) Penutup: (1) rangkuman atau simpulan Penilaian, (2) penilaian dan
dasar penilaian (3) motivasi dan dorongan untuk pengarang

25
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

2. 2. Praktik Menulis Kritik Prosa Fiksi Terbimbimbing


Contoh:

FUNGSI LATAR DALAM CERPEN ‘AH JAKARTA’ KARYA AHMAD


TOHARI

Oleh:
Heri Suwignyo

PEMBUKA
1
Ah Jakarta adalah salah satu cerpen yang termuat dalam Kumpulan Cerpen
Senyum Karyamin yang ditulis antara tahun 1976—1986. Mahayana (1995)
dalam prakata menyatakan bahwa salah satu kekuatan Ahmad Tohari adalah
penggambaran alam perdesaan lengkap dengan potret dunia flora dan fauna
sebagaimana antara lain terungkap dalam salah satu novelnya Ronggeng Dukuh
Paruk (RDP). Ahamd Tohari juga cenderung menggunakan latar sosial untuk
menggambarkan warga desa atau warga urban dari kalangan “wong cilik.”
2
Menurut Sudjiman (1991:46) latar dalam cerita berfungsi informatif dan
berfungsi metaforis. Fungsi informatif artinya latar berfungsi memberikan informasi
dan situasi kondisi faktual (benar-benar terjadi dalam dunia nyata, sedangkan
fungsi metaforis artinya latar memberikan fungsi metafor atau perbandingan
keadaaan emosional dan spiritual para tokoh cerita dan memberikan proyeksi
keadaan atau kondisi batin para tokohnya. Dalam cerpen Ah Jakarta berkaitan
dengan fungsi latar, peristiwa dan kejadian yang dialami para tokoh dinilai secara
realisme artinya secara informatif-faktual (apa adanya) atau secara imajinatif-
metaforis (rekaan dan perbandingan oleh pengarang). Bukti tekstual dilakukan
dengan cara mengutip dari unit kejadian tertentu dalam cerpen.

INTI
3
Cerpen Ah Jakarta dibuka dengan kejadian kedatangan seorang karib tokoh
aku di suatu malam. Dikisahkan bahwa sang karib adalah seorang “gali” yang lolos
kecelakaan setelah merampok orang kaya di kawasan Kebayoran. Karibnya ini
adalah seorang ‘buron’ yang dulunya adalah seorang sopir.

26
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Kedatangannya pada suatu malam di rumahku memang mengejutkan. …


dari cerita teman Aku mengerti bagaimana kehidupannya di ibukota. Dia tidak
lagi menjadi sopir. Tidak juga berkumpul dengan keluarganya di Lampung. Malam
itu dia datang. Jalannya terpincang-pincang. Lima jari kanannya luka. Perbannya
sudah kumal. (Ah Jakarta pargraf 1 dan 2).
4
Pada suatu malam di rumahku adalah latar
waktu dan tempat yang berfungsi informatif, artinya
mengungkapkan informasi faktual tentang peristiwa
dan kejadian yang dialami oleh karib si tokoh aku. Hal
itu berbeda dengan dialog berikut …
“Kami baru berangkat ‘operasi’
“Oh, jadi begitulah kamu sekarang. Mengapa?”
“Ah Jakarta.”
“Ya, mengapa justru kamu?” (Ah Jakarta, hal.
28). Sumber gambar:
Goodreads
5
Fungsi latar Jakarta, Ah Jakarta dalam dialog tersebut lebih berfungsi
metaforis karena pembaca dapat menafsirkan makna konotatif Ah Jakarta–kayak
nggak tahu aja—maksudnya semua bisa terjadi di Jakarta, yang baik bisa menjadi
jahat dan sebaliknya, yang ramah dapat menjadi cuek dan sebaliknya, yang pemaaf
bisa menjadi kejam dan keji dan sebaliknya. Fungsi metaforis latar Jakarta muncul
juga dalam dialog karib si aku dengan tokoh aku. Dia tertawa lepas “Yah Jakarta!”
(Ah Jakarta hal. 30). Dialog tersebut muncul ketika karib si aku merampok rumah
orang kaya, si orang kaya minta berdamai karena si orang kaya tidak mau heboh
beritanya masuk di koran, apalagi kalau sampai perbuatan ngendon dengan isteri
mudanya terbongkar. Makna metaforis tempat Yah Jakarta adalah semuanya bisa
dan mungkin terjadi.
6
Bagian tengah cerita mengungkapkan kejadian si aku berdialog dengan si
aku ketika karib si aku sudah tidur nyenyak.
Tengah malam ketika karibku itu sudah tidur nyenyak dalam kamar yang
kusediakan, isteriku bertanya banyak tentang dia.
“Dia anak sini asli, teman sepermainanku dulu.”
“Ceritanya mengesankan. “Gali” ya?”
“Seperti yang kamu dengar sendiri.”

27
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Pagi-pagi sekali setelah subuh, kubuka pintu kamar karibku. Dia sudah
lenyap. Hanya ada tulisan di atas bungkus rokok. “Terima kasih, Aku segera pergi
supaya tidak merepotkanmu.” (Ah Jakarta, hal. 30).
Tengah malam, dan pagi-pagi sekali setelah subuh dalam kejadian tersebut
adalah latar waktu yang berfungsi informatif. Pembaca memperoleh fakta yang
demikian adanya. Si isteri merasa terganggu dan cemas akan menginapnya teman
si aku di rumah

PENUTUP
7
Bagian akhir cerita mengisahkan kegelisahan si aku tentang kejadian yang
ditakutkan menimpa pada sang karib. Latar tempat pasar, terminal colt, san kali
Serayu semuanya berfungsi informatif.
Dalam seminggu sudah banyak mayat yang kuperiksa. Syukur tak satu pun
mayat karibku. Tapi akhirnya, yang kukhawatirkan tak urung terjadi juga. Karibku
mengapung di kali Serayu di bawah jalan raya. Dia sudah mengembung, wajahnya
tak keruan. Puluhan orang yang berkerumun tak seorang pun mengenalinya. Aku
pun nyaris demikian bila tidak karena simpul perban din kaki karibku (paragraf
ke-2 hal.31).
8
Rangkaian kejadian dalam cerpen ini digerakkan oleh kemunculan
tokoh karib aku dan diakhiri dengan tewasnya karib aku di kali Serayu. Secara
kronologis alur cerita bergerak dari kedatangan karib aku suatu malam, sebelum
subuh pergi, dan beberapa minggu kemudian si karib aku ditemukan tewas
mengapung di kali Serayu. Dalam cerpen ini dinamika watak tokoh cenderung
tipologis. Latar tidak berfungsi membangun watak tokoh secara dinamis. Watak
tokoh aku adalah tipologis watak seorang sahabat di mana pun tempat dan
bagaimana pun kondisinya. Watak seorang sahabat akan selalu toleran, setia
dan melindungi. Demikian juga dengan watak tokoh polisi yang cenderung
berwatak datar tanpa jiwa. Anda tentu bisa membandingkan bagaimana watak
polisi Indonesia dan watak polisi India dalam film, misalnya. Dalam cerpen ini
tampaknya pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa demikianlah hukuman
yang pantas bagi seorang penjahat, seorang ‘gali’ atau apa pun namanya. Mereka
atau dia akan mengalami perlakuan yang tidak manusiawi. Karya sastra yang
baik adalah hendaknya mempunyai intensitas terhadap realitas, bukan sekadar
meletakkannya kembali realitas tersebut (Mohamad dalam Suwignyo, 2009:54).

28
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

9
Cerpen ini telah mampu memfungsikan latar secara seimbang baik fungsi
informatif maupun metaforis. Informasi tentang kejadian dalam cerpen ini
dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca, misalnya melalui penggambaran
latar waktu: suatu malam, pagi setelah subuh, latar tempat: kebayoran, Jakarta,
Lampung, pasar, terminal colt, kali Serayu. Fungsi metaforis latar dengan sadar
dimunculkan tiga kali dalam diksi Ah Jakarta di bagian awal cerita (hal. 28). “Kami
baru berangkat oprerasi.” “Oh, jadi begitulah kamu sekarang. Mengapa?” “Ah,
Jakarta.” Kedua, dimunculkan dalam bagian tengah cerita (hal. 30) dalam diksi
Yah Jakarta daripada heboh masuk koran maka dia ambil jalan yang bagi kami
amat bijak. Dia tertawa lepas “Yah Jakarta.”Ketiga dimunculkan di bagian akhir
cerita (hal. 32) dalam diksi “Ah Jakarta.” Boleh jadi mereka heran ada orang yang
berani berterus terang mengaku karib seorang ‘gali,’ mengurus mayatnya dengan
lengkap meski bersahaja. Sepeda motor yang kupacu berbunyi “Ah Jakarta.” Bila
diucapkan dengan tekanan tertentu kata-kata itu menampakkan sisi comping-
camping dan berlepotan. Karibku ikut berlepotan.
10
Sayangnya cerpen ini tidak memiliki suspens yang kuat. Akhir cerita dapat
ditebak dari dialog antara isteri aku dan aku tengah malam ketika si karib aku
sudah tidur di kamar. “Nah awas kamu. Aku tidak ingin ada bangkai manusia
yang pernah menginap di rumah ini. Kau tahu orang-orang macam dia yang kini
mayatnya tercampak di mana-mana (hal. 30). Mudah ditebak, akhir atau ending
cerita dalam cerpen ini memang menggambarkan mayat tercampak di mana-
mana termasuk mayat karib si aku yang mengapung di kali Serayu. Ah Jakarta
secara metaforis berfungsi memproyeksikan segala rasa, pesona, bahagia, dan
derita bagi kwong cilik atau kelompok urban yang terpinggirkan. Itulah amanat
utama cerita ini. Pengarang berhasil mengangkat tema tentang kehidupan wong
cilik di tengah-tengah gempuran novel populer yang cenderung mengangkat gaya
hidup masyarakat ‘gedongan’ di kota-kota besar. Pengarang harus berbangga hati
dalam ini, karena itulah kekhasan Ahmad Tohari di antara sastrawan Indonesia.

RUJUKAN
Mahayana, Maman. S. (Ed.).1995. Senyum Karyamin: Jakarta: Gramedia.
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3.

29
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

3. Menulis Kritik Prosa Fiksi Semi Terbimbing--Mengubah


Apa yang diubah? Yang diubah adalah cara membuka, membahas
(bagian inti) dan menutup kritik. Untuk membuka kritik diubah dengan cara
memberikan tinjauan umum, tinjauan khusus, tentang unsur yang dikritik.
Kemenarikan unsur yang dikritik, dasar penilaian dan cara menilainya. Bagian
inti diubah dengan cara memberikan analisis dan interpretasi, memberikan
alasan dan bukti serta penilaian. Bagian penutup dengan cara merangkum
serta penegasan ulang tentang penilaian yang diberikan. Objek cerpen yang
dikritik diubah dengan menjadi tiga judul cerpen yakni: Rumah yang Terang,
Orang-orang Seberang Kali, dan Wangon Jatilawang dari kumpulan cerpen
Senyum Karyamin
Ubah juga dapat dilakukan dengan cara
menambah atau mengurang. Menambah,
misalnya mahasiswa menambah objek kritik
(semula mengkritik satu cerpen ditambah yang
dikritik satu antologi atau beberapa cerpen
pilihan dari antologi tersebut). Mengurang,
misalnya unsur yang dikritik difokuskan lebih
spesifik daripada karya kritik yang ditiru. Jika
karya kritik yang ditiru mengkritik latar, maka
kritik semi terbimbing ini difokuskan pada fungsi
latar saja dikaitkan dengan membangun karakter Silahkan dapat mengunduh
cerpen Senyum Karyamin pada
tokoh, dan dalam penyampaian amanat cerita. kode QR atau klik link
Tulis mahasiswa praktik menulis kritik sesuai https://bit.ly/senyumkaryamin
dengan rencana yang dibuat.

3. 1. Pesiapan Menulis Kritik Prosa Fiksi Semi Terbimbing


a. Mengakses kumpulan cerpen Senyum Karyamin
b. Menemukan dan membaca intensif dengan teknik identifikasi dan
klasifikasi cerpen Rumah Yang Terang, Orang-orang Seberang Kali, dan
Wangon Jatilawang, dinilai fungsi latarnya untuk menyampaikan pesan/
amanat cerita,
c. Membaca dan memahami konsep fungsi latar dalam prosa fiksi (serta
amanat dalam prosa fiksi -- file disediakan)
d. Menyusun kerangka kritik dengan sistematika
1) Judul : Ironi Kehidupan Wong Cilik dalam Cerpen Rumah Yang
Terang, Orang-orang Seberang Kali, dan Wangon Jatilawang Karya
Ahmad Tohari

30
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

2) Pembuka: (a) tinjauan umum dan khusus tentang latar dan fungsi
latar dalam tiga cerpen yang dikritik, kemenarikan latar dan fungsi
latar dalam tiga cerpen yang dikritik, (b) dasar penilaian dan cara
analisis yang digunakan; (c) inti. :

(1) analisis dan interpretasi latar dan fungsinya untuk


menyampaikan amanat/pesan cerita
(2) analisis latar dan fungsinya untuk menyampaikan amanat/
pesan cerita,
(3) penilaian latar dan fungsinya untuk menyampaikan amanat/
pesan cerita dilengkapi dengan alasan dan bukti
3) Penutup : (a) rangkuman atau simpulan penilaian; (b) penegasan
ulang terhadap penilaian yang diberikan

3. 2. Praktik Menulis Kritik Prosa Fiksi Semi Terbimbing


Contoh:

IRONI KEHIDUPAN WONG CILIK DALAM CERPEN RUMAH YANG TERANG,


ORANG-ORANG DI SEBERANG KALI, DAN WANGON JATILAWANG KARYA
AHMAD TOHARI

Oleh:
Heri Suwignyo

PEMBUKA
1.
Kumpulan cerpen Senyum Karyamin terdiri atas 13 cerpen, empat di
antaranya secara eksplisit mengungkap latar dalam judulnya, yakni Ah Jakarta,
Rumah yang Terang, Orang-orang Seberang Kali, dan Wangon Jatilawang (Senyum
Karyamin, 1995). Latar rumah, seberang kali, dan Wangon Jatilawang tampaknya
didisain oleh Ahmad Tohari untuk menyampaikan amanat/pesan cerita. Dalam
prosa fiksi latar bisa fungsional menggambarkan watak tokoh dan dinamikanya,
juga mengungkapkan tema dan amanat cerita. Dalam novel Eat Pray Love karya
Gilbert (2013) faktor latar sangat menentukan alur cerita dan perkembangan watak
tokoh, yakni ketika tokoh berpetualang kuliner, makan aneka makanan di Italia,
berkhusuk, berkonemplasi di India, dan jatuh cinta di Indonesia (khususnya Bali).
Dikisahkan sebelumnya memang sang tokoh baru saja mengalami broken home

31
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

dalam rumah tangganya. Bagaimana halnya dengan fungsi latar dalam tiga cerpen
Ahmad Tohari, apakah sekadar asesoris ataukah fungsional membangun karakter
tokoh dan mengungkapkan amanat cerita. Pertanyaan ini menarik untuk dijawab.
2.
Antologi cerpen Senyum Karyamin secara substansial memotret kehidupan
orang kecil di dunia perdesaan yang ini memang menjadi ciri khas dunia rekaan
Ahmad Tohari (Damono, 1989). Kita perlu jawaban dan pembuktian tentang
fungsional tidaknya latar dalam membangun karakter dan menyampampaikan
amanat cerita. Analisis dan interpretasi dilakukan dengan mengutip atau merujuk
paragraf halaman tertentu dari tiga cerpen yang dikritik. Analisis dilakukan secara
kronologis dengan memilah tiga bagian cerita, yakni awal, tengah, dan akhir. Secara
struktural penilaian diberikan berdasarkan hasil analisis dan hasil interpretasi
unsur fiksional cerpen, yakni penokohan dan perwatakan, pengaluran, dan
konteks waktu, tempat, serta kejadian (latar).

INTI
3.
Cerpen Rumah yang Terang cerita dibuka dengan kejadian dipasangnya
listrik di kampung tokoh aku. Bagian tengah cerita dikisahkan Haji Bakir tidak
pernah mau pasang listrik sehingga rumah si aku selalu gelap. Bahkan Ketika Haji
Bakir sakit, beliau tidak mau dirawat di RS karena di rumah sakit pastilah terang.
Bagian akhir cerita dikisahkan ketika para tetangga ber-tahlil, mereka senang
karena rumah si aku diterangi lampu neon sehingga tidak ada lagi kegelapan.
4.
Berbeda dengan cerpen pertama cerpen kedua ini berjudul Orang-Orang
seberang Kali berkisah tentang orang-orang yang suka sabung ayam di seberang
kali dan orang santri dari sudut pencerita. Bagian awal dikisahkan siapa orang-
orang di seberang kali. Di bagian tengah cerita diungkap tentang kedatangan Kang
Samin orang dari seberang kali. Kang Samin minta tolong aku untuk medoakan
Madrakum tukang botoh jago aduan yang sakit tetapi tidak mati-mati. Tokoh aku
mendoakannya dan akhirnya Madrakum meninggal. Bagian akhir cerita ucapan
terima kasih Kang Samin kepada aku karena Madrakum meninggal dengan cara
yang aneh.
5.
Dalam cerpen ketiga Wangon Jatilawang dikisahkan kehidupan tokoh
Sulam-disebutnya orang gemblung—yang memiliki keterbatasan mental. Cerita
dibuka dengan kebingungan dua tamu tokoh aku yang berbaju lengan panjang
dan bersepatu bagus. Mereka bingung mengapa tokoh aku mau-maunya menjamu

32
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

orang gemblung seperti sulam itu. Emak dan orang-orang/tetangga tokoh aku
pun kurang bisa menerimanya. Bagian tengah dikisahkan suatu hari tokoh aku
menyelenggarakan kenduri, Sulam-orang gemblung—itu ikut juga. Tetangga
tokoh aku tentu tidak senang atau merasa tersinggung. Hal itu dibuktikan dengan
undangan kenduri berikutnya, para tetangga hanya sedikit yang datang. Menjelang
akhir cerita dikisahkan waktu puasa, Sulam datang minta dibelikan baju, tetapi si
aku menolaknya membelikan sekarang. Sulam akan dibelikan menjelang lebaran
dan akan diberikan saat lebaran. Cerita berakhir tragis, sebelum lebaran, ternyata
Sulam tewas tertabrak truk di perbatasan pasar Jatilawang. Tokoh aku menyesal
dan malu.

6.
Demikianlah substansi tiga cerpen Ahmad Tohari, sangat sederhana. Akan
tetapi, sastra bukanlah urusan substansi dan isi cerita melainkan yang lebih utama
adalah bagaimana Ahmad Tohari memainkan seluruh unsur fiksional secara
maksimal dalam membangun karakter tokoh dan amanat cerita.

7.
Sesuai dengan judulnya latar atau setting cerita cerpen pertama ini adalah
rumah yang terang, tetapi dalam kenyataannya adalah kebalikannya; sebagaimana
dinyatakan dalam paragraf pertama dan ketiga, dan keempat, hlm 43).
Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang
dilakukannya. Kampung seperti mendapat injeksi tenaga baru yang
membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi kampungku
cahaya, music, es sampai apin dan angin (paragraf 1, hlm. 43)
Sampai sekian lama rumahku tetap gelap. Ayahku tidak mau pasang listrik.
Inilah yang membuat tetangga di belakang rumah merasa jengkel terus-
terusan. Kampungku yang punyab kegemaran berceloteh seperti mendapat
jalan buat berkata seenaknya terhadap ayah, tentu saja dua tetangga itulah
sumbernya. “Haji Bakhir itu seharusnya berganti nama menjadi Haji Bakhil.
Dia kaya, tapi tak mau pasang listrik. Tentu saja dia khawatir akan keluar
banyak duit.” (paragraf 3—4, hlam 43).
8.
Tidak dipasangnya listrik di rumah Haji Bakhir menimbukkan konflik.
Konflik terhadap Haji Bakhir sendiri, difitnah memelihara tuyul, karena tuyul
tidak suka cahaya dan konflik terhadap tokoh aku. Juga konlik antara tokoh aku
dan ayahnya ketika sakit, sang ayah menolak opname di rumah sakit karena di
rumah sakit pastilah diterangi cahaya/lampu listrik. Dengan cara sederhana
Ahmad Tohari membangun alur dengan latar rumah yang gelap ini.

33
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

9.
Latar atau setting dimanfaatkan juga oleh pengarang untuk mempertegas
perwatakan tokoh sebagaimana terungkap dalam dialog berikut. Tetapi, sayang
latar yang dibangun ini tidak mampu menyajikan watak tokoh yang dinamis yang
bulat yang bertubah-ubah sesuai situai dan kondisi yang dihadapinya. Ahmad
Tohari cenderung menyajikan tokoh datar, tokoh pipih, yakni tokoh yang tidak
berubah wataknya meskipun situasi dan kondisi yang dihadapinya berubah.
Padahal, menurut Wellek dan Warren (l982) fiksi modern perwatakan tokoh
cenderung bersifat psikologis, bulat dan dinamis.
“Apakah ayah khawatir di rumah sakit nanti ayah akan dirawat dalam ruang
yang diterangi lampu listrik? Bila demikian halnya maka kuusahakan agar
mereka menyalakan lilin saja khusus bagi ayah.”
Tanggapan ayah adalah rasa tersinggung yang terpancar dari mata beliau
yang sudah biru memucat. Ya, Tuhan lagi-lagi aku menyesal. Dan jiwaku
mendadak buntu ketika mendengar ucapan ayah yang keluar tersendat-
sendat: “Sudahlah, Nak kamu lihat sendiri, aku hampir mati. Sepeninggalku
nanti kamu bisa secepatnya memasang listrik di rumah ini.” (hlm 45).
10.
Upaya membangun ironi dan memperjelas tema dan amanat cerita
terungkap dalam dialog dan ending cerita berikut ini. Ironi adalah sindiran halus
“Sudahlah, Nak kamu lihat sendiri, aku hampir mati. Sepeninggalku nanti
kamu bisa secepatnya memasang listrik di rumah ini” (hlm 45).
Kepada para tamu yang bertahlil aku mengatakan alasan yang sebenarnya
mengapa ayahku tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan
listrik akan mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan di
masa hidup maka ayahku amat khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di
alam kubur” (hlm 46).
11.
Hudson (dalam Waluyo, 1994) menyatakan bahwa latar atau setting adalah
keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan, dan
pandangan hidup tokoh. Dalam cerpen kedua Orang-orang Seberang Kali, latar
seberang kali digunakan oleh pengarang sebagai pembeda dengan komunitas
tempat tinggal tokoh aku.
… Selain orang-orang seberang kali sendiri banyak orang luar lalu Lalang di
atas titian itu. Orang-orang luar itu bukan dari kami. Mereka datang entah
dari mana. Yang jelas mereka selalu melewati titian batang pinang sambil
mengepit atau menjinjing ayam jago. Begitu. Orang-orang seberang kali
ini memang menganggap bahwa adu jago adalah bagian terpenting dalam

34
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

hidup mereka. Di sana Madrakum menjadi botoh-nya. Bisa jadi karena soal
adu ayam itulah maka terbentang jarak antara kami dengan mreka.
Lucunya, kami tidak bisa melupakan jasa orang-orang seberang kali,
terutama ayam-ayam jago mereka. Setiap fajar seakan menjadi milik orang
seberang kali karena jago mereka selalu berkokok lebih awal dari jago siapa
pun, bahkan lebih awal dari kokok muadzin di surau kami. Maka yang terjadi
di setiap fajar, muadzin di surau kami dibangunkan oleh ayam jago orang
seberang kali. Di sana kokok ayam jantan, di ini seruan takbir. Di sini orang-
orang pulang dari surau, di sana orang-orang berjongkok sambil mengelus-
elus ayam jago (hlm. 52—53)
12.
Dalam cerpen kedua ini, memang pengarang sudah memafaatkan latar
atau setting sebagai sarana penggambaran kebiasaan kelompok masyarakat.
Sayang pengarang kurang membagun atmosfer atau suasana yang lebih intens.
Sebagai pembaca kita sekadar mendapatkan laporan sekilas saja. Dalam cerpen
itu kita belum memperoleh gambaran bagaimana mereka berbaju, berbusana,
mengenakan asesoris dan atribut, menata ruang, dan halaman atau kandang-
kandang atau kurungan jago mereka. Juga penyikapan mereka terhadap jago-
jago aduan yang menang atau kalah dalam persabungan. Bahkan mungkin juga
tentang ritual-ritual tertentu agar jago aduan mereka selalu menang dst.
13.
Tetapi, ada yang kuat dalam cerpen ini, yakni tentang ironi atau sindiran
halus. Ketika Madrakum, dikenal sebagai botoh jago aduan, sakit dan tidak mati-
mati. Salah seorang warga orang-orang seberang kali minta tolong tokoh aku
mendoakan Madrakum agar segera mati. Dengan dibacakannya surat Yassin,
Madrakum mati dengan cara yang aneh.
Kedua tangannya mengembang untuk membuat gerakan-gerakan
mengepak. Madrakum berkokok berkali-kali. Suaranya mirip dengan
binatang yang dipeliharanya sehingga semua ayam jago di seberang kali
menyahutnya berganti-ganti. Tapi, semuanya segera berakhir ketika
Madrakum jatuh melingkar di tanah. Mati (hlm. 56)
14.
Tampaknya pengarang ingin menegaskan amanat cerita bahwa keyakinan,
kebiasaan seseorang akan mempengaruhi jalan hidupnya sampai dengan akhir
hayatnya. Seorang tukang adu jago atau botoh akan meninggal dengan cara
sebagaimana ayam jago yang sedang bertarung. Bukankah seorang santri yang
rajin beribadah juga ingin mengakhiri hidup dengan husnul khatimah, ketika
menjalankan ibadah shalat misalnya? Pengarang dan warga seberang kali

35
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

menyebut kematian Madrakum, kematian yang aneh. Tetapi, menurut saya hal itu
adalah sebaliknya. Pengarang sedang membangun ironi.
15.
Cerpen ketiga berjudul Wangon Jatilawang, latar tempat muncul di dalam
judul. Khusus dalam cerpen ketiga ini pengarang menggunakan latar/setting pasar
Wangon Jatilawang hanya sebagai lanskap cerita. Kejadian, peristiwa sebagian
besar terjadi di rumah tokoh aku. Pengarang menghadirkan tokoh Sulam sebagai
orang gemblung, orang yang memiliki cacat mental untuk membangun ironi.
Dengan cara gaya reportase atau gaya laporan, pengarang seolah melaporkan
betapa orang merasa bingung (a) mengapa tokoh aku menerima tamu orang
gemblung, (b) menjamu orang gemblung, (c) memberikan tumpangan tidur orang
gemblung untuk orang yang berama Sulam. Dinyatakan oleh pengarang,
Wajah dua tamuku mendadak berubah ketika Sulam masuk. Mereka makin
bingung melihat Sulam terus melangkah dan berdiri tepat di sisiku. Kedua
tamuku yang masing-masing memakai baju lengan panjang serta sepatu
bagus itu, tentu tak mengenal Sulam. Namun, siapa saja yang tinggal di
antara Wangon Jatilawang pasti mengenal dia. Sepanjang ruas jalan raya
kelas dua itu, nama Sulam sangat terkenal (hlm. 57).
Suatu hari, lepas maghrib, Sulam datang. Kebetulan aku sedang
menyelenggarakan kenduri. … Aku merasa tidak bisa berbuat lain kecuali
menyilakan Sulam masuk, meski aku melihat tamuku jadi agak masam
wajahnya. Setelah kutukar pakaiannya. Sulam kuajak menikmati kenduri.
Dia kubawa ke tempat persis di sampingku. Orang-orang yang semula
duduk di dekatku menjauh-menjauh (hlm. 58).
Bahwa emakku sendiri suatu ketika marah karena mendapati Sulam
menginap di rumahku. “Lah! Kamu seperti tak tahu. Rumah siapa saja
yang sering disinggahi orang semacam Sulam bisa apes. Taka da wibawa
dan rejeki tidak mau datang. Lihat tetanggamu itu, tamunya gagah-gagah,
bagus-bagus. Tamumu malam si Sulam” ( hlm 59).
16.
Sekali lagi penggambaran latar Wangon Jatilawang dalam cerpen ini
hanyalah sekadar lanskap yang berfungsi menyambung kelancaran antarkejadian
dalam cerita. Pengarang hanya melaporkan bahwa Wangon Jatilawang adalah dua
kecamatan. Jarak keduanya tujuh kilometer atau lebih. Setiap hari Sulam berjalan
menempuh tujuh kilometer itu pulang-pergi, pagi ke Wangon sore ke Jatilawang
atau sebaliknya. Kata banyak orang, Sulam hanya singgah dan berteduh di
rumahku. Demikian laporan pngarang.

36
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

17.
Disadari atau tidak, cerpen ini juga berhasil membangun ironi khas orang
desa yang lugu dan sederhana. Jika tokoh aku menerima tamu, menjamu tamu,
memberikan tumpangan tidur untuk orang gemblung adalah keanehan atau
anomali artinya tidak sesuai dengan norma. Tetapi, oleh tokoh aku hal tersebut
dilakukan dengan ikhlas. Sebaliknya, menyantuni orang-orang yang mengalami
keterbatasan termasuk menyantuni orang gemblung adalah kemuliaan dan
keharusan. Justru yang kedua inilah oleh si aku ditunda-tunda. Akibatnya, tokoh
aku gagal berbuat baik memberikan hadiah baju kepada Sulam saat lebaran tiba.
Mengapa? Sulam tewas terlindas truk di perbatasan pasar Jatilawang. Melalui
kejadian itu, pesan yang disampaikan pengarang adalah jangan menunda-nunda
untuk berbuat baik.
“Sudah hampir lebaran, ya Pak?”
“Oh, iya. Kamu nanti akan memakai baju lebaran yang baik. Tetapi, aku
tidak akan menyerahkan baju itu kepdamu sekarang. Nanti saja, tepat hari
lebaran kamu pagi-pagi kemari.” “Di pasar Wangon dan Jatilawang orang-
orang sudah membeli baju baru.”
“Ya, tetapi untuknu nanti saja. Aku tiak bohong. Bila baju itu kuberikan
sekarang, wah repot. Kamu pasti akan mengotorinya dengan lumpur
sebelum lebaran tiba”(hlm. 61)
Menjelang pagi di hari lebaran. Sulam datang lagi dalam angan-anganku. Dia
sama sekali tidak meminta baju yang telah kujanjikan. Dia hanya menatapku
dengan wajah yang jernih, dengan senyum yang sangat mengesankan.
Kemudian Sulam gaib sambil meninggalkan suara tawa ceria yang panjang.
Namun, aku perih mendengarnya. Malu (hlm. 62).

PENUTUP
18.
Dalam tiga cerpennya ini, Ahmad Tohari menggunakan latar atau setting
sebatas lanskap cerita. Lanskap yang dimaksud di sini adalah bentangan lokasi,
daerah, tempat, kawasan yang bersifat umum. Kawasan seberang kali, daerah
Pasar Wangon. Jatilawang, dan tempat atau rumah yang terang. Sebagai pembaca
kita tidak mendapatkan representasi visual yang detail, misalnya kebiasaan dan
adat kebiasaan orang-orangnya.
19.
Tetapi, disadari atau tidak, pengarang berhasil memberikan ironi yang kuat
melalui berbagai kejadian dalam alur tiga cerita yang dikritik. Ada semacam pola
yang berulang. Dalam cerpen pertama ironi ditemukan dalam dialog “Sudahlah,

37
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Nak kamu lihat sendiri, aku hampir mati. Sepeninggalku nanti kamu bisa
secepatnya memasang listrik di rumah ini” (hlm 45).
20.
Ironi dalam cerpen kedua, ketika Madrakum, dikenal sebagai botoh jago
aduan, sakit dan tidak mati-mati. Salah seorang warga orang-orang seberang
kali minta tolong tokoh aku mendoakan Madrakum agar segera mati. Dengan
dibacakannya surat Yassin, Madrakum mati dengan cara yang aneh. Kedua
tangannya mengembang untuk membuat gerakan-gerakan mengepak. Madrakum
berkokok berkali-kali. Suaranya mirip dengan binatang yang dipeliharanya
sehingga semua ayam jago di seberang kali menyahutnya berganti-ganti. Tapi,
semuanya segera berakhir ketika Madrakum jatuh melingkar di tanah. Mati (hlm.
56)
21.’
Ironi dalam cerpen ketiga Sulam tewas terlindas truk di perbatasan pasar
Jatilawang. Menjelang pagi di hari lebaran. Sulam datang lagi dalam angan-
anganku. Dia sama sekali tidak meminta baju yang telah kujanjikan. Dia hanya
menatapku dengan wajah yang jernih, dengan senyum yang sangat mengesankan.
Kemudian Sulam gaib sambil meninggalkan suara tawa ceria yang panjang.
Namun, aku perih mendengarnya. Malu (hlm. 62). ***)

RUJUKAN
Mahayana, Maman. S. (Ed.).1995. Senyum Karyamin: Jakarta: Gramedia.
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3

4. Menulis Kritik Prosa Fiksi Mandiri-- Mengganti


Apa yang diganti? Yang diganti adalah cara membuka, membahas (bagian
inti) dan menutup kritik. Untuk membuka kritik diubah dengan berbagai cara,
misalnya memberikan kesan umum atau pandangan umum, memberikan
tinjauan khusus tentang unsur yang akan dikritik. Penting dan urgensinya
unsur yang dikritik, dasar penilaian dan cara menilainya. Bagian inti diubah
dengan cara memberikan analisis, memberikan alasan dan bukti, memberikan
interpretasi dan penilaian, serta memberikan penilaian. Bagian penutup dengan
cara merangkum serta penegasan ulang tentang penilaian yang diberikan. Objek
cerpen yang dikritik digangti dengan novel Medulla Sinculasis karya Paux Iben
.Tulis mahasiswa praktik menulis kritik sesuai dengan rencana atau persiapan
menulis yang dirancang.

38
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

4. 1. Persiapan Menulis Kritik Prosa Fiksi Mandiri


a. Mengakses dan membaca intensif novel Medulla Sinculasis karya
Paux Iben di internet
b. Menentukan kemasan judul kritik yang menarik
c. Mengidentifikasi dan menentukan masalah yang dikritik.
d. Menentukan pendekatan dan kriteria penilaian
e. Menerapkan kriteria penilaian dengan benar
f. Menyusun kerangka kritik
1) Menetapkan judul kritik secara persuasif
2) Memberikan tinjauan umum, fokus masalah, kriteria dan cara
penilaian di bagian pembuka
3) Memberikan deksripsi kutipan, analisis, interptretasi, dan
penilaian di bagian inti
4) Memberikan simpulan, penegasan penilaian, pemberian motivasi
(jika diperlukan) di bagian penutup kritik.
4. 2. Praktik Menulis Kritik Prosa Fiksi Mandiri
Contoh:

UNSUR KELISANAN DALAM MEDULLA SINCULASIS:


ANTARA MONOSEMI DAN POLISEMI

Oleh:
Heri Suwignyo

PEMBUKA
1.
Unsur kelisanan dalam Medulla Sinculasis (MS) terlacak pada tiga cara
pengarang menempatkan diri dalam novel. Pertama, sang pengarang serba tahu
dan ikut berkata-kata di dalam kisah novel yang dibangun. Kedua, Melalui lakuan
tokoh, pengarang mencangkokkan pesan-pesan yang disampaikan kepada
pembaca. Ketiga, suasana atau atmosfir cerita dijadikan andalan pengarang untuk
menyampaikan pesan cerita. Dalam MS kacenderungan pertama demikian kuat.
Hal itu berpengaruh kepada kadar kepolisemian makna cerita. Kadar pengarang
menginterupsi atau menginterfensi cerita berpengaruh pada kadar makna
polisemi cerita yang dibangun.

39
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

2.
Seberapa besar daya singkap sastra mengungkap kebenaran? Seandainya
kebenaran tersingkap apakah memang berbahaya sehingga perlu diwaspadai,
disensor, dibreidel bahkan dibakar, sebagaimana karya-karya Nurudin Ar Raniri?
Bukankah kebenaran dalam sastra hanyalah jejak? Jejak dari ‘fakta tentang realitas
yang ditafsirkan sebagai kebenaran itu?
3.
Membaca sebuah novel adalah juga membaca sebuah jejak, sebuah tanda,
sebuah perjalanan kebenaran-dalam-proses. Dalam kaitan ini, tidak ada aturan
ketat yang memandu model atau cara membaca penandaan teks di dalamnya.
Yang ada adalah kesan-dalam-proses. Hal demikian berlaku ketika membaca
Medulla Sinculasis (MS) karya Paux Iben.
4.
Membaca MS adalah membaca tanda-tanda yang ditinggalkan sebagai jejak
oleh penulisnya. Tulisan ini pada akhirnya menjadi jejak yang lain, yang akan
memberikan arah yang berbeda-beda bagi pembaca berikutnya. Membaca dan
menulis novel adalah menjalani laku atau tindakan sadar pemberian makna yang
tidak akan pernah selesai. Jejak-jejak pembacaan terhadap MS telah dilakukan
oleh pembaca terdahulu.

INTI
5.
Dalam kata pengantar, Aditjondro antara lain menyatakan bahwa
novel MS merupakan kritik sosial yang cukup tajam dan menggugah tentang
(i) developmentalisme di Indonesia, (ii) tentang dunia ornop (organisasi non
pemerintah)—atau LSM dalam bahasa yang lebih umum—dengan para donor,
yang sarat dengan lika-liku prosedur penulisan proposal guna mendapatkan dana.
Prosedur yang telah menjadi ritus simbolik belaka, tidak jauh berbeda dengan
ritus-ritus penyaluran utang antarnegara (Aditjondro, 2011:iv).
6.
Judul kata pengantar Kisah Cinta Tragis Seorang Syuhada Lingkungan
menguatkan kesan bahwa jejak pembacaan Aditjondro menguat dalam aspek
sosial politik pesan sastra. Seorang private security yang direkrut di Hotel Sahid
( hal. 97—98), menggunakan mobil van berwarna hitam untuk menabrak sepeda
motor Nuruda (Tokoh Utama MS) di Jalan langko, jalan utama kota Mataram,
melewati kantor Polres Mataram dan Mapolda NTB. Akibatnya, aktivis itu mati
seketika, akibat trauma akut pada medulla spinalisnya (hal. 165—167).

40
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

7.
Menurut Aditjondro (2011) chatastrophal ending novel MS tidaklah
kebetulan. Akhir Cerita novel MS menguatkan memori peristiwa faktual di
era rezim Orde Baru. Nandar (Hendar Fahmi Ananta—tokoh nyata) seorang
mahasiswa yang mengecam dwifungsi ABRI, mati ditabrak di tahun 1993,
diduga oleh seorang intel. Korban tabrak lari itu adalah anggota FKMM (Forum
Komunikasi Mahasiswa Mataram), satu-satunya organisasi aktivis mahasiswa di
Mataram sebelum Soeharto dilengserkakan Mei 1998.
8.
Selain kasus Nandar, ada kasus tabrak lari lain, yaknki Taufik atau Opik di
tahun 2008. Opik tewas setelah ditabrak sebuah mobil. Dugaan bahwa kasus ini
bermotif politik didorong oleh kenyataaan bahwa Opik mendukung salah seorang
calon Gubernur NTB waktu itu. Tambahan pula, sang aktivis ditengarai pernah
aktif sebagai anggota PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang dilarang di era Orde
Baru.
9.
Jejak yang lain telah diberikan oleh Wijaya (2011) yang antara lain
menyatakan “Saya tidak menemukan lukisan utama sang Medulla Sinculasis
(selanjutnya ditulis Medulla). Di halaman cover, novel ini memajang lukisan lain
berjudul Making Love With The Angel karya Mantra, seorang pelukis Lombok,
Nusa Tenggara Barat. Ketaktersediaan lukisan Medulla menunjukkan wacana
‘jejak’ yang sengaja ditinggalkan oleh Iben untuk disadari pembaca. Dalam hal ini,
dimulai dari halaman cover pun, novel ini telah memberlakukan sebagai teks yang
terbuka, teks yang senantiasa lahir – the opening of text. Jika sang penulis novel
mematenkan seluruh ruang tafsir pembaca sudah termasuk dengan sendirinya
di dalam teks, saya menyebutnya teks-tanpa-tafsir (misal: sinetron yang sudah
bisa ditebak alur ceritanya), maka teks itu sesungguhnya menjadi bencana. Tugas
pembaca-penulis dicabut dengan seketika – the end of reading.
10.
Terdapatnya tokoh yang sejak awal ditempatkan sebagai ‘sang abnormal’
menjadi tanda kritik atas kesadaran sosial umum yang abai dan tidak perduli
terhadap anomali-anomali masyarakat; justru hal itu sesungguhnya adalah hasil
dari tatanan sosial, atau sekelompok besar manusia yang mengklaim dirinya lebih
hebat dan lebih normal dari yang lain. Medulla selayaknya dipandang bukan
sedang menyajikan fakta sosial saja, tetapi juga menawarkan kepada pembaca
sebuah model untuk bagaimana membaca realitas sosial-budaya.

41
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

11.
MS merupakan sebuah metafora tentang tanda-tanda sosial dan
kebudayaan yang dibangun dengan membungkam perbedaan-perbedaan dan
meringkusnya dalam sebuah bentuk totaliter. Kekuasaan politik, agama, suku,
budaya, seks, dan lain-lain disingkap dari tatacaranya yang telah sedemikian
lama berlaku (kebudayaan kita dibangun atas dasar seleksi, normalisasi, dan
stabilisasi terhadap apa yang dianggap menyimpang dan dinilai berbahaya serta
mengancam keutuhan dan integralitas wacana).
12.
Membaca novel adalah sebuah jejak. Menulis sebuah realitas fiksi juga
sebuah jejak. Derrida membuat alternatif cara pembacaan, bahwa sebuah tulisan
(novel) merupakan suatu gerakan intertekstualitas, tentang upaya menjalankan
kebenaran-dalam-proses, bukan logos tunggal yang sudah ditetapkan manusia
melalui kekuasaan dalam bentuk apa pun. Membaca sebuah novel (tulisan apa
saja), pada akhirnya juga adalah sekaligus menuliskan jejak. Dan sebagai jejak,
membaca-menulis menjadi sebuah laku/tindakan-sadar yang tidak akan pernah
selesai.
13.
Besarnya Intervensi Pengarang. Ada tiga kemungkinan yang terjadi dalam
sebuah novel dilihat dari apa dan siapa sebenarnya yang bercerita di dalamnya.
Pertama, pengarang sendirilah yang bercerita dalam teksnya. Pengarang berkata-
kata langsung kepada pembacanya dan teks lebih merupakan inskripsi (the wiriting
down) dari pembicaraan pengarang kepada audiens. Hubungan antara pembicara
dan pendengar belum diubah secara optimal antara teks dan pembacanya. Teks
lebih merupakan notulen ucapan pembicara kepada pendengar dan belum
sepenuhnya menjadi naskah yang berdiri sendiri yang dapat berbicara sendiri
kepada pembacanya tanpa rujukan kepada pengarangnya. Kedua, teks cerita
dengan kekuatan sendiri berbicara kepada pembaca tanpa bantuan pengarang.
Sebuah teks kesusastraan yang telah ditulis harus diangggap cukup dewasa dan
matang untuk berdiri dan berjalan dengan kekuatan sendiri tanpa bimbingan
pengarangnya. Ketiga, suasana atau atmosferlah yang bercerita, tanpa bantuan
pengarang dan tanpa bantun teks cerita. Atmosfer atau suasana dalam sebuah
teks kesusastraan (novel) lebih menekankan pada bagaimana sesuatu terjadi dan
apa yang terjadi dilukiskan sebagai bayangan yang tersirat.
14.
Dalam lima bagian buku ini tiga kecenderungan tersebut muncul. Memang
kecenderungan pertama sangat kuat terasa. Buku ini terdiri atas lima bagian.
Bagian satu, Bohemian Proyect (hal. 9--134), bagian dua Lalat yang Menari-nari

42
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

(hal. 137--182), bagian tiga Pada Sebilah Senja Yang Kehilangan Pintu (hal, 185-
-228), bagian empat Sesobek Cerita tentang Senja yang lain (hal. 231--269), dan
bagian Lima Bayang-bayang Kekekalan (hal. 271--311). .
15.
Bagian satu menampilkan tokoh Nuruda Fahbrani dengan segala pernak-
pernik aktivitas dan persoalan lengkap dengan romantikanya dengan dua
perempuan, yakni Vandesaa Azzira Hamoudy, dan Lumitha. Bagian dua
menampilkan tokoh Tegar alias si Bongkok, bagian tiga menampilkan tokoh
Surti dan kelahiran Tegar alias Si Bongkok, bab IV porsi untuk tokoh Gustaf dan
isterinya Ruth--pembeli lukisan Medulla Sinculasis-- dan, bab lima menampilkan
kembali tokoh Nuruda Fahbrani sekaligus katastrofal dari sang tokoh.
16.
Kesan umum membaca novel ini, pembaca tidak berhadapan dengan para
tokoh cerita, melainkan banyak berhadapan dengan pengarangnya. Dalam bagian
satu, misalnya persoalan bias program recovery ekonomi masyarakat marjinal
untuk daerah rawan konflik, dan terjadinya konflik vertikal dan horizontal (hal
22--25) tidak diceritakan dalam bentuk bagaimana hal tersebut bisa terjadi, tetapi
terkesan pengarang selaku narator dengan panjang lebar menjelaskannya kepada
pembaca layaknya laporan reportase.
”Kebanyakan konflik di Indonesia adalah by design, alias hasil kongkalikong
atau rekayasa antar pemilik modal dan para elit kekuasaan. Tak jarang
mereka memanfaatkan kelompok-kelompok kepentingan tertentu di
tingkat nasional maupun lokal. Tujuan utamanya adalah masuknya
investasi ke berbagai ranah melalui penguasaan, baik itu sumberdaya alam
dan manusia maupun penguasaan pasar secara sepihak . Melalui konflik-
konflik itu daya tawar masyarakat diperlemah, sementara kekuasaan modal
bisa leluasa mengendalikan keadaan...” (MS:24).
Pada era sebelum dan awal-awal reformasi, konflik itu banyak menggunakan
bungkus agama, suku atau ras. Seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran
paradigma. Pada era pasca reformasi, banyak konflik vertikal maupun
horizontal muncul ketika akan ada investasi atau modal besar yang masuk
ke daerah, khususnya perusahaan eksplorasi tambang.
Konflik vertikal muncul terutama jika ada upaya menggeser pertambangan
masyarakat yang sudah ada. Dengan kekuatan uang yang dimiliki,
perusahaan-perusahaan besar tertentu bisa membayar aparat penegak
hukum untuk mengusir para penambang itu dengan dalih bisa merusak
lingkungan, belum ada izin, melanggar peraturan Pemda dll. Padahal,
sebelumnya mereka bisa melakukan penambangan itu juga sudah ada

43
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

restu dari aparat. Mereka juga sudah sering kena palak, dari sekadar
dimintai uang rokok, perizinan kampung, uang jajan, uang keamanan, dan
seterusnya. Maka rakyat berontak, melakukan demo, sabotase dan tindakan
anarkhis lainnya (MS: 25)
Sementara konflik horizontal muncul untuk memecah kekuatan massa
rakyat. Dimulai dari konflik agraria, terutama jika menyangkut hak ulayat.
Sebab umumnya daerah eksplorasi itu berada di tanah ytak bertuan, di
hutan, atau tanah milik komunitas adat. Tetapi, ada juga yang dilakukan di
wilayah padat penduduk seperti di porong Sidoarjo yang terkena bencana
lumpur itu. Konflik-konflik itu umumnya berkisar soal jumlah ganti rugi
atau siapa yang berhak mendapatkan ganti rugi tersebut. Lalu meningkat
menjadi konflik politik, antara siapa mendukung siapa. Apalagi jika
menjelang pemilihan kepala daerah atau anggota DPRD. Masing-masing
calon akan berkoar bahawa merekalah pahlawan yang sesungguhnya
dengan menyebar janji dan teror. Benturan antarmasyarakat pun tidak bisa
dihindari (MS-26).
17.
Dalam kutipan tersebut, pembaca tidak berhadapan dengan pelaku cerita
tetapi dengan narator. Keadaan demikian ini setara dengan komunikasi lisan, yakni
ketika pendengar merasa tidak yakin bahwa apa yang diterimanya cukup jelas. Itu
karena pembicara tidak langsung mengatakan apa yang hendak dikatakannya,
tetapi selalu memulai kalimatnya dengan ucapan seperti ”Yang akan saya katakan,
”Yang perlu kita perhatikan adalah,” daripada mengatakannya secara langsung.
18.
Dalam sastra, sebuah teks sebetulnya dapat dianggap cukup independen
untuk mewakili dirinya sendiri. Kalau pembaca menghadapi teks maka yang
terjadi adalah interaksi antara pembaca dan teks yang dibacanya. Dengan
demikian, sebuah teks menjadi kuat kalau dia dapat berdiri sendiri sebagai cerita
yang independen, bahkan independen dari pengarangnya sehingga di sana
dipertaruhkan makna tekstual teks yang menurut anggapan saya merupakan
ukuran kekuatan sebuah teks kesusastraan.
19.
Kalau kemudian pengarangnya terlalu banyak melakukan interupsi atau
interfensi, makna teks menjadi kabur karena dicampuradukkan dengan makna
autorial pengarang. Hal dimaksud menjadi tidak menarik karena dua hal. Petama,
teks tersebut dianggap tidak memiliki otonomi. Kedua, pembaca juga tidak
mempunyai otonomi sehingga setiap kali bertemu dengan makna teks tertentu,
harus berkonsultasi dengan narator/pengarang dalam narasi-narasi panjang
lebar.

44
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

20.
Penggambaran suasana filmis-imajinatif justru terasa saat tokoh si Bongkok
alias Tegar menculik Rayan (hal. 181--182, 286; 292--293). Tegar dan Rayan adalah
saudara seayah lain ibu. Kejadian tersebut menjadi penggerak laku Surti (294-
205) yang tiada lain adalah Ibu Tegar alias Si Bongkok (menjadi penggerak bagi
Lumita (Ibu Rayan), dan Nuruda kekasih Lumita untuk mencari dan menemukan
Rayan. Upaya Nuruda menyelamatkan Rayan (306) berujung pada tewasnya
Nuruda-sang Protagonis (307). Pada bagian-bagian itu, interupsi dan interfensi
pengarang terkendali sehingga menjadikan cerita itu menarik.

PENUTUP
21.
Medulla Sincolasis sebagaimana diniatkan oleh penulisnya adalah sebuah
novel yang menggambarkan realitas sosial-budaya masyarakat Ampenan-
Lombok dan sekitarnya. Tetapi, menurut hemat saya gambaran kehidupan
manusia dalam novel tersebut tidak akan terjebak dalam hubungan-hubungan
yang bersifat kausalitas, konfirmatif, dan fungsional; akan tetapi lebih mengarah
pada hubungan-hubungan simbolik.
22.
Simbol adalah ekspresi budaya yang selalu mamanggul ambivalensi dalam
dirinya. Dia menyatakan sesuatu dan sekaligus menyembunyikannya. Bahkan
dapat menyembunyikan suatu niat atau suatu nilai dengan menyatakannya.
Sebaliknya dapat pula menyatakannya hal yang sama dengan justru
menyembunyikannya.
23.
Dengan pandangan demikian, saya beranggapan bahwa Medulla Sinculasis
(MS) tidak sekadar ikon berupa lukisan dan pasien penderita kanker tulang
belakang. Medulla Sinculasis menjelma menjadi simbol dalam tokoh Tegar. Tokoh
yang tetap eksis di tengah-tegah anomali-anomali sosial dan budaya, sedangkan
kematian Nurhuda adalah simbol kekalalahan. Kekalahan sebuah gerakan,
sebuah ide betapa pun hebatnya ide tersebut tetap kalah ketika melawan sistem.
Sistem haruslah dilawan dengan sistem.

CATATAN:
Tulisan ini disampaikan pada diskusi/bedah buku novel Medulla Sinculasis di
Aula Perpustakaan Universitas Negeri Malang, penyelenggaran BEM FIS UM, 8
Maret 2011.
Tautan novel Medulla Sinculasis ada di internet.

45
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

C. MELAKUKAN PERLATIHAN
Berlatih 1:
Bacalah dengan intensif novel atau kumpulan cerpen tertentu!
1. Rumuskanlah 3 judul kritik Anda yang menarik/persuasif dengan tiga fokus
yang berbeda!
2. Rumuskanlah 2 paragraf pembuka kritik Anda dengan 2 cara yang berbeda!
Berlatih 2:
Bacalah dengan intensif novel atau kumpulan cerpen tertentu:
1. Bahaslah bagian inti kritik Anda (3—4 paragraf ) dengan cara analisis dan bukti!
2. Bahaslah bagian inti kritik Anda (3—4 paragraf ) dengan cara alasan dan bukti!
3. Bahaslah bagian inti kritik Anda (3—4 paragraf ) dengan cara analisis,
interpretasi, dan penilaian!
Berlatih 3:
Bacalah dengan intensif novel atau kumpulan cerpen tertentu:
1. Tutuplah kritik Anda (2 paragraf ) dengan cara pemberian simpulan/rangkuman
penilaian!
2. Tutuplah kritik Anda (2 paragraf ) dengan cara penegasan ulang penilaian!

D. MENGERJAKAN TUGAS
TUGAS 1
1. Cari dan temukanlah satu karya kritik puisi/prosa fiksi!
2. Identifikasilah unsur isi kritik tersebut di bagian pembuka, inti, dan penutup!
TUGAS 2
1. Cari dan temukanlah satu karya kritik puisi/prosa fiksi!
2. Identifikasilah sifat penggunaan bahasa kritik tersebut di bagian pembuka, inti,
dan penutup!

46
BAB III
MENULIS KRITIK PUISI DENGAN
TERBIMBING, SEMI TERBIMBING, DAN
MANDIRI

A. TUJUAN
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini Anda mampu menulis kritik
puisi yang memenuhi kelengkapan (1) unsur isi, (2) unsur bahasa, serta (3)
kesesuaiannya dengan pendekatan yang dipilih.

B. PENGALAMAN BELAJAR
1. Membaca Teks Kritik Puisi
Disediakan link file kritik Pamplet untuk P dan K : Sajak Lisong oleh A.
Teeuw
1. 1. Analisis Unsur Isi Teks Kritik
Struktur isi teks kritik puisi Pamplet untuk P dan K terdiri atas bagian
pembuka, inti, dan penutup. Pada bagian pembuka kritikus memaparkan
perkembangan tematik sajak-sajak Rendra yang (a) cenderung berisi protes
sosial, protes terhadap ketidakberesan masyarakat Indonesia, protes terhadap
kemiskinan, dan protes terhadap penderitaan manusia; (b) tentang kecenderungan
baru yang lebih umum dalam puisi yang dibacakan dan dinikmati bersama-sama,
misalnya dalam poetry reading, (c) ketertarikan kritikus pada unsur retoris sajak
Rendra, dan (d) penetapan dasar penafsiran bukan pada ilmu sosial atau politik,
melainkan pada nilai dan peralatan ilmu sastra (paragraf 1—5).
Bagian inti kritik diawali dengan pemilihan sajak Lisong untuk dikritik
dilanjut dengan kegiatan menganalisis struktur puisi secara berjenjang. Jenjang
pertama adalah analisis bait, analisis antarbait, analisis kesejajaran isi antarbait,
misalnya bagian pertama (II-IV) berhubungan dengan dunia pendidikan, sejajar

47
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

dengan bait VI—VII berkaitan dengan dunia kesenian,


kesusastraan, dan kebudayaan. Sajak ini kata kritikus
memang melingkupi kegiatan departemen pedidikan
dan kebudayaan seluruhnya.
Jenjang kedua, kitikus melakukan analisis,
penafsiran dan penilaian per-bait mulai bait I sampai
dengan bait X. Penilaian ditekankan oleh kritikus
pada bait terakhir sajak Lisong ini yang terdiri atas
satu larik saja/Kepadamu aku bertanya// Penilaian
oleh kritikus dilengkapi dengan bukti kutipan Silahkan mengunduh file scan
menyangkut aspek literer, aspek penyimpangan “Pamplet untuk P dan K: Sajak
Lisong oleh A. Teeuw” pada
dari penggunaan bahasa sehari-hari, aspek retorika kode QR atau klik link
paralelisme, pengulangan secara sejajar baik secara https://bit.ly/pampletPdanK
keseluruhan maupun secara ditel.
Pada bagian penutup kritik, kritikus memberikan penegasan ulang penilaian
tentang efek retorik, dan sifat retorik sajak Rendra ini. Rendra memaksimalkan
efek retorika dengan penggunaan kata-kata panjang, serta sifat retorik sajak
Rendra untuk dibacakan, dialami, dihayati secara beramai-ramai, bersama-sama,
puisi untuk pendengar bukan untuk pembaca. Kritikus menilai bahwa puisi
Rendra tidak lagi untuk dinikmati semata, tetapi bisa menjadi alat senjata untuk
perjuangan, demi keadilan, demi keselamatan, dan demi kebahagiaan rakyat.
Pada paragraf terakhir, kritikus menyatakan pandangannya “Soal apakah
gunanya sebagai penyair Sajak Lisong lebih besar daripada gunanya sebagai
pencipta sajak liriknya, tak bisa dan tak perlu saya jawab.” Dinyatakan oleh
kritikus bahwa dia LEBIH TERHARU oleh sebuah sajak seperti Aminah atau
Nyanyian Angsa, ataupun Blues untuk Bonie yang juga secara implisit merupakan
penghantaman struktur sosio-politik. Dengan kata lain seorang manusia yang
penderitaannya disarankan secara liris dalam sebuah sajak yang berdasarkan pada
kenyataan dirinya sendiri saja lebih meyakinkan daripada penderitaan delapan
juta anak yang tidak menerima pendidikan yang secara retorik ditimbulkan dalam
sebuah sajak.

1. 2. Sifat Penggunaan Bahasa Kritik


Sifat penggunaan bahasa dalam teks kritik mengikuti unsur isi teks kritik,
yakni sifat penggunaan bahasa di bagian pembuka, inti, dan penutup. Penggunaan
sifat bahasa di tiga bagian tersebut tidaklah bersifat ketat. Yang terjadi atau yang
mucul adalah kecenderungan penggunaan bahasa yang bersifat deksriptif dan
argumentatif di bagian pembuka. Deskriptif artinya memaparkan informasi secara
faktual/apa adanya. Argumentatif artinya memberikan alasan/argumen yang

48
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

dilengkapi dengan bukti. Sifat penggunaan bahasa di bagian inti adalah analitis,
argumentatif, dan evaluatif. Analitis maksudnya menguraikan masalah yang
dikritik menjadi bagian-bagian. Argumentatif maksudnya adalah memberikan
argumen/alasan dilengkapi dengan data/kutipan. Adapun evaluatif maksudnya
memberikan kualifikasi tertentu, misalnya mengharukan, mengejutkan, menarik
dsb. Berikut divisualkan sifat penggunaan bahasa sesuai dengan unsur kritik.

UNSUR SIFAT PENGGUNAAN BAHASA


ISI KRITIK
Pembuka Deskriptif
Dalam puisi Rendra kita lihat sebuah perkembangan yang cukup jelas.
Studi seorang peneliti Jerman Dr. Rainer Carle yang berjudul Rendras
Gedichtsammlungen (1957-1972) yang terbit tahun 1977 di Hamburg
dengan cukup panjang lebar dan cermat membeberkan pekembangan
puisi Rendra sampai dengan kumpulan puisi Blues untuk Bonie. Di dalam
buku yang terkhir ini sudah termuat sejumlah sajak potes sosial, protes
terhadap ketidakberesan masyarakat Indonesia, terhadap kemiskinan dan
penderitaan manusia.
Argumentatif
Bagi seorang pembaca seperti saya yang sangat gemar malahan cinta
akan puisi lirik Rendra yang lebih dahulu ditulisnya, sajak pamplet penyair
merupakan kejutan yang tidak kecil, saya seolah-olah kehilangan rahasia
puisi lamanya, rahasia pengasingan bahasa melalui lirik yang sangat
individual dan orisinal.

INTI Analitis
Sajak yang saya pilih berjudul Sajak Lisong, diciptakan 19 Agustus 1977,
diterbitkan pertama kali dalam surat kabar Kompas, 17 Januari 1978. Sajak
Lisong terdiri atas 11 bait, bait terakhir sangat singkat, hanya satu larik saja
dengan gaya pertanyaan langsung: Kepadamu aku bertanya.
Dalam 10 bait lainnya ada sruktur yang jelas: I merupakan introduksi,
lukisan umum mengenai situasi Indonesia; dalam II—IV scara berturut-
turut diutarakan pelihatan si aku di pagi hari—yang dia lihat adalah sesuatu
yang tidak baik, tidak menyenangkan, dia mengajukan pertanyaan kepada
yang berwajib – lalu kita dengar reaksi si aku kalau jawaban tadi tidak
memuaskan: deskripsi situasi manusia yang tersangkut, dst.
Argumentatif
Dalam bait kedua secara sangat sederhana menyatakan rakyat
Indonesia ditunjukkan tanpa basa-basi tanpa keindahan, dengan sengaja
lukisan keindahan alam yang demikian disukai oleh penyair lama dan
baru ditiadakan serta ada hal-hal yang lebih penting dari keindahan
alam: kenyataan yang kelihatan kepada si aku segera sesudah hari mulai
terang. Perbedaan nyata dengan bait pertama: di sini ada seorang subjek
yang melihat si aku sendiri sehingga data statistik tanpa subjek yang
menghayatinya menjadi fakta kehidupan.
Interpretatif dan Penilaian/Evaluatif
Dalam bait X si aku secara jelas mempertentangkan diri sebagai penyair
dan penyair salon: yang ditulisnya pamplet masa darurat, sebab bukan
masanya untuk duduk di salon lagi, renda-renda kesenian, kemewahan
dan perhiasan seni tidak berarti lagi kalau terpisah dari derita lingkungan;
dan berpikir tidak bemanfaat kalau terpisah dari kehidupan yang nyata.
Kesenian dan pengetahuan kebudayaaan dan pendidikan yang lepas dari
fakta nyata tidak berguna dan bukanlah bangsa yang harus disesuaikan
dengan teknologi diimpor, tetapi sebaliknya teknologi yang diperlukan
harus disesuaikan dengan masalah yang nyata dengan keperluan rakyat
yang sungguh-sungguh.

49
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

UNSUR SIFAT PENGGUNAAN BAHASA


ISI KRITIK
PENUTUP Evaluatif
Pada paragraf terakhir, kritikus menyatakan evaluasi atau penilaiannya
“Soal apakah gunanya sebagai penyair Sajak Lisong lebih besar daripada
gunanya sebagai pencipta sajak liriknya, tak bisa dan tak perlu saya jawab.”
Dinyatakan oleh kritikus bahwa dia LEBIH TERHARU oleh sebuah sajak
seperti Aminah atau Nyanyian Angsa, ataupun Blues untuk Bonie yang juga
secara implisit merupakan penghantaman struktur sosio-politik. Dengan
kata lain seorang manusia yang penderitaannya disarankan secara liris
dalam sebuah sajak yang berdasarkan pada kenyataan dirinya sendiri saja
lebih meyakinkan daripada penderitaan delapan juta anak yang tidak
menerima pendidikan yang secara retorik ditimbulkan dalam sebuah
sajak. Saya insaf bahwa penilaian ini mungkin sangat khas penilaian
seorang pembaca puisi Barat yang tak dapat tidak terpengaruh (kalau tidak
terkungkung) oleh konvensi sastra tertentu (A.Teuuw, 1982).

2. Menulis Kritik Puisi Terbimbing – Meniru


Apa yang ditiru? Yang ditiru adalah bagaimana cara membuka, cara
membahas/bagian inti, dan cara menutup kritik dengan memperhatikan unsur isi
dan sifat penggunaan bahasa. Di bab I Anda sudah memahami tentang struktur
isi teks kritik yang terdiri atas pembuka, inti, dan penutup. Bagian pembuka
berisi informasi umum tentang apa yang dinilai, kesan/penilaian umum tentang
apa yang dinilai, cara /teknik menilai. Bagian inti berisi kegiatan identifikasi,
analisis, pemberian alasan dan bukti tentang apa yang dinilai. Juga penilaian
yang diberikan. Bagian penutup berisi rangkuman penilaian, penegasan dasar
penilaian yang digunakan, pemberian dorongan dan motivasi untuk pengarang.
Juga opini kritikus terhadap sastrawan Indonesia pada umumnya.
Dalam meniru yang perlu diperhatikan adalah pendekatan penilaian
yang digunakan oleh kritikus yang karyanya ditiru. Dalam kritiknya, A.Teeuw
menggunakan pendekatan objektif atau pendekatan struktural. Perhatikan judul
kumpulan kritiknya adalah Tergantung pada Kata. Judul ini mengindikasikan
pendekatan kritik yang bersifat objektif atas struktur karya puisi yang dikritik.
Atas dasar pendekatan tersebut, metode atau cara atau teknik mengkritiknya
dapat kita kenali, yakni mengidentifikasi struktur puisi secara keseluruhan (11
bait), menganalisis makna antarbait, menganalisis kesejajaran hubungan makna
antarbait, menganalisis unsur larik, kata-kata tertentu dalam bait dan hubungan
antarbait, dan akhirnya rangkuman atau simpulan makna keseluruhan puisi
secara utuh.
2. 1. Persiapan Menulis
a. Mengenali Ketidaklangsungan Pernyataan dalam Puisi
Berbeda dengan prosa fiksi, puisi memiliki ketidaklangsungan dalam
menyatakan pesan yang disampaikan. Dalam puisi, penyair menyatakan
suatu hal (informasi, pesan) tetapi maksudnya adalah hal lain. Dengan

50
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

demikian, bahasa puisi memberikan makna lain daripada bahasa sehari


hari. Menurut Riffaterre (l978) ketidaklangsungan pernyataan puisi dapat
dilakukan dengan tiga cara, yakni penggantian (displacing), penyimpangan
(distorting) dan penciptaan (creating) makna. Untuk penggantian makna,
penyair lazim menggunakan perbandingan langsung (metafora) dan
perbandingan tak lansung (metonimia) untuk mengganti maksud tertentu.
Misalnya, dalam puisi Salju karya Wing Kardjo, dalam larik pertama /ke mana
hendak pergi mencari matahari/ Kata matahari bukanlah matahari dalam
realitas keseharian yang terbit pagi hari dan terbenam di sore hari. Matahari
dalam larik puisi tersebut adalah perbandingan langsung (metafora), yang
mengimplikasikan makna sumber kekuatan dan energi bagi seserorang.
Untuk penyimpangan makna, penyair lazim menggunakan diksi yang
ambigu, yang kontradiksi, bahkan nonsense. Ambigu artinya diksi dalam
puisi yang bermakna ganda/lebih dari satu makna, kontradiksi artinya diksi
dalam puisi yang bermakna bertolak belakang, dan nonsense diksi dalam
puisi yang seolah-olah tidak ada maknanya. Untuk penciptaan makna,
penyair lazim menggunakan cara pemenggalan larik, pengoptimalan rima,
persejajaran arti antarlarik dalam bait atau antarbait. Memang dalam
sebuah teks puisi tidak selalu dapat muncul atau digunakan semuanya.
Ketiga cara tersebut adalah alat atau sarana saja untuk menyatakan
ketidaklangsungan pernyataan dalam puisi sesuai dengan kebutuhan
penyair dalam menyampaikan pesan. Dalam contoh berikut, penyair
cenderung menggunakan cara penggantian (displacing) makna dalam
menyampaikan pesan.
Contoh SALJU karya Wing Kardjo
LARIK KETAKLASUNGAN KELANGSUNGAN CARA/MODUS
PERNYATAAN PERNYATAAN BAHASA
BAHASA PUISI PUISI
1 Ke manakah pergi Ke manakah kita berusaha
2 mencari matahari menemukan pegangan, metafora
sandaran
3 ketika salju turun Ssat kondisi, kedaan tidak
baik
4 Pohon kehilangan saat keadaan makin personifikasi
daun memburuk
1 Ke manakah jalan Ke manakah kita berusaha
2 mencari lindungan menemukan rasa nyaman
3 ketika tubuh kuyup saat keadaan terpuruk metafora
4 dan pintu tertutup dan tiada bantuan metafora

51
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

1 Ke manakah lari Ke manakah kita berusaha


2 mencari api menemukan semangat/ metafora
kekuatan
3 ketika bara api saat gairah hidup rima
4 padam tak berarti tidak ada lagi rima
1 Ke manakah pergi Ke manakah berusaha rima
2 selain mencuci diri kecuali bertobat dan sadar rima
diri

b. Mengenali cara mengkritik secara struktural--semiotik


SALJU
I
Ke manakah pergi
mencari matahari
ketika salju turun
pohon kehilangan daun
II
Ke manakah jalan
mencari lindungan
ketika tubuh kuyup
dan pintu tertutup

III
Ke manakah lari
mencari api
ketika bara hati
padam tak berarti
IV
Ke manakah pergi
selain mencuci diri

Secara struktural, puisi Salju terdiri ata 4 bait, bait I—III terdiri atas
4 baris, bait IV terdiri atas 2 baris. Secara semantik makna bait I sejajar
dengan makna bait II, yakni tentang kondisi kehidupan sesorang sedang
memburuk tetapi tidak ada tanda-tanda bantuan atau pertolongan datang.
Bait III bermakna tentang kondisi kehidupan seseorang yang memburuk

52
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

tetapi kebingungan harus ke mana dan bagaimana. Bait IV bermakna solusi


penemuan untuk mengatasi kondisi kehidupan yang memburuk tersebut,
yakni hanya dengan bertobat dan berserah diri kepada Tuhan YME
Secara semiotik, ditafsirkan unsur diksi dalam larik-larik setiap
bait dalam puisi Salju. Diksi dimaksud ditafsikan sebagai ikon, indeks, dan
simbol. Sebagai ikon jika maknanya denotatif, misalnya kata ke manakah
yang diulang 4 kali di setiap bait adalah ikon yang bermakna pertanyaan
tentang tujuan ketika seseorang akan pergi. Sebagai indeks jika maknanya
lebih dai satu, misalnya pohon kehilangan daun adalah indeks karena
mengidikasikan makna lebih dari satu, misalnya (i) tidak punya arti,
(b) tidak bisa apa-apa lagi, (c) mati atau sia-sia. Sebagai simbol jika diksi
dalam puisi Salju tersebut bermakna konvensional artinya menjadi rujukan
standar dalam kehidupan sehari-hari, misalnya diksi matahari dalam
hidup keseharian dimaknai sebagai sumber tenaga, sumber kehidupan,
sumber gairah/semangat dsb. Demikianlah caranya mengkritik puisi
Salju karya Wing Kardjosecara struktural-semiotik. Misalnya, mengkritik
kreativitas pernyataan bahasa puisi Salju, maka konsep kreativitas haruslah
sudah jelas indikatornya. Indikator kreativitas selanjutnya dianalisis dan
ditafsirkan dalam bait, hubungan antarbait, larik dalam bait hubungan
antarlarik dalam bait puisi tersebut secara keseluruhan.

53
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

2. 2. Praktik Menulis Kritik Puisi Terbimbing


Contoh 1:
Nina Bobok
Karya Goenawan Mohamad
I
Tidurlah, bocah, di atas bumi yang tak tidur
Tidurlah di atas rumput, di atas pasir, di atas ranjang
Tidurlah bersama rama-rama, ombak laut atau lampu temaram
yang terus menyanyi, terus menyanyi perlahan-lahan.
II
Tidurlah bocah, sampai ketukan di tengah malam
sampai engkau bangkit dan seluruh pulau mendengarkan:
Bahwa bom yang pecah membagi bumi
tak bisa mencegah engkau menyanyi, “Di timur matahari.”

1964

(Foto Goenawan Mohamad)


Sumber: kajanglako.com

54
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

NINA BOBOK PUISI PASEMON UNTUK GENERASI MUDA INDONESIA

Oleh:
Heri Suwignyo
*
(1)
Puisi Nina Bobok adalah puisi 8 larik karya Goenawan Muhamad termuat
dalam kumpulan puisi Pariksit 1964. Nina Bobok adalah judul lagu anak yang
boleh dikata telah menjadi ikon masyarakat Indonesia pada umumnya. Menjadi
ikon artinya menjadi representasi kehidupan dunia anak-anak. Kita begitu akrab
dengan lirik lagu Nina Bobok, nina bobok oh nina bobok, kalau tidak bobok
digigit nyamuk. Pesan lagu tersebut adalah agar anak-anak segera tidur supaya
aman, supaya nyaman. Apabila tidak segera tidur bahaya akan mengancam, yakni
gigitan nyamuk yang tentu saja tidak mengenakkan.
(2)
Puisi Nina Bobok ini dinilai secara struktural-semiotik. Puisi dinilai bait I
dan Bait II, hubungan antarbait dan II, larik-larik dalam bait I, larik-larik dalam
bait II, hubungan antar larik antarbait I dan bait II. Secara semiotik, diksi dalam
larik-larik bait I dan bait II dimaknai sebagai ikon, indeks, atau simbol. Menurut
Teeuw (1982) kode bahasa puisi adalah bahasa lapis kedua yang bersifat artifisial
untuk mengoptimlkan fungsi estetis.
(3)
Riffaterre (l978) menyatakan bahwa ketidaklangsungan pernyataan puisi
dapat dilakukan dengan tiga acara, yakni penggantian (displacing), penyimpangan
(distorting) dan penciptaan (creating) makna. Untuk penggantian makna, penyair
lazim menggunakan perbandingan langsung (metafora) dan perbandingan tak
lansung (metonimia) untuk mengganti maksud tertentu.
(4)
Makna pasemon ditafsirkan dalam konteks hubungan antarbait I dan bait II.
Dijumpai 8 makna pasemon dalam KBBI, yakni sindiran, insinuasi, karikatur, kias,
parodi, satire, travesti, dan pelesetan. Makna pasemon manakah yang terungkap
dalam puisi Nina Bobok adalah sebuah tantangan menarik bagi pembaca karya
sastra untuk ditemukan.
***
(5)
Nina Bobo merupakan judul lagu anak yang sangat populer bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia. Lagu itu biasanya dinyanyikan oleh kaum ibu
ketika hendak menidurkan anak mereka. Mereka percaya menyanyikan lagu

55
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

tersebut, maka anak yang rewel segera tertidur pulas. Menurut berbagai sumber,
lagu Nina Bobo diciptakan oleh seorang wanita Jawa bernama Mustika pada
masa penjajahan Belanda. Mustika setiap malam menyenandungkan lagu
untuk menidurkan anaknya, Helenina Mustika Van Rodjnik yang mengalami
kesulitan tidur. Adapun senandungnya adalah sebagai berikut:/Nina bobo oh
nina bobo/Kalau tidak bobo digigit nyamuk//Marilah bobo oh nona manis/kalau
tidak bobo digigit nyamuk//
(6)
Lambat laun, senandung Mustika itu dikenal sebagai lagu Nina
Bobo (dikutip Solopos.com dari Wikipedia, Kamis (10/11/2016). Lagu Nina
Bobo dipopuler-kan oleh Anneke Gronloh dan Wieteke Van Dort. Keduanya
adalah penyanyi keturunan Indonesia-Belanda. Anneke Gronloh alias Johanna
Louise Gronloh adalah seorang penyanyi keturunan Belanda-Indonesia yang
lahir di Tondano, Sulawesi Utara, 7 Juni 1942. Adapun Louisa Johanna Theodora
Wieteke Van Dort adalah seorang aktris dan penyanyi dari Belanda yang lahir di
Surabaya, 16 Mei 1943.
(7)
Ternyata, tidak hanya populer di Indonesia, lagu Nina Bobo juga terkenal
di negeri Belanda. Adapun lirik lagu Nina Bobo dalam bahasa Belanda adalah
sebagai berikut:
/Slaap meisje, oh slaap, meisje (tidurlah gadis, o tidur, gadis)/als je niet gaat
slapen, zul je door een mug gestoken worden. (jika kamu tidak segera tidur, kamu
akan disengat seekor nyamuk)/Laten we gaan slapen, oh lief meisje, (tidurlah tidur,
o gadis manis)/als je niet gaat slapen, zul je door een mug gestoken worden. (jika
kamu tidak segera tidur, kamu akan disengat nyamuk) (ChelinIndraSushmita/
JIBI/Solopos.com)
(8)
Sesuai dengan judul puisi, yakni Nina Bobok, larik-larik puisi dalam bait I
cenderung melenakan pikiran, perasaaan, dan tenaga.
BAIT I
1. Tidurlah bocah di atas bumi yang tak tidur
beristirahatlah wahai kaum muda di dunia yang selalu sibuk
2. Tidurlah di atas pasir, di atas rumput di atas ranjang
beristirahatlah di tempat yang tidak nyaman, agak nyaman dan yang nyaman
3. Tidurlah bersama rama-rama, ombak laut atau lampu temaram
beristirahatlah dalam kondisi yang menyedihkan, berbahaya, atau kondisi
yang suram

56
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

4. Yang terus menyanyi terus menyanyi perlahan-lahan


tetaplah bergembira/bersenandung ria
(9)
Bentuk imperatif atau perintah untuk tidur ditemukan dalam larik 1—3 bait
I. Tiga larik puisi tersebut cenderung memberikan penguatan pada makna lirik
lagu anak Nina Bobok. Meskipun demikian, GM memberikann hierarkhi atau
jenjang atau tingkatan untuk tidur, yakni tidur di atas bumi, tidur di atas pasir, tidur
bersama rama-rama. Secara semiotik tidur di atas bumi, di atas pasir dan tidur
bersama rama-rama adalah makna indeks. Bahwa melalui perintah tidur saja
GM mampu memberikan pasemon atau sindiran halus kepada kita semua yang
membaca puisi Nina Bobok ini terutama kaum muda atau pemuda Indonesia.
Tidur sebagaimana beraktivitas ternyata memiliki resiko dan unsur bahaya karena
faktor tempat yang berbeda-beda.

BAIT II
1. Tidurlah bocah sampai ketukan di tengah malam
beristirahatlah/terlenalah wahai kaum muda/pemuda hingga sesuatu
yang mengkhawatirkan/mencemaskan/mengancam datang
2. Sampai engkau bangkit dan seluruh pulau mendengarkan
hingga engkau/kaum muda/pemuda tersadar dan seluruh wilayah
mendengarkan/mengetahuinya
3. Bahwa bom yang pecah membagi bumi
bahwa marabahaya yang menyekat-nyekat/memecah belah kehidupan/
dunia
4. Tak bisa mencegah engkau menyanyi di timur matahari
tidak mampu menghalangi engkau bergembira/bersemangat untu
menyongsong harapan/cita-cita.
(10)
Pada bait II perintah tidur hanya muncul di larik pertama. Perintah untuk
tidur pun sudah dibatasi sampai muncul ketukan di tengah malam, sampai
engkau bangkit dan seluruh pulau mendengarkan. Bahwa bahaya dan maut
tidak bisa mencegah para pemuda menyongsong harapan dan cita-cita. Itu
artinya Goenawan Muhamad (GM) melalui bait II ini mengontraskan makna bait
I yang bersifat melenakan dengan makna bait II yang bersifat menggugah dan
menyadarkan.
***

57
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

(11)
Akhirnya, penilaian puisi Nina Bobo karya Goenawan Muhamad (GM)
dapat diletakkan dalam penampang komparasi. Komparasi pertama adalah
menyandingkan bait I dengan lirik lagu Nina Bobo. Pesan teks atau lirik lagi
Nina Bobo karya Mustika adalah melenakan, menghanyutkan perasaan, dan
menentramkan pikiran, perasaan, serta tindakan. Di sini tampak GM melakukan
sindiran dengan cara pasemon kepada kaum muda Indonesia untuk tidak terlena
dengan lagu pengantar tidur Nina Bobo. Makna pasemon ditemukan dalam
ketaklangsungan pernyataan bahasa dengan cara penggantian makna (metafora),
yakni di larik 1—4 bait I: tidurlah bocah di atas bumi yang tak tidur. Beristirahatlah
wahai kaum muda di dunia yang selalu sibuk. Tidurlah di atas pasir, di atas rumput
di atas ranjang: beristirahatlah di tempat yang tidak nyaman, agak nyaman dan
yang nyaman
(12)
Tidurlah bersama rama-rama, ombak laut atau lampu temaram
beristirahatlah dalam kondisi yang menyedihkan, berbahaya, atau kondisi
yang suram. Yang terus menyanyi terus menyanyi perlahan-lahan. Tetaplah
bergembira/bersenandung riang.
(13)
Klimaks bait II adalah pada larik tak bisa mencegah engkau menyanyi di
timur matahari. Bandingkan dengan bait I larik terakhir yang terus menyanyi
terus menyanyi perlahan-lahan. Sangat kontras memang, GM dengan sangat
piawai menginjeksikan semangat lagu di Timur Matahari karya WR Soepratman
untuk dinyanyikan dan dikumandangkan oleh kaum muda Indonesia.
(14)
Di timur matahari mulai bercahya, bangun dan berdiri kawan semua,
marilah mengatur barisan kita. Seluruh pemuda Indonesia. Kelebihan GM
dalam puisi Nina Bobo ini adalah daya pasemonnya. Dalam bait I kaum muda
dininabobokkan dengan lagu pengantar tidur Nina Bobo yang begitu aman dan
nyaman. Hal demikian tentu tidak baik dibiarkan. GM dalam bait II mengingatkan
tidurlah sampai ketukan di tengah malam. Ketukan di tengah malam adalah
makna indeks tentang sesuatu yang mengejutkan akan terjadi. Sampai engkau
bangkit dan seluruh pulau mendengarkan. Pasemon akan kesadaran kaum muda
Indonesia untuk tidak terlena dengan lagu Nina Bobo, tetapi justru sadar diri dan
bangkit menjadi kaum muda Indonesia yang unggul dan tangguh. Lirik lagu Nina
Bobo di bait I haruslah ditinggalkan untuk selanjutnya diarahkan dan diganti
merujuk pada lirik lagu Di Timur Matahari di bait II karya W.R Soepratman yang
banyak memberikan harapan dan kemajuan bagi bangsa dan negara.***

58
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

DAFTAR RUJUKAN
Mohamad, Goenawan.1992. Asmaradana, Jakarta: Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3.

3. Menulis Kritik Puisi Semi Terbimbing—Mengubah


Apa yang diubah? Yang diubah adalah cara membuka, membahas (bagian
inti) dan menutup kritik. Untuk membuka kritik diubah dengan cara memberikan
kesan umum tentang daya tarik kumpulan puisi yang dikritik dikaitkan dengan
film ADDC II. Tinjauan umum, tinjauan tentang makna puisi dan masalah yang
urgen untuk dikritik. Pendekatan dan cara penilaian yang digunakan. Bagian inti
diubah dengan cara memberikan analisis secara struktural dan interpretasi secara
semiotik, memberikan alasan atau argumen dan bukti tekstual serta penilaian.
Bagian penutup diubah dengan cara menyimpulkan penilaian serta penegasan
ulang tentang penilaian yang diberikan. Objek atau sasaran kritik diarahkan pada
puisi yang lebih milenial, yakni Tidak Ada New York Hari Ini karya Aan Mansyur,
2016.
Kegiatan ubah atau mengubah dapat juga dilakukan dengan cara menambah
atau mengurang sasaran/objek puisi yang dikritik. Menambah, misalnya Anda
dapat menambah objek kritik (semula mengkritik satu puisi ditambah yang dikritik
satu antologi atau beberapa puisi pilihan dari antologi tersebut). Mengurang,
misalnya unsur yang dikritik difokuskan lebih spesifik daripada karya kritik
yang ditiru. Misalnya, apabila tema karya kritik yang ditiru mengkritik masalah
atau tema cinta, maka kritik semi terbimbing ini dapat difokuskan pada pelbagai
dimensi cinta, kasih, dan sayang dikaitkan dengan hubungan dengan Tuhan,
sesama manusia, dan lingkungan fisik, flora, serta fauna.
Kegiatan menulis atau tulis, Anda praktik menulis kritik puisi sesuai
dengan rencana yang dibuat. Bentuk praktik menulis dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah perlatihan dan tugas-tugas yang telah disediakan di bagian C
dan D.

3. 1. Persiapan Menulis Kritik Puisi Semi Terbimbing-Mengubah


a. Eksplorasi informasi tentang kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari
Ini di internet
Film Ada Apa Dengan Cinta bagian II (AADC 2) dirilis April 2016.
Dalam film tersebut terdapat cuplikan Rangga (Nicholas Saputra) sedang

59
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

membaca sepenggal puisi yang ditujukan kepada Cinta (Dian Sastro).


Pertanyaannya adalah siapa sosok atau figur di balik puisi indah yang
dibacakan oleh Rangga? Benar, Aan Mansyur adalah penyair kreator dibalik
puisi indah di Film AADC 2. Sutradara AADC 2, Mira Lesmana sudah jatuh
cinta dengan karya-karya puisi yang dibuat oleh Aan Mansyur. Ia dipercaya
Mira Lesman (Miles) membuat puisi untuk film AADC 2. Aan Mansyur
terkenal lewat buku-buku puisi yang lain, misalnya Kukila (2012), Melihat
Api Bekerja (2015) dan tentu saja antologi puisi Tidak Ada New York Hari Ini
(2016) (Orangemagz.com).
Proses kreatif penulisan antologi Tidak Ada New York Hari Ini,
dilakukan Aan Mansyur dalam beberapa tahapan antara lain (i) menonton
film AADC berulang-ulang, (ii) membaca banyak buku tentang New York,
tempat tokoh Rangga menetap setelah meninggalkan Jakarta, (iii) bahkan
sampai-sampai, Aan Mansyur mencoba menyelami kehidupan Rangga
dengan memosisikan diri sebagai Rangga. Dalam jangka waktu 12 minggu
atau 3 bulan Antologi Tidak Ada New York Hari Ini berjumlah 31 puisi
diselesaikan. Rilis buku bersamaan dilakukan dengan pemutaran film
perdana AADC 2.
Informasi tentang antologi puisi Tidak Ada New York Hari Ini (TANYHI)
juga ditemukan dalam berbagai media. Media dimaksud antara lain dalam
video pendek dalam bentuk monolog penyairnya, yakni Aan Mansyur oleh
CNN Indonesia dan talk shaw. Juga berbagai ulasan dan responsi dalam
bentuk kajian, riset, dan publikasi hasil riset. Kondisi demikian ini tentu saja
dapat Anda manfaatkan untuk persiapan menulis kritik tentang TANYHI.
Tentu saja tidak untuk meniru melainkan untuk memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya sebagai bahan awal untuk penulisan kritik Anda.
b. Penentuan masalah yang dikritik, pendekatan, dan cara penilaian
Dalam perspektif atau cara pandang semiotik dibedakan antara arti
atau meaning dan makna atau significance. Arti atau meaning cenderung
objektif karena bersifat tekstual, sedangkan makna cenderung subjektif
karena sesuai dengan tafsiran pembaca. Atas dasar itu masalah makna
antologi TADNYHI dijadikan fokus masalah kritik. Adapun masalah atau
fokus masalah yang dikritik adalah tentang penghargaan pada yang pernah
ada. Pendekatan yang digunakan adalah stuktural-semiotik, dengan cara
atau teknik menganalisis makna bait, makna hubungan antarbait, makna
baris, makna hubungan antarbaris. Interpretasi makna dilakukan secara
semiotik Peirce, yakni makna ikon, makna indeks, dan makna simbol.
Penilaian dilakukan secara induktif dengan mengikuti pola atau alur poetika
penyairnya

60
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

c. Penyusunan kerangka kritik


Kerangka kritik disusun untuk memenuhi keutuhan gagasan
sekakaligus untuk menghindari gagasan yang tercecer. Kritik dibagi menjadi
tiga unsur ataun bagian, yakni pembuka, inti, dan penutup.
Judul : Modus Penyangkalan Untuk Sebuah Pengakuan Pada
Yang Pernah Ada Puisi Tidak Ada New York Hari Ini
Pembuka : a. Memberikan kesan umum tentang daya tarik
kumpulan puisi yang dikritik dikaitkan dengan film Ada
Apa Dengan Cinta (AADC II).
b. Tinjauan umum,
c. Tinjauan tentang makna puisi dan masalah yang
urgen untuk dikritik,
d. Pendekatan dan cara penilaian yang digunakan.
Inti : a. memberikan analisis secara struktural dan interpretasi
secara semiotik,
b. memberikan alasan atau argumen dan bukti tekstual
serta,
c. memberikan penilaian.
Penutup : a. Menyimpulkan penilaian serta
b. Penegasan ulang tentang penilaian yang diberikan.

3. 2. Praktik Menulis Kritik Puisi Semi Terbimbing-Mengubah


Contoh 2:
Tidak Ada New York Hari Ini
M. Aan Mansyur
I
Tidak ada New York hari ini.
Tidak ada New York kemarin.
Aku sendiri dan tidak berada di sini.
Semua orang adalah orang lain.
II
Bahasa ibu adalah kamar tidurku.Ku peluk tubuh
sendiri.
Dan cinta—kau tak ingin aku
Sumber: Kompasiana
mematikan mata lampu.
Jendela terbuka

61
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

dan masa lampau memasukiku sebagai angin.


Meriang. Meriang. Aku meriang.
Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang
III
Hari ini tidak pernah ada. Kemarin tidak nyata.
Aku sendiri dan tidak menulis puisi ini. Semua
kata tubuh mati semata.
IV
Puisi adalah museum yang lengang. Masa remaja
dan negeri jauh. Jatuh dan patah. Foto-foto hitam
putih. Aroma kemeja ayah dan senyum perempuan
yang tidak membiarkanku merindukan senyum lain.
Tidak ada pengunjung. Tidak ada pengunjung.
Dibalik jendela, langit sedang mendung.
V
Tidak ada puisi hari ini. Tidak ada puisi kemarin.
Aku menghapus seluruh kata sebelum sempat menuliskannya.

Tidak Ada New York Hari Ini


M. Aan Mansyur
BAIT I
1. Tidak ada New York hari ini.
(Kosong alias nihil untuk New York hari ini).
2. Tidak ada New York kemarin.
(Kosong alias nihil untuk New York kemarin).
3. Aku sendiri dan tidak berada di sini.
(Aku sendirian dan tidak ada di sini di New York)
4. Semua orang adalah orang lain.
(Semua orang di New York ini asing atau tidak saling mengenal)
BAIT II
1. Bahasa ibu adalah kamar tidurku
(Bahasa ibuku sangatlah akrab denganku)
2. Ku peluk tubuh sendiri.
(Aku mengakrabi tubuh atau bahasa sendiri)
3. Dan cinta—kau tak ingin aku
(Tentang cinta—engkau atau dirimu tidak menginginkan aku)

62
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

4. mematikan mata lampu.


(memadamkan cahaya penerang)
5. Jendela terbuka
(dan berbagai khabar-berita)
6. dan masa lampau memasukiku sebagai angin.
(kenangan masa kecil dan kanak-kanak muncul datang dan pergi)
7. Meriang. Meriang. Aku meriang.
(badanku panas dingin. Aku meriang
8. Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang
(rindu dan sayang pada rumah sendiri; kota New York tinggallah kenangan
saja).

BAIT III
1. Hari ini tidak pernah ada. Kemarin tidak nyata.
(Hari ini nihil atau kosong. Kemarin hanya khayalan).
2. Aku sendiri dan tidak menulis puisi ini. Semua
(Saya sendirian dan tidak berkomunikasi. (Semua
3. kata tubuh mati semata.
(pesan tidak ada lagi yang berguna).
BAIT IV
1. Puisi adalah museum yang lengang. Masa remaja
(puisi adalah tempat komunikasi yang sepi. Masa muda
2. dan negeri yang jauh. Jatuh dan patah. Foto-foto hitam
(dan tempat yang jauh. Sial dan gagal. Kenangan muram)
3. dan negeri jauh
(dan tempat yang jauh).
4. putih. Aroma kemeja ayah dan senyum perempuan
(suci-mulia. Ayah yang tdak pernah pulang dan ibu
5. yang tidak membiarkanku merindukan senyum lain.
(yang selalu mengingatkanku untuk setia)
6. Tidak ada pengunjung. Tidak ada pengunjung.
(Tidak ada yang datang. Tidak ada yang datang)
7. Dibalik jendela, langit sedang mendung.
(secara tersembunyi, suasana sedang muram).

63
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

BAIT V
1. Tidak ada puisi hari ini. Tidak ada puisi kemarin.
(Tidak ada komunikasi dan pesan hari ini. Juga kemarin).
2. Aku menghapus seluruh kata sebelum sempat menuliskannya.
(Aku menghilangkan seluruh pikiran, perasaan, dan pesan sebelum sempat
mengungkapkannya).

(Sumber: Detik.com)

Contoh 2:
MODUS PENYANGKALAN UNTUK SEBUAH PENGAKUAN
PUISI TIDAK ADA NEW YORK HARI INI KARYA AAN MANSYUR

Oleh
Heri Suwignyo
*
(1)
Kesan umum membaca puisi Tidak Ada New York Hari Ini adalah
kesederhanaan pengucapannya. Semua diksi dalam puisi ini akrab dalam
bahasa sehari-hari. Menjadi menarik ketika puisi ini dikaitkan dengan film Ada
Apa Dengan Cinta II besutan Mira Lesmana, yakni kisah asmara antara Rangga
(Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastro). Sang penyair melakukan proses kreatif

64
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

yang luar biasa untuk menulis puisi Tidak Ada New York Hari Ini, menonton
AADC 2 berkali-kali, membayangkan menjadi tokoh Rangga, membayangkan juga
New York yang belum pernah dikunjunginya melalui berbagai foto dan gambar.
Hasilnya wow, dalam waktu 12 minggu antologi puisi Tidak Ada New York Hari ini
berhasil dirilis bersamaan dengan pemutaran perdana film AADC 2.
(2)
Secara umum puisi ini berkisah tentang cinta yang lengkap, cinta birahi
dalam pengertain eros (antara Rangga dan Cinta), cinta pada orang tua, cinta pada
negeri dan budaya sendiri, dan cinta pada kehidupan kemanusiaan. Itulah salah
satu alasan mengapa makna puisi ini urgen untuk dikritik agar menjadi oase di
tengah-tengah berkembangnya dunia sains dan teknologi yang demikian marak.
(3)
Jejak-jekjak makna puisi ditelusuri secara struktural-semiotik, yakni dengan
menganalisis dan menginterpretasikan makna bait, makna antarbait, makna larik
dalam bait, makna larik antarbait secara keseluruhan. Interpretasi dan pemaknaan
puisi dilakukan secara semiotik Peirce dengan memfoskan pada makna ikonik,
indeks, dan makna simbolik.
**
(4)
Puisi Tidak Ada New York Hari Ini terdiri atas 5 bait dengan struktur I-4,
II-8, III-3, IV-6, dan V-2. Makna keseluruhan puisi ini adalah tentang kenihilan
atau tentang kekosongan, bentuk-bentuk penegasian atau penyangkalan. Bait
I mengungkapkan tentang tidak adanya tempat, tidak adanya aku lirik dalam
konteks waktu dan suasana alienasi si aku larik dalam konteks interaksi dengan
yang lain. Bait II mengungkap makna tentang oposisi atau kontras antara di sana
(New York) dan di sini (kampung halaman). Tentang bahasa ibu, tentang cinta
(eros), tentang masa lalu, dan kerinduan. Bait III mengungkap tentang pernyataan
si aku lirik tentang kosongnya waktu, nihilnya diri dan komunikasi. Bait IV
mengungkapkan makna tentang kesedihan atau kemuraman masa lalu si aku lirik.
Bait V mengungkapkan makna kenihilan, tentang kekosongan dalam pernyataan
pikiran, perasaan, dan pesan.

BAIT I
1. Tidak ada New York hari ini.
(Kosong alias nihil untuk New York hari ini).
2. Tidak ada New York kemarin.
(Kosong alias nihil untuk New York kemarin).

65
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

3. Aku sendiri dan tidak berada di sini.


(Aku sendirian dan tidak ada di sini di New York)
4. Semua orang adalah orang lain
(Semua orang di New York ini asing atau tidak saling mengenal).
(5)
Ada hierarkhi makna dalam pengungkapan piramidal antara bait I, bait
III, dan bait V. Kekosongan tempat dalam konteks waktu (baris 1 dan 2) dan
keterasingan subjek diri dalam konteks teralienasi (baris 3 dan 4). Dalam bait III
kenihilan waktu ditekankan (baris 1 dan 2), sehingga aktivitas pun tidak ada (baris
3).
BAIT III
1. Hari ini tidak pernah ada. Kemarin tidak nyata.
(Hari ini nihil atau kosong. Kemarin hanya khayalan).
2. Aku sendiri dan tidak menulis puisi ini. Semua
(Saya sendirian dan tidak berkomunikasi. (Semua
3. kata tubuh mati semata.
(pesan tidak ada lagi yang berguna).
(6)
Bait V adalah penegasan makna bait III tentang tidak adanya aktivitas dan
komunikasi, semua kosong, nihil, dan khayalan atau fatamorgana karena memang
konteks waktu tidak ada. Dalam bait I secara semiotik kata tidak ada New York,
hari ini, kemarin, aku sendiri, semua orang mengungkap makna indeks tentang
tiadanya waktu, tempat, dan orang dalam suatu momen atau kejadian tertentu.
Kejadian ketika si aku berada di tempat yang jauh, menjadi asing dan teralienasi.
Dalam bait III makna semiotik indeks tentang nihilnya waktu dan aktivitas. Bait V
adalah makna akibatan bahwa tidak ada aktivitas sebab konteks waktu, tempat,
subjek, dan kejadian adalah kosong adanya. Hubungan makna larik-larik dalam
bait I, III, dan V dan hubungan antarlarik antarbait I, III, dan V bersifat kondisio
sine qua non maksudnya bahwa kondisi kekosongan dan kenihilan di bait I dan III
mengakibatkan kondisi kekosongan dan kenihilan di bait V.
BAIT V
1. Tidak ada puisi hari ini. Tidak ada puisi kemarin.
(Tidak ada komunikasi dan pesan hari ini. Juga kemarin).
2. Aku menghapus seluruh kata sebelum sempat menuliskannya.
(Aku menghilangkan seluruh pikiran, perasaan, dan pesan sebelum sempat
menyampaikannya kepada orang lain).

66
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

(7)
Meskipun yang tertangkap dalam bait I, III, dan V adalah kondisi kekosongan
sebenarnya penyair menyatakan yang sebaliknya. Bahwa New York dalam konteks
waktu tempat dan subjek adalah justru sangat bermakna: tentang bahasa ibu,
tentang cinta, tentang rindu, tentang kasih sayang dan kesetiaan, serta kenangan
masa kecil. “Kau yang panas dikening kau yang di dingin dikenang” adalah makna
indeks yang menjadi klue utama dalam puisi isi. Dengan menegasikan semuanya
malah menjadikan semuanya bermakna. Hal ini mengingatkan kita tentang filosofi
hidup budayaTiongkok klasik bahwa yang kosong itu isi, yang isi itu kosong.
BAIT II
1. Bahasa ibu adalah kamar tidurku
(Bahasa ibuku sangatlah akrab denganku)
2. Ku peluk tubuh sendiri.
(Aku mengakrabi tubuh atau bahasa sendiri)
3. Dan cinta—kau tak ingin aku
(Tentang cinta—engkau atau dirimu tidak menginginkan aku)
4. mematikan mata lampu.
(memadamkan cahaya penerang)
5. Jendela terbuka
(dan berbagai khabar-berita)
6. dan masa lampau memasukiku sebagai angin.
(kenangan masa kecil dan kanak-kanak muncul datang dan pergi)
7. Meriang. Meriang. Aku meriang.
(badanku panas dingin. Aku meriang
8. Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang
(rindu dan sayang pada rumah sendiri; kota New York tinggallah kenangan
saja).
(8)
Kelengangan, keterasingan, dan kemuraman adalah makna yang ditekankan
dalam bait IV ini. Puisi adalah museum yang lengang merupakan perbandingan
langsung antaradiri penyair dan kehidupan masa lalu. Juga diksi negeri jauh,
foto-foto hitam, aroma kemeja ayah. Larik terakhir “Di balik jendela langit sedang
mendung,” menegaskan makna bahwa baik secara tersembunyi (di balik jendela)
maupun yang tampak si aku lirik atau si subjek diri benar-benar menjalani
kehidupan yang tidak menyenangkan. Inilah kepiawaian penyair menggunakan
pernyataan kontradiksio in terminis. Dengan menegasikan semuanya sebenarnya

67
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

penyair ingin memberikan pengakuan, penghargaan pada pengalaman yang


pernah dijalani dengan lebih intens.
BAIT IV
1. Puisi adalah museum yang lengang. Masa remaja
(puisi adalah tempat komunikasi yang sepi. Masa muda
2. dan negeri yang jauh. Jatuh dan patah. Foto-foto hitam
(dan tempat yang jauh. Sial dan gagal. Kenangan muram)
3. dan negeri jauh
(dan tempat yang jauh).
4. putih. Aroma kemeja ayah dan senyum perempuan
(suci-mulia. Ayah yang tdak pernah pulang dan ibu
5. yang tidak membiarkanku merindukan senyum lain.
(yang selalu mengingatkanku untuk setia)
6. Tidak ada pengunjung. Tidak ada pengunjung.
(Tidak ada yang datang. Tidak ada yang datang)
7. Dibalik jendela, langit sedang mendung.
(secara tersembunyi, suasana sedang muram).
(Tidak Ada Ny Hari Ini, halm.10—11)
***
(9)
Seni memang dapat mengatasi kegawatan waktu antara, dapat memberikan
kekekalan pada yang tampaknya sepintas lalu (Teeuw, 1992:119). Ide yang yang
sama juga terungkapkan secara sederhana tetapi efektif dalam sajak Goenawan
Muhamad “Kwatrin Tentang Sebuah Poci:” apa harganya sebuah poci kecil, tanpa
nama yang mudah retak?” Namun, bagi penyair sebuah poci ini terimajinasikan
dalam wajah kekasihnya yang mengisyaratkan bahwa tidak ada harga “pada tanah
liat ini? selain separuh ilusi” bahwa memang poci ini kelak retak, namun “kita
membikinnya abadi.” Narasi ini saya nukil dari Teeuw dalam kata pembaca untuk
kumpulan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad.
(10)
Dalam puisi Tidak Ada New York Hari Ini ditemukan penggunakan kata
tidak ada, tidak muncul 3 kali di bait I, kata tak muncul sekali di bait II, kata tidak
muncul 3 kali di bait III, kata tidak ada muncul dua kali di bait IV, dan kata tidak
ada muncul dua kali pada bait V. Jumlah keseluruhan penggunaan kata tidak
adalah 11 kali dalam puisi ini. Angka statistik semacam ini sudah barang tentu
tidak “membuktikan apa-apa” apabila dilepaskan dari koteks dan konteksnya.

68
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Dalam hubungan antarlarik dalam bait dan hubungan antarbait secara utuh
kemunculan kata-kata negasi tersebut memberikan atmosfer makna secara utuh
tentang berbagai bentuk penyangkapan atas peristiwa dan kejadian yang pernah
ada atau terjadi.
(11)
Serupa dengan Kwatrin Sebuah Poci, puisi Aan Mansyur Tidak Ada New
York Hari Ini sesunguhnya malah mengisyaratkan bahwa New York memang
ada hari ini juga kemarin, juga aku yang di sana menjalani hidup namun asing
dan teralienasi. “Tidak ada puisi hari ini. Tidak ada puisi kemarin” adalah potret
eksistensi diri aku untuk menegasikan atau menyangkal yang pernah ada, yang
pernah dijalani. Bahkan larik terakhir puisi ini “Aku menghapus seluruh kata
sebelum sempat menuliskannya” adalah justru bentuk pengakuan dari seluruh
kejadian yang pernah dijalaninya. Contoh yang paling nyata dan mudah dipahami
adalah ketika di zaman penjajahan baik penjajajahan Belanda maupun Jepang
masyarakat Indonesia menyampaikan salam MERDEKA, maka sesungguhnya
itu gambaran sosio-psikologis bahwa masyarakat kita waktu masih TERJAJAH.
Dengan keunikan pilihan kata, dan perbandingan yang kreatif dan orisinal Aan
Mansyur menyampaikan pesan pada kita bahwa untuk mengakui dan menghargai
sesuatu tidak selalu dinyatakan secara langsung dan linier. Merujuk pandangan
kaum formalis menyebut apa yang diungkapkan dalam puisi ini telah mengalami
de-otomatisasi dan de-familiarisasi. Puisi Tidak Ada New York Hari Ini adalah
bentuk pengakuan pada peristiwa atau kejadian yang pernah ada dengan modus
penegasian atau penyangkalan. ***

DAFTAR RUJUKAN
Mansyur, Aan. 2015. Tidak Ada New York Hari Ini. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3.

4. Menulis Kritik Puisi Mandiri—Mengganti


Kegiatan mengganti dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
mengganti (a) objek kritik, (b) cara atau teknik mengkritik, (c) pendekatan kritik,
(d) tujuan mengkritik dsb. Dari sisi teknik mengkritik, misalnya yang diganti
adalah cara membuka, membahas (bagian inti) dan menutup kritik. Untuk
membuka kritik diubah dengan berbagai cara, misalnya memberikan kesan
umum atau pandangan umum, memberikan tinjauan khusus tentang unsur yang

69
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

akan dikritik. Penting dan urgensinya unsur yang dikritik, dasar penilaian dan cara
menilainya. Bagian inti diubah dengan cara memberikan analisis, memberikan
alasan dan bukti, memberikan interpretasi dan penilaian, serta memberikan
penilaian. Bagian penutup dengan cara merangkum serta penegasan ulang
tentang penilaian yang diberikan.
Pada tahap ini objek kritik puisi Tidak Ada New York Hari Ini karya Aan
Mansyur diganti dengan Antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono.
Tulis mahasiswa praktik menulis kritik sesuai dengan rencana atau
persiapan menulis yang dirancang.
4. 1. Persiapan Menulis Kritik Puisi Mandiri-Mengganti
a. Eksplorasi informasi tentang kumpulan puisi Hujan Bulan Juni Ini di
internet
Hujan Bulan Juni adalah kumpulan puisi
karya Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan
Grasindo pada 1994. Kumpulan puisi ini memuat
102 puisi karya Sapardi yang ditulis tahun 1964
hingga 1994. Beberapa puisi dalam kumpulan
ini merupakan penerbitan ulang dari puisi-
puisi yang pernah terbit dalam buku Duka-Mu
Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974),
dan Perahu Kertas (1984). Judul kumpulan puisi ini
diambil dari puisi yang ditulis Sapardi tahun 1989.
Saat ini, Hujan Bulan Juni sudah diterjemahkan Sumber gambar:
ke bahasa Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin Kompas.com
(Wikipedia).
Hujan Bulan Juni merupakan buku kumpulan
puisi kelima karya Sapardi Djoko Damono yang
diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Grasindo
pada tahun 1994. Puisi-puisi yang terkumpul
dalam buku Hujan Bulan Juni ini terdiri atas
96 puisi dari hasil seleksi (pilihan) penyairnya
selama 30 tahun menulis puisi (1964—1994).
Kesepuluh enam puisi Sapardi Djoko Damono
Silahkan diunduh file scan yang terkumpul dalam buku Hujan Bulan Juni
kumpulan puisi “Hujan
itu adalah: (1) “Pada Suatu Malam”, (2) “Tentang
Bulan Juni” pada kode QR
atau pada link Seorang Penjaga Kubur yang Mati”, (3) “Saat
https://bit.ly/2VTmB7V Sebelum Berangkat”, (4) “Berjalan di Belakang

70
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Jenazah”, (5) “Sehabis Mengantar Jenazah”, (6) “Lanskap”, (7) “Hujan Turun
Sepanjang Jalan”, (8) “Kita Saksikan”, (9) “Dalam Sakit”, (10) “Sonet: Hei!
Jangan Kaupatahkan”, (11) “Ziarah”, (12) “Dalam Doa: I”, (13) “Dalam Doa:
II”, (14) “Dalam Doa: III”, (15) “Ketika Jari-jari Bunga Terbuka”, (16) “Sajak
Perkawinan”, (17) “Gerimis Kecil di Jalan Jakarta, Malang”, (18) “Kupandang
Kelam yang Merapat ke Sisi Kita”, (19) “Bunga-bunga di Halaman”, (20)
“Pertemuan”, (21) “Sonet: X”, (22) “Sonet: Y”, (23) “Jarak”, (24) “Hujan
dalam Komposisi, 1”, (25) “Hujan dalam Komposisi, 2”, (26) “Hujan dalam
Komposisi, 3”, (27) “Variasi Pada Suatu Pagi”, (28) “Malam Itu Kami di
Sana”, (29) “Di Beranda Waktu Hujan”, (30) “Kartu Pos Bergambar: Taman
Umum, New York”, (31) “New York, 1971”, (32) “Dalam Kereta Bawah Tanah,
Chicago”, (33) “Kartu Pos Bergambar, Jembatan Golden Gate, San Francisco”,
(34) “Jangan Ceritakan”, (35) “Tulisan di Batu Nisan”, (36) “Mata Pisau”, (37)
“Tentang 36 Dunia Kepenyairan Sapardi Djoko Damono Matahari”, (38)
“Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari”, (39) “Cahaya Bulan Tengah Malam”, (40)
“Narcissus”, (41) “Catatan Masa Kecil, 1”, (42) “Catatan Masa Kecil, 2”, (43)
“Catatan Masa Kecil, 3”, (44) “Akuarium”, (45) “Sajak, 1”, (46) “Sajak, 2”, (47)
“Di Kebun Binatang”, (48) “Percakapan Malam Hujan”, (49) “Telur, 1”, (50)
“Telur, 2”, (51) “Sehabis Suara Gemuruh”, (52) “Muara”, (53) “Sepasang Sepatu
Tua”, (54) “Di Banjar Tunjuk, Tabanan”, (55) “Sungai Tabanan”, (56) “Kepada
I Gusti Ngurah Bagus”, (57) “Bola Lampu”, (58) “Pada Suatu Pagi Hari”, (59)
“Bunga, 1”, (60) “Bunga, 2”, (61) “Bunga, 3”, (62) “Puisi Cat Air untuk Rizki”,
(63) “Lirik untuk Lagu Pop”, (64) “Tiga Lembar Kartu Pos”, (65) “Sandiwara,
1”, (66) “Sandiwara, 2”, (67) “Lirik untuk Improvisasi Jazz”, (68) “Yang Fana
adalah Waktu”, (69) “Tuan”, (70) “Cermin, 1”, (71) “Cermin, 2”, (72) “Dalam
Diriku”, (73) “Kuhentikan Hujan”, (74) “Benih”, (75) “Di Tangan Anak-anak”,
(76) “Di Atas Batu”, (77) “Angin, 3”, (78) “Cara Membunuh Burung”, (79) “Sihir
Hujan”, (80) “Metamorfosis”, (81) “Perahu Kertas”, (82) “Kami Bertiga”, (83)
“Telinga”, (84) “Topeng”, (85) “hujan Bulan Juni”, (86) “Aku Ingin”, (87) “Sajak-
sajak Empat Seuntai”, (88) “Di Restoran”, (89) “Dalam Doaku”, (90) “Pada
Suatu Hari Nanti”, (91) “Sita Sihir”, (92) “Batu”, (93) “Maut”, (94) “Hujan, Jalak,
dan Daun Jambu”, (95) “Ajaran Hidup”, dan (96) “Terbangnya Burung”. Inti
dari kesembilan puluh enam puisi Sapardi Djoko Damono yang terkumpul
dalam buku Hujan Bulan Juni ini adalah memberi ajaran tentang hidup.
Hidup harus bertindak dan berperi laku menurut tata aturan yang sudah
lazim di masyarakat. 37 P
Ulasan, responsi dalam berbagai bentuk telah banyak dilakukan.
Bentuknya bermacam-macam. Berikut adalah berbagai tulisan tentang

71
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Sapardi Djoko Damono dan ulasan tentang karya-karya Sapardi Djoko


Damono.
Artha, Arwan Tuti. 1984. “Sapardi Djoko Damono: Penyair Kurus”.
Yogyakarta: Minggu Pagi, 8 April.
Aveling, Harry. 1974. “Sapardi: Kata-Kata Adalah Segalanya”. Jakarta:
Masiswa Indonesia, Minggu IV, No. 317, Tahun VII.
Bachri, Sutardji Calzoum. 1986. “Sapardi dan Anugerah Puisi Putra 83”.
Jakarta: Pelita, Rabu, 13 Agustus.
Bangun, Hendry C.H. 1979. “Duka-Mu Abadi: Gejolak Hati Seorang Lelaki”.
Jakarta: Suara Karya, Jumat, 5 Januari.
—————. 1982. “Mata Pisau-nya Sapardi Djoko Damono”. Jakarta: Pelita,
Selasa, 26 Oktober.
Chaniago, Raflis. 1987. “Kata dalam Puisi dan Kekecewaan Sapardi”. Padang:
Singgalang, Senin, 28 September.
Chudhori, Human S. 1986. “Sapardi Djoko Damono: Yang Muda, Berfikirlah”.
Jakarta: Pelita, Sabtu, 5 Juli.
Daman/mm. 1983. “Sapardi Djoko Damono: Peraih Puisi Enam Juta Rupiah”.
Jakarta: Minggu Merdeka, 4 Desember.
Dermawan T., Agus. 1979. “Mental Butut dalam Sajak Indah Sapardi
Djoko Damono”. Jakarta: Kompas, Senin, 17 Desember.
—————. 1976. “Etis dan Moralisme dalam Sajak ‘Bunga I’, dan
‘Bunga 2’ Sapardi Djoko Damono”. Jakarta: Suara Karya, Jumat, 3
September.
Eddy, Nyoman Tusthi. 1987. “Tinjauan Apresiatif Prosa Lirik Sapardi Djoko
Effendi, S. 1969. “Menanggapi Penilaian Sapardi Djoko Damono atas Puisi
Indonesia Mutakhir”. Jakarta: Sinar Harapan, 17 Desember.
Endarmoko, Eko. 1983. “Makna Bayangan bagi Abdul Hadi dan Sapardi
Djoko Damono”. Jakarta: Berita Buana, Selasa, 26 April.
Hadi W.M, Abdul. 1975. “Sapardi Djoko Damono: Konsep tentang Puisi dan
Puisi-puisinya”. Jakartra: Sinar Harapan, Sabtu, 12 Juli.
—————. 1975. “Buku Puisi Sapardi Djoko Damono”. Jakarta: Berita
Yudha, 14 Juni.
—————. 1969. “Duka-Mu Abadi: Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono”.
Jakarta: Indonesia Raya, Senin, 8 Desember.
Herman Ks. 1977. “Beberapa Pendapat tentang Puisi Sapardi Djoko
Damono”. Medan: Mingguan Waspada, Minggu, 3 April.

72
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

—————. 1975. “Sapardi Djoko Damono dan Orang-Orang Sengsara”.


Medan: Mingguan Waspada, 4 Oktober.
Hutagalung, M.S. 1987. “Mata Pisau: Sajak-Sajak Eksperimen Jalur
Sederhana”. Jakarta: Berita Buana, Selasa, 24 Februari dan 3 Maret.

—————. 1989. “Mata Pisau” Sajak-Sajak Eksperimen Jalur Sederhana”


dalam Telaah Puisi Penyair Angkatan Baru. Jakarta: Tulila.
—————. 1989. “Dukamu Abadi Sapardi Djoko Damono” dalam Telaah
Puisi Penyair Angkatan Baru. Jakarta: Tulila. Jabbar, Hamid. 1983.
“Pemenang Hadiah Puisi Putra II”.Jakarta: Merdeka, Jumat, 17 November.
Mardanus, Doddy. 1978. “Kupasan atas Kepenyairan
Sapardi Djoko Damono: Efe, Sadar dalam Ungkapan
Intuisi”. Jakarta: Sinar Harapan, Senin, 11 September.
Mohamad, Goenawan. 1969. “Nyanyi Sunyi Kedua: Sajak- Sajak
Sapardi Djoko Damono 1967—1968”. Jakarta: Horison, Tahun III. 190
Nadaek, Wilson. 1972. “Eli-Eli, Lama SABACHTANI: Sebuah Pembicaraan
atas Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono”. Jakarta: Sinar Harapan,
Senin, 11 September.
Nadesul, Hendrawan. 1975. “Akuarium Sapardi yang Tanpa Ikan”. Jakarta:
Sinar Harapan, Selasa, 20 Mei.
Nadjib, Mh. 1978. “Sajak-Sajak Sapardi: Suatu Pengembaraan Jiwa”. Jakarta:
Sinar Harapan, Sabtu, 17 Juli.
Nassyam, Maud Yunizar. 1986. “Mengenal Puisi Modern Indonesia: Sapardi
Djoko Damono Si Perahu Kertas”. Padang: Singgalang, Selasa, 15
Desember.
Prehantoro, Mulyono. 1986. “Sapardi Syah Terima Anugerah Piagam Puisi
Putra 83”. Jakarta: Merdeka, 7 September.
Purwosito, Andrik. 1985. “Sapardi Djoko Damono: Saya Menulis Terserah
Orang Lain Menilai”. Yogyakarta: Minggu Pagi, Minggu, 3 Maret.
Rifani, Fuad. 1985. “Sapardi Djoko Damono dengan ‘Mata Pisau’-nya,
Jakarta: Pelita, Rabu, 25 September.
Rokan, Akhas Taufiks. 1979. “Sastra dan Kemanusiaan”. Medan: Mingguan
Waspasa, Minggu, 25 Maret.
Sayuti, Suminto A. 1979. “Alusi dalam Duka-Mu Abadi”. Jakartra: Suara
Karya, Jumat, 7 September.
Soeharianto, S. 1978. “Dari Kebun Binatang ke Sorga Bersama Sapardi Djoko
Damono”. Jakarta: Suara Karya, Jumat, 30 Januari.

73
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Srimulyati, Ari. 1989. “Dari Telinga Sapardi Menuju Mistik Wayang Jawa”.
Jakarta: Berita Buana, Selasa, 6 Juni. Sugiyo, Th. 1975. “Karya Sapardi:
Puisi dan Meditasi”. Bandung: Pikiran Rakyat, Kamis, 27 Maret.
Sumardi. 1975. “Mata Pisau Sapardi Djoko Damono: Puisi Alit yang
Berhasil”. Jakarta: Kompas, Selasa, 3 Juni. Sumardjo, Jakob, 1984.
“Sapardi Djoko Damono, Penyair Alam: Maut yang Ada dalam Perahu
Kertas”. Bandung: Pikiran Rakyat, Rabu, 18 dan 25 Juli.
Sunanda, Adyana. 1990. “Religiusitas: Obsesi Kegelisahan Sang Penyair”.
Jakarta: Berita Buana, Selasa, 9 Januari.
Suryadi Ag., Linus. 1974. “Sesudah Duka-Mu Abadi: Apa Kabar Sapardi?”.
Jakarta: Kompas, Selasa, 5 November.
Suryanto, Lucianus Bambang. 1985. “PerahuKertas Sapardi Djoko Damono:
Sajak-Sajak Nikmat”, Jakarta: Berita Buana, Selasa, 28 Mei.
Tand, B.Y. 1986. “Peranan Kata Dalam Puisi”. Jakarta: Berita Buana, Selasa,
9 September.
tda. 1975. “Sapardi Djoko Damono: Penyair Paling Kurus”. Jakarta: Midi, 15
Oktober.
Teeuw, A. 1980. “Tritunggal tentang Waktu: Sapardi Djoko Damono” dalam
Tergantung Pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tina Tj., Christine. 1990. “Dr. Sapardi Djoko Damono”. Jakarta: Suara Karya
Minggu, Munggu Keempat Januari.
—————. 1990. “Maut Itu Puitis”. Jakarta: Suara Karya Minggu, Minggu
Keempat Januari.
Wahyudi, Ibnu. 1985. “Peningkatan Pemahaman Sastra Lewat HISKI”.
Jakarta: Suara Karya, Jumat, 16 Agustus.
Wibowo, Wahyu. 1988. “Adam di Mata Sapardi Djoko Damono”. Jakarta:
Berita Buana, Selasa, 29 Maret.
Wirjosudarmo, Soekono. 1985. “Sapardi Djoko Damono” dalam Sastra
Indonesia Modern. Surabaya: Sinar Wijaya, hlm. 280—289 (Santosa,
20130O)
Berbagai ulasan tentang sajak Sapardi Djoko Damono belum ada yang
membahas secara khusus puisi tentang maut atau kematian, yakni Saat
Sebelum Berangkat, Berjalan di Belakang Jenazah, dan Sehabis Mengantar
Jenazah. Tiga puisi ini boleh dikata tritunggal tentang waktu.
b. Penentuan masalah yang dikritik, pendekatan, dan cara penilaian
Dalam perspektif atau cara pandang semiotik dibedakan antara arti
atau meaning dan makna atau significance. Arti atau meaning cenderung

74
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

objektif karena bersifat tekstual, sedangkan makna cenderung subjektif


karena sesuai dengan tafsiran pembaca. Atas dasar itu masalah makna
antologi Hujan Bulan Juni yang direpresentasikan dalam tiga puisi Saat
Sebelum Berangkat, Berjalan di Belakang Jenazah, dan Sehabis Mengantar
Jenazah adalah tentang peringatan akan kematian. Pendekatan yang
digunakan adalah stuktural-semiotik, dengan cara atau teknik menganalisis
makna bait, makna hubungan antarbait, makna baris, makna hubungan
antarbaris. Interpretasi makna dilakukan secara semiotik Peirce, yakni
makna ikon, makna indeks, dan makna simbol. Penilaian dilakukan secara
induktif dengan mengikuti pola atau alur poetika penyairnya.
c. Penyusunan kerangka kritik
Kerangka kritik disusun untuk memenuhi keutuhan gagasan sekaligus
untuk menghindari gagasan yang tercecer. Kritik dibagi menjadi tiga unsur
atau bagian, yakni pembuka, inti, dan penutup.
Judul : Memento Mori dalam Keimajisan Diksi Puisi
Saat Sebelum Berangkat, Berjalan di Belakang
Jenazah, dan Sehabis Mengantar Jenazah
Karya Sapardi Djoko Damono (SPDD)

Pembuka : a. Memberikan kesan umum tentang daya


tarik tiga puisi yang dikritik dikaitkan
dengan …
b. Tinjauan umum,
c. Tinjauan tentang makna puisi dan masalah
yang urgen untuk dikritik,
d. Pendekatan dan cara penilaian yang
digunakan.
Inti : a. Memberikan analisis secara struktural
dan interpretasi secara semiotik,
b. Memberikan alasan atau argumen dan
bukti tekstual serta
c. Memberikan penilaian.
Penutup : a. Menyimpulkan penilaian serta
b. Penegasan ulang tentang penilaian yang
diberikan.

75
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

4. 2. Praktik Menulis Kritik Puisi Mandiri-Mengganti


Contoh 3:

(Foto Sapardi Djoko Damono)


Sumber: minews.id

SAAT SEBELUM BERANGKAT


mengapa kita masih juga bercakap
hari hampir gelap
menyekap beribu kata diantara karangan bunga di ruang semakin maya, dunia
purnama
sampai tak ada yang sempat bertanya mengapa musim tiba-tiba reda
kita di mana. waktu seorang bertahan di sini di luar para pengiring jenazah
menanti

1967

BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH


BAIT I
berjalan di belakang jenazah angin pun reda jam mengerdip
tak terduga betapa lekas
siang menepi, melapangkan jalan dunia

76
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

BAT II
di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala
di atas: matahari kita, matahari itu juga
jam mengambang di antaranya
tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya

1967

SEHABIS MENGANTAR JENAZAH


BAIT I
masih adakah yang akan kautanyakan
tentang hal itu? hujan pun sudah selesai
sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap di bawah bunga-
bunga menua, matahari yang senja
BAIT II
pulanglah dengan payung di tangan, tertutup
anak-anak kembali bermain di jalanan basah
seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh barangkali kita tak
perlu tua dalam tanda Tanya
BAIT III
masih adakah? alangkah angkuhnya langit
alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita seluruhnya, seluruhnya
kecuali kenangan
pada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba

1967

77
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Contoh Kritik 3:

MEMENTO MORI DALAM KEIMAJISAN DIKSI PUISI SAAT SEBELUM


BERANGKAT, BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH, DAN SEHABIS
MENGANTAR JENAZAH KARYA SPDD

Oleh
Heri Suwignyo
*
1
Kesan umum membaca tiga puisi karya Sapardi Djoko Damono Saat
Sebelum Berangkat, Berjalan di Belakang Jenazah, Sehabis Mengantar Jenazah
adalah bahasanya yang filmis. Selaku pembaca, imajinasi kita seolah mendengar,
melihat, dan merasa saat sebelum berangkat, berjalan di belakang di jenazah, dan
sehabis mengantar jenazah. Secara semiotik hubungan antarpuisi satu-dua-tiga
menandai makna utuh, yakni tentang tritunggal tentang waktu sebelum, saat,
dan sesudah mengantar jenazah. Kemenarikan tiga puisi ini adalah penggunaan
diksi yang bersifat imajis-filmis untuk mengingatkan terrhadap kematian. Jenazah
secara konvensi adalah simbol kematian.
2.
Dalam bahasa Latin ‘ingatlah akan kematianmu’ (spesifik) tetapi juga
‘ingatlah untuk mati’ (general) dinamakan memento mori. Memento mori
mengajarkan seseorang selalu memberikan yang terbaik dalam hidup ini. Dalam
menjalani aktivitas sehari-hari lakukanlah semuanya itu seolah-olah hari ini
adalah hari terakhir dalam hidup sehingga semua yang dilakukan memiliki arti
bagi diri sendiri dan orang lain.
3
Memandang dan menyikapi kematian dapat dibandingan dengan
memandang gelas dalam kondisi separuh penuh dan separuh kosong. Ada cara
menyandingkan istilah memento mori dengan istilah carpe diem. Menyandingkan
tidaklah harus mempertentangkan. Carpe diem diartikan kegiatan menikmati,
menjalani, menggunakan atau to enjoy, seize, use, make use of dsb. Pertama kali
digunakan oleh Horatius--penyair Yunani—hidup 65-86 SM “carpe diem, quam
minimum credula postero” artinya “petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin
akan hari esok.”Memento mori adalah gelas separuh kosong sedangkan carpe
diem adalah gelas separuh penuh.

78
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

4
Maksud kata-kata tersebut adalah seseorang dianjurkan untuk hidup
memanfaatkan hari ini secara optimal tidak minimal, setengah-setengah apalagi
menunda sesuatu untuk hari esok. Carpe diem. Hari ini. Saat ini. Bukan esok.
Bukan hari setelah esok. Hari inilah seseorang haruslah membuat sesuatu nyata
dalam hidup. Saat inilah seseorang bertindak nyata dalam hidupnya. Hari inilah
seseorang berpikir dengan seksama. Saat inilah seseorang berpikir kritis. Sekarang
jugalah seharusnya seseorang banyak bertanya mengenai segala hal yang ada di
sekitar dan dalam hidupnya. Hari inilah. Saat ini. Sekaranglah waktunya. Tidak
ada waktu yang lebih tepat dibandingkan waktu sekarang. Bukan hari esok. Bukan
juga hari setelah esok
5
Jejak-jejak makna tiga puisi ini ditelusuri secara struktural-semiotik, yakni
dengan menganalisis dan menginterpretasikan makna bait, makna antarbait,
makna larik dalam bait, makna larik antarbait secara keseluruhan. Interpretasi
dan pemaknaan puisi dilakukan secara semiotik ala Peirce dengan memfokuskan
pada makna ikonik, indeks, dan makna simbolik.
**
6
Tiga puisi Sapardi Djoko Damono (SPDD) ‘Saat Sebelum Berangkat,’
memiliki struktur I: 3, II: 2, ‘Berjalan di Belakang Jenazah’ berstruktur I:3, II:4, dan
‘Sehabis Mengantar Jenazah’ berstruktur I:4, II:4, III:4. Puisi pertama, dalam larik
1 bait I penyair membuka dengan pertanyaan retoris mengapa kita masih juga
bercakap dalam latar waktu dan ruang yang kurang menyenangkan. Bunyi-bunyi
kakufoni hari hampir gelap menyekap beribu kata menegaskan hal itu. Bait II larik
1 adalah bentuk kontras dengan 3 larik bait I, imajinasi suasana, latar waktu dan
tempat serta imajinasi visual yang menggambarkan seseorang telah meninggal
-seorang bertahan di sini—di luar para pengiring jenazah menanti. Secara
semiotik bait I mengisyaratkan makna indeks mengapa seseorang masih abai, lalai
ketika kematian mendekat, ucapan belasungkawa saat kematian di dunia khayal
atau dunia nyata dunia yang sesungguhnya. Sampai akhirnya disadari mendadak
kehidupan sirna. Kebingungan. Saat seseorang meninggal sementara para camat
(calon mayat) menanti giliran

SAAT SEBELUM BERANGKAT


BAIT I
1. mengapa kita masih juga bercakap
(mengapa seseorang masih abai atau lalai)

79
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

2. hari hampir gelap


(kematian semakin mendekat)
3. menyekap beribu kata diantara karangan bunga di ruang semakin maya, dunia
purnama
(ucapan belasungkawa saat kematian di kehidupan khayalan dan kenyataan).
BAIT II
1. sampai tak ada yang sempat bertanya mengapa musim tiba-tiba reda
(sampai akhirnya disadari mendadak kehidupan sirna)
2. kita di mana. waktu seorang bertahan di sini di luar para pengiring jenazah
menanti
(kebingungan. Saat seseorang meninggal sementara para camat (calon mayat)
menanti giliran.
7
Puisi kedua “Berjalan di Belakang Jenazah” di bait (I:1,3) digambarkan oleh
penyair dengan imaji visual saat mengiringi kematian tak ada lagi kegiatan dan
juga ketidakmenentuan waktu, begitu cepat kematian menjelang menuju akhir
kehidupan. Bait II: 1,2,3,4 digambarkan di sekitar atau di lingkungan tetangga
orang-orang bersedih atau ikut berduka cita. Harapannya adalah kehidupan
semua orang adalah bersumber dari kehidupan yang sama. Waktu masih berlaku
juga di antara keduanya, mengejutkan, waktu yang berlaku itu tidak ada artinya
lagi)

BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH


BAIT I
1. berjalan di belakang jenazah angin pun reda jam mengerdip
(mengiringi kematian, tak ada aktivitas waktu pun tak menentu, antara ada
dan tiada)
2. tak terduga betapa lekas
(begitu cepat)
3. siang menepi, melapangkan jalan dunia
(kematian menjelang, melapangkan akhir jalan kehidupan)
BAIT II
1. di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala
(di sekitar: orang-orang bersedih atau berduka cita).
2. di atas: matahari kita, matahari itu juga
(harapan: kehidupan semua orang adalah kehidupan yang sama)

80
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

3. jam mengambang di antaranya


(waktu masih berlaku di antara keduanya)
4. tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya
(tetapi mengejutkan, sayang waktu yang berlaku itu tidak ada artinya lagi)
8
Puisi ketiga: ‘Sehabis Mengantar Jenazah’ terdiri atas 3 bait. Bait I: 1,2,3,4
dimulai dengan rasa ingin tahu seseorang tentang tanda-tanda atau isyarat
kematian, ketika seseorang asyik menikmati kehidupan, dunia yang indah dan
menyenangkan. Di Bait II: 1,2,3,4 dibuka dengan instruksi untuk meninggal dunia
dengan cara yang baik. Di bait III: 1,2,3,4 terungkap keingintahuan/kuriositas
tentang tidak pedulinya yang di atas, betapa tidak pedulinya jalan kematian yang
akan dilewati seluruhnya, kecuali kenangan, menuju alam kubur yang lengang
adanya.

SEHABIS MENGANTAR JENAZAH


BAIT I
1. masih adakah yang akan kautanyakan
(adakah keingintahuanmu/ seseorang)
2. tentang hal itu? hujan pun sudah selesai
(tentang tanda-tanda atau isyarat kematian? Kehidupan pun berakhir
3. sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap di bawah bunga-
bunga
(saat seseorang asyik mereguk kehidupan dunia, sambil berencana dibawah
keindahan)
4. menua, matahari yang senja
(yang memudar, tentang kehidupan yang akan berakhir).
BAIT II
1. pulanglah dengan payung di tangan, tertutup
(meninggallah tanpa beban, sempurna)
2. anak-anak kembali bermain di jalanan basah
(anak-anak turunmu bermain bergembira ria).
3. seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh barangkali kita
tak
(seolah-olah kita/seseorang berkhayal membayangkan kehidupan yang
menyenangkan sehingga)
4. perlu tua dalam tanda Tanya
(tak perlu bersusah payah mendapatkan jawaban tentang misteri kematian)

81
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

BAIT III
1. masih adakah? alangkah angkuhnya langit
(ingin tahu atau penasaran? betapa tidak pedulinya yang di atas
2. alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita seluruhnya, seluruhnya
kecuali
(betapa tidak pedulinya kematian yang akan kita jalani seluruhnya, kecuali)
3. kenangan
(peristiwa yang pernah terjadi)
4. pada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba
(di alam kubur yang lengang adanya).
9
Secara semiotik makna puisi pertama ‘Saat Sebelum Berangkat’ bait I
adalah peringatan mengapa seseorang atau kita pada umumnya abai atau lalai,
meski kematian sudah mendekat, bahkan ketika seseorang telah menjadi jenazah
sementara yang lain sedang menanti giliran semata. Memento mori maksudnya
ingatlah akan kematianmu begitu filmis diungkapkan dalam diksi mengapa
kita masih bercakap (sementara) hari hampir gelap. Diksi kita masih bercakap
mensugestikan bahwa kita mendengar orang-orang masih asyik dengan hal-hal
yang mungkin tidak perlu dan penting, (padahal) hari hampir gelap adalah simbol
kematian karena hari hampir gelap adalah gambaran suasana terang menuju gelap
yang bermakna kematian. Bait II bermakna bahwa akibat kelalaian dan keabaian
kita pada umumnya, tidak disadari, tiba-tiba kehidupan yang kita banggakan
sirna. Sampai tak ada yang sempat bertanya mengapa musim tiba-tiba reda?
Musim tiba-tiba sirna adalah kehidupan yang berakhir begitu saja. Sebagaimana
terjadi pada lazimnya, seseorang atau kita pada umumnya mendadak bingung
atau kebingungan ketika seseorang pergi tidak kembali alias mati, sementara
yang masih hidup hanyalah menanti giliran untuk menyusulnya. Imajinasi visual
demikian sugestif ketika Sapardi Djoko Damono (SPDD) mengungkapkan makna
tersebut dengan diksi kita di mana. waktu seorang bertahan di sini di luar para
pengiring jenazah menanti. Sungguh luar biasa hanya dengan kehalusaan dan
kepekaan mata batin saja yang mampu mengungkap misteri kematian dengan
cara demikian. Itulah kekhasan SPDD dengan kata-kata sederhana mampu
menyampaikan pesan luar biasa.
10
Sajak kedua ‘Berjalan di Belakang Jenazah’ bait I menyiratkan makna
bahwa ketika kita mengantar kematian semuanya lepas, tak ada lagi aktivitas juga
waktu. Semuanya begitu cepat mengantarkan ke jalan akhir kehidupan. Berjalan

82
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

di belakang jenazah angin pun reda jam mengerdip. tak terduga betapa lekas.
melapangkan jalan dunia. Angin dan jam adalah simbol aktivitas dan waktu.
Tak terduga betapa lekas adalah frasa yang sangat filmis-visual menggambarkan
keterkejutan seseorang atau kita semua yang cenderung abai atau lalai bahkan
cenderung asyik dengan hal-hal yang sepele atau remeh-temeh meskipun ujung
jalan kehidupan di depan mata. Makna bait II menegaskan bahwa ketika seseorang
orang meninggal dunia orang-orang di sekitar rumah ikut bersedih atau berbela
sungkawa. Harapan: kehidupan semua orang adalah bersumber dari kehidupan
yang sama. Waktu masih berlaku di antara keduanya. Tetapi mengejutkan, sayang
waktu yang berlaku itu tidak ada artinya lagi.
11
Diksi yang dipilih adalah di samping: pohon-pohon menundukkan kepala.
Diksi di atas: matahari kita, matahari itu juga. Jam mengembang di antaranya
tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya. Juga harapan: kehidupan
semua orang adalah bersumber dari kehidupan yang sama. Jam mengambang
di antaranya. Waktu masih berlaku di antara keduanya. Tetapi, mengejutkan, tak
terduga begitu kosong waktu menghirupnya. Tak terduga begitu kosong waktu
menghirupnya menyaran pada isyarat kematian atau ‘rigor mortis’. Secara semiotis
inilah makna indeksikal yang paling nyata. Saya jadi teringat nukilan sajak Chairil
Anwar ‘Kawanku dan Aku,’ larik keempat dan kelima yang berbunyi /Berkakuan
kapal-kapal di pelabuhan / Darahku mengental pekat/ Aku tumpat pedat/ Isyarat
apa lagi selain maut ketika kapal-kapal di pelabuhan menjadi kaku, darah yang
mengental pedat, aku tumpat pedat adalah kesengajaan Chairil mengganti bunyi
h menjadai t, tumpah menjadi tumpat untuk membangkitkan efek bunyi yang
kurang enak/kurang menyenangkan atau kakufoni (Teeuw, 1983:15).
12
Makna puisi ketiga ‘Sehabis Mengantar Jenazah’ adalah isyarat pertama
bait I akan datangnya kematian yang dirangkai apik dalam 3 bait. Isyarat pertama,
masih sangsikah kita tentang isyarat kematian yang demikian akrab ketika kita
asyik mereguk kehidupan dunia yang indah dan menyenangkan ini. Isyarat kedua
bait II maka matilah engkau dengan husnul khotimah (dengan payung di tangan,
tertutup), anak turunmu yang kau tinggalkan bergembira ria, membayangkan
kehidupan yang menyenangkan, sebab itu kita tidak perlu bersusah payah
memperoleh jawaban tentang misteri kematian. Isyarat ketiga bait III adalah masih
adakah keraguan tentang tidak pedulinya yang di atas, juga tentang kematian
yang akan kita jalani semuanya, untuk kemudian masuk dalam alam kubur yang
senantiasa lengang adanya.

83
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

13
Hubungan makna antarbait dalam puisi tersebut adalah ragu-ragu-pasti—
ragu-ragu. Mula-mula masih muncul adanya kesangsian akan isyarat kematian di
tengah hebohnya kehidupan dunia. Bait kedua instruksi untuk mati dengan cara
yang baik (husnul khatimah), anak turunmu yang kau tinggalkan akan bergembira
ria. Meskipun demikian, kesangsian muncul kembali: tentang tidak pedulinya
Yang Di Atas, juga tentang tidak pedulinya maut atau kematian yang akan dijalani.
Untuk sampai dalam kubur yang senantiasa lengang adanya. Tampaknya SPPD
ingin memberikan penguatan bahwa beginilah penyikapan seseorang tentang
kematian. Mungkin yang lebih tepat adalah sikap kegamangan akan datangnya
kematian yang selalu misterius.
***
14
Memento mori mengajarkan seseorang selalu memberikan yang terbaik
dalam hidup ini. Dalam menjalani aktivitas sehari-hari lakukanlah semuanya
itu seolah-olah hari ini adalah hari terakhir dalam hidup sehingga semua yang
dilakukan memiliki arti bagi diri sendiri dan orang lain. Penyair berada dalam
kata dia berada di luar bahasa. Pernyataan ini sangat tepat diberikan kepada
SPDD. Melalui tiga kejadian, yakni sebelum, pada saat, dan sehabis/sesudah
mengantar jenazah isyarat memento mori ini disampaikan dengan cara yang
unik dan khas. Di luar bahasa maksudnya diluar konvensi atau kebiasaan. SPDD
merintis pengucapan baru dalam berpuisi. Unik karena tidak ada yang menyamai,
khas artinya terbedakan dengan yang lain. Dengan sangat kreatif diksi imaji
tentang alam dipilihnya: hari hampir gelap, dunia purnama, musim tiba-tiba
reda (puisi pertama ‘Saat Sebelum Berangkat’. Puisi kedua ‘Berjalan Di Belakang
Jenazah’: angin pun reda, jam mengerdip, siang menepi, melapangkan jalan
dunia, di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala, di atas: matahari
kita, matahari itu juga, jam mengambang di antaranya tak terduga begitu kosong
waktu menghirupnya. Puisi ketiga ‘Sehabis Mengantar Jenazah’ diksi imajis yang
dipilih adalah: hujan pun sudah selesai, bercakap di bawah bunga-bunga menua,
matahari yang senja; pulanglah dengan payung di tangan, tertutup, anak-anak
kembali bermain di jalanan basah, seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di
bukit-bukit jauh, barangkali kita tak perlu tua dalam tanda Tanya.
15
Berpuisi bagi Sapardi Djoko Damono pada akhirnya bukanlah pada apa
yang disampaikan. Persoalan pesan tentang maut, tentang tanda-tanda dan isyarat
kematian banyak ditemukan dalan berbagai artikel. Bagi SPPD berpuisi adalah
persoalan bagaimana mengolah bunyi merangkai kata untuk menyampaikan
pesan atau konten tertentu dalam hal ini persoalan memento mori secara imajis-

84
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

filmis, khas, unik, subtil, dan menarik. Semuanya ada di sini tritunggal tentang
waktu sebelum, saat, dan sehabis mengantar jenazah ***

DAFTAR RUJUKAN
Damono, Sapardi Djoko. 2016. Hujan Bulan Juni. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3.

C. MELAKUKAN PERLATIHAN
BERLATIH 1
TAHAP MENULIS KRITIK PUISI TERBIMBING--MENIRU

Menulis kritik puisi terbimbing penekanannya pada meniru karya kritik sebelumnya
menyangkut (a) pendekatan, metode dan teknik mengkritik, serta (b) masalah atau fokus
yang dikritik. Karya sastra yang dikritik berubah ditentukan yang memiliki kemiripan/
keserupaan dengan karya kritik yang ditiru.
POLA PENIRUAN
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—tetap/sama. (V)
• masalah/fokus masalah yang dikritik –tetap/sama (V)
• teks puisi yang dikritik—berubah/berbeda dengan yang
ditiru, tetapi memiliki kemiripan/keserupaan (--)

JUDUL PUISI ‘DONGENG SEBELUM TIDUR’


Goenawan Mohamad
I
“Cicak itu, cintaku, berbicara tentang kita.
Yaitu nonsense.”
II
Itulah yang dikatakan baginda kepada permaisurinya,
pada malam itu. Nafsu di ranjang telah jadi teduh
dan senyap merayap antara sendi dan sprei.
III
“Mengapakah tak percaya? Mimpi akan meyakinkan
seperti matahari pagi.”

85
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

IV
Perempuan itu terisak, ketika Anglingdarma menutupkan
kembali kain dadanya dengan nafas yang dingin,
meskipun ia mengecup rambutnya.
V
Esok harinya permaisuri membunuh diri dalam api.
VI
Dan baginda pun mendapatkan akal bagaimana ia harus
melarikan diri—dengan pertolongan dewa-dewa entah
darimana – untuk tidak setia.
VII
“Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus, patihku?
Mengapa harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari
kehidupan dan sebagainya dan sebagainya?”
1971

LANGKAH-LANGKAH BERLATIH:
POLA PENIRUAN:
PROSEDUR KRITIK TETAP, MASALAH TETAP, TEKS KARYA BERUBAH
• Posedur kritik tetap: pendekatan, metode, dan teknik mengkritik dengan
karya kritik sebelumnya.
• Masalah yang dikritik tetap, yakni makna pasemon
• Teks puisi yang dikritik berubah, semula Nina Bobok karya GM berubah/
diubah, menjadi Dongeng Sebelum Tidur (DST) karya GM.
RAMBU-RAMBU:
1. Berilah judul kritik Anda ‘Makna Pasemon Puisi Dongeng Sebelum Tidur (DST)
karya Goenawan Mohamad (GM)
2. Bukalah kritik Anda dengan cara: (1) memberikan pandangan umum makna
puisi DST karya GM, (2) masalah pasemon dalam puisi DST, (3) pendekatan dan
cara mengkritik atau menilai puisi DST karya GM secara struktural-semiotik
3. Bahaslah bagian inti kritik dengan cara: (1) menganalisis larik dalam dalam
seluruh bait puisi DST, (2) hubungan antarlarik dalam setiap bait puisi DST, (3)
hubungan antarlarik setiap bait II puisi DST, (4) hubungan antarlarik antarbait
puisi DST, (4) memaknai/memberikan interpretasi makna setiap bait puisi

86
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

DST secara semiotis, dan (5) memberikan penilaian makna pasemon dalam
puisi DST secara utuh dan menyeluruh.
4. Tutuplah kritik Anda dengan cara: (1) penegasan ulang tentang makna
pasemon puisi DST, dan memberikan timbangan baik-buruk atau kelemahan
dan kelebihan puisi DST ditinjau dari makna pasemon.

BERLATIH 2
TAHAP MENULIS KRITIK PUISI SEMI TERBIMBING—MENGUBAH

Menulis kritik semi terbimbing penekanannya pada kegiatan mengubah dari karya
sebelumnya, mengubah dapat dilakukan dengan mengubah salah satu dari (a)
pendekatan, metode dan teknik mengkritik yang digunakan, (b) masalah atau fokus
yang dikritik/dinilai, serta (c) objek/karya sastra yang dikritik.

POLA PENGUBAHAN
A.
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—tetap/sama. (V)
• masalah/fokus masalah yang dikritik – berubah (--)
• teks puisi yang dikritik—tetap/sama (V)
B.
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—tetap/sama (V)
• masalah/fokus masalah yang dikritik – tetap/sama (V)
• teks puisi yang dikritik—berubah (--)
C.
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—berubah (--)
• masalah/fokus masalah yang dikritik – tetap/sama (V)
• teks puisi yang dikritik— tetap/sama (V)
D
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—berubah (--)
• masalah/fokus masalah yang dikritik – tetap/sama (V)
• teks puisi yang dikritik—berubah (--)

Silakan dipilih dalah satu pola saja untuk berlatih

87
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

JUDUL PUISI DONGENG SEBELUM TIDUR


Goenawan Mohamad
I
“Cicak itu, cintaku, berbicara tentang kita.
Yaitu nonsense.”
II
Itulah yang dikatakan baginda kepada permaisurinya,
pada malam itu. Nafsu di ranjang telah jadi teduh
dan senyap merayap antara sendi dan sprei.
III
“Mengapakah tak percaya? Mimpi akan meyakinkan
seperti matahari pagi.”
IV
Perempuan itu terisak, ketika Anglingdarma menutupkan
kembali kain dadanya dengan nafas yang dingin,
meskipun ia mengecup rambutnya.
V
Esok harinya permaisuri membunuh diri dalam api.
VI
Dan baginda pun mendapatkan akal bagaimana ia harus
melarikan diri—dengan pertolongan dewa-dewa entah
darimana – untuk tidak setia.
VII
“Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus, patihku?
Mengapa harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari
kehidupan dan sebagainya dan sebagainya?”
1971

88
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

LANGKAH-LANGKAH BERLATIH:
POLA A:
PROSEDUR TETAP-MASALAH BERUBAH-TEKS KARYA TETAP
• Posedur kritik tetap: pendekatan, metode, dan teknik mengkritik dengan karya
kritik sebelumnya.
• Masalah yang dikritik berubah: semula masalah makna pasemon berubah
menjadi masalah ironisme atau kesetiaan pada janji
• Teks puisi yang dikiritik tetap, yakni Dongeng Sebelum Tidur (DST) karya GM
RAMBU-RAMBU
e. Ubahlah judul kritik Anda dengan fokus masalah antara lain: (1) masalah
ironisme Puisi ‘Dongeng Sebelum Tidur’ (DST) karya Goenawan Muhamad
(GM), (2) masalah kesetiaan pada janji puisi Dongeng Sebelum Tidur
(DST) karya Goenawan Mohamad (GM, (3) masalah lain yang dapat Anda
kembangkan dst.
f. Bukalah kritik Anda dengan cara memberikan pandangan umum: (1) makna
puisi sesuai dengan masalah umum dalam puisi DST karya GM, (2) masalah
yang Anda pilih, ironisme atau kesetiaan pada janji dalam puisi DST, (3)
pendekatan dan cara mengkritik atau menilai puisi DST karya GM secara
struktural-semiotik
g. Bahaslah bagian inti kritik dengan cara: (1) menganalisis larik dalam seluruh
bait puisi DST, (2) hubungan antarlarik dalam setiap bait puisi DST, (3)
hubungan antarlarik setiap bait puisi DST, (4) hubungan antarlarik antarbait
puisi DST, (4) memaknai/memberikan interpretasi makna setiap bait puisi
DST secara semiotis, dan (5) memberikan penilaian makna ironisme atau
kesetiaan pada janji dalam puisi DST secara utuh dan menyeluruh.
h. Tutuplah kritik Anda dengan cara: (1) penegasan ulang tentang makna
ironisme atau kesetiaan pada janji puisi DST, dan memberikan timbangan
baik-buruk atau kelemahan dan kelebihan puisi DST ditinjau dari makna
ironisme atau kesetiaan pada janji
LANGKAH-LANGKAH BERLATIH:
POLA B:
PROSEDUR TETAP-MASALAH TETAP-TEKS KARYA BERUBAH
• Prosedur tetap (pendekatan, metode dan tenik mengkritik) sama dengan karya
kritik sebelumnya
• Masalah yang dikritik tetap, yakni masalah makna pasemon
• Teks puisi yang dikritik berubah: silakan dicarikan puisi lain

89
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

RAMBU-RAMBU
a. Ubahlah judul kritik Anda dengan fokus masalah antara lain: (1) masalah
ironisme Puisi Dongeng Sebelum Tidur (DST) karya Goenawan Muhamad
(GM), (2) masalah kritik tetap, yakni masalah makna pasemon, pada (3) teks
puisi yang lain, misalnya puisi ‘Asmaradana’ karya Goenawan Mohamad atau
judul puisi lain yang mengandung makna pasemon.
b. Bukalah kritik Anda dengan cara memberikan pandangan umum tentang
(1) makna puisi Asmaradana, (2) masalah atau kandungan makna pasemon
dalam puisi ‘Asmaradana,’ (3) pendekatan dan cara mengkritik atau menilai
puisi Asmaradana karya GM secara struktural-semiotik
c. Bahaslah bagian inti kritik dengan cara: (1) menganalisis larik dalam seluruh
bait puisi Asmaradana, (2) hubungan antarlarik dalam setiap bait puisi
Asmaradana, (3) hubungan antarlarik setiap bait puisi Asmaradana, (4)
hubungan antarlarik antarbait puisi Asmaradana, (4) memaknai/memberikan
interpretasi makna setiap bait puisi Asmaradana secara semiotis, dan (5)
memberikan penilaian makna pasemon dalam puisi Asmaradana secara utuh
dan menyeluruh.
d. Tutuplah kritik Anda dengan cara: (1) penegasan ulang tentang makna
pasemon puisi ‘Asmaradana,’ dan memberikan timbangan baik-buruk atau
kelemahan dan kelebihan puisi ‘Asmaradana’ ditinjau dari makna pasemon.

POLA C:
• Prosedur kritik berubah, misalnya semula pendekatan objektif dengan metode
dan teknik struktural-semiotik berubah atau diganti dengan pendekatan
ekspresif dengan metode struktural
• Masalah yang dikritik tetap, sama dengan jarya kritik sebelumnya.
• Teks puisi yang dikritik tetap, sama dengan kritik sebeluknya.

JUDUL PUISI ‘ASMARADANA’


Goenawan Mohamad
I
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa
hujan dari daun
karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda
serta langkah
pedati ketika langit bersih kembali menampakkan
bimasakti,

90
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

yang jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada


yang berkata-kata.
II
Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia
melihat peta,
nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak
semuanya
disebutkan.
III
Lalu, ia tahu perempuan itu tak akan menangis.
sebab bila esok
pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh
ke utara,
Ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang
akan tiba
karena ia tak berani lagi
IV
Anjasmara, adikku, tinggallah, seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kauliupakan
wajahku,
kulupakan wajahmu.
1971

REMINDER
• Puisi Asmaradana merujuk pada matra puisi tembang Jawa kisah seorang pemuda
Damarwulan untuk pergi ke medan perang atas titah Ratu Kencanawungu,
Damarwulan tahu inilah perpisahan untuk selamanya apakah dia menang perang
atau gugur dalam peperangan.
• Manfaatkan lirik tembang jawa Asmaradana Anjasmara Arimami di internet
• Kisah/babad, film tentang Damarwulan di internet.

91
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

BERLATIH 3
TAHAP MENULIS KRITIK PUISI MANDIRI—MENGGANTI
Menulis kritik puisi mandiri penekanannya pada pemberian keleluasaan pada
mahasiswa untuk mengganti seluruh unsur karya kritik sebelumnya, yakni (1) unsur
prosedur kritik (pendekatan, metode, dan teknik mengkritik) sebelumnya, (2) fokus
atau masalah yang dikritik, dan (3) teks karya yang dikritik, atau mengganti sebagian
sunsur karya kririk sebagaimana terjabar dalam pola penggantian berikut ini.
POLA PENGGANTIAN
A.
• pendekatan-metode-teknik mengkritik-- ganti (--)
• masalah/fokus masalah yang dikritik –-ganti (--)
• teks puisi yang dikritik—ganti (--)
B.
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—ganti (--)
• masalah/fokus masalah yang dikritik – tetap/sama (V)
• teks puisi yang dikritik—ganti (--)
C.
• pendekatan-metode-teknik mengkritik—tetap/sama (V)
• masalah/fokus masalah yang dikritik – tetap/sama (V)
• teks puisi yang dikritik—ganti (--)

Silakan dipilih salah satu pola saja untuk berlatih

LANGKAH-LANGKAH BERLATIH:
POLA A:
PROSEDUR GANTI-MASALAH GANTI-TEKS KARYA GANTI
• Ganti prosedur, misalnya semula pendekatan strukturalisme dinamik atau
struktural-semiotik diganti dengan pendekatan ekspresif atau lainnya. Metode
dan teknik analisis adalah dengan menganalisis unsur kebahasaan (kata, larik,
bait) unsur makna kata, larik, bait hubungan antarkata, antarlarik, antarbait
untuk mengungkapkan ekspresi/alam atau dunia batin penyairnya.
• Ganti masalah, misalnya semula masalah makna pasemon diganti dengan
masalah alam dunia batin penyairnya.
• Ganti teks puisi, misalnya semula puisi Asmaradana diganti dengan teks
puisi lain atau kumpulan puisi tertentu yang kaya mengandung dunia batin
penyairnya. Anda dapat memanfaatkan karya-karya penyair terkenal, misalnya
W.S Rendra, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, D.
Zawawi Imron, K.H. Mustofa Bisri atau penyair lainnya.

92
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

RAMBU-RAMBU
a. Misalnya, gantilah judul, fokus masalah, dan teks puisi yang dikritik. Orientasi
kebangsaan Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia (MAJOI) karya Taufiq Ismail.
b. Misalnya, bukalah kritik Anda dengan cara memberikan pandangan umum:
(1) makna puisi sesuai dengan masalah umum dalam puisi MAJOI, (2) masalah
yang Anda pilih, orientasi kebangsaan dalam puisi MAJOI, (3) pendekatan
dan cara mengkritik atau menilai puisi MAJOI secara ekspresif.
c. Misalnya, bahaslah bagian inti kritik dengan cara: (1) menganalisis larik
dalam seluruh bait puisi MAJOI, (2) hubungan antarlarik dalam setiap bait
puisi MAJOI, (3) hubungan antarlarik setiap bait puisi MAJOI, (4) hubungan
antarlarik antarbait puisi MAJOI, (4) memaknai/memberikan interpretasi
makna setiap bait puisi MAJOI secara ekspresif, dan (5) memberikan penilaian
makna orientasi kebangsaan dalam puisi MAJOI secara utuh dan menyeluruh.
d. Misalnya, tutuplah kritik Anda dengan cara: (1) penegasan ulang tentang
orientasi kebangsaan puisi MAJOI, dan memberikan timbangan baik-
buruk atau kelemahan dan kelebihan puisi MAJOI ditinjau dari orientasi
kebangsaan.
POLA B:
PROSEDUR GANTI-MASALAH TETAP-TEKS KARYA GANTI
• Ganti prosedur, misalnya semula pendekatan
strukturalisme dinamik atau struktural-semiotik
diganti dengan pendekatan ekspresif atau
lainnya. Metode dan teknik analisis adalah
dengan menganalisis unsur kebahasaan
(kata, larik, bait) unsur makna kata, larik, bait
hubungan antarkata, antarlarik, antarbait untuk
mengungkapkan ekspresi/alam atau dunia batin
penyairnya.
• Masalah yang dikritik tetap, yakni makna
pasemon. Silahkan dapat diunduh Puisi
“Nina Bobok” pada kode QR
• Ganti teks puisi, misalnya semula puisi atau pada link
Asmaradana diganti dengan teks puisi lain https://bit.ly/ninabobok
atau kumpulan puisi tertentu. Anda dapat
memanfaatkan karya-karya penyair terkenal, misalnya W.S Rendra, Goenawan
Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, D. Zawawi Imron, K.H.
Mustofa Bisri atau penyair lainnya.

93
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

POLA C:
PROSEDUR TETAP-MASALAH TETAP-TEKS KARYA GANTI
• Tidak ganti prosedur, atau tetap menggunakan pendekatan strukturalisme
dinamik atau struktural-semiotik diganti dengan pendekatan ekspresif atau
lainnya.
• Masalah yang dikritik tetap, yakni makna pasemon.
• Ganti teks puisi, misalnya semula puisi Asmaradana diganti dengan teks puisi
lain atau kumpulan puisi tertentu. Anda dapat memanfaatkan karya-karya
penyair terkenal, misalnya W.S Rendra, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko
Damono, Taufiq Ismail, D. Zawawi Imron, K.H. Mustofa Bisri atau penyair
lainnya.
D. MENGERJAKAN TUGAS
TUGAS 1
1. Bacalah dengan cermat contoh kritik puisi pertama yang berjudul Nina Bobok
Puisi Pasemon untuk Generasi Muda Indonesia karya Goenawan Mohamad!
a. Buatlah infografis apa yang dilakukan kritikus di bagian pembuka, di bagian
inti, dan di bagian penutup?
b. Kutiplah paragraf di bagian inti yang mengungkapkan kegiatan interpretasi
dan mengungkapkan penilaian!
c. Buatlah kerangka kritik menurut penafsiran Anda, dan buatlah karya kritik
tersebut dengan meniru bagaimana cara membuka, membahas, dan
menutup, tetapi dengan mengganti teks puisi yang lain!
TUGAS 2
1. Bacalah dengan cermat contoh kritik kedua yang berjudul Modus Penyangkalan
untuk Sebuah Pengakuan Puisi Tidak Ada New York Hari Ini karya Aan
Mansyur!
a. Buatlah infografis apa yang dilakukan kritikus di bagian pembuka, di bagian
inti, dan di bagian penutup?
b. Kutiplah paragraf di bagian inti yang mengungkapkan kegiatan interpretasi
dan mengungkapkan penilaian!
c. Buatlah kerangka kritik menurut penafsiran Anda, dan buatlah karya kritik
tersebut dengan mengubah bagaimana cara membuka, cara membahas,
dan cara menutup dengan mengganti teks puisi yang lain!
TUGAS 3
1. Bacalah dengan cermat contoh kritik ketiga berjudul Mementomori dalam
Keimajisan Diksi Tiga Puisi Sapardi Djoko Damono (SPDD) Saat Sebelum
Berangkat, Berjalan Di Belakang Jenazah, dan Sehabis Mengangtar Jenazah

94
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

a. Buatlah infografis apa yang dilakukan kritikus di bagian pembuka, di bagian


inti, dan di bagian penutup?
b. Kutiplah paragraf di bagian inti yang mengungkapkan kegiatan interpretasi
dan mengungkapkan penilaian!
c. Buatlah kerangka kritik menurut penafsiran Anda, dan buatlah karya kritik
tersebut dengan mengganti bagaimana cara membuka, cara membahas,
dan cara menutup dengan mengganti teks puisi yang lain!

DAFTAR RUJUKAN
Damono, Sapardi Djoko. 2016. Hujan Bulan Juni. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3.

Teks Puisi Yang Dapat Dipilih untuk Dikritik


DALAM DOAKU
I
dalam doa subuh ini kau menjelma langit yang bersalaman
Cbn tak memejamkan mata, yang meluas bening siap
menerima cahaya pertama yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
II
ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam
doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara hijau
senantiasa, yang tak henti-henti mengajukan
pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah
dari mana
III
dalam doaku sore ini kamu menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis yang
hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga
jambu yang tiba-tiba gelisah dan terbang hinggap
di dahan manga itu
IV
maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun
sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan

95
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu


dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di
rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
V
dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku
dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang
entah batasnya, yang setia menyusut rahasia demi
rahasia yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi
kehidupanku
VI
aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai
memelihara keselamatanmu
1989

PADA SUATU HARI NANTI


I
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
II
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
III
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari

1991

96
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

LAMPIRAN
Contoh karya kritik karya mahasiswa

KREATIVITAS BAHASA DAN PESAN MORAL PUISI PILIHAN DALAM


ANTOLOGI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO

Oleh
Bella Nur Famelia *
*
Saat Sebelum Berangkat dan Berjalan di Belakang Jenazah adalah dua puisi
karya Sapardi Djoko Damono, pengarang Angkatan’66 yang karya-karyanya tetap
eksis hingga saat ini. Kedua puisi tersebut terletak berdampingan dalam antologi
puisi berjudul Hujan Bulan Juni yang ditulis pada tahun 1964 sampai 1994. Struktur
fisik keduanya memiliki kesamaan, yakni sama-sama terdiri atas dua bait, empat
larik di tiap bait, dan 2-8 kata di tiap larik. Kesamaan yang ditawarkan pengarang
bukan tidak bermaksud apa-apa, terbukti bahwa kedua puisi tersebut juga
memiliki kesamaan pada tema, yakni tentang sebuah perenungan menyambut
kematian. Selain itu, kekhasan muncul pada pengungkapan ekspresi pengarang
dalam mengekplorasi tema dan menyiratkan pesan moral.
Keterjalinan antara struktur fisik dan struktur batin di atas menunjukkan
bahwa kedua puisi tersebut cocok apabila dikaji lebih dalam menggunakan
pendekatan struktural-dinamis, yakni pendekatan yang memadukan struktural
dengan konsepsi semiotik: bahwa untuk dapat memahami sepenuh-penuhnya
seni (baca sastra) sebagai struktur, kita harus menginsafi ciri khasnya sebagai
tanda atau sign. Justru tanda itu baru mendapat makna sepenuhnya lewat persepsi
seorang pembaca (Jacobson, 1960 dalam Suwignyo, 2009).
Adapun unsur penilaian yang digunakan berfokus pada susunan,
keberkaitan, dan kesatuan (atau justru terpecah-pecahnya) karya sastra
berdasarkan analisis ketidaklangsungan ekpresi (tanda) antarlarik dan antarbait
untuk dapat menemukan kreativitas bahasa dan pesan moral yang terkandung
dalam puisi tersebut. Ketidaklangsungan ekspresi yang dimaksud meliputi: (1)
penggantian arti, terjadi ketika sebuah tanda bergeser dari satu makna ke makna
lain atau berfungsi mewakili makna lain akibat penggunaan gaya bahasa, seperti
metafora dan metonimi; (2) penciptaan arti, konvensi kepuitisan yang berupa
bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan
makna dalam karya sastra, seperti pembaitan, enjambement, rima, tipografi,
dan homologues; serta (3) penyimpangan arti, terjadi akibat adanya ambiguitas,
kontradiksi, dan nonsense (Pradopo, 1987:212-220). Selanjutnya, bukti tekstual

97
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

akan dipaparkan dengan cara mengutip larik atau bait yang memuat aspek
tersebut.
**
Ketidaklangsungan ekspresi muncul sebagai pembuka puisi Saat Sebelum
Berangkat dan puisi Berjalan di Belakang Jenazah. Selanjutnya, membentuk
keterjalinan pada larik di tiap bait, sebagai berikut. Puisi Saat Sebelum Berangkat
dibuka dengan pertanyaan retorik, “Mengapa kita masih juga bercakap?” untuk
menunjukkan bahwa waktu yang dimiliki sudah selesai— lantas mengapa
masih bercakap? Larik (2) memiliki keterjalinan dengan larik sebelumnya, yang
menegaskan bahwa hari hampir gelap. Saat hari hampir gelap, biasanya orang-
orang yang bekerja akan pulang ke rumah dan mengakhiri kesibukannya. Hal ini
berarti manusia akan “pulang” atau menemui ajal dan meninggalkan kesibukan
duniawi untuk selama- lamanya. Melalui personifikasi, larik (3) menegaskan bahwa
ajal akan menyekap atau menutup mulut orang-orang di antara karangan bunga
(rumah duka). Layaknya saat kita pergi ke rumah duka, tentu tak banyak kata yang
diutarakan, kita akan lebih merenungi kematian yang pasti menghampiri, tanpa
tahu kapan. Melalui metafora, larik (4) menggambarkan bahwa ruang kehidupan
semakin ilusif, dunia purnama dikiaskan sebagai keduniaan yang begitu terang
dan gemerlap. Jika digabungkan menjadi satu kalimat utuh, makna yang tersirat
pada larik tersebut adalah di ruang kehidupan yang semakin ilusif dan dipenuhi
oleh gemerlapnya keduniaan, kita tidak boleh terlena pada kepastian tuhan
tentang kematian yang dapat terjadi kapan saja. Pesan yang ingin disampaikan
pengarang adalah bahwa kita tidak boleh terlena pada urusan duniawi, karena
saat waktunya tiba, kita akan pulang pada sang pencipta.
Pengarang begitu cerdik dalam mendorong imajinasi pembaca untuk
menginterpretasikan pesan yang ingin disampaikan. Meskipun pada kenyataannya
pembaca akan kesulitan dalam memahami metafora yang ditawarkan pengarang,
seperti ruang semakin maya dan dunia purnama. Namun, semua itu akan sirna
apabila pembaca turut mencermati kesinambungan yang diciptakan Sapardi
dengan bahasa yang tergolong realistis. Selain itu, munculnya larik (1) yang
berupa pertanyaan retorik akan membuat pembaca tersadar lebih awal tentang
datangnya kematian—“Oh, iya... seharusnya begini...”
(1) mengapa kita masih juga bercakap
(2) hari hampir gelap
(3) menyekap beribu kata diantara karangan bunga
(4) di ruang semakin maya, dunia purnama
(5) sampai tak ada yang sempat bertanya
(6) mengapa musim tiba-tiba reda

98
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

(7) kita di mana. Waktu seorang bertahan di sini


(8) di luar para pengiring jenazah menanti
Bait kedua puisi ini dibuka dengan pernyataan yang berkaitan dengan
bait sebelumnya, bahwa orang-orang yang sibuk akan duniawi terkadang lupa
untuk menyadari, “Mengapa musim tiba-tiba reda?” Pertanyaan retorik tersebut
mengandung metafora, di mana musim yang tiba-tiba reda dimaknai sebagai
waktu atau masa yang tiba-tiba berakhir— kematian. Segala sesuatu yang tiba-tiba
berarti tidak direncanakan. Jika digabung menjadi sebuah kalimat, larik (5) dan
(6) berarti ketika lelap oleh duniawi, manusia terkadang lupa menyadari bahwa
kematian akan datang tanpa direncanakan. Pada larik (7) muncul lagi pertanyaan,
“Kita di mana?” yang berarti saat kematian tiba-tiba datang menghampiri, kita akan
bingung seperti tidak tahu apa-apa. Kemudian, dilanjutkan oleh metafora, Waktu
seorang bertahan di sini yang mengiaskan jenazah yang bertahan di sini (suatu
tempat), sedangkan di luar para pengiring jenazah menanti untuk mengantarkan
jenazah ke tempat peristirahatan terakhir. Bait tersebut menyampaikan pesan
bahwa sebagai manusia, kita semua pasti akan berhadapan dengan kematian.
Ketidaklangsungan ekspresi melalui penciptaan arti juga tergambar pada kedua
bait di atas, di mana keduanya sama-sama memiliki rima a-a-b-b. Rima tersebut
bukan sekadar tempelan yang tak berarti apa-apa, kehadirannya dinilai menjadi
ornamen khusus agar pembaca dapat memahami maksud puisi melalui setiap
dua lariknya.
Pengarang begitu piawai dalam mengiaskan beberapa peristiwa agar
terlihat hidup dan masuk ke relung hati pembaca. Ekspresi pengarang dalam
mengungkapkan gagasan kematian tidak terkesan dukacita, justru memberi ruang
kontemplasi bagi pembaca dalam memaknai sebuah kematian. Kreativitas bahasa
ditunjukkan oleh penggantian arti melalui metafora, seperti hari hampir gelap,
dunia purnama, dan musim tiba-tiba reda, sehingga ungkapan- ungkapan dalam
puisi terkesan indah dan bervariasi. Selain itu, pesan moral yang disampaikan
pengarang lebih dapat diterima, tak terduga kematian akan a pembaca.
Puisi Saat Sebelum Berangkat dan Berjalan di Belakang Jenazah merangkai
kesatuan peristiwa mengenai proses pemakaman.
(1) berjalan di belakang jenazah angin pun reda
(2) jam mengerdip
(3) tak terduga betapa lekas
(4) siang menepi, melapangkan jalan dunia
Secara diksional, puisi ini memiliki makna yang unik dan estetik, seperti yang
tergambar pada larik (1). Berjalan di belakang jenazah, berarti sedang mengantar
jenazah menuju pemakaman, juga turut merenungkan dan membayangkan masa

99
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

hidup jenazah dengan saksama. Angin pun reda, ketidaklangsungan ekspresi


melalui metafora. Angin yang reda mengiaskan kesibukan yang telah berakhir.
Selanjutnya, pengarang mengungkapkan ketidaklangsungan ekspresinya melalui
personifikasi, di mana mengerdip yang identik dengan gerakan membuka-
menutup pada mata manusia, di larik (2), yang mengerdip adalah jam. Hal ini
mengiaskan bahwa waktu akan terus berjalan ditandai dengan pergerakan jarum
detik seperti mata yang berkedip. Akhir konsonan /p/ memberi kesan berhenti,
seolah pengarang sedang melihat jam dan termangu—tak diduga waktu begitu
cepat, seperti yang tergambar pada larik (3). Kemudian, ekspresi pengarang
melalui personifikasi muncul di larik (4), mengiaskan bahwa siang menepi berarti
sore hari. Sama halnya dengan larik (2) puisi Saat Sebelum Berangkat, sore hari
melambangkan akhir usia seseorang. Maka dari itu, jika usia sudah berakhir, jalan
duniawi yang selama ini kita tempuh, yang terasa begitu menghimpit, menjadi
lapang. Pada bait di atas, pengarang lebih ingin mengajak pembaca untuk
merenungi bahwa waktu amatlah singkatmenghampiri kita dan mau tidak mau
kita harus meninggalkan urusan dunia. Namun, jika dilihat dari keteraturan kata
dalam setiap larik, larik (2) dan (3) terbilang kurang proporsional dibandingkan
larik lainnya. Makna kedua larik tersebut juga menyiratkan hal yang sama, jam
mengerdip menandakan waktu terus berjalan cepat dan tak terduga betapa lekas
menandakan waktu yang begitu cepat. Perulangan makna semacam ini agaknya
sedikit membuat kejenuhan.
(5) di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala
(6) di atas: matahari kita, matahari itu juga
(7) jam mengambang di antaranya
(8) tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya
Bait kedua puisi Berjalan di Belakang Jenazah dibuka dengan
ketidaklangsungan ekpresi melalui personifikasi yang memunculkan kesan duka,
di mana pohon demi pohon menundukkan kepala. Pohon dikiaskan sebagai
orang-orang yang mengiring jenazah terlihat menundukkan kepala, karena sedih
atau sedang mendoakan jenazah. Preposisi yang menunjukkan tempat diulang
pada larik (6), di atas: matahari kita, matahari itu juga. Menariknya, setelah kata
matahari, muncul kata “itu juga”. Hal tersebut mengiaskan bahwa matahari kita,
hari-hari kita, adalah matahari yang sama yang menjadi hari-hari ketika jenazah
masih hidup. Dalam hal ini, pengarang hendak menyadarkan bahwa kita memiliki
peluang yang sama dengan jenazah untuk menghadapi kematian. Selanjutnya,
larik (7) dan (8) memiliki keterkaitan dengan larik (2) dan (3). Lagi-lagi pengarang
gemar mengungkapkan ekspresinya melalui personifikasi, seolah larik tersebut
hidup dan dapat dilihat secara langsung. Mengambang sama halnya dengan
mengapung atau melayang, tentu hal ini tidak lazim apabila dilakukan oleh benda

100
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

mati seperti jam. Hal ini berarti bahwa kita juga sedang diburu waktu, dibayang-
bayangi dentang jam dinding setiap hari, dan lagi-lagi: memiliki kemungkinan
untuk mati. Tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya. Bukankah seringkali,
hanya ketika kita melihat jenazah dan mengantarkannya, kita baru tersadar—
tak terduga hidup kita sangat sia-sia dan sebentar. Menghirup adalah aktivitas
yang biasanya dilakukan manusia saat bernapas, maka dapat diartikan bahwa
kematian akan datang kapan saja—waktu yang menentukan. Ketidaklangsungan
ekspresi melalui penciptaan arti juga ditunjukkan pada bait kedua puisi Berjalan
di Belakang Jenazah ini. Rima a-a-a-a menimbulkan satu kesan perasaan: bukan
dukacita semata, tetapi perenungan hidup. Pada bait kedua, larik (5) dan (6)
terdapat repetisi kata pohon dan matahari, di mana tujuannya untuk menegaskan
makna puisi sekaligus meyakinkan pembaca.
Berbeda dengan puisi Saat Sebelum Berangkat, kreativitas bahasa pada
puisi Berjalan di Belakang Jenazah ditunjukkan oleh penggantian arti melalui
personifikasi. Pengarang mengumpamakan benda tak hidup, seperti pohon,
matahari, dan jam sebagai benda yang seolah-olah hidup dan melakukan aktivitas
seperti manusia. Dengan begitu, penggambaran situasi dengan bayangan atau
citra terlihat lebih nyata atau konkret.
***
Sebagai penulis Angkatan’66, Sapardi Djoko Damono memberikan napas
baru di dunia sastra Indonesia, khususnya puisi. Ketelitian dan keterampilan yang
merupakan ciri kebanyakan sajaknya menunjukkan bahwa beliau adalah seorang
perfeksionis. Terbukti dalam mengungkapkan ekspresinya, Sapardi tak pernah
tanggung-tanggung melibatkan aspek-aspek yang membuat karyanya tampak
indah dan melekat di hati pembaca. Puisi pilihan dalam antologi Hujan Bulan Juni:
Saat Sebelum Berangkat dan Berjalan di Belakang Jenazah menawarkan rangkaian
peristiwa yang memuat gagasan kematian. Kesamaan struktur fisik dan struktur
batin serta keterjalinan antarlarik dan antarbait dalam puisi berhasil menemukan
ketidaklangsungan ekspresi pengarang yang memengaruhi kreativitas bahasa dan
pesan moral yang disampaikan.
Puisi tersebut mengandung dua tipe ketidaklangsungan ekspresi, antara
lain: (1) penggantian arti melalui metafora dan personifikasi; dan (2) penciptaan
arti, keteraturan rima. Tentu hal tersebut tidak terlepas dari keberkaitan bait dan
larik dalam puisi, sehingga memudahkan pemahaman tentang ekspresi-ekspresi
yang terkandung. Pesan moral yang disampaikan penulis merujuk pada tema puisi,
yakni tentang perenungan menyambut kematian, di mana puisi Saat Sebelum
Berangkat memberikan pesan moral untuk kita agar tidak terlena pada persoalan
dunia, karena kematian pasti akan datang tanpa direncanakan. Puisi Berjalan
di Belakang Jenazah mengandung pesan yang dikemas dalam bentuk ajakan

101
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

untuk berkontemplasi bahwa waktu begitu singkat dan sewaktu-waktu ajal akan
menjemput tanpa diduga. Kreativitas bahasa Sapardi tidak perlu diragukan, sejak
awal ia menempatkan ekspresi-ekspresi unik, entah itu metafora, personifikasi,
atau pertanyaan retorik yang membebaskan pembaca dalam menginterpretasikan
makna puisi tersebut. Kreativitasnya dalam menghidupkan puisi seolah pembaca
melakukan, melihat, dan tanpa mengganggu logika tentang suasana, memberi
kesan tersendiri saat berhasil merampungkan kedua karya tersebut.

DAFTAR RUJUKAN
Damono, Sapardi Djoko. 2016. Hujan Bulan Juni. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suwignyo, Heri. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra. Malang: YA3.

102
BAB IV
MENULIS ESAI PUISI ATAU PROSA FIKSI

A. TUJUAN
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini Anda mampu menulis esai puisi
atau prosa fiksi yang memenuhi kelengkapan (1) unsur isi, (2) unsur bahasa,
serta (3) kesesuaiannya dengan pendekatan yang dipilih.

B. PENGALAMAN BELAJAR
1. Membaca Teks Esai Puisi atau Prosa Fiksi
Ada banyak pengertian, batasan, definisi tentang teks esai oleh para ahli.
Hal demikian wajar terjadi karena sudut pandang mereka berbeda-beda. Untuk
kerpentingan penulisan ini, teks esai disepakati sebagai tulisan/karya yang
mengulas apa saja baik masalah sosial-humaniora-budaya, saintek dan berbagai
ilmu terapan lainnya. Khusus teks esai bahasa dan sastra, masalah yang relevan
diangkat adalah fakta, fenomena, kasus bahasa dan sastra yang bersifat umum,
masalah dianalisis, ditafsirkan, direfleksi secara subjektif-personal. Pemaparan
dalam esai dilakukan secara subjektif-personal penulis menggunakan referensi
keilmuan, tetapi sumber referensi tidak dinyatakan secara eksplisit sebagaimana
lazimnya dalam teks kritik. Dalam esai, rujukan referensi diintegrasikan dengan
opini, pendapat atau pandangan penulis esai sendiri.
Uraian terperinci tentang teks esai ada di bab I. Pada prinsipnya bentuk kritik
dan esai sastra akademik, kritik-esai sastra kreatif, dan kritik-esai sastra jurnalistik
memiliki struktur dan unsur isi serta memiliki struktur dan unsur kebahasaan.
Secara visual digambarkan berikut ini.

103
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Contoh Teks Esai Cerpen karya Sutardji Calzoum Bachri

BEBERAPA PENYAKIT DALAM CERPEN INDONESIA

Oleh
Sutarji Calzoum Bachri
*
Ada beberapa penyakit dalam kebanyakan cerpen-cerpen kita yang
menyebabkan cerpen-cerpen kita menjadi lemas, pucat, dan lesu.
**
Penyakit pertama, abstraksi. Menyuguhkan yang abstrak secara abstrak
pula. Ide, filsafat, bahasa-sistem moral dan sebagainya dibiarkan tetap abstrak
di dalam cerpen. Cerpen yang baik mengongkretkan yang abstrak. Menangkap
yang abstrak lalu menghidupkannya dalam peristiwa-peristiwa, momen-momen,
dan karakter. Dia memberikan justifikasi terhadap yang abstrak dengan jalan
mengongkretkannya, menghidupkannya. Bukan hanya menghidangkan yang
abstrak di atas meja logika dan dalam piring kata-kata. Itu namanya tulisan filsafat,
bahasa dan semacamnya dan bukan cerpen.
Kebanyakan dari cerpen-cerpen kita dalam usaha mengejar bobot,
mengabstraksikan kejadian-kejadian, momen-momen, menjadi suatu abstraksi
nilai-nilai, definisi-definisi, prinsip atau bahasa filsafat, ide atau semacamnya. Itu
kebalikan dari yang dilakukan Sartre, Camus, Kafka, pengarang-pengarang yang
berbobot itu. Mereka mengongkretkan (menghidupkan) ide-ide mereka yang

104
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

abstrak itu dengan atau di dalam peristiwa/momen-momen di dalam cerpen-


cerpen atau novelet/novel mereka.
Sartre menghidupkan eksistensialisme (les mur, misalnya). Kafka
menghidupkan kehancuran komunikasi (metamorphose), dan Camus
mengongkretkan ‘absurditas’ (L’ etranger, misalnya), sedangkan penulis cerpen
kita begitu saja menghamparkan ide-ide mereka, tanpa usaha serius dan cermat
mendagingkannya, menghidupkannya. Maka yang kita baca hanya kesimpulan-
kesimpulan pikiran filsafat semacam aforisme-aforisme atau semacam tanya
jawab ala Socrates (seperi cerpen Sides “ Sepermilyard Detik yang Lampau,”
Horison, April 1971).
Hal itu dapat dijawab tentang salah satu sebab mengapa unsur ‘nuansa’
kurang dalam kebanyakan cerpen-cerpen kita. Abstraksi cenderung pada
kesimpulan garis besar, dan dalam kesimpulan garis besar ‘nuansa-nuansa’
cenderung terlupakan.
Penyakit kedua. Kecenderungan ingin merangkum terlalu banyak ide,
hal-hal, peristiwa-peristiwa, dan kehidupan dalam sebuah cerpen. Jelas masih
dekat hubungannya dengan penyakit yang pertama.
Di samping karena nafsu besar dalam mengejar bobot, penyakit ini juga
disebabkan oleh kekeliruan tentang hakikat dan struktur sebuah cerpen. Cerpen
bukanlah yang disarikan (condensed). Jika novel itu gajah, cerpen bukanlah gajah
mini/kecil. Memang secara kuantitatif lebih kecil, tetapi dia adalah binatang
lain yang bukan hasil acuan yang dipadatkan (condensed) dari seekor gajah. Dia
mempunyai karakteristik tersendiri.
Kecenderungan yang menganggap cerpen adalah novel yang dipadatkan
atau novel mini, menyebabkan banyak cerpen kita hanya terasa sebagai plot novel
saja. Penyakit ini terasa parahnya bila mengingat bahwa umumnya cerpen-cerpen
kita pendek-pendek. Peristiwa-peristiwa, hal-hal, hal-hal, ide-ide, abstraksi-
abstraksi yang saling berdesakan dalam sebuah cerpen sehingga cerpen menjadi
pengap, tidak bernapas dan akhirnya meninggal dunia eksistensinya sebagai
sebuah cerpen dan cenderung menimbukan kesan sebagai outline atau plot novel.
Penyakit ketiga: kurangnya disiplin menulis dari kebanyakan pengarang
cerpen kita yang bahasa dari hasil cerpen-cerpen mereka. Cerpen ditulis begitu
saja tanpa memperhitungkan dengan cermat cara penyampaiannya (style).
Ada sekelompok pengarang kita yang bermodalkan (mengandalkan) berbagai
pengalaman pribadi, adat-istiadat (warna bahasa) mereka yang unik, tanpa
memedulikan cara penulisannya. Seperti Wildam Yatim dan beberapa dari
pengarang-pengarang Bali. Jika memiliki disiplin diri yang ketat dalam usaha
mencari cara penulisan yang tepat dan cermat, tentulah cerpen-cerpen Wildam

105
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Yatim atau Wilson Nadeak (seperti Berburu Kalong, Horison, November 1971) dan
semacamnya tidaklah semacam ‘reportase’ datar saja.
Banyak cerpen yang sebenarnya cukup baik menjadi gagal karena tidak
memedulikan atau malas untuk menemukan style. Berpuluh nama pengarang
cerpen di majalah sastra seperti Horison dan Budaya Jaya, tetapi, hanya empat
atau lima nama saja yang berkesan; selebihnya, meskipun sering dimuat, berlalu
begitu saja.
Mengapa? Karena cerpen mereka tidak punya style. Setiap karya seni
terutama dinilai dari kepribadiannya, dan kepribadian sebuah karya seni
terpancar dari style. Buffon mengatakan le style, c’est I’homme meme – style itulah
orangnya.
Dibandingkan dengan generasi majalah Kisah, sekarang lebih
banyak pengarang yang involved dalam masalah-masalah sosial, yang ingin
menyampaikan ide-ide atau pikiran-pikiran lewat cerpen-cerpennya, tetapi
bagaimana mereka berhasil membahas dengan tidak meletakkan perhatian
utama pada cara penyampaiannya, yakni pada style?
L style c’est ayoute a une donnee toutes les circonstances popres a produire
tout l’eeffet que doit produire cette pensée. Style menambahkan pada suatu
pikiran tetentu atau semua hal yang wajar untuk menimbukan seluruh efek yang
seharusnya dihasilkan oleh pikiran tersebut, kata Stendhal.
Penyakit keempat: kurangnya keterampilan dalam menggunakan
bahasa Indonesia. Jumlah pengarang yang kurang memperhatikan atau kurang
kemampuan berbahasa Indonesia cukup banyak. Konstruksi kalimat ahasa
Indonesia dicampuradukkan dengan konstruksi bahasa Daerah. Pada batas-batas
tertentu hal itu bisa diterima, misalnya untuk mendapatkan suasana bahasa (local
couleur) yang sering dipakai dalam kalimat-kalimat langsung (direch speech),
tetapi bahasa naratornya yang mencampuradukkan bahasa Indonesia atau tidak
memedulikan bahasa Indonesianya, tentulah hal itu sangat mengganggu.
Penyakit ini mungkin disebabkan oleh kurang efisiennya pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah menengah, bahasa pengarang-pengarang kita masih duduk
di bangku sekolah menengah. Termasuk pengarang-pengarang yang berpenyakit
jenis ini antara lain Arswendo Atmowiloto, Budi Darma, dan Darmanto Jt.
***
Saya telah menyebutkan empat penyakit yang melemahkan cerpen-
cerpen kita. Tentu saja penyakit itu tidak merata sama pada kebanyakan
pengarang-pengarang cerpen kita. Ada graduasi atau kecenderungan tertentu.
Tetapi pengarang filsafat/ide cenderung untuk kena bahasa semua penyakit
tersebut.

106
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Konsepsi yang luar biasa terhadap ide-ide/filsafat-filsafat yang ingin


disampaikan kepada pembacanya menyebabkan mereka tidak memedulikan
apakah yang sedang mereka tulis itu paper atau filsafat, bahasa, outline, novel dan
bukan cerpen.
Mereka mungkin mengajukan alasan bahwa mereka sengaja membikin
cerpen yang abstrak dan tidak dalam realisme dunia biasa, seperti yang sering
mereka buat dalam cerpen-cerpen mereka, yakni semacam bahasa, tetapi bahasa-
-parabel “Kancil dan Macan” mereka cenderung terasa sebagai “Kancil kertas
dan Macan Kertas”. Sebuah cerpen yang sengaja tidak realistis/abstrak menuntut
juga pengongkretan dunianya yang abstrak itu agar dapat menghasilkan efek yang
diinginkan terhadap pembacanya.
Julius R. Siyaramual adalah salah satu nama yang paling parah dari
kelompok pengarang-pengarang abstrak ini, sedangkan pengarang cerpen kita
yang tidak sophisticated (yang mengarang dalam realisme biasa mengikuti tradisi
O Henry, Chekov, Maupassant, Hmingway, atau Saroyan) seperti Kuntowijoyo,
Budidharma, Sori Siregar, Arswendo Atmowiloto, lebih cenderung kena penyakit
kurang disiplin dalam pencarian style atau kurang ketelitian/keterampilan dalam
berbahasa Indonesia. Apabila kekurangan teknis ini telah bisa diatasi, mereka
bisa mendapatkan tingkatan Umar Kayam dalam cerpen-cerpennya.
***
(diambil dari Cerpen Indonesia Mutakhir: Antologi Esei dan Kritik Pamusuk
Eneste (Ed).PT Gramedia, 1972).

B. MENULIS TERBIMBING-MENIRU
1. Persiapan Menulis
a. Mengidentifikasi unsur isi teks esai
Anda perlu membaca dua sampai dengan tiga kali esai karya Soetardji
Calzoum Bachri yang berjudul Beberapa Penyakit dalam Cerpen Indonesia.
Meskipun yang ditulis tentang cerpen prinsip dan prosedurnya sama dengan
menulis esai tentang puisi dan drama atau bidang yang lain. Setiap teks esai selalu
memiliki struktur isi yang terdiri atas 3 unsur utama, yakni pembuka, inti, dan
penutup. Bahwa masing-masing unsur dijabarkan lagi menjadi subunsur tidak
perlu diperdebatkan. Setiap teks esai selalu memiliki sifat pengguanaan bahasa
di bagian. pembuka, inti, dan penutup. Penggunaan bahasa esai di bagian awal
tentunya berbeda dengan sifat Bahasa penutup esai. Bandingkan dengan teks
khotbah, samakah penggunaan bahasa khotbah di awal dan akhir atau penutup?
Untuk kesiapan menulis teks esai, Anda lakukan kegiatan (1) menyusun
infografis dalam bentuk bagan, skema, PPT atau bentuk visualisasi lainnya unsur

107
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

isi teks esai contoh (karya Soetardji C.B) di bagian pembuka, inti, dan penutup,
(2) bahasaan infografis dalam bentuk bagan, skema, PPT atau bentuk visualisasi
lainnya unsur sifat penggunaan bahasa teks esai contoh (karya Soetardji C.B) di
bagian pembuka, inti, dan penutup,

b. Menentukan masalah yang bersifat umum. Contoh: tentang (a) makna


kemanusiaan dalam puisi atau prosa (b) makna kasih sayang dalam puisi/prosa,
(c) makna kecintaan lingkungan dalam prosa/puisi, (d) makna nasionalisme
dalam puisi/prosa fiksi, (e) makna patriotisme dalam puisi/prosa, (f ) makna
religiusitas dalam prosa/puisi, (g) makna keadilan dalam prosa/puisi, (h)
makna cinta dan maut dalam prosa/puisi dsb.
c. Berdasarkan butir contoh, kemaslah judul esai yang persuasif,
yang menarik! Contoh: warna religiusitas (a) kumpulan puisi
K.H. Mustofa Bisri, (b) W.S.Rendra, (c) Sapardi Djoko Damono
(SDD), (d) Chairil Anwar, (e) Sutardji Calzhoum Bachri dsb.
Contoh: makna (a) nasionlisme atau wawasan kebangsaan dalam puisi/prosa
fiksi di era milenial, (b) nasionalisme dan wawasan kebangsaan dalam puisi di
era reformasi dsb.
d. Konsep-konsep yang ada dalam judul harus Anda kuasai, harus Anda nyatakan
dengan kalimat sendiri. Berbeda dengan kritik, dalam karya atau tulisan esai
penguasaan teori telah menyatu dengan diri penulis. Dalam karya atau tulisan
kritik, secara eksplisit-formal memang diperlukan kutipan dari referensi yang
dirujuk. Penulis karya kritik perlu mengutip baik langsung maupun tidak
langsung dari referensi atau rujukan yang digunakan. Struktur teks esai sama
dengan struktur teks kritik, terdiri atas (a) pembuka, (b) inti, dan (c) penutup.
Persentase pembuka 10-15%%, inti 70-75%, 10—20%. Gampangnya, jika 10
halaman, 1-1,5 halaman untuk pembuka, 7-7,5 halaman untuk inti, dan 1—2
halaman untuk penutup.

108
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

e. Cara membuka esai : (a) berikan kesan umum, pandangan umum atau
tinjauan umum tentang masalah yang akan ditulis, (b) berikan argumen atau
alasan mengapa masalah tersebut urgen untuk ditulis, (c) tunjukkan apa fokus
masalah esai Anda, serta (d) tunjukkan bagaimana cara Anda membahas
masalah esai Anda.
f. Cara membahas masalah esai di bagian inti adalah (a) memberikan analisis
maksudnya menguraikan secara terperinci masalah yang dibahas dikaitkan
dengan fenomena eksternal yang ada dan eksistensi serta esensi karya sastra
yang dijadikan sasaran tulisan, (b) memberikan argumen/alasan dan bukti
kutipan karya sastra sampel yang dibahas, (c) memberikan penafsiran atau
interpretasi dari hasil analisis.
g. Cara menutup esai adalah (a) memberikan refleksi maksudnya memberikan
pandangan subjektif ilmiah terhadap masalah yang diinterpretasikan.
h. Menyusun kerangka esai dari kumpulan cerpen atau kumpulan puisi tertentu

1. Praktik Menulis
• Menghasilkan karya esai tertentu (puisi atau prosa fiksi) sesuai dengan
kerangka esai yang disusun.

C. MELAKUKAN PERLATIHAN
BERLATIH 1
Bacalah dengan Cermat Kerangka Esai Berikut Ini!
1) Identifikasi cakupan isi judul!
2) Identifikasi uraian isi pembuka!
3) Identifikasi uraian isi inti!
4) Identifikasi uraian isi penutup!
Kerangka Esai
Oleh Irene Dhea Yuvinta -190212614017
1) Masalah umum yang akan dibuat esai adalah makna masalah sosial di
Indonesia dalam kumpulan kuisi Nyanyian dari Jalanan karya WS Rendra.
2) Judul Realita Tangis Sosial di Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian dari
Jalanan karya WS Rendra.

109
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

1. PEMBUKA
a. Realita sosial di Indonesia mengingatkan wajah-wajah sendu masyarakatnya.
Dari masa lalu hingga masa kini, Indonesia tetap diradang pilu. Masalah-
masalah sosial tak pernah pergi jauh meninggalkan Indonesia. Masalah
seperti kemiskinan, ketidakberdayaan, kesenjangan sosial, pembangunan
yang tidak merata, gosip, kejahatan, bahkan masalah seksual nyatanya masih
menggerogoti masyarakat Indonesia.
b. Masalah-masalah sosial di Indonesia sangat perlu kita pahami.Hal ini
bertujuan agar masyrakat di Indonesia tidak buta akan masalah yang harus
segera disingkirkan. Lebih bersyukur lagi jika masalah-masalah sosial ini dapat
segera diatasi mulai dari pemerintah sampai ke masyarakat Indonesia sendiri.
c. Fokus permasalahan pada esai ini adalah membahas tentang masalah-masalah
sosial yang terkandung dalam kumpulan puisi Nyanyian dari Jalanan karya
WS Rendra.
d. Masalah sosial ini akan dibahas dengan menentukan tanda atau kode dan
menentukan makna-makna masalah sosial di Indonesia yang terkandung pada
kumpulan puisi Nyanyian dari Jalanan karya WS Rendra.

2. INTI
Masalah-masalah sosial di Indonesia yang terdapat pada kumpulan puisi
Nyanyian dari Jalanan karya WS Rendra meliputi kemiskinan, ketidakberdayaan,
gosip, kejahatan, dan masalah seksual.

Kemiskinan
Ciliwung mengalir
dan menyindir gedung-gedung kota Jakarta
kerna tiada bagai kota yang papa itu
(Ciliwung yang Manis, Rendra 1961:62).

Masalah sosial yang terkandung pada puisi di atas berhubungan dengan


kemiskinan yang terjadi di masyarakat sekitar Ciliwung, Jakarta. Kemiskinan
terjadi akibat ketidakmerataan pembangunan. Pembangunan selama ini lebih
ditekankan pada daerah kota-kota besar. Pembangunan di daerah terpencil
diabaikan, sehingga menyebabkan kesenjangan sosial dan kemiskinan.

Ketidakberdayaan
Dan Jakarta kecapaian
dalam bisingnya yang tawar

110
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

dalamnya berkeliaran wajah-wajah lapar


hati yang berteriak kerna sunyinya.
Maka segala sajak
adalah terlahir karena nestapa
kalau pun bukan
adalah dari yang sia-sia
atau pun ria yang berarti karena papa.
(Ciliwung yang Manis, Rendra 1961:62).

Masalah sosial yang diangkat pada puisi tersebut ialah ketidakberdayaan.


Kemiskinan ketidakberdayaan yang dikritik pada data itu berkaitan dengan
ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam
menentukan keputusan yang menyangkut nasib tanpa memberikan kesempatan
untuk mengaktualisasikan diri. Acuhnya pemerintah terhadap kehidupan
masyarakat Ciliwung menyebabkan terjadinya kepincangan dalam pembangunan
dan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai.

Gosip
Juga sudah terbayangkan olehnya
salah satu bunda cerita pada putranya:
“Jauhi Aminah!
Kalau bunga, ia bunga bangkai.
Kalau buah, ia buah maja.
Ia adalah ular beludak.
Ia adalah burung malam.

Ia tahu apa yang bakal dikatakan tetangga
(Aminah, Rendra 1961:81)

Pada larik ini ditunjukkan bahwa jika seseorang memiliki masalah dalam
hidupnya, akan wajar jika banyak orang membicarakannya. Kegagalan menjadi
bahan perbincangan. Bukan dukungan antar tetangga yang dianggap saudara.
Namun, hina makian yang akan diterima. Sekali dicap buruk akan selamanya
begitu. Masyarakat Indonesia suka bergosip dan menyebarkan keburukan
seseorang kepada khalayak ramai.

111
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Kejahatan dan Kemerosotan Moral


Debu-debu mengepul
tanda orang-orang lewat di jalanan
Bau keringat dan gurau cabul
tanda lelaki-lelaki lewat di jalanan.

Mata berkilat bagai buah-buahan mulut bau arak dan nyanyi sepanjang
jalanan
(Lelaki-lelaki yang Lewat, Rendra 1961:68)

Masalah sosial yang dikritik pada data di atas merupakan kejahatan


tanpa korban. Kejahatan itu dilakukan oleh para lelaki. Bentuk kejahatan yang
dilakukan ialah alkoholisme. Meskipun kejahatan tersebut tidak menimbulkan
korban, melihat frasa “sepanjang jalanan” bahwa perilaku alkoholisme sangat
marak terjadi di masyarakat. Perilaku tersebut sekaligus menandakan adanya
kemunduran moral masyarakat karena membiasakan diri meminum minuman
keras. Pemerintah juga tidak memberikan peraturan yang tegas dalam
mengonsumsi alkohol.

Pembunuhan
Ada pisau tertinggal di jalan
dan mentari menggigir atasnya.
Ada pisau tertinggal di jalan
dan di matanya darah tua.
Tak seorang tahu
dahaga getir terakhir
dilepas di mana:
Tubuh yang dilumpuhkan
terlupa di mana.
Hari berdarah terluka
dan tak seorang berkabung.
(Pisau di Jalan, Rendra 1961:70)

Masalah sosial yang terkandung dalam puisi di atas adalah tentang


pembunuhan. Sampai saat ini pun, masalah tentang pembunuhan masih terus
berdatangan. Seolah dendam yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sangat
banyak. Orang-orang membunuh tanpa rasa bersalah.

112
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Kekerasan Seksual
ia jumpai Aminah jauh dari mimpinya.
Hidup di gang gelap dan lembab
tiada lagi ia bunga tapi cendawan.
Biru pelupuk matanya `
mendukung khayal yang lumutan.
Wajahnya bagai topeng yang kaku
kerna perawannya telah dikalahkan.

Masalah sosial di atas adalah masalah seksual. Masalah yang sering dijumpai
dengan menipu wanita, lalu merebut keperawanannya.

3. PENUTUP
Kumpulan puisi Nyanyian dari Jalanan karya WS Rendra mencerminkan
masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat Indonesia. Dengan penulisan
ini diharapkan pembaca dapat mengetahui permasalahan-permasalahan sosial
yang telah dikritik pada puisi-puisi WS Rendra. Semoga saja pemerintah dan
masyarakat Indonesia dapat melakukan perbaikan masalah sosial sehingga
permasalahan yang dihadapi menjadi berkurang.

BERLATIH 2
Bacalah dengan Cermat Karya Esai Berikut Ini!
1) Identifikasi cakupan isi judul
2) Identifikasi uraian isi pembuka
3) Identifikasi uraian isi inti
4) Identifikasi uraian isi penutup
Produk Kaya Esai
Oleh Irene Dhea Yuvinta -190212614017

113
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

GAMBARAN KESADARAN LINGKUNGAN RENDRA PADA KUMPULAN PUISI


NYANYIAN DARI JALANAN

Oleh
Irene Dhea Yuvinta
*
Negara kita, Indonesia merupakan negara yang penuh dengan permasalahan
sosial. Namun, terkadang masyrakatnya sendiri tidak selalu memiliki kesadaran
akan lingkungan mereka. Banyak masyarakat yang seolah-olah menutup mata
terhadap lingkungan. Masalah sosial di lingkungan masyarakat dipandang sebelah
mata sehingga menurut mereka “untuk apa memiliki kesadaran lingkungan kalau
saya tidak mempunyai mempunyai masalah sosial” atau “untuk apa saya harus
melihat ke bawah jika saya dapat melihat ke atas?”. Dengan pendapat-pendapat
seperti itu, kesadaran akan lingkungan semakin hari semakin tidak dipedulikan.
Bukannya kesadaran lingkungan itu penting? Bagaimana kita yang seorang
manusia ini dapat disebut makhluk sosial jika kita tidak memiliki empati pada
orang lain, khususnya masyarakat kalangan bawah?
Kesadaran lingkungan dirasa menjadi hal yang perlu dilakukan terutama
pada zaman sekarang. Zaman yang masih belum berubah dari zaman sebelumnya,
yaitu zaman Indonesia yang katanya sudah merdeka, tetapi rakyatnya masih
belum merdeka dari berbagai permasalahan sosial. Membahas tentang kesadaran
sosial, WS Rendra dalam puisi-puisinya ternyata banyak membahas tentang
permasalahan-permasalahan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa Rendra memiliki
kesadaran lingkungan, khususnya di Indonesia yang ia tuangkan dalam kumpulan
sajaknya. Kumpulan sajak ini ia beri judul Nyanyian dari Jalanan yang termuat
dalam Antologi Puisi Kumpulan Empat Sajak karya WS Rendra. Kumpulan sajak
ini sangat menarik untuk dibahas karena melalui sajak-sajak ini, Rendra bercerita
tentang kondisi lingkungan sosial yang ia amati pada masa-masa itu yang ternyata
juga masih banyak dialami oleh masyarakat Indonesia di zaman ini. Kesadaran
sosial yang dituangkan Rendra pada Nyanyian dari Jalanan akan dibahas dengan
menentukan tanda atau kode dan menentukan makna-makna kode tersebut serta
hubungannya dengan permasalahan di Indonesia.
**
Nyanyian dari Jalanan merupakan salah satu sub kumpulan sajak pada
Antologi Puisi Empat Kumpulan Sajak Karya WS Rendra. Pada kumpulan sajak
ini diisi oleh puisi-puisi yang menggambarkan bagaimana keadaan lingkungan
di Indonesia. Pada pembuka ditulis puisi berjudul Ciliwung yang dilanjut dengan
puisi Ciliwung yang Manis, Bulan Kota Jakarta, dan Kalangan Ronggeng yang
masuk pada kumpulan yang ia beri judul Jakarta. Kemudian satu puisi Nyanyi

114
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Bunda yang Manis pada judul Bunda. Dilanjut dengan puisi Perbuatan Serong,
Laki-laki sendirian, Lelaki-Lelaki yang Lewat, Nyanyian Zubo, Pisau di Jalan,
Penjaja, dan Gugur pada kumpulan yang ia beri judul Lelaki. Terakhir, puisi
Terompet, Lagu Malam, Malaikat-Malaikat kecil, Bayi-Bayi di Dasar Kali, Ia
Bernyanyi dalam Hujan, Nyanyian Perempuan di Kali, Perempuan Tua, dan
Aminah pada kumpulan berjudul Nyanyian Murni. Beberapa puisi di atas ternyata
menggambarkan Rendra yang ternyata menuliskan sebuah kesadaran lingkungan
pada sajak-sajaknya.
Kesadaran lingkungan Rendra akan Indonesia dalam sajak-sajaknya ini
dapat dikelompokkan menjadi beberapa topik pembahasan. Topik tersebut terbagi
menjadi 5 pembahasan, yaitu tentang masalah sosial yang dihadapi Indonesia,
cerita kaum laki-laki di Indonesia, cerita kaum perempuan di Indonesia, nestapa
penjaja serabi, dan harapan Rendra melalui sajak Gugur. Melalui pembahasan-
pembahasan inilah Rendra menggambarkan tentang keadaan Indonesia yang
menurutnya masih sangat kacau.

Menurut Rendra dalam sajak-sajaknya, Indonesia masih tak bisa terlepas


dari permasalahan sosial yang sangat mengganggu. Masalah sosial yang dihadapi
Indonesia sangat beragam, tetapi Rendra mengemas masalah-masalah sosial itu
dalam sajak yang luar biasa indah dan ironi. Rendra mengamati permasalahan
sosial yang sering terjadi di ibukota, yaitu Kota Jakarta. Pada sub-judul Jakarta,
Rendra bercerita tentang kali (sungai) Ciliwung. Meskipun ceritanya memang
tidak berfokus pada sungai Ciliwung itu sendiri, ternyata pada puisi ini termuat
suatu kode pada larik yang berbunyi “Kali coklat menggeliat dan menggeliat”.
Kutipan puisi dapat dilihat pada tulisan berikut.

Keharuan adalah tonggak setiap ujung


dan air tertumpah dari mata-mata di langit.
Kali coklat menggeliat dan menggeliat.
Wajahnya penuh lingkaran-lingkaran bunda!
(Ciliwung, Rendra 1961:61).

Kali coklat menggeliat-menggeliat ternyata adalah sebuah kode yang


memiliki makna. Coba saja anda mengetik kata “Ciliwung Jakarta” di internet.
Setelah hasil pencarian keluar, anda akan berkata “ya benar”. Memang benar yang
dimaksud dengan kali coklat adalah keadaan Sungai Ciliwung yang sangat kotor.
Jika disebut dengan bahasa yang melebih-lebihkan, mungkin kata sangat kotor
tidak cukup. Kata sangat kotor harus diganti dengan kata sangat sangat kotor!

115
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Kali Ciliwung yang ternyata sempat dibilang menjadi penyebab banjir


di Jakarta ini memang sudah tidak layak disebut sungai atau mungkin memang
definisi sungai di Indonesia adalah aliran air yang berwarna coklat bukan bening
lagi. Hal ini tentu sangat ironi. Penyebab kali Ciliwung berwarna coklat adalah
masyarakat yang seenaknya sendiri mengubah fungsi sungai menjadi tempat
pembuangan sampah dan limbah. Hal inilah sebenarnya yang menjadi penyebab
banjir di Jakarta. Bagaimana bisa banjir dapat dihilangkan jika sungai saja menjadi
tempat tumpukan sampah? Air yang tertumpuk sampah dan diguyur oleh air
hujan akan terus meluap dan meluap sehingga banjir tidak akan tertahankan.
Seakan tidak cukup menggambarkan Kali Ciliwung dalam puisinya yang
berjudul Ciliwung, Rendra membuat sebuah puisi lagi yang berjudul Ciliwung
yang Manis. Pada pembuka sajak yang ia tulis sudah sangat menarik untuk
dibahas. Sungai Ciliwung yang mengalir menyindir gedung-gedung kota Jakarta.
Hal ini menjadi suatu fakta yang ironi. Sungai Ciliwung yang sangat kotor itu
seakan melambai-lambaikan tangannya dan berkata, “lihatlah warna coklatku,
wahai gedung-gedung pencakar langit kota yang dibangun sangat megah di
ibukota!” Lucu bukan, ketika gedung-gedung pencakar langit tempat pemerintah
dan para pebisnis, serta kaum perindustrian yang berdiri megah di tengah kota
harus disandingkan dengan Sungai Ciliwung kotor yang letaknya tidak jauh dari
gedung-gedung tersebut. Bisa jadi, sampah yang membuat coklat warna air itu
adalah dari pembuangan limbah perindustrian dari gedung-gedung tersebut.

Ciliwung mengalir
dan menyindir gedung-gedung kota Jakarta
kerna tiada bagai kota yang papa itu
(Ciliwung yang Manis, Rendra 1961:62).

Pada sajak ini, Rendra juga menyampaikan kesadaran lingkungannya


akan kesenjangan sosial yang dihadapi oleh masyrakat Indonesia. Orang-orang
penghuni gedung semakin tinggi dan tinggi. Sementara orang yang di bawah
akan semakin ke bawah. Orang kaya dengan seenaknya membuang sampah pada
lingkungan yang dianggapnya seperti sampah. Padahal jika orang-orang mau
membuka mata, sebenarnya lingkungan yang kalian sebut sampah itu adalah
lingkungan yang ditinggali oleh banyak masyarakat papa yang bersyukur karena
hanya sekedar memiliki tempat tinggal.
Jika diperhatikan judul Ciliwung yang Manis ini adalah sebuah ironi. Kita
akan tahu ketika kita telah membaca isi puisinya. Tidak ada hal-hal manis dalam
gambaran cerita pada puisi ini. Justru sebaliknya, Ciliwung yang Manis, bercerita
tentang kepahitan, tentang nestapa yang dialami oleh masyarakat kalangan bawah
yang tinggal di kota Jakarta. Hal ini nampak pada kutipan berikut.

116
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

dalamnya berkeliaran wajah-wajah lapar


hati yang berteriak kerna sunyinya.
Maka segala sajak
adalah terlahir karena nestapa
kalau pun bukan
adalah dari yang sia-sia
atau pun ria yang berarti karena papa.

Teman segala orang miskin
rimbunan rindu yang terperam
bukan bunga tapi bunga.
Begitu kali bernyanyi meliuk-liuk
dan Jakarta disinggung dengan pantatnya.
(Ciliwung yang Manis, Rendra 1961:62).

Larik wajah-wajah lapar menggambarkan kelaparan yang dihadapi oleh


kaum papa. Hati mereka berteriak, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena
memang sekali lagi kaum bawah akan semakin ke bawah. Tidak ada niatan
pemerintah apalagi masyarakat kalangan atas untuk berempati memberikan
bantuan. Orang miskin hanya akan hidup dengan nestapa dan ria sebagai orang
papa. Kali Ciliwung digambarkan Rendra sebagai teman segala orang miskin. Hal
ini juga memiliki makna bahwa orang miskin yang kotor itu tentu akan singgah
pada tempat yang kotor pula, yaitu Sungai Ciliwung. Maka ibukota yang katanya
penuh peradaban dengan gedung-gedung tingginya ternyata disinggung dengan
pantatnya.
Permasalahan sosial yang berikutnya digambarkan Rendra melalui puisi
yang berjudul Bulan Kota Jakarta. Puisi ini menggambarkan tentang pemerintah
yang sewenang-wenang pada rakyat. Rakyat seakan menjadi sebuah dukungan
untuk memenagkan permainan politik. Sajak dapat dilihat pada kutipan berikut.

Bulan telah pingsan


di atas kota Jakarta
tapi tak seorang menatapnya!

Menusuk tikaman beracun

117
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

dari lampu-lampu kota Jakarta



Bulannya! Bulannya!
Jamur bundar kedinginan
bocah pucat tanpa mainan,
pesta tanpa bunga.
(Bulan Kota Jakarta, Rendra 1961:63).

Bulan telah pingsan di atas kota Jakarta seakan menyindir kota Jakarta
yang sakit. Sinar rakyat yang beria-ria karena telah memilih pemerintah menjadi
pemimpin di ibukota, nyatanya membuat rakyat semakin sengsara. Semua
hanya bualan, kebaikan di awal hanya sebuah formalitas. Semua perbuatan yang
dilakukan pemerintah hanya sebuah tikaman beracun yang menyengsarakan
rakyat. Rakyat hanya diperas oleh korupsi, rakyat kehilangan uang negara, yang
kaya semakin kaya, yang di bawah semakin ke bawah. Pesta politik ternyata hanya
sebuah bualan yang menyengsarakan rakyat Jakarta.
Kemudian masalah sosial yang terakhir terlihat pada sajak Rendra yang
berjudul Pisau di Jalan. Seolah tak puas dengan masalah kemiskinan, kesenjangan
sosial, dan pemerintahan yang busuk. Kesadaran lingkungan Rendra tenyata
sampai pada permasalah sosial tentang pembunuhan. Sajak ini dapat dibaca pada
kutipan berikut.

Ada pisau tertinggal di jalan


dan mentari menggigir atasnya.
Ada pisau tertinggal di jalan
dan di matanya darah tua.
Tak seorang tahu
dahaga getir terakhir
dilepas di mana:
Tubuh yang dilumpuhkan
terlupa di mana.
Hari berdarah terluka
dan tak seorang berkabung.
(Puisi di Jalan, Rendra 1961:70).

118
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Rendra menampakkan kesadaran lingkungnnya pada larik ada pisau


tertinggal di jalan. Hanya dengan sebuah pisau rendra dapat menggambarkan
situasi pembunuhan di Indonesia. Ia menggambarkan pisau yang berdarah
nampak pada larik dan di matanya darah tua. Bagi Rendra, pisau berdarah yang
ditemui di jalan itu adalah sebuah bukti pembunuhan. Ia sadar bahwa masyarakat
Indonesia juga tak terlepas dari pembunuhan. Bahkan masalah pembunuhan
menjadi masalah yang sangat sulit untuk dihilangkan dari negara. Sangat sulit
untuk menemukan pelaku pembunuhan. Bahkan terkadang korban yang dibunuh
saja baru ditemukan setelah mayatnya menjadi busuk. Hal ini nampak pada larik
Tubuh yang dilumpuhkan terlupa di mana. Penjahat zaman sekarang sangat
pintar sampai bisa menyembunyikan mayat.
Sangat ironi kisah pembunuhan di Indonesia. Ada suatu kasus tentang
pembunuh yang membunuh istrinya sendiri, anaknya sendiri, bahkan pacarnya
sendiri. Hal ini sangat menyesakkan hati. Larik dan tak seorang berkabung menjadi
suatu fakta, mejadi hal yang nyata sekarang karena pembunuhnya adalah keluarga
mereka sendiri. Bayangkan orang yang dirasa paling dekat dan paling menyayangi
korban adalah seorang pembunuhnya. Hal-hal seperti ini yang dipandang Rendra
sangat menarik untuk ditulis dalam sebuah sajak. Penggambaran situasi yang
sangat menarik dari kesadaran lingkungan Rendra di Indonesia.
Pembahasan yang kedua adalah kesadaran Rendra akan cerita kaum laki-
laki. Rendra menceritakan salah satu budaya masyarakat di Indonesia, yaitu
Ronggeng. Cerita ronggeng masuk dalam puisinya yang berjudul Kalangan
Ronggeng. Ronggeng merupakan jenis kesenian tari dari Jawa berwujud tarian
yang ditarikan oleh penari wanita. Ronggeng sendiri identik dengan kepiawaian
penari dalam menggoda lawan jenis. Pada puisi ini hal yang ingin ditekankan oleh
Rendra adalah pada kaum laki-laki yang haus akan nafsu pada seorang wanita
penggoda.

Atas pejaman hati


yang rela
bergerak pinggul-pinggul bergerak
ronggeng palsu yang indah
para lelaki terlahir dari darah.
(Kalangan Ronggeng, Rendra 1961:64).

Pada larik bergerak pinggul-pinggul bergerak menggambarkan tentang para


ronggeng yang harus menggoda kaum laki-laki. Kemudian dilanjut pada larik
para lelaki terlahir dari darah. Hal ini menandakan makna yaitu kaum laki-laki

119
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

memang haus akan nafsu. Mereka harus birahi. Jika mereka melihat penampilan
para ronggeng, tentu mereka akan tergoda bahkan bisa sampai menuju pelecehan
seksual. Walaupun pada puisi ini juga dijelaskan bahwa sang ronggeng sendiri
juga merasa sedih karena harus menghadapi nafsu buas laki-laki, tetapi tentu para
ronggeng ini juga akan mendapat bayaran dari uang yang diberikan oleh laki-laki
yang ikut menari bersama mereka. Budaya ini disebut sebagai memberi saweran.
Kemudian kesadaran lingkungan yang dirasakan WS Rendra dari kaum
laki-laki adalah tentang perselingkuhan. Menurutnya pada puisi ini kaum laki-
laki mudah sekali tergoda oleh perempuan. Tentunya sudah dijelaskan pada
puisi sebelumnya bahwa kaum laki-laki memiliki nafsu yang besar terhadap
kaum perempuan. Oleh karena itulah, kaum laki-laki juga dikatakan mudah
berselingkuh dengan wanita lain. Jika dilihat dari cacatan kecil pada pembukaan
judul kumpulan puisi ini, yang berbunyi:

Untuk Dik Narti


Istriku,
mata air sajak-sajakku
(Nyanyian dari Jalanan, Rendra 1961:60).

Pada tulisan tersebut menandakan bahwa Rendra pun mengakui bahwa


perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki tentu juga dilakukan olehnya. Cerita
tentang perselingkuhan, tentang hari Rendra yang telah mendua. Cerita ini
digambarkan pada puisi Perbuatan Serong. Berikut kutipan puisinya.

Di bawah lampu ungu di tikungan


perempuan liar menyedot rokoknya.

Bulan biru menggelincir
birahi beracun menggelincir.
Bulan biru dan sutra hitam
bebunga tiduran dan tanpa bauan.
Lelaki serong buka pintu tinggalkan tilam
di dadanya: angin jahat tanpa perumahan.

Bini yang tua tiada menutup mata
(Perbuatan Serong, Rendra 1961:62).

120
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Puisi ini menggambarkan tentang laki-laki yang berselingkuh dengan wanita


lain. Hal ini tergambar pada larik perempuan liar menyedot rokoknya. Rokok yang
dimaksud di sini bisa jadi benar-benar bertukar rokok atau bertukar mulut. Sebuah
ciuman terlarang yang dilakukan oleh seorang pria beristri. Perbuatan Serong
tersebut tidak cukup sampai di situ. Perbuatan itu dilanjutkan dengan menikmati
malam bersama, mereka tidur berdua karena nafsu birahi yang mengusik laki-
laki. Maka birahi beracun menggelincir itu benar-benar terjadi. Jelas dilanjut
dalam larik lelaki serong buka pintu tinggalkan tilam, laki-laki sangat menyakiti
bini yang tua tiada menutup mata.
Cerita kaum laki-laki yang terakhir terdapat pada puisi Rendra berjudul Laki-
laki yang Lewat. Puisi ini bercerita kesadaran lingkungan Rendra tentang kaum
laki-laki yang membuang-buang waktu dengan perbuatan yang mencerminkan
kemerosotan moral di jalanan. Hal ini nampak pada kutipan berikut.

Debu-debu mengepul
tanda orang-orang lewat di jalanan
Bau keringat dan gurau cabul
tanda lelaki-lelaki lewat di jalanan.
...
Hai, Nak! Anak penjaga malam!
Lelaki-lelaki telah lewat dengan galaunya.
Katakan, Anak, darimana datangnya?
Mereka datang dari barat
utara dan selatan.
Ah, Bu, mereka datang dari pojok mana saja

mulut bau arak dan nyanyi sepanjang jalanan
(Laki-laki yang Lewat, Rendra 1961:68).

Pada larik Debu-debu mengepul sudah jelas bahwa yang dimaksud adalah
asap rokok dari pada lelaki. Kemudian dijelaskan juga tentang bau keringat dan
gurau cabul tanda lelaki-lelaki lewat di jalanan. Hal ini sekali lagi menjadi topik
pembicaraan Rendra. Rendra yang sadar akan laki-laki yang penuh dengan hawa
nafsu. Pembicaraan cabul sekaakan-akan sudah biasa menjadi guyonan, bukan
begitu? Jika kita memiliki kesadaran lingkungan seperti Rendra, kita akan banyak
menemui gurauan cabul di sekitar kita. Hal ini ternyata sangat realistis.

121
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Lelaki-lelaki yang lewat di jalanan, ditemani malam ternyata hanya


membawa kemerosotan moral bagi bangsa kita. Selain ditandai asap rokok dan
gurauan cabul, hal ini juga ditandai oleh mulut bau arak dan nyanyi sepanjang
jalanan. Alkohol sudah dimanfaatkan dengan tidak sesuai fungsinya. Lelaki zaman
sekarang lebih suka minum alkohol sengaja untuk mencapai kemabukan, untuk
melepaskan kegalauan. Ditambah dengan menyanyi dengan suara keras, mereka
berteriak di sepanjang malam. Hal ini merupakan contoh kasus kemerosotan
moral di Indonesia yang harus segera disingkirkan.
Pembahasan yang ketiga adalah cerita kaum perempuan. Pada
pembahasan ini, Rendra banyak bercerita tentang kesadaran lingkungan
mengenai kisah perempuan yang direndahkan. Seperti biasa, karena hawa nafsu
laki-laki, perempuan menjadi korban. Laki-laki yang kelewatan menghilangkan
keperawanan perempuan, membuat perempuan melahirkan seorang bayi yang
tidak mau diakui oleh kaum laki-laki. Cerita ini terdapat pada kutipan puisi Bayi-
bayi di Dasar Kali berikut.

adalah nyanyi yang tak terluput dari mulut


bahkan pun mulut yang telah biru dan dingin.

di hati arwah kecil dan putih.
Adalah bayi, adalah nyawa tersia di dasar sungai
adalah dendam

Mengapa tak dibunuh bagai darah dikandungnya
mengapa tak ditolak bila pintu diketuknya?
Dimasukannya ia bagai tamu yang diharapkan
disimpan bagai buah tubuh yang diperam
dan bila telah berhak menatap panah mentari
amboi, ditidurkannya ia di dasar sungai!
(Bayi-bayi di Dasar Kali, Rendra 1961:77).

Pada puisi tersebut sudah jelas bahwa seorang bayi yang baru lahir dibuang
di sungai. Ketika tangisan bayi yang baru lahir itu adalah nyanyi yang tak
terluput dari mulut bahkan pun mulut yang telah biru dan dingin, bayi itu telah
ditelantarkan, dibuang, dan mati. Jelas pada larik adalah bayi, adalah nyawa
tersia di dasar sungai. Diikuti dengan larik mengapa tak dibunuh bagai darah
dikandungnya, mengapa tak ditolak bila pintu diketuknya?

122
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Puisi ini menyindir orang-orang yang telah terbuai oleh nafsu. Rendra
menggarisbawahi orang-orang yang hanya melakukan perbuatan seksual untuk
kenikmatan duniawi saja. Mereka tidak ingat bahwa dengan perbuatan ngawur
mereka, mereka telah membunuh seorang bayi yang seharusnya juga berhak
hidup di dunia. Seharusnya jika tidak menginginkan seorang bayi, tidak usah
bermain api. Dengan menelantarkan bayi seperti ini, bukannya sama saja dengan
seorang pembunuh? Hal inilah yang disadari Rendra dari masalah-masalah kaum
perempuan.
Kemudian pendapat Rendra tadi didukung oleh puisinya yang berjudul
Nyanyian Perempuan di Kali. Puisi ini juga menceritakan tentang penderitaan
perempuan. Kutipan puisi dapat dibaca pada kutipan berikut.

Tujuh ratus tangan nakal


merabai sekujur tubuhku.

Berenang anak-anak yang mungil
diberkati air leluhur.
Wahai, adiknya datang di tahun depan!
(Nyanyian Perempuan di Kali, Rendra 1961:79).

Para perempuan kaum bawah yang sengaja mencari uang, menjadikan


pelacur sebagai pekerjaan. Rendra mengamati banyaknya pelacur di Indonesia.
Hal yang miris disebutkan pada larik tujuh ratus tangan nakal merabai sekujur
tubuhku. Para perempuan rela menjadi pemuas nafsu laki-laki untuk uang.
Kemudian akibatnya kembali lagi pada nyawa bayi yang terbuang. Bayi-bayi
yang dibuang di kali bagai tradisi. Ya sudah memang seperti itu. Kalau mereka
menghidupi para bayi, mereka sama saja akan membuang uang mereka. Jadi,
mereka akan terus bekerja melayani laki-laki dan membuang nyawa bayi mereka.
Walaupun sebenarnya perempuan juga sangat dililiti nestapa.
Selain berbicara tentang bayi yang dibuang, kembali lagi Rendra menjelaskan
bahwa cerita kaum perempuan selalu direndahkan. Sekali lagi ia bercerita lewat
puisinya yang berjudul Aminah bahwa laki-laki bisa menindas perempuan. Hal
ini dapat dibaca pada kutipan berikut.

ia jumpai Aminah jauh dari mimpinya.


Hidup di gang gelap dan lembab
tiada lagi ia bunga tapi cendawan.
Biru pelupuk matanya

123
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

mendukung khayal yang lumutan.


Wajahnya bagai topeng yang kaku
kerna perawannya telah dikalahkan.

Ia tahu tak seorang pun akan berkata:
“Berilah jalan padanya
orang yang naik dari pelimbahan.
Sekali salah ia langkahkan kakinya
dan ia terperangkap bagai ikan dalam bubu.
Berilah jalan pada kambing hitam
kerna ia telah dahaga padang hijau.
Berilah jalan pada semangat hilang
kerna ia telah dahaga sinar terang”
(Aminah, Rendra 1961:83).

Pada larik kerna perawannya telah dikalahkan sudah jelas digambarkan


bahwa Aminah telah ditipu. Ia hanya sekedar dijadikan pelampiasan nafsu saja,
bukan dijadikan istri. Kurang lengkap rasanya jika Aminah hanya ditindas oleh
laki-laki. Mendengar pendapat orang kampung membuat Aminah semakin
tersiksa secara mental. Iya, mereka bergosip. Mereka berbicara kepada semua
orang tentang berita keburukan Aminah. Rendra sangat jeli rupanya mengenai
gosip. Memang di Indonesia, masalah gosip tidak pernah usai bahkan di zaman
sekarang.
Pembahasan yang keempat adalah nestapa penjaja serabi. Kisah ini
khusus dari puisi Rendra yang berjudul Penjaja. Puisi ini sangat menarik karena
Rendra berfokus pada seorang penjual serabi. Kadang masyrakat tidak pernah
peduli dengan penjaja serabi, “untuk apa?” Tetapi Rendra dengan kesadaran
lingkungannya yang luar biasa berani mengambil fokus pada seorang penjaja
serabi. Puisi tersebut dapat dibaca pada kutipan berikut.

Si bocah sendiri saja di jalan.


Dan betapa terpencil nyanyinya
jeladri lembaga nestapa.
Serabi! Serabi! Serabi!
Betapa terpencil nyanyinya
bau kesturi bagi malam yang tidur

124
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

tanpa indra tiada pingsan.


Hati pengembara dahaga
mengetuki pintu-pintu, jendela-jendela.

Ia berkata.
bukan pada siapa.
Tiada siapa.
Tiada juga apa.
Gayanya, Mama, gayanya!
(Penjaja, Rendra 1961:71).

Rendra sadar seorang bocah harusnya tidak berjualan. Rendra


menggambarkan kesedihan seorang bocah penjaja serabi dalam puisinya ini.
Kehidupan yang keras mengharuskan seorang anak kecil berjualan serabi. Keluh
kesah nestapa seorang anak yang berjualan, ia sendirian. Ia berteriak-teriak
mejajakan serabi, tanpa lelah. Ia mengetuki pintu-pintu, jendela-jendela, walaupun
tidak ada yang datang untuk membeli serabinya.
Pembahasan yang terakhir adalah harapan yang ingin disampaikan Rendra.
Rendra menyampaikan harapannya pada sebuah cerita tentang pahlawan yang
gugur dalam perang dan berharap kelak generasi selanjutnya akan berbahagia
di tempat ia berjuang mencari kemerdekaan. Rendra menulis cerita ini dalam
puisi yang berjudul Gugur. Oleh karena itu pembahasan yang terakhir ini adalah
harapan Rendra melalui sajak Gugur. Puisinya dapat dibaca pada kutipan berikut.

“Yang berasal dari tanah


kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah;
tanah Ambarawa yang kucinta.

Kerna api menyala di kota Ambarawa.

seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur

125
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Maka ia pun akan berkata:


- Alangkah gemburnya tanah di sini “
(Gugur, Rendra 1961:72-73).

Melalui puisi ini, Rendra bercerita tentang perjuangan pahlawan dalam


melawan penjajah di tanah Ambarawa. Pahlawan itu telah gugur. Namun, ia
mewariskan tanah ibu pertiwi yang sangat berharga. Rendra ingin berpesan
kepada para pembaca, bahwa pahlawan telah dengan sekuat tenaga berkorban
tenaga dan nyawa hanya untuk kemerdekaan anak cucunya kelak.
***
Kesadaran lingkungan di Indonesia dirasa sangat penting. Rendra, dalam
kumpulan sajaknya Yang berjudul Nyanyian dari Jalanan, telah membuktikan
bahwa ia memiliki kesadaran lingkungan. Ia menggambarkan kesadaran
lingkungan yang dimilikinya melalui sajak yang dapat dibaca oleh pembaca. Tentu,
kumpulan sajak ini sangat menarik untuk dibaca. Rendra ingin mengajak pembaca
untuk membangun kesadaran akan lingkungan. Oleh karena itu, dimulai dari hal
kecil seperti kesadaran lingkungan yang akan membawa masyarakat Indonesia
pada perubahan. Dengan adanya kesadaran sosial, manusia akan paham dan
tidak menutup mata lagi pada masalah-masalah sosial yang dihadapi Indonesia.
Lebih bersyukur lagi jika kesadaran lingkungan tersebut diikuti dengan aksi sosial
untuk membangun negara kita menjadi negara yang lebih baik lagi.

BERLATIH 3
Menyelaraskan Kerangka Esai dan Karya Esai
SKALA
URAIAN/PENJELASAN
N0 KERANGKA ESAI KARYA ESAI KESELARASAN
1 3 4 5
1. Cakupan isi Cakupan isi judul
judul
2. Masalah/fokus Masalah/fokus
3. Uraian isi Uraian isi
pembuka pembuka
4. Uraian isi inti Uraian isi inti
5. Uraian isi Uraian isi
penutup penutup
6. - Bahasa pembuka
7 - Bahasa Inti
8 - Bahasa Penutup

126
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

a. Rangkum dan laporkan isi kerangka esai (pembuka-isi-penutup) karya Irene


Dhea Yuvinta!
b. Rangkum dan laporkan isi karya esai (pembuka-isi-penutup) karya Irene Dhea
Yuvinta!
c. Selaraskan kerangka esai dan karya esai karya Irene (Anda dapat melakukan
modifikasi di bagian kerangka esai atau di bagian karya esai atau modifikasi
pada keduanya!
d. Hasilkan satu karya esai dengan memodifikasi karya Irene Dhea Yuvinta!

BERLATIH 4
Berikut ini ditampilkan sebuah kerangka menulis esai dan karangan esai.
1) Bacalah dengan cermat unsur isi apa saja yang dituangkan dalam kerangka
esai dan laporkan!
2) Bacalah dengan cermat karya esai yang ditulis berdasarkan kerangka esai yang
telah disiapkan sebelumnya!
3) Apakah unsur isi yang terdapat dalam kerangka esai sudah dikembangkan
dalam karya esai?
Kerangka Esai
Oleh Wike Audy Vivian -190212614006
1) Menentukan Masalah yang Akan Dibahas: Feminisme dalam cerpen
2) Menentukan Judul Esai: Citra Perempuan dalam Cerpen Modern
3) Proses Menulis:
• Pembuka:
Berisi kesan umum, pandangan umum, tinjauan umum tentang masalah
yang akan ditulis; argumen atau alasan mengapa masalah tersebut ditulis;
tujuan atau fokus penulisan; pembahasan.
• Inti:
Berisi analisa karya secara terperinci, dikaitkan dengan fenomena
eksternal yang ada dan eksistensi serta esensi karya sastra yang dipilih;
memberikan bukti berupa kutipan dalam cerpen; interpretasi.
• Penutup:
Memberikan refleksi atau pandangan subjektif ilmiah terhadap masalah
yang diinterpretasikan.
*
Pada persiapan menulis esai ini saya mengambil judul esai “Citra Perempuan
dalam Cerpen Modern”. Tujuan dipilihnya judul ini karena saya ingin mengulas

127
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

bentuk-bentuk feminisme yang dikemas dalam cerita pendek dan dinikmati


oleh pembaca. Feminisme menjadi topik yang masih hangat dibicarakan dalam
masyarakat karena keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Karya yang akan
saya ulas dalam mendukung esai ini juga berkaitan dengan feminisme, yaitu cerpen
“Rambutnya Juminten” karya Ratna Indaswari Ibrahim dan “Gerhana Mata” karya
Djenar Maesa Ayu. Permasalahan tersebut diantaranya bentuk ketidakadilan
gender, penindasan masyarakat terhadap sosok perempuan, dan pandangan
laki-laki terhadap diri perempuan. Perbedaan gender juga melahirkan kekerasan
dan penindasan terhadap hak-hak perempuan. Budaya yang ada menjadikan
perempuan selalu berada di kelas dua setelah laki-laki.
Selain itu, saya juga akan melakukan perbandingan antara kedua ceren
tersebut dalam mengemas bentuk feminisme yang disajikan. Jika cerpen
“Rambutnya Juminten” membahas permasalahn gender. Sedangkan cerpen
“Gerhana Mata” memiliki sisi feminisme yang menarik untuk diungkap. Meski
tidak semua bentuk feminisme terlukis dalam cerpen ini, namun setidaknya
kita mampu merasakan perlawanan itu terus mendesak dari kata demi kata
dalam narasi cerita. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk geminisme sosialis
dan feminisme eksistensialis. Selanjutnya, saya akan melakukan perbandingan
diantara kedua karya sastra tersebut, dengan memberikan bukti-bukti kutipan
dan interpretasi.
**
Kedua cerpen ini menarik untuk diulas karena menceritakan tentang citra
perempuan dalam masyarakat yang juga sering dijumpai dalam keseharian
hingga saat ini. Dalam teori feminis, seseorang perlu membedakan dua istilah lain
yang selalu muncul, yaitu emansipasi dan gender. Emansipasi yang berasal dari
kata emancipation dalam bahasa Latin yang berarti persamaan hak dari berbagai
aspek kehidupan. Kenyataannya, dalam kehidupan selalu dikaitkan dengan kaum
perempuan yang menuntut persamaan hak dengan laki-laki. Permasalahan feminis
dan gender adalah persamaan hak. Dalam sastra emansipasi menonjol sejak
periode Balai Pustaka. Hal tersebut yang menjadi pembeda derajat manusia.
Paradigma masyarakat pun lebih cenderung menganggap perempuan yang bekerja
di luar rumah nilainya lebih tinggi dibandingan dengan perempuan yang bekerja
di rumah. Tatanan sosial modern inilah yang banyak mengurung perempuan ke
dalam berbagai ikatan yang dilakukan penghegemonian oleh laki-laki. Esai yang
saya tulis akan difokuskan pada citra perempuan dalam cerpen modern yakni 1)
mengulas perbedaan gender, 2) mengetahui feminisme eksistensialis dan sosialis,
3) melakukan perbandingan terhadap cerpen yang diulas.
***

128
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Pendekatan feminisme memiliki jenis yang beragam. Kajian untuk


pendekatan ini pun bisa digeneralisasi. Tidak tertutup kemungkinan dalam
cerpen “Rambutnya Juminten” dan “Gerhana Mata” bisa ditemui pendekatan-
pendekatan feminisme yang lain. Sehingga bisa lebih memperkaya tafsiran-
tafsiran tentang konsep feminisme dalam sebuah karya sastra. D a r i
gambaran kedua cerpen tersebut, pembaca dapat menilai bahwa karya sastra
modern, khususnya cerita pendek masih membahas tentang permasalahan
perempuan, seperti permasalahan gender yang masih hangat diperbincangkan di
tengah-tengah era emansipasi wanita dan permasalahan batin yang melekat pada
diri perempuan.

• Unsur isi yang saya temukan dalam kerangka esai karya Wike ini adalah
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
• Unsur isi yang menurut saya perlu saya tambah atau saya kurangi adalah
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Bacalah dengan cermat Produk karya esai berkikut ini!

WUJUD WOMEN SOCIAL RESPONSBILITY DALAM CERPEN FEMINISME

Oleh
Wike Audy Vivian-190212614006

*
Secara etimologi feminis berasal dari kata femme (woman) yang memiliki
arti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan (jamak) dalam kelas sosial. Melalui feminisme kaum perempuan
menuntut kesadaran kultural yang seringkali memarginalkan perempuan.
Perempuan tidak di beri kesempatan dalam mengembangkan dirinya dan
ruang gerak perempuan seringkali dibatasi oleh perbedaan gender. Kedudukan
kaum perempuan dalam kehidupan sosial diatur oleh tradisi dan budaya. Hal

129
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

tersebut menyebabkan hak dan kewajiban kaum perempuan dianggap lebih


rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Dalam pengertian yang lebih luas
feminisme merupakan gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu
yang disubordinasikan, dimarginalisasi dan direndahkan oleh kebudayaan yang
dominan, dari segala bidang. Dalam arti sempit, yaitu dalam sastra, feminisme
dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra yang baik.
Permasalahan feminisme memiliki gambaran yang jelas, yaitu kesetaraan
gender antara perempuan dan laki-laki. Secara terminologi ‘gender’ sendiri
didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.
Lebih tegas lagi disebutkan dalam Women’s Studies Encyclopedia bahwa gender
adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat. Sementara itu, Women Social Responbility
memiliki arti yaitu penggilan hati nurani perempuan, namun rasional untuk
berbuat kebaikan kepada sesama perempuan dan anak-anak.
Berbagai perdebatan dilakukan oleh kaum feminis agar mereka mendapatkan
haknya dan tidak dipandang lebih rendah daripada laki-laki. Namun, persoalan
perempuan tidak hanya masalah perempuan vs laki-laki. Sejak 20 tahun silam
tepatnya sejak terbitnya buku Women Vs Women karya Tara Roth Madden (1987)
permasalahan perempuan telah berkembang menjadi perempuan vs perempuan.
Konflik antara di antara perempuan bagaikan “fenomena gunung es”. Artinya
konflik yang selama ini hanyalah sebagian kecil dari perempuan vs perempuan.
Sementara sebagian di dalammnya merupakan lautan konflik yang sulit diselami.
Sejalan dengan pernyataan di atas, menjadi sebuah pertanyaan menarik,
apakah di antara perempuan dan perempuan lainnya tidak akan memiliki konflik?
Hal tersebut penting dibahas karena masalah perempuan di era modern ini tidak
lagi hanya terkait dengan laki-laki saja. Tanpa disadari permasalahan antara
perempuan dan perempuan kerap kali terjadi di lingkungan kita. Contoh yang
sering kita jumpai di kanal-kanal berita seperti perempuan menjual, menyiksa,
menganiaya perempuan lain demi keuntungan pribadi.
Berdasarkan sudut pandang yang berbeda esai ini berfokus untuk
mengamati wujud Women Social Responbility dan konflik antara perempuan
dengan perempuan dalam cerpen-cerpen feminisme. Mencermati bagaimana
perempuan bereaksi, peduli, merasa tersaingi terhadap perempuan lain. Adapun
untuk memperkuat pembahasan konflik antara perempuan dan perempuan,
disandingan dua cerpen yang ditulis oleh dua tokoh terkenal yang sering membahas
feminisme dalam karyanya. Djenar Maesa Ayu dengan cerpen berjudul “Gerhana
Mata” dan Ratna Indreswari Ibrahim dengan cerpen “Rambutnya Juminten”.
untuk melihat konflik antara perempuan dan perempuan terlebih dulu menelisik

130
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

plot kedua cerpen tersebut. Plot sendiri berupakan rangkaian sebab-akibat


yang memicu dan menggerakkan cerita menuju klimaks. Setelah itu mengenali
karakter tokoh utama dan tokoh pendukung lainnya.. Hal terpenting selanjutnya
adalah mendalami cerita apakah kedua cerpen ini mengandung konflik antara
perempuan dan perempuan.
Cerpen Djenar Maesa Ayu berjudul “Gerhana Mata” merupakan ini salah
satu karya yang menarik jika ditelusuri. Cerpen ini mengangkat permasalahan
umum dalam masyarakat yang dengan tidak sengaja kita anggap biasa. Dilihat dari
penggambarannya cerita kejadian pada cerpen ini marak terjadi ahir-ahir ini. Jika
dilihat dari sudut pandang feminisme cerpen ini masuk ke dalam jenis feminisme
eksistensialis dan fominisme sosialis. Feminisme eksistensialis sendiri merupakan
feminisme yang menginginkan adanya sebuah kebebasan dalam menemukan
kenikmatan diri yang tidak terpenuhi oleh sistem. Mendamba kebebasan dari
paksaan-paksaan yang ketat serta hambatan yang tidak seharusnya.
Dalam feminisme sosialis, baik patriarki maupun kelas sosial merupakan
penindasan utama. Adapun dalam pemecahanya dapat meliputi perubahan-
perubahan sosial radikal intuisi-intuisi masyarakat. Sementara itu, menurut Tong
bahwa ada kemungkinan feminis sosialis itu tidak kurang dari pertemuan aliran-
aliran feminisme Marxis, feminisme radikal, dan pemikiran psikoanalisis yang
lebih kuat.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa penggambaran cerita pada
cerpen ini marak terjadi ahir-ahir ini. Jika membaca dengan seksama cerpen
“Gerhana Mata” akan mengetahui bahwa cerita tersebut menggambarkan
seorang perempuan yang begitu mendambakan cinta, namun cinta tersebut salah
sasaran. Tokoh utama mencintai laki-laki milik perempuan lain. Kejadian tersebut
seringkali terjadi pada masyarakat di era modern ini. Pro kontra mengenai
permasalahan tersebut seringkali diperdebatkan. Ada yang menyatakan bahwa
tindakan tersebut tidak menjadi masalah, dan ada yang menentang dengan keras
tindakan tersebut.
**
Penentangan. permasalahan ini kemudian menjadi ambivalensi dari
perempuan. Dalam satu sisi perempuan selalu mengusung isu-isu gender atau
gerakan-gerakan yang mengarah pada tindakan untuk memperjuangkan hak
perempuan agar setara dengan laki-laki. Gerakan emansipatif dan pandangan
male-oriented, yakni laki-laki sumber dari terjadinya marginalisasi, subordinasi
dan semua perempuan yang tak terwakilkan mempertegas berlangsunganya
pertempuran antara perempuan dengan laki-laki. Namun di sisi lain terjadi
juga pertempuran di antara perempuan yang tidak terungkap dan tersublimasi
di dalam ruang yang sulit terselami, yaitu perasaan dan hati nurani. Esensi dari

131
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

cerpen “gerhana mata” merupakan pergolakan batin dari tokoh utama, yaitu
“saya”. Pembaca dibawa untuk menyelami pemikiran dari seseorang yang berani
dalam menentang norma yang ada, yaitu mencintai laki-laki beristri. Mengemas
sebuah cerita tersembunyi di balik tema feminisme.
“Dan hanya ialah yang saya ingin lihat, sang kekasih bak lentera benderang
dalam kegulitaan pandangan mata saya. Dari sinarnyalah saya mendapatkan
siang yang kami habiskan di ranjang-ranjang pondok penginapan ” (cerpen
kompas “Gerhana Mata” Djenar Maesa Ayu paragraf 5 ).
Merujuk pada feminisme eksistensialis kutipan di atas menarasikan tokoh
”saya” dalam cerpen ”Gerhana Mata” menunjukkan kepuasaan ketika menentang
sistem norma. Di siang bolong melakukan perbuatan yang negatif dan di tempat
yang tidak seharusnya. Kalimat “sang kekasih” seolah menunjukkan bahwa
kekasih yang ia cinta bukan benar-benar kekasihnya. Ketika kekasih yang di cintai
oleh tokoh utama adalah kekasih yang sesungguhnya penulis mungkin akan lebih
memilih kata “kekasih ku” bukan “sang kekasih”. Tokoh utama juga dengan berani
menunjukkan bahwah ia menentang norma-norma yang berlaku di masyarakat
untuk dapat menikmati kebebasan hidupnya.
“Saya masih melihat matanya sedang menatap. Mata yang seperti
mengatakan bahwa tidak ada siapa pun di dunia ini yang berarti kecuali saya.
Tidak ada apa pun di dunia ini yang lebih penting dari saya” (cerpen kompas
“Gerhana Mata” Djenar Maesa Ayu paragraf 6).
Masih merujuk pada feminisme eksistensialis kutipan di atas menarasikan
tokoh ”saya” merasa bahwa di adalah perempuan yang di istimewakan. Perempuan
yang meyakini bahwa dia selalu dinomorsatukan. Hal tersebut menjadikan tokoh
aku semakin merasakan cinta dan mendapat bahagia karna menjadi yang paling
utama. Namun, tampaknya semua itu hanya semu, dapat dikatakan semu karena
hanya dia yang merasa diistimewakan. Dalam cerpen tersebut tidak diceritakan
bagaima kekasih yang ia cintai menunjukkan perilaku mengistimewakan tokoh
“saya”
“Tetapi dengan satu konsekuensi. Harus mengerti statusnya sebagai laki-laki
beristri. Bertemu kala siang, bukan kala pagi atau malam hari. Kala siang dengan
durasi waktu yang amat sempit. Bukan kala pagi atau malam hari yang terasa
amat panjang dalam penantian dan rindu yang mengimpit” (cerpen kompas
“Gerhana Mata” Djenar Maesa Ayu paragraf 12).
Dalam paragraf diatas dapat dilihat wujud feminisme sosialis. Konsep
deminisme sosialis tersebut ditunjukkan dengan tokoh “saya” yang sadar
bahwa kekasihnya adalah suami dari perempuan lain namun ia tetap terus
mengingingkan laki-laki tersebut. Tokoh “saya” sadar atas konsekuensi yang akan
ia dapatkan namun kesadaran tersebut tidak menggugah hati nuraninya. Dia

132
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

mendobrak tatanan sosial yang tentu saja memandang perilakunya merupakan


perilaku negatif. Tidak peduli bagaimana masyarakat memandangnya, seperti
diawal ia dibutakan oleh cinta.
Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya. Dan
kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak
menunggu kala pagi dan malam. (cerpen kompas “Gerhana Mata” Djenar Maesa
Ayu paragraf 14).
Bukti feminisme sosialis dalam cerpen “Gerhana mata” ditunjukkan juga
dalam paragraf diatas. Pengharapan-pengharapan akan keinginan terbesar
dari tokoh ”aku”.agar kekasihnya milik dia seutuhnya. Mengharapkan bahwa
kekasihnya suatu saat nanti juga akan merasakan cinta yang begitu besar pula.
setelah ia mendobrak tatanan sosial dia berharap bahwa ia akan mengembalikan
tatanan sosial itu kembali.
Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya
telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua
mata ini menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap tak
akan hadir. (cerpen kompas “Gerhana Mata” Djenar Maesa Ayu paragraf 16).
Ahir dari cerpen tersebut bercerita bahwa tokoh aku selama enam tahun
lamanya bertahan pada cinta yang jelas-jelas salah. Atas perjuangannya yang
lama itu pula Dia berhasil mendapatkan hak-haknya sebagai wanita dibuktikan
dengan cincin. Namun hak-hak tersebut terasa semu, pada ahirnya ia berakhir
tanpa suami di pembaringan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh “saya” akan
tetap menjadi orang nomor dua, bukan yang utama. Hal-hal yang bermula dari
negatif akan berahir pula dengan negatif, meski tidak selalu.
Bagi feminisme, sangatlah tidak terpuji perempuan tega menyakiti
perempuan lain. Sama saja mereka telah menodai harga diri sesama perempuan
dan melemahkan pejuangan perempuan lain untuk sama-sama maju dan
memiliki kehidupan yang layak seperti para perempuan ambisius lainnya. Sejalan
dengan pendapat tersebut, lalu bagaimana jika dihadapkan pada persoalan
Cerpen Djenar Maesa Ayu berjudul “Gerhana Mata”. Perempuan yang mencintai
laki-laki milik orang lain. Berselingkuh, mekukan hal-hal negatif. Perempuan
dalam tokoh cerpen tersebut mendapatkan hak-hak atas cinta yang ia miliki,
namun ia menyakiti perempuan lainnya. Pertempuran di antara perempuain ini
menjadi polemik yang sering terjadi namun sulit untuk diselami.
Mari beralih ke cerpen Ratna Indreswari Ibrahim dengan cerpen “Rambutnya
Juminten”. berbeda dengan cerpen miliki Djenar Maesa Ayu berjudul “Gerhana
Mata” yang hanya memiliki satu tokoh utamatanpa tokoh pendamping. Cerpen
Ratna Indaswari Ibrahim ini memiliki satu tokoh tama yaitu Juminten dan tokoh
pendamping lainnya, Panuwun suami Juminten, Marni, dan Nardi sebagai orang-

133
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

orang yang tinggal di desa. Feminisme jelas terlihat pada plot cerpen ini. Juminten
yang tidak memiliki hak atas rambut yang ia miliki atas dasar peran ia sebagai istri.
Selain feminisme cerpen ini juga menyinggung masalah ruang privat dan ruang
publik yang selama ini menjadi budaya.
Terdapat dua tokoh perempuan yang bisa menjadi gambaran bagaimana
ideologi ibuisme bekerja pada cerita pendek ini, yaitu Juminten dan Marni.
Aktivitas Juminten masih berkutat dengan urusan domestik seperti memasak,
mencuci, dan ibu rumah tangga. Pekerjaan domestik dianggap menjadi tanggung
jawab perempuan semata. Sementara kegiatan Juminten di ruang publik ditandai
dengan keikutsertaannya dalam kegiatan PKK di desanya dan menjadi anggota
tim kasti.
Perempuan kerap diasosiasikan dengan peran di ruang privat. Perempuan
dengan emosi dan kualitas pemeliharaannya merupakan makhluk privat,
tempatnya dirumah bersama keluarga melaksanakan fungsi urusan rumah tangga
dan keluarga. Adapun ruang publik sendiri secara sederhana bisa dikatakan
merupakan wilayah dimana seseorang bisa melakukan aktivitas pekerjaannya
seperti warga negara pada umumnya, misalnya berpartisipasi dalam bidang
ekonomi, sosial, dan politik. Ruang privat lebih merupakan penanggung jawab
fungsi pemeliharaan dalam keluarga. Laki-laki kerap diasosiasikan dengan peran
di ruang publik.
Saya tidak akan mengijinkan kamu memotong rambut semodel Marni.
Sebagai suami, saya kan tahu model apa yang pantas untuk istriku. Ten, kau
‘kan dandan untukku!” (Ratna Indreswari Ibrahim Rambutnya Juminten, Jakarta
Kompas hal 70)
Kutipan cerpen tersebut menunjukkan gejala feminis ditandai dengan
perbedaan gender yang mendominsai peran suami dalam rumah tangga yang
berupa penindasan terhadap perempuan. Dengan dalih bahwa Juminten adalah
seorang istri dari suaminya. Suami Juminten merasa bahwa juminten adalah
milik ia seutuhnya. Menekankan bahwa dia tau apa yang terbaik untuk istrinya.
Penekanan “kau dandan untukku” sudah menggambarkan bahwa tubuh Juminten
tak lagi milikknya, dia tidak mendapatkan hak atas tubuhnya sendiri. Hak-hak atas
tubuhnya telah dirampas oleh suaminya.
“Ni, setiap memakai obat penyubur rambut ini, saya kok mual dan pusing,”
kata Juminten. (Ratna Indaswari Ibrahim Rambutnya Juminten, Jakarta Kompas
hal 69)
Demi menyenangkan suaminya (melalui rambutnya), Juminten bersedia
untuk meminyaki rambutnya dengan obat yang justru menyiksa dirinya. Perempuan
dituntut menjadi istri dan ibu yang baik, di tuntut juga untuk menyenangkan

134
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

suami. Sedangkan haknyas ebagai perempuan kurang diperhatikan. Hal tersebut


di buktikan dengan kutipan cerpen di bawah ini.
“Panuwun terdiam. Kemudian dia melihat Juminten lekat-lekat. “Saya tadi
juga ketemu Pak RT, dan menanyakan mengapa sudah dua kali, kau tak ikut latihan
kasti. Begini saja Ten, ini semua gara-gara rambutmu yang panjang. Sekarang kau
ke salonnya Mbak Titik, potong rambutmu sependek mungkin” (Ratna Indaswari
Ibrahim Rambutnya Juminten, Jakarta Kompas hal72)
Selain feminisme kutipan cerpen di atas juga mengandung representasi
ideologi patriarki yang sedang bekerja di masyarakat. Sistem sosial patriarkis
ini menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan yang paling utama
dan paling mendominasi dalam peran apa pun Dalam skala yang terkecil, pada
kasus Juminten ini sosok Panuwun sebagai suami memiliki otoritas penuh untuk
mengontrol Juminten.
Kelanjutan cerpen ini menunjukkan bahwa patriarki terus menerus
menyudutkan perempuan dalam posisi ketidakberdayaan. Ketika kemudian
rambut Juminten telah panjang dan Panuwun gembira, masalah baru muncul.
Rambut panjang Juminten juga disukai oleh banyak laki-laki desa termasuk
Nardi, bos Panuwun. Lebih miris adalah Juminten menjadi pihak yang kembali
disalahkan. Ia memanjang rambutnya karena Panuwun, tetapi Panuwun malah
memarahinya karena ia dianggap mencari perhatian dan mengundang para laki-
laki untuk dapat mendekatinya. Kemudian, Panuwun semakin menunjukkan
kekuasaan dan otoritasnya dalam mengendalikan Juminten. Ia melarang
istrinya berkegiatan di ruang publik, memaksanya tetap tinggal di rumah, dan
setelah semuanya tidak berhasil menjinakkan Juminten, ia menyuruhnya untuk
memotong rambutnya menjadi pendek. Tanpa perlawanan dan pemberontakan
apa pun, Juminten melakukan semua yang dikehendaki oleh Panuwun. Rambut
Juminten menjadi simbol ideologi patriarki yang jelas-jelas sedang bekerja
“... Dan kalau tidak ada saya di rumah jangan kluyuran” “Kang, saya bosen
kalau di rumah terus. Apalagi sebentar lagi saya akan latihan kasti.” “Pokoknya
saya tidak suka kamu keluar” (Ratna Indaswari Ibrahim Rambutnya Juminten,
Jakarta Kompas hal 81)
Selain itu pembatasan ruang publik oleh perempuan juga ditunjukkan
pada kutipan cerpen di atas. Panuwun, ia melarang istrinya berkegiatan di ruang
publik, memaksanya tetap tinggal di rumah. Budaya di zaman dahulu masih
sangat melekat, ruang publik bagi perempuan benar-benar dibatasi. Perempuan
ditempatkan, dipaksa melaksanakan fungsi rumah tangga dirumah. Karna budaya
menyatakan bahwa ruang publikhanya dapatdilakukan oleh laki-laki saja.
Adapun selain feminisme, patriarki, ruang publik dan ruang privasi dalam
cerpen ini juga memuat unsur kesetaraan gender. Kesetaraan gender sendiri di

135
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

manifestakan oleh sosok Marni yang terus menentang perlakuan semena-mena


Panuwun terhadap Marni.
“Ten, sudah kubilang berulang-ulang padamu. Suami cemburu itu bukan
pertanda cinta, tapi orang yang mau enaknya sendiri. Sudahlah saya tak bisa
lagi menasehatimu. Mestinya kau tidak terus menerus mengalah, tapi memberi
pengertian pada suami. Kalau aku dibegitukan sama suamiku, sudah minta cerai,
kita bukan burung di dalam sangkar” (Ratna Indaswari Ibrahim Rambutnya
Juminten, Jakarta Kompas hal 74)
Kutipan cerpen tersebut menggambarkan bahwa untuk mewujudkan
terlaksananya kesetaraan gender tidak mudah. Kalimat “Sudahlah saya tak bisa
lagi menasehatimu” menunjukkan bahwa sebenarnya Marni telah berulang kali
menasehati Juminten. Namun juminten menganggap nasihat Marni hanya angin
lalu. Kutipan diatas juga menunjukkan usaha kesetaraan gender yang dilakukan
oleh Marni bisa dikatakan gagal total. Marni tidak sanggup lagi untuk membujuk
Juminten untuk tidak menuruti semua keinginan Panuwun. Juminten lebih
memilih menuruti kemauan suaminya daripada nasihat Marni.
Feminisme, Patriarki, Ruang Publik dan ruang Privasi menjadi budaya yang
dari dulu sampai kini menjadi perdebatan. Di era ini khususnya ruang publik
dan ruang privasi mulai bergeser menuju ke arah kesetaraan gender. Perempuan
utamanya di perkotaan telah melebur dengan ruang publik. Namun untuk daerah-
daerah pedesaan budaya ruang publik untuk laki-laki dan ruang privasi masih
menjadi tradisi yang terus berjalan hingga zaman modern ini. Di era yang modern
ini cara yang dilakukan Marni tidak hanya berpusat untuk menuju kesetaraan
gender.
Masih dalam konteks feminisme, kisah Juminten membentangkan suatu
kenyataan bahwa banyak perempuan yang kehitangan harapan, merasakan
kehampaan, lelah serta putus asa. Hal tersebut dapat membuat keterpurukan
serta kehancuran diri terus berjalan. Penyebab utamanya adalah sikap menutup
diri, terlalu patuh sehingga menjadi pasrah dan ketidakadilan yang begitu melekat
pada diri perempuan. Selain itu terkadang sikap pasif dan pasrah juga dapat
menjerumuskan perempuan menjadi lebih sulituntuk mendapatkan keadilan.
***
Persoalan feminisme, sering kita lihat, kita baca dan kita dengarkan gerakan-
gerakan feminisme yang begitu lantang. Kesetaraan gender, kesetaraan gender,
kesetaraan gender berualang kali di gaungkan, namun terkadang lupa akan
permasalahan yang jauh lebih dekat diantara perempuan. Kepedulian dan hati
nurani, dua hal yang terkadang lupa di lakukan dan dipahami oleh perempuan
yang menyuarakan feminisme. Bahwa sejatinya feminisme adalah kepedulian dan
nurani akan hak-hak perempuan agar hak-haknya sama dengan laki-laki. Tidak

136
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

dipandang rendah di bandingkan dengan laki-laki. Tapi seiring berkembangnya


zaman hak-hak perempuan di rampas oleh kaum perempuan juga. Penyiksaan,
penganiayaan, eksploitasi dan bahkan pembunuhan dilakukan oleh perempuan
terhadap perempuan lain. Contoh kasus kecil yang ada, yang diketahui tapi
kasusnya tidak mencuat adalah kasus dimana seorang ibu rumah tangga yang
menjual gadis-gadis belia bahkan anaknya sendiri ke mucikari demi uang.
Digambarkan contoh yang sering terjadi pada cerpen Djenar Maesa
Ayu berjudul “Gerhana Mata”. Kasus perempuan yang mencintai suami milik
perempuan lain. Lebih mirisnya di kehidupan nyata perempuan tersebut berhasil
merebut suami milik perempuan tersebut. Menjadi sebuah pertanyaan yang
besar dimana kemudian kepedulian dan nurani sesama perempuan. Perempuan
yang mencintai suami milik perempuan lain tidak peduli atas akibat-akibat dari
perbuatannya. Hanya mementingkan kesenangannya saja.
Berbanding terbalik dengan cerpen Ratna Indaswari Ibrahim dengan
cerpen “Rambutnya Juminten”. Cerpen ini lebih menjelaskan secara jelas dan rinci
membahas feminisme, bahkan digambarkan ada upaya untuk menujukesetaraan
gender. Jika dilihat dari sudut pandang lain dapat dilihat bahwa ada perempuan
yang tidak peduli, tidak mempermasalahkan feminisme dan kesetaraan gender.
Tokoh Juminten jelas bahwa dia adalah korban tapi dia menerimanya. Dia merasa
menderita, tapi dia tidak nampak mempermasalahkan hal tersebut. Dia meyakini
bahwa dia adalah istri yang harus patuh dengan suami. Di dalam cerpen dan dunia
nyata harus menyadari bahwa tidak semua perempuan menginginkan kesetaraan
gender.
Wujud Women Social Responbility dalam cerpen “Rambutnya Juminten”
ditunjukkan pada tokoh Marni melalui aktivitas yang nyata, tulus dan bermanfaat
sehingga terciplah suatu tatanan kehidupan perempuan yang terpadu,
bermartabat dan cerdas. Sedangkan dalam cerpen “Gerhana Mata”, bentuk Women
Social Responsibility kurang ditunjukkan, hal tersebut dikarenakan tokoh “saya”
yang sadar bahwa kekasihnya adalah suami dari perempuan lain namun ia tetap
terus mengingingkan laki-laki tersebut. Tokoh “saya” sadar atas konsekuensi yang
akan ia dapatkan namun kesadaran tersebut tidak menggugah hati nuraninya. Dia
mendobrak tatanan sosial yang tentu saja memandang perilakunya merupakan
perilaku negatif. Tidak peduli bagaimana masyarakat memandangnya, seperti
diawal ia dibutakan oleh cinta. Dalam hal ini, tokoh saya telah mendapatkan
haknya untuk memiliki cinta, tetapi menyakiti hati perempuan lain karena
perbuatannya.
Memang sulit melihat dan menemukan data mengenai konflik diantara
perempuan karna konflik tersebut jarang diamati. Tapi jika melihat pada kenyataan,
konflik diantara perempuan itu ada dan nyata namun sulit diselami. Konflik antara

137
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

perempuan sering kali terjadi karena perempuan lebih menggunakan perasaan


ketika mengkomunikasikan sesuatu. Namun ketika konflik tersebut mencuat
kadang konflik diantara perempuan sulit untuk dikendalikan.
Cerpen-cerpen feminisme di Indonesia banyak sekali membahas tentang
patriarki, konflik antara perempuan satu dengan lainnya, tetapi menurut
saya kurang banyak membahas tentang Women Social Responbility. Padahal
dengan adanya pembahasan tersebut pada suatu karya sastra dapat menunjang
status sosial perempuan. Bahwa perempuan juga layak memiliki hak-hak pada
umumnya, berstatus sosial yang setara dengan laki-laki, meskipun memang
dalam sisi keagamaan, derajat perempuan tetap berada di bawah laki-laki. Tetapi
dengan adanya emansipasi, dan hal tersebut dicantumkan pada karya-karya
feminisme, selanjutnya dikonsumsi atau dibaca oleh banyak orang. Maka tujuan
diadakannya emansipasi yaitu memberikan hak-hak kepada perempuan dapat
tercapai sebagaimana mestinya, daripada karya-karya feminisme yang hanya
membahas mengenai “budaya patriarki”

BERLATIH 5
• Menurut saya keselarasan unsur isi kerangka esai dan karya esai ada dalam skala
1—4
Skala 1 dengan alasan
……………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………..
Skala 2 dengan alasan
…………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………….
Skala 3 dengan alasan
………..…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………

Skala 4 dengan alasan


……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Menurut saya unsur yang perlu saya kurangi atau saya tambahkan dalam esai karya
esai karya Wike adalah ………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………...

• Saya modifikasi karya esai karya Wike sesuai dengan hasil analisis saya
• Saya tulis karya esai dengan modifikasi seperlunya.

138
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

D. MENGERJAKAN TUGAS
TUGAS 1
Bacalah dengan seksama esai berikut ini!

MAKNA KEHIDUPAN DALAM PUISI-PUISI PENYAIR ERA MILENIAL

Oleh
Naufalda Nur Zhafrani-190212614040

PEMBUKA
Kehidupan manusia pada dasarnya harus lah memiliki makna dan tujuan
bagi manusia itu sendiri. Hidup bukan berarti hanya untuk bernafas, makan,
minum dan memenuhi kebutuhan pokok lainnya, walaupun benar dikatakan jika
manusia memang memerlukan semua itu untuk tetap hidup. Tapi jika hanya hal-
hal tersebut saja yang dilakukan manusia maka apa bedanya kita dengan mahluk-
mahluk lain di dunia ini. Apa dengan seperti itu kita dapat meraih hakikat kita
sebagai manusia? Apa sebenarnya kehidupan bagi kita?
Peradaban manusia kini semakin berkembang, teknologi-teknologi
canggih telah diciptakan untuk keperluan manusia. Anak-anak yang lahir dalam
era teknologi informasi yang berkembang pesat ini sering kali dijuluki generasi
milenial. Sebutlah mereka generasi milenial sebagai orang-orang yang lahir sekitar
awal tahun 1980 hingga tahun 1995. Generasi ini tumbuh ketika dunia mengalami
peningkatan teknologi informasi besar-besaran. Oleh karenanya, generasi ini
dikenal mahir menggunakan teknologi. Di Indonesia sendiri, terhitung tahun
2020 generasi milenial mengisi angka penduduk usia produktif 25-40 tahun. Tidak
heran jika kini bidang-bidang kehidupan dipimpin oleh generasi milenial, seperti
ekonomi, teknologi, industri, dll. Mereka menjunjung kehidupan yang serba cepat
dan praktis, serta mementingkan aktivitas sosial, terutama dengan adanya media
sosial online kehidupan sosial milenial berputar di sekitar hal ini. Meresahkannya,
kehidupan serba instan yang ingin dicapai oleh kaum milenialis juga berupaya
mengungkapkan tabir atau bagian-bagian terselubung dari kehidupan ini yang
sering kali dilewatkan oleh manusia pada rutinitasnya. Yang diharapkan jika
manusia mampu melihat cerminan hidupnya, ia juga mampu mengambil makna
bagi keberadaannya di dunia dan mampu mengambil keputusan yang terbaik
dalam hidupnya.
Karya sastra di zaman sekarang dinilai berbeda oleh para sastrawan
generasi sebelumnya. Puisi-puisi era milenial di rasa kurang dapat di ambil

139
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

maknanya. Tetapi, mungkin ini adalah masalah perbedaan rasa dan perspektif
zaman. Kehidupan zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu, seperti yang
telah disampaikan di atas bahwa zaman sekarang dikuasai generasi milenial.
Maka tidak mengherankan, jika gaya hidup serta tetek bengek cara pandang
serta permaknaannya bagi generasi sekarang juga berbeda dengan orang-orang
dahulu. Tapi kembali lagi, dalam hidup ini ada bagian-bagian krusial yang tidak
dapat dilepaskan, tidak seharusnya mati di gerus zaman. Pentingnya untuk selalu
mengingat Tuhan, waktu yang suatu saat akan berhenti, serta bagaimana kita
dapat belajar dan apa yang bisa kita ambil dari kehidupan itu sendiri.
INTI
Penyair puisi di generasi milenial yang saya kira kita dapat meresapi makna
kehidupan lewat puisinya dalam kesempatan kali ini salah satunya ialah Adimas
Immanuel. Sajaknya yang berjudul Sri Respati, menempatkan kita bahwa manusia
pada akhirnya akan menjalani masa tua, usia tua yang yang diibaratkan sebagai
pohon yang tumbuh tinggi menembus tingkap-tingkap langit, yang buahnya
adalah kebijaksanaan untuk menjalani hidup ini. Yang jika sebagai manusia
dengan bekal kebijaksanaan tersebut tentu tidak akan risau menjalani hidup ini
bahkan di masa tua, di mana hal-hal yang kita perjuangkan selagi muda, keluarga
dan teman-teman yang berharga dan, benda-benda kesayangan akan terasa jauh
dan kosong. Karena semakin menyadari di waktu senja bukan hal-hal duniawi
tapi doa dan keputusan sang pencipta lah yang semakin penting.

SRI RESPATI
Karya Adimas Immanuel.

Tak akan ada yang terambil darimu. Radio tua, daster kesayangan, obat
batuk, dan kitab suci. Semuanya masih dan akan selalu milikmu, sepanjang hari
besertamu. Masa tua masih akan jadi kepunyaanmu, telaga yang tak habis-habis
kau timba setelah hidup mengurasmu: lahir, tumbuh, bekerja, kawin dan beranak-
cucu. Selamat, kau melalui semua dengan sentosa.
Tak akan ada yang terambil darimu. Becak langganan, gereja, kantor pos,
teman-teman lansia, dan anak-cucumu. Semuanya masih dan akan selalu
membuka diri untukmu. Masa tua adalah pohon yang tumbuh jauh menerobos
tingkap-tingkap langit, dan buah kebijaksanaan itu kini milikmu. Hanya usia, ulat
sia-sia yang berusaha merenggutnya darimu, tapi kau mengalahkannya!
Tak akan ada yang terambil darimu karena kau tak pernah merasa memiliki
apapun dari dunia ini, kau tahu itu. Kau pasrahkan masa depanmu; kauserahkan
seluruh jatuh uban, sakit dan sembuhmu. Dalam doa-doa malamku, kau adalah

140
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

kata yang tak menemukan akhir sebuah tafsir. Jangan pernah redup sebelum
pemilik terang sendiri memintamu. Sungguh, kau layak berbahagia.
Puisi Adimas Immanuel lainnya yang berjudul Kenangan seolah memberi
keyakinan pada manusia bahwa hidup ini, dalam waktu yang terus berputar,
manusia harus bisa bangkit menjalani hidupnya, yakin dan percaya bahwa
masa lalu yang ditinggalkan dapat diambil sebagai sebuah pelajaran bukan
seolah serdadu yang sewaktu-waktu menyerang lantas meniadakan harapan.
Sikap terlalu mengenang terhadap masa lalu akan membuat diri manusia justru
terhambat, hanya berjalan di tempat dan tidak bisa bangkit dari masa lalu, seolah
waktu berhenti menurut manusia yang hanyut tenggelam dalam kenangan, dalam
masa lalu.

KENANGAN
Karya Adimas Immanuel

Jika benar waktu berjalan maju


dan semua bisa diputar kembali
semestinya kita tenang berdoa
menggenggam erat saling percaya
tak takut para serdadu menemukan kita.

Namun jika benar waktu berjalan maju


dan semua bisa diputar kembali
mengapa para serdadu menemukan kita
lebih dahulu padahal kita tengah berdoa
dan menggenggam semua percaya?

Aku ragu waktu berjalan maju


apalagi semua bisa diputar kembali
sebab kita masih saja berdoa
dan terus menggenggam percaya
takut para serdadu menemukan kita.

Aku mulai percaya waktu


tidak pernah berjalan maju

141
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

sebab kita sudah berdoa


sudah menggenggam percaya
tapi kehilangan menyergap kita
tanpa memberi aba-aba
seperti saat para serdadu tiba

Penyair lainnya dengan kreatifitas tipologi penulisan yang menjadi salah


satu ciri khas penyair generasi milenial ialah M. Aan Mansyur. Puisinya yang
berjudul Pelajaran Menulis Puisi dari Ibuku, memberi sebuah perspektif hidup
dari pandangan orang tua. Hidup sebagai orang tua ada baiknya dipandang
sederhana, agar saat dijalani akan terasa lebih ringan dibanding apa yang selama
ini ditakutkan. Kenyataanya, meskipun hidup sebagai orang tua tidaklah mudah,
banyak luka dan liku, tetapi bukankah keberadaan anak adalah penyembuh luka-
luka tersebut, penentram dan penyemangat untuk terus berjuang menjalani
hidup.

PELAJARAN MENULIS PUISI DARI IBUKU


Karya Aan Mansyur

setiap pagi
lukislah satu luka dunia
yang kautemukan di tanganmu
& di mata istrimu.

malam hari
pinjamlah krayon
& mimpi anak-anakmu
untuk mewarnainya.

Pada sajak Tuhan di Kedai Kopi, M. Aan Mansyur membaqa kita pada
pemaknaan hidup yang berhubungan dengan hubungan manusia dan Tuhan. Dia
merangkum tentang bagaimana eksistensi Tuhan dalam kacamata orang-orang
zaman sekarang. Disebutkan Tuhan sebagai penyembuh sakit walau kadang
disembah hanya saat ingin disembuhkan, sebagai penjaga keluarga walau kadang
diragukan kekuasaannya, diandaikan bagai kopi hangat yang pengasih ketika
diri merasa gamang dan gundah, dikatakan juga bahwa hubungan manusia dan

142
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Tuhan bagai dua insan yang tak terhubung tapi manusia masih membutuhkan
bantuan Tuhan, dan ada pula yang mempertanyakan apakah Tuhan lebih dekat
dari hidupku atau matiki. M. Aan Mansyur menempatkan dirinya sebagai penyair
yang berkarya merefleksikan perspektif pragmatis orang-orang zaman sekarang
mengenai kehidupan manusia dengan Tuhannya.

TUHAN DI KEDAI KOPI


Karya Aan Mansyur

tiap pagi aku ke kedai kopi dekat rumah


mencuri dengar kenyataan berhamburan
dari pikiran yang lebam & belum berhenti
mencari
“semalam di dalam mimpi aku bertemu tuhan
untuk aku sembah. dia bernama sakit yang tidak
mau sembuh.”
“aku meragukan tuhan. tetapi aku punya istri
& dua anak perempuan & ibuku semakin sering
diserang keinginan menghindar dari kata-kata
& negara tidak berhenti membunuh kita.”
“segelas kopi yang kugenggam sembari mengenang
hidupku yang terhapus adalah tuhan yang hangat.”
“aku sendiri. tuhan sendiri. aku masih berharap
dia mau berteman baik denganku.”
“apakah tuhan lebih dekat dari hidupku atau matiku?”
kerap kubayangkan diriku penyair. misalnya, pagi ini:
aku memungut mayat-mayat tuhan yang berjatuhan
di antara gelas-gelas kopi & aku ingin menulis puisi
tetapi menulis puisi berarti mengubah
setumpuk abu jadi hutan; berarti merebut bahasa
yang telah lama kembali ke mulut tuhan.

Sementara itu Okky Madasari berkarya dengan gaya diksi-diksi sederhana


dan familiar bagi generasi milenial. Dalam salah satu sajaknya, Awul-Awul ia
mencerminkan kehidupan zaman sekarang dengan rutinitas yang biasa dilakukan

143
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

oleh orang-orang era milenial. Awul-awul atau yang dalam bahasa Indonesia
disebut baju bekas menjadi salah satu hal yang dicari orang-orang masa kini.
Umumnya baju bekas ini merupakan bekas import dengan merk dagang terkenal
yang tidak laku atau tidak lolos uji kelayakan jual dan dijual dengan harga miring
menjadi incaran banyak orang. Kehidupan manusia era milenial dalam sajak ini
terkesan amat sederhana bahwa baju bekas import, pacaran di malam Minggu,
tontonan video menarik, serta masalah politik telah menjadi sebuah rutinitas yang
menyenangkan, bahwa bahagia dalam hidup tidak perlu yang muluk-muluk.

AWUL-AWUL
Karya Okky Madasari

Kita hanyalah debu awul-awulan


memungut baju-baju bekas
yang baru datang dari Jepang.
Lima puluh ribu dapat dua baju
untuk pacaran di malam minggu
sambil nonton YouTube Aa Raffi
dan berita menteri yang korupsi.

Satu lagi penyair generasi milenial, Bernard Batubara dengan sajak-


sajaknya yang gaya tipografinya seperti sebuah cerita. Sajaknya yang berjudul
Mitos Pohon mencerminkan makna hidup dalam lingkungan. Pohon yang
tumbuh di sekeliling kita bisa jadi memiliki pesan-pesan yang ingin disampaikan
kepada manusia, bahwa hidupnya untuk menjadi sebuah pohon yang kokoh
merupakan perpaduan dari berbagai elemen, membutuhkan bantuan tanah, air,
angin dan sinar langit. Sedangkan manusia hanya mengamati alur pertumbuhan
pohon, namun manusia, sebagai mahluk yang memiliki akal dan rasa seharusnya
paham bahwa pohon merupakan sumber kehidupan, yang berarti bahwa kita
berkewajiban untuk melindungi kehidupan di lingkungan kita.

MITOS POHON
Karya Bernard Batubara
selalu ada yang menunggu untuk suatu kehadiran selalu ada
yang menghadirkan untuk suatu penantian demikian kau
bergumam pelan kepada hamparan tanah selalu ada yang

144
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

mencari tak selalu menemukan selalu ada yang menemukan


tak selalu dengan mencari kau berbisik pelan kepada angin
kemudian angin menghampiri langit mengatakan sesuatu
lalu turun ke tanah menyampaikan sesuatu dan tanah
membentuk sebagian darinya menjadi serabut-serabut
kayu tipis dan tebal lantas langit menarik sebagian dari itu
keluar tanah hingga ada yang tumbuh menjulang lalu angin
bersiul-siul merayakan kelahiran mencuatkan kayu-kayu
kecil yang tumbuh menyebar tapi kau menatap saja semua
kejadian tanpa hendak tahu apa yang disampaikan angin
kepada langit apa yang dipesankan langit kepada tanah
sebab kau merasa cukup berdiam saja dan kau mengerti
akan tiba Waktunya.

Penyair-penyair era milenial banyak menemukan pandangan pragmatis


dalam kehidupan manusia zaman sekarang. Bahkan dalam memaknai
hidup manusia zaman sekarang khususnya generasi muda milenial banyak
yang tersandung dalam pertanyaan-pertanyaan tentang hidup itu sendiri,
tentang bagaimana ia nanti di masa tua, tentang kenangan masa lalu. Tapi ada
juga yang berpendapat bahwa hidup ini jika dipandang dengan sederhana,
mengesampingkan persoalan ekonomi, persaingan, dan judge orang lain,
nyatanya dapat dilewati dengan lancar. Kebahagiaan dapat ditemukan dalam
tanggungjawab yang diemban, dan rutinitas sehari-hari serta partikel-partikel
sederhana yang tidak melulu soal kesuksesan yang harus cepat-cepat digapai atau
pun harta yang harus banyak-banyak.

PENUTUP
Kehidupan pada nyatanya terus berjalan dan zaman terus berganti. Dahulu
di masa perang manusia dihadapkan pada pilihan antara hidup dan mati sehingga
mereka yang hidup pada era tersebut harus teguh dan mampu melindungi diri. Di
era-era selanjutnya pada saat dunia telah damai dan bahaya tak selalu mengancam
di depan mata maka manusia yang hidup pada generasi selanjutnya jadi terkesan
lebih rapuh tetapi sebenarnya mereka teguh dengan caranya sendiri dan sesuai
kondisi zamannya.
Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa generasi milenial dan anak-
anak muda selanjutnya yang lahir di era teknologi ini hanya beradaptasi dengan

145
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

kondisi zamannya. Teknologi informasi bermanfaat bagi kehidupan manusia dan


perkembangannya memang diharapkan dapat menghubungkan aspek-aspek
kehidupan manusia dengan waktu yang relatif cepat. Sayangnya, aspek-aspek
kehidupan yang tersentuh oleh teknologi super cepat ini juga turut menghilangkan
beberapa makna dari kehidupan itu sendiri. Pandangan-pandangan pragmatis
terhadap hidup kini makin banyak dipertanyakan, bahkan Tuhannya sendiri
bisa jadi dipandang dengan pragmatis, sebagai sebuah alat. Jika Tuhan saja, yang
menciptakan kehidupan dimaknai seperti itu maka apalah makna kehidupan ini
bagi generasi sekarang? Apakah hanya sebuah alur hidup untuk mati saja? Apa
hanya sebuah alat pemuas kebutuhan duniawi saja?
Tapi jika saya terus mempertanyakan para pemandang pragmatis dunia
yang ada pada zaman sekarang maka saya mungkin hanya menyentuh permukaan
hidup saja. Karena bisa jadi saya pun hanya hanyut dalam pertanyaan-pertanyaan
menyentuh dinding itu dan menjadi sama seperti mereka yang memandang hidup
ini hanya alat tanpa makna. Sementara itu penyair-penyair puisi di atas yang telah
disebutkan telah mengungkapkan pandangan-pandangan lain tentang hidup
lewat karyanya. Hidup tidak selalu soal materi, tapi bagaimana materi tersebut
yang paling sederhana sekalipun mampu membuat hidup manusia bermakna.
Dan alangkah baiknya jika generasi muda milenial dapat mulai menyadari esensi
dari kehidupan seperti pesan-pesan yang ingin disampaikan lewat karya puisi
tersebut.
Hidup ini layaknya sebuah seni yang harus memiliki makna agar manusia
dapat melihat arti dirinya dan kehidupan di sekitarnya, mampu membuka pikiran
untuk memilih jalan yang benar. Mungkin bagi orang-orang yang hidup di era
milenial ini arti hidup itu sendiri dipandang masing-masing sesuai dirinya, ada
yang pragmatis namun ada juga yang mampu melihat lebih jauh makna kehidupan.
Merekalah yang mampu mengambil makna dari partikel-partikel kecil dalam
hidupnya akan menyadari bahwa hidup ini tidak serumit yang selama ini dikira
dan kehidupan yang Tuhan berikan ternyata amat berharga serta kebahagiaan
pun bisa didapat dengan hal-hal kecil yang tak selalu istimewa. Sangat berharga
sehingga kita sebagai manusia sudah seharusnya lebih memaknai hidup ini
dengan bijaksana, dengan tidak melulu membuat perhitungan keuntungan dari
apa yang bisa kita lakukan untuk sesama maupun mahluk hidup lainnya. Tidak
perlu terlalu risau tentang masa tua, kenangan dan kematian karena yang perlu
kita lakukan adalah membekali hidup yang masih kita bisa jalani ini, masih diberi
kesempatan oleh Yang Maha Kuasa untuk terus menyebarkan kebaikan agar hidup
kita menjadi lebih bermakna.

146
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

TUGAS 1
1) Identifikasi dan laporkan uraian isi pada bagian pembuka, inti, dan penutup
esai di atas!

2) Berdasarkan esai tersebut tulislah kritik baru dengan ketentuan (a) masalah
berubah, (b) puisi tetap, (c) pendekatan berubah, misalnya pendekatan
ekspresif, pendekatan sosiologis, pendekatan struktural dsb.

Bacalah esai betrikut ini!

REALITAS NILAI KEBANGSAAN DALAM PUISI MALU (AKU) JADI ORANG


INDONESIA KARYA TAUFIQ ISMAIL

Oleh Ulin Nihayah


*
Jejak sejarah telah membuktikan, bahwa di saat bangsa ini melupakan tujuan
bersamanya dan dengan sadar mengingkari konsensus nasional yang dilandasi
oleh kehendak bersama, maka yang terjadi adalah timbulnya berbagai bentuk
konflik sosial, perlawanan bahkan pemberontakan bersenjata serta munculnya
ide-ide juga gerakan separatis. Akibatnya adalah pembangunan dalam berbagai
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi terhambat.
Menurut saya hal yang sangat meresahkan adalah semakin menguatnya sentimen-
sentimen kedaerahan yang dipicu oleh anggapan kurang mendapatkan perlakuan
secara adil dari pemerintah akibat dari adanya Undang-undang tentang Otonomi
Daerah, sehingga beban penderitaan yang harus ditanggung oleh rakyat semakin
terasa berat.
Pada zamannya kesadaran kebangsaan dipelopori oleh generasi muda
Indonesia, yang kemudian melahirkan dan mendorong diwujudkannya
cita-cita kemerdekaan Indonesia. Mulanya tumbuh dan berkembang oleh
dorongan kehendak dan tujuan bersama dari seluruh komponen masyarakat
(bangsa Indonesia) yang berbeda suku, etnis, agama, budaya yang tersebar di
seluruh wilayah Nusantara. Latas dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia tidak hanya melalui tahap awal pembinaan persatuan dan
membutuhkan semangat para pemuda saja. Persatuan dan kesatuan Indonesia
juga dapat terwujud dengan merealisasikan kembali nilai-nilai semangat juang
sesuai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemantapan nilai-nilai kebangsaan di Indonesia merupakan upaya
sosialisasi, internalisasi, dan institusionalisasi secara sistematis dan tersturktur

147
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

kepada setiap warga negara. Hal ini sebenarnya perlu dilakukan dengan
mekanisme pendidikan dan pelatihan yang bersifat aktif dua arah dan dilakukan
secara bertahap dan berlanjut. Hal tersebut dimaksudkan untuk membangun
pengertian, pemahaman dan pengimplementasian konsepsi untuk membangun
karakter bangsa dan membangun sistem kenegaraan yang berkesinambungan,
dengan tujuan untuk menjalin benang merah pewarisan nilai yang tidak terputus.
Sehingga generasi bangsa Indonesia secara turun temurun senantiasa memiliki
rasa kebangsaan dan jati diri yang kuat, untuk terus mengobarkan semangat dalam
memperjuangkan segala kepentingan nasional serta bertanggung jawab penuh
dalam menjaga, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta kedaulatan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara utuh.
Berdasarkan sedikit pemahaman saya menganai nilai kebangsaan di
Indonesia tersebut. Hal yang saya lakukan selanjutnya adalah menentukan karya
yang akan menjadi topik utama pada esai ini yaitu dengan mengenal ulang biografi
beberapa sastrawan besar di Indonesia, seperti Sapardi Djoko Damono, Joko
Pinorbo, Chairil Anwar, Taufiq Ismail dan masih banyak lagi. Setelah berulang
kali mengulas karya sastra dengan tema sosial dan cinta, entah mengapa kali ini
saya tertarik dengan tema kebangsaan. Oleh sebab itu saya mencoba menelusuri
latar belakang para sastrawan ini beserta karya-karyanya, dengan harapan dapat
menemukan satu karya yang tepat dengan tema yang saya pilih.
Setelah membaca beberapa artikel yang termuat di berbagai media,
ketertarikan saya pada karya-karya Taufiq Ismail mulai memuncak. Hal yang
saya temukan tentang beliau adalah gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah yang
kemudian menjadikan saya semakin mantap untuk mengulas karyanya, karena
dari apa yang saya ketahui kata Khalifah berasal dari bahasa Arab yang berarti
Pemimpin. Sehingga saya berpikir bahwa kemungkinan besar beliau adalah
seorang Sastrawan yang paham akan nilai kebangsaan di Indonesia. Benar saja,
karya-karyanya memang memiliki kecenderungan dengan puisi Indonesia yang
serius. Beberapa di antaranya yang saya temukan adalah kumpulan puisi berjudul
Tirani dan Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Prahara Budaya dan satu
yang kemudian saya pilih untuk dibahas yakni Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.
Sebenarnya masih banyak lagi kumpulan puisi karya Taufiq Ismail dengan
tema yang serupa. Namun kumpulan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesialah
yang membuat saya penasaran dengan karya-karya Taufiq Ismail lainnya, karena
isi dari kumpulan puisi tersebut bisa dibilang cukup panjang dibanding puisi-
puisi lain yang saya baca sebelumnya. Pada sebuah kesempatan Taufiq Ismail
sempat berkata dalam tulisannya “Saya menolak atau lebih tepat tidak menerima
penuh bahwa puisi mesti padat, harus sedikit kata-kata. Daripada dia memenuhi
syarat padat dan minimum kata tapi tak indah serta gagap berkomunikasi, saya

148
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

memilih puisi banyak kata tapi cantik, menyentuh perasaan, laju menghilir dan
komunikatif. Puisi saya wajib musikal. Kata-kata harus sedap didengar. Tentu saja
kata-kata itu mengalami ketatnya seleksi.”
Dalam menulis esai ini saya berupaya untuk memahami makna yang
terkandung pada tiap larik puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indoneisa dari bait satu dan
seterusnya. Selanjutnya data yang saya peroleh dari hasil analisis tersebut akan
saya hubungkan dengan teori kebangsaan yang menjadi landasan pokok untuk
mengupas tuntas realisasi nilai kebangsaan di Indonesia yang tergambar dalam
puisi karya Taufiq Ismail tersebut, dengan mencantumkan kutipan larik terkait
topik yang saya bahas nantinya. Melalui esai ini saya harap nilai kebangsaan bisa
tumbuh dan berkembang kembali di tengah masyarakat Indonesia, khususnya
generasi muda masa kini.
**
Ada banyak hal yang perlu kita sadari dan pahami lagi mengenai nilai-
nilai kebangsaan Indonesia sebagai nilai yang melekat pada diri setiap warga
negara atau norma-norma kebaikan yang terkandung, serta menjadi ciri khas
kepribadian bangsa Indonesia yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika yang tercermin dari sikap dan perilaku
setiap warga negara sebagai bangsa Indonesia dengan senantiasa mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa mengesampingkan tanggung
jawab untuk menghargai bangsa dan negara lain. Bagi bangsa Indonesia yang
beradab, sebuah kedaulatan tidak hanya mengandung privilege berupa jurisdiksi
untuk mengatur, menegakkan hukum dan mengadili segala hal yang berada
dalam wilayah negara, tetapi juga mengandung tanggung jawab (responsibility)
untuk menghormati nilai-nilai kemanusiaan atas dasar norma, nilai dan standar
universal juga menghormati pula negara lain untuk dapat menjamin kesejahteraan
serta keamanan nasional, regional dan internasional.
Hal tersebut menjadi dasar adanya pembahasan mengenai realitas nilai
kebangsaan dalam perspektif ilmu sastra ini, khususnya pembahasan dan kajian
yang berkaitan secara langsung dengan karya-karya sastra Indonesia modern,
yang saya rasa masih langka keberadaannya. Kelangkaan itu semakin terasa
jika kita dibandingkan dengan banyaknya pembahasan dan kajian sastra yang
menggunakan perspektif lain di luar tema esai ini. Dalam perkembangan sastra
Indonesia modern, ragam bentuk karya sastra yang berupaya menggali nilai-nilai
kebangsaan tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tiga kecenderungan (Hadi,
2001: 6-7). Pertama, karya-karya sastra yang mengambil unsur-unsur budaya
tradisional untuk keperluan inovasi dalam pengucapan estetik. Kedua, bentuk-

149
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

bentuk karya sastra yang berupaya memberi corak khas kedaerahan terhadap
perkembangan kesusastraan Indonesia. Ketiga, lahirnya karyakarya sastra yang
berupaya menggali nilai-nilai tradisi, dan spiritualitas yang bersumber pada
ajaran agama
Timbulnya kecenderungan karya sastra Indonesia modern, baik dalam
genre puisi, prosa (cerita pendek dan novel), maupun naskah drama yang memiliki
upaya untuk menggali dan mengekspresikan nilai-nilai tradisi, spiritualitas
dan agama, sama artinya dengan upaya untuk menegaskan kembali betapa
pentingnya pemahaman mengenai nilai-nilai kebangsaan bagi bangsa Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Sejauh pengamatan saya selama ini kecenderungan karya sastra yang demikian
itu, khususnya dalam genre puisi, banyak terlahir dari para sastrawan Angkatan
‘66. Salah satu di antaranya ialah karya-karya puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail.
Sebagai salah seorang tokoh sastrawan besar Angkatan ’66, Taufiq Ismail memiliki
popularitas dan pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan sastra
Indonesia modern. Popularitas serta pengaruh tersebut bukan hanya terjadi di
kalangan sastrawan dan pembaca sastra, melainkan juga berkembang di tengah
masyarakat pada umumnya. Melalui karya-karya puisinya, kepenyairan dan
kepiawaian Taufiq Ismail dalam mengkritik realitas sosial dan politik di Indonesia,
serta keunggulannya dalam memasukkan unsur-unsur nilai kebangsaan, telah
diakui para pengamat dan pemerhati sastra.
Taufiq Ismail lebih dikenal sebagai seorang sastrawan yang sering menulis
dan membacakan puisi-puisinya di hadapan publik. Seperti yang telah saya
katakan sebelumnya, bahwa beliau telah menerbitkan beberapa buku antologi
puisi. Namun di antara buku-buku antologi tersebut, ada dua yang paling
fenomenal dan dikenal banyak kalangan, yaitu “Tirani dan Benteng” (1993) dan,
“Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” (1998). Tirani dan Benteng merupakan buku
antologi yang berisi puisi-puisi kesaksian terhadap berbagai peristiwa politik
Indonesia antara tahun 1955-1966. Sedangkan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
memuat karya-karya puisi yang menggambarkan realitas kebangsaan Indonesia
pada masa menjelang dan setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Tak terkecuali
pada puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia itu sendiri memiliki kecenderungan
visi dan misi, berupa pesan dan amanat yang berkaitan secara langsung atau tidak
langsung dengan nilai kebangsaan.
Asumsi pertama yang tertanam pada pesan dan amanat puisi Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia karya Taufiq Ismail sangat menarik untuk dibahas. Dengan
tujuan memahami tema pokok atau makna yang terkandung dalam karya sebagai
sarana yang menyampaikan maksud tertentu kepada pembaca. Maksud tersebut
dapat berupa politik, pendidikan, moral, agama, atau tujuan lain yang bersifat

150
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

multidimensional. Selain itu dapat juga difokuskan untuk melihat bagaimana teks-
teks puisi Taufiq Ismail memiliki tujuan, pesan, dan amanat yang bersinggungan
dengan wacana dan unsur-unsur nilai kebangsaan di Indonesia.
Ada beragam sikap positif yang menggambarkan nilai kebangsaan, seperti
nilai religius, nilai kejujuran, nilai kreatif, nilai toleransi, nilai kerja keras dan
kemandirian, nilai demokrasi, dan masih banyak lagi. Sikap-sikap positif itulah
yang menjadi dasar bahasan dari realitas nilai kebangsaan yang ada dalam
kumpulan puisi karya Taufiq Ismail ini. Apakah dalam puisi ini terdapat gambaran
nilai-nilai positif bangsa Indonesia atau malah sebaliknya?
Nilai religius merupakan konsep awal dari penghargaan tinggi yang diberikan
oleh masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan
yang bersifat suci. Sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan
masyarakat yang bersangkutan. Makna religiusitas lebih luas (universal) daripada
agama, karena agama terbatas pada ajaran- ajaran atau aturan-aturan, yang
berarti nilai religius mengacu pada agama (ajaran) tertentu. Hal ini terlihat pada
bagian II baris pertama dan kedua pada puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia:

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak,


doyong berderak-derak

Untuk menggambarkan situasi kondisi moral juga tingkah laku manusia,


sosok Aku di atas memakai kata akhlak (kata serapan dari bahasa Arab). Maka yang
dimaksud dengan langit akhlak rubuh adalah manusia Indonesia dapat dipahami
moral dan tingkah lakunya mengalami kemunduran, agama sebagai sumber
bertindak dan berperilaku sudah ditinggalkan, sehingga negerinya berserak-serak
dan hukum tak tegak. Karena “akhlak” sebagai pilar dalam perikehidupan telah
roboh.
Selanjutnya nilai religius juga terdapat pada

Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah, ciumlah harum
aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,

Dalam penggalan puisi tersebut, Udin dan Marsinah mewakili kelas buruh
yang meninggal karena memperjuangkan hak-hak mereka. Dalam puisi tersebut
Taufiq Ismail memastikan dibaca: mendoakan matinya syahid. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, syahid adalah orang yang mati karena membela agama.

151
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Taufiq menyamakan perjuangan Udin dan Marsinah sebagai perjuangan membela


hak mereka sama dengan perjuangan membela agama. Menurut ajaran Islam,
mati dalam kondisi demikian adalah mati sahid (untuk laki-laki) dan sahidah
(untuk perempuan) yang memiliki jaminan masuk surga.
Kejujuran merupakan nilai kebaikan sebagai sifat positif yang akan diterima
oleh semua orang dimanapun dan kapanpun ia berada. Maka nilai kejujuran
dapat diartikan sebagai nilai kebaikan yang bersifat universal. Nilai-nilai
kejujuran memiliki sifat positif sehingga dapat diterapkan dimana saja dan kapan
saja karena dapat diterima oleh siapa saja. Nilai ini dapat membentuk sikap yang
didalamnya terkandung nilai-nilai kejujuran. Nilai kejujuran ada bagian III mulai
baris pertama sampai baris ketiga:

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu, Di


negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Juga terlihat pada bagian III baris 28-30 :
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia
dapat ditawar dalam bentuk jual-beli
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-sangat-sangat-
sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,

Nilai kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan


diri sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan. Seperti yang tergambarkan dalam puisi tersebut yang seolah menjadi
barang langka. Jujur-kejujuran mengalami krisis berat pada birokrat, pemimpin
dari jajaran paling atas sampai jajaran paling bawah sekalipun. Kecurangan dan
kebohongan menjadi hal yang sangat permisif dilakukan.
Selanjutnya toleransi merupakan suatu sikap saling menghargai dan
menghormati antar individu atau kelompok di dalam masyarakat meskipun
terdapat banyak perbedaan di dalamnya, baik itu perbedaan pendapat,
pandangan, agama, ras, budaya, dan perbedaan lainnya. Dalam puisi Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia digambarkan akan banyaknya kerusuhan dan pembantaian
yang disebabkan oleh miskinnya rasa toleransi.

Di negeriku ada pembunuhan, penculikan


dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,

152
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

ada pula pembantahan terang-terangan


yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-
terangan,

Seharusnya, toleransi dapat dimaknai sebagai sikap dan tindakan yang


menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang berbeda dari dirinya, kenyataannya tidak tercipta di negerinya sosok
aku. Di negeri si Aku pembantaian yang dilakukan secara terang-terangkan luput
dari jerat hukum atau bahkan tidak diperkarakan ke pengadilan.
Kemandirian merupkan suatu kemampuan psikososial yang berupa
kesanggupan untuk berani, berinisiatif dan bertanggung jawab untuk mengatasi
hambatan/masalah dengan rasa percaya diri dengan tidak bergantung pada
kemampuan orang lain, serta mampu memerintah, menguasai dan menentukan
dirinya sendiri tanpa pengaruh lingkungan dan bantuan orang lain. Dalam puisi
ini digambarkan bahwa para pemimpin atau pejabat di negeri aku larik tidak
mengajarkan kerja keras dan kemandirian. Anak-anak mereka bahkan para
saudara-saudara mereka mendapat fasilitas tak ubahnya Bapaknya. Hal ini terlihat
pada bagian III baris ke 4 puisi ini.

Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu


dimanja kuasa ayah,
Juga pada baris ke 11-13
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden, menteri, jenderal,
sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati

Demokrasi merupakan keadaan negara yang dalam sistem pemerintahannya


kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berdasarkan
keputusan bersama rakyat, rakyat memiliki kuasa, pemerintahan dan kekuasaan
oleh rakyat. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa negara yang menganut
sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak
dan kemauan rakyatnya. Namun berbeda dengan apa yang termuat dalam puisi
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia yang berisi lawan idealnya negara sosok Aku
yaitu Indonesia yang pada dasarnya menganut sistem demokrasi. Norma-norma
demokrasi menjadi pandangan hidup yang demokratis, serta menjadi acuan
tentang pentingnya kesadaran akan pluralisme, musyawarah, pertimbangan moral,

153
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

pemufakatan yang jujur dan sehat, pemenuhan dan pemberdayaan ekonomi,


kerjasama antar masyarakat serta sikap mempercayai iktikad baik masing-
masing. Pandangan demokratis harusnya dijadikan unsur yang menyatukan
sistem pendidikan. Tetapi kenyataannya norma demokratis tidak dilaksanakan
di negerinya si Aku sebagai pengarang, yaitu negeri Idonesia. Sebaliknya praktik-
praktik yang ademokratis, terbukti ada di negerinya aku lirik. Hal ini pengarang
uangkapkan melalui larik berikut:

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Nasionalisme merupakan suatu sikap politik dari masyarakat dalam suatu


bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, wilayah serta kesamaan cita-cita
dan tujuan. Dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut dapat merasakan
adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Demikian juga
ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme adalah jiwa bangsa
Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada.
Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih
lebih kaya lagi maknanya pada zaman ini. Kesadaran masyarakat di suatu bangsa
yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan,
dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa
tersebut juga merupakan makna dari nasionalisme. Hal ini terlihat pada bagian I
baris 4-6 puisi berikut.

Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia Negeriku baru enam tahun
terhormat diakui dunia Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Demikian pula pada bagian I baris ke 13:
Dadaku busung jadi anak Indonesia

Kemudian jika berbicara mengenai cinta tanah air, maka secara sederhana
kita dapat mengartikannya sebagai perasaan yang harus dimiliki dan menjadi
bagian setiap individu untuk negara dan bangsanya. Sikap cinta tanah air yang
dimiliki setiap individu dapat tercermin dari perilakunya untuk membela dan
melindungi tanah air, rela berkorban demi kepentingan bangsa, mencintai adat,
budaya, serta lingkungannya. Selain itu juga sikap terhadap bahasa, lingkungan,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Cinta tanah air juga sebagai perilaku
untuk mencintai wilayah nasional sebuah bangsa, sehingga harus selalu siap
membela tanah air Indoensia dalam segala bentuk intervensi maupun tantangan
dari pihak manapun dan kapanpun.

154
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Pada baris puisi yang berbunyi “malu aku jadi orang Indonesia” tepatnya
yang berada di bagian II dan IV di baris terakhir, yang juga menjadi judul dari
puisi ini, adalah wujud dari rasa cintanya sosok aku (sebagai pengarang) terhadap
negerinya. Sebagaimana telah dideskripsikan pada baris-baris yang lain, negeri
si Aku telah mengalami krisis moral akhlak yang parah. Ungkapan malu aku jadi
orang Indonesia bukan dimaknai sebagai pengingkaran sosok aku menjadi orang
Indonesia, melainkan ungkapan rasa prihatin dan kemirisannya terhadap situasi
dan kondisi yang dialami bangsa Indonesia dari masa ke masa hingga kini.
Kedamaian memiliki berbagai arti, hal tersebut dapat berubah sesuai
dengan konteks kalimatnya. Perdamaian sendiri dapat menunjuk pada
persetujuan dalam mengakhiri sebuah perang atau ke sebuah periode di mana
sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuhnya lagi. Damai dapat juga
diartikan sebagai sebuah ketenangan, serta menggambarkan kestabilan emosi
dalam diri. Konsepsi damai pada setiap orang tentu berbeda-beda, hal ini juga
dipengaruhi oleh budaya setempat dan lingkungannya. Dalam Kumpulan Puisi
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, nilai kedamaian tidak diberikan penguasa pada
rakyatnya, melainkan rasa tertekan dan beban yang ganda. Sehingga rakyat yang
tinggal di negeri Indonesia tidak merasa aman dan nyaman. Hal ini terlihat pada
baris puisi 32-33 dari bagian III.

Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas ini-
itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Dan tergambar pula pada baris selanjutnya, yakni baris 34-35 dari bagian
III
Di negeriku telepon banyak disadap,
mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,

Di negeri sosok Aku, sesuatu yang dianggap privasi menjadi konsumsi


umum, bahkan semakin ke sini suatu perihal yang bisa menjatuhkan nama
baik seseorang disebar-sebarkan di berbagai media dan disiarkan berulang kali.
Sebaliknya, yang seharusnya diketahui umum dan khalayak luas malah disimpan
rapi untuk dirahasiakan.
Kepedulian merupakan sebuah nilai dasar dan sikap memperhatikan serta
bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di sekitar lingkungan kita.
Peduli adalah wujud dari usaha kita untuk melibatkan diri dalam suatu masalah,
keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita. Seseorang dapat dikatakan
peduli jika mereka merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu dengan tujuan
memberikan inspirasi maupun perubahan kepada lingkungan di sekitarnya.

155
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Sehingga ketika orag tersebut berada pada suatu keadaan tertentu, atau pada saat
ia melihat kondisi masyarakat yang memerlukan bantuan maka ia akan secara
otomatis tergerak untuk melakukan sesuatu. Dalam Kumpulan Puisi Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia terdapat sikap ketidakpeduliaan yang dapat dilihat pada
bagian III baris ke 21-22 berikut.

Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat belanja


modal raksasa,

Pembakaran pasar dapat kita golongkan sebagai penganiayaan publik.


Begitupun pembangunan berbagai pusat belanja yang memiliki pengaruh besar
dalam mempersempit lapangan kerja rakyat kecil, serta merusak ekosistem
lingkungan sekitar. Banyaknya pembangunan gedung-gedung baru, menjadi
penyebab berkurangnya daya resap air hujan.
Seperti yang kita ketahui pembangunan gedung-gedung baru bisa
menyebabkan peningkatan pada resiko banjir sampai 6 kali lipat, jika dibandingkan
dengan tanah terbuka yang biasanya mempunyai daya serap air tinggi. Masalah
ini sering terjadi di kota-kota besar yang rancangan pembangunannya tidak
terencana dengan baik
Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia terdiri dari empat bagian yang terdiri
dari 91 larik, puisi ini merupakan sebuah karya yang syarat akan nilai kebangsaan.
Puisi ini diawali dengan cerita sosok aku sebagai pengarang yang pernah
mendapatkan bea siswa ke luar negeri. Dengan bangganya sosok Aku menceritakan
bangsa Indonesia yang dapat merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Namun kemudian sosok Aku dengan getir mengungkapkan kekecewaannya pada
kondisi bangsa Indonesia yang bobrok dan akan segera memasuki orde reformasi.
Pondasi bangsa yang dibanggakan bahkan dengan percaya diri dikatakan kokoh,
ternyata keropos oleh mental pejabat dan aparatnya sendiri yang korup, rakyat
pemalas baik yang miskin dan dimiskinkan, pendidikan moral yang amburadul,
kekayaan alam yang dikeruk habis-habisan untuk kepentingan pribadi, dan lain
sebagainya. Rakyat yang berani mempertanyakan keadilan bangsa dibungkam
sepatu kemudian dipenjarakan. Hukum pun hanya memihak yang membayar.
Berkaca pada Undang-undang dasar tahun 1945 dan Pancasila, kita
sadar bahwa agama mana pun senantiasa mengajarkan kebaikan dan melarang
adanya tindakan yang tidak manusiawi. Namun bersamaan dengan merebaknya
kesadaran mengenai nilai keagamaan tersebut, dalam puisi ini digambarkan
berbagai praktik kemungkaran dan kezaliman yang justru semakin merajalela
di Indonesia. Mirisnya ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, kejahatan
politik, kesenjangan antar golongan, penindasan dan eksploitasi atas kaum

156
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

lemah telah menjadi pemandangan sehari-hari di Indonesia. Kenyataannya hasil


pembangunan bangsa hanya dinikmati oleh segelintir golongan, terutama yang
memiliki kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi, sedangkan masyarakat
kalangan menengah ke bawah semakin termiskinkan dan termarginalkan.
Dalam sebuah baris puisi dipaparkan sebagai berikut :

Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di tumpukan jerami
selepas menuai padi.
Yang kemudian ditegaskan kembali dalam baris yang lain:
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak,
doyong berderak-derak

Dalam potongan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia tersebut terungkap
sikap para pemimpin maupun rakyat kecil yang dengan leluasa merobohkan nilai
moral bangsa Indonesia. Ada kurang lebih 14 ketimbangan yang termuat dalam
puisi tersebut, yaitu mulai dari nepotisme, kolusi, korupsi, Asal Bapak Senang,
kecurangan pemilu, opini di media yang kebablasan, membakar pasar untuk
didirikan mall, kasus Udin dan Marsinah yang tidak adil, keputusan pengadilan
yang bisa dibeli, hilangnya rasa aman dan nyaman dengan pungutan dan
ancaman, rahasia individu disebar menjadi konsumsi umum, sepak bola menjadi
ajang pertikaian antar kota, pembantaian massal , dan budi pekerti yang hilang,
baik di kalangan pemimpin maupun rakyat kecil.
Empat belas ketimpangan sosial yang mengacu pada nilai kebangsaan
tersebut hanyalah sebuah wacana dalam retorika, yang dalam realita kehidupan
cukup sulit untuk terlihat secara terang-terangan. Kondisi yang demikian ini
memerlukan komitmen sebagai pilar keberhasilan dari seluruh elemen masyarakat
untuk kembali menanam, menyiram, dan memupuk nilai-nilai kebangsaan di
dalam hati nurani generasi bangsa, sehingga tumbuh dan berkembang kembali
dalam ucapan dan perilaku kehidupan masyarakat Indonesia. Menumbuhkan
serta mengembangkan nilai-nilai kebangsaan yang bersinergi untuk dilaksanakan
di lingkungan keluarga, sekolah, serta lingkungan masyarakat.

dada si Aku dapat tegap kembali, dan si Aku tak perlu membenamkan topi
kabaret di kepalanya.

Pada baris puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia tersebut, termuat rasa
nasionalisme sebagai curahan hati sosok Aku (pengarang) akan kecintaannya
pada tanah air, dengan mengungkapkan ketimpangan dan kegetiran yang terjadi di

157
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

negeri tercintanya “Indonesia”. Hal tersebut terungkap melalui lirik Malu aku jadi
orang Indonesia yang diulang dua kali dalam puisi tersebut. Wujud nasionalisme
yang nyata adalah rasa cinta terhadap tanah air dimulai dari diri sendiri sebagai
warga Indonesia, baik sebagai rakyat, sebagai pimpinan rendahan bahkan
pemimpin paling tinggi di Indonesia sekalipun. Setiap probadi diharapkan dapat
berperilaku sesuai dengan karakter bangsa, dengan menegakkan kembali nilai
moral dan mematuhi hukum yang ada.
Perlu diketahui pula bahwa tema dalam sebuah puisi secara tidak langsung
memiliki kaitan yang erat dengan perubahan dan perkembangan budaya
Indonesia. Tanpa sadar perubahan budaya yang terjadi di Indonesia dengan
sendirinya telah memengaruhi bentuk dan unsur-unsur pesan dalam karya puisi.
Seperti halnya puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufiq Ismail yang
banyak mengandung pesan pendidikan, ajaran moral dan niali kebangsaan selain
pesan-pesan yang terkait dengan realitas sosial dan politik Indonesia.
***
Menurut padangan saya pribadi rasa kebangsaan merupakan dorongan
emosional yang lahir dalam perasaan setiap warga negara, baik secara perorangan
maupun kelompok, tanpa memandang suku, ras, agama, maupun keturunan.
Rasa itulah yang menumbuhkan internalisasi suatu masyarakat yang didambakan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bernama bangsa
Indonesia. Menguatnya rasa kebangsaan secara individual dan kelompok menjadi
energi dan pengendapan nilai-nilai kebangsaan yang kemudian melahirkan
paham dan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan akan tumbuh subur dan
berkembang melalui proses sinergi dari berbagai individu (warga negara) yang
berada dalam wilayah NKRI, kemudian satu sama lain saling menguatkan dan
melahirkan ciri atau identitas bangsa. Karena keyakinan dan pengakuan terhadap
ciri atau identitas bangsa merupakan perwujudan dari rasa kebangsaan itu sendiri.
Timbulnya kecenderungan karya sastra Indonesia modern, baik dalam
genre puisi, prosa (cerita pendek dan novel), maupun naskah drama yang memiliki
upaya untuk menggali dan mengekspresikan nilai-nilai tradisi, spiritualitas
dan agama, sama artinya dengan upaya untuk menegaskan kembali betapa
pentingnya pemahaman mengenai nilai-nilai kebangsaan bagi bangsa Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Sejauh pengamatan saya selama ini kecenderungan karya sastra yang demikian
itu, khususnya dalam genre puisi, banyak terlahir dari para sastrawan Angkatan
‘66. Salah satu di antaranya ialah karya-karya puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail.
Sebagai salah seorang tokoh sastrawan besar Angkatan ’66, Taufiq Ismail memiliki
popularitas dan pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan sastra
Indonesia modern. Popularitas serta pengaruh tersebut bukan hanya terjadi di

158
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

kalangan sastrawan dan pembaca sastra, melainkan juga berkembang di tengah


masyarakat pada umumnya. Melalui karya-karya puisinya, kepenyairan dan
kepiawaian Taufiq Ismail dalam mengkritik realitas sosial dan politik di Indonesia,
serta keunggulannya dalam memasukkan unsur-unsur nilai kebangsaan, telah
diakui para pengamat dan pemerhati sastra.
Melalui puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Taufiq Ismail menyampaikan
sebuah pesan yang jika saya jabarkan ulang kira-kira menjadi demikian. Dari
merenungkan makna puisi tersebut saya sadar bahwa jika keadaan bangsa kita
ini terus menerus dibiarkan larut ke dalam situasi sebagaimana yang gambaran
pada puisi tersebut, serta tanpa upaya nyata untuk segera menjari jalan keluar
dan mengatasinya, dapat dipastikan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa serta
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menjadi semakin
rapuh.
Pemilihan diksi yang dilakukan oleh Taufiq islmail tersebut tidak serta
merta dengan sengaja mencoreng nama baik bangsa Indonsia, meski mungkin
bahasanya terkesan sangat frontal dan sebagian golongan akan menelan mentah-
mentah puisi tersebut. Namun puisi tersebut juga menjadi pengingat jika
kesadaran mengenai nilai kebangsaan tidak terpatrikan di dalam sanubari setiap
warga negaranya, maka cita-cita leluhur untuk mewujudkan Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta berkehidupan kebangsaan
yang bebas itu hanya akan menjadi angan-angan semata.
Dapat kita saksikan bersama bahwa dinamika kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam suasana pembaharuan masa kini menjadi semakin
penting untuk dicermati. Dikarenakan besarnya pengaruh budaya, pandangan
hidup, sistem politik, tata nilai serta sistem ekonomi yang berkembang dalam tata
kehidupan masyarakat dunia. Dalam prosesnya kita juga perlu menyadari, bahwa
pengaruh kehidupan global tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai kebangsaan di
Indonesia. Bahkan secara perlahan masuknya nilai-nilai baru justru menjadi salah
satu penyebab pudarnya rasa kebangsaan, terutama dalam kehidupan generasi
muda bangsa Indonesia saat ini. Pengaruh ini sulit dicegah sebagai akibat dari
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, begitupun dengan transportasi
yang memungkinkan untuk mengunggah berbagai informasi secara mudah dari
segala penjuru dunia tanpa penyaring dari media maya.
Karena itulah, kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan
Indonesia yang bersumber dari falsafah bangsa Pancasila, Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta semboyan bangsa yakni Bhinneka Tunggal Ika, demi meneguhkan
kembali jati diri bangsa dan membangun kesadaran tentang sistem kenegaraan
yang menjadi konsensus nasional. Dengan ditanamkannya kembali nilai-nilai

159
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

kebangsaan, diharapkan bangsa Indonesia dapat tetap menjaga integritas dan


identitasnya sebagai bangsa yang mampu menjaga keutuhan dan mampu
menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah terpaan
arus globalisasi yang bersifat multidimensional.

TUGAS 2
1) Identifikasi dan laporkan uraian isi pada bagian pembuka, inti, dan penutup
esai di atas!
2) Berdasarkan esai tersebut tulislah kritik baru dengan ketentuan (a) masalah
tetap, (b) puisi tetap, (c) pendekatan berubah, misalnya pendekatan ekspresif,
pendekatan sosiologis, pendekatan struktural dsb.

160
GLOSARIUM

A
Abstrak adalah ringkasan karya ilmiah yang berfungsi sebagai alat bantu untuk
mempermudah pemahaman pembaca terhadap karya ilmiah secara keseluruhan.
Abstraksi atau pengabstrakan adalah proses pengubahan fakta, fenomena, objek
menjadi konsep, pengertian yang bersifat general/umum.
Aforisme adalah adalah ungkapan tentang doktrin, prinsip suatu kebenaran yang
telah diterima umum.
Alur adalah rangkaian kejadian dalam peristiwa cerita rekaan baik secara
kronologis (urut waktu) maupun nonkronologis -non urut waktu (sebab-akibat,
akibat-sebab).
Analisis adalah salah satu tahapan proses mengkritik berupa kegiatan memisah
dan mimilah secara terperinci data kutipan teks dari karya sastra yang diulas.
Anatomi teks kritik dan teks esai adalah unsur isi dan unsur kebahasaan teks kritik
dan teks esai berupa pembuka, inti, dan penutup; unsur kebahasaan adalah sifat
penggunaan bahasa Indonesia di bagian pembuka, inti, dan penutup teks kritik
dan teks esai.

B
Bahasa analitik adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia dalam teks kritik dan
teks esai yang bersifat uraian terperinci dari masalah dalam karya sastra yang
diulas untuk memberikan informasi detail kepada pembaca.
Bahasa argumentatif adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia dalam teks kritik
dan teks esai berupa argumen atau alasan dilengkapi dengan bukti dan contoh
untuk meyakinkan pembaca.
Bahasa deskriptif adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia di bagian pembuka
teks kritik dan esai yang dipaparkan apa adanya/tanpa komentar dari penulis.

161
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Bahasa evaluatif adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia dalam teks kritik dan
teks esai berupa pemberian kualifikasi tertentu atas kualitas karya sastra yang
diulas. Kualitas suatu karya sastra didasarkan pada kriteria tertentu.
Bahasa impresif adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia yang lazim digunakan
di bagian pembuka, inti, dan penutup berupa impresi atau kesan mendalam dari
penulis berdasarkan masalah yang akan diulas dari suatu karya sastra.
Bahasa persuasif adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia dalam teks kritik dan
teks esai untuk membujuk atau mempengaruhi pembaca
Bait adalah satuan kebahasaan dalam teks puisi berupa unsur larik. Larik adalah
unsur kebahasaan teks puisi berupa unsur bunyi, kata, frasa, dan klausa. Klausa
adalah unsur kebahasaan teks puisi berupa unsur frasa. Frasa adalah unsur
kebahasaan teks puisi berupa unsur kata. Kata adalah unsur kebahasaan teks
puisi berupa unsur bunyi. Bunyi adalah unsur teks kebahasaan teks puisi berupa
bunyi vokal, konsonan, rima, aliterasi, eufoni, kakufoni dsb.

C
Carpo diem atau nikmatilah hidup hari ini adalah pernyataan fillosofis yang
mengajarkan bahwa maksimalkan atau optimalkan hidupmu dengan kebaikan
hari ini, saat ini dengan sebaik-baiknya, tidak perlu ditunda-tunda lagi, nanti atau
lusa atau besuk.
Catasthrophal ending adalah tahap akhir alur cerita fiksi yang menyedihkan.

Creating of meaning atau penciptaan arti adalah salah satu cara ketidaklangsungan
pernyataan puisi, misalnya dengan pemenggalan larik, pengoptimalan rima, dan
penyejajaran makna antarlarik.

D
Dialog adalah unsur tekstual dalam prosa fiksi berupa percakapan antartokoh.
Displacing of meaning atau penggantian arti adalah salah satu cara
ketidaklangsungan pernyataan puisi, misalnya dengan perbandingan langsung
metafora dan tak langsung metonimia.
Distorting of meaning atau penyimpangan arti adalah salah satu cara
ketidaklangsungan pernyataan dalam puisi, misalnya dengan diksi ambigu,
kontradiksi, dan nonsen.

162
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

E
Eksistensialisme adalah salah satu paham dalam filsafat yang berpandangan
bahwa setiap manusia haruslah menciptakan makna dalam dirinya di alam
semesta yang tidak jelas, kacau , absurd, dan tampak hampa. Eksistensi diartikan
sebagai upaya manusia untuk berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari
dirinya.
Esai adalah salah satu jenis karya ulasan yang menekankan pada refleksi personal
terhadap fakta, fenomena kualitas suatu karya sastra berdasarkan rujukan
referensi tertentu. Dalam penuangannya ke dalam tulisan, rujukan referensi tidak
perlu dinyatakan secara eksplisit.

F
Fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, benar-benar
ada atau terjadi.
Fenomena adalah hal-hal yang dapat diamati oleh pancaindra dapat diterangkan
dan dinilai secara ilmiah.

I
Identifikasi adalah proses mengenali ciri-ciri tertentu, unsur-unsur tertentu,
bagian-bagian tertentu dari karya sastra yang diulas.
Inference atau simpulan adalah pemberian makna tertentu pada suatu karya
berdasarkan hasil interpretasi pembaca.
Ing Madya Mangun Karsa adalah strategi pembelajaran menulis teks kritik
dan teks esai semi terbimbing atau partisipatoris; (guru di tengah memberikan
bimbingan dan bombongan kepada siswa agar tumbuh inisiatif/prakarsa), untuk
memproses dan menghasilkan teks krirtik dan teks esai.
Ing Ngarsa sung Tuladha adalah strategi pembelajaran menulis teks kritrik dan
teks esai terbimbing atau figuratif; (guru di depan memberikan contoh, menjadi
model atau teladan dengan cara menuntun dan mengarahkan) untuk memproses
dan menghasilkan teks kritik dan teks esai.
Interpretasi adalah proses menafsirkan makna teks karya sastra yang diulas
berdasarkan pendekatan tertentu.
Intrinsik adalah unsur fiksional dalam karya sastra (prosa fiksi dan drama) berupa
tokoh, latar, alur, amanat, dan tema, gaya bahasa, dan sudut pandang.
Ironi adalah modus, cara, atau gaya pengungkapan yang bersifat sindiran halus.
Terdapat kontradiksi antara pernyataan formal dengan yang dimaksukan.

163
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

J
Judgement kata lain dari penilaian atau evaluasi adalah kegiatan inti dari kritik
adalah pemberian kualifikasi tertentu terhadap kualitas suatu karya sastra
berdasarkan pendekatan tertentu. Misalnya,
pendekatan mimetik menekankan pada ukuran realitas/kenyataan pada karya,
pendekatan ekspresif menekankan pada imajinasi pengarang, pendekatan objektif
menekankan pada struktur dunia rekaan karya, dan pendekatan pragmatik
menekankan pada horizon harapan pembaca.

K
Konflik adalah salah satu tahapan alur yang menggambarkan perselisihan,
ketidakrelaan, ketidakterimaan, ketidakcocokan antartokoh, tokoh dengan
lingkungan, dan tokoh dengan diri sendiri.
Konsepsi adalah pengertian, paham, rancangan, cita-cita yang telah ada dalam
pikiran.
Kritik adalah salah satu karya ulasan yang memberikan timbangan baik dan buruk
berdasarkan pendekatan dan ukuran penilaian tertentu. Dalam penuangannya
ke dalam tulisan, rujukan referesi perlu ditunjukkan secara eksplisit.
Kritik sastra akademik atau kritik akademik adalah salah satu jenis kritik sastra
yang bersifat ilmiah-formal kelembagaan ditulis oleh akademisi atau calon
sarjana dengan formulasi tertentu (mengikuti panduan atau template) tertentu.
Kririk sastra akademik dapat dijadikan salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan.
Kritik sastra jurnalistik adalah salah satu jenis kritik sastra yang bersifat populer-
umum ditulis oleh para jurnalis atau pengarang atau yang lain dimuat di surat
kabar dengan volume terbatas/panjang tulisan terbatas.
Kritik sastra kreatif adalah salah satu jenis kritik sastra yang bersifat umum ditulis
oleh para pengarang/penyair dimuat di surat khabar atau diterbitkan. Formulasi
kritik sastra kreatif bersifat longgar.

L
Latar adalah salah satu unsur intrinsik teks prosa fiksi yang menggambarkan
konteks tempat, waktu, dan suasana kejadian atau peristiwa dalam cerita. Secara
dikotomis latar dibedakan atas latar fisik dan latar psikologis.

164
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

M
Memahami adalah indikator kognitif yang bersifat umum yang secara khusus
dapat berupa kemampuan: mengidentifikasi, membedakan, membandingkan,
menentukan, menyatakan kembali dengan kalimat sendiri dsb.
Memento mori atau ingatlah akan kematianmu adalah pernyataan filosofis yang
mengajarkan bahwa kematian akan datang tanpa kompromi, oleh sebab itu selagi
masih hdup berbuatlah dengan sebaik-baiknya.
Menulis kritik dan esai terbimbing adalah memproduksi teks kritik dan esai
dengan pola baca—tiru—tulis. Baca mahasiswa diberikan contoh teks kritik untuk
dibaca dan dicermati struktur isi, struktur kebahasaan, dan organisasi penulisan.
Tiru mahasiswa mencermati anatomi teks kritik dengan seksama untuk dijadikan
rujukan dalam menulis kritik sastra. Tulis mahasiswa praktik menulis kritik sesuai
dengan rencana atau kerangka tulisan yang dibuat.
Menulis kritik mandiri dilaksanakan dengan pola ubah—ganti—tulis. Ubah
mahasiswa memodifikasi (menambah mengurang) unsur karya/teks kritik yang
ditiru, Ganti mahasiswa menghadirkan (a) unsur lain yang diulas (b) antologi
atau cerpen pilihan lain yang diulas, (c) pendekatan lain untuk mengkritik yang
berbeda dengan tahap ubah. Tulis mahasiswa praktik menulis kritik sesuai dengan
rencana atau kerangka tulisan yang dibuat/disiapkan.
Menulis kritik semi terbimbing adalah memproduksi teks kritik dan esai dengan
pola tiru—ubah—tulis. Tiru mahasiswa mencermati anatomi teks kritik dengan
seksama untuk dijadikan rujukan dalam menulis kritik sastra. Ubah mahasiswa
memodifikasi (menambah mengurang) unsur karya/teks kritik yang ditiru. Tulis
mahasiswa praktik menulis kritik sesuai dengan rencana/ kerangka tulisan yang
dibuat.
Monolog adalah unsur tekstual dalam posa fiksi berupa percakapan sendiri atau
swacakap oleh tokoh atau pelaku cerita.
Monosemi adalah makna dalam suatu karya yang bersifat tunggal.

N
Narasi adalah unsur tekstual dalam teks prosa fiksi berupa tuturan atau komentar
langsung dari pengarang.

P
Parabel adalah cerita rekaan untuk menyampaikan ajaran agama, morsal, atau
kebenaran umum dengan menggunakan perbandingan, tamsil atau ibarat.
Pasemon adalah maksud dan pesan dalam puisi yang dinyatakan dalam isyarat-
isyarat.

165
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Pendekatan adalah cara pandang terhadap suatu karya yang diulas berdasarkan
teori tertentu.
Pendekatan ekspresif adalah cara pandang dalam menilai karya sastra berdasarkan
teori pengarang (the author) bahwa karya sastra yang dinilai merupakan ekspresi
atau representasi kehidupan pengarangnya.
Pendekatan mimetik adalah cara pandang dalam menilai karya sastra berdasarkan
teori tiruan atau teori imitasi bahwa karya sastra adalah tiruan atau imitasi dari
kenyataan (mimesis).
Pendekatan objektif adalah cara pandang dalam menilai karya sastra berdasarkan
teori strukturalisme bahwa karya sastra adalah dunia rekaan yang memiliki
struktur dunia tersendiri atau world in it self.
Pendekatan reseptif atau pragmatik adalah cara pandang dalam menilai karya
sastra berdasarkan teori resepsi pembaca atau horizon harapan pembaca’
Penilaian atau evaluasi adalah kegiatan inti dari kritik adalah pemberian kualifikasi
tertentu terhadap kualitas suatu karya berdasarkan pendekatan tertentu. Misalnya,
pendekatan mimetik menekankan pada ukuran realitas/kenyataan pada karya,
pendekatan ekpresif menekankan pada imajinasi pengarang, pendekatan objektif
menekankan pada struktur dunia rekaan karya, dan pendekatan pragmatik
menekankan pada horizon harapan pembaca.
Polisemi adalah makna dalam suatu karya sastra yang bersifat jamak, ganda, dan
ambigu.

R
Rigor mortis atau isyarat kematian adalah cara penyair mengungkapkan isyarat
maut atau kematian dengan mengoptimalkan diksi dan rima dalam teks puisinya.
Ronggeng atau tandhak adalah sebutan penari untuk pertunjukan tari tradisional
ronggeng.

S
Semiotik adalah tanda yang sengaja diciptakan untuk memberikan makna.
Hubungan antara tanda dan makna bersifat ikon (ikonik) jika bersifat paralel/
sama, misalnya hubungan antara foto dan orangnya, bersifat indeks jika bersifat
isyarat, misalnya hubungan antara api dan asap, antara lokasi dan peta; bersifat
simbolik jika telah menjadi konvensi, misalnya warna merah bermakna berani
dan warna putih bermakna suci. Dalam teks karya sastra, makna ikonik muncul
secara denotatif, makna indeks muncul secara konotatif, dan makna simbolik
muncul secara metaforik.

166
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

Simpulan kata lain dari inference adalah pemberian makna tertentu pada suatu
karya berdasarkan hasil interpretasi pembaca.
Style adalah sebuah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatu yang khas
atau terbedakan dengan yang lain.

T
Tayub adalah salah satu jenis tari jawa yang membawa makna rohani, ekspresi
ketulusan dan kejujuran. Tayub berasal dari kata ditata kanthi guyub maksudnya
ditata hingga guyub atau rukun secara serasi, selaras, dan seimbang.
Tledhek adalah sebutan penari dalam pertunjukan tayub.
Tut Wuri Handayani adalah strategi pembelajaran menulis teks kritik dan esai
yang bersifat mandiri atau emansipatoris (di belakang memberikan kepercayaan
dan keleluasaan untuk mengembangkan kemandirian atau keleluasaan siswa
untuk memproses dan menghasilkan teks kritik dan teks esai).

U
Unsur ekstrinsik prosa fiksi adalah unsur eksternal di luar unsur intrinsik prosa
fiksi berupa muatan makna atau nilai religi, etika, humaniora, ekologi, sains,
teknologi, gastronomi, gender, interpreneur (kewirausahaan) dsb.
Unsur instrinsik prosa fiksi adalah unsur fiksional berupa tokoh, latar, alur, sudut
pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat.
Unsur isi teks kritik dan teks esai adalah pembuka, inti, dan penutup.Unsur bahasa
teks kritik dan teks esai adalah sifat penggunaan bahasa Indonesia dalam teks
kritik dan teks esai di bagian pembuka, inti, dan penutup.
Unsur kebahasaan puisi adalah struktur lahir puisi berupa bunyi, kata, larik, dan
bait.
Unsur lapis makna puisi adalah bagian struktur batin puisi berupa perasaan, nada,
suasana, tema, dan amanat puisi
Unsur tekstual prosa fiksi adalah narasi (kalimat pengarang), dialog (percakapan
antartokoh), dan monolog (percakapan oleh seorang tokoh/swacakap)

W
Wawasan adalah pandangan utuh menyeluruh terhadap suatu fakta, fenomena,
gejala, dan sinyalemen tertentu. Wawasan dalam konteks menulis kritik sastra
adalah hasil mewawas kualitas suatu karya sastra yang bersifat utuh-menyeluruh
berdasarkan penggunaan kriteria penilaian tertentu.

167
INDEKS

A
Abstraksi- 130
Absurd-14
Ada apa dengan cinta 2 (AADC-2)-76
Ah Jakarta-32
Ambivalensi- 57
Anatomi teks esai- 15
Anatomi teks kritik- 15
Apresiasi- 1
Asmaradana- 87
Atmosfer- 7
Audiens-53

B
Berjalan di belakang jenazah-97

C
Cacat latar- 2
Carpe diem- 99
Creating of meaning- 203

D
Defamiliarisasi- 88
Deotomatisasi- 88

169
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Displacing of meaning- 203


Distorting of meaning- 203

E
Eksistensialisme-131
Esai- 134

F
Fauna-3
Feminism- 157
Filmis imajinatif-57
Flora-76

G
Dongeng Sebelum Tidur- 108

H
Hujan Bulan Juni- 121

I
Ide-1
Inskripsi- 53
Interupsi- 56
Intervensi- 53
Ironisme- 112

K
Konflik horizontal- 55
Konflik vertikal- 55
Kritik sastra akademik- 15
Kritik sastra jurnalistik- 15
Kritik sastra kreatif- 15
Kritik yudisial- 15
Kritik- 1

170
Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia

M
Malu Aku Jadi Orang Indonesia- 192
Medulla Sinculasis- 49
Memento mori- 95
Menulis mandiri- 88
Menulis semi terbimbing- 19
Menulis terbimbing- 65
Metaforis- 7
Monosemi- 50

N
Nilai kebangsaan- 183
Nina Bobok- 69
Novel realis-3
Novelet- 131
Novelty- 8

O
Orang-Orang Seberang Kali- 38

P
Pamplet- 62
Paralelisme- 62
Pasemon- 70
Penelitian- 15
Penyair era milenial- 173
Penyakit dalam cerpen- 130
Poetry reading- 61
Polisemi- 50
Protagonis- 57
Psikologis- 7

171
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

R
Resensi- 1
Ronggeng Dukuh Paruk- 2
Rumah yang Terang- 38

S
Saat Sebelum Berangkat- 95
Sajak Lisong- 10
Salju- 67
Satire- 14
Sehabis Mengantar Jenazah- 95
Semiotik- 95
Senyum Karyamin- 32
Simbol- 68
Sistem- 1
Strukturalisme dinamik- 116

T
Telaah- 1
Tergantung Pada Kata- 10
Tidak Ada New York Hari Ini- 76

U
Unsur kelisanan- 50

W
Wangon Jatilawang- 38
Women social responbility- 161
Wong cilik- 33

172
DAFTAR RUJUKAN

Darma, B. 1990. Stagnasi Kritik Sastra Kita. Makalah disajikan dalam Simposium
Nasional Kritik Sastra Indonesia,21—23 Juli. l990,Yogyakarta.
Eneste, P. (Ed.) 2003. Cerpen Indonesia Mutakhir: Antologi Esei dan Kritik. Jakarta:
PT Gramedia.
Griffith, K. 1982. Writing Essays About Literatue: a Guide and Style Sheet. New York:
Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Hutagalung, M.S. 1994. Makna Puisi untuk Kehidupan Kita Masa Kini, dalam
Telaah Puisi Penyair Angkatan Baru, Jakarta: Tulila, hlmn.1—9. File PDF
Mahayana S, Maman. (Ed.) 1995. Senyum Karyamin: Kumpulan Cerpen, Jakarta:
Gramedia. E-book
Rahardi, F. 1984. Ronggeng Dukuh Paruk : Cacat Latar Yang Fatal dalam Horison,
Nomor 1, Th. 1984, hlmn. 17—21. – file PDF
Sastrawardoyo, S. 1982. Alam dalam Tanggapan Sutan Takdir Alisyahbana, dalam
Pengarang Modern sebagai Manusia Perbatasan, Jakarta: BP, hlm.148—158.
File PDF
Sastrowardoyo, S. 1984. Orientasi Budaya Chairil Anwar, dalam Sosok Pribadi
dalam Sajak, Jakarta: Gramedia, hlm. 11--55. File PDF
Sumarjo, Y. 1982. Masalah Sastra Indonesia dalam Sastra Indonesia, dalam
Masyarakat dan Sastra Indonesia, Yogyakarta: Nur Cahaya, hlm. 30—35.
File PDF
Suwignyo, H. 2013. Kritik Sastra Indonesia Modern: Pengantar Pemahaman Teori
dan Penerapan. Malang: YA3
Suwignyo, H. 2009. Pengantar Teori Kritik Sastra Indonesia. Malang: YA3, hlmn.
51—56. E-book
Teeuw, A. 1984. Pamplet untuk P & K, dalam Tergantung Pada Kata. Jakarta:
Gramedia hlm 116—128. File PDF

173
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Woolf, Y. 2005. Writing about Literature. London: Routledge: Taylor & Francis
Group.
Zaidan, A. R. 1982. Kreativitas Chairil Anwar dalam Beberapa Sajak
Terjemahannnya, dalam Horison No.1 Th 1984, hlm. 6—9. File PDF

174
BACAAN PENGAYAAN

Abrams, M.H. 1953. The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and the Critical
Tradition. New York: Hort Rinehat and Winston.
Anderson, Mark and Anderson, Kathy. 1998. Tex Types in English 3. Australia:
Mcmillan Education.
Beach, W. and Marshall, J, D. 1991. Teaching Literature in the Secondary School.
San Diego: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
Gordon, J. 1971. Diagnostic Approach to Organizational Behavior. Third Edition.
Hall, E.T. 1976. Beyond Culture. New York: Doubleday
Kohler, J.A., Aplabaum, R.L. l981. Organizational Communication: Behavioral
Perspectives. Sidney: Holt, Rinehart and Winston.
Mac.Gibbon, Lesley. tt. Essaay Academics Writing. Darwin: Charles Darwin
University
Stiggins, R. J. 1994. Student Centered Clasroom Assesment. New York. Macmillan
College Publishing Company.
Suwignyo, H. 2009. Pengantar Kritik Sastra I. Malang: YA3
Suwignyo, H. 2011. Model Komunikasi Among yang Terepresentasikan dalam
Wacana Kelas. Jakarta: DP2M Hibah Fundamental.
Suwignyo, H. 2012. Wacana Kelas: Substansi, Modus, dan Fungsi Edukatif Bahasa
Among. Bandung: Refika Aditama.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia
UM. 2013. Katalog Jurusan Sastra Indonesia. Malang: UM.
Vivien, P. 2010. A Helpful Guide to Essay Writing! Cambridge and Chelmsford:
Anglia Ruskin University
Wahyudi, G. 2007. Sketsa Pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Sanggar Filsafat
Indonesia Muda.

175
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Wellek, R dan Warren, A. 1977. Teori Kesusasteraan. Alih bahasa Melani Budianta,
1989. Jakarta. PT Gramedia.

176
TENTANG PENULIS

Prof. Dr. Heri Suwignyo, M.Pd, lahir 21 Mei 1959 di


Trenggalek, Jawa Timur. Sejak Juni 2014, menjadi Guru
Besar di bidang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang sampai
dengan sekarang. Heri Suwignyo menulis beberapa buku
tentang Bahasa Indonesia antara lain Bahasa Indonesia
Berbasis Area isi dan Ilmu UMM Press Malang 2008, Wacana
Kelas: Substansi, Modus, dan Fungsi Edukatif Bahasa Among
Refika Aditama Bandung 2012; Bahasa Indonesia Keilmuan Perguruan Tinggi
Aditya Media Publishing Malang 2016; Materi Pendalaman Bahasa Indonesia
untuk Sekolah Dasar UM & Pertamina 2013; Dasar-Dasar Penelitian Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia Aditya Media Publishing Malang 2015; Bahasa
Indonesia Ilmiah UM 2011. Beberapa buku karya Heri Suwignyo tentang sastra
Indonesia antara lain Pengantar Teori Kritik Sastra A3 Malang 2009; Kritik Sastra
Indonesia Modern: Pengantar Memahami Teori dan Penerapannya A3 Malang
2013; dan Cara Mudah Menulis Kritik dan Esai Sastra Indonesia – 2021. Selain
menulis buku ber-ISBN, Heri Suwignyo juga menulis berbagai artikel yang
dipublikasikan di berbagai jurnal baik nasional maupun Internasional.

Dr. Karkono, S.S., M.A, lahir di Sragen, 26 Maret 1979.


Menamatkan studi S-1 di Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS), S-2 di Universitas Gadjah Mada (UGM),
dan S3 di UNS. Kini tercatat sebagai dosen di jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
Saat ini menjadi Editor in Chief Journal of Language,
Literature, and Arts (JoLLA). Selain menulis karya ilmiah
yang dimuat di beberapa jurnal ilmiah, tulisan fiksinya
juga dimuat di beberapa media, antara lain; Surat Kabar

177
Heri Suwignyo - Karkono - Dewi Ariani

Harian Solopos, Malang Post, SKH Surya, Majalah Sabili, Jawa Pos Radar Malang,
Majalah Kalpadruma, Majalah Hadila, Majalah Smarteen, Majalah Cilukba,
Majalah Karima, Majalah Azana, Majalah Al Firdaus, Majalah Tazkia, dan Majalah
Komunikasi. Cerpen-cerpennya terkumpul di beberapa antologi bersama.
Novel pertama karyanya diterbitkan oleh penerbit Dream Litera Malang dengan
judul Kembang Mayang. Beberapa kali menulis naskah skenario film dan juga
menyutradarainya. Buku pelajaran Bahasa Jawa SMP beberapa jilid diterbitkan
oleh Penerbit Bumi Aksara.

Dewi Ariani, S.S., S.Pd., M.Pd adalah seorang perempuan


yang berasal dari Blitar. Saat ini ia berprofesi sebagai seorang
pengajar di Universitas Negeri Malang. Bidang yang digeluti
adalah pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Selain
mengajar ia juga aktif ikut kegiatan di luar kampus, antara
lain penulis modul tuton untuk Universitas Terbuka dan
penulis modul untuk AKMI (Asesmen Kompetensi Madrasah
Indonesia).

178

Anda mungkin juga menyukai