Anda di halaman 1dari 17

BAB 3.

METODE PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan studi literatur mengenai penelitian


sebelumnya, perancangan sistem yang hendak dibuat, dan analisis kebutuhan.
Selanjutnya adalah proses Desain mekanik, pengambilan data suara, desain
algoritme dan pengujian secara bertahap, dan diakhiri oleh penyusunan laporan
penelitian dan publikasi. Desain navigasi kursi roda elektrik untuk pasien
penyandang disabilitas, memiliki beberapa komponen utama dan komponen
pendukung. Pada dasarnya, kursi roda ini didesain untuk membantu para
penyandang disabilitas dalam pengoperasian kursi roda menggunakan perintah
suara agar lebih mudah, sehingga tidak perlu menggunakan tenaga konvensional
dalam pengoperasiannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
pembuatannya adalah terlebih dahulu harus mengetahui desain perangkat dan
elektrik diagramnya.

3.1 Desain Sistem Navigasi Kursi Roda Elektrik


Desain navigasi kursi roda elektrik untuk pasien penyandang disabilitas,
memiliki beberapa komponen utama dan komponen pendukung. Pada dasarnya,
kursi roda ini didesain untuk membantu para penyandang disabilitas dalam
pengoperasian kursi roda menggunakan perintah suara agar lebih mudah, sehingga
tidak perlu menggunakan tenaga konvensional dalam pengoperasiannya. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatannya adalah terlebih dahulu
harus mengetahui desain perangkat dan blok diagram sistemnya.
3.1.1 Desain Alat & Elektrik Kursi Roda
Pada dasarnya, sistem navigasi kursi roda elektrik yang akan dibuat sudah
memiliki sistem pengendali berupa joystick. Di sini peneliti merubah joystick
tersebut menggunakan mikrofon sebagai perangkat input suara, dan menambahkan
Arduino Mega sebagai mikrokontrolnya. Secara garis besar, desain perangkat keras
kursi roda elektrik dengan perintah suara seperti gambar 3.1 berikut. Dalam proses
perancangan kursi roda elektrik menggunakan perintah suara, ada beberapa
komponen/bahan utama yang digunakan, yaitu kursi roda elektrik, catu daya/power
supply, modul suara/mikrofon, Laptop, Arduino Mega, motor DC, driver motor DC,

38
dan toolset lainnya. Sedangkan laptop/PC yang digunakan yaitu laptop Lenovo
U430P dengan spesifikasi processor Intel(R) Core(TM) i5-4200U CPU @ 1.60GHz
2.30 GHz dengan RAM 8 GB serta NVIDIA GeForce GT 730M.

Gambar 3.1 Desain dan Elektrik Kursi Roda


3.1.2 Blok Diagram Sistem
Untuk memahami cara kerja sistem yang akan di bangun, perlu dibuat sebuah
blok diagram yang dapat mempermudah pembaca dalam memahami alur dan proses
penelitian yang dilakukan. Secara garis besar, blok diagram merupakan gambaran
secara umum sistem yang akan dibangun. Gambar 3.2 dibawah ini merupakan blok
keseluruhan sistem, dimulai dari input hingga output pada kursi roda. Pada
penelitian ini, terdiri dari beberapa perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat
lunak yang di maksud adalah aplikasi / software yang mendukung dalam penelitian
ini, serta perangkat keras.

Gambar 3.2 Blok Diagram Sistem

39
3.2 Proses Perekaman Suara
Proses pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan
perekaman suara pada subjek yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan rekaman suara yang sesuai dengan keinginan, adapun alat dan bahan
yang digunakan dalam proses perekaman diantaranya microphone, PC/Laptop,
aplikasi Sound Recorder Pro dan Android. Adapun perintah yang direkam adalah
perintah maju, mundur, kanan, kiri, stop. Sebelum dilakukan proses perekaman
suara, terlebih dahulu banyak subjek, variabel-variabel yang akan direkam. Untuk
lebih mudahnya dalam memahami proses ini, metode persiapan perekaman yang
dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Parameter Perekaman Suara
No Variabel Keterangan
1 Jenis Data Suara (Maju, Mundur, Kiri, Kanan, Stop)
2 Jumlah Subjek 3 Orang
3 Jumlah Sampel 1000 / Kata
4 Lama Perekaman Disesuaikan
5 Ruang Perekaman Tertutup dan Terbuka

Dari tabel diatas, jenis data yang kita rekam berupa suara dengan 5 perintah
berbeda. Perekaman dilakukan pada 3 subjek yang berbeda pada ruang tertutup dan
hingga ruang terbuka. Karena ada 3 subjek, maka tiap subjek merekam suara
sebanyak maka setiap subjek memiliki 5.000 data. Setiap perintah suara sebanyak
1.000 data. Untuk memperjelas proses perekaman suara yang dilakukan, gambar
3.3 berikut adalah gambaran secara singkat dari proses perekaman yang peneliti
lakukan.

40
Gambar 3.3 Jumlah data perekaman pada tiap subjek

3.3 Sound Recorder Pro


Sebelum dilakukan perekaman suara, terlebih dahulu kita setting aplikasi
Sound Recorder Pro seperti terlihat pada tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Setting Aplikasi Sound Recorder Pro
No Variabel Keterangan
1 Sample rate 16.000 Hz ( 16 kHz)
2 Durasi per kata 1 – 2 detik
3 Format Penyimpanan *.wav (PCM)
4 Bitrate 128 kbit/s
5 Saluran Mono / Stereo
6 Sumber audio mikrofon

41
Gambar 3.4 Tampilan setting pada aplikasi sound recorder pro

Yang perlu kita ketahui adalah dalam proses ini, merupakan tahap awal untuk
melakukan perekaman suara, dimana peralatan dan aplikasi seperti mikrofon,
aplikasi sound recorder pro dan android, merupakan satu kesatuan dalam proses
perekaman suara. Setelah semua perangkat di setting dan dipersiapkan, maka proses
perekaman suara siap dilakukan. Adapun suara yang direkam yaitu, maju, mundur,
kiri, kanan dan stop, dimana masing-masing perintah suara tersebut dilakukan
perekaman sebanyak 1.000 kali, dengan waktu per suara berkisar antara 1 – 2 detik.
Namun untuk mempermudah mengakses hasil suara yang direkam dan juga agar
hasil rekaman tidak terlalu banyak dan menumpuk pada aplikasi Sound Recorder
Pro, alangkah baiknya pada saat 1 perintah suara selesai, disimpan di folder pada
PC/Laptop. Gambar 3.5 berikut adalah proses perekaman dan hasil suara
menggunakan aplikasi Sound Recorder Pro. Proses perekaman suara dilakukan
pada subjek yang berbeda dengan intonasi berbeda, ini bertujuan untuk
mendapatkan jumlah sampel dan variasi yang suara yang berbeda, sehingga proses
pengenalan suara menggunakan CNN-LSTM diharapkan lebih akurat dengan
banyaknya sampel yang direkam.

42
Gambar 3.5 Proses dan hasil perekaman suara

Kalau kita lihat, nama file data diatas hanya berbentuk angka, sehingga kita
tidak mengetahui perintah apa, untuk mempermudah pengenalannya, kita bisa
merubah nama pada data tersebut, misal seperti kanan, kiri, maju, mundur ataupun
stop menggunakan aplikasi Bulk Rename Utility. Setelah nama dirubah, langkah
berikutnya adalah proses untuk mendapatkan ukuran data yang sama, yang disebut
sebagai proses awal pengolahan data (pre-proses) sebelum nantinya dijadikan data
siap pakai.

3.4 Sox – Sound Exchange


Seperti kita ketahui, hasil rekaman yang dilakukan tentu saja memiliki panjang
dan ukuran yang berbeda, sehingga kita harus merubahnya menjadi ukuran yang
sama. Pada tahap ini tools yang kita gunakan yaitu Notepad dan Sox-Sound
Exchange. Tahap 1 yaitu trim/ memotong dibagian depan data sepanjang 0.1 detik,
selanjutnya pada tahap 2 data di trim ke belakang atau di potong pada bagian akhir
data sepanjang 0.1 detik. Tahap 3 yaitu padding dengan menambahkan silent
sepanjang 2 detik dan tahap 4 yaitu trim kembali selama 1 detik, sehingga panjang
dan ukuran data akan sama menjadi 1 detik. Gambar 3.6 merupakan ilustrasi dari
proses diatas. Trim yaitu proses memotong data dari waktu 0 ke waktu t, sedangkan
padding yaitu menambahkan silent ke suara sampai suara tersebut mencapai t.

43
Gambar 3.6 Ilustrasi trim dan padding suara

Setelah semua data di proses menggunakan Sox-Sound Exchange, maka data


suara sudah siap untuk dijadikan sebagai input. Yang perlu kita ketahui adalah hasil
dari proses ini hanya untuk input sistem yang akan dikerjakan. Untuk menjadi input
pada metode Convolutional Neural Network, harus ada proses lain yang dilakukan.
Hasil dari proses trim dan pad data suara, akan menghasilkan size yang sama, hal
ini berguna untuk memudahkan dalam proses pengolahan suara pada Tools Jupyter
Notebook ataupun Google Colab. Data ini sudah siap dioleh dan visualisaikan
sebelum di umpankan ke CNN-LSTM. Namun, proses ini tidak menjadi hal yang
wajib, karena kita juga dapat mengolah data suara walaupun memiliki ukuran yang
berbeda, tergantung pada program yang dibuat. Data suara dari hasil proses Sound
Ex-Change, kita sebut sebagai dataset. Data awal merupakan data asli yang masih
belum ada noise. Maka langkah berikutnya adalah kita menambahkan tingkat signal
to noise ratio (SNR) untuk mendapatkan tingkat akurasi yang lebih baik.

3.5 Pre-Proses (SNR dan Data Pickle)


Langkah awal dari program ini adalah dengan memvisualisasikan perintah
suara yang telah disimpan dengan membuat kode, maka akan menghasilkan seperti
pada gambar 3.7 yang merupakan plot gelombang dari perintah kanan, kiri, maju,
mundur, dan stop. Dengan ukuran gambar (14, 8), ukuran ini dapat dirubah sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan.

44
Gambar 3.7 Plot gelombang perintah kanan, kiri, maju, mundur, stop

Yang perlu kita perhatikan adalah data kita dalam format WAV, dimana variabel
ini merupakan vektor dan amplitudo pada satuan waktu. Untuk mempresentasikan
kata dalam bentuk vektor atau matriks disebut embedding seperti diilustrasikan
pada gambar 3.8. Dengan metode ini, kata-kata yang dirubah dalam bentuk matriks
/ vektor akan berisikan angka-angka dengan ukuran yang sangat kecil sehingga
informasi yang terkandung lebih banyak.

Gambar 3.8 Embedding file audio menjadi vektor

Langkah selanjutnya adalah penambahan noise pada data serta merubah data
kedalam bentuk pickle.
3.5.1 Menambahkan Noise (SNR)
Langkah-langkah dalam menambahkan noise yaitu kita import library yang di
butuhkan, pada hal ini peneliti menggunakan jupyter notebook. Selanjutnya file

45
yang akan di tambahkan noise di ambil/ dibaca dengan membuat program
filepath_list = glob.glob('dataori/*/*', recursive=True). Kemudian kita tinggal
memasukkan tingkat SNR yang di inginkan, pada penelitian ini yaitu 0 dB, 10 dB,
20 dB, dan 30 dB. Selanjutnya kita buat folder baru untuk menyimpan hasil
penambahan noise. Untuk lebih lengkapnya, program tersedia pada lampiran.
Berikut adalah plot perubahan data suara sebelum dan sesudah di tambahkan noise.

Gambar 3.9 Contoh perintah kanan dengan berbagai tingkatan noise


3.5.2 Membuat Data Pickle
Pickle adalah salah satu modul standar yang ada pada python yang dapat
membaca serta menyimpan data ke dalam atau dari sebuah file. Pickle digunakan
untuk membuat serialisasi dan de-serialisasi struktur objek Python. Pickling
digunakan pada penelitian ini agar lebih mempermudah dalam membaca dan
memanggil data, sehingga tidak perlu memanggil/membaca data satu persatu, hal
ini sangat membantu karena bisa memaksimalkan waktu sehingga lebih cepat.
Selain itu data pickle ini juga dapat disimpan pada hardisk dan media penyimpanan
lainnya, sehingga sewaktu-waktu bisa kita pakai.

Gambar 3.10 Data pickle perintah suara

46
3.6 Feature Extraction
Setelah praproses dilakukan, langkah selanjutnya adalah ekstraksi sinyal suara
untuk mendapatkan fitur dari suara tersebut menggunakan MFCC. Adapun tahapan
dalam MFCC terdiri dari 5 tahapan yaitu Frame Blocking, Windowing, FFT, Mel
Frequency Wrapping dan Cepstrum. Sample rate pada sinyal suara yaitu 16 KHz
dengan panjang gelombang 1 detik. Proses MFCC ini akan mengonversi sinyal
suara menjadi beberapa vektor yang nantinya berguna dalam proses pengenalan.
Vektor fitur yang diperoleh dari proses MFCC kemudian dibandingkan dengan
vektor fitur yang disimpan dalam dataset. Gambar 3.11 dibawah merupakan sinyal
suara yang sudah di ekstraksi fitur menggunakan MFCC.

Gambar 3.11 hasil fitur ekstraksi MFCC

3.7 Membangun Model CNN-LSTM


Model CNN-LSTM pada sistem ini menggunakan tipe offline classifier, yaitu
proses pengenalan perintah suara dilakukan setelah semua data selesai direkam dan
dikumpulkan. Adapun data suara yang digunakan memiliki sample rate 16.000 Hz,
untuk mempermudah dalam memahami arsitektur yang di susun pada penelitian ini,
dapat diamati pada gambar 3.12.

47
Gambar 3.12 Arsitektur CNN-LSTM yang dibangun

Arsitektur CNN-LSTM yang diusulkan pada penelitian ini, terdiri dari input, 3 layer
konvolusi, 3-layer pooling, dropout, activation, layer LSTM dan parameter
lainnya. Arsitektur tersebut diperoleh setelah melakukan banyak percobaan. Model
CNN-LSTM dibuat menggunakan bahasa pemrograman python dengan Keras.
Metode yang diajukan merupakan kombinasi antara CNN dan LSTM. Dimana tiap
metode ada arsitektur dan parameter sendiri. Berikut adalah penjelasan dari CNN-
LSTM yang dibangun.

3.8 Offline Testing


Sebelum diterapkan pada kursi roda, harus dilakukan training dan testing
seperti tertera pada langkah nomor 7 pada blok diagram sistem. Ada 2 jenis
klasifikasi yaitu klasifikasi secara offline dan klasifikasi secara online. Pertama
yang kita lakukan adalah proses klasifikasi suara secara offline menggunakan tools
jupyter notebook / google colab. Pada tahan ini, dapat diketahui tingkat akurasi tiap
subjek dan tiap kebisingan berbeda. Setelah semua akurasi diketahui, langkah
berikutnya adalah model disimpan dan dilakukan pengujian secara online/real-time
pada subjek yang berbeda. Biasanya terjadi perbedaan tingkat akurasi yang
dilakukan secara offline dengan online. Hal ini dikarenakan pengujian secara online
variabel suara lebih dinamis dan tingkat kebisingan juga berubah-ubah secara

48
dinamis. Ada beberapa variabel pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan
tingkat akurasi tinggi, sehingga kursi roda elektrik yang sudah terintegrasi dengan
sistem dapat bergerak sesuai dengan perintah yang di ucapkan oleh pengguna.
Berikut variabel dalam pengujian:
3.8.1 Tingkat Akurasi
Pengujian yang dilakukan adalah tingkat akurasi dari classifier CNN-LSTM.
Tingkat akurasi diukur dalam satuan persen (%) dimana untuk dapat mengetahui
besar hasil klasifikasi dari CNN-LSTM dapat diperoleh pada saat telah melakukan
proses training ataupun pada saat testing. Pada tahap pengujian ini, peneliti akan
membandingkan hasil pengklasifikasian dari beberapa subjek dengan tingkat noise
berbeda untuk mengetahui tingkat akurasi menggunakan metode CNN-LSTM.
3.8.2 Kecepatan Training Data
Kecepatan dalam proses data memang salah satu tujuan yang akan dicapai,
pada tahap ini peneliti akan menguji kecepatan pada proses pengolahan data suara
saat melakukan training pada classifier yang diterapkan. Data suara dengan
berbagai tingkat noise yang berbeda dengan jumlah yang sama pada subjek akan di
uji yang kemudian akan di bandingkan waktu proses training data sampai diperoleh
nilai error yang sangat kecil.
3.8.3 Ketepatan Input/output
Cepat dalam proses training, tidak menjadi acuan untuk menghasilkan
ketepatan output yang diinginkan. Ini bisa terjadi dikarenakan data yang ada terlalu
sedikit atau faktor lainnya sehingga menghasilkan tingkat akurasi yang rendah.
Ketepatan yang dimaksud adalah kesesuaian antara input dan output, terkadang
masih terjadi perbedaan antara keduanya, sehingga butuh proses yang lebih lagi
seperti dengan adanya penambahan data. Untuk mempermudah dalam memahami
proses training dan testing, dapat dilihat pada gambar 3.13 berikut.

49
Gambar 3.13 Proses training data suara

Pada gambar diatas, pada setiap subjek dilakukan training dan testing dengan
tingkat kebisingan/SNR masing-masing, hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
akurasi tiap subjek, setelah semua dilakukan training dan testing, maka data
tersebut dikelompokkan menjadi satu dengan mengambil beberapa sampel pada
masing-masing tingkatan noise. Data inilah yang nantinya akan digunakan untuk
melakukan pengujian secara real/online, tetapi perlu beberapa kali pengujian untuk
mendapatkan tingkat akurasi yang baik.

3.9 Kata Aktivasi (Trigger Word)


Trigger word detection atau bisa disebut juga sebagai kata kunci yang akan di
diimplementasikan pada sistem, sehingga sistem membutuhkan sebuah kata kunci
untuk mengenali dan menjalankan perintah. Ada beberapa data yang perlu
disiapkan yaitu activation word, negative word, dan background. Activation word
digunakan untuk mengaktifkan sistem dimana setiap kali mendengar kata kunci
yang sudah di setting, maka sistem akan mengaktifkan model berikutnya.
Activation word yang digunakan yaitu huruf/kata (‘M’). Negative word merupakan
kata-kata yang tidak termasuk dalam activation word, dan background berupa suara
random. Proses membuat dataset yaitu merekam suara aktivasi sebanyak 50 data,
negative word sebanyak 50 data dan background word secukupnya yang kemudian

50
dijadikan satu dalam sebuah folder. Kita akan menggunakan data ini untuk
menyintesis kumpulan data yang akan melatih model. Data yang direkam berdurasi
1-2 detik, kecuali data background dengan durasi 10 detik di lingkungan yang
berbeda. Sample rate/ frekuensi sampling audio yang digunakan yaitu 44100 Hz,
yang berarti microphone akan memberikan 44.100 angka per detik.
Setelah membuat dataset, langkah selanjutnya membangun model untuk
trigger word detection menggunakan GRU (Gated Recurrent Unit) Model yang
digunakan yaitu 1D convolutional layers, GRU layer dan dense layers. Berikut
adalah arsitektur GRU yang akan dibangun.

Gambar 3.14 Arsitektur GRU Trigger Word

Salah satu kunci dari proses ini yaitu menggunakan 1D convolutional layer dengan
input spectrogram 5511 dan output 1375 yang kemudian di proses dengan beberapa
layer untuk mendapatkan keluaran akhir 1375. Layer ini memiliki peranan penting
yang mirip dengan 2D convolutional layer, yaitu dengan mengekstrak fitur tingkat

51
rendah dan memungkinkan menghasilkan output dengan dimensi yang lebih kecil.
Secara komputasi, lapisan 1D sangat membantu mempercepat model karena model
GRU sekarang memproses 1375 dari 5511. Dua lapisan GRU membaca urutan
input dari kiri ke kanan, kemudian menggunakan lapisan dense dan aktivasi
sigmoid untuk membuat prediksi. Karena hasil bernilai biner (0 dan 1), kami
menggunakan output menggunakan aktivasi sigmoid pada lapisan terakhir untuk
memprediksi kemungkinan output menjadi 1, sesuai dengan kata aktivasi yang di
ucapkan oleh pengguna yaitu ‘M’. Trigger word ini menggunakan uni-directional
RNN daripada menggunakan bi-directional RNN. Hal ini sangat penting untuk
deteksi kata kunci, karena kita menginginkan kata kunci dapat dideteksi segera
setelah mengucapkan kata kunci tersebut. Bila menggunakan bi-directional RNN
maka kita harus menunggu selama 10 detik audio direkam setelah mengucapkan
kata kunci pada detik pertama.
Pada gambar 3.14 diatas, arsitektur yang dibangun terdiri dari beberapa
tahapan, tahap 1 yaitu convolutional layer menggunakan convolutional 1D dengan
128 filter. Dengan ukuran filter/kernel size = 15 dan stride = 4. Tahap 2 yaitu
lapisan GRU layer pertama dengan jumlah hidden unit 128. Atur
return_sequences=True, untuk memastikan bahwa semua status tersembunyi GRU
diumpankan ke lapisan berikutnya, dan juga ditambah dengan dropout = 0.2 dan
Batch Normalization. Tahap 3 yaitu lapisan ke 2 GRU dengan parameter sama
seperti GRU pada tahap 2. Tahap 4 yaitu membuat lapisan time-distributed dense
layer dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Pada dense layer
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid agar parameter yang digunakan pada dense
layer selalu sama pada setiap proses.

3.10 Online Testing


Proses pembelajaran pada deep learning dibagi menjadi dua jenis yaitu offline
testing dan online testing. Offline testing yaitu menggunakan kesalahan dari semua
sampel pada data untuk pembobotan pada jaringan, sedangkan online testing adalah
pelatihan yang pembobotannya dilakukan untuk setiap sampel data yang akan
dilatih pada setiap iterasi. Secara teroritis, offline testing memberikan tingkat
performa yang lebih baik dibandingkan dengan online testing, dimana offline

52
testing memiliki kecepatan belajar yang lebih baik dibandingkan dengan online
testing. Pada penelitian ini, pengujian online dilakukan untuk membuktikan tingkat
akurasi yang sudah di capai pada saat offline testing. Pengujian online ini akan
dibagi menjadi dua tapa. Tahap pertama yaitu melakukan pengujian langsung
terhadap model yang sudah dibangun dengan melibatkan 5 responden. Selanjutnya
yaitu pengujian realtime pada kursi roda untuk mengetahui seberapa akurasi sistem
yang dibangun. Pada pengujian online menggunakan 2 skenario yaitu
menggunakan tombol dan menggunakan kata aktivasi (trigger word).

3.11 Penerapan Metode CNN-LSTM pada Kursi Roda Elektrik


Penerapan metode CNN-LSTM pada kursi roda yaitu setelah proses training
dan testing offline selesai dilakukan dan mendapatkan tingkat akurasi yang baik.
Kemudian proses selanjutnya adalah menyimpan model CNN-LSTM tersebut lalu
di load kembali pada laptop dengan penambahan algoritme yang dapa membaca
model yang sudah disimpan sehingga nanti bisa diklasifikasi outputnya oleh
Arduino. Jadi yang dibaca hanya model hasil dari CNN-LSTM yang telah
dibangun, sehingga tidak berat dan dataset tidak perlu di masukkan kedalam proses
pengujian pada kursi roda. Data pada laptop nantinya berupa data digital untuk
menggerakkan kursi roda sesuai dengan perintah user. Dimana data tersebut dikirim
ke driver motor untuk menggerakkan motor pada kursi roda. Pada tahap ini,
dilakukan pengujian tahap akhir, yaitu proses training dan testing secara
real/online. Hasil dari pengujian ini akan dijadikan bahan perbandingan antara hasil
pengujian secara offline dengan pengujian online, gambar 3.15 berikut merupakan
flowchart cara kerja kursi roda dengan perintah suara.

53
Gambar 3.15 Flowchart kerja sistem kursi roda

Dimulai dengan inisialisasi perintah suara menggunakan mikrofon yang sudah


terintegrasi dengan sistem cerdas, kemudian sistem merekam perintah suara. Pada
saat perintah terekam berupa perintah “Maju” maka sistem akan memverifikasi
perintah tersebut dan di bandingkan dengan perintah/dataset yang lain, jika hasil
dari analisa sistem berupa perintah maju, maka sistem akan mengaktifkan driver
motor pada kursi roda, sehingga kursi roda bergerak maju. Jika tidak, maka
dibandingkan kembali dengan perintah yang lain sampai dengan perintah stop.
Begitu seterusnya, sistem akan looping secara terus-menerus sampai perintah yang
diberikan sesuai dengan salah satu perintah yang ada pada dataset.

54

Anda mungkin juga menyukai