Anda di halaman 1dari 9

REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SURAT PENCATATAN
CIPTAAN
Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:

Nomor dan tanggal permohonan : EC00202007714, 25 Februari 2020

Pencipta
Nama : Dr. Ida Hanifah, SH., MH
Alamat : Jl. Karya Kasih No. 53 A, LK. XIII, Pangkalan Mansyur, Medan Johor ,
Medan, Sumatera Utara, 20143
Kewarganegaraan : Indonesia

Pemegang Hak Cipta


Nama : Dr. Ida Hanifah, SH., MH
Alamat : Jl. Karya Kasih No. 53 A, LK. XIII, Pangkalan Mansyur, Medan Johor,
Medan, Sumatera Utara, 20143
Kewarganegaraan : Indonesia
Jenis Ciptaan : Karya Tulis (Artikel)
Judul Ciptaan : PENGUATAN NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI SALAH SATU
PILAR KEBANGSAAN INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN
NEGARA HUKUM YANG BERKEMAJUAN
Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama : 4 Mei 2017, di Raja Ampat, Papua Barat
kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah
Indonesia
Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70
(tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai
tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Nomor pencatatan : 000180670

adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon.


Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.

a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL

Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS.


NIP. 196611181994031001

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


PENGUATAN NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI SALAH SATU PILAR
KEBANGSAAN INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN
NEGARA HUKUM YANG BERKEMAJUAN
Ida Hanifah
Dekan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Disampaikan dalam Seminar Nasional
Raja Ampat,
Pendahuluan

Empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka


Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai pilar utama
bagi bangsa Indonesia dan juga merupakan falsafah hidup bangsa yang memuat nilai-
nilai yang mendeskripsikan jiwa bangsa Indonesia.
Memudarnya nilai-nilai Pancasila menjadi permasalahan bangsa ditengah era
globalisasi yang menyajikan begitu banyak hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
yang terkandung di dalam Pancasila karena berimplikasi terhadap termobilisasinya anak
bangsa dengan budaya dari luar sehingga perlunya penguatan nilai-nilai pancasila
melalui aturan hukum terkait penguatan nilai-nilai pancasila di setiap lembaga secara
kolektif kolegial sehingga pengamalan nilai-nilai Pancasila dapat dilaksanakan secara
merata untuk mencapai kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
begitu, Pancasila dapat menyaring berbagai nilai-nilai yang masuk dari luar yang tidak
sesuai dengan falsafah hidup bangsa.
Hukum dapat memonitor negara untuk mencapai kemajuan. Untuk itu,
penguatan nilai-nilai Pancasila dengan membuat aturan yang dapat menjadikan
Pancasila lebih implementatif disaat mulai memudarnya nilai-nilai Pancasila itu. Sebab
hakikatnya, Pancasila dapat membawa kemajuan melalui negara hukum yang bersumber
pada ketertiban sebagai salah satu destinasi hukum.
Penguatan Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Salah Satu Pilar Kebangsaan Indonesia
Dalam Mewujudkan Negara Hukum Yang Berkemajuan
Ideologi pancasila merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang
atau kelompok seperti ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diambil dari nilai-nilai
luhur budaya dan nilai religius bangsa Indonesia.1 Menurut Soekarno Pancasila lebih
tepat disebut sebagai landasan filsafat yaitu phillosophy grondslag atau

1
Subandi Al-Marsudi, 2001, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 Dalam
Paradigma Reformasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 98.
weltanschauung. Nawiasky menyebut Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm (norma
dasar). Sedangkan menurut Friedrich Carl Von Savigny bahwa adanya jiwa bangsa
(volkgeist) sehingga jika diinterpretasikan jiwa bangsa di Indonesia ialah Pancasila.
Awal pembentukan pancasila sebagai dasar negara yaitu, Pancasila adalah
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta:
pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima keutama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Pemahaman kembali sejarah lahirnya Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan hal
yang penting dalam memahami Pancasila sebagai sebuah ideologi. 2
Negara Indonesia adalah negara hukum.Pengertian negara hukum secara
sederhana adalah negara yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahannya
berdasarkan hukum. Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Selanjutnya
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa “Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(machstaat). oleh karena itu negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar
kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan pada hukum. 3
Konsep Negara Hukum, selain bermakna bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat)
juga mengandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan
konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem
konstitusional yang diatur dalam undang-undang dasar, adanya jaminan-jaminan hak
asasi manusia dalam undang-undang dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan
tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta

2
Notonogoro, 1983, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 52.
3
C.S.T. Kansil & Christine, S.T. Kansil, 2002, Hukum dan Tata Negara Republik
Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 90.
menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang
oleh pihak yang berkuasa. 4
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan
antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan
menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo
Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan
sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang
disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 5
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
Meskipun telah ada hukum, fenomena di masyarakat mengenai Persoalan tindak
kriminalitas yang dilakukan pada anak menjadi sorotan banyak pihak di Kota-kota
Besar Indonesia. 6 Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan bangsa sekaligus
bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai
tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri,
kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa, selain pada anak, krisis moral telah terjadi di berbagai kalangan di
Indonesia.
Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan
atau aktifitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua
tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai
weltanschauung selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan satu
dengan yang lain. 7

4
Zulkarnain Ridlwan, Negara Hukum Indonesia Kebalikan, Nachtwachterstaat Fiat
Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5 No. 2, Mei-Agustus 2012.
5
Jimly Ashiddiqie dalam Gagasan Negara Hukum Indonesia.
6
Nina Angelia, Pemahaman Penanaman Empat Pilar Kebangsaan terhadap Siswa SMA
Negeri 4 Medan, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, Vol. 5, No. 1, 2017.
7
Frentylia Shandi, Adelina Hasyim, M. MonaAdha, Hubungan Pemahaman Empat
Pilar Kebangsaan dengan Sikap Siswa Menghadapi Arus Globalisasi.
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa terdapat berbagai faktor-faktor yang berasal dari luar negeri meliputi, antara
lain, (1) pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dengan persaingan
antarbangsa yang semakin tajam; (2) makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan
global dalam perumusan kebijakan nasional. Faktor-faktor penghambat yang sekaligus
merupakan ancaman tersebut dapat mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami
kesulitan dalam mengaktualiasikan segenap potensi yang dimilikinya untuk mencapai
persatuan, mengembangkan kemandirian, keharmonisan dan kemajuan.Oleh sebab itu,
diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk mengingatkan kembali warga bangsa dan
mendorong revitalisasi khazanah nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana terdapat pada
empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Urgensi memaknai 4 Pilar untuk Kehidupan Nasional disebabkan oleh
berbagai masalah nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terjadi
di Indonesia saat ini oleh karena lalai dalam menerapkan 4 Pilar pada kehidupan sehari-
hari. Terjadinya liberalisme ekonomi lantaran kita mengabaikan sila dalam Pancasila.
Perjuangan permanen mempertahankan Pancasila menjadi ideologi dan dasar negara,
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan
konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai sebagai wadah pemersatu
bangsa, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Pancasila sebagai modal
utama untuk bersatu dalam keadaan kemajemukan termasuk majemuknya budaya yang
masuk dari luar dan secara bersama-sama kita harus mampu mempertahankan Pancasila
sebagai jiwa bangsa.
Desain Model Aturan Untuk Penguatan Nilai-Nilai Pancasila
Muhammad Tahir Azhary, dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum
Islam, mengajukan pandangan bahwa ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum yang baik
itu mengandung 9 (sembilan) prinsip, yaitu:8
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah;
2. Prinsip musyawarah;
3. Prinsip keadilan;
4. Prinsip persamaan;
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

8
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit.
6. Prinsip peradilan yang bebas;
7. Prinsip perdamaian;
8. Prinsip kesejahteraan;
9. Prinsip ketaatan rakyat.
Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum menyatakan bahwa Berdasarkan konsep
kehidupan itu, bukankah kita telah mewacanakan demokrasi Pancasila, ekonomi
Pancasila, politik Pancasila, budaya Pancasila, Universitas Pancasila, Sekolah Pancasila
bahkan kita pada era orde baru dikenal sebutan sepak bola Pancasila. Tapi, apa lacur
dikata, Pancasila dalam kehidupan riil kita baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara dan dalam kehidupan mondial seperti jauh panggang dari api.
Krisis identitas pada akhirnya telah dan akan mengancam bangsa khususnya peran
mahasiswa sebagai the agent of change. Sepanjang sejarah bangsa ini, jatuh bangunnya
rezim selalu terkait dengan peran aktif kaum intelektual ini. Lalu apa yang akan terjadi
apabila kaum intelektual yang didambakan menjadi the agent of change ini kehilangan
atau mengalami krisis identitas. Krisis identias dapat membuat mereka berada di utopia
Barat dengan mengabaikan local wisdom, mengidolakan hukum modern dan melupakan
living law. Mereka akan membaca konstitusi bukan dengan nurani melainkan hanya
dengan cara mengeja rules and logic. Lebih celaka lagi mereka tidak terbiasa diajari
membaca konstitusi dengan moral (moral reading on constitution) sebagaimana
dikonsepkan oleh Ronald Dworkin. 9
Padahal, Pancasila sebagai neomistisisme-lah yang mampu menuntun manusia
Indonesia untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
UUD NRI 1945, bukan dengan pandangan hidup, ideologi dan dasar negara yang lain.
Untuk membahas sebagian segi kehidupan yang membutuhkan pemahaman relasi antara
Pancasila sebagai rechtsidee dan UUD NR 1945, yakni di bidang pengelolaan sumber
daya alam dalam bingkai negara hukum Indonesia. 10
Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum, hal ini didasarkan atas
Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 jo
Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 maka dari itu Pancasila menjadi sumber utama

9
Suteki dalam bunga rampai Revitalitasi Ideologi Pancasila dalam Aras Global
Perspektif Negara Hukum, November 2016.
10
Ibid.
dalam tatanan hukum sehingga walaupun terdapat begitu banyak sumber hukum maka
sumber hukum tersebut haruslah sesuai dengan Pancasila.
Menurut roeslan Saleh fungsi Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum
mengandung arti bahwa:
1. Pancasila berkedudukan sebagai suatu ideologi hukum Indonesia
2. kumpulan nilai-nilai yang harus berada di belakang keseluruhan hukum Indonesia
3. asas-asas yang harus diikuti sebagai petunjuk dalam mengadakan pilihan hukum di
Indonesia
4. sebagai suatu pernyataan dari nilai kejiwaan dan keinginan bangsa Indonesia juga
dalam hukumnya.11
Terutama pula secara paradigma bernegara para pendiri negara telah memilih
suatu paradigma bernegara yang tidak hanya mengacu pada tradisi hukum barat
melainkan juga berakar pada tradisi asli bangsa Indonesia paradigma bernegara itu
dirumuskan dengan memadukan secara Paripurna lima prinsip bernegara yakni
ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial ke dalam suatu
konsep Pancasila. Lima prinsip Pancasila itu mengandung nilai universal tetapi juga
memiliki basis partikularitas pada tradisi bangsa Indonesia dimensi universalitas dan
partikularitas itu menyebabkan adanya ketegangan konseptual dalam Pancasila yang
menunjukkan bahwa para pendiri negara Indonesia hendak mendirikan negara bangsa
berciri modern tetapi tetap berbasis pada tradisi bangsa Indonesia. 12
Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara adalah norma tertinggi
dalam suatu negara dan norma ini merupakan norma yang tidak dibentuk oleh norma
yang lebih tinggi lagi tetapi bersifat pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh
masyarakat dan negara dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya
norma norma hukum di bawahnya.13
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) yang berbunyi:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

11
Roeslan Saleh, 1979, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945, Aksara Baru, Jakarta,
hlm. 49.
12
Aidul Fitriciada, Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi,
Jurnal Hukum Quia Iusium, Vol. 19, No. 4, Oktober 2012.
13
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung, hlm.
161.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat bahwa instruksi presiden hanya
terbatas untuk memberikan arahan, menuntun, membimbing dalam hal suatu
pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Sedangkan keputusan presiden, ada yang bersifat
mengatur (regeling) (yang dipersamakan dengan peraturan presiden) dan ada yang
bersifatnya menetapkan (beschikking).14
Peran kaum intelektual sangat dibutuhkan untuk mempengaruhi keterpengaruhan
sebagian orang yang terikut oleh budaya luar. Untuk mempertahankan itu, maka dapat
dibuat aturan hukum berupa Instruksi Presiden untuk di setiap instansi/lembaga secara
kolektif kolegial di instruksikan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, sehingga
akan ada role model (contoh) bagi masyarakat untuk berperilaku tidak jauh dari
Pancasila. Sebagaimana telah diurai diatas, bahwa Instuksi Presiden ini akan senada
dengan ketetapan MPR sebagai aturan yang ada di atasnya sehingga nawacita Indonesia
yang berkemajuan melalui hukum sebagai alat untuk mencapainya.

Penutup
Sakralitasnya nilai-nilai Pancasila dapat dijadikan sebagai alat untuk
mempertahankan budaya bangsa terutama dalam menghadapi krisis moral ditengah era
globalisasi. Dibutuhkannya peran kaum intelektual untuk menjadi contoh dan agen
perubahan dalam memperbaiki moral bangsa. Dengan begitu, model aturan yang saat ini
dapat diterapkan yaitu Instruksi Presiden untuk instansi/lembaga secara kolektif kolegial
untuk mengimplentasikan nilai-nilai Pancasila sehingga mampu memobilisasi
masyarakat luas untuk melakukan hal yang sama.

14
Letezia Tobing, Perbedaan Keputusan Presiden dengan Instruksi Presiden, diakses
melalui www.hukumonline.com.
DAFTAR PUSTAKA

Aidul Fitriciada, Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi, Jurnal
Hukum Quia Iusium, Vol. 19, No. 4, Oktober 2012.
C.S.T. Kansil & Christine, S.T. Kansil, 2002, Hukum dan Tata Negara Republik Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta.
Frentylia Shandi, Adelina Hasyim, M. MonaAdha, Hubungan Pemahaman Empat Pilar
Kebangsaan dengan Sikap Siswa Menghadapi Arus Globalisasi.
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung.
Jimly Ashiddiqie dalam Gagasan Negara Hukum Indonesia.
Letezia Tobing, Perbedaan Keputusan Presiden dengan Instruksi Presiden, diakses melalui
www.hukumonline.com.
Nina Angelia, Pemahaman Penanaman Empat Pilar Kebangsaan terhadap Siswa SMA Negeri 4
Medan, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, Vol. 5, No. 1, 2017.
Notonogoro, 1983, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Bumi Aksara, Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Roeslan Saleh, 1979, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945, Aksara Baru, Jakarta.
Subandi Al-Marsudi, 2001, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 Dalam Paradigma
Reformasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Suteki dalam bunga rampai Revitalitasi Ideologi Pancasila dalam Aras Global Perspektif
Negara Hukum, November 2016.
Zulkarnain Ridlwan, Negara Hukum Indonesia Kebalikan, Nachtwachterstaat Fiat Justitia
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5 No. 2, Mei-Agustus 2012.

Anda mungkin juga menyukai