Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam Daftar Umum Ciptaan bukan merupakan
pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat. Menteri
tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang
terdaftar. (Pasal 72 dan Penjelasan Pasal 72 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)
INTELLECTUAL CAPITAL:
Model Pengukuran, Framework
Pengungkapan & Kinerja Organisasi
INTELLECTUAL CAPITAL:
Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
& Kinerja Organisasi
Hak Cipta © Dr. Ihyaul Ulum, SE., M.Si., Ak., CA., 2017
Hak Terbit pada UMM Press
ISBN : 978-979-796-157-2
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
iv dan Kinerja Organisasi
v
Motto:
- Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu (QS. Al-Baqoroh: 216).
- Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya (QS. Al-Baqoroh: 286).
- Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
sesama (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni).
v
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
vi dan Kinerja Organisasi
vii
Pengantar Penulis
vii
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
viii dan Kinerja Organisasi
Pada bab II, buku ini menyajikan reviu atas beberapa teori dasar
yang sering dijadikan pijakan dalam penelitian-penelitian tentang
IC. Di antara teori-teori yang dibahas dalam bab ini antara lain:
Teori Berbasis Sumber Daya (Resource-Based Theory), Teori
Pensinyalan (Signaling Theory), Teori Pemangku Kepentingan
(Stakeholder Theory), Teori Legitimasi (Legitimacy Theory), Teori
Keagenan (Agency Theory), Teori Ekonomi Politik (Political Economy
Theory), dan Teori Kontinjensi (Contingency Theory).
Bab V dan VI buku ini membahas tentang pengukuran kinerja IC
(ICP) dan kerangka kerja pengungkapan IC (ICD). Model pengukuran
kinerja IC yang disajikan pada bab V antara lain Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC™), Extended VAIC™ Model, Modified
VAIC (MVAIC), Extended VAIC™ Plus, dan iB-VAIC. Sementara
framework pengungkapan IC yang dibahas pada bab VI adalah
framework 24, 58, 78, dan 36 item. Pada bagian ini, juga disajikan
sejumlah penelitian empiris yang menggunakan masing-masing
framework.
Dua bab selanjutnya (bab VII dan VIII), didiskusikan penelitian-
penelitian empiris tentang ICP dan ICD dalam kaitannya dengan
kinerja organisasi, baik kinerja keuangan maupun kinerja pasar.
Khusus topik tentang ICD, disajikan penelitian-penelitian empiris
tentang pemicu (drivers) dari pengungkapan IC (misalnya karakteristik
perusahaan dan good governance), hubungan antara ICD dengan
cost of capital, dan hubungan antara ICD dengan kinerja organisasi.
Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya (harus) saya sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan buku
ini, baik langsung maupun tida langsung, terutama kepada:
1. Pimpinan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengembangkan
diri dalam banyak hal.
2. Pimpinan Universitas Diponegoro Semarang yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk meningkatkan
kapasitas akademik di level S2 dan S3.
3. Prof. Dr. H. Imam Ghozali, M.Com., Akt., CA., pembimbing dan
promotor saya saat menempuh S2 dan S3 di Unidp yang telah
berkenan memberikan kata pengantar (prolog) untuk buku ini.
Pengantar Penulis ix
WW Jokja), bunda Prof. Dr. Erlina Roesli (USU Medan), bunda Dr.
Nunuy Alifah (Unpad), bang Dr. Rasuli (Univ. Riau), kang Dr. Heru
(univ. Bengkulu/President Univ.), om-Pidt Icuk RB (Unsoed), pak
Bambang Kesit (UII), Dr. Indrawati (UPN Veteran Surabaya), kang
Novi (Univ. Mercubuana Jakarta), dll.
9. Tidak lupa, sahabat-sahabat dan kolega di FEB UMM. Pak Dhaniel
Syam yang selalu memberikan dukungan untuk segera selesai, pak
Dr. Ahmad Juanda yang telah berkenan menjadi kawan diskusi di
sela-sela kesibukan yang sangat padat, terima kasih inspirasinya
yang sering kali tak terduga.
Saya paham dan sangat menyadari bahwa tidak ada karya
tulis yang sempurna, tanpa cela, tiada cacat tiada salah. Oleh
karena itu, saya membuka ruang untuk berdiskusi, serta menerima
berbagai kritik dan saran terkait buku ini melalui media email
(mas_ulum@yahoo.com atau ihyaul@umm.ac.id atau
ihyaul.ulum5@gmail.com), FB, Academia, & Google Scholar (Ihyaul
Ulum), twitter (@cak_lum), dan atau melalui website (blog) di:
http://ihyaul.staff.umm.ac.id. Jika Allah mengijinkan, saya akan
dengan sangat senang hati menjawab setiap sapaan.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, saya
persembahkan buku ini kepada dunia ilmu pengetahuan. Semoga
dapat memberikan sedikit warna dan menambah khazanah tentang
sebuah trend baru, intellectual capital. Kebenaran dan kesempurnaan
adalah miliki ALLAH, segala bentuk kesalahan terkait konsep,
interpretasi, diksi, maupun redaksional adalah tanggung jawab dan
milik saya.
Terima kasih.
Billahittaufiq Wal Hidayah.
xi
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xii dan Kinerja Organisasi
Terlepas dari itu semua, satu hal yang lebih menarik dari buku
ini adalah disajikannya sejumlah riset empiris tentang IC, kinerja IC,
dan pengungkapan IC. Kajian atas penelitian-penelitian terdahulu
ini mampu membangun state of the art dari bidang kajian yang
disajikan. Ditambah dengan fondasi teori-teori yang sering menjadi
dasar dalam penelitian-penelitian IC (Bab II).
Catatan saya dari buku ini adalah, gaya bahasanya yang kental
nuansa akademis. Hal ini membuat buku ini menjadi sangat
segmented, hanya para akademisi yang dapat membaca dan
memahaminya. Gaya penuturan dalam buku ini cukup berbeda dari
buku mas Ulum sebelumnya. Buku EndNote, baik edisi 1 maupun 2
ditulis dengan bahasa yang mengalir seperti obrolan. Mungkin
memang sengaja buku ini didesain untuk kalangan tertentu, tidak
dibuat dalam format buku populer.
Mengakhiri pengantar ini, saya ingin meyakinkan bahwa buku
ini layak menjadi salah satu rujukan dalam kajian-kajian tentang IC.
Buku ini cocok sebagai bahan bacaan mahasiswa S1, S2, bahkan S3
yang tertarik untuk meneliti tentang IC yang masih sangat terbuka
ide-idenya. Selain mahasiswa akuntansi, mahasiswa manajemen dan
teknik industri juga perlu membaca buku ini karena IC cukup dekat
dengan topik knowledge management. Para praktisi perusahaan
juga perlu membaca buku ini sebagai referensi untuk mengelola
organisasi. Semoga buku ini bermanfaat.
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN • 1
A. Tumbuh-kembang Intellectual Capital • 5
B. Studi Pendahuluan: Masih Ada Gap • 8
Referensi • 11
xv
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xvi dan Kinerja Organisasi
BIBLIOGRAPHY • 273
INDEX • 285
LAMPIRAN • 289
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xviii dan Kinerja Organisasi
xix
Daftar Tabel
xix
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xx dan Kinerja Organisasi
Daftar Gambar
xxiii
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xxiv dan Kinerja Organisasi
BAB I
Pendahuluan
1
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
2 dan Kinerja Organisasi
knowledge assets sering digunakan oleh para ahli ekonomi, para ahli
manajemen menyebutnya intellectual capital, sementara para akuntan lebih
sering menggunakan kata intangible assets (Kavida dan Sivakoumar, 2008).
Istilah lain yang sering digunakan untuk merujuk pada pengertian intangible
assets misalnya, Invisible assets (Itami, 1991), intellectual capital (Brooking,
1997; Stewart, 1997), immaterial values (Sveiby, 2001), dan intangibles (Lev, 2001).
3 Didirikan pada tahun 1887, AICPA (The American Institute of Certified Public
Accountants) merepresentasikan profesi CPA nasional terkait pembuatan aturan
dan penetapan standar. AICPA mengembangkan standar audit perusahaan
swasta dan jasa lainnya oleh CPA, memberikan materi bimbingan pendidikan
kepada anggotanya, dan monitor serta menegakkan ketentuan sesuai dengan
standar teknis dan etika profesi.
4 AIMR (the Association for Investment Management and Research) adalah
asosiasi untuk manajemen investasi dan penelitian.
Pendahuluan 3
5 Laporan FASB inilah yang kemudian menjadi semacam model bagi institusi
yang lain untuk mulai mengembangkan suatu format pelaporan dan
pengungkapan informasi IC.
6 OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) secara resmi
lahir pada tanggal 14 Desember 1960 yang merupakan lanjutan dari
Organisation for European Economic Cooperation (OEEC). Awalnya, OEEC
didirikan pada tahun 1948 untuk rekonstruksi benua Eropa yang porak-poranda
akibat perang.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
4 dan Kinerja Organisasi
7 VAIC ™ terdiri dari 3 komponen utama, yaitu HCE (human capital efficiency),
SCE (structural capital efficiency), dan CEE (capital employed efficiency).
Beberapa peneliti (di antaranya Firer dan Williams, 2003; Tan dkk., 2007)
menggunakan istilah VAHU (value added human capital), STVA (structural value
added), dan VACE (value added capital employed) untuk menggantikan ketiga
istilah tersebut.
8 Formula dasar dari model Pulic adalah VAIC = ICE (intellectual capital efficiency)
+ CEE (capital employed efficiency). ICE inilah yang merupakan ukuran dari IC,
Pendahuluan 11
Referensi
BAB II
Grand Theories
21
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
22 dan Kinerja Organisasi
Tidak ada satu teori yang dapat digunakan dalam segala situasi
dan seting sosial objek penelitian. Penggunaan lebih dari satu teori
dalam sebuah penelitian sering digunakan.1 Sejauh ini, ada sejumlah
teori utama yang sering dijadikan rujukan dalam penelitian-penelitian
tentang IC dan pengungkapannya (disclosure), antara lain Resource-
Based Theory (RBT), Teori Pensinyalan (Signaling Theory), Stakeholder
Theory, Legitimacy Theory, Agency Theory, Political Economy Theory
(PET), dan Contingency Theory.
1 Penggunaan lebih dari satu teori dalam sebuah penelitian akuntansi adalah
sesuatu yang dapat dibenarkan. Hoque et al. (2013) menggunakan istilah
"theoretical triangulation" dan "theoretical pluralism" untuk merujuk pada
Grand Theories 23
Ada dua asumsi yang melekat pada RBT (Nothnagel, 2008), yaitu
resource heterogeneity dan resource immobility. Resource heterogeneity
1. Valuable Resources
Sumber daya perusahaan hanya dapat menjadi sumber keunggulan
bersaing (competitive advantages) atau keunggulan bersaing yang
berkelanjutan (sustained competitive advantages) ketika mereka
berharga (valuable). Sumber daya menjadi berharga ketika mereka
memungkinkan perusahaan untuk memahami atau menerapkan
strategi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Model SWOT
(kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman) tradisional menunjukkan
bahwa perusahaan mampu meningkatkan kinerja mereka hanya ketika
strategi mereka memanfaatkan peluang atau menetralisir ancaman
(Barney, 1991). Atribut perusahaan mungkin memiliki karakteristik
lain yang bisa memenuhi syarat mereka sebagai sumber keunggulan
bersaing (misalnya, sulit ditiru, non-substitusi), namun atribut ini
hanya menjadi sumber daya ketika mereka memanfaatkan peluang
atau menetralisir ancaman dalam lingkungan perusahaan.
2. Rare Resources
Menurut definisi, sumber daya berharga yang dimiliki oleh
sejumlah besar perusahaan pesaing atau perusahaan yang berpotensi
menjadi pesaing tidak dapat dianggap sebagai sumber keunggulan
bersaing ataupun keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Perusahaan menikmati keunggulan bersaing ketika menerapkan
strategi penciptaan nilai tidak secara bersamaan dilaksanakan oleh
sejumlah besar perusahaan lain. Jika sumber daya perusahaan
tertentu yang berharga dimiliki oleh sejumlah besar perusahaan,
maka setiap perusahaan-perusahaan ini memiliki kemampuan
mengeksploitasi sumber daya dengan cara yang sama, sehingga
menerapkan strategi umum yang tidak memberikan satu perusahaan
keunggulan bersaing tertentu.
Analisis yang sama berlaku untuk sumber daya perusahaan yang
berharga yang digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi.
Beberapa strategi memerlukan kombinasi unik antara modal fisik,
modal manusia, dan sumber daya modal organisasi untuk
implementasi. Salah satu sumber daya perusahaan yang diperlukan
dalam pelaksanaan hampir semua strategi adalah bakat manajerial
(Hambrick, 1987) sebagaimana dikutip oleh Barney (1991). Jika sumber
daya perusahaan tidak langka, maka sejumlah besar perusahaan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
26 dan Kinerja Organisasi
4. Non-Substitutability Resources
Persyaratan terakhir untuk sumber daya perusahaan menjadi
sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan adalah bahwa
tidak boleh ada sumber daya strategis yang setara, baik dari sisi
kelangkaan maupun imitable. Sumber daya yang sulit digantikan
adalah sumber daya yang tidak memiliki ekuivalen strategis.
2 Contoh kompetensi yang kompleks secara sosial meliputi relasi antar pribadi,
kepercayaan, dan persahabatan di antara manajer dan antar manajer dengan
pegawai serta reputasi perusahaan dengan pemasok dan pelanggan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
28 dan Kinerja Organisasi
tersedia bagi orang luar (outsider). Pada tingkatan yang lebih luas,
insiders memperoleh informasi, sebagian adalah informasi positif,
dan sebagian lainnya negatif, yang akan bermanfaat bagi outsiders
(Connelly et al., 2011). Informasi ini mencakup, misalnya, hal-hal
khusus tentang suatu produk atau jasa. Sebagian informasi dapat
pula tentang hasil awal dari divisi riset dan pengembangan (R&D)
atau informasi akhir tentang hasil penjualan yang dilaporkan oleh
agen penjualan.
Insiders juga memperoleh informasi tentang aspek-aspek lain
dari organisasi seperti tertundanya gugatan hukum atau negosiasi
serikat pekerja. Ingkat kata, informasi pribadi ini memberikan
insiders dengan perspektif istimewa mengenai kualitas yang
mendasari beberapa aspek dari individu, produk, atau organisasi.
Signal. Insiders memperoleh baik informasi positif maupun
negatif, dan mereka harus memutuskan informasi mana yang akan
dikomunikasikan kepada outsiders. Signaling theory terutama fokus
pada penyampaian informasi positif sebagai upaya untuk
memperoleh atribut organisasi yang positif pula (Connelly et al.,
2011). Beberapa ahli telah meneliti tindakan yang diambil oleh
insiders yang mengkomunikasikan informasi negatif3 tentang atribut
organisasi. Hal ini penting untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa
insiders umumnya tidak mengirim sinyal-sinyal negatif kepada
orang luar dengan maksud untuk mengurangi asimetri informasi,
tetapi hal ini seringkali menjadi konsekuensi yang tidak diinginkan
dari tindakan insider. Sebaliknya, signaling theory terutama fokus
pada tindakan insiders untuk secara sengaja mengkomunikasikan
informasi positif. Selama sinyal berlangsung, signaler harus
mendapatkan keuntungan dengan beberapa tindakan dari receiver
bahwa penerima tidak akan jika tidak dilakukan (yaitu, sinyal harus
memiliki efek strategis).
Receiver. Penerima sinyal adalah elemen ketiga di dalam signaling
timeline. Berdasarkan model pensinyalan, receivers adalah orang
5 Riset empiris telah membuktikan bahwa ICD berperan mengurangi biaya modal
(misalnya: Orens et al., 2009; Mangena et al., 2010). Hal ini juga relevan dengan
sejumlah kajian tentang (voluntary) disclosure yang menyatakan bahwa
pengungkapan berpengaruh terhadap cost of capital (coc) (lihat misalnya: Diamond
dan Verrecchia, 1991; Verrecchia, 1999; Botosan, 2006; Lambert et al., 2007).
Grand Theories 35
C. Stakeholder Theory
Istilah stakeholder dalam definisi klasik (yang paling sering
dikutip) adalah definisi Freeman dan Reed (1982) yang menyatakan
bahwa stakeholder adalah:
"any identifiable group or individual who can affect the
achievement of an organisation's objectives, or is affected by
the achievement of an organisation's objectives".
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan
untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder
mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada
stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki
hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas
organisasi memengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi,
sponsorship, inisiatif pengamanan, dll), bahkan ketika mereka memilih
untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika
mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang
konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004).
Lebih lanjut Deegan (2004) menyatakan bahwa teori
stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi
kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan
bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan
informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka,
melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi
ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu
manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan
melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan
hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun
demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk
menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak
aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi
stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
36 dan Kinerja Organisasi
terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder
menjalankan hubungan mereka.
Teori ini dapat diuji dengan berbagai cara dengan menggunakan
content analysis atas laporan keuangan perusahaan (Guthrie et al.,
2006). Menurut mereka, laporan keuangan merupakan cara yang
paling efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan kelompok
stakeholder yang dianggap memiliki ketertarikan dalam pengendalian
aspek-aspek strategis tertentu dari organisasi. Content analysis atas
pengungkapan IC dapat digunakan untuk menentukan apakah benar-
benar terjadi komunikasi tersebut. Apakah perusahaan merespon
ekspektasi stakeholder, baik ekspektasi yang sesungguhnya maupun
yang diakui oleh stakeholder, dengan menawarkan akun IC yang
tidak wajib diungkapkan? Pertanyaan ini telah memperoleh
perhatian, namun kajian lebih dalam diperlukan untuk menghasilkan
opini yang konklusif (Guthrie et al., 2006).
Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep IC, teori
stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang
etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen
bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara
adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk
keuntungan seluruh stakeholder (Deegan, 2004). Ketika manajer
mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam
upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya manajer
telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Penciptaan nilai (value
cretion) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh
potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital),
aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Pengelolaan
yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added
bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan
perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa
kekuatan stakeholder untuk memengaruhi manajemen korporasi
harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder
atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman,
1986). Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber
daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan
semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Grand Theories 37
D. Legitimacy Theory
Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder.
Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan
mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas
dan norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Deegan (2004),
dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara
sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap
bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Teori legitimasi
bergantung pada premis bahwa terdapat 'kontrak sosial' antara
perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut
beroperasi.
Kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan sejumlah
besar harapan masyarakat tentang bagaimana seharusnya organisasi
melaksanakan operasinya. Harapan sosial ini tidak tetap, namun
berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini menuntut perusahaan
untuk responsif terhadap lingkungan di mana mereka beroperasi
(Deegan, 2004).
Lindblom (1994) menyarankan jika suatu organisasi menganggap
bahwa legitimasinya sedang dipertanyakan, organisasi tersebut dapat
mengadopsi sejumlah strategi yang agresif. Pertama, organisasi
dapat mencari jalan untuk mendidik dan menginformasikan kepada
stakeholdernya perubahan-perubahan pada kinerja dan aktifitas
organisasi. Kedua, organisasi dapat mencari cara untuk mengubah
persepsi stakeholder, tanpa mengubah perilaku sesungguhnya dari
organisasi tersebut. Ketiga, organisasi dapat mencari cara untuk
memanipulasi persepsi stakeholder dengan cara mengarahkan
kembali (memutar balik) perhatian atas isu tertentu kepada isu yang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
40 dan Kinerja Organisasi
E. Agency Theory
Penelitian akuntansi sebelum pertengahan 1960an utamanya
bersifat norma atau normatif, yang berusaha menjelaskan "apa
yang seharusnya" atau "apa yang harus" dalam hubungannya dengan
pengukuran akuntansi dan pelaporan keuangan (Omran dan El-
Galfy, 2014). Karena penelitian akuntansi normatif tidak berusaha
menjelaskan secara empiris praktek akuntansi, maka penelitian
akuntansi positif dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini.
Bahwasanya, penelitian akuntansi positif modern mulai tumbuh
subur ketika Ball dan Brown (1968), Beaver (1968), dan peneliti lain
mulai menggunakan metode keuangan empiris pada akuntansi
keuangan (Watts dan Zimmerman, 1990). Akan tetapi, para peneliti
positif awal hanya meneliti "perspektif informasi" tentang informasi
akuntansi berdasarkan pada teori keuangan yang mendasari
hubungan empiris antara angka akuntansi dan harga saham (Watts
dan Zimmerman, 1990). Semenjak "perspektif informasi: hanya
mengasumsikan kegunaan data akuntansi pasar (yakni, bagaimana
investor menggunakan informasi akuntansi untuk mereaksi harga
saham), perspektif ini hanya memberi pandangan parsial suatu
teori, mengabaikan keinginan manajer untuk memberi informasi
(Omran dan El-Galfy, 2014).
Pada tahun 1970 sampai 1980, para akademisi akuntansi dan
keuangan (misalnya: Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan
Zimmerman, 1978, 1979, 1986, 1990), berupaya keras memenuhi gap
penelitian ini dengan memasukkan penjelasan "perspektif
oportunistis" informasi akuntansi. Penggunaan pilihan akuntansi
oleh manajer didasarkan atas hubungan kontrak (kepentingan,
keputusan dan tindakan) di antara agen-agen dan para pemilik
merupakan perhatian utama perspektif ini.
Positive Accounting Theory (PAT) menganalisa "apa" yang
berlawanan dengan pendekatan teori normatif, yang menganalisa
"apa yang seharusnya" (Deegan, 2013). Watts dan Zimmerman
(1986) mendefinisikan PAT sebagai kejadian yang berkenaan dengan
penjelasan/justifikasi praktek akuntansi. PAT didesain untuk
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
46 dan Kinerja Organisasi
G. Contingency Theory
Teori kontinjensi pada mulanya dikembangkan sebagai alat
menjelaskan perbedaan yang diamati dalam struktur organisasi
(Chapman, 1997). Teori kontinjensi menyatakan bahwa tidak ada cara
unik terbaik terkait struktur organisasi yang dapat berlaku di semua
keadaan. Dengan demikian, ragam kontinjensi akan merupakan kondisi
yang lebih tepat kepada jenis struktur organisasi tertentu (Chenhall
dan Chapman, 2006). Penelitian awal tipe ini menyarankan bahwa
kondisi lingkungan, misalnya, ketidakpastian teknologi (Burns dan
Stalker, 1994) dan teknologi yang digunakan oleh perusahaan, misalnya
jenis sistem produksi, adalah variabel kontinjen (Woodward, 1981).
Lebih lanjut, disarankan oleh para ahli bahwa kontinjensi merupakan
strategi perusahaan yang diadopsi dan lingkungan pasar (Chandler,
1996; Chapman, 1997; Donaldson, 2001).
Schweikart (1985) mengamati bahwa ada bukti dalam literatur
akuntansi internasional terkait dengan isu-isu seperti misalnya
harmonisasi dan perbedaan informasi akuntansi yang dipresentasikan
di seluruh negara, dan juga apa yang ia deskripsikan sebagai
"saran" bahwa kebutuhan informasi akuntansi di berbagai negara
bergantung kepada pengaruh lingkungan. Pengamatan Schweikart
(1985) bahwa ada sedikit penelitian empiris yang dilakukan
mendukung konsep pengaruh lingkungan kepada akuntansi sudah
Grand Theories 53
bukan lagi dukungan yang valid, karena ada banyak peneliti yang
menggunakan teori kontinjensi sebagai kendaraan untuk
mewujudkan teori akuntansi internasional (misalnya baca: Cooke
dan Wallace, 1990; Adhikari dan Tondkar, 1992; Doupnik dan Salter,
1995; Salter, 1998).
Dalam bentuk paling sederhana, teori kontinjensi menegaskan
bahwa apa yang merupakan manajemen efektif adalah situasional,
bergantung kepada karakteristik unik masing-masing keadaan. Hicks
dan Gullett (1981: 625-626) meringkas pandangan kontinjensi
organisasi, sebagai:
"[...] the best solution is the one that is most responsive to the
characteristics of the unique situation being faced".
Lawrence dan Lorsch (1967) menetapkan bahwa determinan
proses internal organisasi yang efektif adalah bergantung (atau
kontinjen) kepada berbagai lingkungan tempat operasi organisasi.
Menurut pandangan Lawrence dan Lorsch (1967: 186): "Kontinjensi
di luar ini dapat diperlakukan baik sebagai kendala maupun peluang
yang memengaruhi struktur internal dan proses organisasi".
Pelaporan keuangan dan praktek pengungkapan dapat
dipandang sebagai hasil proses keputusan internal sebuah entitas.
Dengan demikian, perluasan kesimpulan Lawrence dan Lorsch (1967)
menyatakan bahwa kita dimungkinkan melihat pilihan praktek
akuntansi dan praktek pengungkapan sebagai hasil proses internal,
yang dipengaruhi oleh kontinjensi di luar. Hal ini menyarankan
bahwa berbagai lingkungan tempat operasi perusahaan, misalnya
lingkungan yang berhubungan dengan perbedaan negara
perusahaan, akan menimbulkan keputusan yang berbeda mengenai
metode optimal pelaporan perusahaan dan tingkat pengungkapannya
(Lopes dan Rodrigues, 2007).
Williams (2004) menegaskan bahwa teknologi dan lingkungan
adalah sumber besar ketidakpastian bagi organisasi, dan bahwa
perbedaan dimensi itu akan mengakibatkan perbedaan organisasi.
Thompson (1967) menyatakan bahwa organisasi secara umum
menemui kendala "yang berlokasi" di ruang geografis atau dalam
komposisi sosial lingkungan tugasnya". Sedangkan metode-metode
yang disarankan oleh Thompson mencirikan atau mengukur dimensi-
dimensi ini tidak sangat berguna dalam kontek akuntansi,
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
54 dan Kinerja Organisasi
Referensi
---. 1979. "The demand for and supply of accounting theories: the
market for excuses". The Accounting Review, Vol. LIV, No. 2,
hlm: 273-305.
---. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs. NJ.: Prentice-
Hall.
---. 1990. "Positive accounting theory: a ten-year perspective". The
Accounting Review, Vol. 65, No. 1, hlm: 131-156.
Wernerfelt, B. 1984. "A Resource-based View of the Firm". Strategic
Management Journal, Vol. 5, No., hlm: 171-180.
Whiting, R. H., dan J. C. Miller. 2008. "Voluntary disclosure of
intellectual capital in New Zealand annual reports and
the 'hidden value'". Journal of Human Resource Costing &
Accounting, Vol. 12, No. 1, hlm: 26-50.
Whittington, G. 1987. "Positive accounting: a review article".
Accounting and Business Research, Vol. 17, No. 68, hlm: 327-
336.
Williams, S. M. 2004. "An international investigation of associations
between societal variables and the amount of disclosure on
information technology and communication problems: the
case of Y2K". The International Journal of Accounting, Vol.
39, No. 1, hlm: 71-92.
Wilmshurst, T., dan G. Frost. 2000. "Corporate environmental reporting:
a test of legitimacy theory". Accounting Auditing and
Accountability Journal, Vol. 13, No. 1, hlm: 10-26.
Woodward, J. 1981. Industrial Organisation: Theory and Practice.
Oxford: Oxford University Press USA.
Zeff, S. A. 2002. "Political' lobbying on proposed standards: a
challenge to the IASB". Accounting Horizons, Vol. 16, No. 1,
hlm: 43-54.
Intellectual Capital 73
BAB III
Intellectual Capital
73
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
74 dan Kinerja Organisasi
Periode Perkembangan
Awal 1980-an Muncul pemahaman umum tentang Intangible value
(biasanya disebut "goodwill")
Pertengahan Era informasi (information age) memegang peranan,
1980-an dan selisih (gap) antara nilai buku dan nilai pasar
semakin tampak jelas di beberapa perusahaan.
Akhir 1980-an Awal usaha para konsultan (praktisi) untuk
membangun laporan/akun yang mengukur intellectual
capital (Sveiby, 1988).
Awal 1990-an Prakarsa secara sistematis untuk mengukur dan
melaporkan persediaan perusahaan atas intellectual
capital kepada pihak eksternal (misalnya: Celemi dan
Skandia; SCSI, 1995)
Pada tahun 1990, Skandia AFS menugaskan Leif
Edvinsson sebagai "Direktur intellectual capital". Hal
ini adalah untuk kali pertama bahwa tugas pengelolaan
intellectual capital diangkat pada posisi formal dan
mendapatkan legitimasi perusahaan. Kaplan dan
Norton memperkenalkan konsep tentang balanced
scorecard (1992).
Pertengahan Nonaka dan Takeuchi (1995) mempresentasikan karya
1990-an yang sangat berpengaruh terhadap "penciptaan
pengetahuan perusahaan". Meskipun buku ini
berkonsentrasi pada 'knowledge', pembedaan antara
pengetahuan dan intellectual capital dalam buku ini
cukup menunjukkan bahwa mereka fokus pada
intellectual capital.
Pada tahun 1994, suplemen laporan tahunan Skandia
dihasilkan. Suplemen ini fokus pada penyajian dan
penilaian Persediaan perusahaan atas intellectual
capital. Visualisasi IC menarik minat perusahaan lain
untuk mengikuti petunjuk Skandia.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
76 dan Kinerja Organisasi
Referensi
BAB IV
93
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
94 dan Kinerja Organisasi
1. Human capital;
2. Structural capital; dan
3. Customer capital.
Jensen et al. (1999) mengelompokkan intellectual capital sebagai
manusia, sistem dan pasar. Leliaert et al. (2003) mengembangkan
the 4-Leaf model, yang mengelompokkan intellectual capital ke
dalam human, customer, structural capital dan strategic alliance
capital (Tan et al., 2007).
Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan
ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu:
1. Kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan
2. Kategori yang menggunakan ukuran moneter.
Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba
mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-
ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio
keuangan. Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang
berbasis moneter (Tan et al., 2007):
1. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992);
2. Brooking's Technology Broker method (1996);
3. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997);
4. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997);
5. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997);
6. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);
7. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan
8. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000).
Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis
moneter adalah (Tan et al., 2007):
1. The EVA and MVA model (Bontis et al., 1999);
2. The Market-to-Book Value model (beberapa penulis);
3. Tobin's q method (Luthy, 1998);
4. Pulic's VAIC™ Model (1998, 2000);
5. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan
6. The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001).
Framework Intellectual Capital 95
Sumber : Brennan dan Connell (2000); Petty dan Guthrie (2000); Pulic (1999)
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
96 dan Kinerja Organisasi
A. Balanced Scorecard
Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa
digunakan adalah ukuran keuangan, karena mudah dilakukan.
Sementara kinerja lain, seperti peningkatan kepercayaan customer
terhadap layanan jasa perusahaan, peningkatan kompetensi dan
komitmen personel, kedekatan hubungan kemitraan perusahaan
dengan pemasok dan peningkatan produktivitas serta cost effectiveness
proses bisnis yang digunakan untuk melayani customer, diabaikan
oleh manajemen karena sulit pengukurannya.
Pada awalnya, Balanced Scorecard (BSC) diciptakan untuk
mengatasi masalah kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif
yang hanya berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, BSC
mengalami perkembangan, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja
eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan
rencana strategik. BSC mengalami perkembangan pesat selama satu
dekade. Pada awal tahun 2000, BSC telah menjadi inti sistem
manajemen strategik (Strategic Management System), tidak hanya
bagi eksekutif, namun bagi seluruh personil perusahaan, terutama
dalam operasi bisnisnya. BSC memberikan rerangka yang jelas dan
masuk akal bagi seluruh personil untuk menghasilkan kinerja keuangan
melalui perwujudan berbagai kinerja non-keuangan. Dengan teknologi
informasi, BSC dikomunikasikan ke seluruh personel, dan dengan
teknologi informasi koordinasi dalam mewujudkan berbagai sasaran
strategik yang telah ditetapkan dapat dilakukan.
Sejarah bermula pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian
riset Kantor Akuntan Publik KPMG di USA yang dipimpin oleh David
P. Norton, melakukan studi tentang "Pengukuran Kinerja dalam
Organisasi Masa Depan". Studi ini menyeimbangkan usaha dan
perhatian eksekutif terhadap kinerja keuangan dan non-keuangan,
serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil studi
tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel yang berjudul "Balanced
Scorecard Measures that Drive Performance". Mulai pertengahan
1993, Renaissance Solutions, Inc. (RSI) - sebuah perusahaan konsultan
yang dipimpin oleh Norton (yang semula CEO Nolan Norton Institute)
- menerapkan BSC sebagai pendekatan untuk menterjemahkan dan
mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan. Mulai saat
itu, BSC berkembang menjadi inti sistem manajemen strategik.
Framework Intellectual Capital 97
Memperjelas dan
Menerjemahkan Visi
dan Strategi
- Memperjelas Visi
- Menghasilkan
Konsensus Merencanakan dan
Menetapkan Sasaran
Mengkomunikasikan dan
- Menetapkan sasaran
Menghubungkan
- Mengkomunikasikan - Memadukan inisiatif
dan Mendidik strategis
Balanced
- Menetapkan tujuan - Mengalokasikan
Scorecard sumber daya
- Mengaitkan imbalan
- Menetapkan tonggak-
dengan ukuran kinerja
tonggak penting
tonggak
1. Perspektif Keuangan
Dalam perspektif keuangan, BSC diterapkan untuk membantu
tercapainya tujuan keuangan. Pengukuran kinerja keuangan
menunjukkan apakah fungsi perencanaan dan pelaksanaan dari
strategi yang telah digariskan perusahaan memberikan hasil yang
maksimal. Perspektif keuangan merupakan dimensi penting dan
relevan dalam menunjukkan seberapa baik kinerja perusahaan kepada
para pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
Tujuan keuangan menggambarkan tujuan jangka panjang
perusahaan. Tujuan keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran
Framework Intellectual Capital 103
2. Perspektif Pelanggan
Pada perspektif pelanggan, perusahaan melakukan identifikasi
pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki, yang kemudian
mengukur kinerja berdasarkan target segmen tersebut. Segmen
pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasil
tujuan finansial perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan
perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan dan segmen
pasar sasaran (Kaplan dan Norton, 2001).
Suatu produk atau jasa dikatakan bernilai apabila manfaat yang
diterimanya lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan. Dan suatu
produk atau jasa akan lebih bernilai apabila kinerjanya mendekati
atau melebihi dari apa yang diharapkannya. Dalam perspektif
pelanggan, Kaplan dan Norton (2001) menjelaskan ada dua kelompok
pengukuran yang terkait, yaitu (Mulyadi, 2001):
a. Costumer Core Measurement (Pengukuran Inti) memiliki beberapa
komponen pengukuran yaitu:
1) Market Share, pengukuran ini mencerminkan bagian
yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada.
Framework Intellectual Capital 105
B. Value Platform
The value platform atau disebut juga dengan intellectual capital
model (gambar 4.3) dikembangkan dalam usaha bersama yang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
110 dan Kinerja Organisasi
C. Classification of Resources
Haanes and Lowendahl (1997) mengklasifikasikan sumberdaya
tidak berujud ke dalam competence dan relational resources
(Gambar 4.4). Kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan
pekerjaan (tugas) yang diberikan. Kompetensi terdiri atas dua
tingkatan, yaitu individual (pengetahuan, keterampilan, bakat/
kecerdasan) dan organisasional (database, teknologi, prosedur).
Relational resources mengacu pada reputasi perusahaan dan
loyalitas klien (pelanggan).
Framework Intellectual Capital 111
Referensi
BAB V
117
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
118 dan Kinerja Organisasi
biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN. Karena itu, aspek
kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai
entitas penciptaan nilai (value creating entity).
VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan
Structural Capital (SC). Hubungan lainnya dari VA adalah capital
employed (CE), yang dalam hal ini dilabeli dengan CEE. CEE adalah
indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical
capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CE
menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang
lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam
memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan CE yang
lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan.
Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. 'Human Capital Efficiency'
(HCE) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan
dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA
dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan
nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan para penulis
IC lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary and wage costs
adalah indikator dari HC perusahaan.
Hubungan ketiga adalah "structural capital efficiency" (SCE),
yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan
nilai. SCE mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan
1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan
SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen
sebagaimana HC, ia dependen terhadap value creation (Pulic, 2000a).
Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka
akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut
Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC, hal ini telah
diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional
(Pulic, 2000b).
Rasio terakhir adalah menghitung kemampuan intelektual
perusahaan dengan menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah
dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut diformulasikan
dalam indikator baru yang unik, yaitu VAIC™ (Tan et al., 2007).
Laing et al. (2010) memberikan ilustrasi tentang model VAIC™
dengan cukup baik di gambar 5.2.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
122 dan Kinerja Organisasi
CC Marketing Cost
CCE = +
VA VA
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
124 dan Kinerja Organisasi
InC R&D
InCE = +
VA VA
Process Capital Efficiency (PCE) dihitung dengan SCE minus CCE
minus InCE:
SCE = CCE + InCE + PCE
PCE = SCE - InCE - CCE
RC
5. RCE =
VA
VA
6. CCE = (Pulic, 2000a)
CE
Keterangan:
MVAIC : Modified VAIC
ICE : Intellectual Capital Efficiency
HCE : Human Capital Efficiency
SCE : Structural Capital Efficiency
RCE : Relational Capital Efficiency
CEE : Capital Employed Efficiency
VA : Value Added
HC : Human Capital; total beban karyawan, termasuk pelatihan
SC : Structural Capital; VA - HC
RC : Relational Capital; biaya pemasaran
CE : Capital Employed; nilai buku dari total aset
OP : Operating Profit
EC : Employee Costs
D : Depreciation
A : Amortisation
VA
HCE = (Pulic, 2000a)
HC
• HCE = Human Capital Efficiency: rasio dari VA terhadap HC.
• VA = value added
• HC = Human Capital: total salaries and wages; beban karyawan.
SC (Pulic, 2000a)
SCE =
VA
• SCE = Structural Capital Efficiency: rasio dari VA terhadap SC.
• SC = Structural Capital : VA-HC
• VA = value added
Sehingga:
SC = CC + InC + PC (Nazari dan Herremans, 2007)
Keterangan:
E-VAIC Plus : Extended VAIC Plus
ICE : Intellectual Capital Efficiency
HCE : Human Capital Efficiency
SCE : Structural Capital Efficiency
RCE : Relational Capital Efficiency
CEE : Capital Employed Efficiency
InCE : Innovation Capital Efficiency
PCE : Process Capital Efficiency
VA : Value Added
HC : Human Capital; total pengeluaran untuk karyawan
InC : Innovation Capital; biaya R&D
PC : Process Capital; biaya penyusutan dan amortisasi
RC : Relational Capital; biaya pemasaran
CE : Capital Employed; nilai buku dari total 16ndic.
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 131
E. iB-VAIC
VAIC™ dikonstruksi oleh Pulic (1999) untuk menilai kinerja IC
pada perusahaan konvensional (private sector, profit motive, non
syariah). Akun-akun yang digunakan dalam menghitung kinerja IC
dengan VAIC™ adalah akun-akun yang lazim pada perusahaan
konvensional. Sejauh ini, belum ada indikator (sejenis VAIC™) yang
dapat digunakan untuk menilai kinerja IC perbankan syariah.
Sementara di Indonesia, perkembangan perbankan syariah cukup
signifikan. Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan
volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% (yoy) meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
26,55% (yoy) dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun
pembiayaan yang juga indikator tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun 2009. Dari sisi kelembagaan, jumlah bank yang
melakukan kegiatan usaha syariah meningkat seiring dengan
munculnya pemain-pemain baru. Sampai akhir 2010, terdapat 10
Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 unit usaha syariah (UUS).
Model penilaian kinerja IC untuk perbankan syariah ini (iB-VAIC
- dibaca Islamic banking VAIC) penting sebagai modifikasi dari
model yang telah ada, yaitu Value Added Intellectual Coefficient -
VAIC™. VAIC™ didesain untuk mengukur kinerja IC perusahaan-
perusahaan dengan jenis transaksi yang umum. Sementara perbankan
syariah memiliki jenis transaksinya sendiri yang relatif berbeda dari
perbankan umum/konvensional.
Model pengukuran kinerja IC untuk perbankan syariah (iB-VAIC)
ini menjadi penting setidaknya karena dua alasan (Ulum, 2013):
• Pertama, industri perbankan merupakan salah satu dari 4 industri
yang merupakan IC intencive industry sector (Firer dan Williams,
2003). Selain itu, dari aspek intelektual, secara keseluruhan
karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan
dengan sektor ekonomi lainnya (Kubo dan Saka, 2002).
• Kedua,hasil penelitian di berbagai negara (termasuk di Indonesia)
menunjukkan bahwa IC memiliki peran dalam menggerakkan nilai
perusahaan (firm's value). IC berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan perusahaan - yang merupakan ukuran jangka pendek
dan yang paling mudah dilihat, baik pada masa kini maupun
di masa yang akan datang. Artinya, IC dapat pula digunakan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
132 dan Kinerja Organisasi
VA
iB-VAHU =
HC
Keterangan:
iB-VAHU : Value added Human Capital : rasio dari iB-VA terhadap HC
iB-VA : Value added
HC : Human capital : beban karyawan
Referensi
BAB VI
S ejak tahun 2000an, para akademisi dan praktisi mulai fokus pada
persoalan pengungkapan IC (intellectual capital disclosure - ICD)
perusahaan di dalam laporan tahunannya (lihat misalnya: Guthrie
et al., 1999; Guthrie dan Petty, 2000; Goh dan Lim, 2004). Definisi
disclosure IC telah diperdebatkan dengan sengit diantara para ahli
dalam berbagai literatur.
Guthrie dan Petty (2000) tidak menawarkan definisi disclosure IC
secara eksplisit, namun mereka menyinggung adanya fakta bahwa
saat ini disclosure IC memberikan kemanfaatan yang lebih besar
dibanding di masa lalu. Terutama bagi sektor yang mempunyai
karakteristik industri dominan yang kemudian mengalami perubahan,
seperti dari sektor manufaktur berubah menjadi high technology,
finansial dan jasa asuransi.
Bukh et al. (2001), Petty dan Guthrie (2000) dan Mourtisen et
al. (2005) mengidentifikasi bahwa literatur IC dalam akuntansi
terutama membahas pelaporan eksternal. Hal ini dapat dipahami
karena memang pasar modal menginginkan lebih banyak informasi
yang dapat diandalkan terkait dengan sumber daya pengetahuan
yang dimiliki oleh perusahaan, dan pengungkapan IC akan
mengurangi biaya transaksi dan ketidakpastian diantara pihak-
141
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
142 dan Kinerja Organisasi
A. Framework 24
24 item komponen IC kali pertama diperkenalkan oleh Sveiby
(1997) dan IFAC (1998).
a. Kuesioner
Pengembangan kuesioner merupakan proses kolaboratif yang
diawali dengan review atas daftar indikator IC yang dipulikasikan
oleh IFAC (1998). Indikator-indikator tersebut dibagi dalam tiga
kelompok: human capital, organizational capital, dan customer and
relational capital. Pengkategorian ini mirip dengan yang digunakan
oleh Sveiby (1997) yang mengklasifikasikan intangible assets dalam
tiga jenis: Employee Competence, Internal Structure, dan External
Structure. Dalam kuesioner ini, istilah "structural" digunakan untuk
menggantikan "organizational" dan istilah "customer" digunakan
sebagai pengganti "customer and relational".
b. Hasil
Note: dalam pembahasan hasil berikut, akan digunakan
singkatan-singkatan berikut yang merujuk pada nama perusahaan.
MRC - Institution of Higher Education
CDC - High-Tech Firm
PCP - Petroleum Exploration & Production Firm
Enbridge - Energy Delivery Firm
2. Preferensi Kategori IC
a. Human Capital
Tingkat kesepakatan tertinggi tentang pentingnya kategori IC
tertuju pada indikator human capital. Hal ini dibuktikan dengan 3
perhitungan statistik, yaitu: (1) jarak yang paling kecil diantara rata-
rata perusahaan dalam kategori tertentu (lihat tabel 6.2); (2) nilai
standar deviasi terendah; dan (lihat tabel 6.3); (3) luasnya persepsi
para responden tentang pentingnya indikator-indikator IC secara
individual (lihat tabel 6.4).
Tingginya tingkat konsensus diantara empat perusahaan terkait
dengan pentingnya indikator human capital menunjukkan bahwa
para manajer cenderung untuk segera memahami pentingnya elemen
human capital di dalam organisasi mereka. Simpelnya, keempat
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 147
b. Structural Capital
Para manajer di setiap perusahaan merasa bahwa indikator
structural capital tidak cukup penting diantara 3 kategori indikator
(lihat gambar 6.2 dan 6.3).
c. Customer Capital
CDC, MRC, dan Enbridge menempatkan indikator-indikator customer
capital sebagai sesuatu yang penting. Sementara PCP menganggap
kategori customer capital lebih rendah dibandingkan tiga perusahaan
yang lain. PCP tetap lebih menempatkan indikator customer satisfaction
dan growth in business volume lebih penting dibandingkan yang
lain. Tabel 6.5 mendeskripsikan persepsi para manajer terkait dengan
indikator customer capital.
a. Hasil
Gambar 6.4 menunjukkan temuan penelitian ini terkait dengan
kategori-kategori IC. 41% IC yang diungkapkan adalah tentang
external capital, 36.6% tentang internal capital, yang dibagi dalam
dua kelompok: intellectual property: 1.4% dan infrastructure assets:
35.2%. Sisanya, 21.9% adalah tentang employee competence.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 153
a. Desain/metodologi/pendekatan
Studi ini adalah kajian empiris yang dilakukan dalam 2 tingkatan.
Tingkatan pertama adalah sebuah kajian eksploratif tentang
pengungkapan IC oleh 20 perusahaan publik terbesar di Australia
pada tahun 1998. Tingkatan kedua, menggunakan data tahun 2002,
menguji pengungkapan atribut-atribut IC oleh 50 perusahaan publik
di Australia dan 100 perusahaan publik di Hong Kong. Analisis isi
(content analysis) digunakan untuk perolehan data.
Untuk tujuan analisis, kerangka kerja IC yang dipresentasikan
oleh Sveiby (1997) dimodifikasi untuk memperoleh konvergensi
yang lebih baik dengan item-item yang biasanya dilaporkan oleh
perusahaan-perusahaan di Australia. Tabel 6.9 menyajikan elemen-
elemen IC yang dipilih dalam studi ini.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 155
b. Temuan
Tingkat pengungkapan informasi IC ditemukan cukup rencah
dan dalam kategori kualitatif, bukan kuantitatif, baik di Australia
maupun Hong Kong. Tingkat pengungkapan secara positif
berhubungan dengan ukuran perusahaan. Temuan ini konsisten
dengan beberapa kajian terdahulu tentang pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
156 dan Kinerja Organisasi
B. Framework 58
58 item komponen IC merupakan perluasan dari 24 item. Jumlah
ini dikembangkan dan kali pertama digunakan dalam penelitian
tentang ICD oleh Abdolmohammadi (2005).
a. Hipotesis
H1 : Pengungkapan komponen-komponen IC mengalami peningkatan
selama lima tahun pengamatan, 1993-1997.
H2b : Terdapat perbedaan signifikan antara sektor ekonomi "baru"
dan "lama" dalam hal pengungkapan komponen-komponen
IC di dalam laporan tahunan perusahaan.
b. Desain/Metode
Komponen IC digunakan sebagai unit analisis untuk melakukan
analisis konten (content analysis) atas laporan tahunan 58 perusahaan
yang termasuk dalam Fortune 500 selama lima tahun, 1993-1997.
Logaritma dari kapitalisasi pasar perusahaan i pada tahun t (LogMCit)
digunakan sebagai variabel dependen dalam model regresi berikut:
LogMCit = α0 + α1ICDit + α2LogBVit + α2ROADiffit + ε
Dimana ICD adalah frekuensi pengungkapan IC, LogBV adalah
logaritma dari perbedaan antara total aset dan total hutang, dan
ROADiff adalah perbedaan antara nilai ROA suatu perusahaan dan
ROA rata-rata industrinya.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 161
c. Temuan
Frekuensi pengungkapan informasi tentang "brand" dan
"proprietary processes" meningkat selama periode pengamatan.
Temuan studi ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan dalam pengungkapan IC antara perusahaan yang masuk
kategori sektor ekonomi "baru" dan "lama". Perusahaan dalam sektor
ekonomi "lama" lebih banyak mengungkapkan kategori "brand" dan
"partnership" dibandingkan sektor ekonomi "baru", sementara untuk
kategori "information technology" dan "intellectual property", lebih
banyak diungkapkan oleh perusahaan dalam sektor ekonomi "baru".
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
162 dan Kinerja Organisasi
C. Framework 78
78 item komponen IC merupakan perluasan dari 24 item. Jumlah
ini dikembangkan dan kali pertama digunakan dalam penelitian
tentang ICD oleh Bukh et al. (2005) - pembahasan tentang penelitian
ini disajikan di Bab IX tentang Anteseden ICD. 78 item IC tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Employees (n = 27)
1. Staff breakdown by age
2. Staff breakdown by seniority
3. Staff breakdown by gender
4. Staff breakdown by nationality
5. Staff breakdown by department
6. Staff breakdown by job function
7. Staff breakdown by level of education
8. Rate of staff turnover
9. Comments on changes in number of employees
10. Staff health and safety
11. Absence
12. Staff interview
13. Statements of policy on competence development
14. Description of competence development program and activities
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
168 dan Kinerja Organisasi
a. Desain/Metode
Penelitian ini menggunakan content analysis untuk mengukur
pengungkapan IC di dalam masing-masing prospektus dan analisis
Luasnya pengungkapan dikuantifikasi sebagai prosentase dari
item-item informasi yang ditemukan di dalam prospektus. Dengan
kata lain, prospektus IPO diberi poin 1 jika item indeks yang
ditetapkan ditemukan di dalam prospektus, dan jika tidak
ditemukan maka tidak ada poin. Formula yang digunakan adalah
sebagai berikut:
(Σ d /M) x 100%
m
Score = i=1 i
Kategori Items
Employees 27
Customer 14
IT 5
Process 8
Research and development 9
Strategic statements 15
b. Temuan
Berdasarkan analisis statistik dapat disimpulkan bahwa keberadaan
kepemilikan manajerial sebelum IPO dan jenis industri berpengaruh
terhadap jumlah pengungkapan voluntary tentang IC, sementara ukuran
dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan.
Tabel 6.23 menunjukkan jumlah total informasi yang mengalami
peningkatan selama periode pengamatan di semua kategori IC.
Peningkatan ini khususnya didominasi oleh kategori karyawan,
pernyataan strategik, dan R&D.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
174 dan Kinerja Organisasi
D. ICD-Indonesia
ICD-In (Intellectual Capital Disclosure Indonesia) dikembangkan
oleh Ulum (2015). ICD-In adalah jumlah pengungkapan informasi
tentang IC yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. ICD-In
adalah hasil modifikasi skema yang dibangun oleh Guthrie et al. (1999)
- yang merupakan pengembangan dari definisi IC yang ditawarkan
oleh Sveiby (1997) - yang juga digunakan oleh Brennan (2001). Modifikasi
dilakukan dengan menambahkan beberapa item yang diatur dalam
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang
Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam
skema ini, IC dikelompokkan dalam 3 kategori yang terdiri dari 36 item
- 3 kategori dan 36 item yang dimaksud adalah sebagai berikut:
kategori human capital 8 item; structural capital 15 item; dan relational
capital 13 item -, 15 diantaranya adalah item modifikasi, diberi
kode (M). Berikut ini adalah daftar komponen IC dalam framework
ICD-In yang digunakan dalam penelitian ini:
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 175
Referensi
BAB VII
185
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
186 dan Kinerja Organisasi
a. Hasil Penelitian
Data Bank Indonesia yang secara resmi dipublikasi pada Pebruari
2007 menunjukkan bahwa sistem perbankan Indonesia terdiri dari
enam (6) jenis bank, yaitu: Bank Persero (5), BUSN Devisa (35), BUSN
Non-Devisa (36), BPD (26), Bank Campuran (17), dan Bank Asing
(11). Gambar 7.1 menunjukkan komposisi jumlah masing-masing
jenis bank di Indonesia.
Keterangan Singkatan:
- OP : Operating Profit
- EC : Employee Costs
- D : Depreciation
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 199
- A : Amortisation
- M-VAIC : Modified VAIC
- ICE : Intellectual Capital Efficiency
- HCE : Human Capital Efficiency
- SCE : Structural Capital Efficiency
- RCE : Relational Capital Efficiency
- CEE : Capital Employed Efficiency
- VA : Value Added
- HC : Human Capital; seluruh beban dan biaya terkait kompensasi
dan pengembangan karyawan
- SC : Structural Capital; VA - HC
- RC : Relational Capital; kos pemasaran
- CE : Capital Employed; nilai buku dari total.
Tabel 7.19 Mean of HC, SC, RC, CE, and VA (dalam jutaan Rupiah)
2009 2010 2011 2012
HC 1,109,297.10 1,277,234.00 1,391,169.61 1,678,457.31
SC 1,421,147.10 2,054,545.61 2,535,499.39 2,935,841.19
RC 108,830.00 139,112.45 139,545.13 150,988.00
CE 6,537,039.31 7,989,524.81 11,549,977.53 13,729,594.02
VA 2,530,444.21 3,331,779.61 3,926,669.00 4,614,298.51
Note: Bank codes based on the code that formally used in the Indonesia Stock
Exchange. The list of abbreviations code of banks is presented in the appendix
at the end of the paper.
Note: Bank codes based on the code that formally used in the Indonesia Stock
Exchange. The list of abbreviations code of banks is presented in the appendix
at the end of the paper.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
202 dan Kinerja Organisasi
Note: Bank codes based on the code that formally used in the Indonesia Stock
Exchange. The list of abbreviations code of banks is presented in the appendix
at the end of the paper.
tahun. Nilai R-square untuk tahun lag 1 tahun adalah 0.687, 0.556
untuk lag 2 tahun, dan 0.588 untuk lag 3 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa kekuatan IC (VAIC) dalam menjelaskan variabel kinerja masa
depan adalah sebesar 68.7 persen (lag 1 tahun), 55.6 persen (lag 2
tahun), dan 58.8 persen (lag 3 tahun). Sementara untuk ROGIC
(pertumbuhan IC), penelitian ini memberikan bukti bahwa tidak
satupun model yang menunjukkan nilai path yang signifikan antara
ROGIC dan PERF. Hal ini mengindikasikan tidak adanya pengaruh
ROGIC terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan.
Referensi
BAB VIII
233
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
234 dan Kinerja Organisasi
a. Hipotesis
H1. Industry differences. Dalam hal pengungkapan informasi
tentang IC, tidak ada hubungan antara perusahaan-perusahaan
dalam industri yang berteknologi tinggi (IT dan bioteknologi),
perusahaan manufaktur tradisional, dan perusahaan-perusahaan
komersial.
H2. Managerial ownership. Tidak ada hubungan antara jumlah
pengungkapan informasi tentang IC dan keberadaan kepemilikan
manajerial (managerial ownership) sebelum IPO.
H3. Company size. Tidak ada hubungan antara jumlah pengungkapan
informasi tentang IC dan ukuran perusahaan.
H4. Company age. Tidak ada hubungan antara jumlah pengungkapan
informasi tentang IC dan umur perusahaan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
248 dan Kinerja Organisasi
b. Desain/Methodologi
Penelitian ini menggunakan content analysis untuk mengukur
pengungkapan IC di dalam masing-masing prospektus dan analisis
statistik untuk menguji apakah terdapat hubungan antara
pengungkapan IC dan jenis perusahaan, kepemilikan manajerial
(managerial ownership) sebelum IPO, ukuran dan umur perusahaan.
Luasnya pengungkapan dikuantifikasi sebagai persentase dari item-
item informasi yang ditemukan di dalam prospektus. Dengan kata
lain, prospektus IPO diberi poin 1 jika item indeks yang ditetapkan
ditemukan di dalam prospektus, dan jika tidak ditemukan maka
tidak ada poin. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
(Σ d /M) x 100%
m
Score = i
i=1
c. Temuan
Berikut adalah hasil analisis regresi penelitian ini:
Disclosure (Yt) = 3.48 + 2.08*t - 6.25*D*t + εt
T-test values : (7.00) (-2.47)
where : D = 0 (t = 1990 - 1999) and D = 1 (t = 2000-2001)
H1. Industry differences
Variabel independen "tipe teknologi" berpengaruh signifikan
terhadap luasnya pengungkapan, perusahaan-perusahaan dengan
teknologi tinggi (high-tech companies) mengungkapan hampir
dua kali lipat (31.7%) jumlah informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan-perusahaan dengan teknologi rendah (low-tech
companies) (16.4%). Hasil ini tidaklah mengherankan karena
memang dari awal, kategori industri telah dikelompokkan terkait
dengan karakteristik ini.
H2. Managerial ownership
Keberadaan kepemilikan manajerial sebelum IPO juga ditemukan
memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah pengungkapan.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 249
(Σ )
m
Score = di/M x 100%
i=1
a. Analisis data
Data yang terkumpul dalam penelitian dianalisis dengan
menggunakan korelasi bivariat dan regresi linier, dengan sorfware
SPSS Versi 14.0. Berikut adalah model regresi yang digunakan:
ICDI Index = λj + β1% Top20Shj β2 In Leveragej + β3 In Agej
+ β4 In% Indepj + β5 In MarkCapj + ηj
b. Temuan
Pemicu utama pengungkapan IC adalah board independence,
firm age, leverage dan firm size. Analisis multiple regresi
mendemonstrasikan bahwa board independence, leverage dan size
berhubungan signifikan dengan tingkat pengungkapan IC. Regresi
dengan menggunakan variabel control perusahaan besar
(large-sized) dan perusahaan kecil (small-sized) menunjukkan
bahwa pengungkapan IC hanya dipicu oleh board independence
dan leverage dalam perusahaan besar. Sementara untuk kasus
perusahaan kecil tidak menunjukkan adanya hubungan ini.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
252 dan Kinerja Organisasi
a. Hipotesis
H1: Size perusahaan berpengaruh terhadap praktek pengungkapan
intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan publik.
H2: Leverage berpengaruh terhadap terhadap praktek pengungkapan
intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan publik.
H3: Jenis Industri berpengaruh secara signifikan terhadap praktek
pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan publik
H4: Umur perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
praktek pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan publik.
Referensi
Bibliography
273
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
274 dan Kinerja Organisasi
Index
A C
Agency Theory, 22, 45 Capital employed, 190, 199
AICPA, 2 Content analysis, 234, 237
AIMR, 2 Classification of Resources,110
Akuntansi, 1, 8, 45, 52, 79, 104, Competence, 93, 110, 125, 161, 242
119, 141, 185, 237 Contingency Theory, 22, 54
Analisis isi, 176, 237 Creswell, 21
Annual report, 154, 223, 238 Customer capital, 28, 29, 83, 93, 123
Aset, 1, 36, 81, 234, 257
Aset takberwujud, 81, 134, 257
D
Deegan, 35, 46
B
Balanced Scorecard, 75, 95, 96
E
Eny Suprapti, 253
Bapepam-LK, 143, 180
Extended VAIC Plus (E-VAIC Plus),
Barney, 25, 218, 258
127
Best Practice Index, 187
External structure, 125, 128, 146
Bontis, 3, 28, 218
Bukh, 141, 170 F
Brand recognition, 151, 161 FASB, 2
285
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
286 dan Kinerja Organisasi
W
Watts, 36, 47, 71
Wernerfelt, 22, 72, 219
White, 233, 254, 272
Williams, 236, 268
Z
Zimmerman, 36, 45, 71
Lampiran 289
Lampiran
289
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
290 dan Kinerja Organisasi
Lampiran 2
A. Informasi Umum
INTELLECTUAL CAPITAL seringkali diartikan sebagai selisih antara
nilai pasar perusahaan dengan replacement cost aktiva yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perbedaan ini (seringkali positif)
dapat didiskripsikan sebagai 'Hal-hal yang tidak dapat secara
normal ditempatkan di label harga' seperti keahlian, pengetahuan,
dan kemampuan 'learning organizational' perusahaan.
Terdapat tiga (3) elemen yang diajukan sebagai penggerak
INTELLECTUAL CAPITAL, yaitu; 1) Human Capital, 2) Structual
Capital, dan 3) Customer Capital. Human Capital didefinisikan sebagai
kemampuan kolektif perusahaan untuk mengekstraksi solusi terbaik
dari pengetahan yang dimiliki individu-individu (karyawan) dalam
perusahaan. Structural Capital dipahami sebagai kemampuan
organisasional perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Sedangkan Customer Capital merujuk kepada kepuasan konsumen
dan loyalitas mereka terhadap organisasi.
B. Item-item Kuesioner
53 item berikut ini merujuk kepada Intellectual Capital. Mohon
untuk memberikan respon yang MEREPRESENTASIKAN organisasi
Anda, bukan yang seharusnya!.
Pastikan untuk menjawab seluruh pernyataan dengan menuliskan
angka (1-7) sesuai respon yang paling tepat berdasarkan apa yang
Anda rasakan tentang pernyataan tersebut pada file "jawaban
responden". (1 = sangat tidak setuju, 7 = sangat setuju).
Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat Sangat
Tidak Setuju
Setuju
C. Item-item Kuesioner
Anda dimohon untuk menjawab item-item berikut ini terkait
dengan kinerja organisasi Anda “relatif terhadap para pesaing
dalam industri yang sama beberapa tahun terakhir”. Pastikan
untuk menjawab seluruh pernyataan dengan menuliskan angka
(1 - 10) sesuai respon yang paling tepat. (1 = bottom decile, 10 =
top decile).
Lampiran 297
D. Identitas Responden
Mohon berkenan untuk melengkapi isian di bawah ini untuk
kepentingan administratif dan komparatif. Isian Anda dijamin
kerahasiaan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
Nama (optional)
Jenis Kelamin Pria/Wanita *)
Usia Tahun
Masa Kerja Tahun
Nama Organisasi/Perusahaan
Jenis Industri Jasa/Manufaktur/Perdagangan *)