Anda di halaman 1dari 323

REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SURAT PENCATATAN CIPTAAN


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang tentang perlindungan ciptaan di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra (tidak melindungi hak kekayaan intelektual lainnya), dengan ini menerangkan
bahwa hal-hal tersebut di bawah ini telah tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan:

I. Nomor dan tanggal permohonan : EC00201700015, 6 Januari 2017


II. Pencipta
Nama : Dr. Ihyaul Ulum, S.E, M.Si., Ak., CA.
Alamat : JL. Raya Apel 42 RT.005 RW.001 Kelurahan Sumbersekar,
Kecamatan Dau, Malang, JAWA TIMUR, 65151
Kewarganegaraan : Indonesia
III. Pemegang Hak Cipta
Nama : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Alamat : Jalan Raya Tlogomas No. 246 Malang , Malang, JAWA
TIMUR, 65144
Kewarganegaraan : Indonesia
IV. Jenis Ciptaan : Buku
V. Judul Ciptaan : Intellectual Capital (Model Pengukuran, Framework
Pengungkapan, dan Kinerja Organisasi)
VI. Tanggal dan tempat diumumkan : 1 Agustus 2016, di Malang
untuk pertama kali di wilayah
Indonesia atau di luar wilayah
Indonesia
VII. Jangka waktu perlindungan : Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut
pertama kali dilakukan Pengumuman.
VIII. Nomor pencatatan : 01296

Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam Daftar Umum Ciptaan bukan merupakan
pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat. Menteri
tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang
terdaftar. (Pasal 72 dan Penjelasan Pasal 72 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)

a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL
u.b.
DIREKTUR HAK CIPTA DAN DESAIN INDUSTRI

Dr. Dra. Erni Widhyastari, Apt., M.Si.


NIP. 196003181991032001
i

INTELLECTUAL CAPITAL:
Model Pengukuran, Framework
Pengungkapan & Kinerja Organisasi

Dr. Ihyaul Ulum, SE., M.Si., Ak., CA.

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
ii dan Kinerja Organisasi

INTELLECTUAL CAPITAL:
Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
& Kinerja Organisasi
Hak Cipta © Dr. Ihyaul Ulum, SE., M.Si., Ak., CA., 2017
Hak Terbit pada UMM Press

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang


Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144
Telepon: 0877 0166 6388, (0341) 464318 Psw. 140
Fax. (0341) 460435
E-mail: ummpress@gmail.com
http://ummpress.umm.ac.id
Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia)
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)

Cetakan Pertama, Januari 2015


Cetakan Kedua, Agustus 2016
Cetakan Ketiga, Desember 2017

ISBN : 978-979-796-157-2

xxiv; 297 hlm.; 16 x 23 cm

Setting Layout : Septian R.


Cover : Ridlo S.

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak


karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk
fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. Pengutipan harap
menyebutkan sumbernya.
iii

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
iv dan Kinerja Organisasi
v

Moto & Persembahan

Motto:
- Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu (QS. Al-Baqoroh: 216).
- Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya (QS. Al-Baqoroh: 286).
- Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
sesama (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni).

Kupersembahkan karya ini buat:


- Almarhum bapak (Mundzir) yang telah berpulang ke haribaan-
NYA sejak tahun 1987, al-faatihah;
- Ibuku yang luar biasa tangguh (Muliyathun) di Paciran-Lamongan.
Terima kasih untuk segala kerja keras dan doa-doa yang tiada putus;
- Bapak ibu mertua (H. Umar Buang & Hj. Wakina) di Purwodadi.
Terima kasih untuk dukungan dan do'a yang tak berakhir;
- Istriku (Nining Fadliyah) dan 2 bidadari kecilku (Najwa Ihfada NA.
& Kyla Ihfada MA.). Terima kasih untuk pengertian dan
pengorbanannya, untuk waktu yang terenggut;
- Bapak ibu guru, ustadz/ustadzah, kiyai, dan dosen-ku yang menjadi
pembuka pintu hidayah dan pengetahuan.

v
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
vi dan Kinerja Organisasi
vii

Pengantar Penulis

Puji syukur yang teramat dalam saya haturkan ke hadirat Allah


SWT. atas percikan kasih dan limpahan rahmat, taufiq, hidayah, dan
ma'unah-Nya sehingga buku dengan judul "INTELLECTUAL
CAPITAL; Model Pengukuran, Framework Pengungkapan, dan Kinerja
Organisasi" ini dapat terselesaikan. Sungguh tiada daya dan upaya
sedikitpun tanpa pertolongan dan kehendak-Nya. Tiada kekuatan
dan kemampuan untuk melewati setiap bab dalam buku ini tanpa
hidayah dan ma'unah-Nya.
Selanjutnya, do'a sholawat dan salam ta'dzim semoga senantiasa
melimpah ke pangkuan Nabi Agung Muhammad SAW., Rasul akhir
zaman, penutup para Nabi, pendobrak kebekuan tauhid, pelindung
anak yatim, revolusioner sejati dalam memperjuangkan kesetaraan
gender, uswatun hasanah di tengah kebobrokan akhlak. Beliaulah
Rasul yang kemuliaan akhlaknya dibicarakan para malaikat dan
dipuji oleh Allah SWT.
Buku ini disusun dengan semangat untuk meng-Indonesia-kan
isu tentang intellectual capital (IC). Secara internasional, kajian
tentang IC telah mulai berkembang sejak akhir tahun 1990-an. Area
yang menjadi fokus perhatian adalah tentang bagaimana
mendefinisikan, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyajikannya.
Pada bab III dan IV buku ini menyajikan sejumlah pengertian,
pengklasifikasian, dan kerangka kerja dari IC.

vii
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
viii dan Kinerja Organisasi

Pada bab II, buku ini menyajikan reviu atas beberapa teori dasar
yang sering dijadikan pijakan dalam penelitian-penelitian tentang
IC. Di antara teori-teori yang dibahas dalam bab ini antara lain:
Teori Berbasis Sumber Daya (Resource-Based Theory), Teori
Pensinyalan (Signaling Theory), Teori Pemangku Kepentingan
(Stakeholder Theory), Teori Legitimasi (Legitimacy Theory), Teori
Keagenan (Agency Theory), Teori Ekonomi Politik (Political Economy
Theory), dan Teori Kontinjensi (Contingency Theory).
Bab V dan VI buku ini membahas tentang pengukuran kinerja IC
(ICP) dan kerangka kerja pengungkapan IC (ICD). Model pengukuran
kinerja IC yang disajikan pada bab V antara lain Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC™), Extended VAIC™ Model, Modified
VAIC (MVAIC), Extended VAIC™ Plus, dan iB-VAIC. Sementara
framework pengungkapan IC yang dibahas pada bab VI adalah
framework 24, 58, 78, dan 36 item. Pada bagian ini, juga disajikan
sejumlah penelitian empiris yang menggunakan masing-masing
framework.
Dua bab selanjutnya (bab VII dan VIII), didiskusikan penelitian-
penelitian empiris tentang ICP dan ICD dalam kaitannya dengan
kinerja organisasi, baik kinerja keuangan maupun kinerja pasar.
Khusus topik tentang ICD, disajikan penelitian-penelitian empiris
tentang pemicu (drivers) dari pengungkapan IC (misalnya karakteristik
perusahaan dan good governance), hubungan antara ICD dengan
cost of capital, dan hubungan antara ICD dengan kinerja organisasi.
Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya (harus) saya sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan buku
ini, baik langsung maupun tida langsung, terutama kepada:
1. Pimpinan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengembangkan
diri dalam banyak hal.
2. Pimpinan Universitas Diponegoro Semarang yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk meningkatkan
kapasitas akademik di level S2 dan S3.
3. Prof. Dr. H. Imam Ghozali, M.Com., Akt., CA., pembimbing dan
promotor saya saat menempuh S2 dan S3 di Unidp yang telah
berkenan memberikan kata pengantar (prolog) untuk buku ini.
Pengantar Penulis ix

Beliau adalah sosok yang sangat menginspirasi, pembimbing yang


sangat membantu, selalu ada solusi dari 'masalah' dalam
penelitian. Semoga beliau selalu diberikan kesehatan untuk
terus bisa berbagi.
4. Dr. Agus Puwanto, M.Si., Akt., CA. yang berkenan memberikan
'testimoni' untuk buku ini. Terima kasih juga untuk segala arahan
dan diskusinya yang hangat selama proses penyusunan buku ini.
5. Dosen-dosen di Magister Akuntansi dan PDIE Undip. Terima kasih
untuk kebersahajaan dan kehangatannya yang kadang sulit
dijumpai di kampus-kampus lain.
6. Buat istri (Nining Fadliyah) dan dua putri saya (Najwa Ihfada
NA., dan Kyla Ihfada MA.) yang harus merelakan sebagian besar
waktu untuk proses studi. Bapak (almarhum Mundzir) dan ibu
(Muliyathun) serta saudara-saudara di Paciran, Lamongan atas
dukungan do'anya yang tiada putus. Bapak ibu mertua di
Purwodadi, Grobogan (H. Umar Buang & Hj. Wakina) atas segala
bantuan, fasilitas, dan do'a-do'anya.
7. Teman-teman seperjuangan PDIE Undip angkatan 2012 atas
pertemanan, keakraban, persahabatan, dan semua hal yang
terbangun selama ini. Terkhusus, terima kasih buat Pak Rahmad
Wijaya, sahabat se-institusi, teman se-kos, kolega yang sangat
membantu. Manatap Berliana Lumban Gaol, sahabat se angkatan
di PDIE dan juga di PPAk yang 'setia' berangkat dan pulang bareng.
Terima kasih juga buat teman-teman diskusi lainnya: mas Lalu Edi,
Kardison, Suwignyo, Soni Agus, Samsul Ulum, Anne Putri, Indayani,
Dona, Ratih, Gowon, pak Kusmayadi, bang Aris Tanno, bunda
Ratna, mbak Ade Irma, pak Bambang, mas Boy Papua, mas Muhsin
& mbak Nita, serta pak Akmal. Terima kasih juga buat 'adik-adik'
tingkat yang banyak membuka ruang diskusi: bu Ida Hidayanti,
Berta, Ivonne, mas Jasanta, mas Nur Yakin, dll.
8. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabat-
sahabat dan kolega di Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik
(FDASP) yang banyak memberikan spirit kebersamaan dan kerja
keras: Prof. Indra Bastian, Ph.D., Prof. Abd. Halim (UGM), Ph.D,
Prof. Tjiptohadi Sawarjuwono, Ph.D., CPA. dan bunda Dr. Elia
Mustikasari (UA), pakde Haryono (Untan), Moh. Mahsun, CPA. (STIE
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
x dan Kinerja Organisasi

WW Jokja), bunda Prof. Dr. Erlina Roesli (USU Medan), bunda Dr.
Nunuy Alifah (Unpad), bang Dr. Rasuli (Univ. Riau), kang Dr. Heru
(univ. Bengkulu/President Univ.), om-Pidt Icuk RB (Unsoed), pak
Bambang Kesit (UII), Dr. Indrawati (UPN Veteran Surabaya), kang
Novi (Univ. Mercubuana Jakarta), dll.
9. Tidak lupa, sahabat-sahabat dan kolega di FEB UMM. Pak Dhaniel
Syam yang selalu memberikan dukungan untuk segera selesai, pak
Dr. Ahmad Juanda yang telah berkenan menjadi kawan diskusi di
sela-sela kesibukan yang sangat padat, terima kasih inspirasinya
yang sering kali tak terduga.
Saya paham dan sangat menyadari bahwa tidak ada karya
tulis yang sempurna, tanpa cela, tiada cacat tiada salah. Oleh
karena itu, saya membuka ruang untuk berdiskusi, serta menerima
berbagai kritik dan saran terkait buku ini melalui media email
(mas_ulum@yahoo.com atau ihyaul@umm.ac.id atau
ihyaul.ulum5@gmail.com), FB, Academia, & Google Scholar (Ihyaul
Ulum), twitter (@cak_lum), dan atau melalui website (blog) di:
http://ihyaul.staff.umm.ac.id. Jika Allah mengijinkan, saya akan
dengan sangat senang hati menjawab setiap sapaan.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, saya
persembahkan buku ini kepada dunia ilmu pengetahuan. Semoga
dapat memberikan sedikit warna dan menambah khazanah tentang
sebuah trend baru, intellectual capital. Kebenaran dan kesempurnaan
adalah miliki ALLAH, segala bentuk kesalahan terkait konsep,
interpretasi, diksi, maupun redaksional adalah tanggung jawab dan
milik saya.

Terima kasih.
Billahittaufiq Wal Hidayah.

Malang, Agustus 2016


Penulis,

Dr. Ihyaul Ulum, SE., M.Si., Ak., CA.


xi

Prolog: Intellectual Capital Adalah


Akuntansi

Mengawali pengantar ini, saya ingin mengucapkan Selamat


kepada mas Ulum atas terbitnya buku yang menjadi prasyarat untuk
ujian Promosi Doktor di PDIE Universitas Diponegoro ini. Tentu tidak
mudah untuk menulis buku di tengah-tengah proses menyusun
disertasi dan dalam waktu yang relatif cepat. Setahu saya, ini adalah
buku kedua yang ditulis mas Ulum selama menempuh program
Doktor di Undip. Buku pertama tentang EndNote yang menjadi
rujukan dalam melakukan sitasi dan menyusun bibliografi.
Di Undip, kajian tentang intellectual capital (IC) mulai marak
sejak tahun 2006an, baik untuk riset-riset skripsi maupun thesis
Magister Akuntansi. Awalnya, muncul keraguan tentang
'ke-Akuntansi'-an' dari IC. Namun buku mas Ulum ini telah sukses
meyakinkan bahwa IC adalah Akuntansi. Pembahasan di Bab VII
dengan sangat jelas menyajikan data artikel-artikel IC di jurnal
internasional yang dikenal sebagai jurnal akuntansi, misalnya:
Accounting Auditing and Accountability Journal, European Accounting
Review, Accounting Organizations and Society, Australian Accounting
Review, British Accounting Review, dan Critical Perspectives on
Accounting. Meskipun jumlahnya masih rendah (hanya 3,4% dari
total artikel), namun hal ini cukup membuktikan bahwa IC adalah
salah satu topik riset akuntansi.
Secara khusus, Indra Abeysekera, dosen senior bidang Akuntansi
di University of Sydney, pada tahun 2008 memublikasikan buku

xi
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xii dan Kinerja Organisasi

dengan judul Intellectual Capital Accounting. Buku ini sesungguhnya


adalah laporan penelitian yang ia lakukan untuk menganalisis
pelaporan IC (intellectual capital reporting) pada 30 perusahaan
yang terdaftar di the Colombo stock exchange (CSE) yang dipilih
berdasarkan kapitalisasi pasarnya. Sekali lagi, buku ini menegaskan
bahwa IC merupakan bidang kajian akuntansi.
Sebelumnya, pada tahun 2005, Baruch Lev (New York University),
Leandro Cañibano (Autonomous University of Madrid), dan Bernard
Marr (Cranfield School of Management) juga menulis satu chapter
berjudul 'An Accounting Perspective on Intellectual Capital' yang
merupakan bagian dari buku berjudul Perspective on Intellectual
Capital. Dalam chapter ini, mereka menjabarkan tentang IC dan
intangible assets (IA), termasuk tentang standar-standar akuntansi
yang mengatur IA. Chapter ini, sekali lagi, meyakinkan bahwa topik
IC adalah bagian dari kajian Akuntansi.
Buku ini membahas dari A sampai Z tentang topik intellectual
capital. Selain menyajikan informasi umum tentang IC, buku ini juga
membahas beberapa model pengukuran kinerja IC. Menariknya,
dari model-model yang disajikan pada Bab V tersebut, sebagian
adalah modifikasi asli dari penulis. Misalnya, iB-VAIC yang merupakan
modifikasi dari model VAIC-nya Pulic (1998, 1999) yang disesuaikan
dengan akun-akun laporan keuangan perbankan syariah di Indonesia.
Kemudian, MVAIC (Modified VAIC) yang dihasilkan dari proses
penyusunan disertasi merupakan modifikasi VAIC dengan
menambahkan satu ukuran baru terkait dengan relational capital
yang sebelumnya tidak ada dalam modelnya Pulic. Terakhir, mas
Ulum juga menawarkan model pengukuran kinerja IC yang lebih
komprehensif, yaitu "Extended VAIC Plus" yang 'merevisi' modelnya
Nazari dan Herremans (2007).
Di Bab VI, buku ini menyajikan beberapa kerangka kerja
(framework) pengungkapan IC. Satu dari beberapa framework
yang dibahas pada bab ini adalah framework 36 yang merupakan
kerangka kerja pengungkapan IC dengan 'rasa' Indonesia karena
dibangun berdasarkan regulasi penyampaian laporan tahunan bagi
perusahaan-perusahaan publik di Indonesia. Framework ini adalah
salah satu orisinalitas yang ditemukan mas Ulum dalam proses
menyusun disertasi.
Prolog: Intellectual Capital Adalah Akuntansi xiii

Terlepas dari itu semua, satu hal yang lebih menarik dari buku
ini adalah disajikannya sejumlah riset empiris tentang IC, kinerja IC,
dan pengungkapan IC. Kajian atas penelitian-penelitian terdahulu
ini mampu membangun state of the art dari bidang kajian yang
disajikan. Ditambah dengan fondasi teori-teori yang sering menjadi
dasar dalam penelitian-penelitian IC (Bab II).
Catatan saya dari buku ini adalah, gaya bahasanya yang kental
nuansa akademis. Hal ini membuat buku ini menjadi sangat
segmented, hanya para akademisi yang dapat membaca dan
memahaminya. Gaya penuturan dalam buku ini cukup berbeda dari
buku mas Ulum sebelumnya. Buku EndNote, baik edisi 1 maupun 2
ditulis dengan bahasa yang mengalir seperti obrolan. Mungkin
memang sengaja buku ini didesain untuk kalangan tertentu, tidak
dibuat dalam format buku populer.
Mengakhiri pengantar ini, saya ingin meyakinkan bahwa buku
ini layak menjadi salah satu rujukan dalam kajian-kajian tentang IC.
Buku ini cocok sebagai bahan bacaan mahasiswa S1, S2, bahkan S3
yang tertarik untuk meneliti tentang IC yang masih sangat terbuka
ide-idenya. Selain mahasiswa akuntansi, mahasiswa manajemen dan
teknik industri juga perlu membaca buku ini karena IC cukup dekat
dengan topik knowledge management. Para praktisi perusahaan
juga perlu membaca buku ini sebagai referensi untuk mengelola
organisasi. Semoga buku ini bermanfaat.

Semarang, Agustus 2016

Prof. Imam Ghozali, Ph.D., M.Com., Akt., CA.


Guru Besar Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xiv dan Kinerja Organisasi
xv

Daftar Isi

MOTO & PERSEMBAHAN • v


PENGANTAR PENULIS • vii
PROLOG: PROF. DR. IMAM GHOZALI • xi
DAFTAR ISI • xv
DAFTAR TABEL • xix
DAFTAR GAMBAR • xxiii

BAB 1 PENDAHULUAN • 1
A. Tumbuh-kembang Intellectual Capital • 5
B. Studi Pendahuluan: Masih Ada Gap • 8
Referensi • 11

BAB 2 GRAND THEORIS • 21


A. Resource-Based Theory (RBT) • 22
B. Teori Pensinyalan (Signaling Theory) • 30
C. Stakeholder Theory • 35
D. Legitimacy Theory • 39
E. Agency Theory • 45
F. Political Economy Theory (PET) • 49
G. Contingency Theory • 52
Referensi • 62

xv
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xvi dan Kinerja Organisasi

BAB 3 INTELLECTUAL CAPITAL • 73


A. Definisi Intellectual Capital • 74
B. Klasifikasi/Komponen Intellectual Capital • 83
Referensi • 88

BAB 4 FRAMEWORK INTELLECTUAL CAPITAL • 93


A. Balanced Scorecard • 96
B. Value Platform • 109
C. Classification of Resources • 110
D. Intangible Asset Monitor • 112
E. Skandia Value Scheme • 113
F. Three Categories of 'Knowledge' • 113
Referensi • 115

BAB 5 PENGUKURAN KINERJA INTELLECTUAL CAPITAL (ICP) • 117


A. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) • 119
B. Extended VAIC™ Model • 122
C. Modified VAIC (MVAIC) • 124
D. Extended VAIC™ Plus • 127
E. iB-VAIC • 131
Referensi • 137

BAB 6 FRAMEWORK PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL • 141


A. Framework 24 • 145
B. Framework 58 • 159
C. Framework 78 • 167
D. ICD-Indonesia • 174
Referensi • 181

BAB 7 INTELLECTUAL CAPITAL DAN KINERJA ORGANISASI • 185


A. ICP - Topik Individual • 187
B. ICP dan Kinerja Keuangan • 202
Daftar Isi xvii

C. ICP dan Kinerja Pasar • 217


D. ICP dan ICD • 222
Referensi • 226

BAB 8 INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE: KAJIAN EMPIRIS • 233


A. ICD - Topik Individual • 237
B. Anteseden/Pemicu (Drivers) ICD • 244
C. ICD dan Kinerja Organisasi • 256
Referensi • 265

BIBLIOGRAPHY • 273
INDEX • 285
LAMPIRAN • 289
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xviii dan Kinerja Organisasi
xix

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Kronologi Kontribusi Signifikan terhadap Pengidentifikasian,


Pengukuran dan Pelaporan IC • 75
Tabel 3.2 Penggunaan Istilah dan Definisi dari IC • 77
Tabel 3.3 Rangkuman Konstruk dan Definisi IC • 80
Tabel 3.4 Perbandingan Konsep IC Menurut Beberapa Peneliti • 81
Tabel 3.5 Ringkasan Komponen Intellectual Capital • 84
Tabel 3.6 Klasifikasi Intellectual Capital • 86
Tabel 3.7 Metode Penilaian dan Pengukuran IC • 87
Tabel 4.1 Kerangka Kerja Pengklasifikasian Intellectual Capital • 95
Tabel 6.1 Komponen ICD 24 Item • 145
Tabel 6.2 Tingkat pentingnya masing-masing kategori IC yang
dipersepsi perusahaan sampel • 147
Tabel 6.3 Statistik Deskriptif • 147
Tabel 6.4 Deskriptif statistik indikator-indikator structural capital
yang dipersepsi oleh perusahaan sampel • 149
Tabel 6.5 Deskriptif statistik indikator-indikator customer capital
yang dipersepsi oleh perusahaan sampel • 150
Tabel 6.6 Penggunaan indikator-indikator IC oleh masing-masing
perusahaan sampel • 150
Tabel 6.7 Profil perusahaan-perusahaan sampel • 152
Tabel 6.8 Jumlah pengungkapan atribut-atribut IC oleh perusahaan
sampel • 153

xix
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xx dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.9 Elemen-elemen IC yang dipilih dalam studi • 155


Tabel 6.10 Descriptive statistics atas sampel perusahaan Australia
dan Hong Kong tahun 2002 • 156
Table 6.11 The two IC elements most disclosed per IC category • 157
Tabel 6.12 Frekuensi pelaporan elemen-elemen IC - Australia • 157
Tabel 6.13 Deskriptif statisktik atas ukuran perusahaan tahun 2002
- Australia • 158
Tabel 6.14 Deskriptif statisktik atas ukuran perusahaan tahun 2002
- Hong Kong • 158
Tabel 6.15 Komponen ICD 58 Item • 159
Tabel 6.16 Frekuensi pengungkapan IC • 162
Tabel 6.17 Mean dan standar deviasi kategori IC yang diungkapkan
berdasarkan tahun • 162
Tabel 6.18 Ringkasan tentang pengaruh jenis industri • 163
Tabel 6.19 Definisi Komponen Pengungkapan Intellectual Capital • 163
Tabel 6.20 The disclosure index (78 items) • 171
Tabel 6.21 The disclosure index • 171
Tabel 6.22 Descriptive statistics • 174
Tabel 6.23 Rata-rata jumlah item yang diungkapkan dalam
prospektus tiap tahun • 174
Tabel 6.24 Komponen ICD 36 Item, Skala, dan Skor Kumulatif • 177
Tabel 7.1 Artikel ICA pada Jurnal Internasional (2000-2009) • 186
Tabel 7.2 Ringkasan Penelitian: Intellectual Capital Performance • 186
Tabel 7.3 Survey of Japanese bank groups (31 March 2001) • 187
Tabel 7.4 Mean size reports of Japanese bank groups • 188
Tabel 7.5 Mean reports of Japanese banks • 188
Tabel 7.6 Number of banks in each category • 189
Tabel 7.7 Structure of Indian commercial banks as at end of March,
2003 (in Rs. crores) • 189
Tabel 7.8 Mean of income and expenses (in Rs. Lakhs) • 190
Tabel 7.9 Mean of HC, CE and VA (in Rs. Lakhs) • 191
Tabel 7.10 Mean of VACE, VAHC and VAIC • 191
Tabel 7.11 Regression results - overall banking sector • 192
Daftar Tabel xxi

Tabel 7.12 Regression results - SBI and Associates • 192


Tabel. 7.13 Regression results - nationalized banks • 192
Tabel 7.14 Regression results - foreign banks • 192
Tabel 7.14 Regression results - private domestic banks • 193
Tabel 7.15 Mean of Income and Expense (in million Rp) • 196
Tabel 7.16 Mean of HC, CE and VA (in million Rp) • 196
Tabel 7.17 Mean of VAHC, VACE and VAIC • 197
Tabel 7.18 Regression result - overall banking sector • 197
Tabel 7.19 Mean of HC, SC, RC, CE, and VA (dalam jutaan Rupiah) • 199
Tabel 7.20 Mean of HCE, SCE, RCE, CEE, and M-VAIV • 199
Tabel 7.21 Hasil Regresi • 200
Tabel 7.22 Top ten skor MVAIC • 201
Tabel 7.23 Bank dengan ketegori 'Top Performers' • 201
Tabel 7.24 Bank dengan kategori 'Bad Performers' • 202
Tabel 7.25 Ringkasan Penelitian: ICP dan Kinerja Keuangan • 204
Tabel 7.26 Descriptive statistics of untransformed variables • 207
Tabel 2.27 Linear multiple regression results • 208
Tabel 7.28 Descriptive statistics for selected variables • 210
Tabel 7.29 Correlation analysis of selected variables • 211
Tabel 7.30 Regression results of firm value model - independent
variable (VAIC) • 211
Tabel 7.31 Regression results of firm value model - independent
variables (components of VAIC) • 211
Tabel 7.32 Regression results of firm value model - independent
variables (components of VAIC, R&D, and advertising
expenditures) • 211
Tabel 7.33 PLS result of H1 • 213
Tabel 7.34 PLS result of H2 • 214
Tabel 7.35 PLS result of H3 • 214
Tabel 7.36 PLS result of H4 • 214
Tabel 7.37 Ringkasan Penelitian: ICP dan Kinerja Pasar • 220
Tabel 7.38 Ringkasan Penelitian ICD: Hubungan ICP dan ICD • 225
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xxii dan Kinerja Organisasi

Tabel 8.1 Penelitian-Penelitian Empiris Tentang (Pengungkapan)


Intellectual Capital • 235
Tabel 8.2 Deskripsi Hasil Penelitian dengan Content Analysis • 236
Tabel 8.3 Ringkasan Penelitian ICD: Luas Pengungkapan Informasi
IC • 238
Tabel 8.4 Overall disclosure scores (descending order) • 239
Tabel 8.5 Disclosure performance of internal capital items • 239
Tabel 8.6 Disclosure performance of external capital attributes • 240
Tabel 8.7 Disclosure performance of human capital attributes • 240
Tabel 8.8 Pengungkapan informasi IC perusahaan telekomunikasi
di Indonesia tahun 2007 dan 2008 • 243
Tabel 8.9 Ringkasan Penelitian: Faktor Pemicu (Driver) ICD • 245
Tabel 8.10 Rata-rata jumlah ICD berdasarkan jenis industri • 249
Table 8.11 Pengukuran variabel dependen, independen, dan kontrol
• 250
Table 8.12 Descriptive statistics of dependent and independent
variables • 252
Table 8.13 Backwards regression analysis of all biotechnology firms
• 252
Table 8.14 Backwards regression analysis of firm size • 253
Tabel 8.15 Hasil Analisis Regresi Ulum et al. (2012) • 255
Tabel 8.16 Ringkasan Penelitian: Pengaruh Intellectual Capital
Disclosure Terhadap Kinerja Organisasi • 261
Tabel 8.17 Sample size based on companies and annual repor • 262
Tabel 8.18 Descriptive statistics of variables for the year 2002 • 263
Tabel 8.19 Descriptive statistics of variables for the year 2006 • 263
Tabel 8.20 Hasil regresi pengaruh ICD terhadap MCAP untuk tahun
2002 • 263
Tabel 8.21 Hasil regresi pengaruh ICD terhadap MCAP untuk tahun
2006 • 264
Tabel 8.22 Market capitalization sebagai fungsi dari IC disclosure • 264
xxiii

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Skema Kategorisasi Sumberdaya dalam RBT • 23


Gambar 2.2 Model Konseptual Barney (1991) • 24
Gambar 2.3 Sumber daya dan keunggulan bersaing • 27
Gambar 2.4 Hubungan antara Heterogenitas Sumberdaya & Immobility,
Value, Rareness, Imperfect Imitability, & Substitutability,
dan Sustained Competitive Advantage • 28
Gambar 2.5 RBV IC Menurut Sonnier (2008) • 29
Gambar 2.6 Signaling Timeline • 31
Gambar 2.7 Financial Accounting Contingency Model • 57
Gambar 2.8 Contextual Contingency Approach to Cross-national
Financial Accounting Research Mode • 59
Gambar 2.9 Accounting Ecology • 60
Gambar 3.1 Isu-isu tentang IC • 76
Gambar 3.2 Akar Konseptual Intellectual Capital • 82
Gambar 4.1 Balanced Scorecard • 97
Gambar 4.2 Balanced Scorecard sebagai suatu Kerangka Kerja
Tindakan Strategis • 100
Gambar 4.3 Value Platform • 110
Gambar 4.4 Classification of resources Menurut Haanes and
Lowendahl • 111
Gambar 4.5 Classification of resources Menurut Lowendahl • 111
Gambar 4.6 The Intangible Asset Monitor Framework • 112

xxiii
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
xxiv dan Kinerja Organisasi

Gambar 4.7 Skandia Value Scheme • 113


Gambar 4.8 Three Categories of 'Knowledge' • 114
Gambar 5.1 Dua Sumber Daya yang Menciptakan Nilai Tambah • 120
Gambar 5.2 Formulasi VAIC • 122
Gambar 5.3 Formulasi MVAIC • 126
Gambar 5.4 Formulasi E-VAIC Plus • 129
Gambar 6.1 Persepsi perusahaan tentang pentingnya masing-masing
kategori IC • 147
Gambar 6.2 Tingkat kepentingan masing-masing kategori IC yang
dipersepsi oleh perusahaan sampel • 148
Gambar 6.3 Tingkat kepentingan masing-masing kategori IC secara
keseluruhan • 149
Gambar 6.4 Jumlah (prosentase) pengungkapan masing-masing
komponen IC oleh perusahaan sampel • 153
Gambar 6.5 Pelaporan kategori IC - Australia • 156
Gambar 6.6 Pelaporan kategori IC - Hong Kong • 156
Gambar 6.7 Persentase Pengungkapan Informasi IC 2006, 2009,
2012 • 178
Gambar 6.8 Pengungkapan IC Berdasarkan Bobot • 179
Gambar 7.1 Jumlah Bank di Indonesia Berdasarkan Jenis • 196
Gambar 7.2 Theoretical framework of research hypotheses • 209
Gambar 7.3 Conceptual model for the research • 212
Gambar 7.4 Conceptual model for the research using PLS • 213
Gambar 7.5 Model Kerangka Pemikiran Teoritis • 215
Gambar 7.6 Output PLS untuk Hipotesis 1 • 216
Gambar 7.7 Output PLS untuk pengujian ulang Hipotesis 1 • 216
Gambar 7.8 Output PLS untuk Hipotesis 2 dan 3 • 217
Gambar 8.1 IC disclosure by categories (frequency) • 240
Gambar 8.2 Persentase Pengungkapan Informasi IC tahun 2006 • 241
Gambar 8.3 Persentase Pengungkapan Informasi IC tahun 2007 • 241
Gambar 8.4 Persentase Pengungkapan Informasi IC tahun 2008 • 242
Gambar 8.5 Model Penelitian Empiris Ulum et al. (2012) • 254
Pendahuluan 1

BAB I

Pendahuluan

T ujuan pelaporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi


yang berguna bagi pengambilan keputusan ekonomi tentang posisi
keuangan dan kinerja perusahaan1. Aturan akuntansi tentang
pengakuan aset menunjukkan bahwa sebagian besar aset
takberwujud tidak dapat dimasukkan ke neraca khususnya jika
mereka dikembangkan secara internal, meskipun secara umum
diterima bahwa investasi pada aset takberwujud (intangible assets)
adalah sumber daya yang penting bagi kinerja masa depan. Semua
biaya yang dikeluarkan untuk mengembangkan aset takberwujud
harus langsung dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
(Marr, 2005). Sementara di sisi lain, pengakuan akan pentingnya
aset takberwujud, terutama intellectual capital (IC)2 dalam upaya

1 Sejak 1973, FASB (Financial Accounting Standards Board) telah menjadi


organisasi swasta yang ditunjuk untuk menetapkan standar akuntansi keuangan
yang mengatur penyusunan laporan keuangan oleh entitas nonpemerintah di
US. Sedangkan IASC (International Accounting Standards Committe) merupakan
badan swasta independen yang dibentuk tahun 1973 yang bertujuan untuk
mencapai keseragaman dalam penggunaan prinsip akuntansi yang dapat
digunakan untuk pelaporan keuangan seluruh dunia.
2 Istilah intellectual assets, intellectual capital, dan intangible assets seringkali
digunakan secara bergantian (Ali et al., 2010) dalam diskursus akademik. Istilah

1
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
2 dan Kinerja Organisasi

menggerakkan nilai perusahaan dan keunggulan kompetitif semakin


meningkat (Bounfour, 2003; Chen et al., 2005; Kehelwalatenna dan
Gunaratne, 2010).
Pada akhir 1980-an, akademisi dan praktisi mulai meningkatkan
perhatian mereka tentang praktik ini, dengan alasan bahwa jika
aturan akuntansi tidak beradaptasi dengan meningkatnya kebutuhan
untuk memberikan informasi yang relevan tentang investasi di IC,
akuntansi akan kehilangan relevansinya (Johnson dan Kaplan, 1987).
Baik organisasi profesional maupun penelitian akademis menekankan
perlunya penyesuaian praktik akuntansi yang ada untuk memberikan
pandangan yang benar dan wajar kepada pemakai tentang posisi
keuangan perusahaan dan kinerja.
AICPA3 dan AIMR4 adalah asosiasi profesional yang menunjukkan
kepeduliannya tentang model pelaporan keuangan. Pada tahun
1991, AICPA membentuk sebuah komite khusus tentang pelaporan
keuangan. Dua tahun kemudian, komite tersebut mempublikasikan
laporannya (AICPA, 1994) yang mengingatkan bahwa sistem akuntansi
telah gagal untuk memenuhi kebutuhan investor dan kreditor dan
bahwa model pelaporan bisnis yang statis tanpa informasi non-
keuangan yang penting akan memiliki konsekuensi berbahaya
(Jenkins, 1994; Upton, 2001).
Publikasi AICPA dan laporan serupa yang diterbitkan oleh AIMR
yang mendorong FASB untuk melakukan sebuah proyek penelitian

knowledge assets sering digunakan oleh para ahli ekonomi, para ahli
manajemen menyebutnya intellectual capital, sementara para akuntan lebih
sering menggunakan kata intangible assets (Kavida dan Sivakoumar, 2008).
Istilah lain yang sering digunakan untuk merujuk pada pengertian intangible
assets misalnya, Invisible assets (Itami, 1991), intellectual capital (Brooking,
1997; Stewart, 1997), immaterial values (Sveiby, 2001), dan intangibles (Lev, 2001).
3 Didirikan pada tahun 1887, AICPA (The American Institute of Certified Public
Accountants) merepresentasikan profesi CPA nasional terkait pembuatan aturan
dan penetapan standar. AICPA mengembangkan standar audit perusahaan
swasta dan jasa lainnya oleh CPA, memberikan materi bimbingan pendidikan
kepada anggotanya, dan monitor serta menegakkan ketentuan sesuai dengan
standar teknis dan etika profesi.
4 AIMR (the Association for Investment Management and Research) adalah
asosiasi untuk manajemen investasi dan penelitian.
Pendahuluan 3

yang difokuskan pada peningkatan pelaporan bisnis pada tahun


1998. Hasilnya, FASB menerbitkan beberapa laporan 5 yang
menekankan pentingnya pengungkapan sukarela informasi tentang
aset takberwujud (Lev et al., 2005). Pada Oktober 2001, FASB memulai
sebuah proyek tentang pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)
informasi terkait aset takberwujud (Marr, 2005).
Upaya untuk dapat mengidentifikasi dan melaporakan aset
takberwujud terus dilakukan melalui berbagai kajian akademik.
Pada tahun 1999 misalnya, OECD6 menyelenggarakan sebuah
simposium internasional yang digelar di Amsterdam, Belanda.
Simposium tersebut menyajikan sejumlah hasil kajian tentang
pengukuran dan pelaporan aset takberwujud, termasuk IC dari
berbagai negara (lihat misalnya: Andriessen et al., 1999; Guthrie et
al., 1999; Hoogendoorn et al., 1999; Johanson et al., 1999b). Namun,
sampai pada titik ini belum dihasilkan titik temu tentang bagaimana
mencatat, mengukur, dan melaporkan IC. Sejumlah ahli dalam
forum tersebut lebih banyak menawarkan alternatif pendekatan
untuk bisa mengukur dan melaporkan IC, di luar format laporan
keuangan.
Istilah IC menekankan kombinasi antara intelektualitas dan modal
untuk menunjukkan pentingnya pengetahuan (Serenko dan Bontis,
2013). Selama ini, perusahaan lebih mengkonsentrasikan aktivitas
manajemennya pada aset berwujud dan keuangan (Bellora dan
Guenther, 2013), namun belakangan perhatian mereka mulai meluas
ke masalah aset takberwujud seperti human capital dan innovation
capital (Lev, 2001; OECD, 2010). Ketika perusahaan bicara tentang
laporan IC (IC statements), mereka sesungguhnya mengekspresikan
ketertarikan mereka dalam mengendalikan dan mengelola

5 Laporan FASB inilah yang kemudian menjadi semacam model bagi institusi
yang lain untuk mulai mengembangkan suatu format pelaporan dan
pengungkapan informasi IC.
6 OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) secara resmi
lahir pada tanggal 14 Desember 1960 yang merupakan lanjutan dari
Organisation for European Economic Cooperation (OEEC). Awalnya, OEEC
didirikan pada tahun 1948 untuk rekonstruksi benua Eropa yang porak-poranda
akibat perang.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
4 dan Kinerja Organisasi

perusahaan. Dalam prakteknya, menurut Mouritsen et al. (2001), IC


adalah tentang aktivitas manajer yang dapat diatribusikan dalam
upaya atas nama pengetahuan. Aktivitas-aktivitas tersebut seringkali
terkait dengan pengembangan karyawan, restrukturisasi organisasi,
dan pengembangan aktivitas pemasaran.
IC seringkali dirujuk sebagai selisih antara nilai pasar dan nilai
buku perusahaan, dimana nilai ini dipengaruhi oleh pengembangan
IC perusahaan (Mouritsen et al., 2001). Jadi, jika perusahaan ingin
meningkatkan nilai pasar sahamnya, maka penting bagi perusahaan
untuk mengelola dan mengungkapkan IC-nya (Dumay, 2012).
Di Indonesia, secara implisit IC telah diakui dan dibahas dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 19 (revisi 2010)
tentang aset takberwujud yang merupakan adopsi dari International
Accounting Standard (IAS) 38 tentang intangible assets. Di dalam
standar tersebut, IC tidak disebut secara eksplisit, namun komponen-
komponen IC (misalnya goodwill) dijabarkan bagaimana perlakuan
akuntansinya. Namun demikian, PSAK 19 (revisi 2010) tidak mengatur
seluruh komponen IC. Bahkan, menurut standar ini, goodwill yang
dihasilkan secara internal tidak dapat diakui sebagai goodwill. Terkait
dengan hal ini, PSAK 22 (revisi 2010) tentang kombinasi bisnis yang
merupakan adopsi dari IFRS 3 tentang business combination
menyatakan bahwa goodwill yang muncul dari akuisisi tidak lagi
boleh diamortisasi melainkan harus dikenai uji penurunan nilai
setiap tahun dengan cara pengujian yang dijelaskan dalam PSAK 48
(Revisi 2009) tentang penurunan nilai aset.
PSAK 19 (revisi 2010) menyebutkan bahwa aset takberwujud
diakui jika dan hanya jika (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012a): 1)
kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis
masa depan dari aset tersebut, dan 2) biaya perolehan aset tersebut
dapat diukur secara handal. Persyaratan ini sulit dipenuhi, sehingga
sampai saat ini modal intelektual belum dapat dilaporkan dalam
laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini tentu menyulitkan bagi
(calon) investor untuk dapat melakukan analisis dan penilaian atas
prospek perusahaan di masa yang akan datang berdasarkan potensi
modal intelektual yang dimiliki.
Pendahuluan 5

A. Tumbuh-kembang Intellectual Capital


Beberapa faktor yang melekat dalam situasi global saat ini telah
menekankan pentingnya IC. Kekuatan-kekuatan komtemporer ini
misalnya globalisasi, teknologi baru, modal yang relative bebas,
meningkatnya persaingan, perubahan permintaan pelanggan,
permintaan inovasi, perubahan struktur ekonomi dan politik dan
peran negara dalam mendukung pengetahuan ekonomi selalu
membentuk kembali cara bisnis akan dilakukan (Guthrie et al., 1999;
Buckley dan Carter, 2000; Thorne dan Smith, 2000; Volberda et al.,
2001). Penelitian terdahulu telah mengklaim bahwa perusahaan-
perusahaan mulai menyadari bahwa daya saing berbasis-teknologi
adalah sementara dan bahwa keuntungan berkelanjutan bergantung
dalam mengelola IC, yaitu, sumber daya intangible (Johanson et al.,
1999a), dan dalam kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai
melalui pengelolaan pengetahuan (Lev, 2001; Sveiby, 2001).
Selama tiga dekade yang lampau, Drucker (1968) memprediksi
pertumbuhan perusahaan berbasis-pengetahuan, yang kemudian ia
sebut 'organisasi berbasis-informasi'. Sejak itu, perusahaan berbasis-
pengetahuan telah tumbuh cepat, terutama karena kodifikasi
petunjuk, formula, resep dan metode-metode yang baru dan bisa
diprogram lebih baik yang menyusun kembali aktivitas-aktivitas bisa
lebih berharga dibanding sebelumnya (Romer, 1998; Malhotra, 2000b).
Selain itu, tingkat spesialisasi tinggi dan divisi tenaga kerja dalam
ekonomi modern telah meningkatkan pentingnya perusahaan
berbasis-pengetahuan, misalnya layanan profesional dan perusahaan
berteknologi tinggi (King dan Ranft, 2001).
Menurut Wiig (1997), manajemen pengetahuan memiliki fokus
lebih detil pada aktivitas-aktivitas seperti penciptaan, penangkapan,
transformasi dan penggunaan pengetahuan. Akan tetapi, manajemen
IC secara dominan mengenai pemaksimalan dan pembaharuan
asset-asset intelektual yang bernilai bagi perusahaan. Manajemen
pengetahuan dan manajemen IC seharusnya dikombinasi dengan
teknik-teknik manajemen lain karena keduanya tidak dapat
digunakan terselubung (Wiig, 1998; Malhotra, 2000a). Kita bisa
mengatakan bahwa manfaat terbesar mengelola IC adalah mengelola
penciptaan nilai perusahaan (Roos et al., 1997). Posisi konseptual
yang diambil dalam literatur adalah bahwa perusahaan dapat
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
6 dan Kinerja Organisasi

mengelola pengetahuan dengan mengabaikan IC, tetapi tidak


mungkin melawan untuk tidak menggunakannya (ASCPA dan CMA,
1999). Petty dan Guthrie (2000) menyatakan bahwa manajemen
pengetahuan dan manajemen IC kadang-kadang dirujuk dalam
bentuk semua cakupan dan kita perlu mengakui perbedaan dan
menguatkan beberapa batas operasional di antara mereka.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa pengetahuan membantu
perusahaan meningkatkan penjualan produk dan layanannya dan
melakukan aktivitas-aktivitas mereka secara lebih efisien (WTC of
London, 1998). Namun demikian, kita boleh berpendapat bahwa
mayoritas perusahaan tidak memahami, mengelola atau mengukur
pengetahuannya dan proses penciptaan nilainya (Roos dan Roos,
1997; Petty dan Guthrie, 2000).
Beberapa penulis menegaskan bahwa transformasi teknologi
komunikasi pada tahun 1980an mengakibatkan pembentukan
ekonomi pengetahuan. Hal ini memungkinkan terciptanya produk
dan layanan baru yang tidak mungkin pada waktu sebelumnya dan
mentransformasi pasar lokal ke dalam ruang pasar global (Graham,
1999; Vanoirbeek et al., 2000). Penulis lain sepakat bahwa sukses
perusahaan semakin ditentukan oleh keunggulan kompetitif yang
diperoleh dari mengelola IC secara efektif, misalnya pengetahuan
(Count, 1998; Hurwitz et al., 2002) dan keterampilan para pemimpin
dan karyawan (Brooking, 1996). Akan tetapi, atribut-atribut, misalnya
'penciptaan nilai' dan 'intangible', yang ditunjukkan di atas tidak
dicatat dalam laporan akuntansi tradisional.
IC yang dipegang oleh perusahaan dapat dianggap sebagai
bentuk 'modal tidak tercatat' dalam sistem akuntansi tradisional.
'Modal tidak tercatat ini' dapat dijelaskan sebagai ekuitas berbasis-
pengetahuan yang mendukung asset berbasis-pengetahuan
perusahaan. Dengan melimpahnya produk dan layanan berbasis-
pengetahuan dalam ekonomi global, akuntansi tradisional tetap
vakum dalam pengakuan aset berbasis-pengetahuan (Tissen et al.,
2000). Sebuah studi yang melibatkan para ekskutif atas, baik dari
perusahaan-perusahaan Canadian Financial Post 300 maupun
perusahaan US Fortune 500 menunjukkan pentingnya mereka
mengidentifikasi, mengukur dan mengelola aset-aset intangible atau
dasar IC mereka. Mereka menunjukkan bahwa aset-aset seperti
Pendahuluan 7

keterampilan, reputasi perusahaan dan produk dan database yang


berhubungan mengkontribusi kepada sukses perusahaan (Stivers et
al., 1997). Studi-studi yang dilakukan di negara-negara maju lain
telah mendukung padangan ini (Fruin, 1997; Sveiby, 1998).
Pemerintah telah didorong untuk merespon perubahan ekonomi
global karena dampaknya kepada perusahaan-perusahaan nasional.
Pemerintah harus, dan terus-menerus, bergulat dengan isu-isu seperti
meningkatan persaingan, penyebaran cepat produk yang inovatif,
e-commerce, perubahan permintaan pelanggan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (The CWP, 1998).
Teece (1986) dan Teegen (2000) berpendapat bahwa tanggung
jawab pemerintah adalah menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi perusahaan untuk bersaing dan mempromosikan komersialisasi
penelitian dan membantu mengembangkan keterampilan
kewirausahaan (Kinsella dan McBrierty, 1997; Narula dan Dunning,
1998; The CWP, 1998; Lovdal dan Roberts, 1999). Di satu sisi, pemerintah
negara-negara sedang berkembang, bergulat dengan memajukan
teknologi untuk menggerakkan ekonomi mereka menuju menjadi
ekonomi berbasis-pengetahuan, tetapi di sisi lain, mereka juga harus
melupakan teknologi tertentu, seperti jaringan telekomunikasi, sampai
tersedia dengan harga yang terjangkau (Malhotra, 2000a).
Ringkasnya, kekuatan-kekuatan kontemporer seperti globalisasi,
pertumbuhan perusahaan berbasis-pengetahuan (Guthrie et al., 1999;
Buckley dan Carter, 2000; Thorne dan Smith, 2000; Volberda et al.,
2001) dan keterlibatan pemerintah dalam mempromosikan ekonomi
berbasis-pengetahuan (The CWP, 1998) merupakan faktor kunci
yang menyoroti pentingnya mengelola IC. Selain itu, peran dunia
kampus tidak dapat terelakkan. Kajian-kajian akademis yang
menyajikan informasi akan pentingnya pengelolaan IC yang baik
akan juga turut mendorong kesadaran baru masyarakat industri.
Salah satu faktor terpenting yang menekankan pentingnya IC di
dalam perusahaan adalah perubahan fokus manajemen dari modal
tangible ke modal intangible ketika mempertimbangkan proses-
proses 'penciptaan nilai' di dalam perusahaan (Abeysekera, 2008).
Perubahan fokus dari aset tangible ke intangible ini juga telah
diamati di antara para pengguna informasi akuntansi, yang
selanjutnya mengaksentuasi pentingnya pelaporan IC. Misalnya,
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
8 dan Kinerja Organisasi

Simister et al. (1998) berpendapat bahwa penekanan pada


manajemen aset telah berubah dari aset tangible ke aset intangible
dan bahwa salah satu peran akuntan sekarang ini adalah
mengidentifikasi, mengukur, dan menganalisis aset-aset intangible ini.
Para profesi akuntansi berpendapat bahwa akuntan bertanggung
jawab mendidik semua stakeholder tentang pentingnya intangible
dan untuk melaporkan hasil kepada mereka (ASCPA dan CMA,
1999). Selanjutnya, penelitian terdahulu menyarankan bahwa para
pemegang saham yang kurang tahu tentang aset intangible suatu
perusahaan tidak akan mengetahui nilai sesungguhnya perusahaan
itu. Akibatnya, para pemegang saham ini mungkin menjual sahamnya
dengan harga yang lebih kecil dari nilainya kepada perusahaan
yang memiliki informasi 'di dalamnya (inside)' tentang nilai moneter
intangible perusahaan (Lev, 2001).
Profesi akuntansi selanjutnya dapat mengkontribusi kepada ICR
dalam tiga cara (ASCPA dan CMA, 1999). Pertama, mereka dapat
mengkomunikasikan penggerak bisnis kepada stakeholder,
menstimulasi penciptaan pengetahuan terus-menerus di dalam
perusahaan, mengelola pengetahuan sebagai sumber daya,
mendukung pembelajaran sebagai alat menuju penyelesaian,
mendukung proses inovasi dan mempermudah struktur organisasi
yang efisien. Kedua, mereka dapat membangun indikator kinerja
untuk mengelola pengetahuan dan melaporkan dapak strategi-
strategi yang berhubungan dengan pengelolaan IC. Ketiga, mereka
dapat menjaga nilai IC di dalam sistem pelaporan keuangan dan
melaporkan informasi terpilih untuk disajikan kepada stakeholders.

B. Studi Pendahuluan: Masih Ada Gap


Terbatasnya ketentuan standar akuntansi tentang IC mendorong
para ahli untuk membuat model pengukuran dan pelaporan IC. Salah
satu model yang sangat populer di berbagai negara adalah Value
Added Intellectual Coefficient (VAIC™) yang dikembangkan oleh Pulic
(1998). VAIC™ tidak mengukur IC, tetapi ia mengukur dampak dari
pengelolaan IC (Ulum et al., 2008). Asumsinya, jika suatu perusahaan
memiliki IC yang baik, dan dikelola dengan baik pula, maka tentu akan
ada dampak yang ditimbulkannya. Dampak itulah yang kemudian
diukur oleh Pulic dengan VAIC™, sehingga dengan demikian VAIC™
Pendahuluan 9

lebih tepat disebut sebagai ukuran kinerja IC (intellectual capital


performance/ICP) yang oleh Mavridis (2004), Kamath (2007) dan Ulum
(2009b) disebut sebagai busssines performance indicator (BPI).
Akuntansi tradisional berfokus pada pengendalian biaya.
Sebaliknya, Pulic (2000b) mengklaim bahwa VAIC™ fokus pada
penciptaan nilai. Dia menyatakan bahwa untuk mengelola penciptaan
nilai kita perlu mengukurnya. Baginya, alat ukur harus memantau
efisiensi sumber daya dalam menciptakan nilai. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan metode yang dapat mengukur efisiensi
sumber daya bagi perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar
serta untuk daerah dan negara (Andriessen, 2004).
VAIC™ sebagai suatu ukuran kinerja IC (ICP) telah diuji dalam
berbagai konteks industri dan negara. Sejumlah penelitian empiris
telah menguji hubungan langsung antara ICP dengan kinerja pasar
(lihat misalnya: Wang, 2008; Zou dan Huan, 2011; Shiri et al., 2012).
Diawali oleh Pulic (2000a) yang mengambil sampel perusahaan-
perusahaan dari FTSE 250, dia membuktikan bahwa ICP (yang diukur
dengan VAIC™) berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar
perusahaan. Hasil ini kemudian dikonfirmasi oleh Chen et al. (2005)
yang menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan. Hasilnya
menunjukkan bahwa ICP berpengaruh secara positif terhadap nilai
pasar dan kinerja keuangan perusahaan, baik sekarang maupun di
masa yang akan datang. Temuan yang sama juga ditunjukkan dalam
penelitian Mosavi dkk. (2012) dan Yalama dan Coskun (2007).
Di Indonesia, sebagian besar penelitian tentang ICP yang
menggunakan VAIC™ sebagai proksinya lebih banyak melihat
pengaruhnya terhadap kinerja keuangan (misalnya: Ulum, 2009a;
Santoso, 2011; Basuki dan Kusumawardhani, 2012). Soedaryono et
al. (2012) meneliti pada 16 bank yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI), hasilnya bahwa ICP berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil ini mendukung temuan
Solikhah et al. (2010) yang meneliti 116 perusahaan manufaktur di BEI.
Berbeda dengan temuan penelitian-penelitian tersebut yang
menunjukkan adanya hubungan positif antara ICP dan nilai
perusahaan, Mehralian et al. (2012), Maditinos et al. (2011), Chan
(2009), dan Puntillo (2009) melaporkan bahwa tidak ada pengaruh
di antara keduanya. Bahkan Bentoen (2012) dan Chang dan Hsieh
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
10 dan Kinerja Organisasi

(2011) menemukan hubungan negatif antara ICP dan nilai


perusahaan. Temuan Firer dan Williams (2003) juga menunjukkan
bahwa ICP tidak secara konklusif berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan. Dari tiga komponen VAIC™, hanya VAHU7 (value added
human capital) yang berpengaruh terhadap ROA. Hasil ini didukung
dengan hasil penelitian Maditinos et al. (2011) yang meneliti 96
perusahaan yang terdaftar di Athens Stock Exchange (ASE), bahwa
secara keseluruhan, IC tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan,
kecuali komponen human capital.
Firer dan Williams (2003) mengklaim bahwa tidak adanya
pengaruh ICP terhadap kinerja keuangan perusahaan tersebut
disebabkan karena konsep Value Added (VA) dalam perhitungan
VAIC™ yang tidak terkait dengan dimensi kinerja keuangan.
Profitabilitas yang merupakan salah satu ukuran kinerja perusahaan
merupakan murni ukuran kinerja akuntansi untuk kepentingan
shareholders (pemegang saham), sementara VA didefinisikan sebagai
kontribusi dalam peningkatan potensi dan kesejahteraan untuk
seluruh stakeholders, bukan hanya shareholders.
Adanya hasil yang belum konsisten ini menunjukkan bahwa
hubungan langsung (direct model) antara ICP dengan kinerja
organisasi belum konklusif. Terlebih lagi, dari sejumlah penelitian
yang melaporkan adanya hubungan positif antara ICP dan nilai
perusahaan, diketahui bahwa komponen physical capital merupakan
komponen yang paling besar tingkat signifikansinya (Kamal et al.,
2011; Basuki dan Kusumawardhani, 2012; Khanqah et al., 2012).
Padahal, analisis atas efisiensi phisical capital (CEE - capital employed
efficiency) adalah analisis tambahan dan bukan merupakan model
inti dari VAIC™ (Pulic, 2000b)8.

7 VAIC ™ terdiri dari 3 komponen utama, yaitu HCE (human capital efficiency),
SCE (structural capital efficiency), dan CEE (capital employed efficiency).
Beberapa peneliti (di antaranya Firer dan Williams, 2003; Tan dkk., 2007)
menggunakan istilah VAHU (value added human capital), STVA (structural value
added), dan VACE (value added capital employed) untuk menggantikan ketiga
istilah tersebut.
8 Formula dasar dari model Pulic adalah VAIC = ICE (intellectual capital efficiency)
+ CEE (capital employed efficiency). ICE inilah yang merupakan ukuran dari IC,
Pendahuluan 11

Referensi

Abeysekera, I. 2008. Intellectual Capital Accounting. New York: Routledge.


AICPA. 1994. "Improving Business Reporting-A Customer Focus:
Meeting the Information Needs of Investors and Creditors; and
Comprehensive Report of the Special Committee on Financial
Reporting". New York. AICPA.
Ali, I. M., N. A. Rahim, S. S. A. Shukor, dan H. M. A. Rashid. 2010 of
Conference. "The relationship between intangible assets
and firm value". Artikel dipresentasikan pada International
Conference on Business and Economic Research, 15-16 Maret
2010 di Kuching, Sarawak, Malaysia.
Andriessen, D. 2004. Making sense of intellectual capital : designing
a method for the valuation of intangibles. Jordan Hill, Oxford,
UK: Elsevier, Inc.
Andriessen, D., M. Frijlink, I. v. Gisbergen, dan J. Blom. 1999. "A core
competency approach to valuing intangible assets". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring and
Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects,
9-10 June 1999, di Amsterdam.
ASCPA, dan CMA. 1999. Knowledge Management: issues, practice
and innovation. Melbourne: Australian Society of Certified
Practising Accountants.

namun seperti halnya balanced scorecard (BSC) yang juga mengandung


perspektif finansial, maka VAIC juga memasukkan CEE (yang merupakan ukuran
finansial/non IC) sebagai salah satu ukuran.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
12 dan Kinerja Organisasi

Basuki, dan T. Kusumawardhani. 2012. "Intellectual Capital, Financial


Profitability, and Productivity: An Exploratory Study of the
Indonesian Pharmaceutical Industry". Asian Journal of Business
and Accounting, Vol. 5, No. 2, hlm: 41-68.
Bellora, L., dan T. W. Guenther. 2013. "Drivers of innovation capital
disclosure in intellectual capital statements: Evidence from
Europe". The British Accounting Review, Vol. 45, No. 2013,
hlm: 255-270.
Bentoen, S. 2012 of Conference. "Pengaruh Intellectual Capital
Terhadap Financial Performance, Growth, dan Market Value".
Artikel dipresentasikan pada National Conference Universitas
Pelita Harapan Surabaya, di Surabaya.
Bounfour, A. 2003. The Management of Intangibles; The organisation's
most valuable assets. New Fetter Lane, London: Routledge.
Brooking, A. 1996. Intellectual Capital: Core Assets for the Third
Millennium. London: Enterprise Thomson Business Press.
---. 1997. Intellectual Capital: Core Asset for the Third Millennium
Enterprise. London: Thomson Business Press.
Buckley, P. J., dan M. J. Carter. 2000. "Knowledge management in
global technology markets applying theory to practice, 33(1),
February, pp. 55-71.". Long Range Planning, Vol. 33, No. 1,
hlm: 55-71.
Chan, K. H. 2009. "Impact of intellectual capital on organizational
performance: an empirical study of companies in the Hang
Seng Index". The Learning Organization, Vol. 16, No. 1, hlm: 4-39.
Chang, W. S., dan J. J. Hsieh. 2011. "Intellectual Capital and Value
Creation-Is Innovation Capital a Missing Link?". International
Journal of Business and Management, Vol. 6, No. 2, hlm: 3-12.
Chen, M. C., S. J. Cheng, dan Y. Hwang. 2005. "An empirical
investigation of the relationship between intellectual capital
and firms' market value and financial performance". Journal
of Intellectual Capital, Vol. 6, No. 2, hlm: 159-176.
Count, A. W. 1998. "Issues for integrating knowledge in new
product development: reflections from an empirical study".
Knowledge Based Systems, Vol. 11, No., hlm: 391-398.
Pendahuluan 13

Drucker, P. F. 1968. "The coming of the new organization". Harvard


Business Review, Vol. January-February, No., hlm: 45-53.
Dumay, J. C. 2012. "Grand theories as barriers to using IC concepts".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 13, No. 1, hlm: 4-15.
Firer, S., dan S. M. Williams. 2003. "Intellectual capital and traditional
measures of corporate performance". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 4, No. 3, hlm: 348-360.
Fruin, W. M. 1997. Knowledge works, Managing intellectual capital
at Toshiba. USA: Oxford University Press.
Graham, P. 1999. "Critical systems theory, a political economy of
language, thought, and technology". Communication Research,
Vol. 26, No. 4, hlm: 482-507.
Guthrie, J., R. Petty, F. Ferrier, dan R. Wells. 1999. "There is no
accounting for intellectual capital in Australia: review of
annual reporting practices and the internal measurement of
intangibles within Australian organisations". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects, 9-11 June, di Amserdam.
Hoogendoorn, M., A. d. Bos, F. Krens, W. Veerman, dan H. t. Beek.
1999. "Transparency in intellectual capital". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects, 9-11 June, di Amsterdam.
Hurwitz, J., S. Lines, B. Montgomery, dan J. Schmidt. 2002. "The
linkage between management practice, intangible performance
and stock returns". Journal of Intellectual Capital, Vol. 3, No.
1, hlm: 51-61.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2012a. PSAK No. 19 (revisi 2010) tentang
Aset Takberwujud. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
---. 2012b. PSAK No. 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis.
Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
---. 2012c. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Ikatan Akuntan
Indonesia.
Itami, H. 1991. Mobilizing Invisible Assets. Cambridge, MA.: Harvard
University Press.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
14 dan Kinerja Organisasi

Jenkins, E. L. 1994. "An Information Highway in Need of Capital


Improvements". Journal of Accountancy, Vol. 177, No. 5, hlm:
77-82.
Johanson, U., M. Martenson, dan M. Skoog. 1999a of Conference.
"Measuring and managing intangibles, Eleven Swedish
qualitative exploratory case studies". Artikel dipresentasikan
pada Accounting for Intangibles and the Virtual Organisation,
February, di Brussels.
Johanson, U., M. Mårtensson, dan M. Skoog. 1999b. "Measuring and
managing intangibles: 11 Swedish exploratory case studies".
Artikel dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects, di Amsterdam.
Johnson, T. H., dan R. S. Kaplan. 1987. Relevance Lost: The Rise and
the Fall of Management Accounting. Boston: Harvard Business
School Press.
Kamal, M. H. M., R. C. Mat, N. A. Rahim, N. Husin, dan I. Ismail. 2011.
"Intellectual Capital and Firm Performance of Commercial
Banks In Malaysia". Asian Economic and Financial Review, Vol.
2, No. 4, hlm: 577-590.
Kamath, G. B. 2007. "The intellectual capital performance of Indian
banking sector". Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 1,
hlm: 96-123.
Kavida, V., dan N. Sivakoumar. 2008. "Corporate Governance in
Knowledge Economy - The Relevance of Intellectual Capital"
http://ssrn.com/abstract=1152892. [diakses pada 23 September 2013].
Kehelwalatenna, S., dan P. S. M. Gunaratne. 2010 of Conference.
"The Impact Of Intellectual Capital On The Firm Performance
And Investor Response: An Empirical Study Of Selected Sectors
In Colombo Stock Exchange". Artikel dipresentasikan pada
ICBI, di University of Kelaniya, Sri Lanka.
Khanqah, V. T., M. A. Khosroshahi, dan E. Ghanavati. 2012. "An
Empirical Investigation of the Impact of Intellectual Capital on
Firms' Market Value and Financial Performance: Evidence from
Iranian Companies". International Journal of Management
Business Research, Vol. 2, No. 1, hlm: 1-12.
Pendahuluan 15

King, A. W., dan A. L. Ranft. 2001. "Capturing knowledge and


knowing through improvisation: what managers can learn
from the thoracic surgery board certification process". Journal
of Management, Vol. 27, No., hlm: 255-277.
Kinsella, R., dan V. McBrierty. 1997. "Campus companies and the
emerging techno-academic paradigm: the Irish experience".
Technovation, Vol. 17, No. 5, hlm: 245-251.
Lev, B. 2001. Intangibles: management, measurement, and reporting.
Washington: The Brookings Institution.
Lev, B., L. Cañibano, dan B. Marr. 2005. "An Accounting Perspective
on Intellectual Capital". Pada Perspectives on Intellectual Capital,
diedit oleh B. Marr. Jordan Hill, Oxford UK: Elsevier Butterworth-
Heinemann.
Lovdal, H., dan H. Roberts. 1999. "Competence capital". Artikel
dipresentasikan pada Symposium on Measuring and Reporting
of Intellectual Capital, June 9-10, di Amsterdam.
Maditinos, D., D. Chatzoudes, C. Tsairidis, dan G. Theriou. 2011. "The
impact of intellectual capital on firms' market value and
financial performance". Journal of Intellectual Capital, Vol.
12, No. 1, hlm: 132-151.
Malhotra, Y. 2000a. "Current business concerns and knowledge
management, Excerpts from an interview by the Times of
India" www.brint.com/interview/times.htm. [diakses pada 28
March 2000].
---. 2000b. "Knowledge management for the new world of business"
www.brint.com/km/whatis.htm. [diakses pada 28 March 2000].
Marr, B., ed. 2005. Perspectives on Intellectual Capital. Jordan Hill,
Oxford, UK: Elsevier Butterworth-Heinemann.
Mavridis, D. G. 2004. "The intellectual capital performance of the
Japanese banking sector". Journal of Intellectual Capital, Vol.
5, No. 3, hlm: 92-115.
Mehralian, G., H. R. Rasekh, P. Akhavan, dan M. R. Sadeh. 2012. "The
Impact of Intellectual Capital Efficiency on Market Value : An
Empirical Study from Iranian Pharmaceutical Companies".
Iranian Journal of Pharmaceutical Research, Vol. 11, No. 1, hlm:
195-207.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
16 dan Kinerja Organisasi

Mouritsen, J., H. T. Larsen, dan P. N. Bukh. 2001. "Intellectual capital


and the ' capable firm': narrating, visualising and numbering
for managing knowledge". Accounting, Organizations and
Society, Vol. 26, No., hlm: 735-762.
Narula, R., dan J. H. Dunning. 1998. "Explaining international R&D
alliances and the role of governments". International Business
Review, Vol. 7, No., hlm: 377-397.
OECD. 2010. "The OECD innovation strategy - Getting a head
start on tomorrow" http://www.oecd-ilibrary.org/science-
andtechnology/the-oecd-innovation-strategy_9789264083479-en.
[diakses pada 8 November 2013].
Petty, R., dan J. Guthrie. 2000. "Intellectual capital literature review:
measurement, reporting and management". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 1, No. 2, hlm: 155-176.
Pulic, A. 1998 of Conference. "Measuring the Performance of Intellectual
Potential in Knowledge Economy". Artikel dipresentasikan
pada the 2nd McMaster World Congress on Measuring and
Managing Intellectual Capital, di Austria.
---. 2000a. "MVA and VAIC™ Analysis of randomly selected compa-
nies from FTSE 250". Unpublished Paper. Austrian Intellectual
Capital Research Center, Graz - London.
---. 2000b. "VAIC: an accounting tool for IC management". International
Journal of Technology Management, Vol. 20, No. 5-8, hlm:
702-714.
Puntillo, P. 2009. "Intellectual Capital and Business Performance.
Evidence from Italian Banking Industri". Journal of Corporate
Finance, Vol. 4, No. 12, hlm: 96-115.
Romer, P. M. 1998. "Bank of America roundtable on the soft
revolution: achieving growth by managing intangibles, 11(2),
Summer, pp. 8-27.". Journal of Applied Corporate Finance, Vol.
11, No. 2, hlm: 8-27.
Roos, G., dan J. Roos. 1997. "Measuring your Company's intellectual
performance". Long Range Planning, Vol. 30, No. 3, hlm: 413-426.
Roos, J., G. Roos, N. C. Dragonetti, dan L. Edvinsson. 1997. Intellectual
Capital: Navigating in the New Business Landscape. Houndsmills:
Macmillan Business.
Pendahuluan 17

Santoso, E. 2011. "Intellectual Capital In Indonesia: The Influence


on Financial Performance of Banking Industry", Doctor of
Management, University of Phoenix.
Serenko, A., dan N. Bontis. 2013. "Investigating the current state
and impact of the intellectual capital academic discipline".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 14, No. 4, hlm: 476-500.
Shiri, M. M., K. Mousavi, A. Pourreza, dan S. Ahmadi. 2012. "The
Effect of Intellectual Capital on Market Value Added". Journal
of Basic and Applied Scientific Research, Vol. 2, No. 7, hlm:
7214-7226.
Simister, M., P. Roest, dan J. Sheldon. 1998. CFO of the future.
Sydney: Institute of Chartered Accountants in Australia.
Soedaryono, B., Murtanto, dan A. Prihartini. 2012 of Conference.
"Effect Intellectual Capital (Value Added Intellectual Capital)
to Market Value and Financial Performance of Banking Sector
Companies Listed in Indonesia Stock Exchange". Artikel
dipresentasikan pada The 2012 International Conference on
Business and Management, 6 - 7 September, di Phuket-Thailand.
Solikhah, B., A. Rohman, dan W. Meiranto. 2010 of Conference.
"Implikasi intellectual capital terhadap financial performance,
growth dan market value; studi empiris dengan pendekatan
simplistic specification". Artikel dipresentasikan pada Simposium
Nasional Akuntansi XIII, di Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
Stewart, T. A. 1997. Intellectual Capital. London: Nicholas Brealey
Publishing.
Stivers, B. P., T. J. Covin, N. G. Hall, dan S. W. Smalt. 1997. "Harnessing
corporate IQ". CA Magazine, Vol. 130, No. 3, hlm: 26-29.
Sveiby, K. E. 1998. "Intellectual capital: thinking ahead". Australian
CPA, Vol. 68, No. 2, hlm: 18-22.
Sveiby, K. E. 2001. "A knowledge-based theory of the firm to guide
in strategy formulation". Journal of Intellectual Capital, Vol.
2, No. 4, hlm: 344 - 358.
Teece, D. J. 1986. "Profiting from technological innovation: implications
for integration, collaboration, licensing and public policy".
Research Policy, Vol. 15, No. 6, hlm: 285-305.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
18 dan Kinerja Organisasi

Teegen, H. 2000. "Examining strategic and economic development


implications of globalising through franchising". International
Business Review, Vol. 9, No., hlm: 497-521.
The CWP. 1998. "Building the knowledge driven economy,
Department of Trade and Industry, online, available at:
(Accessed 2001)." www.dti.gov.uk/comp/competitive/summary.htm.
[diakses pada 18 December 2001].
Thorne, K., dan M. Smith. 2000. "Competitive advantage in world
class organisations". Management Accounting (UK), Vol. 78,
No. 3, hlm: 22-26.
Tissen, R., D. Andriessen, dan F. L. Deprez. 2000. The Knowledge
dividend, creating high-performance companies through value-
based knowledge management. Harlow, United Kingdom:
Pearson Education.
Ulum, I. 2009a. "Intellectual capital dan kinerja keuangan perusahaan;
sebuah perspektif sektor perbankan Indonesia". Jurnal
Humaniora, Vol. 6, No. 2, hlm.
---. 2009b. "Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di
Indonesia". Jurnal Akuntansi dan Keuangan (terakreditasi dikti),
Vol. 10, No. 2, hlm: 77-84.
Ulum, I., I. Ghozali, dan A. Chariri. 2008. "Intellectual capital dan
kinerja keuangan perusahaan; sebuah analisis dengan
pendekatan partial least squares.". Artikel dipresentasikan pada
Simposium Nasional Akuntansi XI, di Universitas Tanjung Pura,
Pontianak.
Upton, W. S. 2001. "Special Report; Business and Financial Report-
ing, Challenges from the New Economy". Unpublished Paper.
Financial Accounting Standards Board.
Vanoirbeek, C., Y. A. Rekik, N. Karacapilidis, O. Aboukhaled, N. Ebel,
dan J. P. Vader. 2000. "A web-based information and decision
support system for appropriateness in medicine". Knowledge-
Based Systems, Vol. 13, No. 13, hlm: 11-19.
Volberda, H. W., C. Baden-Fuller, dan A. J. van den Bosch. 2001.
"Mastering strategic renewal, mobilising renewal journeys
in multi-unit firms". Long Range Planning, Vol. 34, No., hlm:
159-178.
Pendahuluan 19

Wang, J. C. 2008. "Investigating market value and intellectual capital


for S&P 500". Journal of Intellectual Capital, Vol. 9, No. 4, hlm:
546-563.
Wiig, K. M. 1997. "Integrating intellectual capital and knowledge
management". Long Range Planning, Vol. 3, No. 3, hlm: 399-
405.
---. 1998. "On the management of knowledge, online, available at:
www.3-cities.com/%7Ebonewman/wiig.htm" www.3-cities.com/
%7Ebonewman/wiig.htm. [diakses pada 9 May 1998].
WTC of London. 1998. "Measuring and valuing intellectual capital:
from knowledge management to knowledge measurement,
Rev. J. Chatzkel., Journal of Systemic Knowledge Management"
www. Freepress.com/journals/knowledge/issue1/article10.htm.
[diakses pada 29 March 2000].
Yalama, A., dan M. Coskun. 2007. "Intellectual capital performance
of quoted banks on the Istanbul stock exchange market".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 2, hlm: 256-271.
Zou, X., dan T. C. Huan. 2011. "A study of the intellectual capital's
impact on listed bank's performance in China". African Journal
of Business Management, Vol. 5, No. 12, hlm: 5001-5009.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
20 dan Kinerja Organisasi
Grand Theories 21

BAB II

Grand Theories

S alah satu komponen penting dalam melakukan penelitian


adalah menentukan teori apakah yang akan digunakan untuk
mengeksplorasi rumusan masalah. Dalam penelitian kuantitatif,
peneliti sering kali menguji berbagai teori untuk menjawab rumusan
masalahnya. Dalam penelitian kualitatif, teori bisa muncul di awal
penelitian sebagai perspektif yang nantikan dapat membentuk apa
yang dilihat dan rumusan masalah apa yang diajukan, seperti dalam
penelitian etnografi atau advokasi (Creswell, 2009).
Menurut Creswell (2009), teori merupakan seperangkat konstruk
(atau variabel) yang saling berhubungan, yang berasosiasi dengan
proposisi atau hipotesis yang memerinci hubungan antar variabel
(biasanya dalam konteks magnitude atau direction). Teori biasanya
membantu menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang muncul
di dunia (lihat Thomas, 1997, mengenai cara mengkonseptualisasikan
teori dan bagaimana teori dapat mempersempit ruang lingkup
penelitian). Labovitz dan Hagedorn (1971) menambah definisi teori
ini dengan gagasan tentang theoretical rationale, yang dimaknai
sebagai "usaha mengetahui bagaimana dan mengapa variabel-
variabel dan pernyataan-pernyataan relasional saling berhubungan
satu sama lain".

21
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
22 dan Kinerja Organisasi

Tidak ada satu teori yang dapat digunakan dalam segala situasi
dan seting sosial objek penelitian. Penggunaan lebih dari satu teori
dalam sebuah penelitian sering digunakan.1 Sejauh ini, ada sejumlah
teori utama yang sering dijadikan rujukan dalam penelitian-penelitian
tentang IC dan pengungkapannya (disclosure), antara lain Resource-
Based Theory (RBT), Teori Pensinyalan (Signaling Theory), Stakeholder
Theory, Legitimacy Theory, Agency Theory, Political Economy Theory
(PET), dan Contingency Theory.

A. Resource-Based Theory (RBT)


Resource-Based Theory (RBT) merupakan salah satu teori yang
diterima secara luas di bidang manajemen stratejik (Newbert,
2007). RBT kali pertama disampaikan oleh Wernerfelt (1984) dalam
artikel pionernya berjudul "A Resource-based view of the firm"
yang menggabungkan ide 'distinctive competencies' nya Selznick
(1957) dan karya Penrose (1959) tentang 'definition of the firm as
a system of productive resources' (Nothnagel, 2008). Namun teori
yang paling berpengaruh dalam hal ini dialamatkan kepada artikel
Barney (1991) berjudul 'Firm Resource and Sustained Competitive
Advantage' yang dipublikasikan di Journal of Management.
Edith Penrose adalah salah satu ahli pertama yang mengakui
pentingnya sumber daya untuk daya saing perusahaan. Pada tahun
1959, dia menyatakan:
"...A firm's growth, both internally and then externally through
merger, acquisition, and diversification, is due to the manner in
which its resources are employed..... a firm consists of 'a
collection of productive resources'... these resources may only
contribute to a firm's competitive position to the extent that
they are exploited in such a manner that their potentially
valuable services are made available to the firm" (Penrose, 2009).

Mengembangkan terobosan yang dibuat oleh Penrose,


Wernerfelt, dalam upaya pertama untuk memformalkan RBT (dia

1 Penggunaan lebih dari satu teori dalam sebuah penelitian akuntansi adalah
sesuatu yang dapat dibenarkan. Hoque et al. (2013) menggunakan istilah
"theoretical triangulation" dan "theoretical pluralism" untuk merujuk pada
Grand Theories 23

menggunakan istilah resource-based view), menyatakan bahwa 'bagi


perusahaan, sumber daya dan produk adalah dua sisi koin mata
uang' (Wernerfelt, 1984). Dengan kata lain, ketika kinerja perusahaan
secara langsung digerakkan oleh produknya, ia juga secara tidak
langsung (namun pasti) juga digerakkan oleh sumber daya yang
berperan dalam proses produksi (Newbert, 2007).
RBT menyatakan bahwa perusahaan memiliki sumber daya yang
dapat menjadikan perusahaan memiliki keunggulan bersaing dan
mampu mengarahkan perusahaan untuk memiliki kinerja jangka
panjang yang baik. Resources yang berharga dan langka dapat
diarahkan untuk menciptakan keunggulan bersaing, sehingga
resources yang dimiliki mampu bertahan lama dan tidak mudah
ditiru, ditransfer atau digantikan. Barney dan Arikan (2001) menyatakan
bahwa "resources are the tangible and intangible assets firms use to
conceive of and implement their strategies".

Gambar 2.1 Skema Kategorisasi Sumber Daya dalam RBT

Ada dua asumsi yang melekat pada RBT (Nothnagel, 2008), yaitu
resource heterogeneity dan resource immobility. Resource heterogeneity

penggunakan beberapa perspektif teori dalam penelitian yang sama, dengan


berdasarkan kepada 4 kriteria yang diajukan oleh Covaleski et al. (2003).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
24 dan Kinerja Organisasi

(juga disebut resource divercity) menyinggung apakah sebuah


perusahaan memiliki sumber daya atau kapabilitas yang juga dimiliki
oleh perusahaan lain yang menjadi kompetitornya, sehingga sumber
daya tersebut dianggap tidak dapat menjadi suatu keunggulan
bersaing. Sedangkan resource immobility menunjuk pada suatu
sumber daya yang sulit didapat oleh kompetitor karena sulit untuk
mendapatkan atau jika menggunakan sumber saya tersebut biayanya
sangat mahal.
Barney (1991) menyatakan bahwa dalam perspektif RBT, firm
resources meliputi seluruh aset, kapabilitas, proses organisasional,
atribut-atribut perusahaan, informasi, knowledge, dan lain-lain yang
dikendalikan oleh perusahaan yang memungkinkan perusahaan
untuk memahami dan mengimplementasikan strategi guna
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan. Secara lebih
detil Nothnagel (2008) menyajikan skema kategorisasi sumber daya
dalam RBT di Gambar 2.1.
Lebih lanjut Barney (1991) menyarankan bahwa untuk memahami
sumber dari keunggulan bersaing berkelanjutan (sustained competitive
advantages), perlu dibangun suatu model teoritis yang bermula dari
sebuah asumsi bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen
dan immobile. Agar menjadi sumber daya potensial dalam sustained
competitive advantages, maka sumber daya perusahaan harus
memiliki empat atribut, yaitu: (a) bernilai (valuable resources), (b)
langka (rare resources), (c) tidak dapat ditiru (imperfectly imitable
resources), (d) tidak ada sumber daya pengganti (non-substitutability
resources). Gambar 2.2 menyajikan model konseptual sederhana
yang ditawarkan oleh Barney (1991).

Gambar 2.2 Model Konseptual Barney (1991)


Sumber: Newbert (2007)
Grand Theories 25

1. Valuable Resources
Sumber daya perusahaan hanya dapat menjadi sumber keunggulan
bersaing (competitive advantages) atau keunggulan bersaing yang
berkelanjutan (sustained competitive advantages) ketika mereka
berharga (valuable). Sumber daya menjadi berharga ketika mereka
memungkinkan perusahaan untuk memahami atau menerapkan
strategi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Model SWOT
(kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman) tradisional menunjukkan
bahwa perusahaan mampu meningkatkan kinerja mereka hanya ketika
strategi mereka memanfaatkan peluang atau menetralisir ancaman
(Barney, 1991). Atribut perusahaan mungkin memiliki karakteristik
lain yang bisa memenuhi syarat mereka sebagai sumber keunggulan
bersaing (misalnya, sulit ditiru, non-substitusi), namun atribut ini
hanya menjadi sumber daya ketika mereka memanfaatkan peluang
atau menetralisir ancaman dalam lingkungan perusahaan.

2. Rare Resources
Menurut definisi, sumber daya berharga yang dimiliki oleh
sejumlah besar perusahaan pesaing atau perusahaan yang berpotensi
menjadi pesaing tidak dapat dianggap sebagai sumber keunggulan
bersaing ataupun keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Perusahaan menikmati keunggulan bersaing ketika menerapkan
strategi penciptaan nilai tidak secara bersamaan dilaksanakan oleh
sejumlah besar perusahaan lain. Jika sumber daya perusahaan
tertentu yang berharga dimiliki oleh sejumlah besar perusahaan,
maka setiap perusahaan-perusahaan ini memiliki kemampuan
mengeksploitasi sumber daya dengan cara yang sama, sehingga
menerapkan strategi umum yang tidak memberikan satu perusahaan
keunggulan bersaing tertentu.
Analisis yang sama berlaku untuk sumber daya perusahaan yang
berharga yang digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi.
Beberapa strategi memerlukan kombinasi unik antara modal fisik,
modal manusia, dan sumber daya modal organisasi untuk
implementasi. Salah satu sumber daya perusahaan yang diperlukan
dalam pelaksanaan hampir semua strategi adalah bakat manajerial
(Hambrick, 1987) sebagaimana dikutip oleh Barney (1991). Jika sumber
daya perusahaan tidak langka, maka sejumlah besar perusahaan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
26 dan Kinerja Organisasi

akan dapat memahami dan melaksanakan strategi tersebut, dan


strategi ini tidak akan menjadi sumber keunggulan bersaing,
meskipun sumber daya tersebut mungkin berharga.

3. Imperfectly Imitable Resources


Tidaklah sulit untuk melihat bahwa sumber daya berharga dan
langka yang dimiliki organisasi merupakan sumber keunggulan
bersaing. Memang, perusahaan yang memiliki sumber daya tersebut
akan sering membuat inovasi strategis, karena mereka akan dapat
memahami dan terlibat dalam strategi yang perusahaan lain tidak
bisa membayangkan, atau tidak melaksanakan, karena perusahaan
lain tidak memiliki sumber daya yang relevan.
Sumber daya yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat
menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan jika
perusahaan lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh
sumber daya tersebut. Dalam istilah yang dibangun oleh Lippman
dan Rumelt (1982) dan Barney (1986), kompetensi ini disebut sangat
sulit ditiru (imperfectly imitable). Sumber daya dapat dikatakan sulit
ditiru karena satu atau kombinasi dari tiga alasan berikut:
a. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh sumber daya
tergantung pada kondisi historis yang unik. Ketika perusahaan
berevolusi, mereka mengambil keahlian, kemampuan, dan sumber
daya yang unik bagi mereka, mencerminkan jalan setapak yang
dilalui dalam sejarah (Barney, 1995). Cara lain untuk mengatakan
ini adalah bahwa kadang-kadang perusahaan mampu
mengembangkan sumber daya karena berada pada tempat yang
tepat dan saat yang tepat (Barney, 1999).
b. Hubungan antara kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan dengan
keunggulan bersaing yang berkesinambungan bersifat ambigu
(causally ambiguous). Para pesaing tidak mampu memahami dengan
jelas bagaimana suatu perusahaan menggunakan kompetensi
intinya sebagai dasar dari keunggulan bersaingnya. Akibatnya para
pesaing tidak pasti tentang kompetensi-kompetensi yang harus
mereka kembangkan untuk meniru manfaat dari strategi penciptaan
nilai perusahaan yang disainginya itu.
c. kompetensi yang menghasilkan keunggulan perusahaan tersebut
bersifat kompleksitas sosial (socially complex). Kompleksitas sosial
Grand Theories 27

berarti bahwa setidaknya beberapa, dan sering kali banyak,


kompetensi perusahaan adalah produk dari fenomena sosial
yang kompleks2.

4. Non-Substitutability Resources
Persyaratan terakhir untuk sumber daya perusahaan menjadi
sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan adalah bahwa
tidak boleh ada sumber daya strategis yang setara, baik dari sisi
kelangkaan maupun imitable. Sumber daya yang sulit digantikan
adalah sumber daya yang tidak memiliki ekuivalen strategis.

Gambar 2.3 Sumber Daya dan Keunggulan Bersaing

2 Contoh kompetensi yang kompleks secara sosial meliputi relasi antar pribadi,
kepercayaan, dan persahabatan di antara manajer dan antar manajer dengan
pegawai serta reputasi perusahaan dengan pemasok dan pelanggan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
28 dan Kinerja Organisasi

Dua sumber daya perusahaan yang bernilai (atau dua kumpulan


sumber daya perusahaan) ekuivalen secara strategis ketika tiap
sumber daya itu dapat dieksploitasi secara terpisah untuk
mengimplementasikan strategi-strategi yang sama. Secara umum,
nilai strategis dari sumber daya meningkatkan kesulitan untuk
menggantikannya. Semakin tidak terlihat suatu kompetensi, semakin
sulit bagi perusahaan untuk mencari penggantinya dan semakin
besar tantangan bagi para pesaing untuk meniru strategi penciptaan
nilai perusahaan (Absah, 2008). Nothnagel (2008) memberikan ilustrasi
bagaimana sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat
meningkatkan keunggulan bersaing (lihat Gambar 2.3).
RBT sangat tepat untuk menjelaskan penelitian tentang IC, terutama
dalam konteks hubungan antara kinerja ICP dan pasar (MCAP). Dalam
perspektif IC, aset takberwujud perusahaan diklasifikasikan dalam tiga
kategori utama yaitu human capital, structural capital, dan customer
capital (Bontis, 1998). Pembagian ini relevan dengan pengkategorian
yang dibuat oleh RBT pada Gambar 2.1.
Menurut Pulic dan Kolakovic (2003), setiap perusahaan memiliki
knowledge yang unik, keterampilan, nilai dan solusi (intangible
resources) yang dapat ditransformasikan menjadi 'nilai' di pasar.
Pengelolaan sumber daya intangible dapat membantu perusahaan
untuk mencapai keunggulan bersaing, meningkatkan produktivitas
dan nilai pasar. Paparan Pulic dan Kolakovic (2003) ini sejalan dengan
logika Barney (1991) ketika menjelaskan hubungan antara dua asumsi
sumber daya dalam RBT dengan empat atribut sumber daya potensial
untuk keunggulan bersaing sebagaimana (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Hubungan antara Heterogenitas Sumber Daya


dan Immobility, Value, Rareness, Imperfect Imitability, dan
Substitutability, dan Sustained Competitive Advantage
Sumber: Barney (1991)
Grand Theories 29

Sonnier (2008) menawarkan 'perkawinan langsung' antara RBT


dengan IC yang disebut dengan RBV IC. Gambar 2.5 adalah model
RBV IC yang merupakan adopsi RBT dengan konsep IC.

Gambar 2.5 RBV IC Menurut Sonnier (2008)


RBV IC terdiri dari resources dan capabilities, konsisten dengan
(Grant, 1991). Selanjutnya, resources dibagi menjadi internal dan
external resources seperti sistem klasifikasi yang diadopsi dari Sveiby
(1997). Dalam model RBV IC, internal IC resources meliputi human
capital dan intellectual property, sementara external IC resources
mencakup customer capital dan supplier capital.
Customer capital dan supplier capital merupakan bagian dari
komponen dalam model IC yang telah mapan, yang termasuk dalam
kelompok external relationships meliputi customers, suppliers, R&D
partners, investors, creditors, customers, dan business partners (IFAC,
1998; MERITUM, 2002). Resources-nya meliputi image, customer
loyalty, customer satisfaction, supplier relationships, distribution channels,
business collaborations, franchising agreements, dan negotiating
capacity with sources of financial capital.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
30 dan Kinerja Organisasi

Dalam perspektif RBV IC, organizational capital didefinisikan


sebagai berikut:
Organizational capital is defined as the structure, processes,
procedures, routines, systems, and culture of the firm, including
its databases, management tools, information technology
systems, strategies, structural design, coordination mechanisms,
policies and procedures, organizational learning capacity, and
networking systems.
Human capital diakui di dalam literatur tentang RBV (RBT)
sebagai sumber daya yang penting bagi organisasi (Barney, 1991;
Grant, 1991). Dalam konteks RBV IC, human capital didefinisikan
sebagai berikut:
Human capital is defined as the knowledge, skill, expertise,
problem solving capacity, education, training, judgment,
experience, abilities, and loyalty of the employees of the firm.
Human capital includes the innovation capacity, creativity,
know-how, teamwork capacity, employee flexibility, tolerance
for ambiguity, motivation, satisfaction, and learning capacity of
the employees.
Intellectual property merupakan komponen di dalam RBV IC
yang relatif berbeda dengan model-model IC sebelumnya. Dalam
RBV IC, intellectual property didefinisikan sebagai berikut:
Intellectual property is defined as the patents, copyrights,
design rights, trade secrets, trademarks, service marks, trade
names and any other similar firm resources that are granted
recognition as a legally protected property right either under
the laws of the United States of America, any state within the
United States of America, or any other jurisdiction in which the
firm does business.

B. Teori Pensinyalan (Signaling Theory)


Signaling theory pada dasarnya concern dengan penurunan
asimetri informasi di antara dua pihak (Spence, 2002). Teori
pensinyalan berkaitan dengan bagaimana mengatasi masalah yang
timbul dari asimetri informasi dalam seting sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa asimetri informasi dapat dikurangi jika pihak
yang memiliki informasi dapat mengirim sinyal kepada pihak terkait.
Sebuah sinyal dapat menjadi suatu tindakan yang dapat diamati,
Grand Theories 31

atau struktur yang diamati, yang digunakan untuk menunjukkan


karakteristik tersembunyi (atau kualitas) dari signaler tersebut.
Pengiriman sinyal biasanya didasarkan pada asumsi bahwa itu harus
menguntungkan bagi signaler (misalnya menunjukkan kualitas
yang lebih tinggi dari produk dibandingkan dengan pesaingnya)
(An et al., 2011).
Informasi memengaruhi proses pengambilan keputusan individu
di rumah tangga, bisnis, dan pemerintahan. Individu membuat
keputusan berdasarkan informasi publik, yang tersedia secara bebas,
dan informasi pribadi yang tersedia hanya bagi kalangan tertentu
saja (Connelly et al., 2011). Stiglitz (2002) menjelaskan bahwa asimetri
informasi terjadi ketika 'orang lain mengetahui sesuatu yang
berbeda'. Oleh karena sebagian informasi bersifat pribadi, maka
asimetri informasi terjadi di antara mereka yang memegang informasi
dan mereka yang harusnya dapat mengambil keputusan dengan
lebih baik andai memperoleh informasi tersebut.

Gambar 2.6 Signaling Timeline


Sumber: Connelly et al. (2011)

Signaling timeline (Gambar 2.6) meliputi dua aktor utama, yaitu


signaler (pemberi sinyal) dan receiver (penerima sinyal), dan sinyal
itu sendiri. Gambar ini juga menunjukkan kemungkinan adanya
feedback kepada signaler. Seluruh rangkaian proses penyampaian
sinyal tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan pensinyalan.
Signaler. Esensi dari signaling theory adalah bahwa signeler
adalah orang dalam (insider) - misalnya, eksekutif atau manajer -
yang memperoleh informasi tentang individu (Spence, 1973), produk
(Kirmani dan Rao, 2000), atau organisasi (Ross, 1977) yang tidak
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
32 dan Kinerja Organisasi

tersedia bagi orang luar (outsider). Pada tingkatan yang lebih luas,
insiders memperoleh informasi, sebagian adalah informasi positif,
dan sebagian lainnya negatif, yang akan bermanfaat bagi outsiders
(Connelly et al., 2011). Informasi ini mencakup, misalnya, hal-hal
khusus tentang suatu produk atau jasa. Sebagian informasi dapat
pula tentang hasil awal dari divisi riset dan pengembangan (R&D)
atau informasi akhir tentang hasil penjualan yang dilaporkan oleh
agen penjualan.
Insiders juga memperoleh informasi tentang aspek-aspek lain
dari organisasi seperti tertundanya gugatan hukum atau negosiasi
serikat pekerja. Ingkat kata, informasi pribadi ini memberikan
insiders dengan perspektif istimewa mengenai kualitas yang
mendasari beberapa aspek dari individu, produk, atau organisasi.
Signal. Insiders memperoleh baik informasi positif maupun
negatif, dan mereka harus memutuskan informasi mana yang akan
dikomunikasikan kepada outsiders. Signaling theory terutama fokus
pada penyampaian informasi positif sebagai upaya untuk
memperoleh atribut organisasi yang positif pula (Connelly et al.,
2011). Beberapa ahli telah meneliti tindakan yang diambil oleh
insiders yang mengkomunikasikan informasi negatif3 tentang atribut
organisasi. Hal ini penting untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa
insiders umumnya tidak mengirim sinyal-sinyal negatif kepada
orang luar dengan maksud untuk mengurangi asimetri informasi,
tetapi hal ini seringkali menjadi konsekuensi yang tidak diinginkan
dari tindakan insider. Sebaliknya, signaling theory terutama fokus
pada tindakan insiders untuk secara sengaja mengkomunikasikan
informasi positif. Selama sinyal berlangsung, signaler harus
mendapatkan keuntungan dengan beberapa tindakan dari receiver
bahwa penerima tidak akan jika tidak dilakukan (yaitu, sinyal harus
memiliki efek strategis).
Receiver. Penerima sinyal adalah elemen ketiga di dalam signaling
timeline. Berdasarkan model pensinyalan, receivers adalah orang

3 Misalnya, penerbitan saham baru perusahaan umumnya dianggap sebagai


sinyal negatif karena eksekutif mengeluarkan ekuitas ketika mereka percaya
harga saham perusahaan mereka dinilai terlalu tinggi (Myers dan Majluf, 1984).
Grand Theories 33

luar yang kurang informasi tentang organisasi namun berharap


untuk mendapatkan informasi tersebut. Pada saat yang sama,
signalers dan penerima juga memiliki kepentingan yang saling
bertentangan (conflict of interests) sehingga keberhasilan berbohong
akan menguntungkan signaler dengan mengorbankan receiver.
Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi
yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi
pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi
investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya
menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan
masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi
kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran
efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu
sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis
untuk mengambil keputusan investasi.
Menurut Jogiyanto (2013), informasi yang dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut
mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi
pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu
informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima
informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan
dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news)
atau sinyal buruk (bad news).
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan
yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama
bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang
diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi
akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan
dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan
dengan laporan keuangan. Bapepam-LK telah meregulasi4 tentang

4 Regulasi terkait laporan tahunan adalah Peraturan Nomor X.K.6 Lampiran


Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang
Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik yang merupakan
revisi atas Peraturan Nomor X.K.6 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan
LK Nomor: Kep-134/BL/2006.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
34 dan Kinerja Organisasi

hal-hal apa saja yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Ketentuan


dari regulator pasar modal ini dikenal istilah mandatory disclosure.
Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan
dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk
diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak
luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi
risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi
portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang
diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh inves-
tor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan
keuangan secara terbuka dan transparan.
Teori pensinyalan menyatakan bahwa perusahaan berkualitas
tinggi akan cenderung memberikan sinyal keunggulan mereka
kepada pasar. Pada satu sisi, sinyal akan membuat investor dan
pemangku kepentingan yang lain menaikkan nilai perusahaan, dan
kemudian membuat keputusan yang lebih menguntungkan bagi
perusahaan (Whiting dan Miller, 2008). Sebaliknya, perusahaan-
perusahaan dengan kapasitas tidak terlalu bagus akan cenderung
untuk mengungkapkan informasi yang sifatnya memang mandatory.
Pengungkapan sukarela informasi IC akan menjadi media yang
sangat efektif bagi perusahaan untuk menyampaikan sinyal kualitas
superior yang mereka miliki terkait kepemilikian IC yang signifikan
untuk penciptaan kesejahteraan di masa yang akan datang (Guthrie
dan Petty, 2000; Whiting dan Miller, 2008). Khususnya bagi mereka
yang memiliki basis IC yang kuat, pengungkapan sukarela IC akan
membedakan mereka dari perusahaan-perusahaan dengan kualitas
yang lebih rendah. Seringkali diyakini bahwa pemberian sinyal tentang
atribut IC, misalnya pengungkapan melalui laporan tahunan, akan
menghasilan beberapa keuntungan bagi perusahaan. Misalnya
meningkatnya image perusahaan, menarik investor potensial,
mengurangi biaya modal5, menurunkan volatilitas saham, menciptakan

5 Riset empiris telah membuktikan bahwa ICD berperan mengurangi biaya modal
(misalnya: Orens et al., 2009; Mangena et al., 2010). Hal ini juga relevan dengan
sejumlah kajian tentang (voluntary) disclosure yang menyatakan bahwa
pengungkapan berpengaruh terhadap cost of capital (coc) (lihat misalnya: Diamond
dan Verrecchia, 1991; Verrecchia, 1999; Botosan, 2006; Lambert et al., 2007).
Grand Theories 35

pemahaman tentang produk atau jasa, dan yang lebih penting


adalah meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan
(Vergauwen dan Alem, 2005; Singh dan Van-der-Zahn, 2008).

C. Stakeholder Theory
Istilah stakeholder dalam definisi klasik (yang paling sering
dikutip) adalah definisi Freeman dan Reed (1982) yang menyatakan
bahwa stakeholder adalah:
"any identifiable group or individual who can affect the
achievement of an organisation's objectives, or is affected by
the achievement of an organisation's objectives".
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan
untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder
mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada
stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki
hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas
organisasi memengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi,
sponsorship, inisiatif pengamanan, dll), bahkan ketika mereka memilih
untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika
mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang
konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004).
Lebih lanjut Deegan (2004) menyatakan bahwa teori
stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi
kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan
bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan
informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka,
melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi
ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu
manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan
melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan
hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun
demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk
menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak
aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi
stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
36 dan Kinerja Organisasi

terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder
menjalankan hubungan mereka.
Teori ini dapat diuji dengan berbagai cara dengan menggunakan
content analysis atas laporan keuangan perusahaan (Guthrie et al.,
2006). Menurut mereka, laporan keuangan merupakan cara yang
paling efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan kelompok
stakeholder yang dianggap memiliki ketertarikan dalam pengendalian
aspek-aspek strategis tertentu dari organisasi. Content analysis atas
pengungkapan IC dapat digunakan untuk menentukan apakah benar-
benar terjadi komunikasi tersebut. Apakah perusahaan merespon
ekspektasi stakeholder, baik ekspektasi yang sesungguhnya maupun
yang diakui oleh stakeholder, dengan menawarkan akun IC yang
tidak wajib diungkapkan? Pertanyaan ini telah memperoleh
perhatian, namun kajian lebih dalam diperlukan untuk menghasilkan
opini yang konklusif (Guthrie et al., 2006).
Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep IC, teori
stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang
etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen
bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara
adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk
keuntungan seluruh stakeholder (Deegan, 2004). Ketika manajer
mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam
upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya manajer
telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Penciptaan nilai (value
cretion) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh
potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital),
aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Pengelolaan
yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added
bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan
perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa
kekuatan stakeholder untuk memengaruhi manajemen korporasi
harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder
atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman,
1986). Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber
daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan
semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Grand Theories 37

Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk


memengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi
yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan
yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan
dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja
keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder
dalam mengintervensi manajemen.
Teori stakeholder menegaskan bahwa keberlangsungan
perusahaan mensyaratkan dukungan para stakeholder, kepentingan
mereka harus diperhatikan dan aktivitas perusahaan seharusnya
diarahkan untuk memenuhi ekspektasi mereka. Semakin berkuasa
stakeholder, semakin banyak perusahaan harus beradaptasi (Gray et
al., 1995a). Secara harfiah, definisi stakeholder telah mengalami
banyak perubahan (atau tepatnya 'perkembangan). Sebelumnya,
pemegang saham dianggap sebagai satu-satunya atau ketua stakeholder.
Definisi ini didasarkan pada argumen yang diajukan oleh Friedman
(1962) bahwa tujuan terdepan perusahaan adalah memaksimalkan
kekayaan para pemiliknya. Akan tetapi, Freeman (1984) memperluas
definisi stakeholder dengan memasukkan kelompok lain, misalnya
regulator, sebagai stakeholder. Baik definisi sempit (pemegang saham)
maupun definisi luas stakeholder telah diadopsi dalam perkembangan
regulasi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) bagi perusahaan
(Roberts, 1992).
Menurut Deegan et al. (2000), stakeholder memiliki kemampuan
memengaruhi (langsung atau tidak langsung) pengendalian terhadap
sumber daya yang diperlukan oleh perusahaan. Dengan demikian,
kekuatan stakeholder ditentukan oleh tingkat kontrol yang mereka
miliki kepada sumber daya. Hubungan antara kekuatan perusahaan
dengan stakeholder tidak dapat digeneralisasi terhadap seluruh
perusahaan (Deegan et al., 2000).
Menurut Ullmann (1985), kekuatan bisa berbentuk komando
akses terhadap sumber daya terbatas (keuangan, tenaga kerja),
kepada media yang berpengaruh, kemampuan melegislasi terhadap
perusahaan atau kemampuan memengaruhi konsumsi barang dan
layanan organisiasi. Karena itu, ketika stakeholder mengendalikan
sumber daya penting bagi organisasi, maka perusahaan harus
merespon untuk memenuhi permintaan stakeholder. Selanjutnya,
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
38 dan Kinerja Organisasi

Ullmann (1985) berpendapat bahwa organisasi memilih stakeholder


mana yang perlu mereka perhatikan, dan tindakan-tindakan yang
akan mereka ambil untuk menjalin hubungan yang diinginkan
dengan para stakeholder tersebut.
Teori stakeholder secara umum berkenaan dengan cara organisasi
mengelola stakeholdernya (Gray et al., 1997). Akibatnya, Ullmann
(1985) berpendapat bahwa gambaran strategi organisasi menjelaskan
cara para pembuat keputusan organisasi terhadap permintaan sosial.
Karena itu, teori stakeholder memandang sebuah dunia dari
perspektif manajemen (Omran dan El-Galfy, 2014).
Meskipun meluas sampai jauh di luar jangkauan ekonomi dan
pengakuan hubungan kekuasaan di antara perusahaan dan
stakeholder, Gray et al. (1997) berpendapat bahwa teori stakeholder
cacat karena teori stakeholder memfokuskan pada cara perusahaan
mengelola stakeholdernya. Korporasi mengidentifikasi stakeholder
yang akan ia pertimbangkan, dan tingkat perhatian yang akan ia
berikan kepada masing-masing-masing didasarkan pada bagaimana
para stakeholder itu dapat memberi manfaat kepada organisasi.
Menurut Gray et al. (1997), teori stakeholder pada esensinya
pendekatan kekuatan pasar yang di dalamnya sumber daya dan
provisi/penarikan sumber daya itu menentukan jenis pengungkapan
sosial sukarela pada titik waktu tertentu. Organisasi yang
mendasarkan teori stakeholder mengabaikan pengaruh penting
masyarakat secara keseluruhan kepada provisi informasi organisasi.
Pengaruh penting ini meliputi eksistensi hukum undang-undang
dan regulasi yang dikembangkan oleh pemerintah dan badan hukum
berstatuta, yang memuat syarat-syarat untuk pengungkapan
informasi (Omran dan El-Galfy, 2014).
Literatur pengungkapan sukarela telah saling berhubungan
dengan literatur mengenai tata kelola perusahaan dan literatur
mengenai insentif manajemen. Masing-masing literatur memiliki
masalah endogenitas, dan ada ketidakpastian dan pembahasan aktif
mengenai bagaimana mengukur kualitas tata kelola dan bagaimana
mengukur insentif. Core (2001) menunjukkan banyak kontribusi
yang dapat dibuat pada pengungkapan sukarela.
Kontribusi besar dapat diberikan kepada literatur pengungkapan
sukarela dengan menguatkan bagaimana asimetri informasi
Grand Theories 39

memengaruhi biaya modal, dan dalam penentuan tertentu apakah


asimetri informasi memengaruhi return yang diharapkan. Kontribusi
kedua dapat diberikan dengan menciptakan ukuran yang lebih
tepat terkait komponen asimetri informasi biaya modal. Kontribusi
terakhir dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer
untuk menurunkan kos indek mutu pengungkapan penghitungan.
Sumber daya ini akan menambah isu umum dan juga membantu
membahas isu-isu lebih umum kepentingan mendasar para peneliti
akuntansi (Omran dan El-Galfy, 2014).

D. Legitimacy Theory
Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder.
Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan
mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas
dan norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Deegan (2004),
dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara
sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap
bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Teori legitimasi
bergantung pada premis bahwa terdapat 'kontrak sosial' antara
perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut
beroperasi.
Kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan sejumlah
besar harapan masyarakat tentang bagaimana seharusnya organisasi
melaksanakan operasinya. Harapan sosial ini tidak tetap, namun
berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini menuntut perusahaan
untuk responsif terhadap lingkungan di mana mereka beroperasi
(Deegan, 2004).
Lindblom (1994) menyarankan jika suatu organisasi menganggap
bahwa legitimasinya sedang dipertanyakan, organisasi tersebut dapat
mengadopsi sejumlah strategi yang agresif. Pertama, organisasi
dapat mencari jalan untuk mendidik dan menginformasikan kepada
stakeholdernya perubahan-perubahan pada kinerja dan aktifitas
organisasi. Kedua, organisasi dapat mencari cara untuk mengubah
persepsi stakeholder, tanpa mengubah perilaku sesungguhnya dari
organisasi tersebut. Ketiga, organisasi dapat mencari cara untuk
memanipulasi persepsi stakeholder dengan cara mengarahkan
kembali (memutar balik) perhatian atas isu tertentu kepada isu yang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
40 dan Kinerja Organisasi

berkaitan lainnya dan mengarahkan ketertarikan pada simbol-simbol


emosional (Guthrie et al., 2006).
Berdasarkan teori legitimasi, organisasi harus secara berkelanjutan
menunjukkan telah beroperasi dalam perilaku yang konsisten dengan
nilai sosial (Guthrie dan Parker, 1989). Hal ini seringkali dapat
dicapai melalui pengungkapan (disclosure) dalam laporan
perusahaan. Organisasi dapat menggunakan disclosure untuk
mendemonstrasikan perhatian manajemen akan nilai sosial, atau
untuk mengarahkan kembali perhatian komunitas akan keberadaan
pengaruh negatif aktifitas organisasi (Lindblom, 1994). Sejumlah
studi terdahulu melakukan penilaian atas pengungkapan sukarela
laporan tahunan dan memandang pelaporan informasi lingkungan
dan sosial sebagai metode yang digunakan organisasi untuk
merespon tekanan publik (Guthrie et al., 2006).
Teori legitimasi sangat erat berhubungan dengan pelaporan IC
dan juga erat hubungannya dengan penggunaan metode content
analysis sebagai ukuran dari pelaporan tersebut. Perusahaan
sepertinya lebih cenderung untuk melaporkan IC mereka jika mereka
memiliki kebutuhan khusus untuk melakukannya. Hal ini mungkin
terjadi ketika perusahaan menemukan bahwa perusahaan tersebut
tidak mampu melegitimasi statusnya berdasarkan tangible assets
yang umumnya dikenal sebagai simbol kesuksesan perusahaan.
Menurut Guthrie et al. (2006), alat terbaik untuk pengukuran
pengembangan pelaporan IC, pada saat ini, adalah dengan menggunakan
content analysis.
Berdasarkan kajian tentang teori stakeholder dan teori
legitimacy, dapat disimpulkan bahwa kedua teori tersebut memiliki
penekanan yang berbeda tentang pihak-pihak yang dapat
memengaruhi luas pengungkapan informasi di dalam laporan
keuangan perusahaan. Teori stakeholder lebih mempertimbangkan
posisi para stakeholder yang dianggap powerfull. Kelompok stake-
holder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan
dalam mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu
informasi di dalam laporan keuangan. Sedangkan teori legitimacy
menempatkan persepsi dan pengakuan publik sebagai dorongan
utama dalam melakukan pengungkapan suatu informasi di dalam
laporan keuangan.
Grand Theories 41

Dalam konteks hubungan IC dengan kinerja keuangan, teori


stakeholder lebih tepat digunakan sebagai basis utama untuk
menjelaskan hubungan IC dengan kinerja perusahaan. Dalam
pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholders,
bukan sekedar shareholder. Kelompok-kelompok 'stake' tersebut
meliputi pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor,
pemerintah, dan masyarakat (Riahi-Belkaoui, 2003).
Konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder
adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran return
bagi pemegang saham (shareholder), sementara value added adalah
ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders dan
kemudian didistribusikan kepada stakeholders yang sama (Meek
dan Gray, 1988). Value added yang dianggap memiliki akurasi lebih
tinggi dihubungkan dengan return yang dianggap sebagai ukuran
bagi shareholder. Sehingga dengan demikian keduanya (value added
dan return) dapat menjelaskan kekuatan teori stakeholder dalam
kaitannya dengan pengukuran kinerja organisasi.
Menurut pandangan teori legitimacy, perusahaan akan terdorong
untuk menunjukkan kapasitan IC-nya dalam laporan keuangan untuk
memperoleh legitimasi dari publik atas kekayaan intelektual yang
dimilikinya. Pengakuan legitimasi publik ini menjadi penting bagi
perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan
sosial perusahaan.
Dowling dan Pfeffer (1975) menyatakan bahwa teori legitimasi
sangat berguna dalam menganalisa perilaku perusahaan. Gray et al.
(1995b) berpendapat bahwa teori legitimasi dan teori stakeholder
seharusnya dipandang sebagai teori yang tumpang tindih, karena
berlawanan dengan teori-teori lainnya. Mereka menjelaskan bahwa
kedua perspektif dipadukan dalam kerangka kerja PET (politichal
economy theory). Karena pengaruh masyarakat secara keseluruhan
dapat memengaruhi provisi keuangan dan sumber daya lain kepada
perusahaan, perusahaan menggunakan kinerja dan pengungkapan
lingkungan untuk menjustifikasi atau melegitimasi aktivitas-
aktivitasnya kepada masyarakat (Gray et al., 1995b).
Menurut Deegan (2002), memahami motivasi pengungkapan
menjadi salah satu dari isu-isu yang menarik banyak perhatian
peneliti, dan keinginan untuk melegitimasi operasi organisasi pada
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
42 dan Kinerja Organisasi

gilirannya menjadi salah satu dari banyak kemungkinan motivasi. Ia


juga membahas peran teori legitimasi dalam menjelaskan keputusan
manajer dan menekankan bahwa teori legitimasi masih dianggap
menjadi teori perilaku manajerial yang relatif baru berkembang.
Namun demikian, ia berpendapat bahwa teori legitimasi memberi
wawasan sangat berguna. Deegan (2002) juga menunjukkan
bagaimana penelitian lain dapat berkontribusi kepada perkembangan
teori legitimasi yang sedang berlangsung dalam pelaporan penelitian
sosial dan lingkungan.
Selain itu, banyak penulis membahas praktek pengungkapan
perusahaan di dalam kerangka kerja teoritis teori legitimasi (misalnya
Patten, 1992; Tilt, 1994; Wilmshurst dan Frost, 2000; Deegan, 2002).
Tidak seperti teori stakeholder, yang menyarankan bahwa perusahaan
dan manajemennya bertindak dan melaporkan sesuai dengan
kebutuhan dan kekuatan kelompok stakeholdernya sendiri, teori
legitimasi memfokuskan pada interaksi perusahaan dengan
masyarakat (Ullmann, 1985). Dowling dan Pfeffer (1975) memberi
penjelasan sangat berguna legitimasi organisasi:
"Organisations seek to establish congruence between the social
values associated with or implied by their activities and the norms
of acceptable behaviour in the larger social system of which they
are a part. Insofar as these two value systems are congruent, we
can speak of organisational legitimacy.When an actual or
potential disparity exists between the two value systems, there
will be a threat to organisational legitimacy".
Hal yang mendasari teori legitimasi adalah perjanjian sosial
yang ada di antara perusahaan dan masyarakat di mana perusahaan
beroperasi dan mengkonsumsi sumber daya. Shocker dan Sethi
(1974: 67) memberi penjelasan yang dikutip secara berkala tentang
konsep perjanjian sosial:
"Any social institution and business with no exception operates
in society via a social contract, expressed or implied, whereby its
survival and growth are based on the delivery of some social
desirable ends to society in general; and the distribution of
economic, social, or political benefits of groups from which it
derives its power".
Dalam masyarakat yang dinamis, tidak ada sumber kekuatan
kelembagaan dan tidak ada pula kebutuhan layanannya yang
Grand Theories 43

permanen. Karena itu, suatu lembaga harus selalu memenuhi ujian


ganda legitimasi dan relevansi dengan menunjukkan bahwa
masyarakat memerlukan layanannya dan bahwa kelompok yang
memeroleh manfaat dari rewardnya memiliki persetujuan sosial
(Lopes dan Rodrigues, 2007). Deegan et al. (2000) menjelaskan
istilah-istilah eksplisit perjanjian sosial sebagai persyaratan sah, di
mana istilah-istilah implisit adalah harapan-harapan masyarakat
yang terkodifikasi.
Sekalipun hukum seringkali merupakan refleksi dari norma-
norma dan nilai-nilai masyarakat. Sistem hukum boleh jadi lambat
dalam beradaptasi dengan perubahan norma dan nilai-nilai dalam
masyarakat (Omran dan El-Galfy, 2014). Sistem hukum didasarkan
pada konsistensi di mana norma-norma boleh jadi kontradiksi. Dan
akhirnya, disarankan bahwa masyarakat bisa mentoleransi perilaku
tertentu tetapi tidak mau mengkodifikasi perilaku-perilaku tersebut
ke dalam sistem hukum (Dowling dan Pfeffer, 1975; Deegan, 2002).
Ketika ada perbedaan antara nilai-nilai perusahaan, dan nilai
masyarakat, maka legitimasi perusahaan akan terancam (Lindblom,
1994). Disparitas antara entitas nilai dan entitas masyarakat ini
dirujuk sebagai gap legitimasi dan bisa memengaruhi kemampuan
korporasi untuk melanjutkan operasinya, sebagaimana disarankan
oleh Wartick dan Mahon (1994):
"Legitimacy gaps may occur when: There is a change in
corporate performance, but society expectations of corporate
performance remains unchanged; Corporate performance is
unchanged, but society expectations of corporate performance
have changed; and Corporate performance and society
expectations change in different directions, or in the same
direction but with differing momentum".
Namun demikian, eksistensi dan ukuran gap legitimasi tidak
selalu mudah ditentukan Wartick dan Mahon (1994). O'Donovan
(2002) menyarankan bahwa di mana ada perbedaan atau disparitas
antara ekspektasi perusahaan dan perbedaan publiknya yang relevan,
maka perusahaan perlu mengevaluasi nilai-nilai sosialnya dan
kemudian mensejajarkan nilai-nilai itu dengan nilai-nilai yang
dipegang masyarakat di lingkungan perusahaan beroperasi.
Alternatifnya, perusahaan boleh mencoba mengubah nilai-nilai atau
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
44 dan Kinerja Organisasi

persepsi sosial yang ada kepada perusahaan sebagai taktik


melegitimasi. Agar bisa menutup gap legitimasi, entitas harus
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang ada di dalam kontrolnya
dan mengidentifikasi publik yang relevan yang memiliki kekuatan
untuk memberi legitimasi kepada entitas (Omran dan El-Galfy, 2014).
Secara berkala, individu korporasi memiliki karakteristik berbeda
mengenai tujuan sosial dan lingkungannya; dan tekanan eksternal
lain kepada perusahaan sekaligus. Persepsi-persepsi dan tekanan-
tekanan ini juga akan berubah berkali-kali (Omran dan El-Galfy,
2014). Sehingga bisa ditegaskan bahwa karakteristik, tujuan, persepsi,
dan tekanan eksternal yang berbeda, yang seringkali tidak
berhubungan dengan isu/peristiwa lingkungan pada waktu isu/
peristiwa itu berada pada kepentingan puncaknya, akan
memengaruhi keputusan untuk mengungkap informasi lingkungan
dan pilihan pendekatan pengungkapan laporan tahunan. Selain itu,
dalam banyak studi pengungkapan perusahaan yang menggunakan
teori legitimasi, laporan tahunan diidentifikasi sebagai cara
perusahaan dalam mengkomunikasikan informasi sosial dan
lingkungan kepada berbagai stakeholder (Deegan, 2002; O'Donovan,
2002; Lopes dan Rodrigues, 2007).
Studi terdahulu tentang pengungkapan sosial perusahaan yang
menggunakan teori legitimasi sebagai kerangka kerja teoritis
mengajukan bahwa penggunaan teori legitimasi sebagai kerangka
kerja teoritis yang valid untuk menguji dan menjelaskan ragam
praktek pengungkapan dapat diperluas mencakup bidang-bidang
dan isu-isu tambahan dibanding apa yang sekarang digunakan di
dalam literatur luas (misalnya: Patten, 1992; O'Donovan, 2002).
Sebaliknya, Woodward (1981) menunjukkan bahwa baik teori
legitimasi maupun teori stakeholder menganggap organisasi menjadi
bagian dari sistem sosial lebih luas; teori legitimasi memandang
masyarakat sebagai keseluruhan, sedangkan teori stakeholder
mengakui bahwa beberapa kelompok di dalam masyarakat adalah
lebih berkuasa dibanding kelompok yang lain. Karena itu, bisa
didalilkan bahwa teori alternatif, yang merupakan nilai dalam studi-
studi kebijakan pengungkapan (disclosure), memfokuskan pada
perspektif berbeda dari isu yang sama. Melalui asumsi tidak sama
yang dibuat dan sudut pandang yang diadopsi, mereka mewarnai
Grand Theories 45

gambaran bayangan yang berbeda, yang menawarkan alternatif


wawasan ke dalam pokok persoalan ini (Omran dan El-Galfy, 2014).

E. Agency Theory
Penelitian akuntansi sebelum pertengahan 1960an utamanya
bersifat norma atau normatif, yang berusaha menjelaskan "apa
yang seharusnya" atau "apa yang harus" dalam hubungannya dengan
pengukuran akuntansi dan pelaporan keuangan (Omran dan El-
Galfy, 2014). Karena penelitian akuntansi normatif tidak berusaha
menjelaskan secara empiris praktek akuntansi, maka penelitian
akuntansi positif dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini.
Bahwasanya, penelitian akuntansi positif modern mulai tumbuh
subur ketika Ball dan Brown (1968), Beaver (1968), dan peneliti lain
mulai menggunakan metode keuangan empiris pada akuntansi
keuangan (Watts dan Zimmerman, 1990). Akan tetapi, para peneliti
positif awal hanya meneliti "perspektif informasi" tentang informasi
akuntansi berdasarkan pada teori keuangan yang mendasari
hubungan empiris antara angka akuntansi dan harga saham (Watts
dan Zimmerman, 1990). Semenjak "perspektif informasi: hanya
mengasumsikan kegunaan data akuntansi pasar (yakni, bagaimana
investor menggunakan informasi akuntansi untuk mereaksi harga
saham), perspektif ini hanya memberi pandangan parsial suatu
teori, mengabaikan keinginan manajer untuk memberi informasi
(Omran dan El-Galfy, 2014).
Pada tahun 1970 sampai 1980, para akademisi akuntansi dan
keuangan (misalnya: Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan
Zimmerman, 1978, 1979, 1986, 1990), berupaya keras memenuhi gap
penelitian ini dengan memasukkan penjelasan "perspektif
oportunistis" informasi akuntansi. Penggunaan pilihan akuntansi
oleh manajer didasarkan atas hubungan kontrak (kepentingan,
keputusan dan tindakan) di antara agen-agen dan para pemilik
merupakan perhatian utama perspektif ini.
Positive Accounting Theory (PAT) menganalisa "apa" yang
berlawanan dengan pendekatan teori normatif, yang menganalisa
"apa yang seharusnya" (Deegan, 2013). Watts dan Zimmerman
(1986) mendefinisikan PAT sebagai kejadian yang berkenaan dengan
penjelasan/justifikasi praktek akuntansi. PAT didesain untuk
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
46 dan Kinerja Organisasi

menjelaskan dan memprediksi perusahaan-perusahaan mana yang


akan dan perusahaan-perusahaan mana yang tidak akan
menggunakan metode akuntansi tertentu (Omran dan El-Galfy,
2014). PAT didasarkan pada konsep pemaksimalan kekayaan dan
kepentingan diri individu yang mendasari teori ekonomi (Gray et al.,
1995a). Dengan demikian, PAT konsisten dengan argumen bahwa
tanggung jawab utama perusahaan adalah menggunakan sumber
dayanya dan terlibat dalam aktivitas yang didesain untuk
meningkatkan profit (Watts dan Zimmerman, 1986, 1990).
Penggunaan khas PAT menjelaskan pergerakan menuju perilaku
yang bertanggungjawab secara sosial dan secara lingkungan dan/
atau pengungkapan sebagai hasil kekuatan pasar yang mengarahkan
kepentingan diri pengusaha di dalam saluran yang sangat berguna
secara sosial (Deegan, 2013). Sementara kepentingan diri dan
ekspektasi pemaksimalan kekayaan sebagai motivasi utama atau
satu-satunya untuk pengungkapan lingkungan perusahaan telah
dikritisi (Gray et al., 1995b). Faktor sosial dan politik juga
memengaruhi perusahaan. Perusahaan beroperasi di dalam sebuah
lingkungan dari banyak konstituen, yang seringkali disertai dengan
benturan tujuan dan keinginan (Watts dan Zimmerman, 1979; Oliver,
1991). Kita juga perlu mencatat bahwa satu-satunya tanggung
jawab perusahaan tidak lagi dirasakan berdasarkan pada kinerja
ekonomi (Patten, 1992; Epstein dan Freedman, 1994; Lothian, 1994;
Beaver, 2002).
(Jensen dan Meckling (1976)) mengasumsikan bahwa manajer
menggunakan pilihan-pilihan untuk menyeleksi dan menggunakan
informasi, tetapi tidak memberi penjelasan detil sifat metode
akuntansi (pilihan-pilihan). Hal ini diartikulasikan lebih baik dalam
PAT (Watts dan Zimmerman, 1986, 1990). Dalam domain teori agensi,
kos agensi (kos pemantauan, kos pengeluaran obligasi dan kerugian
sisa) adalah kos kontrak dalam PAT Watts dan Zimmerman adalah
lebih mahal. Sebagaimana dijelaskan oleh Watts dan Zimmerman
(1990: 134-135):
"Contracting costs consist of transaction costs (e.g. brokerage
fees), agency costs (monitoring costs, bonding costs, and the
residual loss from dysfunctional decisions), information costs (e.g.
the costs of becoming informed), renegotiation costs (e.g. the
costs of rewriting existing contracts because the extant contract
Grand Theories 47

is made obsolete by some unforeseen event), and bank


ruptcy costs (e.g. the legal costs of bankruptcy and the costs of
dysfunctional decisions)".
Fokus besar teori agensi adalah insentif manajer (opsi saham,
bonus, dan prasyarat lainnya) untuk membuat pilihan akuntansi
(tanpa mengidentifikasi metode-metode akuntansi) dalam
kesesuaiannya kecuali kepentingan, keputusan dan tindakannya
dibatasi oleh pengendalian internal dan audit eksternal. Sebaliknya,
tiga kumpulan variabel (hipotesis rencana bonus, hipotesis ekuitas-
hutang, dan hipotesis kos politik) dibahas dalam PAT Watts dan
Zimmerman (1990: 138-139):
"The bonus plan hypothesis is that managers of firms with
bonus plans (tied to reported income) are more likely to use
accounting methods that increase current period reported
income [...] The choice studies to date find results generally
consistent with the bonus plan hypothesis. The debt-equity
hypothesis predicts (that) the higher the firm's debt/equity
ratio, the more likely managers use accounting methods that
increase income. The higher the debt/ equity ratio, the closer
(i.e. tighter) the firm is to the constraints in the debt covenants
[...] Managers exercising discretion by choosing income
increasing accounting methods relax debt constraints and
reduce the costs of technical default. The political cost hypothesis
predicts (that) large firms rather than small firms are more likely
to use accounting choices that reduce reported profits".
Adanya kos informasi dan pemantauan, maka manajer memiliki
insentif menggunakan diskresi lebih dari profit akuntansi dan para
pihak dalam proses politik memantapkan jumlah rasional ex-post
oportunisme (Omran dan El-Galfy, 2014). Demikian pula, masing-
masing hipotesis menegaskan bahwa manajer menggunakan diskresi
akuntansi istimewa. Hipotesis rencana bonus dan hipotesis ekuitas/
hutang harus berhubungan untuk meningkatkan earning. Dalam
hipotesis kos politik, manajer menunda pendapatan yang dilaporkan
dari periode sekarang sampai yang akan datang untuk meyakinkan
berbagai pengawas publik bahwa manajer tidak memeroleh profit
berlebihan untuk para pemilik perusahaan (Gaffikin, 2008). Menurut
Gaffikin (2007), teori agensi adalah bagian penting PAT.
Teori agensi asal mulanya dari literatur ekonomi informasi
yang informasinya ditempatkan di dalam lingkungan pembuatan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
48 dan Kinerja Organisasi

keputusan eksplisit, yang semakin besar informasi akan menimbulkan


semakin baik keputusan (Omran dan El-Galfy, 2014). Akan tetapi,
teori agensi memperluas infomasi tradisional yang di dalamnya
mengakui bahwa beberapa kekuatan yang bermain dalam organisasi
memengaruhi bagaimana informasi beroperasi. Misalnya, pemahaman
asimetri informasi adalah masalah yang berdampak kepada isu-isu
alokasi sumber daya. Ada asimetri informasi ketika beberapa pihak
(manajer) memiliki informasi lebih besar dibandingkan dengan yang
lain (misalnya investor). Karena itu akankah manajer mengungkap
informasi tambahan kepada "pasar"? Teori agensi percaya ada
insentif bagi manajer untuk membuat pengungkapan tambahan
(voluntary disclosure) (Omran dan El-Galfy, 2014).
Asumsi yang mendasari PAT Watts dan Zimmerman adalah
bergantung pada pencermatan dan kajian akademik yang signifikan
(lihat misalnya: Tinker et al., 1982; Christenson, 1983; Whittington,
1987). Teori ini secara dominan memfokuskan pada perspektif
oportunistik yang menganggap tujuan manajer yang mementingkan
diri dan manipulatif sebagai dasar bagi paling tidak dua hipotesis -
yaitu hipotesis rencana bonus dan hipotesis hutang/ekuitas.
Sedangkan modus operandi hipotesis kos politik adalah membiaskan
persepsi kinerja perusahaan oleh orang luar, reduksi pajak dan
mengangkat reputasi manajer (Omran dan El-Galfy, 2014). Contoh
baik teori ini adalah bahwa manajer dapat mereduksi earning dalam
tahun sekarang dan menggunakan bath accounting atau cadangan
dana taktis, untuk meningkatkan earning di masa yang akan datang
dan insentif pada tahun-tahun mendatang (Dechow dan Skinner,
2000; McAnally et al., 2008). Sedangkan perspektif konstruktif
membangun premis dasar PAT, ada argumen bahwa kadang-kadang
manajer dapat memberi informasi dalam perspektif efisiensi.
Selanjutnya, di tingkat lebih abstrak, perdebatan hangat teoritis
terus berlangsung tentang apakah PAT secara aktual merupakan
sebuah teori atau hanya sebuah metodologi penelitian positif (Omran
dan El-Galfy, 2014). Argumen yang berlawanan dengan arguman
para sarjana yang memperselisihkan statusnya adalah bahwa teoris
akuntansi (positif) merupakan fakta ilmiah (Watts dan Zimmerman,
1986; Watts, 1995). Tetapi karena mainstream para peneliti akuntansi
menggunakan metodologi penelitian positivis (deduktif), maka
Grand Theories 49

mereka tidak dapat memberi interpretasi konstruktif-sosial (induktif)


fenomena akuntansi (Mouck, 2004). Akibatnya, mainstream para
peneliti akuntansi yang bergantung pada PAT tidak memberi
interpretasi yang semuanya inklusif manipulasi akuntansi. Studi-
studi mereka sebagian besar melakukan analisis statistik hubungan
antara manipulasi earning dan faktor-faktor yang dipilih (misalnya,
insentif manajerial) berdasarkan sekumpulan data besar (Omran dan
El-Galfy, 2014).
Sikap (perilaku, ucapan, atau justifikasi) manajer setelah
manipulasi akan diabaikan dalam teori ini. Bukan tidak menarik,
orientasi dunia riil dan "tangkapan" para peneliti akademik akuntasi
positif dalam mempelajari banyak realitas terkait dengan pelaporan
keuangan yang oportunistis, juga penting. Bisa dibilang, kepentingan
akademik dan oportunisme manajerial bersamaan dalam
pengembangan dan penggunaan teori ini dan publikasi penelitian
positif dalam jurnal akuntansi dan keuangan yang berperingkat
tertinggi (Omran dan El-Galfy, 2014). Banyak peneliti positifis
memegang kursi akuntansi yang disponsori oleh perusahaan-
perusahaan besar atau perusahan-perusahaan akuntansi. Sehingga
boleh ditegaskan bahwa karena tekanan industri mereka, para
peneliti tak bisa menjelaskan secara holistis perilaku yang
mementingkan diri sponsor-sponsor mereka (Omran dan El-Galfy,
2014), mekanisme yang digunakan memanipulasi informasi akuntansi
dan mentalitas rasionalisasi yang menyertai. Eksponen penelitian
positif juga menegaskan secara retorika bahwa pendekatan (teori
positif) yang mereka ikuti hanyalah cara tepat melakukan penelitian
praktek akuntansi (Beaver, 2002; Mouck, 2004; Gaffikin, 2007, 2008).

F. Political Economy Theory (PET)


Konsep "ekonomi politik" dideskripsikan sebagai "kerangka
kerja sosial, politik dan ekonomi yang berlangsung di dalam
kehidupan manusia" (Gray et al., 1997). Karena itu, ekonomi politik
memperhatikan berbagai tingkat ekspektasi (kepentingan),
akuntabilitas, dan pencapaian yang lekat pada berbagai kelompok
yang memengaruhi orang lain atau dipengaruhi oleh orang lain di
mana mereka semua dalam proses politik yang kompetitif untuk
mencapai tujuan tertentu (Archambault dan Archambault, 2003).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
50 dan Kinerja Organisasi

Karena regulasi akuntansi menentukan domain (kerangka kerja)


pelaporan keuangan, maka perkembangan fase implementasi regulasi
akuntansi mencerminkan ekspektasi, akuntabilitas, pengaruh, dan
pencapaian (sama atau tidak sama) dari berbagai kelompok
kepentingan (Omran dan El-Galfy, 2014). Ada sejumlah PET regulasi.
Teori paling menonjol adalah teori kepentingan public (Public
interest theory), teori tangkapan (The capture theory), dan teori
kepentingan privat (private interest theory) (Godfrey et al., 2010).
Asumsi dasar yang mendasari teori-teori ini adalah bahwa gap
ekspektasi tercipta ketika kelompok yang berbeda berpotensi
dipengaruhi oleh regulasi, mengabaikan pembinaan atau peran
legitimasi untuk memaksimalkan kegunaan individu mereka sendiri
(Deegan, 2013).
Kegunaan PET adalah bahwa mereka tidak hanya memfokuskan
pada kepentingan ekonomi sendiri dan pemaksimalan kekayaan
individu atau perusahaan. Tetapi PET mempertimbangkan kerangka
kerja politik, sosial, dan kelembagaan di dalam ekonomi yang
berlangsung (Omran dan El-Galfy, 2014). Beberapa studi empiris
telah mengidentifikasi peningkatan pengungkapan informasi tentang
sosial dan lingkungan di dalam laporan tahunan yang sesuai dengan
periode di mana isu-isu itu memuncak kepentingannya secara politik
dan/atau secara sosial (Hogner, 1982; Guthrie dan Parker, 1989).
Lebih lanjut, pentingnya PET tidak hanya terkait dengan
disclosure perusahaan sebagai reaksi atas permintaan stakeholder,
namun bahwa PET menganggap laporan akuntansi sebagai dokumen
sosial, politik, dan ekonomi (Guthrie dan Parker, 1989). Akibatnya,
PET juga mengakui kegunaan pengungkapan sosial dan lingkungan
dalam laporan tahunan sebagai alat strategi dalam mencapai tujuan
organisasi, dan dalam memanipulasi sikap stakeholder eksternal
(Omran dan El-Galfy, 2014).
Dalam studi lain, Gray et al. (1997) mengklasifikasi PET ke dalam
aliran klasik dan borjuis. PET klasik berhubungan dengan karya
Marx dan eksistensi kepentingan kelas, kekuasaan, dan konflik di
dalam masyarakat. Alternatifnya, Deegan (2013: 252) menjelaskan
PET klasik sebagai sebagai berikut:
"Tending to perceive accounting reports and disclosures as a
means of maintaining the favoured position of those who
Grand Theories 51

control scarce resources (capital), and as a means of under


mining the position of those without scarce capital. It focuses
on the structural conflicts within society".
Tinker dan Niemark (1987: 72) menggunakan PET klasik untuk
menguji kegunaan laporan tahunan di dalam masyarakat kapitalis.
Mereka berpendapat:
"Corporate reports are not passive describers of an objective
reality, but play a part in forming the world-view or social
ideology that fashions and legitimises the company annual
reports were deployed as ideological weapons aimed at
influencing the distribution of income and wealth, in order to
ensure the company continued profitability and growth".
Sebaliknya, pendekatan ekonomi politik borjuis secara umum
mengabaikan kepentingan sebagian (kelas), ketidakadilan struktur,
konflik dan peran Negara, dan merupakan isi untuk menerima
dunia sebagai esensi pluralistik (Gray et al., 1995a). Pandangan
pluralistik yang diadopsi oleh PET borjuis mengabaikan eksistensi
kelompok yang sangat kuat dalam masyarakat tetapi cenderung
memfokuskan pada interaksi kelompok di dalam masyarakat
seluruhnya (Omran dan El-Galfy, 2014). Aplikasi teori stakeholder
dan legitimasi dalam literatur pengungkapan akuntansi telah
dijelaskan sebagai kejadian secara umum di dalam perspektif
ekonomi politik (Gray et al., 1995a; Gray et al., 1997). Aplikasi teori
stakeholder dan legitimasi dalam literatur pengungkapan akuntansi
telah dijelaskan sebagai kejadian yang secara umum di dalam
perspektif ekonomi politik borjuis (Gray et al., 1995a; Deegan et
al., 2000).

1. Public Interest Theory


Teori ini menyatakan bahwa regulasi adalah barang publik yang
memberi manfaat kepada masyarakat (Posner, 1974). Intervensi
pemerintah penting untuk menciptakan lingkungan pelaporan yang
teregulasi, dengan tujuan untuk menjamin bahwa informasi
akuntansi yang akurat tentang perusahaan diberikan kepada pasar.
Hal ini meningkatkan kepercayaan diri investor kepada setiap
perusahaan dan memperbaiki seluruh efisiensi pasar secara utuh
(Omran dan El-Galfy, 2014).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
52 dan Kinerja Organisasi

2. The Capture Theory


Teori ini menentang asumsi teori kepentingan publik (public
interest theory). Karena angka-angka akuntansi dipengaruhi oleh
standar akuntansi, beberapa pelaku mungkin berupaya
memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melobi proses
penetapan standar (Hill et al., 2002; Zeff, 2002). Craig dan Clarke
(1993) berpendapat bahwa penetapan standar akuntansi internasional
dicirikan dengan capture, control, co-existence dan coercion, ketika
secara jelas terbuka dan transparan, juga memiliki potensi sedang
dicaptured oleh kelompok kepentingan yang sangat kuat (Cortese
et al., 2009). The International Accounting Standards Board (IASB)
pada saat ini terdiri dari anggota dari perusahaan akuntansi besar,
ekskutif dari perusahan multinasional dan beberapa mainstream
akademisi akuntansi (Omran dan El-Galfy, 2014).

G. Contingency Theory
Teori kontinjensi pada mulanya dikembangkan sebagai alat
menjelaskan perbedaan yang diamati dalam struktur organisasi
(Chapman, 1997). Teori kontinjensi menyatakan bahwa tidak ada cara
unik terbaik terkait struktur organisasi yang dapat berlaku di semua
keadaan. Dengan demikian, ragam kontinjensi akan merupakan kondisi
yang lebih tepat kepada jenis struktur organisasi tertentu (Chenhall
dan Chapman, 2006). Penelitian awal tipe ini menyarankan bahwa
kondisi lingkungan, misalnya, ketidakpastian teknologi (Burns dan
Stalker, 1994) dan teknologi yang digunakan oleh perusahaan, misalnya
jenis sistem produksi, adalah variabel kontinjen (Woodward, 1981).
Lebih lanjut, disarankan oleh para ahli bahwa kontinjensi merupakan
strategi perusahaan yang diadopsi dan lingkungan pasar (Chandler,
1996; Chapman, 1997; Donaldson, 2001).
Schweikart (1985) mengamati bahwa ada bukti dalam literatur
akuntansi internasional terkait dengan isu-isu seperti misalnya
harmonisasi dan perbedaan informasi akuntansi yang dipresentasikan
di seluruh negara, dan juga apa yang ia deskripsikan sebagai
"saran" bahwa kebutuhan informasi akuntansi di berbagai negara
bergantung kepada pengaruh lingkungan. Pengamatan Schweikart
(1985) bahwa ada sedikit penelitian empiris yang dilakukan
mendukung konsep pengaruh lingkungan kepada akuntansi sudah
Grand Theories 53

bukan lagi dukungan yang valid, karena ada banyak peneliti yang
menggunakan teori kontinjensi sebagai kendaraan untuk
mewujudkan teori akuntansi internasional (misalnya baca: Cooke
dan Wallace, 1990; Adhikari dan Tondkar, 1992; Doupnik dan Salter,
1995; Salter, 1998).
Dalam bentuk paling sederhana, teori kontinjensi menegaskan
bahwa apa yang merupakan manajemen efektif adalah situasional,
bergantung kepada karakteristik unik masing-masing keadaan. Hicks
dan Gullett (1981: 625-626) meringkas pandangan kontinjensi
organisasi, sebagai:
"[...] the best solution is the one that is most responsive to the
characteristics of the unique situation being faced".
Lawrence dan Lorsch (1967) menetapkan bahwa determinan
proses internal organisasi yang efektif adalah bergantung (atau
kontinjen) kepada berbagai lingkungan tempat operasi organisasi.
Menurut pandangan Lawrence dan Lorsch (1967: 186): "Kontinjensi
di luar ini dapat diperlakukan baik sebagai kendala maupun peluang
yang memengaruhi struktur internal dan proses organisasi".
Pelaporan keuangan dan praktek pengungkapan dapat
dipandang sebagai hasil proses keputusan internal sebuah entitas.
Dengan demikian, perluasan kesimpulan Lawrence dan Lorsch (1967)
menyatakan bahwa kita dimungkinkan melihat pilihan praktek
akuntansi dan praktek pengungkapan sebagai hasil proses internal,
yang dipengaruhi oleh kontinjensi di luar. Hal ini menyarankan
bahwa berbagai lingkungan tempat operasi perusahaan, misalnya
lingkungan yang berhubungan dengan perbedaan negara
perusahaan, akan menimbulkan keputusan yang berbeda mengenai
metode optimal pelaporan perusahaan dan tingkat pengungkapannya
(Lopes dan Rodrigues, 2007).
Williams (2004) menegaskan bahwa teknologi dan lingkungan
adalah sumber besar ketidakpastian bagi organisasi, dan bahwa
perbedaan dimensi itu akan mengakibatkan perbedaan organisasi.
Thompson (1967) menyatakan bahwa organisasi secara umum
menemui kendala "yang berlokasi" di ruang geografis atau dalam
komposisi sosial lingkungan tugasnya". Sedangkan metode-metode
yang disarankan oleh Thompson mencirikan atau mengukur dimensi-
dimensi ini tidak sangat berguna dalam kontek akuntansi,
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
54 dan Kinerja Organisasi

pengamatan umum bahwa faktor-faktor lingkungan yang memiliki


dimensi baik fisik maupun vokasional, dan juga dimensi sosial,
memberi perspektif penting mengenai kedalaman faktor lingkungan
yang berpotensi memengaruhi keputusan akuntansi dan
pengungkapan (Omran dan El-Galfy, 2014).
Sedangkan, akar teori kontinjensi adalah dalam literatur teori
manajemen dan organisasi, aplikasi teori kontinjensi pada akuntansi
dan khusus pada bidang akuntansi manajemen, telah berlangsung
dengan sangat cepat. Penelitian Hayes (1977) mengenai sub-unit
asesemen kinerja organisasi, yang model perkembangannya banyak
didasarkan pada penelitian Thompson (1967), mewakili salah satu
upaya awal pada penerapan pendekatan kontinjensi pada akuntansi
manajemen. Penggunaan teori kontinjensi dalam penelitian akuntansi
manajemen terus berlangsung dan berkembang.
Aplikasi teori kontinjensi dalam penelitian akuntansi keuangan
merupakan perkembangan yang lebih baru. Thomas (1986)
menggunakan teori kontinjensi untuk menguji pelaporan perusahaan.
Ia menyarankan untuk mengadopsi perspektif kontinjensi yang
menggambarkan ide bahwa praktek pelaporan berhubungan dengan
apa yang ia rujuk sebagai variabel keadaan tertentu. Selain itu,
Thomas (1986) mengkonseptualisasi kendala berdasarkan entitas
yang memengaruhi pilihan manajemen terhadap praktek pelaporan
termasuk dalam dua kelompok besar, yaitu lingkungan usaha dan
atribut organisasinya.
Karena itu, faktor-faktor kontinjen diajukan menjadi baik
internal maupun eksternal kepada organisasi. Dalam konteks
pelaporan perusahaan, Thomas (1986: 256-257) menegaskan bahwa:
"Contingency theory postulates the existence of similar
associations but asserts management's preferences with regard
to reporting practices are related to the nature of environmental
and organisational constraints rather than their relative income
effects”.
Ketika mengakui bahwa teori kontinjensi adalah bukan tanpa
keterbatasan, baik sebagai model teoritis umum maupun dalam
kontek aplikasinya kepada pengujian praktek pelaporan perusahaan,
Thomas (1986) menyarankan bahwa teori kontinjensi masih dapat
memberi wawasan berharga, terutama dalam hubungan dengan
Grand Theories 55

aspek-aspek politik dan ekonomi proses penetapan standar


akuntansi. Menurut Thomas (1986), aspek-aspek ini akan mencakup
pertimbangan proses dengan adaptasi kepada kontinjensi yang
ditimbulkan, peran struktur informal dan jaringan hubungan sosial
dan kemungkinan kausalitas timbal-balik. Karena itu, kasus yang
kuat bisa terwujud untuk aplikasi teori kontinjensi kepada pengujian
faktor-faktor yang memengaruhi praktek pelaporan keuangan itu
(Lopes dan Rodrigues, 2007).
Mungkin salah satu dari aspek paling signifikan studi Thomas
(1986) adalah pengakuannya bahwa suatu penelitian penting dalam
konteks komparasi akuntansi internasional dilakukan pada
pertengahan 1980an, yang secara implisit menggunakanpendekatan
kontinjensi. Dia mengatakan:
"Although only rarely explicitly articulated, the conceptual
framework underlying such research is essentially a contingency
approach. Most studies take the form of either testing for
differences between certain reporting practices in various
countries, or the grouping of national accounting systems into
relatively homogeneous subunits; in both cases the results are
usually attributed to differences or similarities in social,
political, or economic factors"(Thomas, 1986, 255).
Akibatnya, ada teori yang implisit mendasari bahwa praktek
pelaporan masing-masing negara adalah kontinjen pada sosial
tertentu, variabel politik dan/atau ekonomi. Adopsi implisit kerangka
kerja kontinjensi ini terus-menerus menjadi lazim dalam literatur
perbandingan akuntansi internasional. Thomas (1986) menyarankan
bahwa indikasi keterterapan lebih umum teori kontinjensi diberikan
dengan yang baru, dan masih berlangsung, pembahasan mengenai
"keterterapan universal Standar Akuntansi Internasional". Kerangka
kerja ini juga secara eksplisit diadopsi dalam beberapa studi praktek
akuntansi internasional.
Riahi-Belkaoui (1983) merupakan salah satu penulis awal yang
membahas pengaruh faktor-faktor lingkungan kepada akuntansi,
mengakui secara eksplisit bahwa pendekatan itu mengadopsi teori
kontinjensi sebagai dasarnya. Dia mengakui perlunya mencari
hubungan antara ukuran perkembangan dan kelayakan akuntansi
di satu sisi dan ukuran politik, sipil, dan perkembangan ekonomi
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
56 dan Kinerja Organisasi

serta kelayakan sebagai langkah pertama dalam perumusan teori


kontinjensi akuntansi internasional. Schweikart (1985), yang
merupakan penulis awal lainnya, secara eksplisit mengakui aplikasi
teori kontinjensi sebagai kerangka kerja bagi penelitian akuntansi
internasional. Dalam konteks akuntansi internasional, dia
menyarankan "perbedaan lingkungan nasional dan berdasarkan
pada penelitian manajemen komparatif". Schweikart (1985)
mengidentifikasi kemungkinan variabel lingkungan untuk model
kontinjensi termasuk ke dalam kategori: pendidikan, ekonomi, politik-
hukum, dan sosial (sosial-budaya).
Tiga dari empat kategori ini, ekonomi, politik, dan sosial juga
merupakan kategori yang diidentifikasi oleh Thomas (1986) sebagai
sesuatu yang mencirikan variabel lingkungan yang disarankan dalam
studi akuntansi internasional komparatif karena memengaruhi
praktek akuntansi. Schweikart (1985) mengklaim bahwa model ini
dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan kebijakan-kebijakan
akuntansi di antara negara-negara yang memiliki lingkungan bisnis
nasional yang berbeda' (sebuah kajian, lihat gambar 2.7).
Schweikart menunjukkan bahwa isu perbedaan itu merupakan
salah satu dari yang "mengisolasi variabel lingkungan yang
memengaruhi kebutuhan informasi, karena teori kontinjensi secara
tidak langsung menyatakan bahwa kebutuhan informasi seharusnya
berbeda dengan perbedaan kesesuaian atau kepastian lingkungan
keputusan" (Schweikart, 1985). Schweikart juga mengakui bahwa
penggunaan model tersebut dalam konteks akuntansi keuangan
internasional memiliki sejumlah kesulitan, karena tidak mungkin
memegang selalu lembaga dan informasi di seluruh negara. Masalah
keputusan yang dihadapi oleh para pengguna tak bisa seragam di
seluruh negara. Schweikart menyarankan berikut ini sebagai alat
meminimalisir dampak kesulitan-kesulitan ini:
"Comparative research using nations with very similar
accounting methods, institutions, and decision problems may
be the only vehicle available to extract many significant
environmental variables. This research design implies that the
environments in such countries will have a high degree of
similarity, but that subtle differences may be more reliable
predictors of information-relevance predictors" (Schweikart,
1985, 97).
Grand Theories 57

Gambar 2.7 Financial Accounting Contingency Model


Sumber: Schweikart (1985)

Akibatnya, penelitian komparatif ini memberi arah jelas bagi


penelitian di masa depan, yang menyarankan konsentrasi kepada
pengelompokan lebih kecil regional negara bisa memberi hasil lebih
baik dibanding studi-studi global lebh besar. Thomas (1991)
mengembangkan lebih lanjut aplikasi teori kontinjensi pada sistem
pelaporan keuangan perusahaan, yang mengajukan pilihan
manajemen praktek pelaporan keuangan perusahaan adalah
kontinjen pada kendala-kendalan berbeda kepada entitas, Thomas
menunjukkan termasuk dalam empat kemungkinan kelompok.
Thomas (1991) menjustifikasi simpulan variabel masyarakat dalam
model kontinjensi umumnya untuk sistem pelaporan keuangan
berdasarkan bahwa kerangka kerja teoritis yang mendasari penelitian
dalam akuntansi internasional komparatif pada esensinya merupakan
perspektif kontinjensi, yang biasanya hasilnya diatributkan pada
perbedaan atau kesamaan dalam faktor-faktor sosial, politik atau
ekonomio. Thomas (1991) mencirikan variabel-variabel itu sebagai
"faktor-faktor semua usaha di dalam negara tertentu menjadi subyek
dan yang berbeda di antara negara-negara. Akhirnya, Thomas (1991)
menyarakan bahwa tidak hanya sistem pelaporan keuangan yang
dipengaruhi oleh variabel kontinjen, tetapi juga sistem-sistem dalam
beberapa kasus akan memengaruhi variabel-variabel.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
58 dan Kinerja Organisasi

Dalam membahas metodologi penelitian akuntansi internasional,


Asosiasi Akuntansi Amerika (AAA) mendeskripsikan pendekatan
kontinjensi adalah:
Being concerned with the association between accounting and
its environment, it distinguishes between global contingency
approaches to cross-national financial accounting research, of
which it identifies three, and the arguably more comprehensive
contextual contingency approach. Studies adopting a global
approach are described as usually deterministic, unidirectional
and implicitly assumed that accounting is the dependent
variable (AAA, 1993, 9).
Dalam model AAA (1993), syarat untuk memenuhi ekspektasi
nasional digambarkan dengan uji efektifitas di dalam negara,
sedangkan perluasan praktek akuntansi dibandingkan dengan
ekspektasi normatif atau aktual di dalam suatu negara. Kegagalan
meloloskan uji mensyaratkan lagi perubahan atau adaptasi yang
terjadi, dalam kasus ini baik sebagai perubahan faktor lingkungan,
untuk mensejajarkannya lebih dekat dengan praktek akuntansi luas,
maupun sebagai perubahan dalam praktek akuntansi untuk
memenuhi ekspektasi aktual dalam kedua kasus proses, seperti
dalam model Schweikart (1985), digambar sebagai putaran feedback
kepada para pihak yang berkenaan dengan produksi informasi
akuntansi di dalam suatu negara (lihat gambar 2.7).
Kontribusi signfikan model AAA (1993) adalah pengenalan
eksplisit uji kedua, harus dilakukan ketika uji "di dalam negara"
bisa terpenuhi, dirujuk sebagai "uji kelaikan global (global fit
test)". Sebagaimana ditunjukkan dalam model tersebut, uji
kelaikan global melibatkan perbandingan praktek-praktek
akuntansi di dalam negara yang diuji dengan "profil asing"
praktek-praktek akuntansi. 'Profil-profil' ini bisa terdiri dari praktek
akuntansi dan pengungkapan perusahaan asing, atau praktek-
praktek yang dipilih sebagaimana yang diumumkan oleh organisasi
penetapan standar akuntansi internasional, misalnya IASB (Omran
dan El-Galfy, 2014). Sekali lagi, perbandingan ini dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh feedback kepada organisasi, badan-
badan profesional dan individu-individu domestik yang berkenaan
dengan persiapan laporan akuntansi di dalam suatu negara yang
dipertanyakan.
Grand Theories 59

Pentingnya memasukkan uji dalam model kontinjensi itu tidak


dapat diabaikan dalam kepentingan isu harmonisasi praktek
akuntansi internasional saat ini. Dalam konteks ini, suatu uji akan
melibatkan perbandingan praktek akuntansi dan pengungkapan
aktual perusahaan dengan praktek yang dipersyaratkan oleh standar
akuntansi internasional, mungkin menggunakan indek atau ukuran
harmonisasi yang sama untuk menentukan tingkat "kelaikan
global" (Omran dan El-Galfy, 2014). Uji-uji tersebut dengan jelas
dapat dan seharusnya memasukkan pengujian praktek akuntansi
dalam lebih dari satu negara (untuk kajian, baca gambar 2.8).

Gambar 2.8 Contextual Contingency Approach to


Cross-national Financial Accounting Research Mode
Sumber: AAA (1993)

Berdasarkan pada analisis perkembangan teoritis yang sedang


berlangsung dalam aplikasi teori kontinjensi dengan penelitian
komparatif akuntansi internasional, dan perlunya model-model itu
lebih mengkhususkan secara jelas sifat pengaruh lingkungan yang
berdampak kepada perkembangan akuntansi, perluasan teori
kontinjensi pengungkapan akuntansi akan diajukan. Pertama,
lingkungan akuntansi menurut Gernon dan Wallace (1995) dan
berbagai komponennya mengganti dua bagian model AAA (1993).
Modifikasi ini diperlukan untuk menghindari tumpang tindih, dan
mengintegrasi dua model: model kontinjensi AAA (1993) memisahkan
pengaruh persyaratan formal akuntansi, misalnya pengaruh yang
terkandung dalam standar dan regulasi akuntansi nasional, dari
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
60 dan Kinerja Organisasi

variabel lingkungan lain yang memengaruhi praktek pengungkapan


akuntansi (untuk kajian, baca Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Accounting Ecology


Sumber: Gernon dan Wallace (1995)

Modifikasi lebih lanjut adalah pencatuman eksplisit laporan


tahunan, yang mencerminkan praktek pengukuran dan
pengungkapan yang diadopsi oleh perusahaan, sebagai output
proses. Modifikasi ini memberi fokus lebih spesifik kepada bagian
model ini. Laporan-laporan ini hasil dari lingkaran akuntansi dengan
lingkunganya, bagian yang tercermin dalam hubungan yang
diberikan oleh berbagai entitas, termasuk perusahaan sebagai entitas
laporan, badan-badan profesional dan individu-individu (Omran
dan El-Galfy, 2014). Lingkungan masyarakatnya, serta variabel-variabel
yang disub-kelompokkan sebagaimana dirinci di atas, menguraikan
variabel lingkungan dalam model yang diperluas. Selanjutnya, profil
asing yang membentuk dasar uji kelaikan global yang telah
dispesifikasi secara eksplisit adalah terdiri dari praktek pelaporan
perusahaan asing dan/atau persyaratan IASB.
Lingkungan akuntansi dan berbagai komponen menurut Gernon
dan Wallace (1995) dan AAA (1993) memberi kombinasi dasar teoritis
yang lebih kaya dan lebih lengkap untuk pengujian faktor-faktor
lingkungan yang memengaruhi praktek pengungkapan akuntansi
Grand Theories 61

(lihat Gambar 2.8). Perlunya pendekatan luas disarankan oleh


pengamatan Gernon dan Wallace (1995) bahwa ketika jumlah
signifikan penelitian empiris mengenai hubungan antara akuntansi
dan lingkungan yang telah dilakukan sejal 1970an, akan tetapi
"hasilnya tidak konsisten". Gernon dan Wallace (1995: 74) mengakui
bahwa:
"The need for mutual recognition of mutual economic
problems is a reason for formation of regional groups of
countries, which they argue offer accounting scholars self-
selected samples of countries for cross-national study of the
diffusion of accounting"
Pengakuan ini konsisten dengan pandangan Schweikart (1985)
yang menegaskan lebih dulu bahwa konsentrasi pada
pengelompokan regional lebih kecil, di mana lingkungan negara
memiliki derajat kesamaan telatif tinggi, dimungkinkan menjadi
lebih memberikan hasil karena perbedaan kecil lingkungan akan
dimungkinkan untuk disoroti. Negara-negara di Asia Tenggara
(Omran dan El-Galfy, 2014), misalnya Indonesia, Malaysia, Pilipina
dan Thailand, adalah contoh lebih lanjut pengelompokan yang
dapat membentuk dasar penelitian di masa depan (untuk kajian,
baca Emenyonu dan Gray, 1992; Archer et al., 1995, 1996; Emenyonu
dan Gray, 1996; Krisement, 1997; Lopes dan Rodrigues, 2007). Gernon
dan Wallace (1995) memberikan catatan bahwa "penelitian empiris
lebih banyak diperlukan untuk menguji teori bahwa akuntansi
merupakan fungsi lingkungannya".
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
62 dan Kinerja Organisasi

Referensi

AAA. 1993. Report of the Research Methodologies Committee.


Sarasota, FL.: International Accounting Section Committee on
Research Methodologies.
Absah, Y. 2008. "Kompetensi: Sumber Daya Pendorong Keunggulan
Bersaing Perusahaan". Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 1, No. 3,
hlm: 109 - 116.
Adhikari, A., dan R. H. Tondkar. 1992. "Environmental factors
influencing accounting disclosure requirements of global stock
exchanges". Journal of International Financial Management
and Accounting, Vol. 4, No. 2, hlm: 75-105.
An, Y., H. Davey, dan I. R. C. Eggleton. 2011. "Towards a comprehensive
theoretical framework for voluntary IC disclosure". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 12, No. 4, hlm: 571-585.
Archambault, J. J., dan M. E. Archambault. 2003. "A multinational
test of determinants of corporate disclosure". The International
Journal of Accounting, Vol. 38, No. 2, hlm: 173-194.
Archer, S., P. Delvaille, dan S. McLeay. 1995. "The measurement of
harmonisation and the comparability of financial statement
items: within-country and between-country effects". Accounting
and Business Research, Vol. 25, No. 98, hlm: 67-80.
---. 1996. "A statistical model of international accounting harmonisation".
Abacus, Vol. 32, No. 1, hlm: 1-29.
Ball, R., dan P. Brown. 1968. "An empirical evaluation of accounting
income numbers". Journal of Accounting Research, Vol. 6, No.,
hlm: 159-177.
Grand Theories 63

Barney, J. B. 1986. "Organizational culture: can it be a source of


competitive advantage?". Academy of Management Review,
Vol. 11, No. 3 (Juli), hlm: 656-665.
---. 1991. "Firm Resources and Sustained Competitive Advantage".
Journal of Management, Vol. 17, No. 1, hlm: 99-120.
---. 1995. "Looking Inside for Competitive Advantage". Academy of
Management Executive, Vol. 9, No. 3, hlm: 59-60.
---. 1999. "How a Firms Capabilities Effect Boundary Decisions".
Sloan Management Review, Vol. 40, No. 3, hlm: 137-145.
Barney, J. B., dan A. M. Arikan. 2001. "The resource-based view:
Origins and implications". Pada The Blackwell handbook of
strategic management, diedit oleh M. A. Hitt, R. E. Freeman
dan J. S. Harrison. Oxford: Blackwell Publishing, 124-188.
Beaver, W. 1968. "The information content of annual earnings
announcements". Journal of Accounting Research, Vol. 6, No.
Supplement, hlm: 67-92.
Beaver, W. H. 2002. "Perspectives on recent capital market research".
The Accounting Review, Vol. 77, No. 2, hlm: 453-474.
Bontis, N. 1998. "Intellectual capital: an exploratory study that
develops measures and models". Management Decision, Vol.
36, No. 2, hlm: 63-76.
Botosan, C. A. 2006. "Disclosure and the cost of capital: what do
we know?". Accounting and Business Research, Vol., No., hlm:
31-40.
Burns, T., dan G. M. Stalker. 1994. The Management of Innovation.
New York: Oxford University Press.
Chandler, A. D. 1996. Strategy and Structure: Chapters in the History
of the Industrial Enterprise. New York: Beard Books.
Chapman, C. S. 1997. "Reflections on a contingent view of account-
ing". Accounting, Organisation and Society, Vol. 22, No. 2,
hlm: 189-205.
Chenhall, R., dan C. S. Chapman. 2006. "Theorising and testing fit in
contingency research on management control systems". Pada
Methodological Issues in Accounting Research: Theories and
Methods, diedit oleh Z. Hoque. London: Spiramus Press Ltd.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
64 dan Kinerja Organisasi

Christenson, C. 1983. "The methodology of positive accounting".


The Accounting Review, Vol. 58, No. 1, hlm: 1-22.
Connelly, B. L., S. Trevis Certo, R. D. Ireland, dan C. R. Reutzel. 2011.
"Signaling Theory: A Review and Assessment". Journal of
Management, Vol. 37, No. 1, hlm: 39-67.
Cooke, T. E., dan R. S. O. Wallace. 1990. "Financial disclosure
regulation and its environment: a review and further analysis".
Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 9, No. 2, hlm:
79-110.
Core, J. E. 2001. "A review of the empirical disclosure literature:
discussion". Journal of Accounting and Economics, Vol. 31,
No. 1/3, hlm: 441-456.
Cortese, C. L., H. J. Irvine, dan M. A. Kaidonis. 2009. "Extractive
industries accounting and economic consequences: past, present
and future". Accounting Forum, Vol. 33, No. 1, hlm: 27-37.
Covaleski, M., J. H. E. III, J. Luft, dan M. D. Shields. 2003. "Budgeting
research: three theoretical perspectives and criteria for
selective integration". Journal of Management Accounting
Research, Vol. 15, No., hlm: 3-49.
Craig, R. J., dan F. L. Clarke. 1993. "Phases in Australian accounting
standards setting: control, capture, co-existence and coercion".
Australian Journal of Corporate Law, Vol. 3, No. 1, hlm: 50-66.
Creswell, J. W. 2009. Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. Third ed. California: SAGE Publications.
Dechow, P. M., dan D. J. Skinner. 2000. "Earnings management:
reconciling the views of accounting academics, practitioners,
and regulators". Accounting Horizons, Vol. 14, No. 2, hlm: 235-250.
Deegan, C. 2002. "Introduction: the legitimising effect of social and
environmental disclosures - a theoretical foundation".
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 15, No.
3, hlm: 282-311.
Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. Sydney: McGraw-Hill
Book Company.
---. 2013. Financial Accounting Theory. 4 ed. Sydney: McGraw Hill
Book Company.
Grand Theories 65

Deegan, C., M. Rankin, dan P. Voght. 2000. "Firms' disclosure


reactions to major social incidents: Australian evidence".
Accounting Forum, Vol. 24, No. 1, hlm: 101-130.
Diamond, D. W., dan R. E. Verrecchia. 1991. "Disclosure, liquidity,
and the cost of capital". The journal of Finance, Vol. 46, No.
4, hlm: 1325-1359.
Donaldson, L. 2001. The Contingency Theory of Organisations.
London: Sage Publications.
Doupnik, T. S., dan S. B. Salter. 1995. "External environment, culture
and accounting practice: a preliminary test of a general model
of international accounting development". The International
Journal of Accounting Education and Research, Vol. 30, No. 2,
hlm: 189-207.
Dowling, J., dan J. Pfeffer. 1975. "Organisational legitimacy: social
values and organisational behaviour". Pacific Sociological
Review, Vol. 18, No. 1, hlm: 122-136.
Emenyonu, E. N., dan S. J. Gray. 1992. "EC accounting harmonisation:
an empirical study of measurement practices in France,
Germany and the UK". Accounting and Business Research, Vol.
23, No. 89, hlm: 49-58.
---. 1996. "International accounting harmonization and the major
developed stock market countries: an empirical study".
International Journal of Accounting Education and Research,
Vol. 31, No. 3, hlm: 231-257.
Epstein, M. J., dan M. Freedman. 1994. "Social disclosure and the
individual investor". Accounting, Auditing and Accountability
Journal, Vol. 7, No. 4, hlm: 94-109.
Freeman, R. E. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach.
Boston: Pitman.
Freeman, R. E., dan Reed. 1982. "Stockholders and stakeholders:
a new perspective on corporate governance". Californian
Management Review, Vol. 25, No. 2, hlm: 88-106.
Friedman, M. 1962. "The methodology of positive economics". Pada
Essays in Positive Economics, diedit oleh M. Friedman. Chicago:
University of Chicago Press, 3-43.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
66 dan Kinerja Organisasi

Gaffikin, M. 2007. "Accounting research and theory: the age of


neo-empiricism". The Australasian Accounting Business &
Finance Journal, Vol. 1, No. 1, hlm: 1-17.
---. 2008. Accounting Theory: Research, Regulation and Accounting
Practice. Sydney: Pearson Education Australia.
Gernon, H., dan R. S. O. Wallace. 1995. "International accounting
research: a review of its ecology, contending theories and
methodologies". Journal of Accounting Literature, Vol. 14, No.
1, hlm: 54-106.
Godfrey, J., A. Hodgson, A. Tarca, J. Hamilton, dan S. Holmes. 2010.
Accounting Theory. 7 ed. Milton: John Wiley and Sons.
Grant, R. M. 1991. "The Resource-Based Theory of Competitive
Advantage: Implications for Strategy Formulation". California
Management Review, Vol., No. Spring, hlm: 114-135.
Gray, R., R. Kouhy, dan S. Lavers. 1995a. "Corporate social and
environmental reporting a review of the literature and a
longitudinal study of UK disclosure". Accounting, Auditing
and Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, hlm: 44-77.
Gray, R., R. Kouhy, dan S. Lavers. 1995b. "Methodological themes:
constructing a research database of social and environmental
reporting by UK companies". Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, hlm: 78-101.
Gray, R., D. Owen, dan C. A. Adams. 1997. Accounting and
Accountability: Changes and Challenges in Corporate Social
and Environmental. London: Prentice-Hall Europe.
Guthrie, J., dan L. Parker. 1989. "Corporate social reporting: a
rebuttal of legitimacy theory". Accounting and Business
Research, Vol. 19, No. 76, hlm: 343-352.
Guthrie, J., dan R. Petty. 2000. "Intellectual capital: Australian
annual reporting practices". Journal of Intellectual Capital,
Vol. 1, No. 3, hlm: 241-251.
Guthrie, J., R. Petty, dan F. Ricceri. 2006. "The voluntary reporting of
intellectual capital; comparing evidence from Hong Kong and
Australia". Journal of Intellectual Capital, Vol. 7, No. 2, hlm:
254-271.
Grand Theories 67

Hayes, A. F. 1977. "The contingency theory of managerial accounting".


The Accounting Review, Vol. 52, No. 1, hlm: 22-39.
Hicks, H. G., dan C. R. Gullett. 1981. Management. New York:
McGraw-Hill.
Hill, N. T., S. W. Shelton, dan K. T. Stevens. 2002. "Corporate lobbying
behaviour on accounting for stock-based compensation: venue
and format choices". Abacus, Vol. 38, No. 1, hlm: 78-90.
Hogner, R. H. 1982. "Corporate social reporting: eight decades of
development at US steel". Research in Corporate Social
Performance and Policy, Vol. 4, No. 2, hlm: 243-250.
Hoque, Z., M. A. Covaleski, dan T. N. Gooneratne. 2013. "Theoretical
triangulation and pluralism in research methods in organizational
and accounting research". Accounting, Auditing & Accountability
Journal, Vol. 26, No. 7, hlm: 1170-1198.
IFAC. 1998. "The Measurement and Management of Intellectual
Capital" www.ifac.org. [diakses pada 23 November 2007].
Jensen, M. C., dan W. H. Meckling. 1976. "Theory of the firm:
managerial behavior, agency costs and ownership structure".
Journal of Financial Economics, Vol. October, No., hlm: 305-360.
Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. 8 ed.
Yogyakarta: BPFE.
Kirmani, A., dan A. R. Rao. 2000. "No pain, no gain: A critical review
of the literature on signaling unobservable product quality".
The Journal of Marketing, Vol. 64, No. April, hlm: 66-79.
Krisement, V. M. 1997. "An approach for measuring the degree
of comparability of financial information". The European
Accounting Review, Vol. 6, No. 3, hlm: 465-485.
Labovitz, S., dan R. Hagedorn. 1971. Introduction to Social Research.
New York: McGraw-Hill.
Lambert, R., C. Leuz, dan R. E. Verrecchia. 2007. "Accounting information,
disclosure, and the cost of capital". Journal of Accounting
Research, Vol. 45, No. 2, hlm: 385-420.
Lawrence, P. R., dan J. W. Lorsch. 1967. Organization and Environment:
Managing Differentiation and Integration. Homewood, IL.:
Richard D. Irwin, Inc.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
68 dan Kinerja Organisasi

Lindblom, C. K. 1994. "The Implications of organizational legitimacy


for corporate social performance and disclosure". Artikel
dipresentasikan pada The Critical Perspectives on Accounting
Conference, 6-9 July, di New York.
Lippman, S. A., dan R. P. Rumelt. 1982. "Uncertain imitability: An
analysis of interfirm differences in efficiency under competition".
The Bell Journal of Economics, Vol. 13, No. 2, hlm: 418-438.
Lopes, P. T., dan L. L. Rodrigues. 2007. "Accounting for financial
instruments: an analysis of the determinants of disclosure in
the Portuguese stock exchange". The International Journal of
Accounting, Vol. 42, No. 1, hlm: 25-56.
Lothian, J. 1994. "Attitudes of Australians towards the environment:
1975 to 1994". Australian Journal of Environmental Management,
Vol. 1, No. 1, hlm: 78-99.
Mangena, M., R. Pike, dan J. Li. 2010. "Intellectual Capital Disclosure
Practices and Effects on the Cost of Equity Capital: UK
Evidence". Unpublished Paper. The Institute of Chartered
Accountants of Scotland, Edinburgh.
McAnally, M. L., A. Srivastava, dan C. D. Weaver. 2008. "Executive
stock options, missed earnings targets, and earnings management".
The Accounting Review, Vol. 83, No. 1, hlm: 185-216.
Meek, G. K., dan S. J. Gray. 1988. "The value added statement: an
innovation for the US companies". Accounting Horizons, Vol.
12, No. 2, hlm: 73-81.
MERITUM. 2002. Guidelines For Managing And Reporting On
Intangibles (Intellectual Capital Report). Madrid European
Union within the framework of the TSER Programme.
Mouck, T. 2004. "Institutional reality, financial reporting and the
rules of the game". Accounting, Organizations and Society,
Vol. 29, No. 5, hlm: 525-541.
Myers, S., dan N. Majluf. 1984. "Corporate financing and investment
decisions when firms have information that investors do not
have". Journal of Financial Economics, Vol. 13, No., hlm: 187-221.
Newbert, S. L. 2007. "Empirical research on the resource-based view
of the firm: an assessment and suggestions for future research".
Strategic Management Journal, Vol. 28, No., hlm: 121-147.
Grand Theories 69

Nothnagel, K. 2008. Empirical Research within Resource-Based Theory;


A Meta-Analysis of the Central Propositions. Germany: Gabler.
O'Donovan, G. 2002. "Environmental disclosures in the annual
report: extending the applicability and predictive power of
legitimacy theory". Accounting, Auditing and Accountability
Journal, Vol. 15, No. 3, hlm: 344-371.
Oliver, C. 1991. "Strategic responses to institutional processes".
Academy of Management Review, Vol. 16, No. 1, hlm: 145-179.
Omran, M. A., dan A. M. El-Galfy. 2014. "Theoretical perspectives on
corporate disclosure: a critical evaluation and literature survey".
Asian Review of Accounting, Vol. 22, No. 3, hlm: 257-286.
Orens, R., W. Aerts, dan N. Lybaert. 2009. "Intellectual capital
disclosure, cost of finance and firm value". Management
Decision, Vol. 47, No. 10, hlm: 1536-1554.
Patten, D. M. 1992. "Intra- industry environmental disclosures in
response to the- Alaskan oil spill: a note on legitimacy theory".
Accounting, Organisations and Society, Vol. 17, No. 5, hlm:
471-475.
Penrose, E. 2009. The Theory of the Growth of the Firm. Fourth ed.
New York: Oxford University Press.
Posner, R. A. 1974. Theories of Economic Regulation. Cambridge:
National Bureau of Economic Research.
Pulic, A., dan M. Kolakovic. 2003. "Value creation efficiency in the new
economy" www.vaic-on.net. [diakses pada 3 December 2006].
Riahi-Belkaoui, A. 1983. "Economic, political, and civil indicators and
reporting and disclosure adequacy: empirical investigation".
Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 2, No. 4, hlm:
207-219.
Riahi-Belkaoui, A. 2003. "Intellectual capital and firm performance
of US multinational firms: A study of the resource-based and
stakeholder views". Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No.
2, hlm: 215-226.
Roberts, R. W. 1992. "Determinants of corporate social responsibility
disclosure: an application of stakeholder theory". Accounting,
Organisations and Society, Vol. 17, No. 6, hlm: 595-612.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
70 dan Kinerja Organisasi

Ross, S. A. 1977. "The determination of financial structure: the


incentive-signaling approach". Bell Journal of Economics, Vol.
51, No. 1, hlm: 1-19.
Salter, S. B. 1998. "Corporate financial disclosure in emerging
markets: does economic development matter?", , Vol. 33 No. 2,
pp. 21-234.". The International Journal of Accounting, Vol. 33,
No. 2, hlm: 221-234.
Schweikart, J. A. 1985. "Contingency theory as a framework for
research in international accounting". International Journal of
Accounting Education and Research, Vol. 21, No. 1, hlm: 89-98.
Shocker, A. D., dan S. P. Sethi. 1974. "An approach to incorporating
social preferences in developing corporate action strategies".
Pada The Unstable Ground: Corporate Social Policy in a
Dynamic Society, diedit oleh S. P. Sethi. Los Angeles: Melville
Publishing, 67-80.
Singh, I., dan J. L. W. M. Van-der-Zahn. 2008. "Determinants of
intellectual capital disclosure in prospectuses of initial public
offerings". Accounting and Business Research, Vol. 38, No. 5,
hlm: 409-431.
Sonnier, B. M. 2008. "Intellectual capital disclosure: high-tech versus
traditional sector companies". Journal of Intellectual Capital,
Vol. 9, No. 4, hlm: 705-722.
Spence, M. 1973. "Job Market Signaling". The Quarterly Journal of
Economics, Vol. 87, No. 3 (Aug. 1973), hlm: 355-374.
---. 2002. "Signaling in retrospect and the informational structure of
markets". American Economic Review, Vol. 92, No. 3, hlm: 434-459.
Stiglitz, J. E. 2002. "Information and the change in the paradigm
in economics". American Economic Review, Vol. 92, No., hlm:
460-501.
Sveiby, K. E. 1997. The New Organizational Wealth: Managing &
Measuring Knowledge-based Assets. Sydney: Berret-Koehler
Publishers.
Thomas, A. P. 1986. "The contingency theory of corporate reporting:
some empirical evidence". Accounting, Organisations and Society,
Vol. 11, No. 3, hlm: 253-270.
Grand Theories 71

---. 1991. "Towards a contingency theory of corporate financial


reporting systems". Accounting Auditing and Accountability
Journal, Vol. 4, No. 4, hlm: 40-57.
Thomas, G. 1997. "What's the use of theory?". Harvard Educational
Review, Vol. 67, No. 1, hlm: 75-104.
Thompson, J. D. 1967. Organisations in Action: Social Science Bases
of Administrative Theory. New York: McGraw-Hill.
Tilt, C. A. 1994. "The influence of external pressure groups on
corporate social disclosure". Accounting, Auditing and
Accountability Journal, Vol. 7, No. 4, hlm: 47-72.
Tinker, A. M., B. D. Merino, dan M. D. Neimark. 1982. "The normative
origins of positive theories: ideology and accounting thought".
Accounting, Organizations and Society, Vol. 7, No. 2, hlm: 167-200.
Tinker, T., dan M. Niemark. 1987. "The role of annual reports in
gender and class contradictions at general motors". Accounting,
Organisations and Society, Vol. 12, No. 1, hlm: 71-88.
Ullmann, A. 1985. "Data in search of a theory: a critical examination
of the relationships among social performance, social disclosure,
and economic performance of US firms". Academy of Management
Review, Vol. 10, No. 3, hlm: 540-557.
Vergauwen, P., dan F. Alem. 2005. "Annual reports IC disclosures in
The Netherlands, France and Germany". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 6, No. 1, hlm: 89-104.
Verrecchia, R. E. 1999. "Disclosure and the cost of capital: A discussion".
Journal of Accounting & Economics, Vol. 26, No., hlm: 271-283.
Wartick, S. L., dan J. F. Mahon. 1994. "Toward a substantive definition
of the corporate issue construct: a review and synthesis of the
literature". Business and Society, Vol. 33, No. 3, hlm: 293-311.
Watts, R. 1995. "Developments in positive accounting theory". Pada
Accounting Theory: AContemporary Review, diedit oleh S.
Jones, C. Romano dan J. Ratnatunga. Sydney: Harcourt Brace,
297-353.
Watts, R. L., dan J. L. Zimmerman. 1978. "Towards a positive theory
of the determination of accounting standards". The Accounting
Review, Vol. 53, No. 1, hlm: 112-134.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
72 dan Kinerja Organisasi

---. 1979. "The demand for and supply of accounting theories: the
market for excuses". The Accounting Review, Vol. LIV, No. 2,
hlm: 273-305.
---. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs. NJ.: Prentice-
Hall.
---. 1990. "Positive accounting theory: a ten-year perspective". The
Accounting Review, Vol. 65, No. 1, hlm: 131-156.
Wernerfelt, B. 1984. "A Resource-based View of the Firm". Strategic
Management Journal, Vol. 5, No., hlm: 171-180.
Whiting, R. H., dan J. C. Miller. 2008. "Voluntary disclosure of
intellectual capital in New Zealand annual reports and
the 'hidden value'". Journal of Human Resource Costing &
Accounting, Vol. 12, No. 1, hlm: 26-50.
Whittington, G. 1987. "Positive accounting: a review article".
Accounting and Business Research, Vol. 17, No. 68, hlm: 327-
336.
Williams, S. M. 2004. "An international investigation of associations
between societal variables and the amount of disclosure on
information technology and communication problems: the
case of Y2K". The International Journal of Accounting, Vol.
39, No. 1, hlm: 71-92.
Wilmshurst, T., dan G. Frost. 2000. "Corporate environmental reporting:
a test of legitimacy theory". Accounting Auditing and
Accountability Journal, Vol. 13, No. 1, hlm: 10-26.
Woodward, J. 1981. Industrial Organisation: Theory and Practice.
Oxford: Oxford University Press USA.
Zeff, S. A. 2002. "Political' lobbying on proposed standards: a
challenge to the IASB". Accounting Horizons, Vol. 16, No. 1,
hlm: 43-54.
Intellectual Capital 73

BAB III

Intellectual Capital

M eningkatnya kesenjangan antara nilai pasar dan nilai buku


perusahaan telah menarik banyak peneliti untuk mengeksplorasi
nilai yang tidak tampak dari laporan keuangan (Francis dan Schipper,
1999; Lev dan Zarowin, 1999; Lev, 2001). Lev (2001) mencatat bahwa,
selama periode 1977-2001, rasio market-to-book US Standard and
Poors (S & P) 500 meningkat dari sedikit di atas 1 sampai lebih dari
5, menyiratkan bahwa sekitar 80 persen dari nilai pasar perusahaan
belum tercermin dalam laporan keuangan.
Edvinsson dan Malone (1997) mendefinisikan perbedaan antara
nilai pasar dan nilai buku perusahaan sebagai nilai dari intellectual
capital (IC). Dalam konteks ini, jika perusahaan memiliki IC dan
mengelolanya dengan baik, maka akan berdampak pada nilai pasar
perusahaan. Dengan kata lain, jika pasar modalnya efisien, investor
akan memberikan nilai yang lebih tinggi bagi perusahaan dengan
nilai IC yang lebih besar (Riahi-Belkaoui, 2003). Selain itu, jika IC
merupakan sumberdaya yang berharga untuk keunggulan kompetitif,
maka ia akan berkontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan
(Kehelwalatenna dan Gunaratne, 2010).
Keterbatasan laporan keuangan dalam menjelaskan nilai
perusahaan menggaris bawahi fakta bahwa sumber nilai ekonomi

73
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
74 dan Kinerja Organisasi

(economic value) tidak lagi pada produksi barang-barang material,


tetapi penciptaan modal intelektual (Chen et al., 2005). IC telah
memainkan peran yang semakin penting dalam menciptakan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bagi perusahaan (Kaplan
dan Norton, 2004).
IC bukanlah konsep akuntansi biasa (Mouritsen et al., 2001).
Tidaklah cukup dengan mengatakan bahwa IC merupakan selisih
antara nilai buku dengan nilai pasar perusahaan. Ketika perusahaan
bicara tentang laporan IC (IC statements), mereka sesungguhnya
mengekspresikan ketertarikan mereka dalam mengendalikan dan
mengelola perusahaan. Dalam prakteknya, menurut Mouritsen et al.
(2001), IC adalah tentang aktivitas manajer yang dapat diatribusikan
dalam upaya atas nama pengetahuan. Aktivitas-aktivitas tersebut
seringkali terkait dengan pengembangan karyawan, restrukturisasi
organisasi, dan pengembangan aktivitas pemasaran.
Istilah intellectual assets, intellectual capital, dan intangible
assets seringkali digunakan secara bergantian (Ali et al., 2010).
Istilah knowledge assets sering digunakan oleh para ahli ekonomi,
para ahli manajemen menyebutnya intellectual capital, sementara
para akuntan lebih sering menggunakan kata intangible assets
(Kavida dan Sivakoumar, 2008).

A. Definisi Intellectual Capital


Ketertarikan akan IC bermula ketika Tom Stewart, pada Juni
1991, menulis sebuah artikel ("Brain Power - How Intellectual Capital
Is Becoming America's Most Valuable Asset"), yang mengantar IC
kepada agenda manajemen. Tabel 3.1 meringkas kronologi beberapa
kontribusi signifikan terhadap pengidentifikasian, pengukuran dan
pelaporan IC.
Marzo (2014) membuat sketsa tentang lima isu (gambar 3.1) dari
IC, dan menyoroti beberapa pertanyaan yang masih terus menjadi
perdebatan (dibuat dalam kotak dengan garis terputus-putus).
Pertanyaan yang paling sering mengemuka adalah tentang definisi
dan asal muasal dari IC. Kaufmann dan Schneider (2004) dan Choong
(2008) mereviu beberapa definisi utama IC dan intangibles secara
umum, serta menunjukkan perbedaan istilah yang digunakan di
beberapa negara dan atau istilah yang digunakan oleh para ahli
Intellectual Capital 75

dari bidang ekonomi yang berbeda. Istilah untuk intangibles yang


digunakan para ahli manajemen berbeda dengan istilah yang
digunakan oleh para ahli ilmu ekonomi dan juga berbeda dengan
para ilmuwan akuntansi.

Tabel 3.1 Kronologi Kontribusi yang Signifikan terhadap


Pengidentifikasian, Pengukuran dan Pelaporan IC

Periode Perkembangan
Awal 1980-an Muncul pemahaman umum tentang Intangible value
(biasanya disebut "goodwill")
Pertengahan Era informasi (information age) memegang peranan,
1980-an dan selisih (gap) antara nilai buku dan nilai pasar
semakin tampak jelas di beberapa perusahaan.
Akhir 1980-an Awal usaha para konsultan (praktisi) untuk
membangun laporan/akun yang mengukur intellectual
capital (Sveiby, 1988).
Awal 1990-an Prakarsa secara sistematis untuk mengukur dan
melaporkan persediaan perusahaan atas intellectual
capital kepada pihak eksternal (misalnya: Celemi dan
Skandia; SCSI, 1995)
Pada tahun 1990, Skandia AFS menugaskan Leif
Edvinsson sebagai "Direktur intellectual capital". Hal
ini adalah untuk kali pertama bahwa tugas pengelolaan
intellectual capital diangkat pada posisi formal dan
mendapatkan legitimasi perusahaan. Kaplan dan
Norton memperkenalkan konsep tentang balanced
scorecard (1992).
Pertengahan Nonaka dan Takeuchi (1995) mempresentasikan karya
1990-an yang sangat berpengaruh terhadap "penciptaan
pengetahuan perusahaan". Meskipun buku ini
berkonsentrasi pada 'knowledge', pembedaan antara
pengetahuan dan intellectual capital dalam buku ini
cukup menunjukkan bahwa mereka fokus pada
intellectual capital.
Pada tahun 1994, suplemen laporan tahunan Skandia
dihasilkan. Suplemen ini fokus pada penyajian dan
penilaian Persediaan perusahaan atas intellectual
capital. Visualisasi IC menarik minat perusahaan lain
untuk mengikuti petunjuk Skandia.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
76 dan Kinerja Organisasi

Tabel 3.1 Lanjutan


Periode Perkembangan

Sensasi lainnya terjadi pada tahun 1995 ketika Celemi


menggunakan knowledge audit untuk menawarkan
suatu taksiran detail atas pernyataan intellectual
capitalnya.
Para pioner intellectual capital mempublikasikan buku-
buku laris dengan topik IC (Kaplan dan Norton, 1996;
Edvinsson dan Malone, 1997; Sveiby, 1997). Karya
Edvinsson dan Malone lebih banyak mengupas tentang
proses dan 'bagaimana' pengukuran IC.
Akhir 1990-an Intellectual capital menjadi topik populer dengan
konferensi para peneliti dan akademisi, working paper,
dan publikasi lainnya menemukan audien.
Peningkatan jumlah proyek-proyek besar (misalnya
the MERITUM project; Danish; Stockholm) yang
diselenggarakan dengan tujuan, antara lain, untuk
memperkenalkan beberapa penelitian tentang
intellectual capital.
Pada tahun 1999, OECD menyelenggarakan simposium
internasional tentang intellectual capital di Amsterdam.
Sumber: Petty dan Guthrie (2000)

Gambar 3.1 Isu-isu tentang IC


Sumber: Marzo (2014)
Intellectual Capital 77

Istilah-istilah yang berbeda digunakan untuk merujuk pada objek


yang sama, yaitu intangible assets. Misalnya, invisible assets (Itami,
1991), intellectual capital (Brooking, 1997; Stewart, 1997), immaterial
values (Sveiby, 1997), dan intangibles (Gu dan Lev, 2001). Choong
(2008) menyajikan definisi dari sejumlah istilah yang merujuk pada
IC sebagaimana ditampilkan di tabel 3.2.

Tabel 3.2 Penggunaan Istilah dan Definisi dari IC

Penulis Istilah Definisi


Itami (1991) Invisible "Intangible assets are invisible assets that
assets include a wide range of activities such as
technology, consumer trust, brand image,
corporate culture, and management skills"
Hall (1992) Intangible "Intangible assets are value drivers that
asset transform productive resources into value-
added assets"
Smith (1994) Intellectual "Intangible assets are all the elements of
property a business enterprise that exist in
addition to working capital and tangible
assets. They are the elements, after
working capital and tangible assets, that
make the business work and are often the
primary contributors to the earning power
of the enterprise. Their existence is
dependent on the presence, or expectation,
of earnings"
Brooking Intellectual IC as "market assets, human-centered
(1997) capital assets, intellectual property assets, and
infrastructure assets"
Edvinsson Int. capital "Intangible assets are those that have no
dan Malone & intangible physical existence but are still of value to
(1997) assets the company"
Sveiby Immaterial IC has 3 dimensions (employee competence,
(1997) values internal structure and external structure)
Nahapiet Intellectual IAs as "knowledge and knowing capability
dan Ghoshal capital of a social collectivity, such as an
(1998) organization, intellectual community or
professional practice"
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
78 dan Kinerja Organisasi

Tabel 3.2 Lanjutan


Penulis Istilah Definisi
Stewart Intellectual IC is intellectual material - knowledge,
(1998) capital information, intellectual property, experience
- that can be put to use to create wealth
- collective brainpower
Granstrand Intellectual "IP is property directly related to the
(1999) property creativity, knowledge and the identity of
an individual"
Brennan & Intellectual "Knowledge-based equity of a company"
Connell (2000) capital
Harrison & Intellectual "Knowledge that can be converted into
Sullivan (2000) capital profit"
Sullivan Intellectual "IC is knowledge that can be converted
(2000) capital into profit"
Heisig dkk. Intellectual "IC is valuable, yet invisible"
(2001) capital
Lev (2001) Intangibles "An intangible asset is a claim to future
benefit that does not have a physical or
financial (a stock or a bond) embodiment"
"Assets exclude financial assets" IA cannot
stand alone
Gu dan Lev Intangibles Intangibles are defined by their value drivers
(2001) (RD, advertising, IT, capital expenditures,
and human resources practices)
FASB NN Intangible "Intangible assets are non current, non
(2001) assets financial claims to future benefits that
lacks a physical or financial term"
Petty dan Intellectual IC are indicative of the economic value of
Guthrie capital two categories (organization and human
(2000) capital) of IA of a company
Pablos Intellectual "A broad definition of intellectual capital
(2003) capital states that it is the difference between
the company's market value and its book
value. Knowledge based resources that
contribute to the sustained competitive
advantage of the firm from intellectual
capital"
Intellectual Capital 79

Tabel 3.2 Lanjutan


Penulis Istilah Definisi
Rastogi Intellectual "IC may properly be viewed as the holistic
(2003) capital or meta-level capability of an enterprise
to co-ordinate, orchestrate, and deploy its
knowledge resources towards creating
value in pursuit of its future vision"
Mouritsen Intellectual IC mobilises 'things' such as employees,
dkk. (2004) capital customers, IT, managerial work and
knowledge. IC cannot stand by itself as it
is merely provides a mechanism that allows
the various assets to be bonded together in
the productive process of the firm
IASB (2004) Intangible An identifiable IA as a "non-monetary
assets asset without physical substance held for
use in the production or supply of goods
or services, for rental to others, or for
administrative purposes
Sumber: Choong (2008)

Beberapa peneliti/penulis memberikan definisi dan pengertian


yang beragam tentang IC. Stewart (1997) mendefinisikan IC sebagai
jumlah dari segala sesuatu yang ada di perusahaan yang dapat
membantu perusahaan untuk berkompetisi di pasar, meliputi intellectual
material - pengetahuan, informasi, pengalaman, dan intellectual
property - yang dapat digunakan untuk menciptakan kesejahteraan.
Brooking (1996) menyatakan bahwa IC adalah istilah yang
diberikan kepada kombinasi dari aset tak berwujud, properti
intelektual, karyawan, dan infrastruktur yang memungkinkan
perusahaan untuk dapat berfungsi. Dalam definisi ini jelas tersirat
bahwa IC tidak hanya sekedar tentang sumber daya manusia
(human capital/HC), HC hanyalah salah satu komponen dari IC.
Roos et al. (1997) menyatakan bahwa IC meliputi seluruh proses
dan aset yang tidak secara normal nampak di neraca dan semua
intangible assets (trademarks, patent dan brands) yang menjadi
perhatian metode akuntansi modern. Sedangkan Bontis (1998)
mengakui bahwa IC adalah elusive, namun ketika IC dapat ditemukan
dan 'dieksploitasi', maka ia akan menjadi sumber daya baru bagi
organisasi untuk dapat memenangkan persaingan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
80 dan Kinerja Organisasi

Tabel 3.3 Rangkuman Konstruk dan Definisi IC


Peneliti Konstruk Definisi IC
Bontis Human capital, IC adalah sumber daya yang
(1996) Structural capital, menjadi modal bagi organisasi
Relational capital untuk memenangkan persaingan
Human capital, IC adalah kumpulan aset tersembunyi
Roos dan Structural capital yang dimiliki organisasi, seperti
Roos (1997) brands, trademarks dan patents
serta aset lainnya yang tidak nampak
pada laporan keuangan. IC adalah
sumber daya paling penting bagi
organisasi untuk mempertahankan
keunggulan komptetif.
Stewart Human capital, IC adalah pengetahuan, informasi,
(1997) Structural capital, properti intelektual, dan pengalaman.
Customer capital
Edvinsson Human capital, IC merujuk kepada perbedaan
dan Malone Structural capital, antara nilai pasar dan nilai buku
(1997) Customer capital perusahaan.
Sveiby Personnel IC adalah pengetahuan yang dapat
(1998) competence, diubah menjadi nilai.
Internal structure,
External structure
Bontis Human capital, IC adalah penggunaan pengetahuan
(1999) Structural capital, yang efektif yang bertentangan
Relational capital dengan informasi.
Andriessen Human resources, IC adalah sumber daya takberwujud
dan Stem Organizational yang ada pada suatu organisasi,
(2004) resources,Relational yang menjadi keunggulan organisasi,
resources dan dapat menciptakan keuntungan
di masa yang akan datang.
Youndt dkk. Human capital, IC adalah sekumpulan pengetahuan
(2004) Organizational yang memungkinkan organisasi
capital, Social untuk menjalankan bisnis dan
capital memenangkan persaingan.
Sumber: Wang (2008)

Organisation for Economic Co-operation and Development


(OECD, 1999) menyebut IC sebagai nilai ekonomi dari dua kategori
Intellectual Capital 81

aset tak berwujud: (1) organisational (structural) capital; dan (2)


human capital. Lebih tepatnya, organisational (structural) capital
mengacu pada hal seperti sistem software, jaringan distribusi, dan
rantai pasokan. Human capital meliputi sumber daya manusia di
dalam organisasi (yaitu sumber daya tenaga kerja/karyawan) dan
sumber daya eksternal yang berkaitan dengan organisasi, seperti
konsumen dan supplier.

Tabel 3.4 Perbandingan Konsep IC Menurut Beberapa Peneliti


Brooking (UK) Roos (UK) Stewart (USA) Bontis (Kanada)
Human-centered Human capital Human capital Human capital
assets Competence, Employees are an The individual
Skills, abilities attitude, and organization's level knowledge
and expertise, intellectual most important that each
problem solving agility asset employee
abilities and possesses
leadership styles
Infrastructure Organisational Structural Structural
assets Capital capital capital
All the technologies, All organizational, Knowledge Non-human assets
process and innovation, embedded in or organizational
methodologies processes, intellectual information capabilities used
that enable property, and technology to meet market
company to cultural assets requirements
function
Intellectual Renewal and Structural Intellectual
property development capital property
Know-how, capital All patents, plans Unlike IC, IP is a
trademarks and New patents and and trademarks protected asset
patents training efforts and has a legal
definition
Market assets Relational Customer Relational
Brands, custom- capital capital capital
ers, customer Relationship Market information Customer
loyalty and which include used to capture capitalis only one
distribution internal and and retain featureof the
channels external customers knowledge
stakeholders embedded in
organizational
relationships

Sumber: Bontis et al. (2000)


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
82 dan Kinerja Organisasi

IC umumnya diidentifikasikan sebagai perbedaan antara nilai


pasar perusahaan (bisnis perusahaan) dan nilai buku dari aset
perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasarkan
suatu observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis
kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasar
pengetahuan telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan
dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
oleh akuntan (Roslender dan Fincham, 2001).
Lebih lanjut, Edvinsson dan Malone (1997) mengidentifikasi IC
sebagai nilai yang tersembunyi (hidden value) dari bisnis. Terminologi
"tersembunyi" disini digunakan untuk dua hal yang berhubungan.
Pertama, IC khususnya asset intelektual atau aset pengetahuan,
adalah tidak terlihat secara umum seperti layaknya aset tradisional,
dan kedua, aset semacam itu biasanya tidak terlihat pula pada
laporan keuangan. Tabel 3.4 merangkum beberapa konsep IC
menurut para peneliti.
Usaha-usaha telah dilakukan untuk mengestimasi nilai
pengetahuan dalam rangka untuk medapatkan nilai perusahaan
yang sesungguhnya (Bontis, 2001). Secara umum, diasumsikan bahwa
peningkatan dan digunakannya pengetahuan dengan lebih baik
akan menyebabkan pengaruh yang bermanfaat bagi kinerja
perusahaan.

Gambar 3.2 Akar Konseptual Intellectual Capital


Sumber: Roos et al. (1997)
Intellectual Capital 83

Meskipun terdapat banyak perdebatan dalam menentukan


definisi pengetahuan, namun kebanyakan membedakan
pengetahuan dalam tiga kategori, yaitu pengetahuan yang
berhubungan dengan karyawan (disebut sebagai human capital),
pengetahuan yang berhubungan dengan pelanggan (disebut
dengan customer atau relational capital), dan pengetahuan yang
berhubungan hanya dengan perusahaan (disebut dengan structural
atau organizational capital) (Yates dkk., 2002) sebagaimana dikutip
Boekestein (2006). Ketiga kategori tersebut membentuk suatu
Intellectual Capital bagi perusahaan.
Roos et al. (1997) menyatakan bahwa IC dapat dihubungkan
dengan disiplin yang lain seperti corporate strategy dan the production
of measurement tools. Dari perspektif stratejik, IC dapat digunakan
untuk memanfaatkan knowledge untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Sebaliknya, sisi pengukuran (measurement) fokus pada
bagaimana suatu mekanisme pelaporan baru dapat dibangun yang
dapat mengukur informasi non-keuangan, kualitatif, dan item-item
IC tradisional dapat dikuantifikasi (Johanson et al., 1999).

B. Klasifikasi/Komponen Intellectual Capital


Definisi-definisi tentang intellectual capital sebagaimana disajikan
di bagian sebelumnya telah mengarahkan beberapa peneliti untuk
mengembangkan komponen spesifik atas IC. Leif Edvinsson misalnya,
menyatakan bahwa nilai IC suatu perusahaan adalah jumlah dari
human capital dan structural capital perusahaan tersebut (Edvinsson
dan Malone, 1997). Brinker (1998) dan Skyrme and Associates (2006)
memperluas kategori yang telah diidentifikasi oleh Edvinsson dengan
memasukkan kategori ketiga, yaitu customer capital. Lev (2001)
menyatakan bahwa IC merupakan fungsi dari empat tipe aset, yaitu:
(1) market assets, (2) intellectual property assets, (3) human-centered
assets, dan (4) infrastructure assets.
Lebih lanjut, Draper (1998) menyajikan suatu skema klasifikasi
yang lebih luas. Draper menyatakan bahwa komponen utama dari
intellectual capital terdiri dari enam (6) kategori, yaitu: (1) human
capital, (2) structural capital, (3) customer capital, (4) organizational
capital, (5) innovation capital, dan (6) process capital. Tabel 3.5
menyajikan ringkasan pengklasifikasian komponen-komponen IC
berikut para pencetusnya yang dirangkum oleh Williams (2001).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
84 dan Kinerja Organisasi

Tabel 3.5 Ringkasan Komponen Intellectual Capital


Peneliti Komponen IC Deskripsi Komponen IC Contoh Komponen IC
Edvinsson Human Kombinasi pengetahuan, - Nilai-nilai
(1997) Capital keterampilan, inovasi dan perusahaan
kemampuan karyawan - Filosofi perusahaan
secara individual untuk - Budaya organisasi
dapat menyelesaikan tugas-
nya dengan baik.
Structural Infrastuktur perusahaan - Software
Capital yang mendukung produktivi- - Databases
tas karyawan. - Patents
- Trademarks
Brinker Structural Infrastuktur mendukung - Sistem teknologi
(1997) Capital komponen human capital informasi
dari intellectual capital. - Image perusahaan
- Konsep organisasi
dan dokumentasi
Human Kemampuan karyawan - Tacit Knowledge
Capital untuk memberikan solusi - Explicit Knowledge
kepada pelanggan, untuk - Program pelatihan
berinovasi dan pembaruan. - Rekrutmen
Customer Hubungan dengan orang- - Kontrak jangka
Capital orang yang bersama panjang
mereka perusahaan mela- - Kepuasan pelanggan
kukan bisnis. - Profil pelanggan
- Pembaruan kontrak
Brooking Market Potensi suatu organisasi - Persentase
(1996) Assets terkait dengan market- pengulangan bisnis
related intangibles. - Nilai yang terkait
dengan goodwill
- Dominan dari
strategi pemasaran
Intellectual Know-how, copyright, - Reputasi dari
Property patent, semiconductor pengembangan
Assets topography rights, dan properti intelektual
berbagai desain hak cipta - Distribusi dari
milik perusahaan. properti intelektual
yang dimiliki
- Total investasi
properti intelektual
- Pembaruan/revisi
properti intelektual
Human- Keahlian kolektif, kemam- - Distribusi karyawan
Centred Assets puan kreatif, kepemimpinan, berdasarkan kelamin,
kewirausahaan, dan skill umur, & senioritas
Intellectual Capital 85

Tabel 3.5 Lanjutan


Peneliti Komponen IC Deskripsi Komponen IC Contoh Komponen IC
manajerial yang melekat - investasi pada
pada karyawan. pendidikan karyawan
- Perputaran karyawan
Infrastructure Teknologi, metodologi, dan - Metodologi untuk
Assets proses yang memungkin- mengendalikan
kan perusahaan dapat resiko
berfungsi. - Database tentang
pasar & pelanggan
- Sistem komunikasi
Draper Structural Nilai dari sesuatu yang - Sistem informasi
(1998) Capital tertinggal di perusahaan - Daftar pelanggan
ketika para karyawan - Dokumentasi
kembali ke rumah mereka. operasional
Human Nilai akumulatif dari - Kepuasan karyawan
Capital investasi pada pelatihan - Investasi pada
karyawan, kompetensi, dan pendidikan karyawan
masa depan. - Perputaran karyawan
& senioritas
Customer Nilai dari basis pelanggan, - Pembaruan kontrak
Capital hubungan pelanggan, dan pelanggan
potensi pelanggan. - Kepuasan pelanggan
- Figur pelanggan baru
Organizational Kompetensi yang dikemas - Filosofi organisasi
Capital sistem untuk menggabung- - Strategi perusahaan
kan pemanfaatan kekuatan
inovatif perusahaan dan
kemampuan penciptaan
nilai organisasi.
Innovation Kekuatan pembaruan - Hak komersial
Capital dalam suatu perusahaan, - Hak intelektual
misalnya hak cipta,
kekayaan intelektual, dan
intangible assets lainnya
dan nilai-nilai.
Processing Nilai gabungan dari proses - Waktu untuk
Capital penciptaan nilai memproses pesanan
- Waktu untuk
mengembangkan
produk
- Distribusi SDM
berdasarkan proses

Sumber: Williams (2001)


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
86 dan Kinerja Organisasi

IFAC (1998) mengklasifikasikan IC dalam tiga kategori, yaitu:


(1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human
Capital. Organizational Capital meliputi: a) intellectual property dan
b) infrastructure assets. Tabel 3.6 menyajikan pengklasifikasian
tersebut berikut komponen-komponennya.

Tabel 3.6 Klasifikasi Intellectual Capital


Organizational Capital Relational Capital Human Capital
Intellectual Property: - Brands - Know-how
- Patents - Customers - Education
- Copyrights - Customer loyalty - Vocational
- Design rights - Backlog orders qualification
- Trade secret - Company names - Work-related
knowledge
- Trademarks - Distribution
channels - Work-related
- Service marks
competencies
- Business
Infrastructure Assets: collaborations - Entrepreneurial
- Management philosophy spirit,
- Licensing
innovativeness,
- Corporate culture agreements
proactive and
- Management processes - Favourable reactive abilities,
- Information systems contracts changeability
- Networking systems - Franchising - Psychometric
agreements valuation
- Financial relations

Sumber: IFAC (1998)

Bontis et al. (2000) menyatakan bahwa secara umum, para


peneliti mengidentifikasi tiga konstruk utama dari IC, yaitu: human
capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC).
Menurut Bontis et al. (2000), secara sederhana HC merepresentasikan
individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan
oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance;
education; experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis.
SC meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam
organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database, organisational
charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang
membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya.
Sedangkan tema utama dari CC adalah pengetahuan yang melekat
Intellectual Capital 87

dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu


organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis (Bontis et
al., 2000). Sejumlah kajian telah dilakukan untuk menginvestigasi
metode penilaian dan pengukuran IC. Tabel 3.7 merangkum nama-
nama metode yang 'dianggap' sebagai metode untuk menilai dan
mengukur IC.
Tabel 3.7 Metode Penilaian dan Pengukuran IC
No. Nama Metode Penemu/Pengusul Tahun
1. Balanced Scorecard Robert S. Kaplan dan David P. 1992
Norton
2. Calculated Intangible Thomas A. Stewart 1997
Value David H. Luthy 1998
3. Citation-Weighted Bronwyn H. Hall, Adam B. 2001
Patent Jaffe, dan Manuel Trajtenberg
4. Holistic Value Göran Roos, J. Roos, Nicola C. 1997
Approach Dragonetti, dan Leif Edvinsson
5. Int. Capital Audit Annie Brooking 1996
6. Intellectual Capital- Göran Roos 1997
Index
7. Inclusive Value Philip K. M'Pherson dan 2001
Methodology Stephan Pike
8. Intangible Asset Karl Erik Sveiby 1997
Monitor
9. Intangibles Baruch Lev 1999
Scoreboard
10. Intellectual Capital José Maria Viedma 1999, 2001
Benchmarking System
11. Intellectual Capital Ahmed Bounfour 2002
Dynamic Value
12. Intellectual Capital Jan Mouritsen 2001
Statements
13. iValuing Factor Ken Standfield 2001
14. Market-To-Book Ratio Thomas A. Stewart 1997
15. Skandia Navigator Leif Edvinsson dan Michael S. 1997
Malone
16. Sullivan's Work Patrick H. Sullivan 1998, 2000
Sumber: dirangkum dari beberapa sumber
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
88 dan Kinerja Organisasi

Referensi

Ali, I. M., N. A. Rahim, S. S. A. Shukor, dan H. M. A. Rashid. 2010 of


Conference. "The relationship between intangible assets and
firm value". Artikel dipresentasikan pada International
Conference on Business and Economic Research, 15-16 Maret
2010 di Kuching, Sarawak, Malaysia.
Boekestein, B. 2006. "The relation between intellectual capital and
intangible assets of pharmaceutical companies". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 7, No. 2, hlm: 241-253.
Bontis, N. 1998. "Intellectual capital: an exploratory study that
develops measures and models". Management Decision, Vol.
36, No. 2, hlm: 63-76.
---. 2001. "Assessing knowledge assets: a review of the models used
to measure intellectual capital". International Journal of
Technology Management, Vol. 3, No. 1, hlm: 41-60.
Bontis, N., W. C. C. Keow, dan S. Richardson. 2000. "Intellectual
capital and business performance in Malaysian industries".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 1, No. 1, hlm: 85-100.
Brinker, B. 1998. "Intellectual capital: Tomorrow's asset, today's
challenge" http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm.
[diakses pada 15 December 2006].
Brooking, A. 1996. Intellectual Capital: Core Assets for the Third
Millennium. London: Enterprise Thomson Business Press.
---. 1997. Intellectual Capital: Core Asset for the Third Millennium
Enterprise. London: Thomson Business Press.
Chen, M. C., S. J. Cheng, dan Y. Hwang. 2005. "An empirical
investigation of the relationship between intellectual capital
Intellectual Capital 89

and firms' market value and financial performance". Journal


of Intellectual Capital, Vol. 6, No. 2, hlm: 159-176.
Choong, K. 2008. "Intellectual capital: definitions, categorization
and reporting models". Journal of Intellectual Capital, Vol. 9,
No. 4, hlm: 609-638.
Draper, T. 1998. "Measuring intellectual capital: Formula for disaster"
http://www.drapervc.com/Hoover.html. [diakses pada November
2007].
Edvinsson, L., dan M. S. Malone. 1997. Intellectual Capital: Realizing
Your Company's True Value by Finding Its Hidden Brainpower.
New York: HarperCollins.
Francis, J., dan K. Schipper. 1999. "Have Financial Statements Lost
Their Relevance?". Journal of Accounting Research, Vol. 37,
No. 2, hlm: 319-352.
Gu, F., dan B. Lev. 2001. "Markets in Intangibles: Patent Licensing "
http://ssrn.com/abstract=275948. [diakses pada 6 September 2013].
IFAC. 1998. "The Measurement and Management of Intellectual
Capital" www.ifac.org. [diakses pada 23 November 2007].
Itami, H. 1991. Mobilizing Invisible Assets. Cambridge, MA.: Harvard
University Press.
Johanson, U., M. Mårtensson, dan M. Skoog. 1999. "Measuring and
managing intangibles: Eleven Swedish exploratory case stud-
ies". Artikel dipresentasikan pada International Symposium
Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Is-
sues and Prospects, di Amsterdam.
Kaplan, R. S., dan D. P. Norton. 2004. Strategy Maps: Converting
Intangible Assets into Tangible Outcomes. Boston: Harvard
Business School Press.
Kaufmann, L., dan Y. Schneider. 2004. "Intangibles; A synthesis of
current research". Journal of Intellectual Capital, Vol. 5, No. 3,
hlm: 366-388.
Kavida, V., dan N. Sivakoumar. 2008. "Corporate Governance in
Knowledge Economy - The Relevance of Intellectual Capital"
http://ssrn.com/abstract=1152892. [diakses pada 23 September
2013].
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
90 dan Kinerja Organisasi

Kehelwalatenna, S., dan P. S. M. Gunaratne. 2010. "The Impact of


Intellectual Capital on The Firm Performance and Investor
Response: An Empirical Study of Selected Sectors in Colombo
Stock Exchange". Unpublished Paper. University of Kelaniya,
Sri Lanka.
Lev, B. 2001. Intangibles: management, measurement, and reporting.
Washington: The Brookings Institution.
Lev, B., dan P. Zarowin. 1999. "The Boundaries of Financial Reporting
and How to Extend Them". Journal of Accounting Research,
Vol. 37, No. 2, hlm: 353-386.
Marzo, G. 2014. "Improving internal consistency in IC research and
practice: IC and the theory of the firm". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 15, No. 1, hlm: 38-64.
Mouritsen, J., H. T. Larsen, dan P. N. Bukh. 2001. "Intellectual capital
and the ' capable firm': narrating , visualising and numbering
for managing knowledge". Accounting, Organizations and
Society, Vol. 26, hlm: 735-762.
OECD. 1999. "International Symposium on Measuring and Reporting
Intellectual Capital: Experience, Issues and Prospects". Artikel
dipresentasikan pada, 9-11 June 1999, di Amsterdam.
Petty, R., dan J. Guthrie. 2000. "Intellectual capital literature review:
measurement, reporting and management". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 1, No. 2, hlm: 155-176.
Riahi-Belkaoui, A. 2003. "Intellectual capital and firm performance
of US multinational firms: A study of the resource-based and
stakeholder views". Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No.
2, hlm: 215-226.
Roos, J., G. Roos, N. C. Dragonetti, dan L. Edvinsson. 1997. Intellectual
Capital: Navigating in the New Business Landscape. Houndsmills:
Macmillan Business.
Roslender, R., dan R. Fincham. 2001. "Thinking critically about
intellectual capital accounting". Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 14, No. 4, hlm: 383 - 399.
Skyrme and Associates. 2006. "Measuring intellectual capital -
A plethora of methods" http://www.skyrme.com/insights
[diakses pada 7 December 2006].
Intellectual Capital 91

Stewart, T. A. 1997. Intellectual Capital. London: Nicholas Brealey


Publishing.
Sveiby, K. E. 1997. "The "Invisible" Balance Sheet" http://www.
sveiby.com. [diakses pada 19 November 2006].
Williams, S. M. 2001. "Is a company's intellectual capital performance
and intellectual capital disclosure practices related?: Evidence
from publicly listed companies from the FTSE 100". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 2, No. 3, hlm: 192-203.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
92 dan Kinerja Organisasi
Framework Intellectual Capital 93

BAB IV

Framework Intellectual Capital

D ewasa ini penelitian tentang intellectual capital telah menjamur


sehingga mengubah baik bentuk maupun cakupannya (Tan et al.,
2007). Penelitian juga telah mengarah kepada sejumlah rerangka
untuk mengklasifikasikan dan mengukur konsep IC.
Petrash (1996) mengembangkan model klasifikasi yang dikenal
dengan value platform model. Model ini mengklasifikasikan
intellectual capital sebagai akumulasi dari human capital,
organisational capital dan customer capital. Edvinsson dan Malone
(1997) mengembangkan the Skandia Value Scheme, yang
mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam structural capital
dan human capital. (Haanes dan Lowendahl, 1997) mengelompokkan
intellectual capital suatu perusahaan ke dalam competence dan
relational resources. Model yang dikembangkan (Lowendahl, 1997)
memperbaiki model di atas dan membagi kategori kompetensi dan
rasional menjadi dua sub-group (Tan et al., 2007):
1. Individual; dan
2. Collective.
Stewart (1997) mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam
tiga format dasar, yaitu:

93
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
94 dan Kinerja Organisasi

1. Human capital;
2. Structural capital; dan
3. Customer capital.
Jensen et al. (1999) mengelompokkan intellectual capital sebagai
manusia, sistem dan pasar. Leliaert et al. (2003) mengembangkan
the 4-Leaf model, yang mengelompokkan intellectual capital ke
dalam human, customer, structural capital dan strategic alliance
capital (Tan et al., 2007).
Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan
ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu:
1. Kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan
2. Kategori yang menggunakan ukuran moneter.
Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba
mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-
ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio
keuangan. Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang
berbasis moneter (Tan et al., 2007):
1. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992);
2. Brooking's Technology Broker method (1996);
3. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997);
4. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997);
5. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997);
6. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);
7. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan
8. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000).
Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis
moneter adalah (Tan et al., 2007):
1. The EVA and MVA model (Bontis et al., 1999);
2. The Market-to-Book Value model (beberapa penulis);
3. Tobin's q method (Luthy, 1998);
4. Pulic's VAIC™ Model (1998, 2000);
5. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan
6. The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001).
Framework Intellectual Capital 95

Tabel 4.1 memberikan ilustrasi kerangka kerja pengklasifikasian


IC yang diringkas oleh Brennan dan Connell (2000), Petty dan
Guthrie (2000), dan Pulic (2000). Model prinsip dalam frameworks
ini adalah Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1992), the value
platform (Petrash, 1996), the intangible asseets monitor (Sveiby,
1997), dan VAIC™ (Pulic, 1998).

Tabel 4.1 Kerangka Kerja Pengklasifikasian Intellectual Capital


Dikembangkan Oleh Kerangka Kerja Klasifikasi
Kaplan dan Norton Balanced Internal process perspectives
(1992) Scorecard Customer perspectives
Learning and growth
perspectives
Financial perspectives
Haanes dan Classification of Competence
Lowendahl (1997) Resources Relational
Lowendahl (1997) Classification of Competence
Resources Relational
Sveiby (1997) Intangible Asset Internal structure
Monitor External structure
Competence of personnel
Edvinsson dan Skandia Value Human capital
Malone (1997) Scheme Structural capital
Customer Capital
Petrash (1996) Value Platform Human capital
Customer capital
Organisational capital
Jensen et al. (1999) Three categories People
of "Knowledge" System
Market
Pulic (1999) VAIC™ Efficiency of human capital
Structural capital efficiency
Capital employed efficiency

Sumber : Brennan dan Connell (2000); Petty dan Guthrie (2000); Pulic (1999)
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
96 dan Kinerja Organisasi

A. Balanced Scorecard
Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa
digunakan adalah ukuran keuangan, karena mudah dilakukan.
Sementara kinerja lain, seperti peningkatan kepercayaan customer
terhadap layanan jasa perusahaan, peningkatan kompetensi dan
komitmen personel, kedekatan hubungan kemitraan perusahaan
dengan pemasok dan peningkatan produktivitas serta cost effectiveness
proses bisnis yang digunakan untuk melayani customer, diabaikan
oleh manajemen karena sulit pengukurannya.
Pada awalnya, Balanced Scorecard (BSC) diciptakan untuk
mengatasi masalah kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif
yang hanya berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, BSC
mengalami perkembangan, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja
eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan
rencana strategik. BSC mengalami perkembangan pesat selama satu
dekade. Pada awal tahun 2000, BSC telah menjadi inti sistem
manajemen strategik (Strategic Management System), tidak hanya
bagi eksekutif, namun bagi seluruh personil perusahaan, terutama
dalam operasi bisnisnya. BSC memberikan rerangka yang jelas dan
masuk akal bagi seluruh personil untuk menghasilkan kinerja keuangan
melalui perwujudan berbagai kinerja non-keuangan. Dengan teknologi
informasi, BSC dikomunikasikan ke seluruh personel, dan dengan
teknologi informasi koordinasi dalam mewujudkan berbagai sasaran
strategik yang telah ditetapkan dapat dilakukan.
Sejarah bermula pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian
riset Kantor Akuntan Publik KPMG di USA yang dipimpin oleh David
P. Norton, melakukan studi tentang "Pengukuran Kinerja dalam
Organisasi Masa Depan". Studi ini menyeimbangkan usaha dan
perhatian eksekutif terhadap kinerja keuangan dan non-keuangan,
serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil studi
tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel yang berjudul "Balanced
Scorecard Measures that Drive Performance". Mulai pertengahan
1993, Renaissance Solutions, Inc. (RSI) - sebuah perusahaan konsultan
yang dipimpin oleh Norton (yang semula CEO Nolan Norton Institute)
- menerapkan BSC sebagai pendekatan untuk menterjemahkan dan
mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan. Mulai saat
itu, BSC berkembang menjadi inti sistem manajemen strategik.
Framework Intellectual Capital 97

Gambar 4.1 Balanced Scorecard


Sumber : Kaplan dan Norton (1992)

Sistem pengukuran kinerja dengan BSC akan membantu manajer


dalam melihat bisnis dari empat perspektif, yaitu:
1. Kinerja Keuangan (Financial Performance); mengukur kinerja
perusahaan dalam memperoleh laba dan nilai pasar. Ukuran
keuangan biasanya diwujudkan dalam profitabilitas, pertumbuhan
dan nilai pemegang saham. Alat ukur yang biasa digunakan adalah
Return on Investment (ROI) dan Residual Income (RI).
2. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction); yang diukur dari
bagaimana perusahaan dapat memuaskan pelanggan, alat ukur
yang biasa digunakan adalah Market Share, Customer Retention,
Customer Acquisition, Customer Satisfaction dan Customer
Probability.
3. Proses Bisnis Internal (Internal Business Process); kinerja perusahaan
diukur dari bagaimana perusahaan dapat menghasilkan produk
atau jasa secara efisien dan efektif. Ukuran yang biasa digunakan
adalah kualitas, response time, cost dan pengenalan produk baru.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran (Learning and Growth);
menekankan pada bagaimana perusahaan dapat berinovasi dan
terus tumbuh dan berkembang agar dapat bersaing di masa
sekarang maupun yang akan datang, dengan adanya sumberdaya
yang produktif dan terus belajar agar mempunyai kemampuan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
98 dan Kinerja Organisasi

dalam berinovasi dan mengembangkan produk baru yang memiliki


value bagi customer. Alat ukur yang dipakai adalah employee
satisfaction dan information system available.
Menurut Robert S. Kaplan dan David Norton, Balanced Scorecard
adalah Alat yang digunakan untuk mengukur kinerja ekskutif di
dalam organisasi di masa depan yang komprehensif mengenai ukuran
keuangan dan non keuangan yang mencakup perspective keuangan,
costumer, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Sementara John Sander menyatakan bahwa Balanced Scorecard
merupakan suatu alat manajemen yang menyediakan stakeholders
dengan suatu ukuran yang menyeluruh mengenai bagaimana
organisasi melangkah maju ke arah prestasi dari tujuan strategisnya.
BSC merupakan alat pengukuran kinerja yang mengintegrasikan
good corporate governance dengan good performance management
information. Konsep BSC adalah menterjemahkan strategi organisasi
ke dalam aktivitas-aktivitas yang terencana yang dapat diukur secara
kontinyu. BSC diciptakan untuk mengatasi kelemahan sistem
pengukuran kinerja sebelumnya yang hanya berfokus pada aspek
keuangan saja. Dalam BSC, aspek-aspek yang diukur lebih
komprehensif, koheren, terukur dan seimbang. BSC lebih komprehensif
dan seimbang karena meliputi aspek keuangan (financial) maupun
aspek non-keuangan (non-financial), seperti aspek pelanggan (customer),
aspek bisnis internal (internal business), dan aspek pembelajaran dan
inovasi (innovation and learning). Sedangkan kekoherenan terjadi
karena terdapat hubungan sebab akibat antara berbagai tujuan
stategik yang dihasilkan dalam perencanaan stategik. Keterukuran
terjadi karena BSC mampu mengukur tujuan stategik yang sulit
diukur berupa aspek-aspek non-keuangan (Mulyadi, 2001).
Pesan yang disampaikan kepada para eksekutif dengan
penggunaan BSC dalam pengukuran kinerja eksekutif adalah: "kinerja
keuangan yang berjangka panjang tidak dapat dihasilkan melalui
usaha-usaha yang semu (artificial). Jika eksekutif bermaksud
meningkatkan kinerja keuangan dalam jangka panjang, wujudkanlah
melalui usaha-usaha nyata dengan menghasilkan value bagi customer,
meningkatkan produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis/
intern, dan meningkatkan kapabilitas dan komitmen personel." Oleh
karena itu, BSC memperluas ukuran kinerja eksekutif ke perspektif
Framework Intellectual Capital 99

customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan,


karena di ketiga perspektif itulah usaha-usaha sesungguhnya (bukan
usaha semu atau artificial) menjanjikan dihasilkannya kinerja keuangan
yang berjangka panjang (sustainable).
BSC mengembangkan seperangkat tujuan unit bisnis melampaui
rangkuman ukuran finansial. Para eksekutif perusahaan sekarang
dapat mengukur seberapa besar berbagai unit bisnis mereka
menciptakan nilai bagi para pelanggan perusahaan saat ini dan
yang akan datang, dan seberapa banyak perusahaan harus
meningkatkan kapabilitas internal dan investasi di dalam sumberdaya
manusia, sistem dan prosedur yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kinerja yang akan datang
BSC menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non-finansial
harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua
tingkat perusahaan. Para pekerja lini depan harus memahami
konsekuensi finansial berbagai keputusan dan tindakan mereka;
para eksekutif senior harus memahami berbagai faktor yang
mendorong keberhasilan finansial jangka panjang. Tujuan dan ukuran
dalam BSC lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial
dan non-finansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan
dari suatu proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh
misi dan strategi unit bisnis.
BSC menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran
eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai
ukuran internal proses bisnis penting, inovasi, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua
ukuran hasil - apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang
lalu - dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan
perusahaan. Scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua
ukuran hasil yang objektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor
penggerak kinerja berbagai ukuran hasil yang subjektif dan agak
berdasarkan pertimbangan sendiri.
Membuat suatu Balanced Scorecard harus dimulai dari
penerjemahan strategis dan visi perusahaan kedalam sasaran dan
tolak ukur yang spesifik. Balanced Scorecard mendidik manajemen
dan organisasi pada umumnya untuk memandang perusahaan
dari kurang lebih empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan,
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
100 dan Kinerja Organisasi

pembelajaran dan pertumbuhan, serta bisnis internal, yang


menghubungkan pengendalian operasional jangka pendek ke dalam
visi dan strategi bisnis jangka panjang. Gambar 4.2. menyajikan pola
pikir Balanced Scorecard sebagai suatu kerangka tindakan strategis.
BSC lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional.
Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sebuah
sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka
panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard
untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, antara lain:
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
2. Mengkomunikasikan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai
inisiatif strategis.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

Memperjelas dan
Menerjemahkan Visi
dan Strategi
- Memperjelas Visi
- Menghasilkan
Konsensus Merencanakan dan
Menetapkan Sasaran
Mengkomunikasikan dan
- Menetapkan sasaran
Menghubungkan
- Mengkomunikasikan - Memadukan inisiatif
dan Mendidik strategis
Balanced
- Menetapkan tujuan - Mengalokasikan
Scorecard sumber daya
- Mengaitkan imbalan
- Menetapkan tonggak-
dengan ukuran kinerja
tonggak penting
tonggak

Umpan Balik dan Pembelajaran


Strategis
- Mengartikulasikan visi bersama
- Memberikan umpan balik
strategis
- Memfasilitasi tinjauan ulang
dan pembelajaran strategis

Gambar 4.2 Balanced Scorecard Sebagai Suatu Kerangka


Kerja Tindakan Strategis
Sumber : Kaplan dan Norton (2001)
Framework Intellectual Capital 101

BSC menciptakan gabungan ukuran strategik, yang meliputi:


1. Hasil dan Ukuran Pemicu; Dimana ukuran hasil menunjukkan hasil
dari suatu strategi (pendapatan yang meningkat atau kualitas yang
membaik). Jumlah pendapatan meningkat adalah hasil dari
penerapan strategi yang berhasil. Ukuran ini merupakan indikator
yang menunjukkan kepada manajemen apa yang telah terjadi.
Sebaliknya, ukuran pemicu adalah indikator terdepan, yang
menunjukkan kemajuan bagian-bagian penting dari penerapan
suatu strategi.
2. Ukuran Keuangan dan Non-Keuangan; Organisasi telah
mengembangkan sistem yang sangat canggih untuk mengukur
kinerja keuangan, dengan menyadari pentingnya ukuran non-
keuangan, banyak organisasi yang masih gagal memasukkan
ukuran non-keuangan ke dalam kinerja manajemen puncak
perusahaan, karena ukuran ini cenderung sedikit canggih daripada
ukuran keuangan dan manajemen puncak kurang akrab dengan
penggunaan ukuran tersebut.
3. Ukuran Internal dan Eksternal; Perusahaan harus melakukan
keseimbangan diantara ukuran-ukuran eksternal, seperti
manufaktur, dengan alasan perusahaan sering mengorbankan
pengembangan internal untuk hasil internal untuk hasil eksternal
atau mengabaikan hasil eksternal, dengan keyakinan bahwa
ukuran internal sudah cukup.
Menurut Mulyadi (2001) keunggulan pendekatan Balanced
scorecard dalam sistem perencanaan strategi mampu menghasilkan
rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategik dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan menjadi ketiga perspektif yang lain yaitu
perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan proses
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana
strategik ke perspektif non keuangan menghasilkan manfaat,
sebagai berikut:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda berjangka
panjang.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
102 dan Kinerja Organisasi

b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis


yang kompleks. Balanced Scorecard memotivasi personil untuk
mengarahkan usahanya kesasaran strategik yang menjadi
penyebab utama dihasilkannya kinerja keuangan.
2. Koheren
Balanced Scorecard mengharuskan personil untuk membangun
hubungan sebab akibat diantara berbagai strategi yang dihasilkan
dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik memiliki
hubungan kausal dengan sasaran keuangan.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja
keuangan jangka panjang.
4. Terukur
Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit
untuk diukur seperti proses bisnis internal, dan proses pembelajaran
dan pertumbuhan. Namun dalam pendekatan Balanced Scorecard
sasaran non keuangan tersebut dapat ditentukan ukurannya agar
dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian
keterukuran sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut
menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan,
sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda.

Formulasi Pengukuran BSC

1. Perspektif Keuangan
Dalam perspektif keuangan, BSC diterapkan untuk membantu
tercapainya tujuan keuangan. Pengukuran kinerja keuangan
menunjukkan apakah fungsi perencanaan dan pelaksanaan dari
strategi yang telah digariskan perusahaan memberikan hasil yang
maksimal. Perspektif keuangan merupakan dimensi penting dan
relevan dalam menunjukkan seberapa baik kinerja perusahaan kepada
para pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
Tujuan keuangan menggambarkan tujuan jangka panjang
perusahaan. Tujuan keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran
Framework Intellectual Capital 103

disemua perspektif Scorecard lainnya. Sasaran keuangan bisa sangat


berbeda di tiap-tiap tahapan dan siklus kehidupan bisnis. Menurut
Kaplan dan Norton, pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan
adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:
a. Growth (Pertumbuhan)
Tahap ini adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana
perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan
memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini, manajemen terikat
dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa
baru, membangun dan mengembangkan suatu produk atau jasa
dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang
akan mendukung hubungan global, serta membina dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap
pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas
yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah.
Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini
adalah misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan
dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
b. Sustain (Bertahan)
Sustain adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih
melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan
tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan
mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck,
mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten. Sasaran keuangan dalam tahap ini
diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan. Tolok ukur yang kerap digunakan dalam perpektif ini
misalnya ROA, ROI, ROCE, EVA, dan NPM.
c. Harvest (Menuai)
Harvest adalah tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar
memanen atau menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya.
Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan adalah yang utama dalam
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
104 dan Kinerja Organisasi

tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur adalah memaksimumkan


arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
Tujuan finansial di setiap tahapan sangat berbeda. Pada tahap
pertumbuhan akan menekankan pada pertumbuhan penjualan (di
pasar baru, kepada pelanggan baru dan dihasilkan dari produk dan
jasa baru), mempertahankan tingkat pengeluaran yang memadai
untuk mengembangkan produk baru, sistem, kapabilitas pekerja
dan penetapan saluran pemasaran, penjualan dan distribusi baru.
Tujuan finansial pada tahap bertahan akan bertumpu pada ukuran
finansial tradisional seperti return on capital equity, laba operasi
dan marjin kotor. Tujuan finansial pada tahap menuai menekankan
pada arus kas. Setiap investasi harus memberikan pengembalian kas
dengan cepat dan pasti. Ukuran akuntansi seperti tingkat
pengembalian investasi, nilai tambah ekonomis dan pendapatan
operasi kurang relevan karena berbagai investasi besar telah
dilaksanakan. Sasarannya bukan memaksimalkan tingkat
pengembalian investasi tambahan kas kepada perusahaan dari seluruh
investasi yang telah ditanamkan di masa lalu.

2. Perspektif Pelanggan
Pada perspektif pelanggan, perusahaan melakukan identifikasi
pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki, yang kemudian
mengukur kinerja berdasarkan target segmen tersebut. Segmen
pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasil
tujuan finansial perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan
perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan dan segmen
pasar sasaran (Kaplan dan Norton, 2001).
Suatu produk atau jasa dikatakan bernilai apabila manfaat yang
diterimanya lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan. Dan suatu
produk atau jasa akan lebih bernilai apabila kinerjanya mendekati
atau melebihi dari apa yang diharapkannya. Dalam perspektif
pelanggan, Kaplan dan Norton (2001) menjelaskan ada dua kelompok
pengukuran yang terkait, yaitu (Mulyadi, 2001):
a. Costumer Core Measurement (Pengukuran Inti) memiliki beberapa
komponen pengukuran yaitu:
1) Market Share, pengukuran ini mencerminkan bagian
yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada.
Framework Intellectual Capital 105

Yang meliputi antara lain : jumlah pelanggan dan volume unit


penjualan.
2) Customer Retention, mengukur tingkat dimana perusahaan
dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan.
3) Customer Acquisition, mengukur tingkat dimana suatu unit
bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan
bisnis baru.
4) Customer Satisfaction, menaksir tingkat kepuasan pelanggan
yang terkait dengan kriteria kineja spesifik dalam value
proposition.
5) Customer Profitability, mengukur laba bersih dari seorang
pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus
diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
b. Customer Value Proposition (Penilaian Penunjang) merupakan
pemicu kinerja yang terdapat pada core value proposition yang
didasarkan pada atribut sebagai berikut :
1) Product/Service Attributes, meliputi fungsi dari suatu produk
atau jasa, harga dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi
yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang
mengutamakan fungsi dari produk, kualitas atau harga yang
murah. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan
pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan. Selanjutnya,
pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut.
2) Customer Relationship, menyangkut perasaan pelanggan
terhadap produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan
konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsifitas dan
komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan
masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen
yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen
biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat
waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.
3) Image and Reputation, menggambarkan faktor intangible
yang menarik konsumen untuk berhubungan dengan
perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan
dengan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang
dijanjikan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
106 dan Kinerja Organisasi

3. Perspektif Proses Bisnis Internal


Dalam perspektif proses bisnis internal ini penentuan tolak ukur
diawali dengan identifikasi proses internal bisnis yang kritis yang
harus diunggulkan oleh perusahaan. Dalam perspektif ini
memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis
berjalan dan apakah produk atau jasa sudah sesuai dengan spesifikasi
pelanggan (Yuwono et al., 2006).
Lebih lanjut Yuwono et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan dalam perspektif proses bisnis internal antara pendekatan
tradisional dan pendekatan Balanced Scorecard, yaitu:
a. Pendekatan tradisional berusaha untuk mengawasi dan
memperbaiki proses bisnis yang ada sekarang. Sebaliknya Balanced
Scorecard melakukan pendekatan atau berusaha untuk mengenali
semua proses yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan
strategi perusahaan, meskipun proses tersebut belum dilaksanakan.
b. Dalam pendekatan tradisional, sistem pengukuran kinerja hanya
dipusatkan pada bagaimana cara menyampaikan barang/jasa.
Sedangkan Balanced Scorecard, proses inovasi dimasukkan dalam
perspektif proses bisnis internal.
Dalam pendekatan Balanced Scorecard pengukuran perspektif
proses bisnis internal dalam sebuah organisasi secara umum dapat
dibagi menjadi tiga tahap (Kaplan & Norton, 2001), yaitu:
a. Proses Inovasi
Dalam proses inovasi, unit bisnis menggali pemahaman tentang
kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan
jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan
biasanya dilakukan oleh bagian R & D sehingga setiap keputusan
pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat
pemasaran dan dapat dikomersilkan (didasarkan pada kebutuhan
pasar). Aktivitas R & D ini merupakan aktivitas penting dalam
menentukan kesuksesan perusahaan terutama dalam jangka
panjang.
b. Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan
produk atau jasa. Aktivitas didalam proses operasi terbagi dalam
dua bagian: 1) Proses pembuatan produk dan 2) Proses penyampaian
Framework Intellectual Capital 107

produk pada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam


proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.
c. Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah
penjualan produk atau jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang
terjadi dalam tahapan ini, misalnya penanganan garansi dan
perbaikan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan,
serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat
mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah
memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur
yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan
dalam proses operasi. Untuk siklus waktu perusahaan dapat
menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan
diterima hingga keluhan itu diselesaikan.

4. Perspektif Proses Pertumbuhan dan Pembelajaran


Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ini bersumber dari
faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi yang
berperan dalam pertumbuhan jangka panjang. Tujuan dari perspektif
ini adalah menyediakan infrastruktur dalam mendukung pencapaian
dari tiga perspektif yang sudah ada. Hasil dari pengukuran ketiga
perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan
yang besar antara kemampuan sumber daya manusia, sistem, dan
prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai
kinerja yang diinginkan. Untuk memperkecil kesenjangan itu,
perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut
untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar
(Yuwono, 2006).
Kaplan dan Norton (2001) menyebutkan bahwa ada tiga kategori
dalam perspektif ini, yaitu:
a. Kapabilitas Pekerja
Salah satu perubahan yang paling dramatis dalam pemikiran
manajemen selama 15 tahun terakhir adalah pergeseran peran
para pekerja dituntut untuk lebih kritis dan melakukan evaluasi
terhadap proses dan lingkungan, dan memberikan usulan
perbaikan bagi perusahaan di masa depan. Oleh sebab itu, strategi
perusahaan harus terkait dengan kemampuan pegawai. Kapabilitas
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
108 dan Kinerja Organisasi

Pekerja meliputi tingkat kepuasan kerja, tingkat perputaran para


pekerja, besarnya pendapatan perusahaan per pekerja, nilai
tambah per pekerja, dan tingkat pengembalian balas jasa.
b. Kapabilitas Sistem Informasi
Motivasi dan keahlian pekerja saja tidak cukup dalam menunjang
pencapaian tujuan proses bisnis internal, tanpa adanya informasi
yang tepat waktu, cepat dan akurat sebagai umpan balik. Dengan
kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh
tingkatan manajemen dan pekerja atas informasi yang akurat dan
tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
c. Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan
Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan
memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila mereka
tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan
perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan
keputusan atau bertindak.
Berikut adalah beberapa formula (rumus) yang dapat digunakan
dalam pengukuran kinerja dengan BSC:
Perspektif Keuangan
a. Net profit margin
Laba Bersih
Net profit margin = x 100%
Penjualan
b. ROI (Return On Investment)
Laba Bersih Sesudah Pajak
ROI = x 100%
Jumlah Aktiva Usaha
c. Sales Growth
Penj. Periode Ini - Penj. Periode Sebelumnya
Sales Growth = x 100%
Penjualan Periode Sebelumnya
Perspektif Pelanggan
a. Customer Retention (retensi pelanggan)
Jumlah Pelanggan Lama
Customer retention = x 100%
Jumlah Pelanggan
Framework Intellectual Capital 109

b. Customer Acquisition (akusisi pelanggan)


Jumlah Pelanggan Baru
Customer acquisition = x 100%
Jumlah Pelanggan
c. Number of Complains (Jumlah Komplain)
Jumlah Complain
Number of complains = x 100%
Jumlah Pelanggan
d. On time delivery (ketepatan waktu)
Pengiriman Tepat Waktu
On time delivery = x 100%
Total Pengiriman
Perspektif Proses Bisnis Internal
a. Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE)
Waktu Proses
Waktu Proses + Waktu Inspeksi + Waktu Pemindahan +
Waktu Penyimpanan
b. Yield Rate
Actual Capacity
Yield Rate = x 100%
Maximum Capacity
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
a. Employee Turnover
Jumlah Karyawan Yang keluar
Employee Turnover = x 100%
Jumlah Karyawan
b. Employee Productivity
Jumlah Unit Produksi
Employee Productivity =
Jumlah Jam Kerja
c. Absenteeism
Jumlah Absensi
Absenteeism = x 100%
Jumlah Hari Kerja

B. Value Platform
The value platform atau disebut juga dengan intellectual capital
model (gambar 4.3) dikembangkan dalam usaha bersama yang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
110 dan Kinerja Organisasi

melibatkan Edvinsson (Skandia), Onge (The Mutual Group) dan


Petrash (Dow Chemical). Mereka menyatakan bahwa:
Intellectual capital = human capital + organizational capital
+ customer capital

Gambar 4.3 Value Platform


Sumber : Petrash (1996)

Model ini menggambarkan saling keterkaitan diantara ketiga


tipe upata dari intellectual capital. Garis titik-titik merepresentasikan
pengelolaan atas aset intelektual. Tujuannya untuk meningkatkan
jumlah inter-relationship sehingga dapat memaksimalkan value space.

C. Classification of Resources
Haanes and Lowendahl (1997) mengklasifikasikan sumberdaya
tidak berujud ke dalam competence dan relational resources
(Gambar 4.4). Kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan
pekerjaan (tugas) yang diberikan. Kompetensi terdiri atas dua
tingkatan, yaitu individual (pengetahuan, keterampilan, bakat/
kecerdasan) dan organisasional (database, teknologi, prosedur).
Relational resources mengacu pada reputasi perusahaan dan
loyalitas klien (pelanggan).
Framework Intellectual Capital 111

Gambar 4.4 Classification of Resources Menurut Haanes


and Lowendahl
Sumber : Haanes and Lowendahl (1997)

Pada gambar 4.5, Lowendahl (1997) menambahkan satu tahapan


lebih lanjut dengan membagi kategori competence dan relational
ke dalam dua subgroup, individual dan kolektif, tergantung pada
fokus sumberdayanya, karyawan atau organisasi.

Gambar 4.5 Classification of Resources Menurut Lowendahl


Sumber : Lowendahl (1997)
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
112 dan Kinerja Organisasi

D. Intangible Asset Monitor


Model intangible asset monitor diajukan oleh Sveiby (1997) yang
mengembangkan sebuah framework yang dibangun dari invisible
balanced-sheet. Invisible Balance Sheet adalah sebuah usaha untuk
menunjukkan pengelolaan metode praktik dan prosedur atas
know-how perusahaan untuk menyajikan sumberdaya perusahaan
yang paling penting, yaitu personelnya, dengan cara yang lebih
informatif dibandingkan melalui gambar berwarna yang menarik
(Sveiby, 1997). Know-how perusahaan adalah tipe khusus yang
dimiliki oleh personel perusahaan dalam memberikan pelayanan.
Model ini mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam tiga
kategori, yaitu (1) internal structure, (2) external structure, dan (3)
individual competence. Kompetensi individu merujuk pada kapasitas
orang untuk dapat melakukan sesuatu dalam berbagai situasi.
Struktur internal terdiri atas budaya formal dan informal di dalam
organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah hak paten, konsep, model,
database dan sistem internal. Struktur eksternal menunjukkan
hubungan antara organisasi dan lainnya, misalnya dengan pelanggan,
pemasok, brand names, trademarks dan reputasi. Human capital
adalah hal penting bagi organisasi, karena tanpa manusia (karyawan)
suatu organisasi tidak dapat berfungsi. Kompetensi karyawan,
keterampilan, pelatihan dan pengalaman adalah seluruh elemen
dari kompetensi individu.

Gambar 4.6 The Intangible Asset Monitor Framework


Sumber : Sveiby (1997)
Framework Intellectual Capital 113

E. Skandia Value Scheme


Skandia Value Scheme (gambar 4.7) dikembangkan oleh Edvinsson
pada tahun 1993. Dalam skema ini, intellectual capital dibagi ke
dalam structural capital dan human capital. Structural capital
mencakup customer dan organizational capital. organizational
capital terdiri dari innovation dan process capital. Process capital
merepresentasikan know-how (misalnya manual, praktek terbaik) di
dalam perusahaan. innovation adalah sesuatu yang menciptakan
keberhasilan di masa depan dan mencakup aset intelektual dan
properti intelektual.

Gambar 4.7 Skandia Value Scheme


Sumber : Edvinsson and Malone (1997)

F. Three Categories of 'Knowledge'


Model selanjutnya untuk membantu memahami intellectual
capital adalah sebuah kerangka kerja yang dibangun oleh Jensen et
al. (1999). Manusia (the people) merepresentasikan karyawan dan
manajer di dalam organisasi. Human capital merujuk kepada apa
yang dapat dilakukan oleh manusia, baik secara individu maupun
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
114 dan Kinerja Organisasi

kolektif. Sistem (the system) adalah pengetahuan di dalam


perusahaan yang independen dari manusia, termasuk dalam hal ini
adalah hak paten, kontrak, database, teknologi informasi dan
produksi. Pasar (the market) terdiri atas hubungan antara organisasi
dan pihak luar seperti pemasok, distributor dan pelanggan. Ketiga
kategori pengetahuan tersebut sangat terkait erat. Misalnya,
keberhasilan teknologi baru tergantung pada kompetensi staf
dan pelatihan.

Gambar 4.8 Three Categories of 'Knowledge'


Sumber : Jensen et. al. (1999)
Framework Intellectual Capital 115

Referensi

Brennan, N., dan B. Connell. 2000. "Intellectual capital: current


issues and policy implications". Journal of Intellectual Capital,
Vol. 1, No. 3, hlm: 206-240.
Edvinsson, L., dan M. S. Malone. 1997. Intellectual Capital: Realizing
Your Company's True Value by Finding Its Hidden Brainpower.
New York: HarperCollins.
Haanes, K., dan B. Lowendahl. 1997. "The unit of activity: towards
an alternative to the theories of the firm". Pada Strategy,
Structure and Style, diedit oleh H. Thomas. Copenhagen: Wiley.
Jensen, H., H. Børsting, S. Nygaard, H. Jensen, dan E. Parum. 1999.
Your knowledge - can you book it? Denmark: the Danish
Confederation of Trade Unions.
Kaplan, R. S., dan D. P. Norton. 1992. "The balanced scorecard -
measures that drive performance". Harvard Business Review,
Vol. 70, No. 1, hlm: 71-79.
Kaplan, R. S., dan D. P. Norton. 2001. The Strategy-focused
Organization. Boston: Harvard Business School Press.
Lowendahl, B. 1997. Strategic Management of Professional Service
Firms. Copenhagen: Handelshojskolens Forlag.
Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard. Jakarta: Salemba Empat.
Petrash, G. 1996. "Dow's journey to a knowledge value management
culture". European Management Journal, Vol. 14, No. 4, hlm:
365-374.
Petty, R., dan J. Guthrie. 2000. "Intellectual capital literature review:
measurement, reporting and management". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 1, No. 2, hlm: 155-176.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
116 dan Kinerja Organisasi

Pulic, A. 1998 of Conference. "Measuring the Performance of


Intellectual Potential in Knowledge Economy". Artikel
dipresentasikan pada the 2nd McMaster World Congress on
Measuring and Managing Intellectual Capital, di Austria.
---. 2000. "VAIC: an accounting tool for IC management". International
Journal of Technology Management, Vol. 20, No. 5-8, hlm:
702-714.
Roos, J., G. Roos, N. C. Dragonetti, dan L. Edvinsson. 1997. Intellectual
Capital: Navigating in the New Business Landscape. Houndsmills:
Macmillan Business.
Stewart, T. A. 1997. Intellectual Capital. London: Nicholas Brealey
Publishing.
Sveiby, K. E. 1997. "The "Invisible" Balance Sheet" http://www.
sveiby.com. [diakses pada 19 November 2006].
Tan, H. P., D. Plowman, dan P. Hancock. 2007. "Intellectual capital
and financial returns of companies". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 8, No. 1, hlm: 76-95.
Yuwono, S., E. Sukarno, dan M. Ichsan. 2006. Petunjuk praktis
penyusunan balanced scorecard : menuju organisasi yang
berfokus pada strategis. Jakarta Gramedia Pustaka Utama.
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 117

BAB V

Pengukuran Kinerja Intellectual


Capital (IC)

S ekarang ini, logika bisnis didasarkan pada pencapaian keberhasilan


pertumbuhan dan penciptaan nilai (value creation) dalam jangka
panjang. Masalahnya adalah bahwa indikator tradisional tentang
keberhasilan bisnis, seperti peningkatan pendapatan, arus kas, laba,
penguasaan pasar, dan kepemimpinan teknologi sesungguhnya tidak
mampu menyediakan informasi apakah perusahaan benar-benar
telah menciptakan nilai bagi pemilik dan pemegang saham atau
belum. Hanya ketika suatu perusahaan mampu menghasilkan sesuatu
yang lebih dari sumberdaya yang diinvestasi, maka kita dapat
berbicara tentang penciptaan nilai. Dalam konteks ini, kepentingan
utama semua stakeholders adalah bahwa strategi bisnis diarahkan
pada pencapaian tujuan tersebut - value creation - dan bahwa
sistem pengukuran mencerminkan kemampuan manajemen untuk
mencapai tujuan tersebut.
Bagaimanapun, meningkatnya tekanan dan tanggung jawab
terhadap pemegang saham dan karyawan menyiratkan perhatian
kepada penciptaan nilai (value creation) sebagai suatu ukuran baru
tentang keberhasilan bisnis (riset yang dilaksanakan di pasar modal
membuktikan bahwa terdapat suatu hubungan antara efisiensi
penciptaan nilai dan nilai pasar perusahaan). Tujuan akhirnya adalah

117
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
118 dan Kinerja Organisasi

untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam jangka panjang,


yang hanya akan dapat dicapai dengan investasi pada sumberdaya
intelektual (terutama pada human capital, yang merupakan faktor
kunci penciptaan nilai pada bisnis modern) dan peningkatan mobilisasi
dari potensi internal perusahaan, terutama adalah intangible.
Premis kunci untuk penciptaan nilai perusahaan adalah bahwa
semua kontribusi terhadap penciptaan nilai (value creation) namun
juga pembinasaan nilai (value destruction) dapat diukur tanpa
kerancuan (ambigu), yang sering kali memerlukan skema organisasi
dan indeks-indeks baru. Sebagai tambahan, proses perencanaan dan
pengambilan keputusan harus difokuskan pada upaya penciptaan
nilai. Untuk efektivitas pengendalian biaya, maka manajemen eksekutif
perlu bersama-sama dengan manajemen puncak mengidentifikasi
berbagai kemungkinan untuk terus meningkatkan efisiensi penciptaan
nilai. Melalui proses ini, semua potensi intelektual yang tersedia di
dalam perusahaan dapat dimobilisasi untuk tujuan pencapaian nilai
maksimum (baik untuk pemegang saham maupun karyawan).
Penciptaan nilai yang tidak berwujud (intangible value creation)
harus mendapatkan perhatian yang cukup, karena hal ini memiliki
dampak yang sangat besar terhadap kinerja keseluruhan perusahaan.
Sekarang ini, nilai diciptakan melalui hubungan yang kompleks antara
penawaran dan permintaan (supply and demand), dimana saat ini
penawaran auh lebih besar daripada permintaan. Peter Drucker
mendeskripsikan aktivitas bisnis tradisional sebagai berikut: "membeli
dengan murah, kemudian menjual dengan harga tinggi, dan selisihnya
adalah keuntunganmu". Dalam pendekatan ini, laba adalah lebih
kecil disebabkan oleh biaya: semakin kecil biaya, maka akan semakin
besar keuntungan. Inilah alasan mengapa perhatian khusus diberikan
terhadap biaya-biaya selama era industri (Pulic, 1998).
Teori modern mendefinisikan aktivitas bisnis sebagai nilai tambah
(value added) dan kekayaan, yang jauh lebih kompleks daripada
sebelumnya. Untuk tujuan penciptaan laba, adalah penting
membangun hubungan dengan pelanggan ke tingkatan paling tinggi.
Lebih dari itu, adalah penting untuk menyadari bahwa format yang
terukur/berwujud (tangible form) dari penciptaan nilai (seperti:
pendapatan, nilai tambah) adalah tergantung pada format yang
tidak berwujud (intangible form) dari penciptaan nilai (seperti:
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 119

peningkatan waktu dan efektivitas komunikasi, hubungan yang lebih


baik dengan pelanggan, membangun dan mempertahankan reputasi).
Kunci untuk sukses adalah dalam penciptaan sebab akibat
hubungan antara dua format penciptaan nilai (tangible dan intangible
form). Harus dikatakan bahwa salah satu tantangan utama bagi
manajemen adalah menciptakan kondisi yang akan membuka
peluang generasi sukses nilai intangible (seperti pengetahuan,
layanan, pengalaman, keuntungan, kecepatan, kualitas, kesan) dan
transformasinya kepada format tangible (seperti pendapatan, laba,
nilai tambah, pangsa pasar, nilai pasar). Manajemen penciptaan nilai
yang sistematis didasarkan pada premis bahwa konsep ini melekat
di dalam perusahaan sebagai tujuan akhir bisnis. Penting untuk
dipastikan bahwa konsep ini "hidup" di semua tingkatan bisnis,
pada aktivitas hari ke hari, dirangsang, dihargai, diukur dan
dikomunikasikan.

A. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™)


Terbatasnya ketentuan standar akuntansi tentang IC mendorong
para ahli untuk membuat model pengukuran dan pelaporan IC. Salah
satu model yang sangat populer di berbagai negara adalah Value
Added Intellectual Coefficient (VAIC™) yang dikembangkan oleh Pulic
(1998). VAIC™ tidak mengukur IC, tetapi ia mengukur dampak dari
pengelolaan IC (Ulum et al., 2008). Asumsinya, jika suatu perusahaan
memiliki IC yang baik, dan dikelola dengan baik pula, maka tentu akan
ada dampak yang ditimbulkannya. Dampak itulah yang kemudian
diukur oleh Pulic dengan VAIC™, sehingga dengan demikian VAIC™
lebih tepat disebut sebagai ukuran kinerja IC (intellectual capital
performance/ICP) yang oleh Mavridis (2004), Kamath (2007) dan Ulum
(2009b) disebut sebagai busssines performance indicator (BPI).
Akuntansi tradisional berfokus pada pengendalian biaya.
Sebaliknya, Pulic (2000c) mengklaim bahwa VAIC™ fokus pada
penciptaan nilai. Dia menyatakan bahwa untuk mengelola penciptaan
nilai kita perlu mengukurnya. Baginya, alat ukur harus memantau
efisiensi sumber daya dalam menciptakan nilai. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan metode yang dapat mengukur efisiensi
sumber daya bagi perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar
serta untuk daerah dan negara (Andriessen, 2004).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
120 dan Kinerja Organisasi

Model value added intellectual coefficient (VAIC™) dikembangkan


oleh Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk menyajikan informasi
tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset)
dan aset takberwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan.
VAIC™ merupakan instrumen untuk mengukur kinerja intellectual
capital perusahaan. Pendekatan ini relatif mudah dan sangat mungkin
untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan
keuangan perusahaan (neraca, laba rugi).
Pulic (IBEC, 2003) menyatakan bahwa dua sumber daya kunci
yang menciptakan nilai tambah di dalam perusahaan adalah capital
employed dan IC. IC terdiri terdiri dari human capital dan structual
capital. Gambar 5.1 menjelaskan pembagian dua sumber daya kunci
yang dimaksud oleh Pulic (Andriessen, 2004).

Gambar 5.1 Dua Sumber Daya yang Menciptakan Nilai Tambah


Sumber : Andriessen (2004)

Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk


menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling
objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA
dihitung sebagai selisih antara output dan input. VA juga dapat
dihasilkan dari penjumlahan OP (laba operasi), EC (beban karyawan),
D (depresiasi), dan A (amortisasi).
Output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh
produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup
seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal
penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour
expenses) tidak termasuk dalam IN (Tan et al., 2007). Karena peran
aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang
direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 121

biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN. Karena itu, aspek
kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai
entitas penciptaan nilai (value creating entity).
VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan
Structural Capital (SC). Hubungan lainnya dari VA adalah capital
employed (CE), yang dalam hal ini dilabeli dengan CEE. CEE adalah
indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical
capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CE
menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang
lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam
memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan CE yang
lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan.
Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. 'Human Capital Efficiency'
(HCE) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan
dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA
dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan
nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan para penulis
IC lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary and wage costs
adalah indikator dari HC perusahaan.
Hubungan ketiga adalah "structural capital efficiency" (SCE),
yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan
nilai. SCE mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan
1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan
SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen
sebagaimana HC, ia dependen terhadap value creation (Pulic, 2000a).
Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka
akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut
Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC, hal ini telah
diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional
(Pulic, 2000b).
Rasio terakhir adalah menghitung kemampuan intelektual
perusahaan dengan menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah
dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut diformulasikan
dalam indikator baru yang unik, yaitu VAIC™ (Tan et al., 2007).
Laing et al. (2010) memberikan ilustrasi tentang model VAIC™
dengan cukup baik di gambar 5.2.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
122 dan Kinerja Organisasi

Gambar 5.2 Formulasi VAIC


Sumber : Laing et. al. (2010)

Keunggulan metode VAIC™ adalah karena data yang dibutuhkan


relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan
(Tan et al., 2007). Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai
rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang standar yang
umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Alternatif
pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator
keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk
melengkapi profil suatu perusahaan secara individu. Indikator-
indikator tersebut, khususnya indikator non-keuangan, tidak tersedia
atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain. Konsekuensinya,
kemampuan untuk menerapkan pengukuran IC alternatif tersebut
secara konsisten terhadap sampel yang besar dan terdiversifikasi
menjadi terbatas (Firer dan Williams, 2003).

B. Extended VAIC™ Model


Setelah mengkaji sejumlah model pengukuran IC yang dihasilkan
oleh para ahli, Nazari dan Herremans (2007) menawarkan 'revisi'
atas model VAIC™. Beberapa modifikasi dan perluasan yang mereka
usung adalah sebagai berikut:
Dalam menghitung value added (VA), Nazari dan Herremans
(2007) lebih memilih untuk menggunakan rumus:
VA = OP + EC + D + A
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 123

dimana OP adalah operating profit, EC adalah employee costs, D


adalah depreciation, dan A adalah amortization.
Menurut Nazari dan Herremans (2007), structural capital (SC)
terdiri dari organizational capital (OC) dan customer capital (CC).
Sementara OC merupakan konstruksi dari process capital (PC) dan
innovation capital (InC), sehingga dengan demikian maka:
SC = OC + CC
OC = InC + PC
SC = InC + PC + CC

Jika dalam model VAIC™ terdapat tiga komponen yaitu HCE


(human capital efficiency), SCE (structural capital efficiency), dan
CEE (capital employed efficiency), maka dalam Extended VAIC™
Model menjadi 5 komponen, yaitu: HCE, CCE (customer capital
efficiency), InCE (innovation capital efficiency), PCE (process capital
efficiency), CEE. HCE dan SCE adalah komponen utama dalam
perhitungan efisiensi IC, yang dalam model VAIC™ disebut sebagai
ICE (intellectual capital efficiency). Sementara CEE adalah
perhitungan efisiensi dari modal fisik dan financial yang merupakan
'pelengkap' dalam model Pulic.
Karena dalam VAIC SCE = SC/VA, maka dalam Extended VAIC™
Model menjadi:
CC + InC + PC
SCE =
VA
CC InC PC
SCE = + +
VA VA VA

Untuk mengukur relational capital digunakan marketing cost,


sementara biaya Research and Development (R&D) digunakan sebagai
proksi untuk innovation capital (Bosworth dan Rogers, 2001),
sementara biaya pemasaran (marketing cost) dijadikan proksi untuk
relational capital (RC), sehingga:

CC Marketing Cost
CCE = +
VA VA
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
124 dan Kinerja Organisasi

InC R&D
InCE = +
VA VA
Process Capital Efficiency (PCE) dihitung dengan SCE minus CCE
minus InCE:
SCE = CCE + InCE + PCE
PCE = SCE - InCE - CCE

C. Modified VAIC (MVAIC)


Modified VAIC (MVAIC) merupakan model pengurukuran kinerja
IC yang berbasis pada modelnya Pulic, VAIC™. Model ini diawali
dengan menempatkan perhitungan VA sebagai titik awal, yaitu:
VA = OP + EC + D + A (Pulic, 2000c)
OP adalah operating profit, EC adalah employee costs, D adalah
depreciations, dan A adalah amortisations. Selain itu, VA juga bisa
dihitung dengan formula awal dari Pulic (2000a) yaitu VA = OUT - IN.
OUT adalah total penjualan dan pendapatan lain, dan IN adalah
beban penjualan dan biaya-biaya lain kecuali beban karyawan.
Selanjutnya adalah menghitung efisiensi dari IC dengan menggunakan
model Pulic (VAIC™) yang dimodifikasi. Menurut Pulic (2004), VAIC™
merupakan hasil penjumlahan dari intellectual capital efficiency (ICE)
dan capital employed efficiency (CEE), sementara ICE adalah HCE
(human capital efficiency) ditambah SCE (structural capital efficiency).
Formula untuk menghitungnya adalah:
VA
HCE = (Pulic, 2000c)
HC
• HCE = Human Capital Efficiency: rasio dari VA terhadap HC.
• VA = value added
• HC = Human Capital: total salaries and wages; beban karyawan.
SC
SCE = (Pulic, 2000c)
VA
• SCE = Structural Capital Efficiency: rasio dari VA terhadap SC.
• SC = Structural Capital : VA-HC
• VA = value added
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 125

Pulic (2004) berpendapat bahwa untuk memiliki gambaran yang


luas tentang efisiensi seluruh sumber daya, penting untuk mengambil
modal finansial dan modal fisik (capital employed) sebagai salah
satu pertimbangan. Efisiensi dari modal yang digunakan dapat
diperoleh dengan cara sebagai berikut:
VA
CEE = (Pulic, 2000c)
CE
• CEE = Capital Employed Efficiency: rasio dari VA terhadap CE.
• VA = value added
• CE = Capital Employed: nilai buku dari total aset perusahaan.

Sehingga dengan demikian, formula lengkap vari VAIC adalah


sebagai berikut:
VA SC VA
VAIC = + + (Pulic, 2000c)
HC VA CE
Menurut Brinker (1998), Stewart (1997), dan Draper (1998), IC
terdiri dari tiga komponen, yaitu human capital, structural capital,
customer capital. Sementara Sveiby (1998) menggunakan istilah
external structure, internal structure, dan individual competence
untuk ketiga komponen IC tersebut. Oleh karena itu, dalam MVAIC
ini CC (dalam penelitian ini digunakan istilah RC/relational capital)
ditambahkan dalam konstruksi ukuran kinerja IC. RC diproksikan
dengan biaya pemasaran (Nazari dan Herremans, 2007). RCE (relational
capital efficiency) dihitung dengan formula sebagai berikut:
VA
CEE =
CE
Secara utuh, MVAIC diformulasikan sebagai berikut:
1. MVAIC = ICE + CEE (Pulic, 2000a)
2. ICE = HCE + SCE + RCE
VA
3. HCE = (Pulic, 2000a)
HC
SC
4. SCE = (Pulic, 2000a)
VA
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
126 dan Kinerja Organisasi

RC
5. RCE =
VA
VA
6. CCE = (Pulic, 2000a)
CE
Keterangan:
MVAIC : Modified VAIC
ICE : Intellectual Capital Efficiency
HCE : Human Capital Efficiency
SCE : Structural Capital Efficiency
RCE : Relational Capital Efficiency
CEE : Capital Employed Efficiency
VA : Value Added
HC : Human Capital; total beban karyawan, termasuk pelatihan
SC : Structural Capital; VA - HC
RC : Relational Capital; biaya pemasaran
CE : Capital Employed; nilai buku dari total aset
OP : Operating Profit
EC : Employee Costs
D : Depreciation
A : Amortisation

Gambar 5.3 Formulasi MVAIC


Sumber : Ulum et. al. (2014)
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 127

D. Extended VAIC™ Plus


Extended VAIC Plus (E-VAIC Plus) merupakan modifikasi lanjutan
dari model VAIC™ yang menempatkan taksonomi IC pada posisi
yang lebih tepat (Ulum, 2014). Model ini diawali dengan
menempatkan perhitungan Riahi-Belkaoui (2003) tentang Value
Added (VA) sebagai titik awal, yaitu:
VA = W + I + DD + T + R (Riahi-Belkaoui, 2003)
W adalah wages, I adalah interest, DD adalah dividends, T
adalah tax, dan R adalah change in retained earning. VA juga bisa
dihitung dengan formula dari Pulic (2000c), yaitu VA = OP + EC + D
+ A, dimana OP adalah operating profit, EC adalah employee costs,
D adalah depreciations, dan A adalah amortisations. Selain itu, VA
juga bisa dihitung dengan formula awal dari Pulic (2000a) yaitu VA
= OUT - IN. OUT adalah total penjualan dan pendapatan lain, dan
IN adalah beban penjualan dan biaya lain kecuali beban karyawan.
Selanjutnya adalah menghitung efisiensi dari IC dengan
menggunakan model Pulic (VAIC™) yang dimodifikasi. Menurut
Pulic (2004), VAIC™ merupakan hasil penjumlahan dari intellectual
capital efficiency (ICE) dan capital employed efficiency (CEE),
sementara ICE adalah HCE (human capital efficiency) ditambah SCE
(structural capital efficiency). Formula untuk menghitungnya adalah:

VA
HCE = (Pulic, 2000a)
HC
• HCE = Human Capital Efficiency: rasio dari VA terhadap HC.
• VA = value added
• HC = Human Capital: total salaries and wages; beban karyawan.

SC (Pulic, 2000a)
SCE =
VA
• SCE = Structural Capital Efficiency: rasio dari VA terhadap SC.
• SC = Structural Capital : VA-HC
• VA = value added

Pulic (2004) berpendapat bahwa untuk memiliki gambaran yang


luas tentang efisiensi seluruh sumber daya, penting untuk mengambil
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
128 dan Kinerja Organisasi

modal finansial dan modal fisik (capital employed) sebagai salah


satu pertimbangan. Efisiensi dari modal yang digunakan dapat
diperoleh dengan cara sebagai berikut:
VA
CCE = (Pulic, 2000a)
CE
• CEE = Capital Employed Efficiency: rasio dari VA terhadap CE.
• VA = value added
• CE = Capital Employed: nilai buku dari total aset perusahaan.

Sehingga dengan demikian, formula lengkap vari VAIC adalah


sebagai berikut:
VA SC VA
VAIC = + + (Pulic, 2000a)
HC VA CE

Menurut hasil studi Nazari dan Herremans (2007), SC terdiri dari


organizational capital (OC) dan relational capital (CC), sementara
organisational capital merupakan konstruksi dari process capital (PC)
dan innovation capital (InC).
SC = CC + OC (Nazari dan Herremans, 2007)
OC = InC + PC (Nazari dan Herremans, 2007)

Sehingga:
SC = CC + InC + PC (Nazari dan Herremans, 2007)

Menurut Brinker (1998), Stewart (1997), dan Draper (1998), CC


bukanlah bagian dari SC. CC merupakan salah satu dari tiga
komponen pembentuk IC, yaitu human capital, structural capital,
customer capital. Sementara Sveiby (1998) menggunakan istilah
external structure, internal structure, dan individual competence
untuk ketiga komponen IC tersebut. Oleh karena itu, dalam E-VAIC
Plus ini CC (yang dalam penelitian ini digunakan istilah RC)
ditempatkan sebagai komponen tersendiri, dan bukan merupakan
bagian dari SC sebagaimana taksonominya Nazari dan Herremans
(2007), sehingga dengan demikian, maka:
SC = InC + PC
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 129

Menurut model VAIC™, SCE dihitung dengan rumus SC/VA.


Penempatan SC sebagai pembilang dan VA sebagai penyebut dalam
persamaan ini - berbeda dengan ketika menghitung HCE dan CEE
yang menempatkan VA sebagai pembilang - karena dalam model
VAIC™, Pulic (2000a) menggunakan hasil dari VA - HC sebagai
ukuran dari SC. Oleh karena SC = VA - HC, maka SCE = SC/VA. Jika
SCE dibuat = VA/SC, maka hasilnya menjadi tidak rasional karena itu
artinya efisiensi dari SC akan tinggi hanya jika efisiensi dari HC rendah.
InC PC
SCE = +
VA VA
InC/VA adalah ukuran dari innovation capital efisiensi (InCE),
sementara PC/VA adalah ukuran dari process capital efficiency (PCE).
Sehingga formula SCE dapat disajikan sebagai berikut:
SCE = InCE + PCE
Sementara RCE (relational capital efficiency) yang dalam
Extended VAIC™ model-nya Nazari dan Herremans (2007) dianggap
sebagai bagian dari SC, dalam E-VAIC Plus ini diletakkan sebagai
ukuran tersendiri:
RC
RCE =
VA
Untuk mengukur relational capital digunakan marketing cost,
sementara biaya Research and Development (R&D) digunakan sebagai
proksi untuk innovation capital (Bosworth dan Rogers, 2001),
sedangkan beban depresiasi dan amortisasi digunakan sebagai proksi
untuk process capital. Secara utuh, E-VAIC Plus diformulasikan:

Gambar 5.4 Formulasi E-VAIC Plus


Sumber : Ulum (2014)
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
130 dan Kinerja Organisasi

7. E-VAIC Plus = ICE + CEE (konsisten dengan model dasarnya Pulic,


2000);
8. ICE = HCE + SCE + RCE
9. SCE = InCE + PCE
VA
10. HCE = (Pulic, 2000)
HC
InC
11. InCE = (modifikasi dari Nazari dan Herremans, 2007)
VA
PC
12. PCE = (modifikasi dari Nazari dan Herremans, 2007)
VA
RC
13. RCE =
VA
VA
14. CEE = (Pulic, 2000)
CE

Keterangan:
E-VAIC Plus : Extended VAIC Plus
ICE : Intellectual Capital Efficiency
HCE : Human Capital Efficiency
SCE : Structural Capital Efficiency
RCE : Relational Capital Efficiency
CEE : Capital Employed Efficiency
InCE : Innovation Capital Efficiency
PCE : Process Capital Efficiency
VA : Value Added
HC : Human Capital; total pengeluaran untuk karyawan
InC : Innovation Capital; biaya R&D
PC : Process Capital; biaya penyusutan dan amortisasi
RC : Relational Capital; biaya pemasaran
CE : Capital Employed; nilai buku dari total 16ndic.
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 131

E. iB-VAIC
VAIC™ dikonstruksi oleh Pulic (1999) untuk menilai kinerja IC
pada perusahaan konvensional (private sector, profit motive, non
syariah). Akun-akun yang digunakan dalam menghitung kinerja IC
dengan VAIC™ adalah akun-akun yang lazim pada perusahaan
konvensional. Sejauh ini, belum ada indikator (sejenis VAIC™) yang
dapat digunakan untuk menilai kinerja IC perbankan syariah.
Sementara di Indonesia, perkembangan perbankan syariah cukup
signifikan. Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan
volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% (yoy) meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
26,55% (yoy) dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun
pembiayaan yang juga indikator tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun 2009. Dari sisi kelembagaan, jumlah bank yang
melakukan kegiatan usaha syariah meningkat seiring dengan
munculnya pemain-pemain baru. Sampai akhir 2010, terdapat 10
Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 unit usaha syariah (UUS).
Model penilaian kinerja IC untuk perbankan syariah ini (iB-VAIC
- dibaca Islamic banking VAIC) penting sebagai modifikasi dari
model yang telah ada, yaitu Value Added Intellectual Coefficient -
VAIC™. VAIC™ didesain untuk mengukur kinerja IC perusahaan-
perusahaan dengan jenis transaksi yang umum. Sementara perbankan
syariah memiliki jenis transaksinya sendiri yang relatif berbeda dari
perbankan umum/konvensional.
Model pengukuran kinerja IC untuk perbankan syariah (iB-VAIC)
ini menjadi penting setidaknya karena dua alasan (Ulum, 2013):
• Pertama, industri perbankan merupakan salah satu dari 4 industri
yang merupakan IC intencive industry sector (Firer dan Williams,
2003). Selain itu, dari aspek intelektual, secara keseluruhan
karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan
dengan sektor ekonomi lainnya (Kubo dan Saka, 2002).
• Kedua,hasil penelitian di berbagai negara (termasuk di Indonesia)
menunjukkan bahwa IC memiliki peran dalam menggerakkan nilai
perusahaan (firm's value). IC berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan perusahaan - yang merupakan ukuran jangka pendek
dan yang paling mudah dilihat, baik pada masa kini maupun
di masa yang akan datang. Artinya, IC dapat pula digunakan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
132 dan Kinerja Organisasi

dalam memprediksi kinerja keuangan perusahaan (lihat misalnya:


Firer dan Williams, 2003; Chen et al., 2005; Tan et al., 2007; Ulum,
2008, 2009a).
iB-VAIC dikonstruksi oleh Ulum (2013) dengan berdasarkan pada
akun-akun laporan keuangan bank syari'ah di Indonesia, tahapannya
adalah sebagai berikut:

1. Menghitung Value Added (VA)


Tahap pertama dengan menghitung iB-Value Added (iB-VA).
IB-VA dihitung dengan menggunakan cara yaitu sebagai berikut:
iB-VA = OUT - IN
Keterangan:
OUT (Output) : Total pendapatan, diperoleh dari:
a. Pendapatan bersih kegiatan syariah = pendapatan operasi utama
kegiatan syariah + pendapatan operasi lainnya - hak pihak ketiga
atas bagi hasil dan syirkah temporer.
Pendapatan operasi utama kegiatan syariah
1) Pendapatan penyaluran dana
a) Dari pihak ketiga bukan bank
- Pendapatan dari jual beli (pendapatan marjin murabahah)
- Pendapatan bersih salam parallel
- Pendapatan bersih istishna parallel
- Pendapatan sewa ijarah
- Pendapatan pendapatan bagi hasil musyarakah
- Pendapatan bagi hasil mudharabah
- Pendapatan dari penyertaan
- Lainnya
b) Dari Bank Indonesia
- Bonus SBIS
- Lainnya
c) Dari bank-bank lain di Indonesia
- Bonus dari bank syariah lain
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 133

i. Pendapatan bagi hasil mudharabah


ii. Tabungan mudharabah
iii. Deposito mudharabah
iv. Sertifikat investasi mudharabah antar bank
v. Lainnya
2) Pendapatan operasi lainnya
a) Jasa investasi terikat (mudharabah muqayyadah)
b) Jasa layanan
c) Pendapatan dari transaksi valuta asing
d) Koreksi PPAP
e) Koreksi penyisihan penghapusan transaksi rekening
Administrasi
f) Lainnya
3) Hak pihak ketiga atas bagi hasil syirkah temporer
a) Pihak ketiga bukan bank
- Tabungan mudharabah
- Deposito mudharabah
- Lainnya
b) Bank Indonesia
- FPJP syariah
- Lainnya
c) Bank-bank lain di Indonesia dan di luar Indonesia
- Tabungan mudharabah
- Deposito mudharabah
- Sertifikat investasi mudharabah antar bank
- Lainnya
b. Pendapatan non operasional
IN (input) : Beban usaha/operasional dan beban non operasional
kecuali beban kepegawaian/karyawan
Beban usaha/operasional kecuali beban kepegawaian
1) Beban penyisihan kerugian asset produktif-bersih
2) Beban estimasi kerugian komitmen dan kontijensi
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
134 dan Kinerja Organisasi

3) Beban operasi lainnya


a) Beban bonus titipan wadiah
b) Beban administrasi dan umum
c) Beban penurunan nilai surat nerharga
d) Beban transaksi valuta asing
e) Beban promosi
f) Beban lainnya

Value added (iB-VA) juga dapat dihitung dari akun-akun perusahaan


sebagai berikut:
iB-VA= OP + EC + D + A
Keterangan:
OP : operating profit (laba operasi/laba usaha)
EC : employee costs (beban karyawan)
D : depreciation (depresiasi)
A : amortization (amortisasi)

2. Menghitung Value Added Capital Employed (iB-VACA)


Tahap kedua dengan menghitung Value Added Capital
Employed (iB-VACA). iB-VACA adalah indikator untuk iB-VA yang
diciptakan oleh satu unit dari human capital. Rasio ini menunjukkan
kontibusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value
added perusahaan.
VA
iB-VACA =
CE
Keterangan:
iB-VACA : Value Added Capital Employed : rasio dari iB-VA terhadap CE
iB-VA : value added
CE : Capital Employment : dana yang tersedia (ekuitas, laba
bersih)

3. Menghitung Value Added Human Capital (iB-VAHU)


iB-VAHU menunjukkan berapa banyak iB-VA dapat dihasilkan
dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 135

menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang


diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi.

VA
iB-VAHU =
HC
Keterangan:
iB-VAHU : Value added Human Capital : rasio dari iB-VA terhadap HC
iB-VA : Value added
HC : Human capital : beban karyawan

4. Menghitung Structural Capital Value Added (iB-STVA)


Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu rupiah dari iB-VA dan merupakan indikasi
bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai.
SC
iB-STVA =
VA
Keterangan:
STVA : Structural Capital Value Added : rasio dari SC terhadap IB-VA
SC : Structural capital : IB-VA - HC
IB-VA : Value Added

5. Menghitung Value Added Intellectual Coefficient (iB-


VAIC™)
IB-VAIC™ mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi
yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance
Indikator). iB-VAIC™ merupakan penjumlahan dari tiga komponen
sebelumnya, yaitu iB-VACA, iB-VAHU, dan iB-STVA.
iB-VAIC™ = iB-VACA + IB-VAHU + iB-STVA
iB-VAIC yang dirumuskan dalam penelitian ini dapat digunakan
untuk mengukur kinerja IC perbankan syariah di Indonesia.
Perhitungan yang berbasis pada akun-akun dalam laporan keungan
tradisional ini akan dengan mudah dapat dilakukan dan dapat
memberikan gambaran tentang kinerja IC yang dimiliki oleh
perbankan syariah.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
136 dan Kinerja Organisasi

Untuk dapat dilakukan pemeringkatan terhadap sejumlah


perbankan, hasil perhitungan iB-VAIC (untuk selanjutnya dapat
disebut BPI) dapat diranking berdasarkan skor yang dimiliki. Sejauh
ini, belum ada standar tentang skor kinerja IC tersebut, namun
penelitian Ulum (2008) telah merumuskan untuk memberikan
kategori dari hasil perhitungan VAIC, yaitu:
a. Top performers - skor VAICTM di atas 3,00
b. Good performers - skor VAICTM antara 2,0 sampai 2,99
c. Common performers - skor VAICTM antara 1,5 sampai 1,99
d. Bad performers - skor VAICTM di bawah 1,5
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 137

Referensi

Andriessen, D. 2004. Making sense of intellectual capital : designing


a method for the valuation of intangibles. Jordan Hill, Oxford,
UK: Elsevier, Inc.
Bosworth, D., dan M. Rogers. 2001. "Market value, R&D and intellectual
property: an empirical analysis of large Australian firms".
Economic Record, Vol. 77, No. 239, hlm: 323-337.
Brinker, B. 1998. "Intellectual capital: Tomorrow's asset, today's
challenge" http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm.
[diakses pada 15 December 2006].
Chen, M. C., S. J. Cheng, dan Y. Hwang. 2005. "An empirical
investigation of the relationship between intellectual capital
and firms' market value and financial performance". Journal
of Intellectual Capital, Vol. 6, No. 2, hlm: 159-176.
Draper, T. 1998. "Measuring intellectual capital: Formula for disaster"
http://www.drapervc.com/Hoover.html. [diakses November 2007].
Firer, S., dan S. M. Williams. 2003. "Intellectual capital and
traditional measures of corporate performance". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 4, No. , hlm: 348-360.
IBEC. 2003. Intellectual capital: efficiency in Croatian economy.
London: IBEC.
Kamath, G. B. 2007. "The intellectual capital performance of Indian
banking sector". Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 1,
hlm: 96-123.
Kubo, I., dan A. Saka. 2002. "An inquairy into the motivations
of knowledge workers in the Japanese financial industry".
Journal of Knowledge Management, Vol. 6, No. 3, hlm: 262-271.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
138 dan Kinerja Organisasi

Laing, G., J. Dunn, dan S. Hughes-Lucas. 2010. "Applying the VAIC™


model to Australian Hotels". Journal of Intellectual Capital,
Vol. 11, No. 3, hlm: 269-274.
Mavridis, D. G. 2004. "The intellectual capital performance of the
Japanese banking sector". Journal of Intellectual Capital, Vol.
5, No. 3, hlm: 92-115.
Nazari, J. A., dan I. M. Herremans. 2007. "Extended VAIC model
measuring intellectual capital components". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 8, No. 4, hlm: 595-609.
Pulic, A. 1998 of Conference. "Measuring the Performance of Intel-
lectual Potential in Knowledge Economy". Artikel
dipresentasikan pada the 2nd McMaster World Congress on
Measuring and Managing Intellectual Capital, di Austria.
---. 2000a. "Basic information on VAIC™" www.vaic-on.net. [diakses
pada 20 December 2000].
---. 2000b. "MVA and VAIC™ Analysis of randomly selected companies
from FTSE 250". Unpublished Paper. Austrian Intellectual
Capital Research Center, Graz - London.
---. 2000c. "VAIC: an accounting tool for IC management".
International Journal of Technology Management, Vol. 20,
No. 5-8, hlm: 702-714.
---. 2004. "Intellectual capital - does it create or destroy value?".
Measuring Business Excellence, Vol. 8, No. 1, hlm: 62-68.
Riahi-Belkaoui, A. 2003. "Intellectual capital and firm performance
of US multinational firms: A study of the resource-based and
stakeholder views". Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No.
2, hlm: 215-226.
Stewart, T. A. 1997. Intellectual Capital. London: Nicholas Brealey
Publishing.
Sveiby, K. E. 1998. Measuring Intangibles and Intellectual Capital -
An Emerging First Standard. Queensland: Queensland University
of Technology.
Tan, H. P., D. Plowman, dan P. Hancock. 2007. "Intellectual capital
and financial returns of companies". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 8, No. 1, hlm: 76-95.
Pengukuran Kinerja Intellectual Capital (IC) 139

Ulum, I. 2008. "Intellectual capital and financial return of listed


Indonesian banking sector". Artikel dipresentasikan pada
International Research Seminar and Exhibition, di Malang, East
Java.
---. 2009a. "Intellectual capital dan kinerja keuangan perusahaan;
sebuah perspektif sektor perbankan Indonesia". Jurnal
Humaniora, Vol. 6, No. 2, hlm.
---. 2009b. "Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di
Indonesia". Jurnal Akuntansi dan Keuangan (terakreditasi dikti),
Vol. 10, No. 2, hlm: 77-84.
---. 2013. "iB-VAIC: Model Pengukuran Kinerja Intellectual Capital
Perbankan Syariah di Indonesia". Inferensi (Terakreditasi Dikti),
Vol. 7, No. 1, hlm: 183-204.
---. 2014. "Extended VAIC Plus (EVAIC+); a Comprehensive Measurement
Model of Intellectual Capital Performance". Artikel
dipresentasikan pada 1st International Conference on Future
Business Environment and Innovation, di Malang.
Ulum, I., I. Ghozali, dan A. Chariri. 2008. "Intellectual capital dan
kinerja keuangan perusahaan; sebuah analisis dengan
pendekatan partial least squares.". Artikel dipresentasikan pada
Simposium Nasional Akuntansi XI, di Universitas Tanjung Pura,
Pontianak.
Ulum, I., I. Ghozali, dan A. Purwanto. 2014. "Intellectual Capital
Performance of Indonesian Banking Sector: A Modified VAIC
(M-VAIC) Perspective". Asian Journal of Finance & Accounting,
Vol. 6, No. 6, hlm: 103-123.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
140 dan Kinerja Organisasi
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 141

BAB VI

Framework Pengungkapan Modal


Intelektual

S ejak tahun 2000an, para akademisi dan praktisi mulai fokus pada
persoalan pengungkapan IC (intellectual capital disclosure - ICD)
perusahaan di dalam laporan tahunannya (lihat misalnya: Guthrie
et al., 1999; Guthrie dan Petty, 2000; Goh dan Lim, 2004). Definisi
disclosure IC telah diperdebatkan dengan sengit diantara para ahli
dalam berbagai literatur.
Guthrie dan Petty (2000) tidak menawarkan definisi disclosure IC
secara eksplisit, namun mereka menyinggung adanya fakta bahwa
saat ini disclosure IC memberikan kemanfaatan yang lebih besar
dibanding di masa lalu. Terutama bagi sektor yang mempunyai
karakteristik industri dominan yang kemudian mengalami perubahan,
seperti dari sektor manufaktur berubah menjadi high technology,
finansial dan jasa asuransi.
Bukh et al. (2001), Petty dan Guthrie (2000) dan Mourtisen et
al. (2005) mengidentifikasi bahwa literatur IC dalam akuntansi
terutama membahas pelaporan eksternal. Hal ini dapat dipahami
karena memang pasar modal menginginkan lebih banyak informasi
yang dapat diandalkan terkait dengan sumber daya pengetahuan
yang dimiliki oleh perusahaan, dan pengungkapan IC akan
mengurangi biaya transaksi dan ketidakpastian diantara pihak-

141
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
142 dan Kinerja Organisasi

pihak terkait (Tayles et al., 2007). Lebih lanjut, Bukh (2003)


menyatakan bahwa pengungkapan perusahaan tentang IC menjadi
bagian dari kerangka proses penciptaan nilai (value creation) dalam
perusahaan.
Kebanyakan literatur mengenai IC di berbagai negara, berfokus
pada pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan (Guthrie
dan Petty, 2000; Goh dan Lim, 2004). Beberapa studi mengenai
upaya untuk menjelaskan perbedaan tingkat pengungkapan IC dalam
laporan tahunan (Brennan, 2001; April et al., 2003; Ulum, 2011),
namun tidak banyak yang menggunakan uji statistik (Williams,
2001; Bontis, 2002; Bozzolan et al., 2003). Tingkat pengungkapan IC
umumnya dinilai menggunakan content analysis atas laporan tahunan
dari sejumlah kecil sampel (perusahaan).
Mouritsen et al. (2001) menyatakan bahwa IC disclosure dalam
suatu laporan keuangan sebagai suatu cara untuk mengungkapkan
bahwa laporan tersebut menggambarkan aktifitas perusahaan yang
kredibel, terpadu (kohesif) serta "true and fair". Mereka merujuk
pada laporan IC yang menunjukkan bahwa banyak dari literatur
pengungkapan IC berdasar pada analisis tekstual atas laporan
keuangan. Sangat sedikit perusahaan yang membuat laporan IC
secara terpisah.
Lebih lanjut, Mouritsen et al. (2001) menyatakan bahwa disclosure
IC dikomunikasikan untuk stakeholder intern dan ekstern yaitu
dengan mengkombinasikan laporan berbentuk angka, visualisasi
dan naratif yang bertujuan sebagai penciptaan nilai. Bukh et al.
(2001) juga menegaskan hal senada, bahwa laporan IC dalam
prakteknya, mengandung informasi finansial dan non-finansial yang
beragam seperti perputaran karyawan, kepuasan kerja, in-service
training, kepuasan pelanggan, ketepatan pasokan, dan sebaginya.
Pengungkapan informasi IC (ICD) dalam laporan tahunan
perusahaan merupakan sinyal kepada (calon) investor tentang aset
takberwujud yang dimiliki oleh perusahaan. Spence (1973)
mendefinisikan sinyal sebagai suatu kegiatan atau atribut yang,
dengan sengaja ataupun tidak, mengubah keyakinan atau
menyampaikan informasi kepada orang lain. Sinyal adalah bentuk
komunikasi yang kredibel yang mentransmisikan informasi dari
penjual kepada pembeli (Spence, 2002).
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 143

Teori pensinyalan (signalling theory) memberikan dasar untuk


memprediksi bagaimana pasar saham akan bereaksi (Bergh dan
Gibbons, 2011). Teori pensinyalan menyarankan agar perusahaan
dengan kualitas tinggi harus memberikan sinyal keunggulan mereka
kepada pasar (An et al., 2011). Ada sejumlah sarana bagi perusahaan
untuk memberikan sinyal informasi tentang diri mereka sendiri,
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) informasi akuntansi
positif (misalnya tentang IC) dianggap sebagai salah satu yang
paling efektif (Xiao et al., 2004; García-Meca et al., 2005).
Secara khusus, ICD bisa menjadi sarana yang sangat efektif bagi
perusahaan untuk memberikan sinyal keunggulan kualitas karena
pentingnya IC untuk penciptaan kekayaan masa depan (Guthrie dan
Petty, 2000). Terutama bagi perusahaan dengan basis IC yang kuat,
ICD bisa membedakan mereka dari perusahaan berkualitas rendah
lainnya (An et al., 2011). Sinyal dari atribut IC bisa membawa banyak
manfaat bagi perusahaan, seperti meningkatkan citra perusahaan,
menarik investor potensial, menurunkan biaya modal, penurunan
volatilitas saham, menciptakan pemahaman produk atau jasa, dan
yang lebih penting meningkatkan hubungan dengan berbagai
pemangku kepentingan (Vergauwen, 2005; Singh dan Van-der-Zahn,
2008). Pengungkapan sukarela informasi IC lazimnya dilakukan
melalui media laporan tahunan perusahaan, atau melalui prospektus
IPO (initial public offering)1.
Sejalan dengan hal tersebut, Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah menerbitkan Peraturan
Nomor X.K.6 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor:
Kep-431/BL/20122 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten
atau Perusahaan Publik tertanggal 1 Agustus 2012. Penyempurnaan

1 IPO adalah penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada


investor umum. Menurut UU No.8 Tahun 1995, IPO adalah kegiatan penawaran
efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat
berdasarkan tatacara yang diatur dalam undang-undang Pasar Modal dan
peraturan pelaksanaannya.
2 Penerbitan peraturan ini mencabut Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor:
KEP-134/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006, Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor: KEP-40/BL/2007 tanggal 30 Maret 2007, dan Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: Kep-38/PM/1996 tentang Laporan Tahunan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
144 dan Kinerja Organisasi

Peraturan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas


keterbukaan informasi dalam laporan tahunan Emiten dan
Perusahaan Publik sebagai sumber informasi penting bagi pemegang
saham dan masyarakat dalam membuat keputusan investasi. Dalam
peraturan tersebut antara lain diatur mengenai kewajiban
penyampaian, bentuk, dan isi laporan tahunan. Menurut peraturan
ini, Emiten atau Perusahaan Publik yang pernyataan pendaftarannya
telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan tahunan kepada
Bapepam dan LK paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku
berakhir. Laporan tahunan wajib dimuat dalam laman (website)
Emiten atau Perusahaan Publik bersamaan dengan disampaikan
laporan tahunan tersebut kepada Bapepam dan LK, dan website
tersebut harus bisa diakses.
Melalui media inilah (laporan tahunan), perusahaan dapat
menyajikan informasi yang lebih 'kaya' tentang aset takberwujud.
Peraturan Bapepam-LK secara eksplisit menyebutkan bahwa
perusahaan harus memberikan informasi tentang jumlah karyawan
dan deskripsi pengembangan kompetensinya, misalnya, aspek
pendidikan dan pelatihan karyawan yang telah dilakukan. Informasi
ini merupakan refleksi dari aspek human capital.
Selain itu, dalam laporan tahunan perusahaan juga harus dijelaskan
tentang kode etik, sistem pelaporan pelanggaran, dan corporate
governance. Topik-topik tersebut merupakan informasi yang terkait
dengan structural capital perusahaan. Sementara informasi tentang
pelanggan, jaringan distribusi, dan strategi pemasaran merupakan
aspek dari relational capital (Bontis et al., 2000).
Dari aspek regulasi, setidaknya terdapat enam UU di Indonesia
yang mengatur tentang komponen-komponen IC, yaitu UU No.
30/2000 tentang rahasia dagang, UU No. 31/2000 tentang desain
industri, UU No. 32/2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu,
UU No. 14/2001 tentang paten, UU No. 15/2001 tentang merk
dagang, dan UU No. 19/2002 tentang hak cipta. Meskipun tidak
secara eksplisit disebutkan sebagai IC, namun setidaknya IC telah
mendapatkan perhatian dalam berbagai regulasi tersebut.
Pengungkapan IC telah menjadi suatu bentuk komunikasi baru
yang mengendalikan "kontrak" antara manajemen dan pekerja. Hal
tersebut, memungkinkan manajer untuk membuat strategi-strategi
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 145

untuk memenuhi ekspektasi stakeholder seperti investor, dan untuk


meyakinkan stakeholder atas keunggulan atau manfaat kebijakan
perusahaan (Ulum, 2009).

A. Framework 24
24 item komponen IC kali pertama diperkenalkan oleh Sveiby
(1997) dan IFAC (1998).

Tabel 6.1 Komponen ICD 24 Item


Internal structures External structures Employee competence
(organisational capital) (customer capital) (human capital)
1. Patens 10. Brands 19. Know-how
2. Copyrights 11. Customers 20. Education
3. Trademarks 12. Customer loyalty 21. Vocational
4. Management philosophy 13. Company names qualifivation
5. Corporate culture 14. Distribution channels 22. Work-related
knowledge
6. Management process 15. Business collaborrations
23. Work-related
7. Information systems 16. Licensing agreements competences
8. Networking systems 17. Favourable contracts 24. Entrepreneurial
9. Financial relations 18. Franchising agreements spirit

Sumber : Sveiby (1997); IFAC (1998); Guthrie dkk. (1999)

Model ini telah digunakan dalam sejumlah penelitian tentang


ICD (misalnya: Sveiby, 1997; IFAC, 1998; Guthrie et al., 1999; Guthrie
& Petty, 2000; Brennan, 2001; Bozzolan et al., 2003; Goh & Lim, 2004).

1. Studi Miller et al. (1999)


Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi isu-isu terkait
pengukuran dan pelaporan IC pada empat (4) kelompok perusahaan
di Kanada; 2 perusahaan dalam kategori capital-intensive firms, 1
perusahaan teknologi tinggi (high technology), dan 1 institusi
pendidikan tinggi. Studi ini menguji persepsi para manajer pada
perusahaan-perusahaan tersebut tentang (a) potensi dan pentingnya
indikator-indikator IC, (b) hambatan-hambatan yang mereka hadapi
dalam pengembangan dan penerapannya, (c) peluang untuk
melaporkan IC secara internal dan eksternal, dan (d) kemampuan
untuk membandingkan indikator-indikator tersebut antar
perusahaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
146 dan Kinerja Organisasi

mail survey dengan instrumen kuesioner dan dua focus group


discussion untuk memperoleh data.

a. Kuesioner
Pengembangan kuesioner merupakan proses kolaboratif yang
diawali dengan review atas daftar indikator IC yang dipulikasikan
oleh IFAC (1998). Indikator-indikator tersebut dibagi dalam tiga
kelompok: human capital, organizational capital, dan customer and
relational capital. Pengkategorian ini mirip dengan yang digunakan
oleh Sveiby (1997) yang mengklasifikasikan intangible assets dalam
tiga jenis: Employee Competence, Internal Structure, dan External
Structure. Dalam kuesioner ini, istilah "structural" digunakan untuk
menggantikan "organizational" dan istilah "customer" digunakan
sebagai pengganti "customer and relational".

b. Hasil
Note: dalam pembahasan hasil berikut, akan digunakan
singkatan-singkatan berikut yang merujuk pada nama perusahaan.
MRC - Institution of Higher Education
CDC - High-Tech Firm
PCP - Petroleum Exploration & Production Firm
Enbridge - Energy Delivery Firm

2. Preferensi Kategori IC

a. Human Capital
Tingkat kesepakatan tertinggi tentang pentingnya kategori IC
tertuju pada indikator human capital. Hal ini dibuktikan dengan 3
perhitungan statistik, yaitu: (1) jarak yang paling kecil diantara rata-
rata perusahaan dalam kategori tertentu (lihat tabel 6.2); (2) nilai
standar deviasi terendah; dan (lihat tabel 6.3); (3) luasnya persepsi
para responden tentang pentingnya indikator-indikator IC secara
individual (lihat tabel 6.4).
Tingginya tingkat konsensus diantara empat perusahaan terkait
dengan pentingnya indikator human capital menunjukkan bahwa
para manajer cenderung untuk segera memahami pentingnya elemen
human capital di dalam organisasi mereka. Simpelnya, keempat
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 147

perusahaan mengakui bahwa aset mereka yang paling berharga


adalah orang-orang di dalam perusahaan mereka, pengetahuan
mereka, keterampilan, dan pengalaman yang mereka representasikan
(lihat gambar 6.1).
Tabel 6.2 Tingkat Pentingnya Masing-masing Kategori IC yang
Dipersepsi Perusahaan Sampel

Human Capital Customer Capital Structural Capital


MRC 3.79 3.82 2.78
CDC 3.60 3.58 3.12
Enbridge 3.62 3.73 2.76
PCP 3.55 2.89 2.62
0.24 0.93 0.50

Tabel 6.3 Statistik Deskriptif

# of Responses Aggregate Mean Standard Deviation


Human 2096 3.63 1.10
Customer 1904 3.47 1.35
Structual 2245 2.80 1.42

Gambar 6.1 Persepsi Perusahaan Tentang Pentingnya


Masing-masing Kategori IC
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
148 dan Kinerja Organisasi

Dalam kategori human capital, semua perusahaan menyatakan


bahwa Leadership Skills adalah indikator yang paling penting.
Hasil ini secara partial harus dipahami sebagai fakta bahwa target
sampel dalam penelitian ini terdiri dari para manajer yang mungkin
menghabiskan sebagian besar waktunya dalam peran kepemimpinan
(leadership).

b. Structural Capital
Para manajer di setiap perusahaan merasa bahwa indikator
structural capital tidak cukup penting diantara 3 kategori indikator
(lihat gambar 6.2 dan 6.3).

Gambar 6.2: Tingkat Kepentingan Masing-masing Kategori


IC yang Dipersepsi Oleh Perusahaan Sampel

Rendahnya rating structural capital mungkin sebagian


diantaranya karena konstruksi kuesioner, dimana para manajer
ditanya tentang indikator-indikator khusus yang dikelompokkan ke
dalam kategori-kategori yang memiliki ciri tersendiri. Tabel 6.4
mendeskripsikan persepsi para manajer terkait dengan indikator
structural capital.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 149

Gambar 6.3: Tingkat Kepentingan Masing-masing Kategori


IC Secara Keseluruhan

Tabel 6.4 Deskriptif Statistik Indikator-indikator Structural


Capital yang Dipersepsi Oleh Perusahaan Sampel
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
150 dan Kinerja Organisasi

c. Customer Capital
CDC, MRC, dan Enbridge menempatkan indikator-indikator customer
capital sebagai sesuatu yang penting. Sementara PCP menganggap
kategori customer capital lebih rendah dibandingkan tiga perusahaan
yang lain. PCP tetap lebih menempatkan indikator customer satisfaction
dan growth in business volume lebih penting dibandingkan yang
lain. Tabel 6.5 mendeskripsikan persepsi para manajer terkait dengan
indikator customer capital.

Tabel 6.5 Deskriptif Statistik Indikator-indikator Customer


Capital yang Dipersepsi Oleh Perusahaan Sampel

Tabel 6.6 Penggunaan Indikator-indikator IC Oleh Masing-


masing Perusahaan Sampel
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 151

Semua perusahaan mengakui penggunaan indikator customer


capital baik untuk meningkatkan pangsa pasar produk maupun
untuk memenangkan persaingan. MRC dan CDC juga menggunakan
indikator customer capital untuk mempengaruhi kebijakan
pemerintah (lihat tabel 6.6).

3. Studi Goh dan Lim (2004)


Tujuan penelitian ini adalah terutama untuk menemukan berapa
banyak informasi tentang IC yang diungkapkan di dalam laporan
tahunan perusahaan-perusahaan di Malaysia. Penelitian ini
menggunakan 20 perusahaan yang memiliki laba tertinggi di bursa
effek Malaysia (tabel 6.7).
Penelitian ini mengadopsi metode yang digunakan oleh Guthrie
and Petty (2000), yakni menggunakan content analysis yang
dilakukan terhadap laporan tahunan periode 2001. Framework
yang digunakan adalah sebagaimana yang dibangun oleh Sveiby
(1997) yang terdiri dari 24 atribut, yang mengelompokkan IC ke
dalam tiga kategori, yaitu:
a. Internal capital. Meliputi intellectual property (seperti: paten,
copyright, trademark) dan aset-aset infrastruktur (seperti: filosofi
manajemen, budaya organisasi, proses manajemen, sistem
informasi, sistem jaringan, dan relasi keuangan). Jumlah total
atribut untuk kategori ini adalah 9.
b. External capital. Meliputi brand recognition, pelanggan, loyalitas
pelanggan, nama perusahaan, jalur distribusi, kolaborasi bisnis,
perjanjian lisensi, kontrak-kontrak yang menguntungkan, dan
perjanjian franchise. Jumlah total atribut untuk kategori ini
juga 9.
c. Employee competence. Meliputi know-how, pendidikan, kualifikasi
vocational, pengetahuan tersebut terkait pekerjaan (work-related
knowledge), work-related competency dan spirit kewirausahaan.
Jumlah total atribut untuk kategori ini adalah 6
Metode yang digunakan adalah: jika suatu atribut diungkapkan
di dalam sebuah laporan tahunan, maka diberi skor 1, dan jika tidak
diungkapkan diberi skor 0.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
152 dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.7 Profil Perusahaan-perusahaan Sampel

a. Hasil
Gambar 6.4 menunjukkan temuan penelitian ini terkait dengan
kategori-kategori IC. 41% IC yang diungkapkan adalah tentang
external capital, 36.6% tentang internal capital, yang dibagi dalam
dua kelompok: intellectual property: 1.4% dan infrastructure assets:
35.2%. Sisanya, 21.9% adalah tentang employee competence.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 153

Gambar 6.4 Jumlah (Prosentase) Pengungkapan Masing-


masing Komponen IC Oleh Perusahaan Sampel

Tabel 6.8 menjelaskan jumlah pengungkapan atribut IC di masing-


masing kategori. Ada 3 atribut yang diungkapkan oleh semua perusahaan
(100%): filosofi manajemen, budaya organisasi, dan spirit kewirausahaan.
Tabel 6.8 Jumlah Pengungkapan Atribut-atribut IC Oleh
Perusahaan Sampel
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
154 dan Kinerja Organisasi

Berikut adalah beberapa contoh pengungkapan komponen IC


di dalam laporan tahunan perusahaan:
Telekom Malaysia tentang patent, copyright and trademark.
In year 2001, TM R&D has submitted applications for Intellectual
Property Rights registrations for its products, namely patent (24),
copyright (8), trademark (6) and industrial design (2) (Telekom
Malaysia Berhad 2001 Annual Report p. 135).
Public Bank Berhad tentang management philosophy:
"Doing It Right For You" encapsulates the caring principles
underlying Public Bank's wisdom and conduct towards the bank's
shareholders, customers, employees and the community its serves.
(Public Bank Berhad 2001 Annual Report, back cover page)
Malayan Banking Berhad tentang IT:
The branch network was further rationalised following the
integration of the IT infrastructure, and in all a total of 60
additional branches have been added to the network bringing
the Group total to 441 branches nationwide. (Malayan Banking
Berhad 2001 Annual report p. 24).

4. Studi Guthrie et al. (2006)


James Guthrie, Richard Petty, dan Federica Ricceri melakukan
kajian yang bertujuan menginvestigasi pelaporan sukarela IC oleh
perusahaan di Australia dan Hong Kong, dan mengevaluasi dampak
ukuran, industri, dan umur terhadap tingkat pengungkapan IC.

a. Desain/metodologi/pendekatan
Studi ini adalah kajian empiris yang dilakukan dalam 2 tingkatan.
Tingkatan pertama adalah sebuah kajian eksploratif tentang
pengungkapan IC oleh 20 perusahaan publik terbesar di Australia
pada tahun 1998. Tingkatan kedua, menggunakan data tahun 2002,
menguji pengungkapan atribut-atribut IC oleh 50 perusahaan publik
di Australia dan 100 perusahaan publik di Hong Kong. Analisis isi
(content analysis) digunakan untuk perolehan data.
Untuk tujuan analisis, kerangka kerja IC yang dipresentasikan
oleh Sveiby (1997) dimodifikasi untuk memperoleh konvergensi
yang lebih baik dengan item-item yang biasanya dilaporkan oleh
perusahaan-perusahaan di Australia. Tabel 6.9 menyajikan elemen-
elemen IC yang dipilih dalam studi ini.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 155

Tabel 6.9 Elemen-elemen IC yang Dipilih dalam Studi

Penelitian ini menginvestigasi jumlah total pengungkapan IC


oleh masing-masing perusahaan sample. Pengungkapan dalam hal
ini dianalisis sebagai berikut:
1) Tingkat pengungkapan berdasarkan masing-masing atribut;
2) Tingkat pengungkapan berdasarkan kategori (internal structure,
external structure, employee competence); dan
3) Tingkat keseluruhan pengungkapan oleh semua perusahaan
sampel.

b. Temuan
Tingkat pengungkapan informasi IC ditemukan cukup rencah
dan dalam kategori kualitatif, bukan kuantitatif, baik di Australia
maupun Hong Kong. Tingkat pengungkapan secara positif
berhubungan dengan ukuran perusahaan. Temuan ini konsisten
dengan beberapa kajian terdahulu tentang pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure).
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
156 dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.10 Descriptive Statistics Atas Sampel Perusahaan


Australia dan Hong Kong Tahun 2002

Temuan Berdasarkan Kategori Pelaporan


Timbulnya pelaporan berdasarkan kategori IC (internal, external,
dan human capital) di Australia juga diuji, untuk menentukan
apakah pengungkapan tersebut terfokus pada kategori tertentu
dari IC. Gambar 6.5 menunjukkan temuan tentang pelaporan kategori
IC pada tahun 2002 pada data perusahaan Australia.

Gambar 6.5 Pelaporan Kategori IC - Australia

Gambar 6.6 Pelaporan Kategori IC - Hong Kong

Kategori internal capital dan external capital terhitung paling


banyak dilaporkan (90%). Sebaliknya, kategori human capital hanya
sedikit dilaporkan (10%). Temuan ini agak sedikit berbeda dengan
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 157

temuan tahun 1998 ketika menggunakan sampel 20 perusahaan terkemuka


di Australia (Guthrie dan Petty, 2000). Hal ini juga berbeda dengan
temuan untuk data tahun 2002 perusahaan Hong Kong (gambar 6.6).
Table 6.11 The Two IC Elements Most Disclosed per IC Category

Tabel 6.12 Frekuensi Pelaporan Elemen-elemen IC - Australia


No. Item Frekuensi pelaporan
1 Internal capital 652
Intellectual property 33
Management philosophy 257
Corporate culture 77
Management processes 213
Information/networking systems 65
Financial relations 7
2 External capital 761
Brands 143
Customers 104
Customer satisfaction 14
Company names 78
Distribution channels 128
Business collaborations 257
Licensing agreements 40
3 Human capital 164
Employees 76
Education 3
Training 24
Work-related knowledge 37
Entrepreneurial spirit 24

Memperhatikan pelaporan IC berdasarkan kategori, ditemukan


bahwa kategori internal capital, elemen "filosofi manajemen" dan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
158 dan Kinerja Organisasi

"proses manajemen" terhitung lebih dari 70% dilaporkan. Dalam


kategori external capital, "kolaborasi bisnis" dan "brand" terhitung
dilaporkan lebih dari 50%. Sedangkan dalam kategori human
capital, elemen "karyawan" dan "work related knowledge" terhitung
dilaporkan hampir 70% (tabel 6.11).
Temuan untuk Masing-masing Elemen
Studi ini juga mencakup pengujian tentang pelaporan IC untuk
masing-masing elemen. Tabel 6.12 mengilustrasikan pelaporan
elemen-elemen IC secara khusus. Berdasarkan tabel 6.12 terlihat
bahwa terdapat dua elemen yang selalu diungkapkan, yaitu
"kolaborasi bisnis" dengan partner lain dan "filosofi manajemen"
(frekuensi pelaporan = 257)
Faktor Ukuran Perusahaan Australia dan Hong Kong Tahun 2002
Descriptive statistics untuk data perusahaan Australia dan Hong
Kong disajikan pada tabel 6.13 dan 6.14. tabel 6.13 menunjukkan
bahwa, rata-rata, perusahaan-perusahaan besar di Australia memiliki
tingkat pengungkapan lebih besar (mean = 37.7) daripada perusahaan-
perusahaan kecil (mean = 25.4).
Tabel 6.13 Deskriptif Statisktik Atas Ukuran Perusahaan Tahun
2002 - Australia

Tabel 6.14 menunjukkan bahwa rata-rata, perusahaan-perusahaan


besar di Hong Kong menyajikan hal yang sama dengan perusahaan
Australia. Artinya, perusahaan-perusahaan besar mengungkapkan
lebih banyak (mean = 14.6) dari pada perusahaan-perusahaan kecil
(mean = 11.8).
Tabel 6.14 Deskriptif Statisktik Atas Ukuran Perusahaan Tahun
2002 - Hong Kong
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 159

B. Framework 58
58 item komponen IC merupakan perluasan dari 24 item. Jumlah
ini dikembangkan dan kali pertama digunakan dalam penelitian
tentang ICD oleh Abdolmohammadi (2005).

Tabel 6.15 Komponen ICD 58 Item

Brand (n = 5). Competence (n = 11). Corporate culture (n = 4).


1. Brand 6. Intelligence 17. Corporate culture
2. Brand recognition 7. Knowledge 18. Management philosophy
3. Brand development 8. Know-how 19. Leadership
4. Goodwill 9. Education 20. Communication
5. Trademark 10. Competence
11. Motivation
12. Expertise
13. Intangible skills
14. Brain power
15. Specialist
16. Training

Customer base (n =8). Information technology (n =7) Intellectual property (n = 7)


21. Customer 29. Information technology 36. Intellectual property
satisfaction 30. Network 37. Patents
22. Customer 31. Computer software 38. Copyright
recognition 32. Operating systems 39. Soft assets
23. Customer loyalty 33. Electronic data interchange 40. Intangibles
24. Customer base 34. Telecommunication 41. Licensing agreement
25. Customer retention 35. Infrastructure 42. Franchising agreement
26. Customer service
27. Customer support
28. Market share
Partnership (n = 2). Personnel (n = 7). Proprietary process (n = 6)
43. Partnership 45. Human resource 52. Innovation
44. Joint venture 46. Employee satisfaction 53. Innovative
47. Personnel 54. Proprietary process
48. Employee retention 55. Trade secrets
49. Flextime 56. Methodologies
50. Telecommuting 57. Value added
51. Empowerment
R&D (n = 1)
58. R&D

Sumber : Abdolmohammadi (2005)


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
160 dan Kinerja Organisasi

1. Studi Abdolmohammadi (2005)


Studi ini memiliki tiga bertujuan. Pertama, untuk mengeksplorasi
literatur tentang IC dan mengembangkan suatu kerangka kerja
tentang ketegori dan komponen-komponen IC. Kerangka kerja ini
lebih rinci dibandingkan dengan beberapa kerangka kerja yang
telah disajikan dalam beberapa literatur. Kedua, menganalisis
pengungkapan komponen-komponen IC dalam laporan tahunan
perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Fortune 500. Secara
khusus, studi ini menyajikan bukti tentang praktik pengungkapan IC
dalam laporan tahunan perusahaan selama lima (5) tahun. Selain
itu, studi ini juga menunjukkan perbedaan pengungkapan komponen
IC antara perusahaan yang masuk kategori "new" dan "old" economy.
Perusahaan yang dikategorikan dalam sektor ekonomi "baru"
adalah perusahaan komputer, software, elektronik, dan industri
semikonduktor. Sementara perusahaan-perusahaan dalam industri
perbankan, sepeda motor, suku cadang pesawat terbang, bahan
kimia, minyak tanah dan gas alam, nonferrous metal, dan farmasi
masuk dalam sektor ekonomi "lama".

a. Hipotesis
H1 : Pengungkapan komponen-komponen IC mengalami peningkatan
selama lima tahun pengamatan, 1993-1997.
H2b : Terdapat perbedaan signifikan antara sektor ekonomi "baru"
dan "lama" dalam hal pengungkapan komponen-komponen
IC di dalam laporan tahunan perusahaan.

b. Desain/Metode
Komponen IC digunakan sebagai unit analisis untuk melakukan
analisis konten (content analysis) atas laporan tahunan 58 perusahaan
yang termasuk dalam Fortune 500 selama lima tahun, 1993-1997.
Logaritma dari kapitalisasi pasar perusahaan i pada tahun t (LogMCit)
digunakan sebagai variabel dependen dalam model regresi berikut:
LogMCit = α0 + α1ICDit + α2LogBVit + α2ROADiffit + ε
Dimana ICD adalah frekuensi pengungkapan IC, LogBV adalah
logaritma dari perbedaan antara total aset dan total hutang, dan
ROADiff adalah perbedaan antara nilai ROA suatu perusahaan dan
ROA rata-rata industrinya.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 161

Komponen-komponen IC yang digunakan dalam studi ini adalah


sebagai berikut (diurutkan berdasarkan urutan alfabetik):
1) Brand (n = 5). "Brand", "Brand recognition", "Brand development",
"Goodwill", dan "Trademark".
2) Competence (n = 11). "Intelligence", "Knowledge", "Know-how",
"Education", "Competence", "Motivation", "Expertise", "Intangible
skills", "Brain power", "Specialist", dan "Training".
3) Corporate culture (n = 4). "Corporate culture", "Management
philosophy", "Leadership", dan "Communication".
4) Customer base (n = 8). "Customer satisfaction", "Customer recognition",
"Customer loyalty", "Customer base", "Customer retention",
"Customer service" "Customer support", dan "Market share".
5) Information technology (n = 7). "Information technology", "Network",
"Computer software", "Operating systems", "Electronic data
interchange", "Telecommunication", dan "Infrastructure".
6) Intellectual property (n = 7). "Intellectual property", "Patents",
"Copyright", "Soft assets", "Intangibles", "Licensing agreement",
dan "Franchising agreement".
7) Partnership (n = 2). "Partnership" dan "Joint venture".
8) Personnel (n = 7). "Human resource", "Employee satisfaction",
"Personnel", "Employee retention", "Flextime", "Telecommuting",
"Empowerment", dan "People".
9) Proprietary process (n = 6). "Innovation", "Innovative", "Proprietary
process", "Trade secrets", "Methodologies", dan "Value added".
10) R&D (n = 1).

c. Temuan
Frekuensi pengungkapan informasi tentang "brand" dan
"proprietary processes" meningkat selama periode pengamatan.
Temuan studi ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan dalam pengungkapan IC antara perusahaan yang masuk
kategori sektor ekonomi "baru" dan "lama". Perusahaan dalam sektor
ekonomi "lama" lebih banyak mengungkapkan kategori "brand" dan
"partnership" dibandingkan sektor ekonomi "baru", sementara untuk
kategori "information technology" dan "intellectual property", lebih
banyak diungkapkan oleh perusahaan dalam sektor ekonomi "baru".
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
162 dan Kinerja Organisasi

Terakhir, temuan studi ini menunjukkan bahwa pengungkapan IC


berpengaruh signifikan terhadap kapitalisasi pasar perusahaan.

Tabel 6.16 Frekuensi Pengungkapan IC

Perubahan Selama Tahun 1993-1997 (H1)


Untuk menguji hipotesis bahwa pengungkapan IC mengalami
peningkatan selama tahun 1990-an, dilakukan analisis varian untuk
masing-masing kategori IC dan investigasi perubahan frekuensi
pengungkapan IC yang muncul selama tahun 1993-1997. Hasilnya
disajikan dalam tabel 6.17.

Tabel 6.17 Mean dan Standar Deviasi Kategori IC yang


Diungkapkan Berdasarkan Tahun

Sektor Ekonomi "Old" vs "New" (H2b)


Perbedaan jenis industri sebagaimana telah didiskusikan di atas
mengindikasikan adanya variasi yang signifikan dalam pengungkapan
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 163

IC antar industri, namun mereka tidak menyajikan pola yang jelas.


Perbedaan antara sektor ekonomi "new" dan "old" dianalisis
menggunakan two-sample t-test. Hasilnya disajikan dalam tabel
6.18.
Tabel 6.18 Ringkasan Tentang Pengaruh Jenis Industri

2. Studi Boedi (2008)


Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan
oleh Abdolmohammadi (2005) dengan mengambil konteks
perusahaan publik di Indonesia. Hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut:
H1a : Terdapat hubungan antara jenis industri dengan jumlah
pengungkapan komponen IC dalam laporan tahunan.
H1b : Terdapat perbedaan yang signifikan antara sektor industri
'baru' dan 'lama' berkaitan dengan pengungkapan komponen
IC dalam laporan tahunan perusahaan
Indikator-indikator yang digunakan sebagai ukuran untuk melihat
pengungkapan komponen IC ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 6.19 Definisi Komponen Pengungkapan Intellectual Capital


Kategori Komponen Penjelasan
Merk 1. Merk Nama, logo yang menggambarkan ciri khas
produk yang dibuat
2. Brand recognition Pengakuan merk
3. Brand development Perkembangan merk
4. Goodwill Aktiva tetap non-keuangan yang tak mempunyai
wujud fisik tetapi dapat diidentifikasi
5. Trademark Merek dagang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
164 dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.19 Lanjutan


Kategori Komponen Penjelasan
Kompetensi 1. Kecerdasan Kemampuan mengaplikasikan pengetahuan
yang dimiliki
2. Knowledge Berkaitan dengan pengetahuan yg dialihkan
dlm bahasa formal, sistematik atau potensi
nilai yg dimiliki pegawai
3. Know how Bagaimana pengetahuan yang dimiliki
4. Pendidikan Suatu status/strata yang melekat pada
pegawai yang diperoleh secara formal
5. Kompetensi Kualitas yang dimiliki oleh pegawai
6. Motivasi Proses yang berperan pada intensitas, arah
dan lamanya berlangsung upaya individu
ke arah pencapaian sasaran
7. Keahlian Ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai
untuk aktifitas perusahaan
8. Intangible skills Keahlian yang tak berwujud
9. Brain power Daya pikir
10. Spesialisasi Keahlian khusus pada suatu bidang tertentu
11. Pelatihan Program yang dibuat perusahaan agar
pegawai tetap menjaga kompetensinya
Budaya 1. Budaya Sistem makna bersama yang dianut oleh
perusahaan perusahaan anggota yang bekerja dalam perusahaan
2. Filosofi Keinginan dan upaya untuk meningkatkan
Manajemen manajemen
3. Kepemimpinan Fungsi yang mencakup memotivasi
karyawan, memilih jalur komunikasi efektif
dan menyelesaikan konflik-konflik
4. Komunikasi Suatu proses penyampaian pesan (ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain
agar terjadi saling mempengaruhi diantara
keduanya
Konsumen 1. Kepuasan Suatu reaksi positip atas pelayanan yang
konsumen diperoleh atau barang yang dipergunakannya
2. Pengakuan Suatu umpan balik dari konsumen terhadap
konsumen produk atau jasa yang dipergunakan
3. Loyalitas Suatu kesetiaan pelanggan terhadap produk
konsumen atau jasa yang dipergunakan
4. Hak konsumen Suatu keinginan yang akan diperoleh
setelah memenuhi kewajiban
5. Mempertahan- Usaha yang dilakukan perusahaan untuk
kan konsumen konsumen tetap mempergunakan barang
atau jasa nya
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 165

Tabel 6.19 Lanjutan


Kategori Komponen Penjelasan
6. Pelayanan jasa Usaha perusahaan yang dikerjakan untuk
terhadap memenuhi kepentingan konsumen
konsumen
7. Customer support Dukungan terhadap konsumen
8. Market share Pangsa pasar

Teknologi 1. Teknologi Informasi yang dikaitkan dengan jaringan


informasi informasi telekomunikasi
2. Jaringan Merupakan hubungan antar kelompok yang
terkait & terintegrasi dalam bidang tertentu
3. Computer Komputer yang memuat program instruksi
Software yang dipergunakan untuk melengkapi tugas
4. Sistem Kumpulan program-program komputer yang
pengoperasian merupakan bagian penghubung perangkat
lunak antara pemakai dan perangkat keras
5. Pergantian data Suatu sistem pertukaran dokumen bisnis
secara elektronis komputer ke komputer melalui jaringan
komunikasi
6. Telekomunikasi Komunikasi dengan menggunakan alat
dalam jarak jauh
7. Infrastruktur Prasarana penunjang yang dimiliki

Intellectual 1. Intellectual Kekayaan intellectual


Property Property
2. Patents Hak Paten
3. Hak Cipta Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau memperba-
nyak ciptaannya atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Aset perusahaan Nilai aset yang dimiliki perusahaan
5. Intangibles Tidak berwujud
6. Licensing Kesepakatan Pemberian Surat Ijin
agreement
7. Franchising Kesepakatan untuk melakukan franchising
agreement

Partnership 1. Rekanan Perjanjian pekerjaan


2. Joint Venture Perjanjian dengan entitas lain yang
menghasilkan suatu produk dimana entitas
lain tidak dapat memproduksinya secara
individu
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
166 dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.19 Lanjutan


Kategori Komponen Penjelasan
Personil 1. Sumber daya Karyawan yang bekerja pada perusahaan
manusia
2. Kepuasan Sikap umum individu terhadap pekerjaannya
Pegawai
3. Personil Karyawan yang bekerja di perusahaan
4. Employee Konsumen yang kembali
retention
5. Fleksibilitas Program yang didesain oleh perusahaan
waktu untuk mempertahankan pegawai yang
berkualitas namun membutuhkan jadwal
kerja yang fleksibel
6. Telecommuting Karyawan melakukan pekerjaannya di
rumah pada computer yg disambungkan ke
kantornya
7. Pemberdayaan Memberikan tanggungjawab kepada
karyawan atas apa yang mereka kerjakan
Proses 1. Inovasi Ide baru yang diterapkan untuk memprakarsai
kepemilikan dan memperbaiki produk, proses atau jasa
2. Inovatif Usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam
mendorong pegawai memiliki kreatifitas kerja
3. Proses Suatu cara untuk memberikan produk
kepemilikan berupa barang dan jasa
4. Rahasia dagang Rumus atau formula yang dimiliki oleh
perusahaan
5. Metode lainnya Cara/metode yang dipergunakan
6. Nilai tambah Nilai lebih dibandingkan perusahaan lain
R & D R & D Usaha terus-menerus untuk meneliti san
mencari produk/jasa baru

Sumber : Boedi (2008)

Secara umum, hasil pengujian terhadap H1a penelitian ini relatif


sama dengan temuan Abdolmohammadi (2005) untuk kasus
perusahaan publik di Amerika Serikat. Persamaan yang dimaksud
adalah bahwa (1) hampir sebagian besar kategori pengungkapan IC
antar jenis industri memiliki pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan IC, dan (2) bahwa dilihat mean tertinggi pada setiap
kategori IC semua tidak didominasi oleh jenis indutri tertentu dalam
pengungkapan IC, jadi tidak ada pola tertentu dalam pengungkapan
antara jenis industri dengan pengungkapan IC. Temuan Abdolmohammadi
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 167

(2005) menunjukkan bahwa kategori Personil dan Proses Kepemilikan


menunjukkan hasil tidak signifikan dalam frekuensi pengungkapan
IC antar jenis industri.
Value added terbesar yang dimiliki perusahaan dihasilkan dalam
pengungkapan IC pada sektor industri baru yang berbasis
pengetahuan lebih banyak mengungkapkan IC daripada industri
lama. Artinya, perusahaan industri baru lebih intensif mengungkapkan
IC untuk kepentingan publik atau para stakeholders daripada industri
lama. Pengungkapan IC yang sifatnya voluntary ini merupakan salah
satu untuk menciptakan nilai bagi perusahaan. Dari sisi shareholder,
kondisi ini jelas menguntungkan karena menunjukkan kemampuan
manajemen mengelola organisasi untuk kepentingan stakeholders.

C. Framework 78
78 item komponen IC merupakan perluasan dari 24 item. Jumlah
ini dikembangkan dan kali pertama digunakan dalam penelitian
tentang ICD oleh Bukh et al. (2005) - pembahasan tentang penelitian
ini disajikan di Bab IX tentang Anteseden ICD. 78 item IC tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Employees (n = 27)
1. Staff breakdown by age
2. Staff breakdown by seniority
3. Staff breakdown by gender
4. Staff breakdown by nationality
5. Staff breakdown by department
6. Staff breakdown by job function
7. Staff breakdown by level of education
8. Rate of staff turnover
9. Comments on changes in number of employees
10. Staff health and safety
11. Absence
12. Staff interview
13. Statements of policy on competence development
14. Description of competence development program and activities
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
168 dan Kinerja Organisasi

15. Education and training expenses


16. Education and training expenses/number of employees
17. Employee expenses/number of employees
18. Recruitment policies
19. HRM department, division or function
20. Job rotation opportunities
21. Career opportunities
22. Remuneration and incentive systems
23. Pensions
24. Insurance policies
25. Statements of dependence on key personnel
26. Revenues/employee
27. Value added/employee
b. Customers (n = 14)
28. Number of customers
29. Sales breakdown by customer
30. Annual sales per segment or product
31. Average customer size
32. Dependence on key customers
33. Description of customer involvement
34. Description of customer relations
35. Education/training of customers
36. Customers/employees
37. Value added per customer or segment
38. Market share (%)
39. Relative market share
40. Market share, breakdown by country/segment/product
41. Repurchase
c. IT (n = 5)
42. Description and reason for investments in IT
43. IT systems
44. Software assets
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 169

45. Description of IT facilities


46. IT expenses
d. Processes (n = 8)
47. Information and communication within the company
48. Efforts related to the working environment
49. Working from home
50. Internal sharing of knowledge and information
51. External sharing of knowledge and information
52. Measure of internal or external failures
53. Fringe benefits and company social programs
54. Environmental approvals and statements/policies
e. Research and development (n = 9)
55. Statements of policy, strategy and/or objectives of R&D activities
56. R&D expenses
57. R&D expenses/sales
58. R&D invested in basic research
59. R&D invested in product design/development
60. Future prospects regarding R&D
61. Details of company patents
62. Number of patents and licenses etc.
63. Patents pending
f. Strategic statements (n = 15)
64. Description of new production technology
65. Statements of corporate quality performance
66. Strategic alliances
67. Objectives and reason for strategic alliances
68. Comments on the effects of the strategic alliances
69. Description of the network of suppliers and distributors
70. Statements of image and brand
71. Corporate culture statements
72. Best practice
73. Organizational structure
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
170 dan Kinerja Organisasi

74. Utilisation of energy, raw materials and other input goods


75. Investment in the environment
76. Description of community involvement
77. Information on corporate social responsibility and objective
78. Description of employee contracts/contractual issues

1. Studi Bukh et al. (2005)


Per Nicolaj Bukh, Christian Nielsen, Peter Gormsen, dan Jan
Mouritsen melakukan kajian tentang pengungkapan informasi IC
dalam prospektus IPO (initial public offering) perusahaan-peruhahaan
di Denmark. Tujuan kajian ini adalah untuk menguji manakah
informasi tentang IC yang diungkapkan di dalam prospektus
IPO perusahaan di Denmark. Lebih lanjut, kajian ini juga melihat
bagaimana perubahan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) tentang IC ini selama periode 1999 sampai 2001, dan
untuk menganalisis faktor-faktor apakah yang dapat menjelaskan
jumlah pengungkapan di dalam prospektus.

a. Desain/Metode
Penelitian ini menggunakan content analysis untuk mengukur
pengungkapan IC di dalam masing-masing prospektus dan analisis
Luasnya pengungkapan dikuantifikasi sebagai prosentase dari
item-item informasi yang ditemukan di dalam prospektus. Dengan
kata lain, prospektus IPO diberi poin 1 jika item indeks yang
ditetapkan ditemukan di dalam prospektus, dan jika tidak
ditemukan maka tidak ada poin. Formula yang digunakan adalah
sebagai berikut:

(Σ d /M) x 100%
m
Score = i=1 i

Dimana di mengekspresikan itemi dengan nilai 1 jika itemi


ditemukan di dalam prospektus IPO, dan 0 jika tidak ditemukan. M
mengekspresikan jumlah maksimum informasi yang ada di dalam
prospektus, yaitu 78 item. Tabel 6.20 adalah rincian item-item yang
dibagi dalam 6 kategori dan menyajikan informasi tentang jumlah
item di masing-masing ketegori. Sedangkan tabel 6.21 menunjukkan
seluruh item di dalam indeks pengungkapan (disclosure index).
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 171

Tabel 6.20 The Disclosure Index (78 items)

Kategori Items
Employees 27
Customer 14
IT 5
Process 8
Research and development 9
Strategic statements 15

Tabel 6.21 The Disclosure Index


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
172 dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.21 Lanjutan


Framework Pengungkapan Modal Intelektual 173

Tabel 6.21 Lanjutan

b. Temuan
Berdasarkan analisis statistik dapat disimpulkan bahwa keberadaan
kepemilikan manajerial sebelum IPO dan jenis industri berpengaruh
terhadap jumlah pengungkapan voluntary tentang IC, sementara ukuran
dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan.
Tabel 6.23 menunjukkan jumlah total informasi yang mengalami
peningkatan selama periode pengamatan di semua kategori IC.
Peningkatan ini khususnya didominasi oleh kategori karyawan,
pernyataan strategik, dan R&D.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
174 dan Kinerja Organisasi

Tabel 6.22 Descriptive Statistics

Tabel 6.23 Rata-rata Jumlah Item yang Diungkapkan dalam


Prospektus Tiap Tahun

D. ICD-Indonesia
ICD-In (Intellectual Capital Disclosure Indonesia) dikembangkan
oleh Ulum (2015). ICD-In adalah jumlah pengungkapan informasi
tentang IC yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. ICD-In
adalah hasil modifikasi skema yang dibangun oleh Guthrie et al. (1999)
- yang merupakan pengembangan dari definisi IC yang ditawarkan
oleh Sveiby (1997) - yang juga digunakan oleh Brennan (2001). Modifikasi
dilakukan dengan menambahkan beberapa item yang diatur dalam
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang
Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam
skema ini, IC dikelompokkan dalam 3 kategori yang terdiri dari 36 item
- 3 kategori dan 36 item yang dimaksud adalah sebagai berikut:
kategori human capital 8 item; structural capital 15 item; dan relational
capital 13 item -, 15 diantaranya adalah item modifikasi, diberi
kode (M). Berikut ini adalah daftar komponen IC dalam framework
ICD-In yang digunakan dalam penelitian ini:
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 175

a. Kategori Human Capital


1. Jumlah karyawan (M)
2. Level Pendidikan
3. Kualifikasi karyawan
4. Pengetahuan karyawan
5. Kompetensi karyawan
6. Pendidikan & pelatihan (M)
7. Jenis pelatihan terkait (M)
8. Turnover karyawan (M)
b. Kategori Structural Capital
9. Visi misi (M)
10. Kode etik (M)
11. Hak paten
12. Hak cipta
13. Trademarks
14. Filosofi managemen
15. Budaya organisasi
16. Proses manajemen
17. Sistem informasi
18. Sistem jaringan
19. Corporate governance (M)
20. Sistem pelaporan pelanggaran (M)
21. Analisis kinerja keuangan komprehensif (M)
22. Kemampuan membayar utang (M)
23. Struktur permodalan (M)
3) Kategori Relational Capital
24. Brand
25. Pelanggan
26. Loyalitas pelanggan
27. Nama perusahaan
28. Jaringan distribusi
29. Kolaborasi bisnis
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
176 dan Kinerja Organisasi

30. Perjanjian lisensi


31. Kontrak-kontrak yang menguntungkan
32. Perjanjian Franchise
33. Penghargaan (M)
34. Sertifikasi (M)
35. Strategi pemasaran (M)
36. Pangsa pasar (M)

1. Studi Ulum (2015)


Ulum (2015) meneliti pada industri perbankan di Indonesia
selama tiga tahun pengamatan, yaitu 2006, 2009, dan 2012. Jumlah
total sampel adalah 84 perusahaan (data panel 3 tahun pengamatan),
terdiri dari 23 bank terdaftar sampai dengan tahun 2006, 29 bank
terdaftar sampai dengan tahun 2009, dan 32 bank terdaftar sampai
dengan tahun 2012. Bank-bank yang baru IPO pada tahun 2013
tidak masuk dalam sampel penelitian (misalnya NAGA, NOBU, dan
BMAS). Salah satu variabel yang diteliti dalam disertasi Ulum (2015)
adalah Pengungkapan Modal Intellectual Capital (ICD).
Analisis isi (conten analysis) dilakukan untuk mengidentifikasi
pengungkapan modal intelektual (ICD) di dalam laporan tahunan
perusahaan. ICD adalah jumlah pengungkapan informasi tentang IC
yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. Kategori/
komponen IC yang diadopsi dalam penelitian ini adalah modifikasi
skema yang dibangun oleh Guthrie et al. (1999), yang merupakan
pengembangan dari definisi IC yang ditawarkan oleh Sveiby (1997).
Modifikasi dilakukan dengan menambahkan beberapa item yang
diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/
2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan
Publik. Dalam skema ini, IC dikelompokkan dalam 3 kategori yang
terdiri dari 36 item, 15 diantaranya adalah item modifikasi, diberi
kode (M).
Proses identifikasi ICD dilakukan dengan 4 cara sistem kode
numerik (four-way numerical coding system) yang dikembangkan
oleh Guthrie et al. (1999). Metode ini tidak hanya mengidentifikasi
luas pengungkapan IC dari aspek kuantitas, namun juga kualitas
pengungkapannya.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 177

Tabel 6.24 Komponen ICD 36 Item, Skala, dan Skor Kumulatif


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
178 dan Kinerja Organisasi

Pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan diberi bobot


sesuai dengan proyeksinya. Kode numerik yang digunakan adalah
sebagai berikut:
• 0 = item tidak diungkapkan dalam laporan tahunan;
• 1 = item diungkapkan dalam bentuk narasi;
• 2 = item diungkapkan dalam bentuk numerik;
• 3 = item diungkapkan dengan nilai moneter.
Secara umum, jumlah pengungkapan informasi IC di dalam
laporan tahunan perusahaan mengalami peningkatan dari tahun
2006, 2009, dan 2012 kecuali untuk komponen relational capital
yang fluktuatif. Di tahun 2012, terdapat tiga item IC yang tidak
diungkapkan oleh seluruh perusahaan yaitu 'hak cipta', 'trademark',
dan 'penghargaan'. Sebaliknya, terdapat 14 item yang diungkapkan
oleh seluruh perusahaan, antara lain informasi tentang human
capital (5 item), informasi tentang structural capital (2 item), dan
informasi tentang relational capital (7 item).

Gambar 6.7 Persentase Pengungkapan Informasi IC


2006, 2009, 2012
Jika dilihat dari bobot pengungkapan yang dianalisis dengan
four way numerical coding system, tampak bahwa sebagian besar
informasi IC diungkapkan dalam bentuk naratif. Gambar 6.8.
menyajikan data tentang pengungkapan IC dalam laporan tahunan
berdasarkan bobot selama tiga tahun pengamatan.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 179

Gambar 6.8 Pengungkapan IC Berdasarkan Bobot

Berdasarkan gambar 6.8 diketahui bahwa pada tahun 2006,


terdapat 37.21% informasi yang tidak diungkapkan (skor=0). Jumlah
ini kemudian konsisten menurun menjadi tinggal 25.70% pada
tahun 2009 dan 24.65% pada tahun 2012. Sebaliknya, informasi
yang diungkapkan dalam bentuk narasi (skor=1) mengalami
peningkatan selama tiga tahun pengamatan. Jika pada tahun 2006
jumlahnya hanya 36.24%, maka pada tahun 2009 naik menjadi
39.60%, dan mencapai 43.75% pada tahun 2012.
Pengungkapan informasi IC dalam bentuk angka (skor=2)
cenderung fluktuatif selama tiga tahun pengamatan. Tahun 2012
berada pada angka 27.08%, turun dari posisi tahun 2009 yang
mencapai 33.17%. Sementara pada tahun 2006 hanya 23.15%. Tren
yang sama juga tampak pada jenis pengungkapan dalam bentuk
mata uang (skor=3). Tahun 2006, pengungkapan informasi IC dalam
bentuk currency ini berada pada posisi 3.39%, kemudian turun ke
1.53% pada tahun 2009, dan naik lagi pada tahun 2012 menjadi
4.51%.
Secara keseluruhan, informasi IC yang diungkapkan dalam bentuk
narasi mendominasi jenis pengungkapan, yakni pada kisaran 36.24%
hingga 43.75. Angka ini berada di atas persentase yang seharusnya,
yaitu 36.11%. Sementara informasi IC yang diungkapkan dalam
bentuk numerik ada pada kisaran 23.15% hingga 33.17% dari
seharusnya yang mencapai 50%. Sedangkan informasi IC yang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
180 dan Kinerja Organisasi

disajikan dalam bentuk currency berada cukup jauh dari yang


seharusnya (13.89%), yakni antara 1.53% hingga 4.51%.
Persentase informasi IC yang tidak diungkapkan (skor=0) cukup
tinggi, yaitu antara 24.65% hingga 37.21%. Menariknya, dari sejumlah
item yang tidak diungkapkan oleh cukup banyak sampel penelitian
ini adalah item-item yang sifatnya adalah mandatory dari Bapepam-
LK (sekarang OJK). Misalnya, informasi tentang 'sertifikasi' (item ke
34) hanya diungkapkan oleh 11 dari 32 bank di tahun 2012. Informasi
tentang 'kemampuan membayar utang' (item ke 22) hanya
diungkapkan oleh 4 dari 29 bank di tahun 2009. Demikian juga
informasi tentang 'turnover karyawan' (item ke 8) yang hanya
diungkapkan oleh 4 dari 23 bank di tahun 2006.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 181

Referensi

Abdolmohammadi, M. J. 2005. "Intellectual capital disclosure and


market capitalization". Journal of Intellectual Capital, Vol. 6,
No. 3, hlm: 397-416.
An, Y., H. Davey, dan I. R. C. Eggleton. 2011. "Towards a comprehensive
theoretical framework for voluntary IC disclosure". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 12, No. 4, hlm: 571-585.
April, K. A., P. Bosma, dan D. A. Deglon. 2003. "IC measurement and
reporting: establishing a practice in SA mining". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 4, No. 2, hlm: 165-180.
Bergh, D. D., dan P. Gibbons. 2011. "The Stock Market Reaction to
the Hiring of Management Consultants: A Signalling Theory
Approach". Journal of Management Studies, Vol. 48, No. 3
May, hlm: 454-567.
Boedi, S. 2008. "Pengaruh Pengungkapan Modal Intelektual terhadap
Kapitalisasi Pasar". Thesis, Magister Akuntansi, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Bontis, N. 2002. "Intellectual Capital Disclosure in Canadian Corporations".
Unpublished Paper. McMaster University, Canada.
Bontis, N., W. C. C. Keow, dan S. Richardson. 2000. "Intellectual
capital and business performance in Malaysian industries".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 1, No. 1, hlm: 85-100.
Bozzolan, S., F. Favotto, dan F. Ricceri. 2003. "Italian annual intellectual
capital disclosure: An empirical analysis". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 4, No. 4, hlm: 543-558.
Brennan, N. 2001 of Conference. "Reporting and managing intellectual
capital: evidence from Ireland". Artikel dipresentasikan pada
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
182 dan Kinerja Organisasi

International Symposium Measuring and Reporting Intellectual


Capital: Experiences, Issues and Prospects, June, di Amsterdam.
Bukh, P. N. 2003. "Commentary, the relevance of intellectual capital
disclosure: a paradox?". Accounting, Auditing & Accountability
Journal, Vol. 16, No. 1, hlm: 49-56.
Bukh, P. N., M. R. Johansen, dan J. Mouritsen. 2001. "Constructing
intellectual capital statements". Scandinavian Journal of
Management, Vol. 17, hlm: 87-108.
Bukh, P. N., C. Nielsen, P. Gormsen, dan J. Mouritsen. 2005. "Disclosure
of information on intellectual capital in Danish IPO prospectuses".
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 18, No. 6,
hlm: 713-732.
García-Meca, E., I. Parra, M. Larran, dan I. Martinez. 2005. "The
explanatory factors of intellectual capital disclosure to financial
analysts". European Accounting Review, Vol. 14, No. 1, hlm:
63-94.
Goh, P. C., dan K. P. Lim. 2004. "Disclosing intellectual capital in
company annual reports; Evidence from Malaysia". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 5, No. 3, hlm: 500-510.
Guthrie, J., dan R. Petty. 2000. "Intellectual capital: Australian
annual reporting practices". Journal of Intellectual Capital,
Vol. 1, No. 3, hlm: 241-251.
Guthrie, J., R. Petty, F. Ferrier, dan R. Wells. 1999. "There is no
accounting for intellectual capital in Australia: review of
annual reporting practices and the internal measurement of
intangibles within Australian organisations". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects, 9-11 June, di Amserdam.
IFAC. 1998. "The Measurement and Management of Intellectual
Capital" www.ifac.org. [diakses pada 23 November 2007].
Miller, M., B. D. D. Pont, V. Fera, R. Jeffrey, B. Mahon, B. M. Payer,
dan A. Starr. 1999. "Measuring and reporting intellectual
capital from a diverse Canadian industry perspective". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects., June, di Amsterdam.
Framework Pengungkapan Modal Intelektual 183

Mouritsen, J., H. T. Larsen, dan P. N. Bukh. 2001. "Intellectual capital


and the ' capable firm': narrating , visualising and numbering
for managing knowledge". Accounting, Organizations and
Society, Vol. 26, hlm: 735-762.
Mourtisen, J., P. N. Bukh, dan B. Marr. 2005. "A Reporting Perspective
on Intellectual Capital". Pada Perspectives on Intellectual
Capital, diedit oleh B. Marr. Jordan Hill, Oxford, UK: Elsevier
Butterworth-Heinemann.
Petty, R., dan J. Guthrie. 2000. "Intellectual capital literature review:
measurement, reporting and management". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 1, No. 2, hlm: 155-176.
Republik Indonesia. 2000a. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang.
---. 2000b. Undang-undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri.
---. 2000c. Undang-undang Nomor 32 tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.
---. 2001a. Undang-undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten.
---. 2001b. Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merk
Dagang.
---. 2002. Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Singh, I., dan J. L. W. M. Van-der-Zahn. 2008. "Determinants of
intellectual capital disclosure in prospectuses of initial public
offerings". Accounting and Business Research, Vol. 38, No. 5,
hlm: 409-431.
Spence, M. 1973. "Job Market Signaling". The Quarterly Journal of
Economics, Vol. 87, No. 3 (Aug. 1973), hlm: 355-374.
---. 2002. "Signaling in retrospect and the informational structure of
markets". American Economic Review, Vol. 92, No. 3, hlm: 434-459.
Sveiby, K. E. 1997. The New Organizational Wealth: Managing &
Measuring Knowledge-based Assets. Sydney: Berret-Koehler
Publishers.
Tayles, M., R. H. Pike, dan S. Sofian. 2007. "Intellectual capital,
management accounting practices and corporate performance".
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 20, No. 4,
hlm: 522-548.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
184 dan Kinerja Organisasi

Ulum, I. 2009. Intellectual Capital; Konsep dan Kajian Empiris.


Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.
---. 2011. "Analisis Praktek Pengungkapan Informasi Intellectual
Capital dalam Laporan Tahunan Perusahaan Telekomunikasi di
Indonesia". Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan (JRAK),
Vol. 1, No. 1, hlm: 49-56.
---. 2015. "Peran Pengungkapan Modal Intelektual dan Profitabilitas
dalam Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dengan
Kapitalisasi Pasar". Disertasi Tidak Dipublikasikan, Program
Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Vergauwen, P. G. M. C. 2005. "Annual report IC disclosures in The
Netherlands, France and Germany". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 6, No. 1, hlm: 89-104.
Williams, S. M. 2001. "Is a company's intellectual capital performance
and intellectual capital disclosure practices related?: Evidence
from publicly listed companies from the FTSE 100". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 2, No. 3, hlm: 192-203.
Xiao, J. Z., H. Yang, dan C. W. Chow. 2004. "The Determinants and
Characteristics of Voluntary Internet Based Disclosures by Listed
Chinese Companies". Journal of Accounting and Public Policy,
Vol. 23, hlm: 191-225.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 185

BAB VII

Intellectual Capital & Kinerja


Organisasi

P enelitian tentang IC telah dimulai sejak 1990an (Choong, 2008).


Human capital adalah fokus utama penelitian tentang IC pada masa
itu, dan para peneliti menguji peran 'knowledge' dalam IC (Santoso,
2011). Bahkan, studi tentang intangible assets telah dilakukan sejak
tahun 1940an, dimulai oleh Davis et al. (1940) yang meneliti tentang
peran intangible assets, seperti goodwill, yang merupakan nilai bagi
organisasi. Belakangan, Itami dan Roehl (1987) memperkenalkan
konsep tentang intangible assets sebagai invisible assets. Invisible
assets meliputi sumber daya berbasis informasi seperti technological
knowledge, customer knowledge, dan market knowledge (Hall,
1992).
IC merupakan salah satu bidang kajian Akuntansi. Hal ini misalnya
ditegaskan secara sangat jelas oleh Guthrie et al. (2012) yang
menggunakan istilah Intellectual Capital Accounting (ICA) ketika
mereviu 2662 artikel dari 10 jurnal internasional di bidang Akuntansi.
Mereka menemukan bahwa 423 dari jumlah artikel tersebut mengkaji
tentang ICA (lihat Tabel 7.1). Penegasan yang sama juga dinyatakan
oleh Dumay (2014) ketika menghitung jumlah sitasi artikel-artikel IC
di Journal of Intellectual Capital (JIC) dibandingkan dengan jumlah
sitasi artikel yang dimuat pada 19 jurnal internasional lainnya.

185
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
186 dan Kinerja Organisasi

Tabel 7.1 Artikel ICA pada Jurnal Internasional (2000-2009)


Kode Artikel Total Artikel
Nama Jurnal
Jurnal ICA Artikel ICA
Jurnal ‘Specialist’
Journal of Intellectual Capital JIC 297 313 94,9%
Journal of Human Resource Costing and
JHRCA 48 84 57,1%
Accounting
Total artikel ICA articles pada jurnal
345 397 86,9%
‘specialist’
Jurnal ‘Generalist’
Accounting Auditing and Accountability
AAAJ 22 337 6,5%
Journal
European Accounting Review EAR 17 288 5,9 %
Accounting Organizations and Society AOS 11 345 3,2%
Australian Accounting Review AAR 8 261 3,1%
Management Accounting Research MAR 5 210 2,4%
Accounting Forum AF 5 212 2,4%
British Accounting Review BAR 3 177 1,7%
Critical Perspectives on Accounting CPA 7 435 1,6%
Total ICA articles in generalist
78 2265 3,4%
Journals
Total ICA articles in all Journals 423 2662 15,9%

Sumber : Guthrie et al. (2012)

Tabel 7.2 Ringkasan Penelitian: Intellectual Capital Performance


No Nama (Tahun) Judul/Jurnal Negara Model

1 Mavridis (2004) The intellectual capital performance of Jepang VAIC


the Japanese banking sector". Journal
of Intellectual Capital 5 (3):92-115

2 Kamath (2007) The intellectual capital performance of India VAIC


Indian banking sector". Journal of
Intellectual Capital 8 (1):96-123

3 Ulum (2009b) Intellectual Capital Performance Sektor Indonesia VAIC


Perbankan di Indonesia". Jurnal
Akuntansi dan Keuangan (terakreditasi
dikti) 10 (2):77-84

4 Ulum et al. Intellectual Capital Performance of Indonesia MVAIC


(2014) Indonesian Banking Sector: A Modified
VAIC (M-VAIC) Perspective". Asian
Journal of Finance & Accounting 6
(6):103-123

Sumber : diolah dari berbagai hasil penelitian


Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 187

A. ICP - Topik Individual


Penelitian yang menggunakan variabel intellectual capital
performance (ICP) - seringkali hanya disebut IC saja - telah mulai
berkembang sejak awal tahun 2000-an. Sejauh ini, penelitian topik
ini dilakukan di industri perbankan. Tabel 7.2 meringkas beberapa
penelitian yang dilakukan di Jepang, India, dan Indonesia yang
menggunakan pendekatan VAIC, dan Modified VAIC.

1. Studi Mavridis (2004)


Penelitian ini dilakukan pada industri perbankan di Jepang
selama periode 1 April 2000 - 31 Maret 2001. Jumlah sampel sebanyak
141 bank, terdiri dari 9 city banks, 64 bank regional, 57 bank
anggota asosiasi kedua dari regional bank, 8 trust banks, dan 3
long-term credit banks. Tabel 7.3 menyajikan informasi tentang
sampel yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 7.3 Survey of Japanese Bank Groups (31 March 2001)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


model VAIC yang oleh Mavridis disebut sebagai Best Practice Index
(BPI). Formula yang diunakan adalah sebagai berikut:
OUT = Sales and other revenues
IN = Cost of Sales and other expenses
CA = Available Funds (equity, net profit)
HC = Human Capital (staff expenses)
VA = OUT - IN
VACA = VA/CA
VAHC = VA/HC
BPI/VAIC = VACA + VAHC
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
188 dan Kinerja Organisasi

Tabel 7.4 menyajikan informasi tentang 'kekayaan' masing-masing


kelompok bank di Jepang pada tahun 2001.

Tabel 7.4 Mean Size Reports of Japanese Bank Groups

Statistik deskriptif dari variabel dan komponen untuk menghitung


variabel disajikan pada tabel 7.5.

Tabel 7.5 Mean Reports of Japanese Banks

Mavridis kemudian mengelompokkan kinerja IC (BPI) masing-


masing bank berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. The first BPI zone (BPI-1) atau disebut dengan "top ten performers",
yaitu bank dengan nilai BPI antara 7.48 hingga 2.02.
2. The BPI-2, mencakup 91 institusi keuangan dengan nilai BPI antara
1.97 dan 1.04 ("good performers").
3. The BPI-3, mencakup 21 institusi keuangan dengan nilai BPI antara
0.97 dan 0.03 ("common performers").
4. The BPI-4, mencakup 18 institusi keuangan dengan nilai BPI antara
20.13 dan 28.47 ("bad performers").
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 189

Rata-rata skor BPI dari seluruh 140 institusi keuangan di Jepang


adalah 1,07 ("acceptable performer"). Menariknya, dalam kelompok
top ten best performers (BPI-1), tiga diantaranya adalah bank-bank
'miskin' dari kelompok the second association regional banks (SARB),
yaitu Kansai Sawayaka Bank, Bank of Kansai, dan Tokushima Bank.
Sementara seluruh bank dalam kelompk the long-term credit banks
(LTCB) juga masuk dalam BPI-1.

2. Studi Kamath (2007)


Penelitian ini dilakukan pada industri perbankan di India selama
5 tahun pengamatan, yaitu tahun 2000 - 2004. Bank yang dianalisis
adalah 98 bank yang masuk kategori bank komersial. Tabel 7.6
menyajikan informasi tentang sampel yang digunakan.

Tabel 7.6 Number of Banks in Each Category

Tabel 7.7 menyajikan informasi seputar industri perbankan di


India per Maret 2003.

Tabel 7.7 Structure of Indian Commercial Banks as at end of


March, 2003 (in Rs. crores)
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
190 dan Kinerja Organisasi

Metode yang digunakan adalah VAIC, dengan formula dan


tahapan perhitungan sebagai berikut:
Phase I: deriving VAIC - steps involved.
- Output (OUT) - Total pendapatan.
- Input (IN) - Total beban dan biaya, selain beban dan biaya untuk
karyawan, baik gaji, biaya pelatihan, dan sebagainya.
- Value Added (VA) = OUT - IN
- Human Capital (HC) - All the expenses on compensation and
development of employees.
- Capital Employed (CE) - All the physical and material assets of the
organization.
- Capital Employed Efficiency (CEE) = VA/CE
- Human Capital Efficiency (HCE) = VA/HC
- Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) atau disebut BPI
(Business Performance Indicator) = HCE + CEE:
Phase II: Untuk memastikan bahwa HC dan CE merupakan fungsi
dari VA, maka dilakukan dua regresi berikut:
VA = f(CE)
VA = f(HC)

Tabel 7.8 Mean of Uncome and Expenses (in Rs. Lakhs)

Tabel 7.8 menyajikan data (mean) tentang pendapatan dan


beban/biaya dari sampel yang digunakan dalam penelitian ini.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 191

Sedangkan tabel 7.9 menyajikan hasil perhitungan (mean) dari HC,


CE, dan VA. Adapun tabel 7.10 menampilan nilai mean dari VACE,
VAHC, dan VAIC (BPI) dari masing-masing kelompok sampel.

Tabel 7.9 Mean of HC, CE and VA (in Rs. Lakhs)

Tabel 7.10 Mean of VACE, VAHC and VAIC


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
192 dan Kinerja Organisasi

Hasil pengujian regresi terhadap 2 model regresi untuk menguji


bahwa VA merupakan fungsi dari CE dan HC ditampilkan pada tabel
7.11, 7.12, 7.13, 7.14a, dan 7.14b. Data ini menunjukkan bahwa nilai
R2 kedua model tersebut sangat kuat, lebih dari 80%, bahkan 100%.
Tabel 7.11 Regression Results - Overall Banking Sector

Tabel 7.12 Regression Results - SBI And Associates

Tabel 7.13 Regression Results - Nationalized Banks

Tabel 7.14a Regression Results - Foreign Banks


Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 193

Tabel 7.14b Regression Results - Private Domestic Banks

Seperti halnya yang dilakukan oleh Mavridis, Kamath juga


melakukan perangkingan terhadap hasil perhitungan VAIC (BPI)
untuk perbankan di India dengan kriteria sebagai berikut:
- Top performers - skor VAIC di atas 5;
- Good performers - skor VAIC antara 4 dan 5;
- Common performers - skor VAIC antara 2.5 dan 4; dan
- Bad performers - skor VAIC di bawah 2.5.

Berikut ini adalah hasil pengelompokan kinerja IC (BPI)


berdasarkan skor VAIC yang diperoleh oleh masing-masing bank.
Best performers in the survey:
1) State Bank of Mauritius;
2) Arab Bangladesh Bank;
3) Indusind Bank;
4) State Bank of Ceylon;
5) SBI Commercial and International Bank;
6) Deutsche Bank;
7) Cho Hung Bank;
8) Standard Chartered Bank;
9) Barclay's Bank; and
10) UEJ Bank.
Best domestic performers:
1) UTI Bank;
2) Bank of Punjab;
3) HDFC Bank;
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
194 dan Kinerja Organisasi

4) Oriental Bank of Commerce;


5) IDBI Bank;
6) ICICI Bank;
7) State Bank of Patiala;
8) Jammu and Kashmir Bank;
9) Karnataka Bank; and
10) State Bank of Indore
Poor performers among all groups:
1) Standard Chartered Grindleys Bank;
2) Cre´dit Agricole Indosuez;
3) Bank Muscat International;
4) Siam Commercial Bank;
5) Overseas Chinese Bank;
6) KBC Bank;
7) Dresdner Bank;
8) Commerz Bank;
9) Ratnakar Bank; and
10) Global Trust Bank.
Poor domestic performers:
1) Central Bank of India;
2) United Bank of India;
3) Punjab and Sind Bank;
4) Nainital Bank;
5) ING Bank;
6) Sangli Bank;
7) Development Credit Bank;
8) Indian Bank;
9) Nedungadi Bank; and
10) Ganesh Bank.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 195

3. Studi Ulum (2009b)


Artikel hasil penelitian ini dipublikasikan pada Jurnal Akuntansi
dan Keuangan (Terakreditasi Dikti) Volume 10 Nomor 2, halaman 77-
84 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Universitas Petra Surabaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dan menganalisis Value
Added Intellectual Coefficient (VAIC) dalam pengukuran kinerja
yang berbasis pada nilai atas perusahaan perbankan di Indonesia
selama tiga tahun, 2004-2006.
Data yang digunakan adalah laporan keuangan 24 bank terdaftar
di BEI, khususnya laporan laba/rugi dan neraca, diperoleh baik
melalui website resmi masing-masing bank maupun dari website BEI.
Penelitian ini mengacu pada dua penelitian sebelumnya (Mavridis,
2004 dan Kamath, 2007). Model dan formula yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Tahap I: menghitung VAIC:
1. Output (OUT) - Total penjualan dan pendapatan lain.
2. Input (IN) - Beban penjualan dan biaya-biaya lain.
3. Value Added (VA) - Selisih antara Output dan Input
4. VA = OUT - IN
5. Human Capital (HC) - Beban karyawan.
6. Capital Employed (CE) - Dana yang tersedia
7. Value Added Capital Employed (VACE) - Rasio dari VA terhadap
CE. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit
dari CE terhadap value added organisasi:
VACE = VA/CE
8. Value Added Human Capital (VAHC) - Rasio dari VA terhadap HC.
Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah
yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi:
VAHC = VA/HC
9. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) - Mengindikasikan
kemampuan intelektual organisasi. VAIC dapat juga dianggap
sebagai BPI (Business Performance Indicator).
BPI (VAIC) = VACE + VAHC
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
196 dan Kinerja Organisasi

Tahap II: Karena VA dipengaruhi oleh efisiensi dari HC dan CE (Pulic,


1998), maka dalam penelitian ini digunakan dua linier regression
dengan menggunakan model ordinary least squares (OLS). Model
yang digunakan adalah sebagai berikut:
VA = ƒ (CE) dan VA = ƒ (HC)

a. Hasil Penelitian
Data Bank Indonesia yang secara resmi dipublikasi pada Pebruari
2007 menunjukkan bahwa sistem perbankan Indonesia terdiri dari
enam (6) jenis bank, yaitu: Bank Persero (5), BUSN Devisa (35), BUSN
Non-Devisa (36), BPD (26), Bank Campuran (17), dan Bank Asing
(11). Gambar 7.1 menunjukkan komposisi jumlah masing-masing
jenis bank di Indonesia.

Gambar 7.1 Jumlah Bank di Indonesia Berdasarkan Jenis


Nilai mean dari beberapa perhitungan disajikan di tabel 7.15
(Income and Expense), 7.16 (HC, CE and VA), dan 7.17 (VAHC, VACE
and VAIC).
Tabel 7.15 Mean of Income and Expense (in million Rp)
KATEGORI 2004 2005 2006
Revenue 2.680.211,08 3.104.936,71 5.950.165
Expense 1.202.749,21 1.488.877,38 4.541.319

Tabel 7.16 Mean of HC, CE and VA (in million Rp)


KATEGORI 2004 2005 2006
HC 620.765,12 771.763,42 837.551,2
CE 6.214.169,63 7.014.739,08 5.820.119
VA 1.477.461,88 1.616.059,33 1.408.845
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 197

Tabel 7.17 Mean of VAHC, VACE and VAIC


KATEGORI 2004 2005 2006
VAHC 1,78596 1,72246 1,7749
VACE 0,27929 0,23221 0,3032
VAIC 2,06533 1,95471 2,0782

Terjadi penurunan nilai VAIC (BIP) sektor perbankan tahun 2005


dibandingkan pada tahun 2004. Penurunan ini disebabkan karena
faktor yang meng-konstruk VAIC, yaitu VAHC dan VACE juga
mengalami penurunan. Nilai mean VAIC tahun 2004 (dan juga 2006)
adalah 2,07 turun hingga tinggal 1,95 pada tahun 2005.
Hasil pengujian regresi terhadap dua model disajikan di tabel
7.18. Hasil pengujian tersebut menunjukkan nilai R2 yang mendekati
1 (berkisar antara 0,660 - 0,941). Dengan demikian terbukti bahwa
VA secara dominan ditentukan oleh HC dan CE sebagaimana asumsi
model Pulic. Dalam kasus ini, CE memiliki hubungan yang relatif
lebih lemah (66% - 75%) terhadap VA dibandingkan dengan kekuatan
hubungan HC yang mencapai 94% di tahun 2006.

Tabel 7.18 Regression Result - Overall Banking Sector


R R square Adjusted R square Durbin-Watson
CE and VA
2004 0,816 0,665 0,650 2,683
2005 0,813 0,660 0,645 2,893
2006 0,870 0,757 0,746 1,849
HC and VA
2004 0,968 0,938 0,935 1,925
2005 0,963 0,928 0,924 1,927
2006 0,970 0,941 0,938 1,936

Seperti halnya Mavridi (2004) dan Kamath (2007), Ulum (2009b)


juga membuat pengelompokan kinerja bank berdasarkan VAIC
dengan kriteria sebagai berikut:
1) Top performers - skor VAICTM diatas 3
2) Good performers - skor VAICTM antara 2,0 sampai 2,99
3) Common performers - skor VAICTM antara 1,5 sampai 1,99
4) Bad performers - skor VAICTM dibawa 1,5
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
198 dan Kinerja Organisasi

Rata-rata skor VAICTM sample penelitian ini adalah 2,07


("good performers") untuk tahun 2004; 1,95 ("common performers")
pada tahun 2005; dan 2,05 ("good performers") di tahun 2006.
Secara individual, bank yang masuk dalam kategori "Top performers"
pada tahun 2006 sebanyak 4 bank, tahun 2005 'hanya' Bank Mandiri
(Persero) Tbk. Sedangkan pada tahun 2004 sebanyak 6 bank.

4. Studi Ulum et al. (2014)


Artikel ini dipublikasikan pada Asian Journal of Finance &
Accounting Volume 6, issue 6, halaman 103-123. Penelitian ini
dilakukan pada perusahaan publik sektor perbankan di Indonesia
selama tahun 2009-2012. Jumlah total sampel adalah 123, terdiri dari
29 bank terdaftar hingga tahun 2009, 31 bank terdaftar hingga
tahun 2010 dan 2011, serta 32 bank terdaftar hingga tahun 2012.
Model yang digunakan adalah Modified VAIC (MVAIC). Formula
dan tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut:
Phase I: Menghitung Value Added (VA)
VA = OP (Operating Profit) + EC (Employee Costs) +D (Depreciation)
+ A (Amortisation)
Phase II: Menghitung IC Efficiency (ICE)
- ICE = HCE + SCE + RCE
- HCE = VA/HC
- SCE = SC/VA
- RCE = RC/VA
Phase III: Menghitung efficiency of capital employed (CEE)
CEE = VA/CE
Phase IV: Menghasilkan M-VAIC
- M-VAIC = ICE + CEE
- M-VAIC = HCE + SCE + RCE + CEE

Keterangan Singkatan:
- OP : Operating Profit
- EC : Employee Costs
- D : Depreciation
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 199

- A : Amortisation
- M-VAIC : Modified VAIC
- ICE : Intellectual Capital Efficiency
- HCE : Human Capital Efficiency
- SCE : Structural Capital Efficiency
- RCE : Relational Capital Efficiency
- CEE : Capital Employed Efficiency
- VA : Value Added
- HC : Human Capital; seluruh beban dan biaya terkait kompensasi
dan pengembangan karyawan
- SC : Structural Capital; VA - HC
- RC : Relational Capital; kos pemasaran
- CE : Capital Employed; nilai buku dari total.

Tabel 7.19 dan 7.20 menyajikan informasi statistik deskriptif


(mean) dari komponen-komponen untuk menghasilkan MVAIC.

Tabel 7.19 Mean of HC, SC, RC, CE, and VA (dalam jutaan Rupiah)
2009 2010 2011 2012
HC 1,109,297.10 1,277,234.00 1,391,169.61 1,678,457.31
SC 1,421,147.10 2,054,545.61 2,535,499.39 2,935,841.19
RC 108,830.00 139,112.45 139,545.13 150,988.00
CE 6,537,039.31 7,989,524.81 11,549,977.53 13,729,594.02
VA 2,530,444.21 3,331,779.61 3,926,669.00 4,614,298.51

Tabel 7.20 Mean of HCE, SCE, RCE, CEE, and M-VAIV

Category 2009 2010 2011 2012


HCE 1.50 1.92 2.14 2.03
SCE 0.38 0.48 -0.41 0.37
RCE 0.06 0.05 0.16 0.07
CEE 0.39 0.29 0.32 0.30
M-VAIC 2.33 2.74 2.21 2.78
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
200 dan Kinerja Organisasi

Untuk menguji konsisten dengan model VAIC dan juga untuk


melihat konsistensinya dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
pengujian regresi untuk empat model dilakukan, yaitu VA = f(HC),
VA = f(SC), VA = f(RC), dan VA = f(CE). Tabel 7.21 menyajikan informasi
tentang hasil pengujian tersebut.

Tabel 7.21 Hasil Regresi


2009 2010 2011 2012
HC and VA
Slope 2.562 2.907 2.114 3.261
Intercept -311551.387 -380829.883 -329355.552 -859565.637
t 23.999 27.288 19.431 29.178
R2 0.955 0.963 0.929 0.966
SC and VA
Slope 1.569 1.481 0.935 1.412
Intercept 301354.319 289155.236 240661.261 468795.379
t 40.369 55.120 31.477 69.331
R2 0.984 0.991 0.972 0.994
RC and VA
Slope 16553.859 22.371 16.996 27.402
Intercept 231170.231 219756.018 239350.650 476871.412
t 4.809 7.593 6.545 6.843
R2 0.461 0.665 0.596 0.610
CE and VA
Slope 0.421 0.477 0.202 0.314
Intercept -219627.668 -482427.308 275045.377 304271.679
t 18.364 18.273 12.175 14.944
R2 0.926 0.920 0.836 0.882

Berdasarkan hasil perhitungan MVAIC, selanjutnya dibuat


pemeringkatan kinerja IC perbankan di Indonesia dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Top performers - skor M-VAIC di atas 3.50
2) Good performers - skor M-VAIC antara 2.5 dan 3.49
3) Common performers - skor M-VAIC antara 1.5 dan 2.49
4) Bad performers - skor M-VAIC di bawah 1.5.
Berdasarkan kriteria tersebut, dapat diidentifikasi kinerja bank-
bank di Indonesia dan kategori raihannya. Tabel 7.22, 7.23, dan 7.24
menyajikan informasi tentang bank-bank yang meraih posisi top ten
di masing-masing tahun pengamatan, bank dengan kategori Top
Performers, dan bank dengan kategori Bad Performers.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 201

Tabel 7.22 Top Ten Skor MVAIC


No. 2009 2010 2011 2012
1. PNBN PNBN PNBN PNBN
2. BBCA BMRI BBCA BBCA
3. BMRI BBCA BMRI BBRI
4. BBRI BBRI BVIC BMRI
5. BBNI BVIC BSWD BSWD
6. BDMN MEGA BBRI BBNI
7. BTPN BSWD BBKP BTPN
8. BAEK BBNI BNGA MEGA
9. NISP BDMN BTPN BDMN
10. BBTN BNGA BBNI BJTM

Note: Bank codes based on the code that formally used in the Indonesia Stock
Exchange. The list of abbreviations code of banks is presented in the appendix
at the end of the paper.

Tabel 7.23 Bank dengan Kategori 'Top Performers'

No. 2009 2010 2011 2012


1. PNBN PNBN PNBN PNBN
2. BBCA BMRI BBCA BBCA
3. BMRI BBCA BMRI BBRI
4. BBRI BBRI BVIC BMRI
5. - BVIC BSWD BSWD
6. - MEGA BBRI BBNI
7. - BSWD BBKP BTPN
8. - - BNGA MEGA
9. - - BTPN -
10. - - BBNI -

Note: Bank codes based on the code that formally used in the Indonesia Stock
Exchange. The list of abbreviations code of banks is presented in the appendix
at the end of the paper.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
202 dan Kinerja Organisasi

Tabel 7.24 Bank dengan Kategori 'Bad Performers'

No. 2009 2010 2011 2012


1. INPC BABP BKSW BEKS
2. BKSW BKSW BEKS INPC
3. BABP AGRO BABP BABP
4. AGRO BEKS - BKSW
5. BNII - - -
6. BEKS - - -

Note: Bank codes based on the code that formally used in the Indonesia Stock
Exchange. The list of abbreviations code of banks is presented in the appendix
at the end of the paper.

B. ICP dan Kinerja Keuangan


Rasio-rasio profitabilitas seringkali digunakan sebagai salah satu
ukuran dari kinerja perusahaan. Sejauh ini, definisi tentang kinerja
perusahaan masih cukup variatif. Firer dan Williams (2003: 348)
misalnya, mengungkapkan tentang hal ini sebagai berikut:
"A precise definition of corporate performance proves to be
highly elusive despite frequent use by various special interest
stakeholder groups, scholars and policy makers alike. The lack of
consensus may arise because this concept is associated with a
variety of facets of a firm's overall wellbeing, ranging from
financial profitability to output levels to market returns".
Dalam perspektif bahwa profitabilitas merupakan ukuran kinerja
perusahaan, maka menjadi sangat rasional ketika kinerja IC akan
berpengaruh terhadap profitabilitas. IC - sering kali dianggap sebagai
intangible assets - merupakan aset penting bagi organisasi dalam
memenangi persaingan (Gan dan Saleh, 2008).
Perusahaan yang memiliki kinerja IC baik, akan cenderung
memiliki kinerja keuangan yang baik pula. Jika dilihat dari perspektif
RBT, IC unggul yang dimiliki perusahaan merupakan sumber daya
organisasi sebagai modal untuk mengelola organisasi secara lebih
baik. Semakin baik pengelolaan IC, maka akan semakin baik pula
kinerja perusahaan yang akan diraih.
Merujuk kepada asumsi bahwa IC merupakan sumber daya
perusahaan yang sangat penting untuk memenangi dan
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 203

mempertahankan keunggulan kompetitif (Pulic dan Kolakovic, 2003),


maka keunggulan kinerja IC yang dimiliki perusahaan diyakini akan
berpengaruh terhadap kinerja keuangan (profitabilitas). Semakin
tinggi kinerja IC, maka akan semakin baik kinerja keuangan.
Perusahaan yang memiliki kinerja IC yang baik, diyakini mampu
mengelola segala sumber daya yang dimiliki secara efisien.
Sejumlah penelitian empiris telah membuktikan bahwa kinerja
IC (ICP) berpengaruh terhadap profitabilitas. Chen et al. (2005)
misalnya, menginvestigasi hubungan antara (kinerja) IC dengan
kinerja keuangan yang diukur dengan ROE, M/B, ROA, GR (growth
in revenues), EP (employee productivity). Mereka menggunakan
perusahaan publik di Taiwan sebagai objek penelitian dan
menggunakan VAIC sebagai ukuran kinerja IC. Hasilnya menunjukkan
bahwa ICP (VAIC) berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan, baik masa kini maupun di masa akan datang.
Pada tahun 2007, Tan et al. (2007) meneliti pengaruh (kinerja) IC
- diukur dengan VAIC - terhadap kinerja perusahaan. Menggunakan
150 perusahaan publik di Singapore sebagai sampel, penelitian ini
menyatakan bahwa VAIC berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan, yang diukur dengan profitabilitas, EPS, dan ASR.
Konsisten dengan hasil penelitian Chen et al. (2005), penelitian ini
juga membuktikan bahwa selain berpengaruh terhadap kinerja
keuangan masa kini, VAIC juga berpengaruh terhadap kinerja
keuangan di masa yang akan datang. Artinya, VAIC dapat digunakan
untuk mempredikti kinerja keuangan perusahaan.
Merujuk kepada dua penelitian sebelumnya, Ulum (2009a)
menguji pengaruh IC (VAIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan
perbankan di Indonesia (diukur dengan ROA, EPS, dan ASR). Hasilnya
membuktikan bahwa VAIC berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Selain itu, penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa VAIC dapat
digunakan untuk memprediksi profitabilitas perusahaan di masa
yang akan datang.
Belakangan, Kamal et al. (2011), Zehri et al. (2012), dan Khanqah
et al. (2012) juga melaporkan hasil yang konsisten dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Menggunakan seting negara yang berbeda
- Malaysia, Iran, dan Tunisia - ketiga penelitian tersebut membuktikan
bahwa kinerja IC (VAIC) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
204 dan Kinerja Organisasi

Untuk konteks Indonesia, Basuki dan Kusumawardhani (2012) juga


mengkonfirmasikan hasil yang konsisten dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian-penelitian tersebut sejalan dengan logika teori RBT
yang menyatakan bahwa perusahaan dengan sumber daya unggul,
langka, dan sulit ditiru oleh pesaing akan dapat memenangkan
persaingan, dan IC adalah sumber daya yang dimaksud tersebut
(Marzo, 2014). Tabel 7.25 meringkat sejumlah penelitian yang menguji
pengaruh kinerja IC terhadap kinerja keuangan.

Tabel 7.25 Ringkasan Penelitian: ICP dan Kinerja Keuangan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Zehri et al. How Intellectual Objek: 25 perusahaan non- VAIC™
(2012) Capital Affects A Firm's financial yang terdaftar di berpengaruh
Performance?. pasar modal Tunisia siginifikan
Australian Journal of Variabel: IV = VAIC™; DV = terhadap ROS,
Business and Management ROS (operating income/sales), ROA dan MB
Research, 2(8), 24-31 ROA (operating income/total
assets), MB (Market capitalization/
equity)
Teknik Analisis: Regresi
(STATA 10)
Khanqah et An Empirical Investigation Objek: 28 perusahaan yang VAIC™
al. (2012) of the Impact of Int. terdaftar Tehran Stock berpengaruh
Capital on Firms' Market Exchange selama 2006-2009 signifikan
Value and Financial Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap ROA
Performance: Evidence ROA, ROE dan ROE
from Iranian Companies. Teknik Analisis: Korelasi dan
International Journal of Regresi OLS
Management Business
Research 2 (1) : 1 - 12.
Basuki dan Intellectual Capital, Objek: Perusahaan farmasi VAIC™
Kusumawar- Financial Profitability, yang terdaftar di IDX 2003- berpengaruh
dhani (2012) and Productivity: An 2009 siginifikan
Exploratory Study of the Variabel: IV = Extended terhadap ROE dan
Indonesian Pharmaceutical VAIC™; DV= ROE, ATO (assets ATO
Industry. Asian Journal tornover)
of Business and Teknik Analisis: Regresi
Accounting 5 (2):41-68.
Bentoen Pengaruh Intellectual Objek: 96 perusahaan yang VAIC berpengaruh
(2012) Capital Terhadap terdaftar di Athens Stock negatif signifikan
Financial Performance, Exchange (ASE) terhadap ROE, ROA,
Growth, Dan Market Variabel: IV = VAIC™; DV= DER, EP, dan GE,
Value. National ROE, ROA, CR, DER, PBV, PER, namun berpengaruh
Conference Universitas EP, GA. positif signifikan
Pelita Harapan Teknik Analisis: Regresi terhadap CR, GR,
Surabaya pp. 33-37 GA, PBV, dan PER.
Kamal et al. Int. Capital And Firm Objek: 18 commercial banks VAIC™
(2011) Performance Of Commer- in Malaysia berpengaruh
cial Banks In Malaysia. Variabel: IV = VAIC™; siginifikan
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 205

Tabel 7.25 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Asian Eco. and Finance DV=ROA, ROE terhadap ROA
Review 2 (3):577-590. Teknik Analisis: Regresi dan ROE
Maditinos et The impact of intellectual Objek: 96 perusahaan yang VAIC™ tidak
al. (2011) capital on firms' terdaftar di Athens Stock berpengaruh pada
market value and Exchange (ASE) kinerja perusahaan,
financial performance. Variabel: IV = VAIC™; DV= kecuali VAHU
Journal of Intellectual ROE, ROA, GR, M/B berpengaruh pada
Capital 12 (1):132-151. Teknik Analisis: Regresi financial performance
Zéghal dan Analysing value added Objek: 300 perusahaan di UK VAIN dan VAIC™
Maaloul as an indicator of Variabel: IV = VAIN, VAIC™; berpengaruh
(2010) intellectual capital and DV= OI/S (operating income/ signifikan
its consequences on sales), ROA, MB terhadap OI/S,
company performance. Teknik Analisis: Regresi ROA, dan MB
Journal of Intellectual
Capital 11 (1):39-60.
Murale et al. Impact of Intellectual Objek: Perusahaan IT di VAIC™
(2010) Capital on Firm India, N=1500 berpengaruh
Performance: A Resource Variabel: IV = VAIC™; DV= signifikan
Based View Using VAIC ROCE (return on capital terhadap ROCE,
Approach. International employed), ROAA (return on ROAA, EPS, dan
Journal of Buisness average assets), EPS, MB MB
Management, Economics Teknik Analisis: Regresi
and Information
Technology 2 (2):283-292.
Ulum (2009a) Intellectual capital dan Objek: 23 bank yang terdaftar VAIC™ berpengaruh
kinerja keuangan di IDX tahun 2004-2007 signifikan
perusahaan; sebuah Variabel: IV = VAIC™; DV= ROA, terhadap ROA,
perspektif sektor EPS, ASR (annual stock return) baik masa
perbankan Indonesia. Teknik Analisis: Partial Least sekarang maupun
Jurnal Humaniora 6 (2). Squares masa datang.
Santoso Intellectual Capital In Objek: 65 perusahaan VAIC™
(2009) Indonesia: The Influence perbankan di Indonesia berpengaruh
on Financial Performance Variabel: IV = VAIC™; DV= signifikan
of Banking Industry, ROA terhadap ROA
Doctor of Management, Teknik Analisis: Regresi
University of Phoenix.
Ghosh dan Indian software and Objek: perusahaan software VAIC™ berpengaruh
Mondal pharmaceutical sector dan farmasi di India selama terhadap ROA;
(2009) IC and financial 2002-2006. VAIC™ tidak
performance. Journal of Variabel: IV = VAIC™; DV= berpengaruh
Intellectual Capital 10 ROA, ATO, MB terhadap ATO
(3):369-388. Teknik Analisis: Regresi dan MB
Gan dan Int. Capital & Corporate Objek: 89 perusahaan VAIC™ berpengaruh
Saleh (2008) Performance of kategori technology-intensive signifikan terhadap
Technology-Intensive (MESDAQ) yang terdaftar di ROA & ATO. VACA
Companies: Malaysia Bursa Malaysia paling berpengaruh
Evidence. Asian Journal Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap ROA, VAHU
of Business and ROA, ATO, M/B paling berpengaruh
Accounting 1 (1):113-130. Teknik Analisis: Regresi terhadap ATO
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
206 dan Kinerja Organisasi

Tabel 7.25 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Tan et al. Intellectual capital and Objek: 150 perusahaan VAIC™
(2007) financial returns of terdaftar di the Singapore berpengaruh
companies. Journal of Exchange antara tahun 2000 signifikan
Intellectual Capital 8 dan 2002 terhadap kinerja
(1):76-95. Variabel: IV = VAIC™; DV= perusahaan, baik
ROE, EPS, ASR kinerja masa kini
Teknik Analisis: Partial Least maupun kinerja
Squares masa datang
Chen et al. An empirical investigation Objek: 4,254 firm-year Taiwan VAIC™
(2005) of the relationship Stock Exchange (TSE) selama berpengaruh
between intellectual 1992-2002 positif signifikan
capital and firms' Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap ROE, M/
market value and ROE, M/B, ROA, GR (Growth B, ROA, dan GR,
financial performance. in revenues), EP (Employee baik masa
Journal of Intellectual productivity) sekarang maupun
Capital 6 (2):159-176. Teknik Analisis: Regresi masa akan datang
Firer dan Intellectual capital and Objek: 75 perusahaan publik VAIC™ tidak
Williams traditional measures of di Afrika Selatan tahun 2001 berpengaruh
(2003) corporate performance. Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap kinerja
Journal of Intellectual ROA, ATO, MB perusahaan; VAHU
Capital 4 (3):348-360. Teknik Analisis: Regresi berpengaruh
terhadap ROA

Sumber : diolah dari berbagai hasil penelitian

1. Studi Firer dan Williams (2003)


Penelitian ini dilakukan pada 75 perusahaan publik di Afrika
Selatan dari empat IC intensive industry sectors, yaitu perbankan,
elektrikal, teknologi informasi, dan jasa. Data yang digunakan adalah
laporan keuangan tahun 2001. Variabel independennya adalah
VAIC, sementara variabel dependennya adalah tiga ukuran tradisional
dari kinerja, yaitu profitabilitas (ROA), produktivitas (ATO), dan nilai
pasar (MB).
- ROA: rasio dari net income (dikurangi dividen saham preveren)
dibagi dengan nilai buku dari total aset;
- ATO: rasio dari total pendapatan terhadap nilai buku dari total
aset;
- MB: rasio dari kapitalisasi pasar (harga saham x jumlah saham biasa
yang beredar) terhadap nilai buku dari total aset
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan empat variabel
kontrol, yaitu ukuran perusahaan (LCAP), leverage (Lev), kinerja
keuangan (ROE), dan jenis industri (BANK, ELEK, IT, dan SER).
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 207

- LCAP: natural log dari total kapitalisasi pasar;


- Lev: total utang dibagi dengan nilai buku dari total aset;
- ROE: ratio dari net income (dikurangi dengan dividen saham
preveren) dibagi dengan nilai buku dari ekuitas pemegang saham;
- BANK, ELEC, IT dan SER: variabel dummy yang merepresentasikan
empat jenis industri di sektor jasa.
Tabel 7.26 menyajikan informasi statistik deskriptif dari seluruh
variabel dan komponen perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 7.26 Descriptive Statistics of Untransformed Variables

Tabel 7.27 menyajikan hasil regresi berganda yang dilakukan


untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
208 dan Kinerja Organisasi

Tabel 2.27 Linear Multiple Regression Results

Hasilnya mengindikasikan bahwa hubungan antara efisiensi dari


value added IC dan tiga dasar ukuran kinerja perusahaan (yaitu
profitability, productivity, dan market valuation) secara umum adalah
terbatas dan mixed. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa phisical capital merupakan faktor yang paling
signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan.
Ada beberapa hal yang menarik dari penelitian Firer dan
Williams ini. Pertama, temuan ini menunjukkan bahwa pasar di
Afrika Selatan memberikan perhatian dan penekanan lebih pada
return dari aset-aset sumberdaya fisik (physical resource assets).
Konsekuensinya, perusahaan-perusahaan yang mengindikasikan
bahwa aset fisiknya dikelola secara efektif dalam menghasilkan
return akan dinilai lebih tinggi oleh pasar. Kedua, meskipun tampak
bahwa pasar memberikan apresiasi terhadap aset sumberdaya
manusia (human resource assets), temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa pasar mungkin akan bereaksi negatif jika perusahaan
berkonsentrasi pada pengembangan SDM yang membebani
sumberdaya fisik perusahaan.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 209

Ketiga, temuan empiris menunjukkan bahwa pasar Afrika Selatan


tampak memberikan perhatian yang kurang signifikan terhadap
structural capital resources dibandingkan dengan physical capital
dan human capital resources. Secara keseluruhan penelitian
menunjukkan bahwa secara umum pasar Afrika Selatan lebih
memberikan perhatian dan penilaian terhadap aset fisik perusahaan
daripada sumberdaya intellectual capital.

2. Studi Chen et al. (2005)


Penelitian ini menggunakan model Pulic (VAIC™) untuk menguji
hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja keuangan
perusahaan publik di Taiwan. Jumlah sampelnya adalah 4.254
perusahaan yang terdaftar dalam periode 1992 - 2002. Dalam
menghasilkan VAIC, Chen et al. (2005) menggunakan formula VA
(value added) yang dibangun oleh Riahi-Belkaoui (2003), yaitu:
VA = S - B - DP = W + I + T + NI
Dimana S = net sales revenues, B = bought-in materials and services
(costs of goods sold), DP = depreciation, W = wages (employee
salaries), I = interest, T = taxes, dan NI = after-tax income.
Gambar 7.2 merupakan kerangka kerja teoritis dari hipotesis
yang dibangun dalam penelitian ini.

Gambar 7.2 Theoretical Framework of Research Hypotheses


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
210 dan Kinerja Organisasi

Untuk menguji hipotesis, dilakukan pengujian regresi dengan


tiga model. Model 1 dan 2 menguji hubungan antara rasio market-
to-book value (M/B) dengan VAIC dan ukuran-ukurannya (VACA,
VAHU, STVA). Sedangkan pada model 3 ditambahkan dua variabel,
yaitu R&D dan AD (advertising expenditures) sebagai proksi untuk
inovasi dan relational capital.
M/Bit = α0 + α1 VAICit + εit (1)
M/Bit = α0 + α1 VACAit + α2 VAHUit + α3 STVAit + εit (2)
M/Bit = α0 + α1 VACAit + α2 VAHUit + α3 STVAit + α4 RDit + α5 ADit + εit (3)
Berikut ini adalah ukuran variabel yang digunakan dalam
penelitian Chen et al. (2005):
Dependent variables:
1) Market-to-book value ratios of equity (M/B).
Market value of common stock = jumlah saham beredar x harga
saham akhir tahun
Book value of common stocks = book value of stockholders' eq-
uity - paid in capital of preferred stocks
2) Kinerja Keuangan
Return on equity (ROE) = Pendapatan sebelum pajak ÷ rata-rata
ekuitas pemegang saham
Independent variables:
(1) VAIC dan VACA, VAHU dan STVA
(2) R&D expenditures (RD) dan advertising expenditures (AD)
RD = R&D expenditures ÷ book value of common stocks
AD = Advertising expenses ÷ book value of common stocks:
Tabel 7.28 dan 7.29 menyajikan informasi tentang statistik
deskriptif dan hasil korelasi antar variabel.
Tabel 7.28 Correlation Analysis of Selected Variables
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 211

Tabel 7.29 Descriptive Statistics for Selected Variables

Hasil analisis regresi terhadap ketiga model yang diajukan


disajikan pada Tabel 7.30, 7.31, dan 7.32.
Tabel 7.30 Regression Results of Firm Value Model - Independent
Variable (VAIC)

Tabel 7.31 Regression Results of Firm Value Model - Independent


Variables (Components of VAIC)

Tabel 7.32 Regression Results of Firm Value Model - Independent


Variables (Components of VAIC, R&D, & Advertising Expenditures)
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
212 dan Kinerja Organisasi

Hasilnya menunjukkan bahwa IC berpengaruh secara positif


terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Bahkan,
Chen et al. (2005) juga membuktikan bahwa IC dapat menjadi salah
satu indikator untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa
mendatang. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa
investor mungkin memberikan penilaian yang berbeda terhadap
tiga komponen VAIC™ (yaitu physical capital, human capital, dan
structural capital).
Terkait dengan RD dan AD, penelitian ini membuktikan bahwa
AD tidak signifikan. Chen et al. (2005) mengklaim bahwa hal ini bisa
jadi karena AD bukanlah proksi yang tepat untuk relational capital.
Sementara RD terbukti sifnifikan dalam model, sehigga RD
merupakan proksi yang tepat untuk innovation capital.

3. Studi Tan et al. (2007)


Tan et al. (2007) menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar
di bursa efek Singapore (tahun 2000-2002) sebagai sampel penelitian
untuk melihat pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan. Ukuran
kinerja yang digunakan adalah ROE, earning per share (EPS), dan
annual stock return (ASR). Sedangkan ukuran kinerja IC yang dipilih
adalah VAIC.
Gambar 7.3 menunjukkan model penelitian empiris yang
dibangun dalam penelitian ini.

Gambar 7.3 Conceptual Model for the Research


Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 213

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:


H1. There is a positive correlation between a company's IC and its
performance.
H2. The higher the value of a company's IC, the higher the company's
future performance.
H3. There is a positive correlation between the rate-of-growth of a
company's IC and the company's future performance.
H4. The contribution of IC to a company's future performance will
differ by industry.
Analisis data untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan PLS. Gambar 7.4 merupakan tampilan pengujian
dengan PLS

Gambar 7.4 Conceptual Model for the Research Using PLS


Hasil pengujian disajikan pada Tabel 7.33 untuk hipotesis 1; 7.34
untuk hipotesis 2; 7.35 untuk hipotesis 3; dan 7.36 untuk hipotesis 4.
Tabel 7.33 PLS Result of H1
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
214 dan Kinerja Organisasi

Tabel 7.34 PLS Result of H2

Tabel 7.35 PLS Result of H3

Tabel 7.36 PLS Result of H4

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Chen et al.


(2005) bahwa IC berhubungan secara positif dengan kinerja
perusahaan; IC juga berhubungan positif dengan kinerja perusahaan
di masa mendatang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rata-
rata pertumbuhan IC suatu perusahaan berhubungan positif dengan
kinerja perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 215

mengindikasikan bahwa kontribusi IC terhadap kinerja perusahaan


berbeda berdasarkan jenis industrinya.

4. Studi Ulum (2009a)


Penelitian ini merupakan replikasi atas dua penelitian sebelumnya
(Chen et al., 2005 dan Tan et al. 2007). Objek penelitian adalah
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara
tahun 2004 - 2007. Ukuran kinerja yang digunakan adalah ROA
(return on assets), ASR (annual stock return), dan EPS (earning per
share). Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAIC™) terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
H2 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAIC™) terhadap
kinerja keuangan perusahaan masa depan.
H3 : Terdapat pengaruh positif rata-rata pertumbuhan intellectual
capital (ROGIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan masa
depan.
Gambar 7.5 adalah model kerangka pemikiran teoritis yang
dibangun dalam penelitian ini.

Gambar 7.5 Model Kerangka Pemikiran Teoritis

Hasil pengujian hipotesis 1 dengan PLS disajikan pada gambar


7.5. Oleh karena terdapat indikator yang memiliki nilai weight
rendah dan tidak signifikan, maka perlu dilakukan pengujian ulang
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
216 dan Kinerja Organisasi

dengan mengeliminasi indikator-indikator yang tidak signifikan dan


atau hanya melibatkan indikator-indikator yang mendekati signifikan.
Hasil pengujian ulang disajikan pada gambar 7.6.

Gambar 7.6 Output PLS untuk Hipotesis 1

Gambar 7.7 Output PLS Untuk Pengujian Ulang Hipotesis 1

Gambar 7.7 merupakan hasil estimasi perhitungan dengan PLS


untuk H2 dan H3. Hipotesis ini untuk menguji pengaruh IC (VAIC)
terhadap kinerja keuangan masa depan. Dalam hal ini diduga
bahwa IC (VAIC) dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi
kinerja keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa hanya VAHU dan
VACA yang secara statistik signifikan berpengaruh terhadap kinerja
keuangan selama tiga tahun pengamatan. Sementara itu, hanya
indikator profitabilitas ROA yang secara statistik dapat mewakili
konstruk kinerja keuangan. Hasil penelitian ini mengindikasikan
adanya pengaruh IC (VAIC) yang sangat signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan masa depan, baik dengan lag 1, 2, ataupun 3
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 217

tahun. Nilai R-square untuk tahun lag 1 tahun adalah 0.687, 0.556
untuk lag 2 tahun, dan 0.588 untuk lag 3 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa kekuatan IC (VAIC) dalam menjelaskan variabel kinerja masa
depan adalah sebesar 68.7 persen (lag 1 tahun), 55.6 persen (lag 2
tahun), dan 58.8 persen (lag 3 tahun). Sementara untuk ROGIC
(pertumbuhan IC), penelitian ini memberikan bukti bahwa tidak
satupun model yang menunjukkan nilai path yang signifikan antara
ROGIC dan PERF. Hal ini mengindikasikan tidak adanya pengaruh
ROGIC terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan.

Gambar 7.8 Output PLS untuk Hipotesis 2 dan 3

C. ICP dan Kinerja Pasar


IC semakin diakui sebagai aset strategis yang penting bagi
keberlanjutan keunggulan bersaing perusahaan. Merujuk pada
sejumlah ahli, Yang dan Lin (2009) menyatakan bahwa IC merupakan
nilai tersembunyi (hidden value) yang luput dari laporan keuangan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
218 dan Kinerja Organisasi

dan merupakan faktor yang mendorong organisasi untuk dapat


memenangi persaingan. Investor menempatkan nilai yang lebih
tinggi pada perusahaan-perusahaan dengan efisiensi modal
intelektual yang lebih baik, karena mereka akan menghasilkan
profitabilitas dan pertumbuhan pendapatan yang lebih besar, baik
di saat ini dan tahun-tahun berikutnya (Chen et al., 2005).
IC diakui menjadi pemicu utama bagi pertumbuhan perusahaan
dan negara. Hal ini seperti ilustrasi perbandingan yang dibuat oleh
Kaplan dan Norton (2004) tentang negara-negara yang memiliki
sumber daya alam dengan negara-negara yang secara cerdas
melakukan investasi terhadap IC sebagai berikut:
[. . .] some countries such as Venezuela and Saudi Arabia
have high natural resource endowments but have made poor
investments in their people and systems. As a consequence, they
produce far less output per person, and experience much slower
growth rates, than countries such as Singapore and Taiwan that
have few natural resources but invest heavily in human and
information capital and effective internal systems
Lebih lanjut, menurut Bontis et al. (2000), IC terkait dengan
keberlanjutan keunggulan bersaing bagi setiap organisasi dan IC
merupakan sumber daya paling penting bagi organisasi. Oleh sebab
itu, secara teori, maka kinerja IC yang baik akan berpengaruh
terhadap kapitalisasi pasar. Sebab pasar diprediksi akan merespon
positif informasi tentang keunggulan bersaing yang dimiliki oleh
perusahaan melalui pengelolaan yang baik atas IC yang dimiliki.
Stewart (1997) berargumen bahwa sumber daya intelektual
seperti pengetahuan, informasi dan pengalaman, adalah alat untuk
menciptakan kesejahteraan (wealth) dan mendefinisikan IC sebagai
new wealth bagi organisasi. Komponen utama IC adalah human
capital, structural/organizational capital, dan relational/customer
capital yang merupakan sumber daya organisasi, baik internal
maupun eksternal.
Dalam perspektif teori berbasis sumber daya (resources-based
theory/RBT), Barney (1991) mendefinisikan sumber daya meliputi
seluruh aset, kapabilitas, proses organisasional, atribut-atribut
perusahaan, informasi, pengetahuan, dan lain-lain yang dikontrol
oleh perusahaan dalam rangka implementasi strategi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Menurut Barney, sumber daya
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 219

perusahaan terdiri dari tiga aspek, yaitu physical capital resources,


human capital resources, dan organizational capital resources. Sumber
daya adalah seluruh faktor-faktor 'input' - baik berwujud maupun
takberwujud, human maupun nonhuman - yang dimiliki dan
dikendalikan oleh perusahaan dalam menghasilkan produk atau jasa
untuk memenuhi keinginan manusia (Amit dan Schoemaker, 1993).
RBT menyatakan bahwa aspek-aspek internal organisasi
merupakan sesuatu yang sangat penting. Lado dan Wilson (1994)
menyatakan:
"The firm is viewed as a nexus of resources and capabilities that
are not freely bought and sold in the spot market. To the extent
that these firm-specific resources and capabilities yield economic
benefits that cannot be perfectly duplicated through
competitors' actions, they may be potent sources of sustained
competitive advantage."
Penjabaran lebih lengkap tentang RBT misalnya ditulis oleh
Wernerfelt (1984) yang menyatakan:
"By a resource is meant anything which could be thought of as
a strength or a weakness of a given firm. More formally, a firm's
resources at a given time could be defined as those (tangible
and intangible) assets which are tied semipermanently to the
firm. Examples of resources are: brand names, in-house
knowledge of technology, employment of skilled personnel,
trade contracts, machinery, efficient procedures, capital . . . . . "
Sejalan dengan konsep umum tentang IC, Wright et al. (1994)
mengakui dua aspek human resources sebagai sesuatu yang penting
bagi organisasi, yaitu: (1) pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang melekat pada individu yang membentuk organisasi;
(2) karakteristik masing-masing individu tidak akan memberikan
nilai (value) bagi perusahaan kecuali mereka dikelola dengan baik
oleh organisasi. Artinya, karyawan-karyawan hebat tidak akan
bermakna bagi perusahaan kalau mereka tidak 'dipelihara' dan
dikelola dengan baik. Pengelolaan atas sumber daya inilah yang
akan menghasilkan keunggulan bersaing dan kemudian
meningkatkan nilai perusahaan.
Ada dua cara utama untuk menentukan nilai perusahaan:
berdasarkan laporan keuangan perusahaan atau berdasarkan nilai
pasarnya (Mosavi et al., 2012). Saat ini, kedua nilai tersebut berbeda
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
220 dan Kinerja Organisasi

cukup signifikan (Edvinsson dan Malone, 1997; Andriessen, 2004).


Nilai pasar sering jauh lebih tinggi dari nilai buku. Salah satu
penjelasan adanya selisih tersebut adalah IC perusahaan yang tidak
terlaporkan dalam laporan keuangan. Semakin baik kinerja IC maka
akan semakin positif pasar menilai perusahaan.
Penelitian empiris yang menguji hubungan langsung (direct
model) antara ICP dengan nilai pasar telah cukup banyak dilakukan
(lihat misalnya: Wang, 2008; Zou dan Huan, 2011; Shiri et al., 2012).
Diawali oleh Pulic (2000) yang mengambil sampel 30 perusahaan
dari FTSE 250, dia membuktikan bahwa ICP (yang diukur dengan
VAIC™) berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar perusahaan.
Hasil ini kemudian dikonfirmasi oleh Chen et al. (2005) yang
menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan. Hasilnya
menunjukkan bahwa ICP berpengaruh secara positif terhadap nilai
pasar dan kinerja keuangan perusahaan, baik sekarang maupun di
masa yang akan datang.
Mosavi et al. (2012) menganalisis pengaruh ICP - menggunakan
VAIC™ sebagai proksi - terhadap kinerja pasar perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Teheran Stock Exchange (TSE) dari 5 jenis sektor
ekonomi yang berbeda. Hasilnya menunjukkan bahwa ICP - yang
direfleksikan oleh human capital efficiency (HCE) berpengaruh
terhadap nilai pasar. Temuan yang relatif sama juga ditunjukkan
dalam penelitian Maditinos et al. (2011), dan Yalama dan Coskun
(2007). Tabel 7.37 merangkum sejumlah penelitian dalam topik ini.

Tabel 7.37 Ringkasan Penelitian: ICP dan Kinerja Pasar


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Darabi et al. The Relationship Objek: 158 perusahaan yang VAIC™
(2012) between Intellectual terdaftar di Tehran Stock berpengaruh
Capital and Earnings Exchange (Iran). signifikan
Quality. Research Variabel: IV = VAIC™; terhadap kualitas
Journal of Applied DV=Total Accruals laba
Sciences, Engineering Teknik Analisis: Regresi
and Technology 4
(20):4192-4199.
Zehri et al. How Intellectual Objek: 25 perusahaan non- VAIC™
(2012) Capital Affects A Firm's financial yang terdaftar di berpengaruh
Performance?. pasar modal Tunisia siginifikan
Australian Journal of Variabel: IV = VAIC™; DV = terhadap ROS,
Business and Management ROS (operating income/sales), ROA dan MB
Research, 2(8), 24-31 ROA (operating income/total
assets), MB (Market
capitalization/equity)
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 221

Tabel 7.37 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Teknik Analisis: Regresi
(STATA 10)
Shiri et al. The Effect of Intellectual Objek: 111 perusahaan yang VAIC™
(2012) Capital on Market terdaftar di Tehran Stock Exchange berpengaruh
Value Added. Journal Variabel: IV = CIV (calculated siginifikan
of Basic and Applied intangible value), VAIC™; DV= terhadap MVA
Scientific Research 2 MVA (market value added)
(7):7214-7226. Teknik Analisis: Regresi
Mehralian et The Impact of Intellectual Objek: 19 perusahaan yang Tidak ada
al. (2012) Capital Efficiency on terdaftar di the Iranian Stock pengaruh yang
Market Value : An Exchange signifikan (no
Empirical Study from Variabel: IV = VAIC™; DV= relationship)
Iranian Pharmaceutical MB antara VAIC™ dan
Companies. Iranian Teknik Analisis: Regresi MB
Journal of Pharmaceutical
Research 11 (1):195-207.
Zéghal dan Analysing value added Objek: 300 perusahaan di UK VAIN dan VAIC™
Maaloul as an indicator of Variabel: IV = VAIN, VAIC™; berpengaruh
(2010) intellectual capital and DV= OI/S (operating income/ signifikan
its consequences on sales), ROA, MB terhadap OI/S,
company performance. Teknik Analisis: Regresi ROA, dan MB
Journal of Intellectual
Capital 11 (1):39-60.
Murale et al. Impact of Intellectual Objek: Perusahaan IT di VAIC™
(2010) Capital on Firm India, N=1500 berpengaruh
Performance: A Resource Variabel: IV = VAIC™; DV= signifikan
Based View Using VAIC ROCE (return on capital terhadap ROCE,
Approach. International employed), ROAA (return on ROAA, EPS, dan
Journal of Buisness average assets), EPS, MB MB
Management, Economics Teknik Analisis: Regresi
and Information
Technology 2 (2):283-292.
Díez et al. Intellectual capital and Objek: 1,911 perusahaan di VAIC™ tidak
(2010) value creation in Spanyol yang memiliki berpengaruh
Spanish firms. Journal karyawan lebih dari 25 orang terhadap kinerja
of Int. Capital 11 di akhir tahun 2006 perusahaan
(3):348-367. Variabel: IV = IC; DV= Firm
performance
Teknik Analisis: regresi
Puntillo Intellectual Capital and Objek: 21 bank yang VAIC™ Tidak
(2009) Business Performance. terdaftar di the Milan Stock berpengaruh
Evidence from Italian Exchange, Italy signifikan
Banking Industri, Journal Variabel: IV = ICE, CEE; DV= terhadap kinerja
of Corporate Finance, ROI, ROA, MB
Vol. 4, n. 12, pp. 96-115. Teknik Analisis: Regresi
Gan dan Intellectual Capital and Objek: 89 perusahaan VAIC™ berpengaruh
Saleh (2008) Corporate Performance kategori technology-intensive signifikan terhadap
of Technology-Intensive (MESDAQ) yang terdaftar di ROA & ATO. VACA
Companies: Malaysia Bursa Malaysia paling berpengaruh
Evidence. Asian Journal Variabel: IV = VAIC™; DV= pada ROA, VAHU
of Business and ROA, ATO, M/B paling berpengaruh
Accounting 1 (1):113-130. Teknik Analisis: Regresi terhadap ATO
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
222 dan Kinerja Organisasi

Tabel 7.37 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Appuhami The Impact of Intellectual Objek: 33 perusahaan VAIC™
(2007) Capital on Investors' perbankan, asuransi, dan berhubungan
Capital Gains on keuangan di Thailand, 2005 secara positif
Shares: An Empirical Variabel: IV = VAIC™; DV= signifikan dengan
Investigation of Thai MR (Investors' capital gain on investors' capital
Banking, Finance & shares) gain
Insurance Sector. Teknik Analisis: regresi
International Management
Review 3 (2):14-26.
Chen et al. An empirical investigation Objek: 4,254 firm-year Taiwan VAIC™
(2005) of the relationship Stock Exchange (TSE) selama berpengaruh
between intellectual 1992-2002 positif signifikan
capital and firms' Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap ROE, M/
market value and ROE, M/B, ROA, GR (Growth B, ROA, dan GR,
financial performance. in revenues), EP (Employee baik masa
Journal of Intellectual productivity) sekarang maupun
Capital 6 (2):159-176. Teknik Analisis: Regresi masa akan datang
Najibullah An Empirical Investigation Objek: 24 bank yang
(2005) of The Relationship terdaftar di Dhaka Stock VAIC™ tidak
between IC and Firm's Exchange, Bangladesh berpengaruh
Market Value and Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap kinerja
Financial Performance ROE, ROA, GR, EP, MB perusahaan
In Context of Commercial Teknik Analisis: Korelasi,
Bank of Bangladesh, Regresi
Independent University
Pulic (2000) MVA and VAIC™ Objek: 30 perusahaan yang MVA dan VAIC™
Analysis of randomly diambil dari the FTSE 250 berpengaruh
selected companies periode 1992-1998 signifikan
from FTSE 250. Graz - Variabel: IV = VAIC™; DV= terhadap kinerja
London: Austrian MVA (market value added) pasar perusahaan
Intellectual Capital Teknik Analisis: Regresi (MVA)
Research Center.

Sumber : diolah dari berbagai hasil penelitian

D. ICP dan ICD


Organisasi bisnis, setiap tahun menyajikan informasi tentang
perusahaan melalui berbagai media. Salah satu media yang secara
rutin menjadi produk informasi perusahaan adalah laporan tahunan.
Dalam laporan tahunan, perusahaan tidak hanya menginformasikan
tentang pertumbuhan perusahaan dari sisi keuangan, tetapi juga
segala aspek yang lain. Tampilan dalam laporan tahunan juga relatif
lebih komunikatif daripada laporan keuangan yang memang menjadi
"konsumsi? kalangan terbatas. Melalui laporan tahunan, perusahaan
memperkenalkan dan melaporkan tentang dirinya secara lebih masif
kepada publik (Ulum, 2010).
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 223

Laporan tahunan (annual report) merupakan laporan perkembangan


dan pencapaian yang berhasil diraih organisasi dalam setahun. Data
dan informasi yang akurat menjadi kunci penulisan laporan tahunan.
Laporan Tahunan kini tidak lagi sebatas pelaporan pertanggung
jawaban dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), namun telah
menjadi media komunikasi yang efektif kepada semua pihak tentang
kinerja dan prospek perusahaan ke depan.
Laporan tahunan merupakan media dan cara perusahaan
melakukan komunikasi dengan seluruh stakeholdernya. Christensen
et al. (2008) menyatakan bahwa komunikasi perusahaan bukan
sekedar berorientasi kepada pelanggan dan karyawan saja, namun
mencakup seluruh stakeholder. Komunikasi perusahaan mempengaruhi
persepsi para stakeholder tentang prospek organisasi, sehingga
mempengaruhi sumber daya yang tersedia bagi organisasi (Riel dan
Fombrun, 2007).
Menurut teori pensinyalan, perusahaan yang memiliki
keunggulan bersaing akan cenderung untuk memberikan sinyal
tentang keunggulan tersebut, diantaranya adalah melalui laporan
tahunan. Sementara itu, karena IC diyakini sebagai salah satu
keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh sebab
itu, kinerja IC yang baik tentu menjadi sinyal yang positif bagi
perusahaan untuk disampaikan melalui laporan tahunan. Dengan
demikian, secara teori, perusahaan yang memiliki kinerja IC bagus
memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak
informasi tentang IC yang dimiliki. Sebaliknya, perusahaan yang
kinerja IC-nya rendah berkecenderungan untuk tidak mengungkapkan
informasi IC-nya.
Mengingat perubahan dramatis dalam faktor-faktor produksi
yang mendasari bisnis dalam ekonomi baru (new economy), adalah
penting untuk mengetahui apakah perusahaan juga telah
menyesuaikan praktik pengungkapan mereka dalam menanggapi
perubahan ini. Hal ini juga sejalan dengan tuntutan sejumlah pemakai
informasi akuntansi agar perusahaan mengungkapkan informasi
yang lebih banyak tentang IC (Williams, 2001). Shelley Taylor and
Associates (1999) misalnya, melaporkan bahwa pengungkapan
informasi IC menempati rangking 10 besar informasi yang dibutuhkan
oleh pemakai laporan akuntansi.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
224 dan Kinerja Organisasi

Sejalan dengan hal tersebut, Mouritsen (2004) menyatakan bahwa


laporan keuangan tradisional tidak mencakup informasi yang relevan
bagi pemakai laporan keuangan untuk memahami bagaimana sumber
daya yang mereka investasikan dapat menciptakan nilai (value) bagi
mereka di masa yang akan datang. Secara teori, perusahaan yang
memiliki kinerja IC yang baik tentu akan cenderung untuk
menginformasikan 'kekayaan' IC-nya tersebut dalam laporan tahunan.
Dengan kata lain, selain faktor ukuran, umur, profitabilitas, dan leverage,
kinerja IC merupakan salah satu pemicu (driver) dalam praktik
pengungkapan sukarela informasi IC melalui laporan tahunan perusahaan.
Sejauh ini, belum banyak penelitian yang secara langsung
menguji pengaruh ICP terhadap ICD. Beberapa penelitian yang telah
dipublikasikan lebih banyak menempatkan karakteristik perusahaan
sebagai faktor anteseden dari ICD (misalnya: Bukh et al., 2005;
Brüggen et al., 2009; Chang et al., 2009; Ienciu dan Ienciu, 2012).
Williams (2001) menggunakan 30 perusahaan publik di Inggris yang
masuk dalam kelompok FTSE 100 untuk menganalisis praktik
pengungkapan IC dalam laporan tahunannya dan kaitannya dengan
kinerja IC (ICP). Hasilnya menunjukkan bahwa ICP berhubungan
negatif terhadap praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunan
perusahaan. Hasil yang sama juga ditemukan oleh (Ulum, 2012)
Laporan kedua penelitian tersebut membuktikan bahwa kinerja
IC berhubungan negatif dengan ICD. Ketika kinerja IC tinggi, jumlah
pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan menjadi lebih
sedikit (arah hubungannya negatif). Hubungan negatif ini dapat
mendukung sugesti bahwa perusahaan akan cenderung mengurangi
jumlah pengungkapan IC dalam laporan tahunan ketika kinerja IC
telah mencapai titik tinggi karena takut kehilangan keunggulan
bersaingnya.
Temuan penting dari penelitian tersebut adalah bahwa hubungan
negatif antara ICP dan ICD hanya nampak ketika ICP relatif tinggi.
Manajemen mungkin menganggap bahwa tingginya kinerja IC dapat
menjadi sinyal bagi kompetitor tentang kekuatan perusahaan dalam
memenangi kompetisi di pasar. Untuk memelihara keunggulan
bersaing yang telah dimiliki, perusahaan dapat mengurangi luas
pengungkapan sebagai upaya untuk tidak memberikan sinyal kepada
kompetitor dan atau untuk memberikan sinyal "palsu" kepada kompetitor.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 225

Kedua hasil penelitian tersebut bertentangan dengan asumsi


dalam RBT maupun teori pensinyalan. Menurut teori pensinyalan,
perusahaan akan cenderung memberikan sinyal (misalnya melalui
laporan tahunan dan pengungkapan sukarela) tentang hal-hal positif
yang dimiliki. Sementara dalam perspektif RBT, IC adalah sumber
daya yang dapat membantu perusahaan mencapai keunggulan
bersaing, sehingga dengan demikian harusnya ICP yang tinggi
merupakan sinyal yang sangat baik bagi perusahaan. Tabel 7.38
meringkas beberapa penelitian dalam topik ini.

Tabel 7.38 Ringkasan Penelitian ICD: Hubungan antara ICP dan


ICD
No. Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil

1 Williams (2001) Is a company’s intellectual Objek: 75 perusahaan publik ICP berhubungan


capital performance and di Afrika Selatan tahun 2001 negatif dengan
intellectual capital ICD
Variabel: IV = ICP (VAIC)
disclosure practices
related?: Evidence from DV= ICD
publicly listed companies
Teknik Analisis: Regresi
from the FTSE 100.
Journal of Intellectual
Capital, 2 (3):192-203.
2 Ulum (2012) Investigasi Hubungan Objek: 75 perusahaan publik ICP berhubungan
antara Modal Intelektual di Afrika Selatan tahun 2001 negatif dengan
dan Praktik ICD
Variabel: IV = ICP (VAIC)
Pengungkapannya (IC
Disclosure) dalam Laporan DV= ICD
Tahunan Perusahaan.
Teknik Analisis: Regresi
Jurnal Ekonomi Bisnis,
Tahun 17, Nomor 1, Maret
2012:36-45.
3 Ulum (2015) Peran Pengungkapan Objek: 84 bank terdaftar di ICP tidak
Modal Intelektual dan Bursa Efek Indonesia tahun berpengaruh
Profitabilitas dalam 2006, 2009, dan 2012 terhadap ICD
Hubungan antara Kinerja
Variabel: IV = ICP (MVAIC)
Modal Intelektual dan
Kapitalisasi Pasar. DV= ICD
Disertasi PDIE Undip,
Teknik Analisis: WarpPLS 3.0
unpublished.

Sumber : diolah dari berbagai hasil penelitian


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
226 dan Kinerja Organisasi

Referensi

Amit, R., dan P. J. Schoemaker. 1993. "Strategic assets & organizational


rent". Strategic Management Journal, Vol. 14, No. 1, hlm:
33-46.
Andriessen, D. 2004. Making sense of intellectual capital : designing
a method for the valuation of intangibles. Jordan Hill, Oxford,
UK: Elsevier, Inc.
Appuhami, B. A. R. 2007. "The Impact of Intellectual Capital on
Investors' Capital Gains on Shares: An Empirical Investigation
of Thai Banking, Finance & Insurance Sector". International
Management Review, Vol. 3, No. 2, hlm: 14-26.
Barney, J. B. 1991. "Firm Resources and Sustained Competitive
Advantage". Journal of Management, Vol. 17, No. 1, hlm: 99-120.
Basuki, dan T. Kusumawardhani. 2012. "Intellectual Capital, Financial
Profitability, and Productivity: An Exploratory Study of the
Indonesian Pharmaceutical Industry". Asian Journal of Business
and Accounting, Vol. 5, No. 2, hlm: 41-68.
Bentoen, S. 2012 of Conference. "Pengaruh Intellectual Capital
Terhadap Financial Performance, Growth, dan Market Value".
Artikel dipresentasikan pada National Conference Universitas
Pelita Harapan Surabaya, di Surabaya.
Bontis, N., W. C. C. Keow, dan S. Richardson. 2000. "Intellectual
capital and business performance in Malaysian industries".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 1, No. 1, hlm: 85-100.
Brüggen, A., P. Vergauwen, dan M. Dao. 2009. "Determinants of
intellectual capital disclosure: evidence from Australia".
Management Decision, Vol. 47, No. 2, hlm: 233-245.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 227

Bukh, P. N., C. Nielsen, P. Gormsen, dan J. Mouritsen. 2005. "Disclosure


of information on intellectual capital in Danish IPO prospectuses".
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 18, No. 6,
hlm: 713-732.
Chang, Y. c., H. t. Chang, H. r. Chi, dan W. h. Chiu. 2009 of
Conference. "Firm attributes and intellectual capital
disclosure: Evidences from IPO prospectuses in Taiwan". Artikel
dipresentasikan pada the European Conference on Intellectual
Capital, di London.
Chen, M. C., S. J. Cheng, dan Y. Hwang. 2005. "An empirical
investigation of the relationship between intellectual capital
and firms' market value and financial performance". Journal
of Intellectual Capital, Vol. 6, No. 2, hlm: 159-176.
Choong, K. 2008. "Intellectual capital: definitions, categorization
and reporting models". Journal of Intellectual Capital, Vol. 9,
No. 4, hlm: 609-638.
Christensen, L. T., M. Morsing, dan G. Cheney. 2008. Corporate
Communications; Convention, Complexity, and Critique.
Londong: Sage Publications.
Darabi, R., S. K. Rad, dan M. Ghadiri. 2012. "The Relationship
between Intellectual Capital and Earnings Quality". Research
Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology, Vol.
4, No. 20, hlm: 4192-4199.
Davis, F. H., T. R. Cloake, A. S. Fedde, dan H. A. Horne. 1940.
"Intangible assets". New York Certified Public Accountant, Vol.
1, No. 1, hlm: 33.
Díez, J. M., M. L. Ochoa, M. B. Prieto, dan A. Santidrián. 2010.
"Intellectual capital and value creation in Spanish firms".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 11, No. 3, hlm: 348-367.
Dumay, J. C. 2014. "15 years of the Journal of Intellectual Capital
and counting: a manifesto for transformational IC research".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 5, No. 1, hlm: 2-37.
Edvinsson, L., dan M. S. Malone. 1997. Intellectual Capital: Realizing
Your Company's True Value by Finding Its Hidden Brainpower.
New York: HarperCollins.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
228 dan Kinerja Organisasi

Firer, S., dan S. M. Williams. 2003. "Intellectual capital and traditional


measures of corporate performance". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 4, No. 3, hlm: 348-360.
Gan, K., dan Z. Saleh. 2008. "Intellectual Capital and Corporate
Performance of Technology-Intensive Companies: Malaysia
Evidence". Asian Journal of Business and Accounting, Vol. 1,
No. 1, hlm: 113-130.
Ghosh, S., dan A. Mondal. 2009. "Indian software and pharmaceutical
sector IC and financial performance". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 10, No. 3, hlm: 369-388.
Guthrie, J., F. Ricceri, dan J. Dumay. 2012. "Reflections and projections:
a decade of intellectual capital accounting research". British
Accounting Review, Vol. 44, No. 2, hlm: 68-82.
Hall, R. 1992. "The strategic analysis of intangible resources".
Strategic Management Journal, Vol. 13, No. 2, hlm: 135.
Ienciu, N. M., dan I. A. Ienciu. 2012. "Determinants of intellectual
capital reporting: evidence from the Romanian stock market".
The Romanian Economic Journal, Vol. 15, No. 43, hlm: 147-164.
Itami, H., dan T. W. Roehl. 1987. Mobilizing invisible assets. Cambridge:
Harvard University Press.
Kamal, M. H. M., R. C. Mat, N. A. Rahim, N. Husin, dan I. Ismail. 2011.
"Intellectual Capital and Firm Performance of Commercial
Banks In Malaysia". Asian Economic and Financial Review, Vol.
2, No. 4, hlm: 577-590.
Kamath, G. B. 2007. "The intellectual capital performance of Indian
banking sector". Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 1,
hlm: 96-123.
Kaplan, R. S., dan D. P. Norton. 2004. Strategy Maps: Converting
Intangible Assets into Tangible Outcomes. Boston: Harvard
Business School Press.
Khanqah, V. T., M. A. Khosroshahi, dan E. Ghanavati. 2012. "An
Empirical Investigation of the Impact of Intellectual Capital on
Firms ' Market Value and Financial Performance: Evidence from
Iranian Companies". International Journal of Management
Business Research, Vol. 2, No. 1, hlm: 1-12.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 229

Lado, A. A., dan M. C. Wilson. 1994. "Human resource systems and


sustained competitive advantage: A competency-based
perspective". Academy of Management Review, Vol. 9, No. 4,
hlm: 699-727.
Maditinos, D., D. Chatzoudes, C. Tsairidis, dan G. Theriou. 2011. "The
impact of intellectual capital on firms' market value and
financial performance". Journal of Intellectual Capital, Vol. 12,
No. 1, hlm: 132-151.
Marzo, G. 2014. "Improving internal consistency in IC research and
practice: IC and the theory of the firm". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 15, No. 1, hlm: 38-64.
Mavridis, D. G. 2004. "The intellectual capital performance of the
Japanese banking sector". Journal of Intellectual Capital, Vol.
5, No. 3, hlm: 92-115.
Mehralian, G., H. R. Rasekh, P. Akhavan, dan M. R. Sadeh. 2012. "The
Impact of Intellectual Capital Efficiency on Market Value : An
Empirical Study from Iranian Pharmaceutical Companies".
Iranian Journal of Pharmaceutical Research, Vol. 11, No. 1, hlm:
195-207.
Mosavi, S. A., S. Nekoueizadeh, dan M. Ghaedi. 2012. "A study of
relations between intellectual capital components, market
value and finance performance". African Journal of Business
Management, Vol. 6, No. 4, hlm: 1396-1403.
Mouritsen, J. 2004. "Measuring and intervening: how does we
theorise intellectual capital management?". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 5, No. 2, hlm: 257-267.
Murale, V., R. Jayaraj, dan Ashrafali. 2010. "Impact of Intellectual
Capital on Firm Performance: A Resource Based View Using
VAIC Approach". International Journal of Buisness Management,
Economics and Information Technology, Vol. 9, No. 4, hlm:
283-292.
Najibullah, S. 2005. "An Empirical Investigation of The Relationship
between IC and Firm's Market Value and Financial Performance
In Context of Commercial Bank of Bangladesh". Unpublished
Paper. Independent University.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
230 dan Kinerja Organisasi

Pulic, A. 2000. "MVA and VAIC™ Analysis of randomly selected


companies from FTSE 250". Unpublished Paper. Austrian
Intellectual Capital Research Center, Graz - London.
Pulic, A., dan M. Kolakovic. 2003. "Value creation efficiency in the
new economy" www.vaic-on.net. [diakses pada 3 December 2006].
Puntillo, P. 2009. "Intellectual Capital and Business Performance.
Evidence from Italian Banking Industri". Journal of Corporate
Finance, Vol. 4, No. 12, hlm: 96-115.
Riahi-Belkaoui, A. 2003. "Intellectual capital and firm performance
of US multinational firms: A study of the resource-based and
stakeholder views". Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No.
2, hlm: 215-226.
Riel, C. B. M. v., dan C. J. Fombrun. 2007. Essentials of Corporate
Communications. New York: Routledge.
Santoso, E. 2011. "Intellectual Capital In Indonesia: The Influence on
Financial Performance of Banking Industry", Doctor of
Management, University of Phoenix.
Santoso, S. 2009. "The Influence of Intellectual Capital on Investment
Recommendations", Accounting, Binus University.
Shelley Taylor and Associates. 1999. Full Disclosure 1998. London:
Shelley Taylor.
Shiri, M. M., K. Mousavi, A. Pourreza, dan S. Ahmadi. 2012. "The
Effect of Intellectual Capital on Market Value Added". Journal
of Basic & Applied Scientific Research, Vol. 2, No. 7, hlm: 7214-7226.
Stewart, T. A. 1997. Intellectual Capital. London: Nicholas Brealey
Publishing.
Tan, H. P., D. Plowman, dan P. Hancock. 2007. "Intellectual capital
and financial returns of companies". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 8, No. 1, hlm: 76-95.
Ulum, I. 2009a. "Intellectual capital dan kinerja keuangan perusahaan;
sebuah perspektif sektor perbankan Indonesia". Jurnal
Humaniora, Vol. 6, No. 2, hlm.
---. 2009b. "Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di
Indonesia". Jurnal Akuntansi dan Keuangan (terakreditasi dikti),
Vol. 10, No. 2, hlm: 77-84.
Intellectual Capital & Kinerja Organisasi 231

---. 2010. "Mengintroduksi Laporan Tahunan Perguruan Tinggi".


Tabloid Bestari, November.
---. 2012. "Investigasi Hubungan antara Modal Intelektual dan Praktik
Pengungkapannya (IC Disclosure) dalam Laporan Tahunan
Perusahaan ". Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol. Tahun 17, Nomor 1,
Maret 2012, No., hlm: 36-45.
---. 2015. "Peran Pengungkapan Modal Intelektual dan Profitabilitas
dalam Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dengan
Kapitalisasi Pasar". Disertasi Tidak Dipublikasikan, Program
Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ulum, I., I. Ghozali, dan A. Purwanto. 2014. "Intellectual Capital
Performance of Indonesian Banking Sector: A Modified VAIC
(M-VAIC) Perspective". Asian Journal of Finance & Accounting,
Vol. 6, No. 6, hlm: 103-123.
Wang, J. C. 2008. "Investigating market value and intellectual capital
for S&P 500". Journal of Intellectual Capital, Vol. 9, No. 4, hlm:
546-563.
Wernerfelt, B. 1984. "A Resource-based View of the Firm". Strategic
Management Journal, Vol. 5, hlm: 171-180.
Williams, S. M. 2001. "Is a company's intellectual capital performance
and intellectual capital disclosure practices related?: Evidence
from publicly listed companies from the FTSE 100". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 2, No. 3, hlm: 192-203.
Wright, P. M., G. C. McMahan, dan A. McWilliams. 1994. "Human
resources and sustained competitive advantage: a resource-
based perspective". International Journal of Human Resource
Management, Vol. 5, No. 2, hlm: 301-326.
Yalama, A., dan M. Coskun. 2007. "Intellectual capital performance
of quoted banks on the Istanbul stock exchange market".
Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 2, hlm: 256-271.
Yang, C. C., dan C. Y. Y. Lin. 2009. "Does intellectual capital mediate
the relationship between HRM and organizational performance?
Perspective of a healthcare industry in Taiwan". The International
Journal of Human Resource Management, Vol. 20, No. 9, hlm:
1965-1984.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
232 dan Kinerja Organisasi

Zéghal, D., dan A. Maaloul. 2010. "Analysing value added as an


indicator of intellectual capital and its consequences on company
performance". Journal of Intellectual Capital, Vol. 11, No. 1,
hlm: 39-60.
Zehri, C., A. Abdelbaki, dan N. Bouabdellah. 2012. "How Intellectual
Capital Affects A Firm's Performance?". Australian Journal of
Business and Management Research, Vol. 2, No. 8, hlm: 24-31.
Zou, X., dan T. C. Huan. 2011. "A study of the intellectual capital's
impact on listed bank's performance in China". African Journal
of Business Management, Vol. 5, No. 12, hlm: 5001-5009.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 233

BAB VIII

Intellectual Capital Disclosure:


Kajian Empiris

S ejauh ini, penelitian seputar ICD dapat dikelompokkan menjadi


empat, yaitu: (1) penelitian tentang luas pengungkapan informasi IC
pada laporan tahunan (Brennan, 2001; April et al., 2003; Goh, 2005;
Guthrie et al., 2006; Ulum, 2011); (2) penelitian tentang anteseden/
pemicu (driver) dari ICD (White et al., 2007; Zaludin, 2007; Chang et
al., 2009; Ienciu dan Ienciu, 2012; Ulum et al., 2012); (3) penelitian
tentang hubungan ICD dan cost of capital; dan (4) penelitian
tentang hubungan antara ICD dengan kinerja (Abdolmohammadi,
2005; Orens et al., 2009; Mousavi dan Takhtaei, 2012).
Beberapa tahun terakhir, perusahaan sudah mulai menyadari
akan pentingnya mengelola external communication secara sistematis
dan menghargai IC. Berbagai penelitian mengenai permintaan
investor dan analis terhadap informasi mengindikasikan perbedaan
yang substansial antara tipe informasi yang ditemukan dalam
laporan tahunan perusahaan dan tipe informasi yang diinginkan
pasar (Eccles et al., 2001). Secara umum, perusahaan, investor, dan
analis menginginkan informasi yang lebih reliabel, seperti, kualitas
manajerial, keahlian, pengalaman dan integritas, customer relations
dan personnel competencies (semua faktor yang berhubungan
dengan IC).

233
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
234 dan Kinerja Organisasi

Penelitian mengenai pengungkapan indikator IC cenderung lebih


fokus pada value relevance dari indikator IC yang lebih spesifik,
seperti biaya penelitian dan pengembangan (Lev dan Sougiannis,
1996) atau bahkan terkait dengan bagaimana aset takberwujud bisa
dikapitalisasikan (Gu dan Lev, 2001). Canibano et al. (1999) mereviu
sejumlah penelitian dimana relevansi nilai dari elemen-elemen lain
dari IC (seperti: biaya penelitian dan pengembangan, iklan, paten,
merek, kepuasan pelanggan, dan sumberdaya manusia) diteliti.
Meskipun masih terbatas, studi mengenai pengungkapan IC
dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan di Australia, Austria,
Inggris, Swedia, Belanda, Perancis, Irlandia, Kanada, Spanyol, Italy,
Afrika Selatan, Hongkong, Malaysia, dan Indonesia. Laporan tahunan
dipilih sebagai sumber data, karena mudah diperoleh, isi laporan
tersebut telah diperiksa oleh perusahaan, dan laporannya juga
terdistribusi secara luas pada publik (Campbell dan Rahman, 2010).
Sampel perusahaan yang terdaftar sangat bervariasi, mulai dari
perusahaan terbesar hingga perusahaan pada industri tertentu, tapi
berjumlah tidak lebih dari 31 perusahaan, dengan demikian analisis
statistiknya sangat terbatas.
Perusahaan tentu berharap agar informasi IC yang diungkapkan
dalam laporan tahunan akan direspon oleh (calon) investor. Reaksi
investor atas informasi IC inilah yang kemudian akan berdampak
terhadap nilai perusahaan. Asumsinya, perusahaan yang menyajikan
informasi lebih banyak, termasuk informasi-informasi yang
tidak mandatory, dianggap memiliki kelebihan dan keunggulan
sehingga investor akan cenderung untuk membeli saham
perusahaan tersebut.
Content analysis hampir selalu digunakan untuk mengukur
tingkat pengungkapan IC. Prosedurnya meliputi pengkodifikasian
informasi kualitatif dan kuantitatif ke dalam kategori yang sudah
ditetapkan sebelumnya, dalam rangka memperoleh pola dalam
penyajian dan pelaporan informasi (Guthrie dan Petty, 2000). Metode
ini dianggap sistematis, objektif dan merupakan pendekatan yang
dapat dipercaya dalam menetukan faktor-faktor yang mempengaruhi
isi dari laporan yang dipublikasikan, serta dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan yang benar (Krippendorff, 1980; Guthrie dan
Petty, 2000).
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 235

Tabel 8.1 menyajikan sejumlah penelitian tentang pengungkapan


modal intelektual dalam berbagai format. Sebagian penelitian
berusaha mengidentifikasi modal intelektual dari aset takberwujud
(intangible assets).

Tabel 8.1 Penelitian Empiris Tentang (Pengungkapan) Intellectual


Capital
No. Peneliti (Tahun) Negara Tujuan Penelitian Metode Bidang Kajian
1 Bornemann et al. Austria Nilai IC dari Wawancara Ukuran non-keuangan,
(1999) perspektif Kuesioner perbandingan usaha kecil
stakeholders di Austria dengan
Content analysis
perusahaan internasional.
2 Backhuijs et al. Belanda Kerangka kerja Studi kasus Signifikansi dari aset
(1999) untuk indikator IC takberwujud, identifikasi
dan definisi untuk
indikator.
3 Johanson et al. Swedia Karakteristik aset Studi kasus Klasifikasi aset
(1999b) takberwujud takberwujud, hubungan
antar aset takberwujud.
4 Johanson et al. Swedia Pengukuran dan Studi kasus Pengembangan, tujuan, isi
(1999a) pengelolaan aset dan outcome dari sistem
takberwujud pengukuran.
5 Achten dan Belanda Transparansi aset Studi kasus Identifikasi aset produksi
Walgemoed produksi takberwujud dan
(1999) takberwujud pengukuran input
6 Andriessen et al. Belanda Penilaian aset Studi kasus Pengukuran aset
(1999) takberwujud takberwujud dalam
bentuk kapasitas laba
masa depan
7 Miller et al. Kanada Pengukuran dan Kuesioner Indikator-indikator IC
(1999) pelaporan IC FGD
8 Canibano et al. Spanyol Pengukuran IC Studi kasus Indikator-indikator IC
(1999)
9 Hoogendoorn et Belanda Pengembangan Kuesioner Identifikasi IC,
al. (1999) laporan IC Wawancara perhitungan aset
takberwujud, Indikator-
indikator IC
10 Guthrie et al. Australia Pelaporan IC Content analysis Isi dari laporan IC, peran
(1999) Studi kasus industri sebagai kekuatan
penggerak bagi IC
11 Brennan (2001) Irlandia Pelaporan IC Content analysis Isi dari laporan IC,
perbandingan nilai pasar
dan nilai buku
12 Bozzolan et al. Italy Pengungkapan IC Content analysis Isi dari laporan IC, faktor-
(2003) faktor yang mempengar-
uhi perbedaan pelaporan
13 April et al. (2003) Afrika Pengungkapan Content analysis Frekuensi pengungkapan
Selatan elemen-elemen IC elemen IC

14 Ulum et al. (2012) Indonesia Pengungkapan IC Content analysis Pengungkapan kategori


(item-item) IC dalam

Sumber : Diolah dari beberapa hasil penelitian


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
236 dan Kinerja Organisasi

Dengan mengacuhkan keraguan atas reliabilitas content analy-


sis, hasil penelitian menunjukkan tingkat pengungkapan IC di
seluruh dunia masih rendah, meskipun perusahaan-perusahaan di
Italia menunjukkan tingkat pengungkapan yang menjanjikan
(Bozzolan et al., 2003). Meskipun manajemen mengakui bahwa IC
memiliki pengaruh penting terhadap kinerja perusahaan di masa
yang akan datang (April et al., 2003), beberapa penulis (Petty
dan Guthrie, 2000; Eccles et al., 2001; Roslender dan Fincham,
2001) menyatakan bahwa IC masih belum begitu dipahami,
akibatnya pengukuran, penilaian, dan pelaporannnya masih belum
mencukupi dan tidak konsisten. Contoh kekurangan dalam
pengungkapan IC adalah lazimnya bersifat kualitatif dan tidak
kuantitatif, sehingga tidak mengejutkan ketika pengukurannya
menjadi minim penjelasan.
Kebanyakan penelitian murni deskriptif dan tidak berusaha
untuk menjelaskan penyebab perbedaan tingkat pengungkapan IC
antar perusahaan, kecuali April et al. (2003) dan Bozzolan et al.
(2003) yang meneliti mengenai pengaruh tipe industri, Williams
(2001) yang meneliti VAIC (mengukur IC dan kinerjanya) dan variabel
ukuran organisasional, jenis industri, status terdafat, kinerja physical
capital (ROA) dan leverage.

Tabel 8.2 Deskripsi Hasil Penelitian dengan Content Analysis

Frekuensi Pengungkapan (%)


Rata-Rata Jumlah
Atribut IC yang External Internal Human
Peneliti
Dilaporkan Tiap Capital Capital Capital
Laporan Tahunan
Attributes Attributes Attributes
Guthrie & Petty
8.9 40 30 30
(2000)
Abeysekera &
N/A 41 24 35
Guthrie (2000)
Brennan (2001) 3.7 49 29 22
April et al. (2003) 10.4 40 30 30
Bozzolan et al. (2003) 51 49 30 21
Goh & Lim (2004) 14.6 41 37 22

Sumber : Miller and Whiting, 2005


Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 237

A. ICD - Topik Individual


Sejumlah penelitian fokus pada upaya untuk mengungkap praktik
pelaporan informasi tentang modal intelektual (ICD) dalam laporan
tahunan. Guthrie dan Petty (2000) menggunakan laporan tahunan
20 perusahaan terkemuka di Australia untuk mengidentifikasi praktik
pengungkapan informasi IC. Hasil kajian mereka menunjukkan bahwa
informasi IC belum secara konsisten dilaporkan oleh perusahaan di
Australia. Area utama yang diinformasikan oleh perusahaan adalah
informasi tentang human resources, technology and intellectual
property right, dan organizational and workplace structure. Di
bagian akhir, mereka menyimpulkan bahwa hingga pada periode
awal tahun 2000, belum ada suatu kerangka kerja yang disepakati
diantara perusahaan-perusahaan besar maupun para profesional di
bidang akuntansi untuk melaporkan IC.
Goh dan Lim (2004) mengidentifikasi pengungkapan informasi
IC dalam laporan tahunan perusahaan publik di Malaysia. Hasilnya
menyatakan bahwa pengungkapan informasi IC dalam laporan
tahunan lebih banyak kualitatif dan bukan kuantitatif. Hal yang
sama juga dilakukan oleh Guthrie et al. (2006) yang membandingkan
pelaporan IC oleh perusahaan-perusahaan di Australia dengan
perusahaan di Hongkong. Tabel 8.3 meringkas sejumlah penelitian
tentang luas pengkapan informasi IC dalam laporan tahunan yang
dilakukan di sejumlah negara.

1. Studi Yi dan Davey (2010)


Penelitian ini dilakukan pada 49 perusahaan di China (mainland)
yang terdaftar di dua pasar bursa (dual listed) untuk tahun 2006.
Analisis isi (content analysis) dilakukan dengan pembobotan (six
point scale) dari 0-5, yaitu:
5 : jika informasi IC diungkapkan dalam bentuk kuantitatif/moneter
dengan narasi;
4 : jika informasi IC diungkapkan dalam bentuk kuantitatif/moneter
saja, tanpa narasi;
3 : jika informasi IC diungkapkan dalam bentuk narasi.
2 : jika informasi IC diungkapkan dan didiskusikan dengan referensi
yang terbatas, atau hanya disajikan sekilas ketika membahas
informasi lain;
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
238 dan Kinerja Organisasi

1 : perusahaan menyatakan bahwa pengungkapan item IC adalah


tidak material;
0 : jika informasi IC tidak diungkapkan.

Tabel 8.3 Ringkasan Penelitian ICD: Luas Pengungkapan


Informasi IC
Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Goh dan Lim Disclosing intellectual Objek: Perusahaan Pengungkapan
(2004) capital in company publik di Malaysia informasi IC dalam
annual reports; Evidence Unit analisis: ICD, laporan tahunan lebih
from Malaysia". laporan tahunan banyak kualitatif dan
Journal of Int. Capital. Metode: Content bukan kuantitatif.
Vol. 5 (3) pp. 500-510 analysis
Guthrie et al. The voluntary reporting Objek: Perusahaan Isi dari laporan IC,
(2006) of intellectual capital; publik di Hong Kong membandingkan bukti
comparing evidence dan Australia dari Hong Kong dan
from Hong Kong and Unit analisis: ICD, Australia.
Australia". Journal of laporan tahunan
Intellectual Capital. Metode: Content
Vol. 7 (2) pp. 254-271 analysis
Purnomosidhi Praktik pengungkapan Objek: Perusahaan Pengungkapan
(2006) modal intelektual pada publik di Indonesia informasi IC dalam
perusahaan publik di Unit analisis: ICD, laporan tahunan
BEJ". The Indonesian laporan tahunan perusahaan publik
Journal of Accounting Metode: Content masih terbatas.
Research. Vol. 9 (1) analysis
pp. 87-99
Yi dan Davey Intellectual capital Objek: Perusahaan Tingkat pengungkapan
(2010) disclosure in Chinese publik di China IC oleh perusahaan
(mainland) companies". Unit analisis: ICD, China daratan tidak
Journal of Intellectual laporan tahunan tinggi. Sebagian besar
Capital. Vol. 11 (3) pp. Metode: Content atribut IC disajikan
326-347 analysis dalam deskripsi, bukan
angka atau moneter.
Rata-rata jumlah item
yang diungkapkan
cukup tinggi untuk
menunjukkan bahwa
ada kesadaran yang
jelas tentang penting-
nya pengungkapan IC.
Ulum (2011) Analisis Praktek Objek: Perusahaan Persentase pengungkapan
Pengungkapan telekomunikasi di komponen-komponen
Informasi Intellectual Indonesia IC di dalam laporan
Capital dalam Laporan Unit analisis: ICD, tahunan perusahaan
Tahunan Perusahaan laporan tahunan telekomunikasi di
Telekomunikasi di Metode: Content Indonesia relatif tinggi.
Indonesia". Jurnal analysis Patent, copyright, dan
Reviu Akuntansi dan trademark adalah
Keuangan (JRAK). Vol. komponen yang paling
1 (1) pp. 49-56 sering tidak
diungkapkan.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 239

Tabel 8.3 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Joshi (2012) Intellectual capital Objek: Perusahaan Mengidentifikasi
disclosures by Indian publik di India dan perbedaan pengung-
and Australian informa- Australia kapan IC antara
tion technology compa- Unit analisis: ICD, perusahaan India dan
nies: A comparative laporan tahunan Australia. Tingkat
analysis". Journal of Metode: Content pengungkapan IC
Intellectual Capital. analysis ditemukan rendah di
Vol. 13 (4) pp. 582-598 kedua negara dan
sebagian besar pengung-
kapan bersifat deklaratif.
Huang et al. Human capital Objek: Perusahaan Informasi sumber daya
(2013) disclosures in developing publik di Malaysia manusia yang tersedia
countries: figureheads Unit analisis: Human terbatas, & cenderung
and value creators". Capital Disclosure, untuk fokus pada
Journal of Applied laporan tahunan direksi, yang kebanyak-
Accounting Research. Metode: Content an mungkin figur yang
Vol. 14 (2) pp. 180-196 anaylis, interview berdampak kecil
terhadap cara
perusahaan dijalankan
& dalam menciptakan
nilai bagi perusahaan.

Sumber : diolah dari berbagai hasil penelitian

Tabel 8.4 Overall Disclosure Scores (Descending Order)

Tabel 8.5 Disclosure Performance of Internal Capital Items


Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
240 dan Kinerja Organisasi

Tabel 8.6 Disclosure Performance of External Capital Attributes

Tabel 8.7 Disclosure Performance of Human Capital Attributes

Gambar 8.1 menunjukkan frekwensi pengungkapan berdasarkan


kategori utama dari IC. Perusahaan-perusahaan China lebih banyak
mengungkapkan informasi tentang external capital yang mencapai
46% dari total informasi IC yang diungkapkan. Human capital
menjadi kategori yang paling tidak populer, hanya diungkapkan
sebanyak 24%, sementara internal capital sekitar 30%.

Gambar 8.1 IC Disclosure by Categories (Frequency)


Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 241

2. Studi Ulum (2011)


Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tipologi
pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan publik di
Indonesia dengan menggunakan pendekatan analisis isi (content
analysis). Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan di
sektor telekomunikasi yang terdaftar hingga akhir tahun 2008 dan
mempublikasikan laporan tahunannya pada website resmi perusahaan
dan/atau website BEI.
Persentase pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan
perusahaan telekomunikasi disajikan pada gambar 8.2 (2006), 8.3
(2007), dan 8.4 (2008).

Gambar 8.2 Persentase Pengungkapan Informasi IC


tahun 2006

Gambar 8.3 Persentase Pengungkapan Informasi IC


tahun 2007
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
242 dan Kinerja Organisasi

Gambar 8.4 Persentase Pengungkapan Informasi IC


tahun 2008
Data yang digunakan adalah laporan tahunan perusahaan
periode 2006, 2007, dan 2008. Kategori/komponen IC yang diadopsi
dalam penelitian ini adalah skema yang digunakan oleh (Petty dan
Guthrie, 2000). Dalam skema ini, IC dikategorikan dalam dalam
3 kelompok: internal structures (organisational capital: 11 item);
external structures (customer/relational capital: 9 item); dan
employee competence (human capital: 6 item).
Berikut adalah beberapa contoh pengungkapan atribut IC di
dalam laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia;
PT. Telkom (2007) tentang trademark:
"Telkomsel menyediakan kepada pelanggannya pilihan layanan
prabayar dengan merek dagang "SimPATI" atau layanan
pascabayar dengan merek dagang"KartuHALO."
PT. Telkom (2007) tentang corporate culture:
"Perseroan memiliki kebijakan internal dan pengembangan
budaya perusahaan yang dikenal dengan The TELKOM Way
(TTW) 135 … ".
PT. Excelcomindo Pratama (XL) (2008) tentang management process:
"Melalui komitmen kami yang tinggi dalam menjunjung prinsip-
prinsip GCG, kami dapat memaksimalkan imbal hasil,
memperbaiki kinerja melalui nilai-nilai perusahaan kami dan
melindungi kepentingan para pemegang saham kami. Kami
secara berkesinambungan memperkuat bagan kerja tata kelola
perusahaan dalam menghadapi pertumbuhan bisnis yang pesat
di tengah-tengah lingkungan persaingan bisnis yang amat ketat"
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 243

PT. Indosat (2007) tentang entrepreneur spirit:


"Setiap karyawan Indosat dianugerahi beragam potensi serta
keunikan talenta tersendiri dalam memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan usaha perusahaan. Keberhasilan
memadukan kemampuan setiap karyawan menjadi kerjasama
yang kuat dan sinergis, telah mempercepat pencapaian
pertumbuhan tersebut. Melalui kerjasama dan hubungan yang
efektif, kami bekerja erat dengan pemegang saham, mitra usaha,
pelanggan, regulator dan institusi terkait lainnya di Indonesia
dan Amerika Serikat."
PT. Bakrie Telecom (2007) tentang distribution channel:
"Untuk memastikan produk kami tersebar di jaringan toko-toko
penjualan produk seluler, kami memperluas jaringan penjualan
dan distribusi dengan cara menambah kerjasama distributor,
outlet resmi, dan cealer-dealer isi ulang....."
Tabel 8.8 Pengungkapan Informasi IC Perusahaan Telekomunikasi
di Indonesia tahun 2007 dan 2008
2007 2008
Intellectual Capital
n Persentase N Persentase
Internal (Structural) Capital:
Patent 0 0 1 16.7
Copyright 0 0 1 16.7
Trademarks 0 0 2 33.3
Management philosophy 5 83.3 3 50
corporate culture 2 33.3 1 16.7
Management processes 3 50 3 50
IS (Information System) 5 83.3 2 33.3
Networking system 6 100 5 83.3
Financial relation 6 100 6 100
External (Customer) capital
Brands 6 100 6 100
Customers 5 83.3 4 66.7
Customers loyalty 5 83.3 3 50
Companies’ name 6 100 6 100
Distribution channel 4 66.7 4 66.7
Business collaboration 4 66.7 3 50
Licensing agreement 6 100 4 66.7
Favorable contract 5 83.3 3 50
Franchising agreement 2 33.3 2 33.3
Human Capital
Know-how 2 33.3 3 50
Education 3 50 3 50
Vocational qualification 3 50 3 50
Work-related knowledge 5 83.3 3 50
Work-related competencies 4 66.7 2 33.3
Entrepreneur spirit 2 33.3 3 50
Innovativeness 3 50 3 50
Proactive 2 33.3 2 33.3
Reactive Abilities 3 50 3 50
Changeability 3 50 1 16.7
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
244 dan Kinerja Organisasi

Praktek pengungkapan komponen IC dalam laporan tahunan


perusahaan telekomunikasi cenderung meningkat dari tahun 2007
ke 2008. Di tahun 2007 misalnya, untuk komponen Internal Capital,
hanya 66.7% (6) atribut yang diungkapkan oleh perusahaan,
sementara pada tahun 2008 seluruh atribut telah diungkapkan
meskipun tidak oleh semua perusahaan. Atribut 'patent', 'copyright',
dan 'trademark' yang ditahun 2007 tidak diungkapkan sama sekali
oleh perusahaan, di tahun 2008 muncul di 1 dan 2 laporan tahunan
perusahaan. Tabel 8.8 menyajikan informasi tentang persentase
pengungkapan komponen IC dalam laporan tahunan perusahaan
telekomunikasi tahun 2007 dan 2008.

B. Anteseden/Pemicu (Drivers) ICD


Bukh et al. (2005) melakukan kajian tentang pengungkapan
informasi IC dalam prospektus IPO (initial public offering) perusahaan-
perusahaan di Denmark. Tujuan kajian ini adalah untuk menguji
manakah informasi tentang IC yang diungkapkan di dalam prospektus
IPO perusahaan di Denmark. Lebih lanjut, kajian ini juga melihat
bagaimana perubahan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)
tentang IC dan untuk menganalisis faktor-faktor apakah yang dapat
menjelaskan jumlah pengungkapan di dalam prospektus.
Abdolmohammadi (2005) meneliti 58 perusahaan yang termasuk
dalam Fortune 500 tentang praktik pengungkapan IC dalam laporan
tahunan perusahaan selama 5 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa
frekuensi pengungkapan informasi tentang "brand" dan "proprietary
processes" meningkat selama periode pengamatan. White et al.
(2007) melakukan kajian faktor-faktor pemicu (drivers) pengungkapan
IC pada perusahaan publik sektor bioteknologi di Australia. Hasilnya
menunjukkan bahwa pemicu utama pengungkapan IC adalah board
independence, firm age, leverage dan firm size. Analisis multiple
regresi mendemonstrasikan bahwa board independence, leverage
dan size berhubungan signifikan dengan tingkat pengungkapan IC.
Tabel 8.9 meringkas sejumlah penelitian tentang faktor-faktor pemicu
(drivers) dari ICD.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 245

Tabel 8.9 Ringkasan Penelitian: Faktor Pemicu (Driver) ICD


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Williams Is a company's Objek: 75 perusahaan publik Leverage, listing
(2001) intellectual capital di Afrika Selatan tahun 2001 status, jenis
performance and Variabel: IV = Leverage, industri
intellectual capital listing status, jenis industri berhubungan
disclosure practices DV= ICD positif dengan ICD
related?: Evidence from Teknik Analisis: Regresi
publicly listed companies
from the FTSE 100.
Journal of Intellectual
Capital 2 (3):192-203.
White et al. Drivers of voluntary Objek: Perusahaan publik Umur perusahaan,
(2007) intellectual capital sektor bioteknologi di Australia leverage, ukuran
disclosure in listed Variabel: DV = ICD. IV = perusahaan, dan
biotechnology umur perusahaan, leverage, keberadaan komisaris
companies". Journal of ukuran perusahaan, & keber- independen
Intellectual Capital. adaan komisaris independen. berpengaruh
Vol. 8 (3) pp. 517-537 Metode: IC disclosure index, terhadap luas
correlation, multiple-regression pengungkapan IC.
Zaludin Factors Influencing Objek: Perusahaan publik di Ukuran leverage
(2007) Intellectual Capital Malaysia berpengaruh pada
Disclosure: A Malaysian Variabel: DV = ICD. IV = luas pengungkapan
Evidence. Thesis ukuran perusahaan,,jenis IC, sedangkan
International Islamic industri, leverage dan profit industri & profit
University Malaysia Metode: content analysis, regresi tidak berpengaruh.
Chang et al. Firm attributes and Objek: Perusahaan publik di (1) Profitabilitas
(2009) intellectual capital Taiwan berhubungan
disclosure: Evidences Variabel: DV = ICD. positif kuantitas
from IPO prospectuses IV = profitabilitas, ukuran pengungkapan
in Taiwan. the perusahaan, dan kepemilikan external capital
European Conference manajemen dan HC, namun
on Intellectual Capital. Metode: content analysis, berhubungan
regresi negatif kualitas
pengungkapan HC;
(2) size (penjualan)
berhubungan
negatif kualitas
pengungkapan
external capital;
(3) namun size
(jumlah karyawan)
berhubungan
positif dengan
frekwensi dan
kualitas ICD
Ienciu dan Determinants of Objek: Perusahaan yang Situasi keuangan
Ienciu (2012) intellectual capital terdaftar di Bucharest Stock (laba/rugi)
reporting: evidence Exchange menjadi faktor
from the Romanian Variabel: DV = IC Reporting yang berpengaruh
stock market. The IV = ukuran perusahaan terhadap luas
Romanian Economic (turnover, ekuitas, dan jumlah pelaporan IC.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
246 dan Kinerja Organisasi

Tabel 8.9 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
Journal Vol 15 (43) pp. karyawan), situasi keuangan Variabel lainnya
147-164 (laba/rugi) tidak berpengaruh.
Sihotang The intellectual capital Metode: content analysis, Ada peningkatan
dan Winata disclosures of technology- regresi ICD; ada hubungan
(2008) driven companies: yang signifikan
Objek: Perusahaan publik di
evidence from Indonesia". dan positif antara
Indonesia
International Journal kapitalisasi pasar,
Variabel: DV = ICD. IV =
of Learning and jumlah halaman
market capitalization, umur,
Intellectual Capital. laporan tahunan,
jenis industri
Vol. 5 (1) pp. 63-82 jenis industri dan
Metode: Content analysis,
ICD; tidak ada
regresi
hubungan yang
signifikan antara
umur perusahaan
dan ICD.
Li et al. Intellectual capital Objek: Perusahaan publik di Praktik & komponen
(2008) disclosure and UK corporate governance
corporate governance Variabel: DV = ICD. IV = berpengaruh
structure in UK firms corporate governance terhadap pengung-
Accounting and Metode: Content analysis kapan informasi
Business Research 38.2 IC di laporan
(2008): 137-159. tahunan.
Brüggen et Determinants of Objek: Perusahaan publik di Jenis industri dan
al. (2009) intellectual capital Australia ukuran
disclosure: evidence Variabel: DV = Index ICD. perusahaan
from Australia". IV = jenis industri, size menjadi pemicu
Management Decision. Metode: Content analysis, utama ICD
Vol. 47 (2) pp. 233-245 regresi
Oliveira et Intellectual capital Objek: Perusahaan publik di Ada korespondensi
al. (2010) reporting in Portugis antara unsur-
sustainability reports". Variabel: DV = ICD. IV = GRI unsur pelaporan
Journal of Intellectual Metode: Content analysis, sosial, lingkungan,
Capital. Vol. 11 (4) pp. regresi dan elemen IC
575-594 pelaporan. Pedoman
GRI, terutama G3,
berhubungan
positif dengan ICD.
Taliyang dan Intellectual Capital Objek: Perusahaan publik di Dari 4 variabel
Jusop (2011) Disclosure and Malaysia yang diuji, hanya
Corporate Governance Variabel: DV = ICD; IV = frekuensi pertemuan
Structure: Evidence in composition of independence komite audit yang
Malaysia". International directors, implementation of memiliki hubungan
Journal of Business role duality, size of audit positif signifikan
and Management. Vol. committee, frequency of mempengaruhi
6 (12) pp. 109-117 audit committee meetings tingkat modal
Metode: Content analysis, regresi intelektual Malaysia.
Ulum et al. Pengaruh karakteristik Objek: Perusahaan publik di Ukuran perusahaan,
(2012) perusahaan terhadap Indonesia leverage, dan
praktik pengungkapan Variabel: DV = ICD jenis industri
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 247

Tabel 8.9 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
intellectual capital IV = ukuran perusahaan, perpengaruh
dalam laporan leverage, umur, dan jenis positif terhadap
tahunan perusahaan industri ICD. Sedangkan
publik di Indonesia. Metode: content analysis, umur perusahaan
Jurnal Profita, regresi berpengaruh
Komunikasi Ilmiah negatif terhadap
Akuntansi dan ICD.
Perpajakan Vol V
(Agustus) pp. 10-16

Sumber : diolah dari berbagai hasil penelitian

1. Studi Bukh et al. (2005)


Per Nicolaj Bukh, Christian Nielsen, Peter Gormsen, dan Jan
Mouritsen melakukan kajian tentang pengungkapan informasi IC
dalam prospektus IPO (initial public offering) perusahaan-peruhahaan
di Denmark. Tujuan kajian ini adalah untuk menguji manakah
informasi tentang IC yang diungkapkan di dalam prospektus IPO
perusahaan di Denmark. Lebih lanjut, kajian ini juga melihat
bagaimana perubahan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)
tentang IC ini selama periode 1999 sampai 2001, dan untuk
menganalisis faktor-faktor apakah yang dapat menjelaskan jumlah
pengungkapan di dalam prospektus.

a. Hipotesis
H1. Industry differences. Dalam hal pengungkapan informasi
tentang IC, tidak ada hubungan antara perusahaan-perusahaan
dalam industri yang berteknologi tinggi (IT dan bioteknologi),
perusahaan manufaktur tradisional, dan perusahaan-perusahaan
komersial.
H2. Managerial ownership. Tidak ada hubungan antara jumlah
pengungkapan informasi tentang IC dan keberadaan kepemilikan
manajerial (managerial ownership) sebelum IPO.
H3. Company size. Tidak ada hubungan antara jumlah pengungkapan
informasi tentang IC dan ukuran perusahaan.
H4. Company age. Tidak ada hubungan antara jumlah pengungkapan
informasi tentang IC dan umur perusahaan.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
248 dan Kinerja Organisasi

b. Desain/Methodologi
Penelitian ini menggunakan content analysis untuk mengukur
pengungkapan IC di dalam masing-masing prospektus dan analisis
statistik untuk menguji apakah terdapat hubungan antara
pengungkapan IC dan jenis perusahaan, kepemilikan manajerial
(managerial ownership) sebelum IPO, ukuran dan umur perusahaan.
Luasnya pengungkapan dikuantifikasi sebagai persentase dari item-
item informasi yang ditemukan di dalam prospektus. Dengan kata
lain, prospektus IPO diberi poin 1 jika item indeks yang ditetapkan
ditemukan di dalam prospektus, dan jika tidak ditemukan maka
tidak ada poin. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

(Σ d /M) x 100%
m
Score = i
i=1

Dimana di mengekspresikan itemi dengan nilai 1 jika itemi ditemukan


di dalam prospektus IPO, dan 0 jika tidak ditemukan. M mengekspresikan
jumlah maksimum informasi yang ada di dalam prospektus, yaitu
78 item.

c. Temuan
Berikut adalah hasil analisis regresi penelitian ini:
Disclosure (Yt) = 3.48 + 2.08*t - 6.25*D*t + εt
T-test values : (7.00) (-2.47)
where : D = 0 (t = 1990 - 1999) and D = 1 (t = 2000-2001)
H1. Industry differences
Variabel independen "tipe teknologi" berpengaruh signifikan
terhadap luasnya pengungkapan, perusahaan-perusahaan dengan
teknologi tinggi (high-tech companies) mengungkapan hampir
dua kali lipat (31.7%) jumlah informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan-perusahaan dengan teknologi rendah (low-tech
companies) (16.4%). Hasil ini tidaklah mengherankan karena
memang dari awal, kategori industri telah dikelompokkan terkait
dengan karakteristik ini.
H2. Managerial ownership
Keberadaan kepemilikan manajerial sebelum IPO juga ditemukan
memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah pengungkapan.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 249

Perusahaan-perusahaan yang manajemennya memiliki saham di


dalam perusahaan pada waktu listing di bursa efek mengungkapkan
lebih banyak informasi tentang IC.

Tabel 8.10 Rata-rata Jumlah ICD Berdasarkan Jenis Industri

H3. Company size


Hasil analisis tidak menemukan hubungan yang signifikan antara
ukuran perusahaan (yang diproksikan dengan jumlah karyawan)
dan luasnya pengungkapan informasi tentang IC. Hasil ini tidak
bisa dikonfirmasikan dengan proprietary costs theory (Verrecchia,
1983), karena disamping jumlah observasinya terbatas, juga harus
dipandang sebagai kesimpulan yang tentatif. Bagaimanapun, hasil
ini harus dilihat dalam konteks situasi yang khusus, yakni waktu
ketika perusahaan mempublikasikan prospektus IPO mereka.
H4. Company age
Hasil analisis juga tidak menemukan perbedaan yang signifikan
terkait dengan variabel umur perusahaan. Sehubungan dengan
persepsi tentang resiko investasi dalam perusahaan, umur adalah
bagian dari dokumentasi yang menunjukkan tentang apa yang
tengah dan akan diraih oleh perusahaan. Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa sejarah perusahaan tidak berarti bagi
pasar modal, namun demikian track record perusahaan secara terus
menerus menjadi perhatian para pelaku pasar modal.

2. Studi White et al. (2007)


Gregory White, Alina Lee, dan Greg Tower melakukan kajian
faktor-faktor pemicu (driveers) pengungkapan IC pada perusahaan
publik sektor bioteknologi di Australia. Tujuan penelitian ini adalah
adalah untuk menginvestigasi luasnya pengungkapan sukarela
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
250 dan Kinerja Organisasi

tentang IC yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan bioteknologi.


Hal ini dilakukan dalam konteks teori agensi (Jensen and Meckling,
1976), dan variabel-variabel teori agensi tradisional digunakan untuk
menginvestigasi pemicu potensial atas pengungkapan IC oleh
manajemen perusahaan.
Pertanyaan riset (research question) utama dalam kajian ini
adalah sebagai berikut: "Bagaimana bentuk dan luasnya
pengungkapan IC oleh perusahaan-perusahaan bioteknologi, dan
apakah faktor-faktor pemicu bagi para manajer perusahaan untuk
mengungkapkan informasi tentang IC tersebut?". Variabel yang
digunakan adalah Size of the firm, Ownership concentration, Board
independence, Age of the firm, Firm leverage. Pengukuran variabel
penelitian ditunjukkan dalam tabel 8.11.

Table 8.11 Pengukuran Variabel Dependen, Independen, dan


Kontrol

Penelitian ini menggunakan skor IC disclosure index atas sampel


yang banyak dari perusahaan bioteknologi terdaftar di Australia,
dan menguji hubungan antara pengungkapan sukarela atas
intangible firm value dengan variabel teori agensi tradisional.
Hubungan tersebut diuji secara statistik dengan menggunakan analisis
multiple-regression. Penelitian ini menggunakan 78-item disclosure
index yang dikembangkan oleh Bukh et al. (2005). Disclosure index
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 251

adalah metode penilaian fakta-fakta informasi pengungkapan


dengan menggunakan skor 1 jika "ya" atau 0 jika "tidak" untuk tiap-
tiap item.
Berdasarkan publikasi Bukh et al. (2005), pengungkapan IC
dibagi dalam enam kategori - employee, customer, information
technology, processes, research and development and strategic
statement - yang di-skor dari 27, 14, lima, delapan, sembilan, dan 15
individual items. Total keseluruhan adalah 78 individual items.
Persentase dari disclosure index secara keseluruhan dihitung
dengan formula sebagai berikut:

(Σ )
m
Score = di/M x 100%
i=1

Data asli diperoleh dari 102 perusahaan, namun setelah


mengeluarkan duplikat dan outlier, untuk memenuhi asumsi
normalitas dalam regresi linier, sampel terakhir berjumlah 96
perusahaan (n = 96). Data mentah skor pengungkapan IC untuk
tiap-tiap item, diukur sebagai persentase dari 96 perusahaan sampel.

a. Analisis data
Data yang terkumpul dalam penelitian dianalisis dengan
menggunakan korelasi bivariat dan regresi linier, dengan sorfware
SPSS Versi 14.0. Berikut adalah model regresi yang digunakan:
ICDI Index = λj + β1% Top20Shj β2 In Leveragej + β3 In Agej
+ β4 In% Indepj + β5 In MarkCapj + ηj

b. Temuan
Pemicu utama pengungkapan IC adalah board independence,
firm age, leverage dan firm size. Analisis multiple regresi
mendemonstrasikan bahwa board independence, leverage dan size
berhubungan signifikan dengan tingkat pengungkapan IC. Regresi
dengan menggunakan variabel control perusahaan besar
(large-sized) dan perusahaan kecil (small-sized) menunjukkan
bahwa pengungkapan IC hanya dipicu oleh board independence
dan leverage dalam perusahaan besar. Sementara untuk kasus
perusahaan kecil tidak menunjukkan adanya hubungan ini.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
252 dan Kinerja Organisasi

Table 8.12 Descriptive Statistics of Dependent and Independent


Variables

c. Hasil Analisis Multiple Regression


Tabel 8.13 menyajikan hasil analisis multple regresi yang
didasarkan pada model linier berikut:
ICDI Indexj = λj + β1% Top20Shj β2 In Leveragej + β3 In Agej
+ β4 In% Indepj + ηj

Table 8.13 Backwards Regression Analysis of All Biotechnology


Firms

Hasil regresi linier sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 8.13


mengindikasikan bahwa koefisien untuk lnLeverage (? = 0.059)
adalah cukup signifikan ketika dibandingkan dengan ICD Index.
Temuan ini konsisten dengan ekspektasi awal, mendukung
hipotesis bahwa perusahaan yang memiliki leverage tinggi akan
mengungkapkan lebih banyak informasi IC sebab hal itu mungkin
akan mengurangi biaya pengawasan dan biaya agensi atas hutang
untuk menyeimbangkan pertentangan keinginan antara manajer
dan pemberi pinjaman. Mendukung hipotesis tentang board
independence, hasil regresi ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat signifikan antara lnIndep dan ICD Index
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 253

(ρ = 0.030). Hasil regresi yang paling signifikan adalah bahwa


hubungan antara ukuran (ln MarkCap) dan ICD Index tampak
pada level yang tinggi (ρ = 0.000).
Untuk menginvestigasi lebih lanjut dampak ukuran perusahaan,
data dibagi dalam kelompok perusahaan besar (large) dan kecil
(small). Perusahaan-perusahaan yang nilai lnMarkCap-nya sama atau
di atas nilai mean dimasukkan dalam kategori large-firm, sedangkan
perusahaan-perusahaan yang nilai lnMarkCap-nya di bawah mean
masuk dalam kategori small-firm. Model regresi yang digunakan
dalam konteks ini adalah:
ICDI Indexj = λj + β1% Top20Shj β2 In Leveragej + β3 In Agej
+ β4 In% Indepj + ηj
Hasilnya ditunjukkan dalam tabel 8.14 yang mengindikasikan
bahwa model yang diajukan hanya relevan untuk perusahaan-
perusahaan bioteknologi besar (large biotechnology firms).

Table 8.14 Backwards Regression Analysis of Firm Size

3. Studi Ulum et al. (2012)


Objek penelitian yang dilakukan oleh Ihyaul Ulum, Eny Suprapti,
dan Eristyowati ini adalah 38 perusahaan yang masuk kategori 50
Biggest Market Capitalization tahun 2006 dan 2007. Komponen IC
yang digunakan mengacu pada Guthrie dan Petty (2000), yang
terdiri dari 28 item. Selain berusaha mengeksplorasi praktek
pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan publik di
Indonesia (sebagaimana dibahas di bagian sebelumnya bab ini),
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
254 dan Kinerja Organisasi

penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor pemicu (drivers) ICD


dengan menggunakan karakteristik perusahaan. Karakteristik
perusahaan dipilih berdasarkan teori agensi tradisional yang telah
sering digunakan dalam konteks penelitian tentang voluntary disclosure
(misalnya: Bukh et al., 2005; White et al., 2007).

a. Hipotesis
H1: Size perusahaan berpengaruh terhadap praktek pengungkapan
intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan publik.
H2: Leverage berpengaruh terhadap terhadap praktek pengungkapan
intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan publik.
H3: Jenis Industri berpengaruh secara signifikan terhadap praktek
pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan publik
H4: Umur perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
praktek pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan publik.

Gambar 8.5 Model Penelitian Empiris Ulum et al. (2012)


Model regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah
sebagai berikut:
ICD = α + β1 log size + β2 In Leverage + β3 Industry + β4 Age + ε
Dimana:
ICD = Pengungkapan IC (jumlah total item yang diungkapkan
masing-masing perusahaan)
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 255

Size = total aset


Leverage = total kewajiban/ekuitas
Industry = Jenis Industri (IC intensif dan non IC intensif)
Age = Umur Perusahaan (dihitung mulai dari tanggal IPO hingga
tanggal laporan tahunan)

b. Hasil Analisis Regresi


Hasil analisis regresi berganda menunjukkan besarnya pengaruh
variabel size, leverage, age, dan type of industry terhadap IC disclosure
adalah 55.8% (R-square). Secara parsial, dapat dilihat bahwa seluruh
variabel independen merupakan pemicu praktik pengungkapan IC
perusahaan publik di Indonesai. Hasil paling signifikan ditunjukkan
oleh variabel size (sig = 0.004), hal ini konsisten dengan beberapa
studi sebelumnya (lihat misalnya Bukh et al., 2005; White et al.,
2007). Firer dan Williams (2005) juga menunjukkan bahwa size yang
diukur berdasarkan market capitalization dan total aset mempunyai
hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan IC dalam annual
report. Artinya, semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin
banyak ia akan mengungkapkan informasi di dalam laporan
tahunannya, baik informasi keuangan maupun non-keuangan, baik
mandatory maupun voluntary.
Tabel 8.15 Hasil Analisis Regresi Ulum et al. (2012)
Variabel Koefisien Regresi (β) thitung Sig.
Size 0.741 2.965 0.004
Leverage 0.396 2.337 0.022
Age 0.302 2.287 0.025
Industry 2.090 2.005 0.049
Constanta 1.219
R-square 0.558
Koefisien Korelasi (R) 0.747
Fhitung 22.367
Sig. α = 5% 0.000

Variabel leverage dan jenis industri juga terbukti secara signifikan


berpengaruh terhadap pengungkapan IC. Hasil ini memperkuat
temuan White et al. (2007) yang menunjukkan adanya hubungan
cukup signifikan antara leverage dengan IC disclosure, namun
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
256 dan Kinerja Organisasi

berbeda dengan temuan Firer dan Williams (2005). Demikian juga


dengan variabel jenis industri, temuan ini konsisten dengan kajian
Bukh et al. (2005) dan White et al. (2007).
Variabel umur perusahaan menyajikan hasil yang cukup menarik.
Dalam konteks Indonesia, age ternyata menjadi pemicu praktik
pengungkapan IC dalam laporan tahunan (sig = 0.025). Temuan ini
bertentangan dengan hasil kajian Bukh et al. (2005) dan White et al.
(2007) yang tidak menemukan adanya hubungan antara age dengan
ICD. Namun demikian, mereka mengemukakan dalam telaah
teoritisnya bahwa variabel ini adalah pemicu ICD. Bukh et al. (2005)
misalnya, menyatakan bahwa semakin tua umur perusahaan, maka
nilai reputasi dan aktivitas sosialnya pun akan semakin tinggi pula.
Menariknya, ternyata perusahaan-perusahaan yang berumur
kurang dari lima tahun di pasar modal (seperti PT. Bakrie Telecom
Tbk dan PT. Bank Rakyat Indonesia) justru mengungkapkan lebih
banyak informasi tentang IC dibandingkan perusahaan yang berumur
lebih lama. Hal ini bisa jadi karena semangat reputation driven,
yaitu motivasi untuk mendongkrak citra perusahaan dan menjadi
perusahaan ternama dalam perdagangan pasar saham meskipun
perusahaan mereka baru di kancah pasar modal. Temuan ini tidak
hanya bertentangan dengan hasil penelitian Bukh et al. (2005) dan
White et al. (2007), namun bahkan membantah ekspektasi mereka
tentang umur perusahaan dalam kaitannya dengan voluntary disclosure.

C. ICD dan Kinerja Organisasi


Pentingnya informasi IC bagi pelaku pasar modal dalam proses
pengambilan keputusan investasi telah terdokumentasi dengan baik
dalam sejumlah literatur (Li et al., 2012b). Misalnya, Holland (2006)
menemukan bahwa para analis dan fund manager membutuhkan
dan menggunakan informasi tentang IC dalam keputusan investasi
mereka dan penilaian perusahaan. Kajian yang lain menunjukkan
bahwa indikator-indikator khusus IC, misalnya kapitalisasi biaya R&D
(Aboody dan Lev, 2000), kepuasan pelanggan (Ittner dan Larcker,
1998) dan penetrasi pasar (Amir dan Lev, 1996) memiliki pengaruh
kepada harga saham dan nilai pasar, yang menunjukkan bahwa
investor menganggap mereka sebagai faktor yang relevan untuk
penilaian saham (Li et al., 2012a).
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 257

European Commission (2006) menjelaskan dua alasan utama


untuk melaporkan informasi IC, yaitu: (1) pelaporan IC memberikan
informasi tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
manajemen perusahaan secara keseluruhan; (2) pelaporan IC
melengkapi laporan keuangan perusahaan dan oleh karena itu ia
memberikan gambaran tentang perusahaan secara lebih luas, lebih
jujur,dan lebih bermakna. ICD didefinisikan sebagai laporan tentang
IC yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi para
pemakai laporan (Petty dan Guthrie, 2000; Abeysekera, 2008). Bismuth
dan Tojo (2008) menjelaskan teori tentang ICD sebagai berikut:
Providing the market with sufficient and appropriate
information about intellectual assets improves decision-making
by investors and helps discipline management and boards with
positive economic consequences. Ensuring that the non-
financial information is consistent, comparable over time and
across companies, material and reliable would allow investors
to better assess future earnings and the risks associated with
different investment opportunities, thus reducing information
asymmetry, reducing biased or unfounded earnings estimates,
unrealistic valuations and unjustified share price volatility.
This in turn increases market liquidity. There is evidence that
improved information about intellectual assets and company
strategy improves the ability of firms to secure funding at a
lower cost of capital.
Pengungkapan informasi IC (intellectual capital disclosure/ICD)
dalam laporan tahunan perusahaan merupakan sinyal kepada (calon)
investor tentang aset takberwujud yang dimiliki oleh perusahaan.
Spence (1973) mendefinisikan sinyal sebagai sebagai suatu kegiatan
atau atribut yang, dengan sengaja ataupun tidak, mengubah
keyakinan atau menyampaikan informasi kepada orang lain. Sinyal
adalah bentuk komunikasi yang kredibel yang mentransmisikan
informasi dari penjual (perusahaan) kepada pembeli (investor)
(Spence, 2002).
Teori pensinyalan (signalling theory) memberikan dasar untuk
memprediksi bagaimana pasar saham akan bereaksi (Bergh dan
Gibbons, 2011). Teori pensinyalan menyarankan agar perusahaan
dengan kualitas tinggi harus memberikan sinyal keunggulan mereka
kepada pasar (An et al., 2011). Ada sejumlah sarana bagi perusahaan
untuk memberikan sinyal informasi tentang diri mereka sendiri,
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
258 dan Kinerja Organisasi

pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) informasi akuntansi


positif (misalnya tentang IC) dianggap sebagai salah satu yang
paling efektif (Xiao et al., 2004; García-Meca et al., 2005).
Secara khusus, ICD bisa menjadi sarana yang sangat efektif bagi
perusahaan untuk memberikan sinyal keunggulan kualitas karena
pentingnya IC untuk penciptaan kekayaan masa depan (Guthrie dan
Petty, 2000). Terutama bagi perusahaan dengan basis IC yang kuat,
ICD bisa membedakan mereka dari perusahaan berkualitas rendah
lainnya (An et al., 2011). Sinyal dari atribut IC bisa membawa banyak
manfaat bagi perusahaan, seperti meningkatkan citra perusahaan,
menarik investor potensial, menurunkan biaya modal, penurunan
volatilitas saham, menciptakan pemahaman produk atau jasa, dan
yang lebih penting meningkatkan hubungan dengan berbagai
pemangku kepentingan (Vergauwen, 2005; Singh dan Van-der-Zahn,
2008). Pengungkapan sukarela informasi IC lazimnya dilakukan
melalui media laporan tahunan perusahaan, atau melalui prospektus
IPO (initial public offering).
Selain teori pensinyalan, teori berbasis sumber daya (Resource-
Bases Theory/RBT) juga dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara ICD dalam laporan tahunan dan nilai pasar.
Sebagaimana telah diketahui bahwa IC merupakan salah satu
komponen dari modal perusahaan dan sumber daya, dan memberikan
kontribusi untuk penciptaan kekayaan perusahaan. Karena itu, ketika
perusahaan mengungkapkan informasi lebih tentang IC dalam
laporan tahunan mereka, memungkinkan para stakeholders untuk
memahami proses penciptaan kekayaan. Akibatnya, pengungkapan
tersebut akan menurunkan penilaian yang salah atas harga saham
perusahaan, dan meningkatkan nilai pasar (kapitalisasi pasar) (Anam
et al., 2011).
RBT adalah salah satu teori yang paling banyak diterima dalam
bidang manajemen stratejik (Newbert, 2007). RBT menghubungkan
kapabilitas internal perusahaan - apa yang bisa dilakukan secara
maksimal - dengan lingkungan eksternal industrinya - apa yang
diinginkan oleh pasar dan yang ditawarkan oleh pesaing (Murale et
al., 2010). Barney (1991) berargumen bahwa daya saing bersaing
perusahaan yang berkelanjutan dihasilkan dari sumber daya dan
kapabilitas yang bernilai, sulit untuk ditiru, dan tidak tergantikan.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 259

Selain itu, dalam konteks perusahaan, sumber daya dan kapabilitas


tersebut dipandang sebagai kumpulan dari aset berwujud dan aset
takberwujud yang mencakup keterampilan manajemen, proses
organisasional, rutinitas (budaya), informasi dan pengetahuan.
Kapabilitas tersebut dimiliki oleh karyawan melalui kompetensi,
sikap, dan kecerdasan intelektual mereka (Roos et al., 1997).
Mousavi dan Takhtaei (2012) mengklaim bahwa pasar modal
mungkin akan mengalami kerugian dalam beberapa cara jika
informasi tentang modal intelektual tidak dilaporkan: (1) pemegang
saham minoritas mungkin kurang beruntung, karena mereka biasanya
tidak memiliki akses ke informasi tentang aset takberwujud yang
biasanya hanya dibagi dalam pertemuan pribadi dengan para
investor yang lebih besar; (2) insider trading mungkin terjadi jika
manajer secara internal memiliki informasi tentang aset takberwujud
yang tidak diketahui oleh investor lain (Aboody dan Lev, 2000);
(3) likuiditas pasar modal dan meningkatnya permintaan terhadap
saham-saham perusahaan dipicu oleh luasnya pengungkapan tentang
aset takberwujud (Diamond dan Verrecchia, 1991); (4) volatilitas dan
bahaya penilaian yang salah dari perusahaan meningkat, yang
menyebabkan investor dan bank menempatkan tingkat risiko yang
lebih tinggi pada organisasi; (5) biaya modal meningkat, karena,
diantaranya, tingkat risiko yang lebih tinggi ditempatkan pada
perusahaan (Lev, 2001). Oleh karena itu, ICD sangat penting bagi
pasar modal dan stakeholder eksternal dalam rangka meningkatkan
pemahaman mereka tentang posisi kompetitif perusahaan.
Sejumlah studi tentang pengaruh voluntary disclosure (VD)
menyatakan bahwa VD berpengaruh signifikan terhadap volume
perdagangan dan kapitalisasi pasar. Misalnya, Lang dan Lundholm
(2000) melaporkan bahwa perusahaan dengan lebih banyak
pengungkapan mengalami peningkatan harga sebelum penawaran
umum (IPO) mereka. Laporan ini konsisten dengan beberapa
penelitian yang lain (misalnya: Verrecchia, 1983; Diamond dan
Verrecchia, 1991; Healy dan Palepu, 2001; Botosan, 2006).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji
pengaruh ICD terhadap nilai pasar atau MCAP diantaranya adalah:
Abdolmohammadi (2005) di USA, Orens et al. (2009) di kontinental
negara-negara Eropa, Abeysekera (2011) di Sri Lanka, dan Anam
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
260 dan Kinerja Organisasi

et al. (2011) di Malaysia. Penelitian-penelitian tersebut melaporkan


bahwa terdapat hubungan positif antara ICD dan MCAP. Argumen
yang menggarisbawahi hubungan tersebut adalah bahwa ketika
ada kegiatan yang berhubungan dengan IC, itu akan menjadi bagian
penting dari nilai-nilai perusahaan yang akan berkontribusi pada
MCAP perusahaan. Akibatnya, perusahaan akan melaporkan nilai-
nilai ini dengan pengungkapan IC yang lebih untuk menjelaskan
pengaruhnya terhadap MCAP (Anam et al., 2011).
Dukungan bukti empiris misalnya dapat ditemukan dari
Abdolmohammadi (2005) yang melaporkan bahwa ICD yang
dilaporkan pada laporan tahunan perusahaan-perusahaan di Amerika
memiliki hubungan signifikan (ρ < 0.01) dengan nilai pasarnya.
Temuan ini mengindikasikan bahwa terdapat keuntungan yang
lebih besar bagi perusahaan (dibandingkan dengan biayanya) untuk
melaporkan lebih banyak informasi IC secara sukarela (voluntary).
ICD juga dilaporkan berpengaruh positif signifikan terhadap persepsi
investor (Holland, 2012), pasar modal (Shiri et al., 2012), keputusan
investasi (García-Meca dan Martínez, 2007), dan nilai pasar (Orens et
al., 2009; Anam et al., 2011).
Seperti halnya Abdolmohammadi (2005), Orens et al. (2009)
fokus pada pengaruh internet-ICD (pengungkapan informasi IC
melalui internet, web-based) terhadap nilai perusahaan di 4 negara
Eropa (yaitu Bergia, Prancis, Jerman, dan Belanda). Temuan mereka
mendukung hasil kajian Abdolmohammadi (2005), bahwa luas
pengungkapan informasi IC melalui internet berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh
Citron et al. (2005) yang melaporkan bahwa ICD berpengaruh
signifikan terhadap nilai pasar perusahaan di Inggris.
Selanjutnya, Abeysekera (2011) melaporkan hasil penelitian yang
dilakukan di negara berkembang (Kolombo dan Sri Lanka) tentang
pengaruh ICD terhadap nilai pasar dalam dua seting politik, perang
saudara dan gencatan senjata. Dia menemukan bahwa ICD
(pengungkapan naratif) berpengaruh positif signifikan terhadap
nilai pasar selama periode gencatan senjata, namun tidak selama
masa perang saudara. Secara keseluruhan, temuan yang menyatakan
adanya hubungan positif antara ICD dan nilai pasar adalah konsisten
dengan temuan literatur tentang pengungkapan (baik sukarela
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 261

maupun wajib) yang menyatakan bahwa luas pengungkapan dalam


laporan tahunan berpengaruh positif terhadap nilai pasar (Anam
et al., 2011). Tabel 8.16 menyajikan ringkasan penelitian empiris
tentang hubungan antara ICD dengankinerja organisasi.

Tabel 8.16 Ringkasan Penelitian: Pengaruh Intellectual Capital


Disclosure Terhadap Kinerja Organisasi
Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil

Abdol Intellectual capital Objek: Perusahaan Frekuensi pengungkapan


mohammadi disclosure and market publik di AS informasi ICD mening-
(2005) capitalization. Journal Variabel: IV = ICD kat selama periode
of Intellectual Capital DV = market capitalization, studi; terdapat perbeda-
Vol. 6 (3) pp. 397-416 type of industry, nilai an pola pengungkapan
buku, ROA antar jenis industri;
Metode: Content terdapat pengaruh yang
analysis, regresi sangat signifikan ICD
pada kapitalisasi pasar.
Orens et al. Intellectual capital Objek: perusahaan Perbedaan cross-sectional
(2009) disclosure, cost of publik di 4 negara dalam tingkat pengung-
finance and firm kontinental Eropa kapan IC berhubungan
value. Management (Belgia, Prancis, Jerman, positif dengan nilai
Decision Vo 47 (10) pp. dan Belanda) perusahaan. Pengung-
1536-1554 Variabel: IV = ICD. kapan IC yang lebih
DV = nilai perusahaan. besar di benua Eropa
CV = analyst following, terkait dengan asimetri
analysts' forecast informasi yang lebih
dispersion, size, leverage, rendah, cost of capital
ownership structure, yang lebih rendah, dan
industry dummies, tingkat bunga yang
country dummies. lebih rendah.
Metode: Content
analysis terhadap
website perusahaan,
multiple regresi
Anam et al. Effects of intellectual Objek: Perusahaan Luas pengungkapan IC
(2011) capital information publik di Malaysia (EICD) berpengaruh
disclosed in annual Variabel: IV = EICD positif terhadap MCAP.
reports on market DV = book value, net Selain itu, terdapat
capitalization Evidence profit, firm size, leverage pengaruh positif dari
from Bursa Malaysia". Metode: Content variabel kontrol (yaitu
Journal of Human analysis, regresi nilai buku, laba bersih,
Resource Costing & ukuran perusahaan
Accounting. Vol. 15 (2) dan leverage) terhadap
pp. 85-101 MCAP.
Nekhili et al. Ownership Structure, Objek: Perusahaan (1) R&D Disclosure
(2012) Voluntary R&D publik di Prancis index berpengaruh
Disclosure and Market Variabel: IV = R&D positif terhadap nilai
Value of Firms: The French Disclosure index. DV = M/B. pasar; (2) kepemilikan
Case/Int. Journal of Metode: Content internal (manajerial)
Business 17 (2):126-141. analysis, regresi cenderung lebih rentan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
262 dan Kinerja Organisasi

Tabel 8.16 Lanjutan


Nama (Tahun) Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil
untuk mempertahankan
informasi R&D; (3)
semakin besar jumlah
investasi yang perusahaan
keluarkan untuk R&D,
akan semakin luas
informasi R&D yang
diungkapkan perusahaan.
Mousavi dan The Impact Of Objek: Perusahaan ICD terbukti
Takhtaei Intellectual Capital publik berpengaruh terhadap
(2012) Disclosure On Capital Variabel: IV = ICD. harga saham, resiko,
Markets: An Overview. DV = harga saham, dan cost of capital.
Business Intelligence resiko, CoC
Journal. Vol. July pp. Metode: meta analysis
267-271

1. Studi Anam et al. (2011)


Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Malaysia untuk tahun 2002 dan 2006. Tabel 8.17 menyajikan
informasi tentang sampel yang digunakan dalam penelitian ini

Tabel 8.17 Sample Size Based on Companies and Annual Reports

Jenis dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian


ini adalah sebagai berikut:
a. EICD terdiri dari 101 item IC yang terbagi dalam tiga kategori yaitu
35 item untuk INC, 35 item untuk EXC dan 36 item HUC;
b. Book value (BVALUE) diukur dengan selisih dari total aset dan
total utang pada akhir tahun;
c. Net profit (NETPROFT) diukur dengan net profit hingga pada akhir
tahun;
d. Firm size (SIZE) diukur dengan total aset pada akhir tahun;
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 263

e. Leverage (LEVERAGE) diukur dengan rasio dari total utang


terhadap ekuitas pemegang saham.
Model regresi yang digunakan adalah:
MCAPjt = α + β1EICDjt + β2 BVALUEjt + β3 NETPROFTjt
+ β4 SIZEjt + β5 LEVERAGEjt + εjt

Tabel 8.18 dan 8.19 menyajikan informasi tentang statistik


deskriptif atas data yang digunakan dalam penelitian ini. Data ini
menunjukkan bahwa MCAP, NETPROFT, BVALUE, dan SIZE pada
tahun 2006 lebih tinggi daripada tahun 2002. Sementara LEVERAGE
mengalami penurunan di tahun 2006 dibandingkan dengan 2002.
Tabel 8.18 Descriptive Statistics of Variables for The Year 2002

Tabel 8.19 Descriptive Statistics of Variables for The Year 2006

Tabel 8.20 menyajikan hasil regresi untuk analisis tahun 2002,


yang menunjukkan bahwa adjusted R2 0.76. F value adalah 58.04
dengan tingkat signifikansi pada level 0.000, menunjukkan bahwa
model dalam penelitian ini fit dengan data. Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa EICD berpengaruh signifikan terhadap MCAP.
Demikian juga dengan BVALUE dan NETPROFT.
Tabel 8.20 Hasil Regresi Pengaruh ICD Terhadap MCAP untuk
Tahun 2002
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
264 dan Kinerja Organisasi

Tabel 8.21 menyajikan hasil regresi tahun 2006 yang menunjukkan


bahwa adjusted R2 adalah 0.81 yang mengindikasikan bahwa model
dapat menjelaskan sekitar 81 persen hubungan antara variabel
independen dan dependen. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa
EICD berpengaruh signifikan (ρ < 0.01) terhadap MCAP. Demikian
pula dengan sejumlah variabel kontrol yang digunakan dalam model
penelitian ini (BVALUE, NETPROFIT, SIZE, dan LEVERAGE).
Tabel 8.21 Hasil Regresi Pengaruh ICD Terhadap MCAP untuk
Tahun 2006

2. Studi Abdolmohammadi (2005)


Penelitian ini dilakukan pada 58 Fortune 500 companies selama
periode lima tahun (1993-1997). Kerangka kerja ICD yang digunakan
ada 58 item yang terbagi dalam 10 kelompok. Salah satu hipotesis
yang diajukan adalah bahwa ICD berpengaruh positif terhadap
kapitalisasi pasar.

Tabel 8.22 Market Capitalization Sebagai Fungsi IC Disclosure

Tabel 8.22 membuktikan bahwa ICD berpengaruh positif terhadap


MCAP. Tabel 8.22 juga menunjukkan bahwa mean frequency dari
ICD adalah 32.57 per tahun dengan standard deviation 11.12. Nilai
mean dari book value adalah $7,416 million dengan standard deviation
$7,314 million. Dengan F-statistic 8.54, model regresi sangat signifikan
pada level 0.000. R-square adalah 15.4% (unadjusted) dan 13.6%
(adjusted).
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 265

Referensi

Abdolmohammadi, M. J. 2005. "Intellectual capital disclosure and


market capitalization". Journal of Intellectual Capital, Vol. 6,
No. 3, hlm: 397-416.
Abeysekera, I. 2008. "Intellectual capital disclosure trends: Singapore
and Sri Lanka". Journal of Intellectual Capital, Vol. 9, No. 4,
hlm: 723-737.
---. 2011. "The relation of intellectual capital disclosure strategies &
market value in two political settings". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 12, No. 2, hlm: 319-338.
Aboody, D., dan B. Lev. 2000. "Information asymmetry, R&D, and
insider gains". The journal of Finance, Vol. 55, No. 6, hlm:
2747-2766.
Achten, J. H. J., dan Walgemoed. 1999. "Transparency in intangible
production assets". Artikel dipresentasikan pada International
Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital:
Experiences, Issues and Prospects, 9-10 June 1999, di Amsterdam.
Amir, E., dan B. Lev. 1996. "Value-relevance of nonfinancial information:
The wireless communications industry". Journal of Accounting
and Economics, Vol. 22, No. 1, hlm: 3-30.
An, Y., H. Davey, dan I. R. C. Eggleton. 2011. "Towards a comprehensive
theoretical framework for voluntary IC disclosure". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 12, No. 4, hlm: 571-585.
Anam, O. A., A. H. Fatima, dan A. R. H. Majdi. 2011. "Effects of
intellectual capital information disclosed in annual reports on
market capitalization Evidence from Bursa Malaysia". Journal of
Human Resource Costing & Accounting, Vol. 15, No. 2, hlm: 85-101.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
266 dan Kinerja Organisasi

Andriessen, D., M. Frijlink, I. v. Gisbergen, dan J. Blom. 1999. "A core


competency approach to valuing intangible assets". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring and
Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects,
9-10 June 1999, di Amsterdam.
April, K. A., P. Bosma, dan D. A. Deglon. 2003. "IC measurement and
reporting: establishing a practice in SA mining". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 4, No. 2, hlm: 165-180.
Backhuijs, J. B., W. G. M. Holterman, R. S. Oudman, R. P. M.
Overgoor, dan S. M. Zijlstra. 1999. "Reporting on intangible
assets". Artikel dipresentasikan pada International Symposium
Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences,
Issues and Prospects, 9-10 June 1999, di Amsterdam.
Barney, J. B. 1991. "Firm Resources and Sustained Competitive
Advantage". Journal of Management, Vol. 17, No. 1, hlm: 99-120.
Bergh, D. D., dan P. Gibbons. 2011. "The Stock Market Reaction to
the Hiring of Management Consultants: A Signalling Theory
Approach". Journal of Management Studies, Vol. 48, No. 3
May, hlm: 454-567.
Bismuth, A., dan Y. Tojo. 2008. "Creating value from intellectual
assets". Journal of Intellectual Capital, Vol. 9, No. 2, hlm: 228-245.
Bornemann, M., A. Knapp, U. Schneider, dan K. I. Sixl. 1999. "Holistic
measurement of intellectual capital". Artikel dipresentasikan
pada International Symposium Measuring and Reporting In-
tellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects, 9-10 June
1999, di Amsterdam.
Botosan, C. A. 2006. "Disclosure and the cost of capital: what do we
know?". Accounting and Business Research, hlm: 31-40.
Bozzolan, S., F. Favotto, dan F. Ricceri. 2003. "Italian annual intellectual
capital disclosure: An empirical analysis". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 4, No. 4, hlm: 543-558.
Brennan, N. 2001 of Conference. "Reporting and managing intellectual
capital: evidence from Ireland". Artikel dipresentasikan pada
International Symposium Measuring and Reporting Intellectual
Capital: Experiences, Issues and Prospects, June, di Amsterdam.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 267

Brüggen, A., P. Vergauwen, dan M. Dao. 2009. "Determinants of


intellectual capital disclosure: evidence from Australia".
Management Decision, Vol. 47, No. 2, hlm: 233-245.
Bukh, P. N., C. Nielsen, P. Gormsen, dan J. Mouritsen. 2005.
"Disclosure of information on intellectual capital in Danish IPO
prospectuses". Accounting, Auditing & Accountability Journal,
Vol. 18, No. 6, hlm: 713-732.
Campbell, D., dan M. R. A. Rahman. 2010. "A longitudinal examination
of intellectual capital reporting in Marks & Spencer annual
reports, 1978-2008". The British Accounting Review, Vol. 42,
No. 1, hlm: 56-70.
Canibano, L., M. García-Ayuso, M. P. Sánchez, dan M. Olea. 1999.
"Measuring intangibles to understand and improve innovation
management; Preliminary results". Artikel dipresentasikan
pada International Symposium Measuring and Reporting
Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects, 9-11
June, di Amsterdam.
Chang, Y. c., H. t. Chang, H. r. Chi, dan W. h. Chiu. 2009 of
Conference. "Firm attributes and intellectual capital disclosure:
Evidences from IPO prospectuses in Taiwan". Artikel
dipresentasikan pada the European Conference on Intellectual
Capital, di London.
Citron, D., J. Holden, G. Selim, dan F. Oehlcke. 2005 of Conference.
"Do voluntary intellectual capital disclosures provide information
about firms' intangible assets?". Artikel dipresentasikan pada
the ninth Financial Reporting and Business Communication
Conference, 7 & 8 July, di London.
Diamond, D. W., dan R. E. Verrecchia. 1991. "Disclosure, liquidity,
and the cost of capital". The journal of Finance, Vol. 46, No. 4,
hlm: 1325-1359.
Eccles, R., R. H. Herz, E. M. Keegan, dan D. M. Phillips. 2001. The
value reporting revolution: moving beyond the earnings game.
New York: John Wiley & Sons.
European Commission. 2006. Reporting Intellectual Capital to
Augment Research, Development and Innovation in SMEs.
Belgium: European Communities.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
268 dan Kinerja Organisasi

Firer, S., dan S. M. Williams. 2005. "Firm ownership structure


and intellectual capital disclosures". Journal of Accounting
Research, Vol. 19, No. 1, hlm: 1-18.
García-Meca, E., dan I. Martínez. 2007. "The use of intellectual
capital information in investment decisions". The International
Journal of Accounting, Vol. 42, No. 1, hlm: 57-81.
García-Meca, E., I. Parra, M. Larran, dan I. Martinez. 2005. "The
explanatory factors of intellectual capital disclosure to
financial analysts". European Accounting Review, Vol. 14, No.
1, hlm: 63-94.
Goh, P. C. 2005. "Intellectual capital performance of commercial
banks in Malaysia". Journal of Intellectual Capital, Vol. 6, No.
3, hlm: 385-396.
Goh, P. C., dan K. P. Lim. 2004. "Disclosing intellectual capital in
company annual reports; Evidence from Malaysia". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 5, No. 3, hlm: 500-510.
Gu, F., dan B. Lev. 2001. "Markets in Intangibles: Patent Licensing "
http://ssrn.com/abstract=275948. [diakses 6 September 2013].
Guthrie, J., dan R. Petty. 2000. "Intellectual capital: Australian
annual reporting practices". Journal of Intellectual Capital,
Vol. 1, No. 3, hlm: 241-251.
Guthrie, J., R. Petty, F. Ferrier, dan R. Wells. 1999. "There is no
accounting for intellectual capital in Australia: review of
annual reporting practices and the internal measurement
of intangibles within Australian organisations". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects, 9-11 June, di Amserdam.
Guthrie, J., R. Petty, dan F. Ricceri. 2006. "The voluntary reporting of
intellectual capital; comparing evidence from Hong Kong and
Australia". Journal of Intellectual Capital, Vol. 7, No. 2, hlm:
254-271.
Healy, P. M., dan K. G. Palepu. 2001. "Information asymmetry,
corporate disclosure, and the capital markets: A review of
the empirical disclosure literature". Journal of Accounting &
Economics, Vol. 31, hlm: 405-440.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 269

Holland, J. 2006. "Fund management, intellectual capital, intangibles


and private disclosure". Managerial Finance, Vol. 32, No. 4,
hlm: 277-316.
---. 2012. "Use of IC information in Japanese financial firms". Journal
of Intellectual Capital, Vol. 13, No. 4, hlm: 562-581.
Hoogendoorn, M., A. d. Bos, F. Krens, W. Veerman, dan H. t. Beek.
1999. "Transparency in intellectual capital". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects, 9-11 June, di Amsterdam.
Huang, C. C., R. Luther, M. Tayles, dan R. Haniffa. 2013. "Human
capital disclosures in developing countries: figureheads and
value creators". Journal of Applied Accounting Research, Vol.
14, No. 2, hlm: 180-196.
Ienciu, N. M., dan I. A. Ienciu. 2012. "Determinants of intellectual
capital reporting: evidence from the Romanian stock market".
The Romanian Economic Journal, Vol. 15, No. 43, hlm: 147-164.
Ittner, C. D., dan D. F. Larcker. 1998. "Are non-financial measures
leading indicators of financial performance? An analyst
satisfaction survey". Journal of Accounting Research, Vol. 36,
No. 3, hlm: 1-35.
Johanson, U., M. Martenson, dan M. Skoog. 1999a of Conference.
"Measuring and managing intangibles, Eleven Swedish
qualitative exploratory case studies". Artikel dipresentasikan
pada Accounting for Intangibles and the Virtual Organisation,
February, di Brussels.
Johanson, U., M. Mårtensson, dan M. Skoog. 1999b. "Measuring and
managing intangibles: Eleven Swedish exploratory case studies".
Artikel dipresentasikan pada International Symposium
Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences,
Issues and Prospects, di Amsterdam.
Joshi, M. 2012. "Intellectual capital disclosures by Indian and
Australian information technology companies: A comparative
analysis". Journal of Intellectual Capital, Vol. 13, No. 4, hlm:
582-598.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
270 dan Kinerja Organisasi

Krippendorff, K. 1980. Content Analysis: An Introduction to its


Methodology. Beverly Hills, CA: Sage Publications.
Lang, M. H., dan R. J. Lundholm. 2000. "Voluntary Disclosure and
Equity Offerings: Reducing Information Asymmetry or Hyping
the Stock?". Contemporary Accounting Research, Vol. 7, No. 4,
hlm: 623-662.
Lev, B. 2001. Intangibles: management, measurement, and reporting.
Washington: The Brookings Institution.
Lev, B., dan T. Sougiannis. 1996. "The Capitalization, Amortization,
and Value-Relevance of R&D". Journal of Accounting Research,
Vol. 21, hlm: 107-138.
Li, J., M. Mangena, dan R. Pike. 2012a. "The effect of audit committee
characteristics on intellectual capital disclosure". The British
Accounting Review, Vol. 44, No. 2, hlm: 98-110.
---. 2012b. "The effect of audit committee characteristics on intellectual
capital disclosure". The British Accounting Review, Vol. 44,
hlm: 98-110.
Li, J., R. Pike, dan R. Haniffa. 2008. "Intellectual capital disclosure
and corporate governance structure in UK firms". Accounting
and Business Research, Vol. 38, No. 2, hlm: 137-159.
Miller, M., B. D. D. Pont, V. Fera, R. Jeffrey, B. Mahon, B. M. Payer,
dan A. Starr. 1999. "Measuring and reporting intellectual
capital from a diverse Canadian industry perspective". Artikel
dipresentasikan pada International Symposium Measuring
and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and
Prospects., June, di Amsterdam.
Mousavi, Z., dan N. Takhtaei. 2012. "The Impact Of Intellectual
Capital Disclosure On Capital Markets: An Overview". Business
Intelligence Journal, Vol. July, hlm: 267-271.
Murale, V., R. Jayaraj, dan Ashrafali. 2010. "Impact of Intellectual
Capital on Firm Performance: A Resource Based View Using
VAIC Approach". International Journal of Buisness Management,
Economics & Information Technology, Vol. 9, No. 4, hlm: 283-292.
Nekhili, M., S. Boubaker, dan F. Lakhal. 2012. "Ownership Structure,
Voluntary R&D Disclosure and Market Value of Firms: The French
Case". International Journal of Business, Vol. 17, No. 2, hlm: 126-141.
Intellectual Capital Disclosure: Kajian Empiris 271

Newbert, S. L. 2007. "Empirical research on the resource-based view


of the firm: an assessment and suggestions for future
research". Strategic Management Journal, Vol. 28, hlm: 121-147.
Oliveira, L., L. L. Rodrigues, dan R. Craig. 2010. "Intellectual capital
reporting in sustainability reports". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 11, No. 4, hlm: 575-594.
Orens, R., W. Aerts, dan N. Lybaert. 2009. "Intellectual capital
disclosure, cost of finance and firm value". Management
Decision, Vol. 47, No. 10, hlm: 1536-1554.
Petty, R., dan J. Guthrie. 2000. "Intellectual capital literature review:
measurement, reporting and management". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 1, No. 2, hlm: 155-176.
Purnomosidhi, B. 2006. "Praktik pengungkapan modal intelektual
pada perusahaan publik di BEJ". The Indonesian Journal of
Accounting Research, Vol. 9, No. 1, hlm: 87-99.
Roos, J., G. Roos, N. C. Dragonetti, dan L. Edvinsson. 1997. Intellec-
tual Capital: Navigating in the New Business Landscape.
Houndsmills: Macmillan Business.
Roslender, R., dan R. Fincham. 2001. "Thinking critically about
intellectual capital accounting". Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 14, No. 4, hlm: 383 - 399.
Shiri, M. M., K. Mousavi, A. Pourreza, dan S. Ahmadi. 2012. "The
Effect of Intellectual Capital on Market Value Added". Journal
of Basic and Applied Scientific Research, Vol. 2, No. 7, hlm:
7214-7226.
Sihotang, P., dan A. Winata. 2008. "The intellectual capital disclosures
of technology-driven companies: evidence from Indonesia".
International Journal of Learning and Intellectual Capital, Vol.
5, No. 1, hlm: 63-82.
Singh, I., dan J. L. W. M. Van-der-Zahn. 2008. "Determinants of
intellectual capital disclosure in prospectuses of initial public
offerings". Accounting and Business Research, Vol. 38, No. 5,
hlm: 409-431.
Spence, M. 1973. "Job Market Signaling". The Quarterly Journal of
Economics, Vol. 87, No. 3 (Aug. 1973), hlm: 355-374.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
272 dan Kinerja Organisasi

---. 2002. "Signaling in retrospect and the informational structure of


markets". American Economic Review, Vol. 92, No. 3, hlm: 434-459.
Taliyang, S. M., dan M. Jusop. 2011. "Intellectual Capital Disclosure
and Corporate Governance Structure: Evidence in Malaysia".
International Journal of Business and Management, Vol. 6, No.
12, hlm: 109-117.
Ulum, I. 2011. "Analisis Praktek Pengungkapan Informasi Intellectual
Capital dalam Laporan Tahunan Perusahaan Telekomunikasi di
Indonesia". Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan (JRAK), Vol.
1, No. 1, hlm: 49-56.
Ulum, I., E. Suprapti, dan Ariestyowati. 2012. "Pengaruh karakteristik
perusahaan terhadap praktik pengungkapan intellectual capi-
tal dalam laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia".
Jurnal Profita, Komunikasi Ilmiah Akuntansi dan Perpajakan,
Vol. V, Agustus, hlm: 10-16.
Vergauwen, P. G. M. C. 2005. "Annual report IC disclosures in The
Netherlands, France and Germany". Journal of Intellectual
Capital, Vol. 6, No. 1, hlm: 89-104.
Verrecchia, R. E. 1983. "Discretionary disclosure". Journal of
Accounting and Economics, Vol. 5, hlm: 179-194.
White, G., A. Lee, dan G. Tower. 2007. "Drivers of voluntary intellectual
capital disclosure in listed biotechnology companies". Journal
of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 3, hlm: 517-537.
Williams, S. M. 2001. "Is a company's intellectual capital performance
and intellectual capital disclosure practices related?: Evidence
from publicly listed companies from the FTSE 100". Journal of
Intellectual Capital, Vol. 2, No. 3, hlm: 192-203.
Xiao, J. Z., H. Yang, dan C. W. Chow. 2004. "The Determinants and
Characteristics of Voluntary Internet Based Disclosures by Listed
Chinese Companies". Journal of Accounting and Public Policy,
Vol. 23, No., hlm: 191-225.
Yi, A., dan H. Davey. 2010. "Intellectual capital disclosure in Chinese
(Mainland) companies". Journal of Intellectual Capital, Vol. 11,
No. 3, hlm: 326-347.
Zaludin, Z. B. 2007. "Factors Influencing Intellectual Capital Disclosure:
A Malaysian Evidence", Accounting, International Islamic
University Malaysia, Malaysia.
Bibliography 273

Bibliography

AICPA Didirikan pada tahun 1887, AICPA (The


American Institute of Certified Public
Accountants) merepresentasikan profesi
CPA nasional terkait pembuatan aturan
& penetapan standar. AICPA mengembang-
kan standar audit perusahaan swasta
dan jasa lainnya oleh CPA, memberikan
materi bimbingan pendidikan kepada
anggotanya, dan monitor serta
menegakkan ketentuan sesuai dengan
standar teknis dan etika profesi.
AIMR AIMR (The Association for Investment
Management and Research) adalah
asosiasi untuk manajemen investasi dan
penelitian.
Analisis isi (Content Suatu teknik yang sistematik untuk
analysis) menganalisis makna pesan dan cara
mengungkapkan pesan. Analisis isi
juga dapat diartikan sebagai Teknik
penyelidikan yang akan berusaha
menguraikan secara objektif, sistematik
dan kuantitatif

273
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
274 dan Kinerja Organisasi

Annual report (laporan Merupakan laporan perkembangan dan


tahunan) pencapaian yang berhasil diraih
organisasi dalam setahun. Data dan
informasi yang akurat menjadi kunci
penulisan laporan tahunan. Isi dari
laporan tahunan tersebut mencakup
laporan keuangan dan prestasi akan
kinerja organisasi selama satu tahun.
Aset Sumber daya yang dikuasai oleh entitas
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi di masa
depan diharapkan akan diperoleh entitas.
Aset takberwujud Aset nonmoneter teridentifikasi tanpa
wujud fisik. Yaitu hak istimewa, atau posisi
yang menguntungkan guna menghasil-
kan pendapatan. Jenis utama aset tidak
berwujud adalah hak cipta, hak
eksplorasi dan eksploatasi, paten, merek
dagang, rahasia dagang, dan goodwill.
Balanced Scorecard Suatu konsep untuk mengukur apakah
aktivitas-aktivitas operasional suatu
perusahaan dalam skala yang lebih kecil
sejalan dengan sasaran yang lebih besar
dalam hal visi dan strategi. BSC pertama
kali dikembangkan dan digunakan pada
perusahaan Analog Devices pada tahun
1987. Dengan tidak hanya berfokus pada
hasil finansial melainkan juga masalah
manusia, BSC membantu memberikan
pandangan yang lebih menyeluruh pada
suatu perusahaan yang pada gilirannya
akan membantu organisasi untuk
bertindak sesuai tujuan jangka
panjangnya. Sistem manajemen strategis
membantu manajer berfokus pada
ukuran kinerja sambil menyeimbangkan
Bibliography 275

sasaran finansial dengan perspektif


pelanggan, proses, dan karyawan.
Capital employed Salah satu ukuran dalam menghitung
VAIC (value added intellectual coefficient)
dan MVAIC (modified VAIC) yang
dihasilkan dari nilai buku dari total aset,
atau total aset dikurangi total hutang.
Capital employed Salah satu formula dalam VAIC &
efficiency MVAIC yang mengukur efisiensi dari
pemanfaatan modal fisik dalam organisasi.
Competence Suatu karakteristik yang mendasar dari
seseorang individu, yaitu penyebab yang
terkait dengan acuan kriteria tentang
kinerja efektif. Sejumlah karakteristik
yang mendasari seseorang dan
menunjukkan (indicate) cara bertindak,
berpikir, atau menggeneralisasikan
situasi secara layak dalam jangka panjang.
Customer capital Hubungan organisasi dengan orang-
orang yang berbisnis dengan organisasi
tersebut. Customer capital adalah salah
satu komponen utama dalam definisi
intellectual capital, selain human capital
dan structural capital.
Extended VAIC Suatu model untuk mengukur kinerja
modal intelektual yang merupakan
pengembangan dari model VAIC.
Extended VAIC dikembangkan oleh
Nazari dan Herremans tahun 2007.
Extended VAIC Plus Suatu model untuk mengukur kinerja
(E-VAIC Plus) modal intelektual yang merupakan
pengembangan dari model Extended
VAIC-nya Nazari dan Herremans. Model
ini mengubah beberapa taksonomi dari
modal intelektual yang dibangun oleh
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
276 dan Kinerja Organisasi

Nazari & Herremans. Model ini dikembang-


kan oleh Ihyaul Ulum pada tahun 2014.
External structure Istilah lain yang kadang digunakan
untuk menggambarkan maksud dari
customer capital.
FASB (Financial Sejak 1973, FASB menjadi organisasi
Accounting Standards swasta yang ditunjuk untuk menetapkan
Board) standar akuntansi keuangan yang
mengatur penyusunan laporan keuangan
oleh entitas nonpemerintah di US.
Four way numerical Proses identifikasi dari suatu analisis isi
coding system yang dilakukan dengan 4 cara sistem
kode numerik yang dikembangkan oleh
Guthrie et al. (1999), yaitu:
0 = item tidak diungkapkan dalam laporan
tahunan;
1 = item diungkapkan dalam bentuk narasi;
2 = item diungkapkan dalam bentuk numerik;
3 = item diungkapkan dengan nilai moneter.
Framework (Kerangka Suatu struktur konseptual dasar yang
kerja) digunakan untuk memecahkan atau
menangani suatu masalah kompleks.
Dalam konteks pengungkapan modal
intelektual (ICD), istilah ini digunakan
untuk menggambarkan pengelompokan
dan jumlah item modal intelektual.
IASC (International Badan swasta independen yang
Accounting Standards dibentuk tahun 1973 yang bertujuan
Committe) untuk mencapai keseragaman dalam
penggunaan prinsip akuntansi yang
dapat digunakan untuk pelaporan
keuangan seluruh dunia.
Goodwill Aset jangka panjang yang dikategorikan
sebagai aset tidak berwujud. Goodwill
timbul ketika sebuah perusahaan
Bibliography 277

mengakuisisi bisnis lain dengan secara


keseluruhan. Goodwill adalah biaya untuk
membeli bisnis dikurangi nilai pasar wajar
aset berwujud, aset tidak berwujud yang
dapat diidentifikasi, dan kewajiban yang
diperoleh dalam pembelian.
Human capital (HC) Salah satu komponen utama dari
intellectual capital yang dimiliki oleh
perusahaan. HC merepresentasikan
individual knowledge stock suatu
organisasi yang direpresentasikan
oleh karyawannya. HC merupakan
kombinasi dari genetic inheritance;
education; experience, and attitude
tentang kehidupan dan bisnis. Human
capital mencerminkan kemampuan
kolektif perusahaan untuk menghasilkan
solusi terbaik berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh orang-orang yang
ada dalam perusahaan tersebut.
Human Capital Efficiency Salah satu formula dalam VAIC dan
MVAIC mengukur efisiensi dari
pemanfaatan sumber daya manusia yang
dimiliki oleh organisasi.
iB-VAIC Suatu model untuk mengukur kinerja
modal intelektual yang merupakan
pengembangan dari model VAIC.
iB-VAIC dikonstruksi untuk mengukur
kinerja IC industri perbankan di Indonesia.
Dikembangkan Ihyaul Ulum tahun 2014.
Initial public offering Penjualan pertama saham umum sebuah
perusahaan kepada investor umum.
Menurut UU No.8 Tahun 1995,
penawaran umum (emisi/go public/
initial public offering) adalah kegiatan
penawaran efek yang dilakukan oleh
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
278 dan Kinerja Organisasi

emiten untuk menjual efek kepada


masyarakat berdasarkan tatacara yang
diatur dalam undang-undang Pasar
Modal dan peraturan pelaksanaannya.
Innovation capital Salah satu bagian dari Structural Capital
(SC) yang didefinisikan sebagai modal/
kemampuan untuk melakukan inovasi
secara terus menerus. Di antara banyak
definisi, SC dianggap sebagai hasil dari
innovation capital dan process capital.
Innovation capital Salah satu ukuran dalam perhitungan
efficiency Extended VAIC Plus yang mengukur
efisiensi dari innovation capital.
Intangible assets Aset non-moneter yang dapat
diidentifikasi tanpa substansi fisik. Aset
tetap tidak berwujud diakui jika dan
hanya jika: Kemungkinan besar
perusahaan akan memperoleh manfaat
ekonomis masa depa dari aktiva
tersebut, dan (2) Biaya perolehan aset
tersebut dapat diukur secara andal.
Intellectual assets Istilah lain yang kadang digunakan
untuk menggantikan intellectual capital.
Intellectual capital (IC) Materi intelektual yang telah
difomalisasi, ditangkap, dan dimaan-
faatkan untuk memproduksi asset yang
nilainya lebih tinggi. Setiap organisasi
menempatkan materi intelektual dalam
bentuk asset dan sumber daya,
perspektif dan kemampuan eksplisit dan
tersembunyi, data, informasi,
pengetahuan, dan mungkin kebijakan.
Secara umum, IC diklasifikasikan ke
dalam tiga komponen, yaitu human
capitan, structural capital, dan customer
(relational) capital.
Bibliography 279

Intellectual Capital Istilah yang digunakan menggambarkan


Accounting bahwa IC merupakan topik kajian
Akuntansi. Istilah ini juga mengacu
kepada upaya untuk dapat meng-
akuntansi-kan IC.
Intellectual capital Salah satu ukuran dalam model VAIC
efficiency (ICE) yang merupakan penjumlahan dari hasil
perhitungan HCE (human capital
efficiency) dan SCE (structural capital
efficiency). Dalam model MVAIC dan
Extended VAIC Plus, ICE merupakan
penjumlahan dari HCE, SCE, dan RCE
(relational capital efficiency).
Intellectual capital Pengungkapan modal inteletual yang
disclosure (ICD) dimiliki oleh organisasi. Bukh (2003)
menyatakan bahwa pengungkapan
perusahaan tentang IC menjadi bagian
dari kerangka proses penciptaan nilai
(value creation) dalam perusahaan.
Pengungkapan IC telah menjadi
suatu bentuk komunikasi baru yang
mengendalikan "kontrak" antara
manajemen dan pekerja. Hal tersebut,
memungkinkan manajer untuk
membuat strategi-strategi untuk
memenuhi ekspektasi stakeholder
seperti investor, dan untuk meyakinkan
stakeholder atas keunggulan atau
manfaat kebijakan perusahaan.
Intellectual capital Laporan modal intelektual yang
statements (ICS) merupakan bagian terpisah dari laporan
keuangan dan laporan tahunan. Sejauh
ini, sejumlah negara telah menetapkan
bahwa ICS adalah mandatory bagi
perusahaan publik. Sejak awal tahun
2000, ICS telah dikenal dan dipraktikkan
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
280 dan Kinerja Organisasi

di negara-negara Eropa, dimulai oleh


Denmark. Selain Komisi Eropa dan
Denmark yang telah memiliki buku
pedoman bagaimana caranya menyusun
ICS (lihat: Mouritsen et al., 2000;
Mouritsen et al., 2003a; European
Commission, 2007), sejumlah negara
lainnya juga telah memilikinya (European
Commission, 2006); Jerman: Wissensbilanz,
Austrian: ARC IC Report, Spanyol:
Intellectus Model®, Swedia: IC-Rating™,
Belgia: ICV calculation, Prancis: IC-dVAl®,
Eropa: MERITUM, Jepang: Guidelines for
Disclosure of IA Based Management,
Australia: Guiding Principles on Extended
Performance Management.
Intellectual capital Istilah yang sering digunakan dalam
performance (ICP) topik pengukuran kinerja modal
intelektual. Beberapa metode untuk
mengukur ICP diantaranya adalah VAIC,
MVAIC, Extended VAIC Plus, dan iB-VAIC.
Intellectual property Istilah yang kadang digunakan untuk
menggantikan kata intellectual capital.
Invisible assets Istilah yang kadang-kadang digunakan
untuk menggantikan kata intellectual
capital dan intangible assets.
Kinerja Keuangan Ukuran kinerja organisasi yang
didasarkan pada pencapaian aspek
keuangan. Dalam Akuntansi, kinerja
keuangan biasanya diukur dengan rasio-
rasio (profitabilitas, rentabilitas, dsb.)
Kinerja Organisasi Istilah yang merujuk pada pengukuran
kinerja organisasi secara umum, tidak
hanya satu dua aspek.
Kinerja Pasar Ukuran kinerja organisasi yang didasar-
kan sisi pasar, misalnya harga saham.
Bibliography 281

Knowledge assets Istilah yang kadang-kadang digunakan


untuk menggantikan kata intellectual
capital dan atau human capital.
Mandatory disclosure Pengungkapan minimum yang
disyaratkan oleh lembaga yang sangat
berwenang. Pengungkapan wajib di
Indonesia telah diatur oleh BAPEPAM,
yaitu mengatur bentuk dan isi laporan
tahunan yang wajib diungkapkan
melalui Keputusan Ketua BAPEPAM dan
Lembaga Keuangan No. KEP 134/BL/2006
peraturan X.K.6 tanggal 07 Desember
2006 tentang kewajiban penyampaian
laporan tahunan bagi emiten atau
perusahaan publik.
MVAIC Suatu model untuk mengukur kinerja
modal intelektual yang merupakan
pengembangan dari model VAIC. Dalam
MVAIC, kinerja IC diukur dengan empat
komponen, yaitu HCE, SCE, RCE, dan
CEE. MVAIC dikembangkan oleh Ihyaul
Ulum pada tahun 2014.
OECD Sebuah organisasi internasional dengan
tiga puluh negara yang menerima
prinsip demokrasi perwakilan dan
ekonomi pasar bebas. Berawal tahun
1948 dengan nama Organisasi untuk
Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC -
Organisation for European Economic
Co-operation), dipimpin oleh Robert
Marjolin dari Perancis, untuk membantu
menjalankan Marshall Plan, untuk
rekonstruksi Eropa setelah Perang
Dunia II. Kemudian, keanggotaannya
merambah negara-negara non-Eropa,
dan tahun 1961, dibentuk kembali
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
282 dan Kinerja Organisasi

menjadi OECD oleh Konvensi tentang


Organisasi untuk Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi.
OJK (Otoritas Jasa Lembaga negara yang dibentuk
Keuangan) berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011
yang berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK adalah lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan. OJK
didirikan untuk menggantikan peran
Bapepam-LK dalam pengaturan dan
pengawasan pasar modal dan lembaga
keuangan, dan menggantikan peran
Bank Indonesia dalam pengaturan dan
pengawasan bank, untuk melindungi
konsumen industri jasa keuangan.
Partial Least Squares Dikembangkan pertama kali oleh
Herman Wold (1982). PLS merupakan
metode SEM berbasis varian yang
didesain untuk menyelesaikan persoalan
yang tidak dapat dilakukan oleh CB-
SEM seperti jumlah sampel kecil dan
data tidak terdistribusi normal. PLS
dapat bekerja dengan indikator refleksif
mapun formatif.
Physical capital Istilah yang kadang digunakan untuk
menggantikan maksud dari kata capital
employed, modal fisik.
Process capital Bagian dari structural capital yang
memaknai proses sebagai modal penting
organisasi. Selain process capital, structural
Bibliography 283

capital juga terdiri dari innovation capital


(lihat innovation capital).
Process capital Salah satu ukuran dalam Extended VAIC
efficiency Plus yang mengukur efisiensi dari
process capital dimiliki oleh organisasi.
Relational capital (RC) Salah satu komponen utama intellectual
capital yang menggambarkan kekayaan
organisasi dari aspek pelanggan. Relational
capital adalah salah satu komponen
utama dalam definisi intellectual capital,
selain human capital dan structural capital.
Relational capital kadang disebut
dengan istilah customer capital.
RC merujuk pada pengetahuan yang
melekat dalam marketing channels dan
customer relationship dimana suatu
organisasi mengembangkannya melalui
jalannya bisnis.
Relational capital Salah satu ukuran dalam MVAIC yang
efficiency mengukur efisiensi dari pengelolaan
relational capital yang dimiliki oleh
organisasi.
Resource-Based Theory Merupakan salah satu teori yang
diterima secara luas di bidang
manajemen stratejik. RBT menyatakan
bahwa perusahaan memiliki sumber
daya yang dapat menjadikan
perusahaan memiliki keunggulan
bersaing dan mampu mengarahkan
perusahaan untuk memiliki kinerja
jangka panjang yang baik.
Structural capital (SC) SC meliputi seluruh non-human store-
houses of knowledge dalam organisasi.
Termasuk dalam hal ini adalah data-
base, organisational charts, process
manuals, strategies, routines dan segala
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
284 dan Kinerja Organisasi

hal yang membuat nilai perusahaan


lebih besar daripada nilai materialnya.
Structural capital Salah satu ukuran dalam VAIC, MVAIC,
efficiency VAIC iB-VAIC,dan Exteded VAIC Plus yang
mengukur efisiensi dari pengelolaan
structural capital yang dimiliki oleh
organisasi. Suatu instrumen untuk
mengukur kinerja intellectual capital
perusahaan yang dikembangkan oleh
Pulic pada tahun 1997 yang didesain
untuk menyajikan informasi tentang
value creation efficiency dari aset
berwujud (tangible asset) dan aset
takberwujud (intangible assets) yang
dimiliki perusahaan. Pendekatan ini
relatif mudah dan sangat mungkin
untuk dilakukan, karena dikonstruksi
dari akun-akun dalam laporan keuangan
perusahaan (neraca, laba rugi).
Value added Indikator paling objektif untuk menilai
keberhasilan bisnis dan menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam
penciptaan nilai (value creation).
Voluntary disclosure Pengungkapan yang dilakukan secara
sukarela oleh perusahaan tanpa
diharuskan oleh lembaga yang
berwenang. Voluntary disclosure
biasanya dimotivasi oleh beberapa
faktor, misal untuk memberikan sinyal
positif kepada pasar.
Index 285

Index

A C
Agency Theory, 22, 45 Capital employed, 190, 199
AICPA, 2 Content analysis, 234, 237
AIMR, 2 Classification of Resources,110
Akuntansi, 1, 8, 45, 52, 79, 104, Competence, 93, 110, 125, 161, 242
119, 141, 185, 237 Contingency Theory, 22, 54
Analisis isi, 176, 237 Creswell, 21
Annual report, 154, 223, 238 Customer capital, 28, 29, 83, 93, 123
Aset, 1, 36, 81, 234, 257
Aset takberwujud, 81, 134, 257
D
Deegan, 35, 46
B
Balanced Scorecard, 75, 95, 96
E
Eny Suprapti, 253
Bapepam-LK, 143, 180
Extended VAIC Plus (E-VAIC Plus),
Barney, 25, 218, 258
127
Best Practice Index, 187
External structure, 125, 128, 146
Bontis, 3, 28, 218
Bukh, 141, 170 F
Brand recognition, 151, 161 FASB, 2

285
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
286 dan Kinerja Organisasi

Firer, 122, 131, 202 Invisible assets, 13, 77, 185


Four way numerical coding system,
178
J
Jensen, 45, 250
Framework, 55, 95, 145, 151, 175
Journal of intellectual capital,
Freeman, 35, 37
62, 66, 115, 137, 183, 223
G
K
Goodwill, 161, 163
Kamath, 9, 189, 193
Guthrie, 141, 143
Karyawan, 190, 219, 243
H Kerangka kerja, 41, 237, 264
Human capital, 144, 146, 178 Kinerja, 23, 54, 96, 120, 139, 175
Human Capital Efficiency, 190, 199 Kinerja Keuangan, 175, 202, 203
Human resources, 219, 237 Kinerja Organisasi, 10, 256, 261
Kinerja Pasar, 9, 217
I
Knowledge assets, 74
iB-VAIC, 131, 135
IFAC, 28, 86, 145 L
Individual competence, 112, 125 Laporan tahunan, 33, 40, 50, 141,
Initial public offering, 143, 170 160

Innovation capital, 3, 83, 212 Legitimacy Theory, 22, 39

Innovation capital efficiency, 123, M


130
Mandatory disclosure, 34, 37
Intangible assets, 120, 146, 185
Market knowledge, 185
Intangible Asset Monitor, 87, 94
Marr, 1, 183
Intellectual assets, 74, 257
Mavridis, 187, 190
Intellectual capital (IC), 1, 73
Meckling, 45, 250
Intellectual Capital Accounting,
Modal intelektual, 74, 176, 218
185, 228, 271
MVAIC, 125, 198, 200
Intellectual capital efficiency (ICE),
124, 127 N
Intellectual capital performance Nilai, 2, 8, 25, 34, 73, 86, 99, 104,
(ICP), 119, 138, 184 117, 126, 142, 145, 185, 206,
Intellectual property, 151, 152, 237 234, 253
Index 287

Nilai Ekonomi (economic value), S


76 Sinyal, 30, 142, 223, 257

O Skandia Value Scheme, 93, 113,


219
OECD, 3, 80
Spence, 142, 257
OJK, 180
Stakeholder Theory, 22, 35
P Structural capital, 28, 36, 83
Partial Least Squares, 18, 205 Structural capital efficiency, 121,
Pelanggan, 5, 7, 83 123
Penrose, 22, 69 Sveiby, 125, 145
Pengungkapan, 22, 34, 53
Petty, 34, 95, 141
T
Tangible, 2, 9
Physical capital, 10, 209, 236
Political Economy Theory, 22, 49 Teori, 21, 39, 143, 250, 257

Positive Accounting Theory (PAT), Teori Pensinyalan, 143, 223


45
U
Process capital, 83, 113, 123
Ulum, 9, 131, 195, 233
Process capital efficiency, 123,
UU No. 30/2000, 114
124
PSAK, 4, 13 UU No. 31/2000, 114

Pulic, 8, 10, 28, 120, 197 UU No. 32/2000, 114


UU No. 14/2001, 114
R UU No. 15/2001, 114
RBV IC, 29, 30 UU No. 19/2002, 114
Relational capital, 83, 123
Relational capital efficiency, 125, V
129 VAIC, 187, 190
Relational resources, 93, 110 Value added, 41, 190
Resource-Based Theory, 22, 69 Value creation, 117, 142
Resource, 22, 69, 110, 218, 237 Value destruction, 118
Resource heterogeneity, 23 Value Platform, 93, 109
Resource immobility, 23 Voluntary disclosure, 143, 155,
R&D, 29, 123, 130 244
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
288 dan Kinerja Organisasi

W
Watts, 36, 47, 71
Wernerfelt, 22, 72, 219
White, 233, 254, 272
Williams, 236, 268

Z
Zimmerman, 36, 45, 71
Lampiran 289

Lampiran

Lampiran 1: Daftar Kode Bank di Indonesia


No Code Name of Bank

1 AGRO Bank Rakyat Indonesia Agro Niaga Tbk


2 BABP Bank ICB Bumi Putra Tbk
3 BACA Bank Capital Indonesia Tbk
4 BAEK Bank Ekonomi Raharja Tbk
5 BBCA Bank Central Asia Tbk
6 BBKP Bank Bukopin Tbk
7 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk
8 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk
9 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk
10 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
11 BCIC Bank Mutiara Tbk
12 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk
13 BEKS Bank Pundi Indonesia Tbk
14 BJBR Bank Jabar Banten Tbk
15 BJTM Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Tbk)
16 BKSW Bank Kesawan Tbk
17 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk

289
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
290 dan Kinerja Organisasi

No Code Name of Bank


18 BNBA Bank Bumi Arta Tbk
19 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk
20 BNII Bank Internasional Indonesia Tbk
21 BNLI Bank Permata Tbk
22 BSIM Bank Sinar Mas Tbk
23 BSWD Bank Swadesi Tbk
24 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
25 BVIC Bank Victoria International Tbk
26 INPC Bank Artha Graha International Tbk
27 MAYA Bank Mayapada International Tbk
28 MCOR Bank Windu Kentjana International Tbk
29 MEGA Bank Mega Tbk
30 NISP Bank NISP OCBC Tbk
31 PNBN Bank Pan Indonesia Tbk
32 SDRA Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk
Lampiran 291

Lampiran 2

INTELLECTUAL CAPITAL QUESTIONNAIRE

A. Informasi Umum
INTELLECTUAL CAPITAL seringkali diartikan sebagai selisih antara
nilai pasar perusahaan dengan replacement cost aktiva yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perbedaan ini (seringkali positif)
dapat didiskripsikan sebagai 'Hal-hal yang tidak dapat secara
normal ditempatkan di label harga' seperti keahlian, pengetahuan,
dan kemampuan 'learning organizational' perusahaan.
Terdapat tiga (3) elemen yang diajukan sebagai penggerak
INTELLECTUAL CAPITAL, yaitu; 1) Human Capital, 2) Structual
Capital, dan 3) Customer Capital. Human Capital didefinisikan sebagai
kemampuan kolektif perusahaan untuk mengekstraksi solusi terbaik
dari pengetahan yang dimiliki individu-individu (karyawan) dalam
perusahaan. Structural Capital dipahami sebagai kemampuan
organisasional perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Sedangkan Customer Capital merujuk kepada kepuasan konsumen
dan loyalitas mereka terhadap organisasi.

B. Item-item Kuesioner
53 item berikut ini merujuk kepada Intellectual Capital. Mohon
untuk memberikan respon yang MEREPRESENTASIKAN organisasi
Anda, bukan yang seharusnya!.
Pastikan untuk menjawab seluruh pernyataan dengan menuliskan
angka (1-7) sesuai respon yang paling tepat berdasarkan apa yang
Anda rasakan tentang pernyataan tersebut pada file "jawaban
responden". (1 = sangat tidak setuju, 7 = sangat setuju).
Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju

Kelompok konsumen yang kita dapat


mengindikasikan apakah mereka secara 1 2 3 4 5 6 7
umum puas terhadap organisasi kita.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
292 dan Kinerja Organisasi

Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju

Kompetensi karyawan secara keseluruhan


sama dengan level yang paling ideal yang 1 2 3 4 5 6 7
akan dapat kita harapkan dapat dicapai.
Perusahaan kita memiliki biaya per transaksi
yang terendah di industri. Note: transaksi
didefinisikan sebagai pertukaran usaha yang
lengkap (misal: aplikasi pinjaman di bank, 1 2 3 4 5 6 7
produksi mobil di perusahaan otomotif,
penyelesaian audit di kantor akuntan publik).
Kita telah secara berkelanjutan memperbaiki
1 2 3 4 5 6 7
rasio biaya per pendapatan.
Saat karyawan meninggalkan perusahaan,
kita tidak memiliki program pelatihan 1 2 3 4 5 6 7
suksesi untuk penggantinya.
Kita telah mampu mengurangi waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan 1 2 3 4 5 6 7
konsumen.
Para Perancang bisnis kita secara kontinyu
sesuai dengan jadwal mengembangkan ide-
1 2 3 4 5 6 7
ide bisnisi baru (kita umumnya dapat
memenuhi tenggat jatuh tempo).
Ratio pendapatan per karyawan diperusaha-
1 2 3 4 5 6 7
an telah meningkat sepanjang waktu.
Ratio pendapatan per karyawan di perusahaan
1 2 3 4 5 6 7
merupakan yang terbaik di Industri.
Perusahaan akan dapat memperoleh
kemampuan optimal karyawan saat mereka 1 2 3 4 5 6 7
berkerjasama dalam suatu tim penugasan.
Pangsa pasar kita telah meningkat secara
1 2 3 4 5 6 7
kontinyu dalam tahun-tahun terakhir.
Lampiran 293

Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju

Pangsa pasar kita yang paling tertinggi di 1 2 3 4 5 6 7


Industri.
Perusahaan kita tidak memfasilitasi
pengembangan hubungan internal diantara 1 2 3 4 5 6 7
berbagai kelompok di perusahaan.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesai-
kan sebuah transaksi secara keseluruhan 1 2 3 4 5 6 7
telah mengalami penurunan.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesai-
kan sebuah transaksi secara keseluruhan 1 2 3 4 5 6 7
merupakan yang terbaik di Industri.
Organisasi kita secara konsisten selalu
1 2 3 4 5 6 7
memunculkan ide-ide baru.
Kita mengimplementasikan mayoritas ide-
1 2 3 4 5 6 7
ide baru kita.
Riwayat hubungan kita dengan konsumen
kita sangat dikagumi oleh perusahaan- 1 2 3 4 5 6 7
perusahaan lain di Industri.
Perusahaan kita telah sukses mempertahan-
kan value added service yang paling positif 1 2 3 4 5 6 7
dibanding perusahaan di Industri.
Perusahaan mendukung karyawan dengan
secara konstan memperbaiki keahlian dan
1 2 3 4 5 6 7
tingkat pendidikan pada saat dirasakan
diperlukan.
Perusahaan kita mendukung pengembang-
1 2 3 4 5 6 7
an ide-ide dan produk-produk baru.
Perusahaan kita mengembangkan lebih
banyak ide dan produk baru dibandingkan 1 2 3 4 5 6 7
perusahaan lain di Industri.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
294 dan Kinerja Organisasi

Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju

Karyawan diperusahaan kita dianggap yang 1 2 3 4 5 6 7


kreatif dan cerdas.
Konsumen kita loyal ke perusahaan
dibandingkan konsumen perusahaan- 1 2 3 4 5 6 7
perusahaan lain di Industri.
Jika terkait dengan bisnis baru, konsumen
kita telah secara meningkat memilih
perusahaan kita dibandingkan konsumen 1 2 3 4 5 6 7
perusahaan kompetitor kita pada tahun-
tahun terakhir.
Karyawan kita secara luas di akui sebagai
1 2 3 4 5 6 7
yang terbaik di Industri secara keseluruhan.
Organisasi kita sangat bangga menjadi
1 2 3 4 5 6 7
market-oriented (berorientasi pada pasar).
Organisasi kita sangat bangga karena
1 2 3 4 5 6 7
menjadi efisien.
Saat seseorang memiliki ide besar, kita tidak
membagi pengetahuan tersebut di dalam
1 2 3 4 5 6 7
perusahaan sebanyak yang seharusnya
dilakukan.
Kita secara berkelanjutan bertemu dengan
konsumen kita untuk mengetahui apa yang 1 2 3 4 5 6 7
mereka inginkan dari kita.
Data terkait dengan feedback dari
konsumen disebarkan di organisasi secara 1 2 3 4 5 6 7
keseluruhan.
Karyawan kita sangat puas dengan
1 2 3 4 5 6 7
organisasi kita.
Karyawan kita secara konsisten bekerja pada
performa terbaik mereka. 1 2 3 4 5 6 7
Lampiran 295

Sangat
Sangat
Tidak
Setuju
Setuju

Program perekrutan kita sangat


komprehensif, kita didedikasikan untuk 1 2 3 4 5 6 7
merekrut kandidat yang terbaik yang ada.
Sistem data kita mempermudah akses
1 2 3 4 5 6 7
terhadap informasi yang relevan.
Jika individu tertentu di dalam perusahaan
secara tak terduga meninggalkan perusaha- 1 2 3 4 5 6 7
an kita akan mengalami masalah besar.
Mayoritas karyawan di perusahaan
umumnya memahami pangsa pasar target 1 2 3 4 5 6 7
kita dan profil konsumen.
Kita umumnya tidak peduli tentang apa
yang dipikirkan atau diinginkan oleh 1 2 3 4 5 6 7
konsumen terhadap kita.
Karyawan di perusahaan ini jarang sekali
1 2 3 4 5 6 7
berpikir atas akibat tindakan mereka.
Karyawan umumnya hanya mengerjakan hal
1 2 3 4 5 6 7
tertentu tanpa mengeluarkan energi banyak.
Sistem dan prosedur di organisasi kita
1 2 3 4 5 6 7
mendukung inovasi.
Organisasi ini adalah 'Mimpi buruk
1 2 3 4 5 6 7
birokrasi'.
Individu belajar dari yang lain. 1 2 3 4 5 6 7
Karyawan sangat gembira untuk
menyuarakan pendapat mereka dalam 1 2 3 4 5 6 7
diskusi kelompok.
Kita memproyeksi dir berdasarkan keinginan
dan kebutuhan konsumen dengan secara
1 2 3 4 5 6 7
berkelanjutan berlomba untuk membuat
mereka puas.
Intellectual Capital: Model Pengukuran, Framework Pengungkapan
296 dan Kinerja Organisasi

Sangat Sangat
Tidak Setuju
Setuju

Kita sering meluncurkan sesuatu yang baru


hanya untuk mengetahui bahwa konsumen 1 2 3 4 5 6 7
kita tidak menginginkan hal itu.
Organisasi merasa bahwa mereka
memperoleh yang terbaik dari setiap 1 2 3 4 5 6 7
karyawan.
Struktur organisasi kita membuat karyawan
1 2 3 4 5 6 7
kita tidak terlalu 'jauh' satu sama lain.
Budaya dan atmosfer organisasi sangat
1 2 3 4 5 6 7
suportif dan nyaman.
Beberapa individu di perusahaan tampaknya
berusaha membuat kemampuan yang lain 1 2 3 4 5 6 7
turun.
Kita merasa yakin bahwa konsumen kita
akan secara berkelanjutan melakukan bisnis 1 2 3 4 5 6 7
dengan kita.
Kita memperoleh feedback sebanyak yang
1 2 3 4 5 6 7
mungkin dari konsumen.
Karyawan kita secara umum memberikan
yang terbaik yang mereka miliki yang
1 2 3 4 5 6 7
membuat perusahaan ini berbeda dengan
yang lain di Industri.

C. Item-item Kuesioner
Anda dimohon untuk menjawab item-item berikut ini terkait
dengan kinerja organisasi Anda “relatif terhadap para pesaing
dalam industri yang sama beberapa tahun terakhir”. Pastikan
untuk menjawab seluruh pernyataan dengan menuliskan angka
(1 - 10) sesuai respon yang paling tepat. (1 = bottom decile, 10 =
top decile).
Lampiran 297

Top Decile Bottom Decile


Kepemimpinan di Industri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Outlook masa depan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keuntungan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertumbuhan Keuntungan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertumbuhan penjualan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Return on Asset setelah pajak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Return on Sale setelah pajak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Respon secara keseluruhan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
terhadap persaingan
Tingkat kesuksesan dalam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
peluncuran produk baru
Performa kesuksesan perusahaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
secara keseluruhan

D. Identitas Responden
Mohon berkenan untuk melengkapi isian di bawah ini untuk
kepentingan administratif dan komparatif. Isian Anda dijamin
kerahasiaan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.

Nama (optional)
Jenis Kelamin Pria/Wanita *)
Usia Tahun
Masa Kerja Tahun
Nama Organisasi/Perusahaan
Jenis Industri Jasa/Manufaktur/Perdagangan *)

Keterangan: *) Coret yang tidak sesuai

Anda mungkin juga menyukai