Metode hipotesis deduktif meliputi tujuh langkah mengidentifikasi bidang masalah yang luas,
menentukan rumusan masalah, menyusun hipotesis, menerima ukuran pengumpulan data dan
menginterpretasikan hasilnya. Penalaranan deduktif adalah elemen penting dalam metode
hipotesis deduktif. Dalam penalaran deduktif kita memulainya dengan teori umum kemudian
menggunakan teori tersebut untuk kasus spesifik.
Pengujian hipotesis bersifat induktif karena kita meguji apakah teori umum (misalnya, teori
bahwa kepuasan pelanggan didasarkan pada dimensi kualitas pelayanan dan tanggapan
karyawan, rehabilitas, kepastian, nyata dan empati yang mampu yang mampu menjelaskan
masalah tertentu masalah yang menyebabkan proyek penelitian ( misalnya, keluhan terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kita) sehingga, teori kualitas pelayanan
digunakan untuk membuat prediksi terkait hubungan antara variabel tertentu dalam kondisi
spesifik kita misalnya terdapat hubungan positif antara karyawan yang tanggap dan kepuasan
pelanggan kita. Dalam kondisi yang hampir sama. Peneliti pemasaran sering menarik
kesimpulan konsekuensi perubahan pada bauran pemasaran berdasarkan model yang ada.
Penalaran induktif bekerja pada arah yang berlawanan hal ini adalah proses dimana kita
mengamati fenomena tertentu dan dengan basis ini sampai pada kesimpulan utama. Hampir
sama dengan observasi “semua angsa berwarna putih”. Dalam contoh ini observasi terhadap
angsa putih yang diakukan secara berulang ulang menyebabkan kesimpulan bahwa semua
angsa berwarna putih. Menurut Karl Popper, merupakan hal yang tidak mungkin untuk
“membuktikan” hipotesis dengan metode induktif, karena tidak ada bukti yang menyakinkan
kita bahwa bukti yang berlawanan akan ditemukan.
Namun demikian, terlepas dari kritik popper terkait induksi baik proses induksi dan deduksi
sering digunakan dalam penelitian. Banyak peneliti berpendapat bahwa baik pembuatan teori
(induksi) dan pengujian teori (deduksi) merupakan bagian penting dari proses penelitian.
Induksi dan dedikasi sering digunakan secara berurutan. Jhon Dewey menjelaskan proses ini
sebagai “gerakan ganda pemikiran reflektif”. Induksi terjadi ketika peneliti mengobservasi
sesuatu dan menanyakan “mengapa hal ini terjadi?” untuk menjawab pertanyaan tersebut
peneliti dapat membuat penjelasan sementara hipotesis. Setelah itu, dedukasi digunakan untuk
menguji hipotesis.
Secara ringkas,teori berdasarkan deduksi dan induksi membantu kita untuk memahami.
Menjelaskan dan memprediksi fenomena bisnis. Ketika penelitian didesain untuk menguji
beberapa hasil tertentu yang di hipotesiskan (misalnya, untuk melihat jika pengendalian suara
bising di dalam lingkungan meningkat kinerja para individu dalam menyelesaikan teka teki
yang sulit). Langkah berikut diambil pengamat mulai dengan teori bahwa suara secara negatif
memengaruhi penyelesaian masalah yang sulit.
Dalam bidang manajemen dan perilaku tidak selalu memungkinkan untuk melakukan
investigasi yang 100% ilmiah, dalam arti bahwa tidak seperti dalam dana pasti, hasil yang
diperoleh tidak akan pasti) dan bebas kesalahan. Hal ini terutama karena kesulitan yang
dihadapi dalam pengukuran dan pengumpulan data pada area subjektif seperti perasaan, emosi,
sikap dan persepsi. Persoalan-persoalan tersebut muncul kapan pun kita berusaha untuk
mengukur situasi yang abstrak dan subjektif. Kesulitan juga mungkin dihadapi dalam
mendapatkan sampel yang mewakili, yang membatasi generalisasi temuan. Dengan demikian,
tidak selalu memunkinkan untuk sepenuhnya memenuhi semua ciri ilmiah. Sifat dapat
diperbandingkan, konsistensi dan generalisasi yang luas sering kali sulit dicapai dalam
penelitian. Tetap saja, pada tingkat bahwa penelitian di desain untuk memastikan kejelasan
tujuan, ketelitian, dan kemungkinan dapat diuji secara maksimal.
Positivisme
Dalam pandangan positivisme, dunia ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah dipandang
sebagai cara untuk mendapatkan kebenaran positivisme percaya bahwa tidak ada kebenaran
objektif untuk memahami dunia dengan baik sehingga kita dapat memprediksi dan
mengendalikannya. Bagi positivist dunia berjalan dengan hukum sebab akibat yan dapat kita
pahami jika kita menggunakan pendekatan ilmiah untuk penelitian. Para positivist
memerhatikan ketelitian dan sifat dapat diulang dari penelitian mereka. Mereka menggunakan
penalaran deduktif untuk menyatakan teori yang dapat mereka uji dengan metode desain
penelitian tetap yang ditentukan sebelumnya dan ukuran yang objektif. Pendekatan utama dari
penelitian positivist adalah eksperimen tersebut yang membuat mereka dapat menguji
hubungan sebab dan akibat melalui manipulasi dan observasi. Beberapa positivist percaya
bahwa tujuan penelitian adalah hanya untuk menjelaskan fenomena yang dapat diamati secara
langsung dan diukur secara objektif oleh seseorang. Bagi mereka, pengetahuan apapun di luar
hal tersebut seperti emosi, perasaan dan pikiran adalah tidak mungkin.
Constructionism
Pendekatan yang sangat berbeda untuk penelitian dan bagaimana penelitian seharusnya
dilakukan adalah constructionism, constructionism menolak keyakinan positivist bahwa ada
kebenaran objektif. Teori ini memegang pandangan yang berlawanan, yaitu bahwa dunia
(seperti yang kita ketahui) pada dasarnya adalah mental dan dibangun pula dengan mental.
Oleh karena itu, constructionism tidak mencari kebenaran objektif. Alih-alih, mereka berusaha
untuk memahami aturan yang digunakan oleh orang-orang untuk memahami dunia dengan
menyeidiki apa yang terjadi di pikiran manusia. Dengan demikian, constructionism
menekankan bagaimana orang-orang membangun pengetahuan constructionism mempelajari
alasan yang orang-orang berikan untuk permasalahan dan topik, serta bagaimana orang-orang
mendapatkan alasan tersebut. Constructionism secara kusus tertarik pada bagaimana
pandangan dunia dari orang – orang yang berasal dan interaksi dengan orang lain dan konteks
yang terjadi. Metode penelitian dari penelitian constructionism sering kali bersifat kualitatif.
Kelompok fokus dan wawancara tidak terstruktur membuat mereka dapat mengumpulkan
banyak data, berorientasi pada keunikan bunia kontekstual yang sedang diteliti.
Constructionism sering kali lebih memperhatikan pemahaman kasus tertentu dibandingkan
generalisasi temuan mereka. Hal ini dapat dipahami dari sudut pandang constructionism, tidak
ada realitas objektif dan digeneralisasi.
Realisme Kritis
Terdapat bayaj sudut pandang penengah diantara dua pandangan yang berbeda pada penelitian
dan bagaimana penelitian seharusnya dilakukan. Salah satu dari pandangan tersebut adalah
realisme kritis. Realisme kritis adalah kombinasi keyakinan terhadap realitas eksternal
(kebenaran objektif) dengan penolakan terhadap klaim bahwa realitas eksternal tersebut dapat
diukur secara objektif: observasi (terutama observasi terhadap fenomena yang tiadk dapat kita
amati dan ukur secara langsung, seperti kepuasan, motivasi dan budaya) akan selalu menjadi
subjek interpretasi. Realisme kritis adalah pentingnya kemampuan kita untuk memahami dunia
dengan kepastian. Ketika positivist menyakini bahwa tujuan penelitian adalah untuk
mengungkapkan kebenaran, penganut realisme kritis percaya bahwa tujuan penelitian adalah
untuk meningkatkan tujuan tersebut, meskipun hal tersebut tidak mungkin untuk dicapai.
Menurut penganut paham realisme kritis, ukuran fenomena seperti emosi, perasaan, dan sikap
sering kali bersifat subjektif dan pada umumnya mengatakan bahwa pengumpulan data bersifat
tidak sempurna serta memiliki kesalahan. Penganut realisme kritis juga percaya bahwa peneliti
tidak terlepas dari bias. Dengan demikian mereka berpendapat bahwa kita perlu menggunakan
triangulasi untuk berbagai metode yang tidak sempurna dan memiliki kesalahan observasi,
serta peneliti mendapatkan ide yang lebih baik terkait apa yang sedang terjadi di sekitar kita.
Pragmatisme
Sudut pandang yang terakhir pada penelitian yang akan kita bahas disini adalah pragmatisme.
Penganut paham pragtisme tidak menerima pendapat tertentu tentang apa yang membuat
penelitian bagus. Mereka merasa bahwa baik penelitian pada fenomena objektif yang dapat di
obeservasi dan makna subjektif dapat menghasilkan pengetahuan yang berguna, tergantung
pada pertanyaan studi. Pragmatisme berfokus pada penelitian praktis dimana sudut pandang
yang berbeda pada penelitian dan subjek tersebut berguna dalam penyelesaian masalah (bisnis).
Pragmatisme menjelaskan penelitian sebagai proses dimana konsep dalam arti merupakan
generalisasi dari tindakan dan pengalaman kita dimasa lalu dan interaksi yang kita miliki
dengan lingkungan kita.
Dengan demikian, penganut paham pragmatisme menekankan pada sifat penelitian yang
dibangun secara sosial peneliti yang berbeda dapat memiliki ide dan penjelasan yang berbeda
tentang apa yang sedang terjadi di sekitar peneliti yang berbeda dapat memiliki ide dan
penjelasan yang berbeda tentang apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Bagi mereka,
perspektif, ide dan teori yang berbeda tersebut membantu kita mendapatkan pemahaman dunia
sehingga pragmatisme mendukung ekdektisme dan pluralisme.