Anda di halaman 1dari 22

RANCANGAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR TAHUN 2023
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN
2023 TENTANG PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (7),


Pasal 12 ayat (5), Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 21 ayat (7)
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang
Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang
Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 66
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6875);
4. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 5);
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
48/PERMEN-KP/2020 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1114);
2

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2023 TENTANG
PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Hasil Sedimentasi di Laut adalah sedimen di laut
berupa material alami yang terbentuk oleh proses
pelapukan dan erosi, yang terdistribusi oleh dinamika
oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil
untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan
pelayaran.
2. Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut adalah upaya
terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian,
pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sedimentasi
di laut.
3. Pengendalian Hasil Sedimentasi di Laut adalah upaya
untuk mengurangi dampak proses sedimentasi di laut
agar tidak menurunkan daya dukung dan daya
tampung ekosistem pesisir dan laut.
4. Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut adalah
rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan,
penggunaan, dan/atau penjualan sedimen di laut.
5. Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut adalah
kegiatan mengambil atau mengurangi sedimen yang
berpotensi menurunkan daya dukung dan daya
tampung ekosistem pesisir dan laut.
6. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada
bidang tertentu.
7. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya
disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh
orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat
langsung maupun tidak langsung atas layanan atau
pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh
negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan,
yang menjadi penerimaan pemerintah pusat diluar
penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam
mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
8. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya
disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik
terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh
3

Lembaga OSS untuk penyelenggaraan perizinan


berusaha berbasis risiko.
9. Kementerian adalah kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan dan perikanan.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kelautan dan
perikanan.
11. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang
menyelenggarakan tugas teknis di bidang pengelolaan
ruang laut.
12. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.

BAB II
TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN
PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT

Pasal 2
(1) Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut meliputi:
a. perencanaan;
b. pengendalian;
c. pemanfaatan; dan
d. pengawasan.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan melalui penyusunan dokumen
perencanaan.
(3) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan sebagai dasar dalam melakukan
pengendalian dan pemanfaatan Hasil Sedimentasi di
Laut.
(4) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit memuat:
a. sebaran lokasi atau klaster lokasi prioritas yang
dituangkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
paling kecil skala 1:50.000;
b. jenis mineral;
c. volume Hasil Sedimentasi di Laut;
d. prakiraan dampak sedimentasi terhadap
lingkungan;
e. upaya untuk Pengendalian Hasil Sedimentasi di
Laut;
f. rencana Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
dan
g. rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
(5) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disusun oleh Tim Kajian.
4

(6) Tim Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)


terdiri dari unsur:
a. Kementerian;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perhubungan;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang energi dan sumber daya
mineral;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup;
e. kementerian yang menyelenggarakan urusan
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
urusan kementerian dalam penyelenggaraan
pemerintahan di bidang kemaritiman;
f. instansi yang membidangi hidrografi dan
oseanografi;
g. unsur pemerintah daerah;
h. unsur perguruan tinggi; dan
i. unsur kementerian/lembaga lain terkait.
(7) Selain unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Tim Kajian melibatkan organisasi masyarakat.
(8) Keanggotaan dan tugas Tim Kajian sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 3
Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (5) disusun dengan tahapan:
a. pengumpulan data dan informasi;
b. analisis; dan
c. pengusulan penetapan dokumen perencanaan.

Pasal 4
(1) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan melalui:
a. studi literatur;
b. survei lapangan; dan/atau
c. konsultasi publik atau diskusi terpumpun.
(2) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka
menentukan sebaran:
a. lokasi prioritas; dan/atau
b. lokasi lain yang memiliki potensi Hasil
Sedimentasi di Laut.
(3) Lokasi prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a harus memiliki kriteria:
a. berada di luar:
1. daerah lingkungan kerja pelabuhan;
5

2. daerah lingkungan kepentingan Pelabuhan;


3. terminal khusus;
4. wilayah izin usaha pertambangan; atau
5. alur pelayaran
yang dimuat dalam rencana tata ruang dan/atau
rencana zonasi;
b. berada di luar zona inti kawasan konservasi
kecuali untuk kepentingan pengelolaan kawasan
konservasi.
(4) Lokasi lain yang memiliki potensi Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
harus memiliki kriteria:
a. berupa gosong pasir; dan/atau
b. berupa endapan sedimen yang berpotensi
mengganggu:
1. ekosistem pesisir dan laut;
2. aktifitas penangkapan ikan;
3. aktifitas pembudidayaan ikan;
4. aktifitas kenavigasian kapal dan/atau lalu
lintas kapal;
5. aktifitas kepelabuhanan perikanan;
6. alur kapal nelayan;
7. bangunan dan instalasi di laut; dan/atau
8. pemanfaatan ruang laut lainnya.
(5) Data dan informasi pada lokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. kondisi geomorfologi;
b. kondisi ekosistem;
c. kondisi oseanografi;
d. kondisi sosial dan ekonomi; dan
e. pemanfaatan ruang laut yang telah ada.

Pasal 5
(1) Berdasarkan sebaran lokasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan analisis.
(2) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menentukan:
a. volume Hasil Sedimentasi di Laut;
b. jenis mineral;
c. prakiraan dampak sedimentasi terhadap
lingkungan;
d. upaya untuk Pengendalian Hasil Sedimentasi di
Laut;
e. rencana Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
dan
f. rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
(3) Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun dalam dokumen perencanaan.
6

Pasal 6
Volume Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a merupakan:
a. volume pasir laut yang akan dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan dalam negeri;
dan
b. volume lumpur yang akan digunakan untuk
rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Pasal 7
(1) Jenis mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b merupakan mineral yang terdapat
pada Hasil Sedimentasi di Laut.
(2) Mineral yang terdapat pada Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan
mineral yang memiliki nilai keekonomian yang
ditetapkan oleh kementerian atau lembaga terkait.

Pasal 8
Prakiraan dampak sedimentasi terhadap lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c
ditentukan terhadap:
a. morfologi pesisir;
b. kualitas biologi perairan;
c. kualitas fisika perairan;
d. kualitas kimia perairan; dan
e. ekosistem.

Pasal 9
(1) Upaya untuk Pengendalian Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d
meliputi:
a. waktu pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut;
dan
b. sarana pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut.
(2) Waktu pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. durasi yang dibutuhkan untuk melakukan
pembersihan; dan
b. jadwal pembersihan.
(3) Sarana pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. jenis kapal;
b. spesifikasi kapal; dan
c. sarana pembersihan lain yang dibutuhkan.

Pasal 10
7

(1) Rencana Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e
dan rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f
memuat:
a. lokasi; dan
b. waktu.
(2) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. lokasi tujuan pemanfaatan Hasil Sedimentasi di
Laut; dan
b. lokasi tujuan rehabilitasi.
(3) Lokasi tujuan pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa
identifikasi lokasi tujuan pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut untuk memenuhi:
a. kebutuhan dalam negeri, berupa:
1. reklamasi;
2. pembangunan infrastruktur pemerintah
pusat dan pemerintah daerah; dan
3. pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha;
b. permintaan luar negeri dapat dilakukan
sepanjang kebutuhan dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada huruf a telah terpenuhi.
(4) Lokasi tujuan rehabilitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b memiliki kriteria:
a. pesisir dan pulau kecil yang mengalami abrasi;
dan/atau
b. pesisir dan pulau kecil yang mengalami
kerusakan ekosistem.
(5) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa:
a. gambaran waktu pelaksanaan pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut; dan
b. gambaran waktu yang dibutuhkan untuk
rehabilitasi pesisir dan pulau kecil yang mengalami
abrasi dan/atau kerusakan ekosistem.

Pasal 11
(1) Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10, selanjutnya
disampaikan usulan penetapan dokumen
perencanaan.
(2) Penyampaian usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh ketua Tim Kajian kepada
Menteri.
(3) (3) Menteri berdasarkan usulan dokumen
perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
8

menetapkan dokumen perencanaan.


(4) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) digunakan sebagai bahan pertimbangan
penerbitan:
a. persetujuan lingkungan;
b. persetujuan penggunaan kapal asing;
c. izin usaha pertambangan untuk penjualan; dan
d. persetujuan ekspor, dalam hal tujuan
pemanfaatan pasir laut untuk ekspor; dan
e. perizinan lain yang dibutuhkan.
(5) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(6) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

BAB III
TATA CARA PERMINTAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT
UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN DALAM NEGERI
DAN EKSPOR

Pasal 12
Permintaan Kebutuhan terhadap material Hasil
Sedimentasi di Laut berupa pasir laut terdiri atas:
a. permintaan kebutuhan untuk dalam negeri; dan
b. permintaan kebutuhan untuk ekspor.

Pasal 13
(1) Permintaan kebutuhan untuk dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a
merupakan kumulasi rencana pemenuhan kebutuhan
pasir laut dalam negeri untuk kegiatan:
a. reklamasi di dalam negeri;
b. pembangunan infrastruktur pemerintah; dan
c. pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha.
(2) Rencana pemenuhan kebutuhan pasir laut dalam
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan kebutuhan material untuk:
a. kegiatan yang telah mendapatkan persetujuan
atau konfirmasi kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang laut;
b. kegiatan yang termasuk objek vital nasional;
dan/atau
c. kegiatan yang termasuk proyek strategis nasional.
(3) Kebutuhan material sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditentukan berdasarkan prioritas:
a. jarak;
9

b. skala atau status kegiatan pemanfaatan; dan


c. status perizinan kegiatan pemanfaatan.
(4) Jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
diprioritaskan bagi lokasi Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut terdekat dengan lokasi
Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut.
(5) Skala atau status kegiatan pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b diprioritaskan bagi
pemanfaatan untuk:
a. kegiatan yang bersifat strategis nasional;
b. objek vital nasional; dan/atau
c. fasilitas umum.
(6) Status perizinan kegiatan pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c diprioritaskan bagi:
a. kegiatan reklamasi; dan
b. pembangunan infrastruktur dan prasarana yang
telah memiliki perizinan berusaha.

Pasal 14
(1) Rencana pemenuhan kebutuhan pasir laut dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
diusulkan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah; dan/atau
c. pelaku usaha.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lambat bulan September pada
tahun berjalan.

Pasal 15
(1) Permintaan kebutuhan untuk ekspor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b ditentukan
berdasarkan:
a. kumulasi rencana pemenuhan kebutuhan pasir
laut untuk ekspor oleh negara lain; dan
b. selisih kelebihan ketersediaan material Hasil
Sedimentasi di Laut berupa pasir laut
dibandingkan kebutuhan pasir laut dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(2) Rencana pemenuhan kebutuhan pasir laut untuk
ekspor oleh negara lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diprioritaskan bagi negara tujuan yang
telah memiliki kerjasama dengan pemerintah
Indonesia dan/atau Pelaku Usaha Indonesia.
(3) Pemenuhan kebutuhan pasir laut untuk ekspor oleh
negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri
terpenuhi.
10

Pasal 16
Ketersediaan material Hasil Sedimentasi di Laut berupa
pasir laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf b dihitung berdasarkan jumlah volume pasir laut
pada lokasi prioritas sesuai dokumen perencanaan.

Pasal 17
Volume Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut dihitung
berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan Hasil
Sedimentasi di Laut.

Pasal 18
(1) Dalam hal volume pasir laut untuk kebutuhan dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
telah terpenuhi, Pelaku Usaha dapat melakukan
ekspor pasir laut.
(2) Pelaku usaha yang akan melakukan ekspor pasir laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengajukan surat permohonan rekomendasi ekspor
pasir laut kepada Menteri.
(3) Surat permohonan rekomendasi ekspor pasir laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
memuat:
a. negara tujuan ekspor;
b. tujuan pemanfaatan pasir laut;
c. pihak yang memanfaatkan pasir laut;
d. volume pasir laut;
e. sarana pengangkutan pasir laut; dan
f. waktu pelaksanaan ekspor.
(4) Surat permohonan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan bukti kerja
sama atau permintaan material dari negara tujuan.
(5) Surat permohonan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini

Pasal 20
(1) Dalam rangka Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
Menteri mengumumkan
a. sebaran lokasi pembersihan sedimen; dan
b. volume sedimen yang dapat dimanfaatkan
melalui media cetak dan/atau elektronik dalam jangka
waktu 15 (lima belas) hari.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
11

a. peta lokasi prioritas yang dituangkan dalam peta


dengan tingkat ketelitian paling kecil skala
1:50.0000 yang telah terbagi dalam beberapa
segmen perairan;
b. nama geografis teluk, selat, dan/atau laut;
c. volume hasil sedimentasi di laut yang dibersihkan
dan dapat dimanfaatkan pada setiap lokasi yang
ditentukan berdasarkan titik koordinat setiap
segmen perairan;
d. waktu pelaksanaan; dan
e. kriteria pelaku usaha yang dapat mengajukan
permohonan;
f. rencana lokasi rehabilitasi.
(3) Berdasarkan pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) Pelaku Usaha mengajukan permohonan
izin pemanfaatan pasir laut kepada Menteri.
(4) Permohonan izin pemanfaatan pasir laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) memuat:
a. tujuan Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
b. mitra kerja yang terlibat;
c. lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut yang
menunjukkan letak perairan berupa nama dan
lokasi geografis, dan titik koordinat;
d. kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan;
e. volume Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sesuai lokasi yang ditetapkan berdasarkan titik
koordinat setiap segmen perairan;
f. waktu Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
g. metode dan sarana Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut;
h. pernyataan kesanggupan penyelesaian
persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
i. data peralatan Pembersihan Hasil Sedimentasi di
Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
yang memuat jumlah, kepemilikan, dan
spesifikasi teknis;
j. rencana pengelolaan dampak fisik, kimia, biologi
dan sosial;
k. kelayakan finansial;
l. proyeksi nilai manfaat yang akan diberikan
kepada pemerintah;
12

m. keterangan riwayat pengalaman dalam


melakukan usaha Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut secara bertanggung jawab;
n. dokumen permohonan persetujuan kesesuaian
kegiatan pemanfaatan ruang laut; dan
o. rencana kerja.
(5) Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan izin
pemanfaatan pasir laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) harus memenuhi kriteria:
a. bergerak di bidang Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut yang meliputi pembersihan
dan pemanfaatan dengan teknik khusus,
pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan
penjualan Hasil Sedimentasi di Laut;
b. badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang
didirikan berdasarkan hukum Indonesia;
c. menggunakan peralatan untuk melakukan
Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut, berupa
peralatan pendukung dengan teknologi khusus;
d. memiliki kemampuan modal finansial dan
sarana, sumber daya manusia, dan teknologi
sesuai kapasitas pekerjaan; dan
e. tidak memiliki riwayat pelanggaran perizinan
berusaha di sektor kelautan dan perikanan.
(6) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan
Izin Pemanfaatan Pasir Laut harus:
a. memiliki Kartu Pelaku Usaha dan Pelaku
Pendukung Sektor Kelautan dan Perikanan;
b. memiliki dokumen perencanaan pelaksanaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan pelaku
usaha ke masyarakat;
c. menggunakan kapal isap yang telah
mendapatkan rekomendasi dari Menteri;
d. diutamakan yang telah memiliki kerja sama
dengan pihak yang akan memanfaatkan pasir
laut.
(7) Dokumen perencanaan pelaksanaan tanggung jawab
sosial dan lingkungan pelaku usaha ke masyarakat
sebagaimana yang dimaksud dalam pada ayat (6)
huruf b memuat program yang nilainya dari proyeksi
keuntungan bersih Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di
Laut.
(8) Permohonan izin pemanfaatan pasir laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) format sebagaimana
13

tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian


tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 21
(1) Pemilik kapal isap untuk mendapatkan rekomendasi
dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (6) huruf c harus mengajukan permohonan
kepada Menteri.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada pemilik kapal yang menggunakan
kapal isap dengan kriteria teknis:
a. menggunakan teknologi hidraulik;
b. memiliki wahana pemantau bawah air;
c. memiliki fasilitas monitoring berbasis satelit;
d. memiliki sistem pipa pelimpah (overflow pipes
system) untuk mengurangi kekeruhan;
e. memiliki teknologi pengolahan gas yang timbul
akibat pembersihan hasil sedimentasi di laut
(degassing system); dan
f. memiliki dan mengaktifkan sistem pemantauan
kapal (transmitter) yang terpantau dalam pusat
pengendalian Kementerian.

Pasal 22
(1) Pemilik kapal isap yang mengajukan permohonan
rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) harus melampirkan:
a. surat ukur kapal;
b. bukti kepemilikan kapal; dan
c. identitas pemilik.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1)
diverifikasi oleh Tim Uji Tuntas dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) Hari sejak dokumen
diterima secara lengkap.
(3) Tim Uji Tuntas dalam melakukan verifikasi
sebagaimana dimaksud ayat (2) mempertimbangkan:
a. kriteria teknis kapal isap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2); dan
b. penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
(4) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berupa usulan:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
(5) Usulan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Tim Uji
Tuntas kepada Menteri.
(6) Menteri berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) menerbitkan:
14

a. rekomendasi; atau
b. surat penolakan rekomendasi.

Pasal 23
(1) Selain melaksanakan verfikasi permohonan
rekomendasi dari pemilik kapal isap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Tim Uji Tuntas
melakukan verifikasi terhadap permohonan izin
pemanfaatan pasir laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (5).
(2) Tim Uji Tuntas dalam melakukan verifikasi terhadap
permohonan izin pemanfaatan pasir laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan:
a. kemampuan finansial pelaku usaha;
b. kepemilikan sarana prasarana utama dan
pendukung;
c. rencana kerja;
d. luasan kawasan yang akan direhabilitasi;
e. teknologi yang digunakan;
f. kinerja pengelolaan lingkungan dan sosial; dan
g. kemampuan sumber daya manusia.
(3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
(4) Rekomendasi persetujuan atau penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
oleh Tim Uji Tuntas kepada Menteri.
(5) Menteri berdasarkan rekomendasi Tim Uji Tuntas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menetapkan:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
izin pemanfaatan pasir laut.

Pasal 24
(1) Dalam hal Menteri:
a. menyetujui izin pemanfaatan pasir laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5)
huruf a, Menteri menerbitkan persetujuan
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut;
atau
b. menolak izin pemanfaatan pasir laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5), Menteri
menyampaikan penolakan beserta alasan
penolakan kepada Pelaku Usaha.
(2) Setelah Menteri menerbitkan persetujuan kesesuaian
kegiatan pemanfaatan ruang laut sebagaimana
15

dimaksud pada ayat (1), Menteri mengirimkan


notifikasi persetujuan kepada Sistem OSS.

Pasal 25
(1) Berdasarkan persetujuan izin pemanfaatan pasir laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf a, Pelaku Usaha melengkapi perizinan lain
paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Perizinan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. persetujuan lingkungan;
b. persetujuan penggunaan kapal asing;
c. izin usaha pertambangan untuk penjualan;
d. persetujuan ekspor, dalam hal tujuan
pemanfaatan pasir laut untuk ekspor.
(3) Berdasarkan pemenuhan kelengkapan perizinan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri
menerbitkan surat perintah pembayaran PNBP
kepada Pelaku Usaha.
(4) Pelaku Usaha membayar PNBP sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) setelah surat perintah
pembayaran diterbitkan.
(5) Setelah Pelaku Usaha membayar PNBP sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Menteri mengirimkan
notifikasi persetujuan kepada Sistem OSS.
(6) Berdasarkan notifikasi persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Lembaga OSS menerbitkan
izin pemanfaatan pasir laut.
(7) Dalam hal Pelaku Usaha tidak melakukan
pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (4),
persetujuan terhadap izin pemanfaatan pasir laut
dinyatakan tidak berlaku.
(8) Tata cara pembayaran PNBP terhadap izin
pemanfaatan pasir laut dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundangan.

Pasal 26
Pemilik kapal isap yang telah mendapatkan rekomendasi
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6)
huruf a dan kapal isap tersebut digunakan oleh Pelaku
Usaha yang telah memiliki izin pemanfaatan pasir laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) harus:
a. memiliki asuransi ganti rugi terkait kerusakan
lingkungan akibat operasional kapal;
b. menyediakan dana tanggung jawab sosial perusahaan
ke masyarakat; dan
16

c. menyediakan dana tanggung jawab sosial perusahaan


ke badan yang membidangi dana pengelolaan
lingkungan hidup.

BAB IV
TATA CARA PELAKSANAAN PELAPORAN, MONITORING
DAN EVALUASI PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI
LAUT

Bagian Kesatu
Tata Cara Pelaksanaan Pelaporan Pengelolaan Hasil
Sedimentasi Di Laut

Pasal 27
(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki izin pemanfatan
pasir laut wajib menyampaikan laporan kegiatan
Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut kepada
Menteri:
a. pada saat dimulainya kegiatan; dan
b. setiap 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya izin
pemanfaatan pasir laut.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. lokasi dan volume Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut;
b. kapal isap dan/atau kapal pengangkut Hasil
Sedimentasi di Laut yang digunakan;
c. waktu Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
d. pemasangan dan pengaktifan sistem pemantauan
kapal (transmitter);
e. negara atau tujuan penempatan Hasil
Sedimentasi di Laut;
f. tenaga kerja; dan
g. metode pembersihan dan pengangkutan Hasil
Sedimentasi di Laut.
(3) Laporan lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling
sedikit memuat:
17

a. nama perairan lokasi Pembersihan Hasil


Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut;
b. titik koordinat lokasi Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut; dan
c. rute pengangkutan Hasil Sedimentasi di Laut.
(4) Laporan volume Pembersihan Hasil Sedimentasi di
Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling
sedikit memuat:
a. realisasi volume Pembersihan Hasil Sedimentasi
di Laut;
b. realisasi volume pengangkutan Hasil Sedimentasi
di Laut; dan
c. realisasi volume penempatan Hasil Sedimentasi di
Laut.
(5) Dalam hal Pelaku Usaha melakukan ekspor pasir laut,
selain menyampaikan laporan terkait volume
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pelaku Usaha
menyampaikan laporan realisasi volume ekspor.
(6) Laporan kapal isap dan/atau kapal pengangkut Hasil
Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b paling sedikit memuat:
a. nama kapal;
b. jenis kapal;
c. ukuran dan daya tampung kapal
d. jumlah dan kewarganegaraan awak kapal;
e. bendera kapal;
f. surat persetujuan berlayar;
g. riwayat sistem identifikasi otomatis; dan
h. riwayat sistem pemantauan kapal (transmitter).
(7) Laporan waktu Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c paling
sedikit memuat:
a. durasi; dan
b. frekuensi.
Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
(8) Laporan negara atau tujuan penempatan Hasil
Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d paling sedikit memuat:
a. negara tujuan penjualan Hasil Sedimentasi di
Laut; dan/atau
b. pelabuhan tempat transit sebelum keluar wilayah
Negara Republik Indonesia.
18

(9) Laporan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf f paling sedikit memuat:
a. penanggungjawab lapang;
b. jumlah;
c. rasio tenaga lokal dan asing; dan
d. keahlian atau posisi jabatan.
yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan
Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut.
(10) Laporan terkait metode pembersihan dan
pengangkutan Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf f memuat kesesuaian
metode pembersihan dan pengangkutan Hasil
Sedimentasi di Laut dengan dokumen permohonan
izin pemanfaatan pasir laut.
(11) Laporan kegiatan Pembersihan Hasil Sedimentasi di
Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 28
(1) Realisasi volume Pembersihan Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)
huruf a dihitung dengan membandingkan volume
kapal isap sebelum dengan sesudah pembersihan
Hasil Sedimentasi di Laut.
(2) Realisasi volume pengangkutan Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4)
huruf b dihitung dengan membandingkan volume
pasir laut di lokasi awal dengan di lokasi akhir
pengangkutan Hasil Sedimentasi di Laut.
(3) Realisasi volume penempatan Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4)
huruf c dihitung berdasarkan volume pasir laut yang
ada di lokasi penempatan Hasil Sedimentasi di Laut.

Pasal 29
(1) Laporan realisasi volume pengangkutan Hasil
Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud pada
Pasal 27 ayat (4) huruf b dan realisasi volume
penempatan Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana
dimaksud pada Pasal 27 ayat (4) huruf c merupakan
hasil kompilasi dari laporan realisasi volume
pengangkutan dan penempatan Hasil Sedimentasi di
Laut yang disampaikan oleh nakhoda kapal.
19

(2) Nakhoda kapal menyampaikan laporan realisasi


volume pengangkutan dan penempatan Hasil
Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setiap 7 (tujuh) Hari secara elektronik melalui E-
Log Book pengangkutan Hasil Sedimentasi di Laut.
(3) Laporan realisasi volume pengangkutan dan
penempatan Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh nakhoda
kapal kepada Direktorat Jenderal.
(4) Laporan realisasi volume pengangkutan dan
penempatan Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan evaluasi
laporan realisasi volume Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut yang disampaikan oleh Pelaku
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).

Bagian Kedua
Tata Cara Monitoring dan Evaluasi
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut

Pasal 30
(1) Berdasarkan laporan kegiatan Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut yang disampaikan oleh Pelaku
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
Menteri melaksanakan monitoring dan evaluasi.
(2) Menteri mendelegasikan kewenangan kewenangan
monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
(3) Direktur Jenderal dalam melakukan monitoring dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menetapkan Tim Monitoring dan Evaluasi.
(4) Tim Monitoring dan Evaluasi sebagaimana dimaksud
ayat (3) dapat melibatkan petugas pemantau di atas
kapal isap dan/atau kapal pengangkut Hasil
Sedimentasi di Laut.
(5) Petugas pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dalam rangka melakukan pemantauan terhadap
aktifitas yang dilakukan oleh kapal isap dan/atau
kapal pengangkut dapat menggunakan peralatan
monitoring berupa pesawat nirawak laut dan/atau
peralatan pendukung lain.
(6) Petugas pemantau sebagaimana dimaksud ayat (4)
memiliki kriteria:
a. memiliki keahlian bidang perkapalan;
b. memiliki keahlian bidang pertambangan;
dan/atau
20

c. memiliki keahlian bidang kelautan dan


perikanan.
(7) Selain melibatkan petugas pemantau sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Tim Monitoring dan Evaluasi
dalam melaksanakan tugasnya dapat melibatkan
pakar.

Pasal 31
(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 dilakukan melalui tahapan:
a. persiapan kunjungan lapangan;
b. kunjungan lapangan;
c. temu koordinasi;
d. pelaporan; dan
e. tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan
pembersihan dan pemanfaatan Hasil Sedimentasi
di Laut dengan izin pemanfaatan pasir laut; dan
b. pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan
pembersihan dan pemanfaatan Hasil Sedimentasi
di Laut dengan laporan kegiatan Pembersihan
Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut yang disampaikan oleh
Pelaku Usaha.

Pasal 32
(1) Hasil monitoring dan evaluasi dituangkan dalam
Berita Acara yang di tandatangani oleh ketua Tim
Monitoring dan Evaluasi dan perwakilan Pelaku
Usaha.
(2) Dalam hal perwakilan Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak menandatangani hasil
monitoring dan evaluasi, ketua Tim Monitoring dan
Evaluasi dapat mengirimkan hasil monitoring dan
evaluasi kepada Direktur Jenderal disertai keterangan
tambahan alasan penolakan oleh perwakilan Pelaku
Usaha.
(3) Berita Acara monitoring dan evaluasi kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 33
21

(1) Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap 3 (tiga)


bulan selama masa berlaku izin pemanfaatan pasir
laut.
(2) Direktur Jenderal dapat melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Pengelolaan Hasil
Sedimentasi di Laut sewaktu-waktu apabila
diperlukan.

Pasal 34
(1) Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi melaporkan hasil
monitoring dan evaluasi kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal secara berkala setiap 3 (tiga) bulan
atau sewaktu-waktu jika dibutuhkan.
(2) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimanfaatkan sebagai
a. bahan evaluasi terhadap pelaksanaan Izin
Pemanfaatan Pasir Laut; dan
b. bahan penilaian terhadap pelaksanaan
Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut
(3) Format laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

BAB V
PENGAWASAN

Pasal 35
(1) Pengawasan terhadap Pemanfaatan Hasil Sedimentasi
di Laut dilakukan oleh Polisi Khusus Pengawasan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
direktur jenderal yang menyelenggarakan tugas teknis
di bidang pengawasan sumber daya kelautan dan
perikanan.

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 36
(1) Setiap orang yang akan melaksanakan kegiatan
berusaha di laut berupa reklamasi, pembangunan
infrastruktur, dan/atau pembangunan prasarana
harus dipenuhi dari Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di
Laut berupa pasir laut.
(2) Ketentuan mengenai pemberian persetujuan
pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan Pembersihan
22

Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil


Sedimentasi di Laut dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Menteri ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal …

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

SAKTI WAHYU TRENGGONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ASEP N. MULYANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR …

Anda mungkin juga menyukai