MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2023 TENTANG
PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Hasil Sedimentasi di Laut adalah sedimen di laut
berupa material alami yang terbentuk oleh proses
pelapukan dan erosi, yang terdistribusi oleh dinamika
oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil
untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan
pelayaran.
2. Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut adalah upaya
terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian,
pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sedimentasi
di laut.
3. Pengendalian Hasil Sedimentasi di Laut adalah upaya
untuk mengurangi dampak proses sedimentasi di laut
agar tidak menurunkan daya dukung dan daya
tampung ekosistem pesisir dan laut.
4. Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut adalah
rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan,
penggunaan, dan/atau penjualan sedimen di laut.
5. Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut adalah
kegiatan mengambil atau mengurangi sedimen yang
berpotensi menurunkan daya dukung dan daya
tampung ekosistem pesisir dan laut.
6. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada
bidang tertentu.
7. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya
disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh
orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat
langsung maupun tidak langsung atas layanan atau
pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh
negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan,
yang menjadi penerimaan pemerintah pusat diluar
penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam
mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
8. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya
disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik
terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh
3
BAB II
TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN
PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT
Pasal 2
(1) Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut meliputi:
a. perencanaan;
b. pengendalian;
c. pemanfaatan; dan
d. pengawasan.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan melalui penyusunan dokumen
perencanaan.
(3) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan sebagai dasar dalam melakukan
pengendalian dan pemanfaatan Hasil Sedimentasi di
Laut.
(4) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit memuat:
a. sebaran lokasi atau klaster lokasi prioritas yang
dituangkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
paling kecil skala 1:50.000;
b. jenis mineral;
c. volume Hasil Sedimentasi di Laut;
d. prakiraan dampak sedimentasi terhadap
lingkungan;
e. upaya untuk Pengendalian Hasil Sedimentasi di
Laut;
f. rencana Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
dan
g. rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
(5) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disusun oleh Tim Kajian.
4
Pasal 3
Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (5) disusun dengan tahapan:
a. pengumpulan data dan informasi;
b. analisis; dan
c. pengusulan penetapan dokumen perencanaan.
Pasal 4
(1) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan melalui:
a. studi literatur;
b. survei lapangan; dan/atau
c. konsultasi publik atau diskusi terpumpun.
(2) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka
menentukan sebaran:
a. lokasi prioritas; dan/atau
b. lokasi lain yang memiliki potensi Hasil
Sedimentasi di Laut.
(3) Lokasi prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a harus memiliki kriteria:
a. berada di luar:
1. daerah lingkungan kerja pelabuhan;
5
Pasal 5
(1) Berdasarkan sebaran lokasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan analisis.
(2) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menentukan:
a. volume Hasil Sedimentasi di Laut;
b. jenis mineral;
c. prakiraan dampak sedimentasi terhadap
lingkungan;
d. upaya untuk Pengendalian Hasil Sedimentasi di
Laut;
e. rencana Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
dan
f. rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
(3) Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun dalam dokumen perencanaan.
6
Pasal 6
Volume Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a merupakan:
a. volume pasir laut yang akan dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan dalam negeri;
dan
b. volume lumpur yang akan digunakan untuk
rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Pasal 7
(1) Jenis mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b merupakan mineral yang terdapat
pada Hasil Sedimentasi di Laut.
(2) Mineral yang terdapat pada Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan
mineral yang memiliki nilai keekonomian yang
ditetapkan oleh kementerian atau lembaga terkait.
Pasal 8
Prakiraan dampak sedimentasi terhadap lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c
ditentukan terhadap:
a. morfologi pesisir;
b. kualitas biologi perairan;
c. kualitas fisika perairan;
d. kualitas kimia perairan; dan
e. ekosistem.
Pasal 9
(1) Upaya untuk Pengendalian Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d
meliputi:
a. waktu pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut;
dan
b. sarana pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut.
(2) Waktu pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. durasi yang dibutuhkan untuk melakukan
pembersihan; dan
b. jadwal pembersihan.
(3) Sarana pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. jenis kapal;
b. spesifikasi kapal; dan
c. sarana pembersihan lain yang dibutuhkan.
Pasal 10
7
Pasal 11
(1) Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10, selanjutnya
disampaikan usulan penetapan dokumen
perencanaan.
(2) Penyampaian usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh ketua Tim Kajian kepada
Menteri.
(3) (3) Menteri berdasarkan usulan dokumen
perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
8
BAB III
TATA CARA PERMINTAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT
UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN DALAM NEGERI
DAN EKSPOR
Pasal 12
Permintaan Kebutuhan terhadap material Hasil
Sedimentasi di Laut berupa pasir laut terdiri atas:
a. permintaan kebutuhan untuk dalam negeri; dan
b. permintaan kebutuhan untuk ekspor.
Pasal 13
(1) Permintaan kebutuhan untuk dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a
merupakan kumulasi rencana pemenuhan kebutuhan
pasir laut dalam negeri untuk kegiatan:
a. reklamasi di dalam negeri;
b. pembangunan infrastruktur pemerintah; dan
c. pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha.
(2) Rencana pemenuhan kebutuhan pasir laut dalam
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan kebutuhan material untuk:
a. kegiatan yang telah mendapatkan persetujuan
atau konfirmasi kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang laut;
b. kegiatan yang termasuk objek vital nasional;
dan/atau
c. kegiatan yang termasuk proyek strategis nasional.
(3) Kebutuhan material sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditentukan berdasarkan prioritas:
a. jarak;
9
Pasal 14
(1) Rencana pemenuhan kebutuhan pasir laut dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
diusulkan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah; dan/atau
c. pelaku usaha.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lambat bulan September pada
tahun berjalan.
Pasal 15
(1) Permintaan kebutuhan untuk ekspor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b ditentukan
berdasarkan:
a. kumulasi rencana pemenuhan kebutuhan pasir
laut untuk ekspor oleh negara lain; dan
b. selisih kelebihan ketersediaan material Hasil
Sedimentasi di Laut berupa pasir laut
dibandingkan kebutuhan pasir laut dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(2) Rencana pemenuhan kebutuhan pasir laut untuk
ekspor oleh negara lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diprioritaskan bagi negara tujuan yang
telah memiliki kerjasama dengan pemerintah
Indonesia dan/atau Pelaku Usaha Indonesia.
(3) Pemenuhan kebutuhan pasir laut untuk ekspor oleh
negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri
terpenuhi.
10
Pasal 16
Ketersediaan material Hasil Sedimentasi di Laut berupa
pasir laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf b dihitung berdasarkan jumlah volume pasir laut
pada lokasi prioritas sesuai dokumen perencanaan.
Pasal 17
Volume Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut dihitung
berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan Hasil
Sedimentasi di Laut.
Pasal 18
(1) Dalam hal volume pasir laut untuk kebutuhan dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
telah terpenuhi, Pelaku Usaha dapat melakukan
ekspor pasir laut.
(2) Pelaku usaha yang akan melakukan ekspor pasir laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengajukan surat permohonan rekomendasi ekspor
pasir laut kepada Menteri.
(3) Surat permohonan rekomendasi ekspor pasir laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
memuat:
a. negara tujuan ekspor;
b. tujuan pemanfaatan pasir laut;
c. pihak yang memanfaatkan pasir laut;
d. volume pasir laut;
e. sarana pengangkutan pasir laut; dan
f. waktu pelaksanaan ekspor.
(4) Surat permohonan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan bukti kerja
sama atau permintaan material dari negara tujuan.
(5) Surat permohonan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
Pasal 20
(1) Dalam rangka Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
Menteri mengumumkan
a. sebaran lokasi pembersihan sedimen; dan
b. volume sedimen yang dapat dimanfaatkan
melalui media cetak dan/atau elektronik dalam jangka
waktu 15 (lima belas) hari.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
11
Pasal 21
(1) Pemilik kapal isap untuk mendapatkan rekomendasi
dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (6) huruf c harus mengajukan permohonan
kepada Menteri.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada pemilik kapal yang menggunakan
kapal isap dengan kriteria teknis:
a. menggunakan teknologi hidraulik;
b. memiliki wahana pemantau bawah air;
c. memiliki fasilitas monitoring berbasis satelit;
d. memiliki sistem pipa pelimpah (overflow pipes
system) untuk mengurangi kekeruhan;
e. memiliki teknologi pengolahan gas yang timbul
akibat pembersihan hasil sedimentasi di laut
(degassing system); dan
f. memiliki dan mengaktifkan sistem pemantauan
kapal (transmitter) yang terpantau dalam pusat
pengendalian Kementerian.
Pasal 22
(1) Pemilik kapal isap yang mengajukan permohonan
rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) harus melampirkan:
a. surat ukur kapal;
b. bukti kepemilikan kapal; dan
c. identitas pemilik.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1)
diverifikasi oleh Tim Uji Tuntas dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) Hari sejak dokumen
diterima secara lengkap.
(3) Tim Uji Tuntas dalam melakukan verifikasi
sebagaimana dimaksud ayat (2) mempertimbangkan:
a. kriteria teknis kapal isap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2); dan
b. penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
(4) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berupa usulan:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
(5) Usulan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Tim Uji
Tuntas kepada Menteri.
(6) Menteri berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) menerbitkan:
14
a. rekomendasi; atau
b. surat penolakan rekomendasi.
Pasal 23
(1) Selain melaksanakan verfikasi permohonan
rekomendasi dari pemilik kapal isap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Tim Uji Tuntas
melakukan verifikasi terhadap permohonan izin
pemanfaatan pasir laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (5).
(2) Tim Uji Tuntas dalam melakukan verifikasi terhadap
permohonan izin pemanfaatan pasir laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan:
a. kemampuan finansial pelaku usaha;
b. kepemilikan sarana prasarana utama dan
pendukung;
c. rencana kerja;
d. luasan kawasan yang akan direhabilitasi;
e. teknologi yang digunakan;
f. kinerja pengelolaan lingkungan dan sosial; dan
g. kemampuan sumber daya manusia.
(3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
(4) Rekomendasi persetujuan atau penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
oleh Tim Uji Tuntas kepada Menteri.
(5) Menteri berdasarkan rekomendasi Tim Uji Tuntas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menetapkan:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
izin pemanfaatan pasir laut.
Pasal 24
(1) Dalam hal Menteri:
a. menyetujui izin pemanfaatan pasir laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5)
huruf a, Menteri menerbitkan persetujuan
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut;
atau
b. menolak izin pemanfaatan pasir laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5), Menteri
menyampaikan penolakan beserta alasan
penolakan kepada Pelaku Usaha.
(2) Setelah Menteri menerbitkan persetujuan kesesuaian
kegiatan pemanfaatan ruang laut sebagaimana
15
Pasal 25
(1) Berdasarkan persetujuan izin pemanfaatan pasir laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf a, Pelaku Usaha melengkapi perizinan lain
paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Perizinan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. persetujuan lingkungan;
b. persetujuan penggunaan kapal asing;
c. izin usaha pertambangan untuk penjualan;
d. persetujuan ekspor, dalam hal tujuan
pemanfaatan pasir laut untuk ekspor.
(3) Berdasarkan pemenuhan kelengkapan perizinan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri
menerbitkan surat perintah pembayaran PNBP
kepada Pelaku Usaha.
(4) Pelaku Usaha membayar PNBP sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) setelah surat perintah
pembayaran diterbitkan.
(5) Setelah Pelaku Usaha membayar PNBP sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Menteri mengirimkan
notifikasi persetujuan kepada Sistem OSS.
(6) Berdasarkan notifikasi persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Lembaga OSS menerbitkan
izin pemanfaatan pasir laut.
(7) Dalam hal Pelaku Usaha tidak melakukan
pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (4),
persetujuan terhadap izin pemanfaatan pasir laut
dinyatakan tidak berlaku.
(8) Tata cara pembayaran PNBP terhadap izin
pemanfaatan pasir laut dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundangan.
Pasal 26
Pemilik kapal isap yang telah mendapatkan rekomendasi
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6)
huruf a dan kapal isap tersebut digunakan oleh Pelaku
Usaha yang telah memiliki izin pemanfaatan pasir laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) harus:
a. memiliki asuransi ganti rugi terkait kerusakan
lingkungan akibat operasional kapal;
b. menyediakan dana tanggung jawab sosial perusahaan
ke masyarakat; dan
16
BAB IV
TATA CARA PELAKSANAAN PELAPORAN, MONITORING
DAN EVALUASI PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI
LAUT
Bagian Kesatu
Tata Cara Pelaksanaan Pelaporan Pengelolaan Hasil
Sedimentasi Di Laut
Pasal 27
(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki izin pemanfatan
pasir laut wajib menyampaikan laporan kegiatan
Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut kepada
Menteri:
a. pada saat dimulainya kegiatan; dan
b. setiap 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya izin
pemanfaatan pasir laut.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. lokasi dan volume Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut;
b. kapal isap dan/atau kapal pengangkut Hasil
Sedimentasi di Laut yang digunakan;
c. waktu Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
d. pemasangan dan pengaktifan sistem pemantauan
kapal (transmitter);
e. negara atau tujuan penempatan Hasil
Sedimentasi di Laut;
f. tenaga kerja; dan
g. metode pembersihan dan pengangkutan Hasil
Sedimentasi di Laut.
(3) Laporan lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut
dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling
sedikit memuat:
17
Pasal 28
(1) Realisasi volume Pembersihan Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)
huruf a dihitung dengan membandingkan volume
kapal isap sebelum dengan sesudah pembersihan
Hasil Sedimentasi di Laut.
(2) Realisasi volume pengangkutan Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4)
huruf b dihitung dengan membandingkan volume
pasir laut di lokasi awal dengan di lokasi akhir
pengangkutan Hasil Sedimentasi di Laut.
(3) Realisasi volume penempatan Hasil Sedimentasi di
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4)
huruf c dihitung berdasarkan volume pasir laut yang
ada di lokasi penempatan Hasil Sedimentasi di Laut.
Pasal 29
(1) Laporan realisasi volume pengangkutan Hasil
Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud pada
Pasal 27 ayat (4) huruf b dan realisasi volume
penempatan Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana
dimaksud pada Pasal 27 ayat (4) huruf c merupakan
hasil kompilasi dari laporan realisasi volume
pengangkutan dan penempatan Hasil Sedimentasi di
Laut yang disampaikan oleh nakhoda kapal.
19
Bagian Kedua
Tata Cara Monitoring dan Evaluasi
Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut
Pasal 30
(1) Berdasarkan laporan kegiatan Pembersihan Hasil
Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut yang disampaikan oleh Pelaku
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
Menteri melaksanakan monitoring dan evaluasi.
(2) Menteri mendelegasikan kewenangan kewenangan
monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
(3) Direktur Jenderal dalam melakukan monitoring dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menetapkan Tim Monitoring dan Evaluasi.
(4) Tim Monitoring dan Evaluasi sebagaimana dimaksud
ayat (3) dapat melibatkan petugas pemantau di atas
kapal isap dan/atau kapal pengangkut Hasil
Sedimentasi di Laut.
(5) Petugas pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dalam rangka melakukan pemantauan terhadap
aktifitas yang dilakukan oleh kapal isap dan/atau
kapal pengangkut dapat menggunakan peralatan
monitoring berupa pesawat nirawak laut dan/atau
peralatan pendukung lain.
(6) Petugas pemantau sebagaimana dimaksud ayat (4)
memiliki kriteria:
a. memiliki keahlian bidang perkapalan;
b. memiliki keahlian bidang pertambangan;
dan/atau
20
Pasal 31
(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 dilakukan melalui tahapan:
a. persiapan kunjungan lapangan;
b. kunjungan lapangan;
c. temu koordinasi;
d. pelaporan; dan
e. tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan
pembersihan dan pemanfaatan Hasil Sedimentasi
di Laut dengan izin pemanfaatan pasir laut; dan
b. pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan
pembersihan dan pemanfaatan Hasil Sedimentasi
di Laut dengan laporan kegiatan Pembersihan
Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil
Sedimentasi di Laut yang disampaikan oleh
Pelaku Usaha.
Pasal 32
(1) Hasil monitoring dan evaluasi dituangkan dalam
Berita Acara yang di tandatangani oleh ketua Tim
Monitoring dan Evaluasi dan perwakilan Pelaku
Usaha.
(2) Dalam hal perwakilan Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak menandatangani hasil
monitoring dan evaluasi, ketua Tim Monitoring dan
Evaluasi dapat mengirimkan hasil monitoring dan
evaluasi kepada Direktur Jenderal disertai keterangan
tambahan alasan penolakan oleh perwakilan Pelaku
Usaha.
(3) Berita Acara monitoring dan evaluasi kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 33
21
Pasal 34
(1) Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi melaporkan hasil
monitoring dan evaluasi kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal secara berkala setiap 3 (tiga) bulan
atau sewaktu-waktu jika dibutuhkan.
(2) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimanfaatkan sebagai
a. bahan evaluasi terhadap pelaksanaan Izin
Pemanfaatan Pasir Laut; dan
b. bahan penilaian terhadap pelaksanaan
Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut
(3) Format laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 35
(1) Pengawasan terhadap Pemanfaatan Hasil Sedimentasi
di Laut dilakukan oleh Polisi Khusus Pengawasan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
direktur jenderal yang menyelenggarakan tugas teknis
di bidang pengawasan sumber daya kelautan dan
perikanan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 36
(1) Setiap orang yang akan melaksanakan kegiatan
berusaha di laut berupa reklamasi, pembangunan
infrastruktur, dan/atau pembangunan prasarana
harus dipenuhi dari Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di
Laut berupa pasir laut.
(2) Ketentuan mengenai pemberian persetujuan
pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan Pembersihan
22
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal …
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ASEP N. MULYANA