Anda di halaman 1dari 16
BAB 4 perumusan Ketentuan qukum Pidana Administratif di Bidang Lingkungan Hidup A PRAKTIK PERUMUSAN KETENTUAN HUKUM PIDANA ADMINISTRATIF DALAM UNDANG-UNDANG DI BIDANG LINGKUNGAN Guna mendapatkan suatu gambaran yang utuh mengenai prak- tik perumusan ketentuan hukum pidana administratif dalam perun- dang-undangan di bidang lingkungan lingkungan hidup saat ini, akan menguraikan beberapa undang-undang yang terkait. Namun demi- dalam tulisan ini hanya memfokuskan pada 3 (tiga) undang- undang di bidang lingkungan hidup. Undang-undang yang dimaksud, Jaitu: (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan “an Pengelolaan Lingkungan Hidup; (2) Undang-Undang No. 18 Tahun tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; dan 8 Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Dipilihnya ketiga undang-undang tersebut di atas, karena meru- .undang-undang pokok di bidang lingkungan hidup. Selain itu, 'kejahatan dan pelanggaran di bidang lingkungan hidup yang elama ini lebih banyak berkaitan dengan perusakan hutan “ng diakibatkan oleh para pelaku usaha di bidang perkebunan yang "dian berdampak pada terjadinya kerusakan pada I eeunean “dup secara keseluruhan. Di bawah ini akan diuraikan berbagai “undang-undangan di bidang lingkungan hidup yang dimaksud. K )MINISTRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PDANA DALAM HUKUM POANA Ao} 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindun dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Rumusan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Be 2009 (UUPPLH) merupakan Pn ae er] idana dalam a See hanya memuatrumusan ketentuan pi bersifat delik materiil, maka UULH wean 1997 read delik materiil dan juga delik formil. Delik mOAaFAL adalah d perbuatan yang dilarang oleh hukum yang dianggap sudah : iF atau terpenuhi apabila perbuatan itu telah menimbulkan ak Kemudian, delik formil adalah delik atau perbuatan yang | oleh hukum yang sudah dianggap sempurna atau terpem perbuatan itu dilakukan tanpa mengharuskan adanya perbuatan. ; Ancaman pidana untuk delik materiil dalam UULH Tahun dikenakan pada dua macam perbuatan, yakni perbuatan me. dan perbuatan merusak lingkungan. Sanksi pidana di Tahun 1997 dirumuskan dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43; Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47. Ketentuan pidana dalam UI 1997 dapat dibedakan atas dua jenis delik, yaitu delik fo dituangkan dalam Pasal 43 dan Pasal 44 dan delik materiild r dalam Pasal 41 dan Pasal 42. Delik materiil di bidang hu kungan pidana adalah tentang perbuatan yang mengalibat cemaran dan perusakan lingkungan hidup. Oleh sebab it Sangat penting sekali untuk menentukan bilamana seseoran| dang telah melakukan perbuatan yang mengakibatkan | lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup. kapan dapat dikatakan telah te: kungan hidup Dalam UUPPLH juga memuat dua jenis delik yaitu delik m dan delik formil Bahkan apabila dibandingkan dengan UME 1997, UUPPLH memuat delik formil lebih banyak, tidak saj ditujukan kepada para pelaku usaha, tetapi juga kepad Tjadi pencemaran dan perus: BAB VY feramn teen kn Pe At Beng in Hidup ‘ungan emerintah dan orang-orang yang menjadi aa juga memuat Ketentuan sanksi minim errs ngan tujuan untuk membatasi diskresj hakim dalam ee hukuman. ki Pembuat undang-undang memberlakukan sistem huluman mini. mal dan maksimal tampaknya dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa masalah-masalah lingkungan hidup dipandang sebagai ma- salah yang serius yang dapat mengancam dan merugikan keberadaan dan kepentingan bangsa Indonesia secara kolektif. Oleh karena itu, pembuat undang-undang merasa perlu untuk membatasi diskresi hakim dalam menjatuhkan putusan, Selain itu, juga pemberlakuan sanksi minimal bukan suatu kebijakan pemidanaan yang baru karena telah juga diberlakukan pada tindak pidana lainnya. Ada perbedaan perumusan delik materiil terkait dengan pence- maran lingkungan hidup berdasarkan UULH Tahun 1997 dengan ru- musan berdasarkan UUPPLH, UULH Tahun 1997 masih mengadopsi rumusan dalam rumusan UULH 1982, yaitu tetap menggunakan kata ‘pencemaran lingkungan hidup” ‘sehingga lebih abstrak dibanding- kan dengan rumusan dalam UUPPLH. UULH Tahun 1997 memuat pengertian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan kedua Pengertian itu dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah unsur perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan |ingkungan hidup sudah terpenuhi atau belum dalam suatu kasus. Pengertian pencemaran lingkungan hidup adalah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (12), yakni: oo “..Masuknya atau dimasukkannya makhluk hid, energi, dan/atau kom- Ponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kuali- ‘snya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup ‘dak dapat berfungsi lagi sesuai dengan Peruntukannya. : Jcungan hidup ‘turun, Untuk menentukan, bahwa kualita: ‘chingga tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya, dalam konteks pencemar- lari ruang udara (air basin) nee harus diambil contoh pada tubuh “nair permukaan dan kandungan zat-zat d 125 PVOSAES PTY EE ee EE EE dengan Pasal 98 ayat (1) 12 6 pencemaran lin; bien dalam hal pencemaran udara ata’ cemaran air permukaan dan baku air laut dalam hal pencem: telah dilampaui. Rumusan delik materiil ini dapat ditemukai Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (1). LAM HUKUM PIDANA, ADMINSTRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PIDANA DAl uudara. Sementara pengertian p an, dalam konteks pencemar: “samuskan dalam Pasal 1 lingkungan hidup sebagaimana dit adalah: Sebaliknya dala’ ngan lingkungan hidup “pencemaran lingkungan : ngubah makna dan tujuan yang di uu lagi abstrak, tetap! ih konkrit dengan mengg aa istilah pauinya baku mutu ambien atau baku mutu air”. Dengan | gkungan hidup terjadi apabila baku mutu ui u baku mutu air dalam hi Pasal 98 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakil dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu ait atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana. ra paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan| paling sedikit Rp 3.000.000.0000 (tiga miliar rupiah) dan paling ban) 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 99 ayat (1) menggunakan rumusan delik materiil tersebut. Pasal 99 ayat (1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya udara ambien, baku mutu air, aku mutu air laut, atau lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat || (sat dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000. (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga mili pedanya terletak pada ‘angie yumusan Pasal 98 ayat (1) untuk ngaja, Pasal 99 ayat (1) perbuatan ngan demildan, UUPPLH juga mi unsur kesalahan (mens rea, schuld) mana dirumuskan dalam Pasal 98 ay: dalam Pasal 99 ayat (1). i Selain itu, UUPPLH juga men; kategori pemberatan. Pertama, pe akibatkan orang luka dan/atau gaimana diatur dalam Pasal 8a Apabila perbuatan sebagaimana di luka dan/atau bahaya kesehatan ling singkat 4 (empat) tahun dan pal paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat rupiah) |2,000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Kedua, pemberatan berupa “men; mati”, Ketentuan ini diatur dalam! Apabila perbuatan sebagaimana di akibatkan luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 i tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun da i 5.000,000.000,00 (lima miliar rupiah) dan (lima belas miliar rupiah), : Kemudian, jika delik materiil di mengakibatkan orang luka atau bahaya sal 99 ayat (2). ae Apabila perbuatan sebagaimana dit |uka dan/atau bahaya kesehatan mani singkat 2 (dua) tahun dan ali larval 6 ( Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan (enam miliar rupiah). i Jika delik materiil dilakukan PERUMUSAN KETE! yANA DALAI PIDANA ADMINSTRATIF SAN KETENTUAN PDANA DAL! MHUKUM PIDANA ADMIN EF 1 diatur dalam pasal 99 ayat @). 4 orang mati atau juka berat, \kibatka i dimaksud pada ayat (1) mengal kan Apabila perbuatan sebagaimant Oe “a dipidana dengan Pi yn) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.0 «Rp 9.000,000,00 (sembilan juta luka berat atau ™: dan paling lama 9 (sembila (tiga miliar rupiah) dan paling banyal Dalam bab tentang keten! PRE Jaku tindak pidana dirumuskan dengan kata “setiap orang” ngandung arti orang perseorangan atau badan usaha, baik badan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.*” Berdas rumusan tersebut tidak digunakan kata “korporasi” tetapi di ” Dengan demikian, subjek tindak pid kata “badan hukum’. tuju di samping orang (natuurlijk persoon) adalah badan mempunyai arti lebih sempit dari korporasi, karena korp. n atau kekayaan baik badan hulk kup kumpulan orang da: bukan badan hukum. : 4 Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal116 sampai dengan badan usaha sebagai subjek tindak pidana dan pertanggungjat pidana badan usaha. Berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk atau ata: badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dija yaitu: 1) badan usaha, atau 2) orang yang memberi perint melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertind: pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut, atau usaha dan orang yang memberi perintah atau orang yang sebagai pemimpin. Kemudian, dalam Pasal 116 ayat (2) dinyatakan bahwas tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pad (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubunga berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemb atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa mem] *# Pasal 1 butir 32 UUPPLH 128 pidana tersebut dila tindak sama”. gerdasarkan ketentuan } tuhkan kepada badan usaha } wenang mewakili di dalam» fungsional. UUPPLH juga » tindakan tata tertib yang ysaha, yaitu berupa: ib ,. Perampasan keuntungan } p, Penutupan seluruh atau 2. Undang-Undang No. 18 Tahur dan Pemberantasan Perus. Perusakan hutan sudah ina biasa, terorganisasi, dan lintas operandi yang canggih, telah mengs masyarakat sehingga dalam rang 2 De an perusakan hutan yang efektif. jan pem| berian penegakan hukum. Perusakan hut liar, penambangan tanpa izin, dan perk himbulkan kerugian negara, k rus \ingkungan hidup, serta meningkat menjadi isu nasional, regional, di terutam Undang-Undang No. 41 Tahun velbagai ketentuan atau norma. Man untuk pencegahan dan D bagai ketentuan atau norma larang: eA A ADMINISTRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PDANA\ DALAM HUKUM PIDAN! yaitu: masuk dalam kegiatan kehuta tan yang terkait penambangai 8 (delapan) kategori utama, 1) Larangan-larangan yang 2) Larangan-larangan kegia' wasan hutan. 8 kegiatan perkebunan. 3) Larangan-larangan 4 Larangan-larangan terkait dokumen-dokumen kehuta 5) Larangan-larangan yang bertujuan meniadakan hamba' pemberantasan perusakan hutan. 6) Larangan-larangan yang terkait sarana dan prasarana dungan kawasan hutan. a ; 7) larangan-larangan yang terkait pengorganisasian ati fakatan jahat dalam bidang kehutanan; dan 8) Larangan-larangan yang ditujukan kepada pejabat. Rumusan ketentuan pidana dalam Undang-Undang hun 2013 diatur dalam Bab X mulai Pasal 82 sampai deng: 109. Tindak pidana yang diatur dalam undang-undang te s tujukan kepada subjek hukum manusia maupun korpor 3) sengaja maupun karena kealpaan. Namun demikian, dalam hanya menguraikan pasal-pasal yang secara khusus men u korporasi sebagai subjek tindak pidana dan pertanggungjai pidana. Dalam Bab X tentang Pencegahan dan Pemberantasan Hutan, perumusan pelaku tindak pidana (addressaat n tindak pidana) menggunakan kata “orang perseorangan porasi”. Akan tetapi dalam ketentuan umum justru mi kata “setiap orang” yang bermakna orang perseorangal! korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan ganisasi di wilayah hukum Indonesia dan/atau bers di wilayah hukum Indonesia.*° Sementara itu, dalam Pi © Perumusan undang-undang dalam hal ini tidak konsisten dalam pen} seharusnya jika dalam ketentuan umum menggunakan frasa “setiap Orange perumusan ketentuan pidananya juga menggunakan frasa yang sama, Prakei seperti ini secara teknis pembentukan undang-undang lah yang dijelaskan dalam ketentuan umum merupakan i 130 22 dinyatakan bahwa korporasi adalah kayaan yang terorganisasi, baik berupa padan hukum. Dengan demikian, UU tentan, perusakan Hutan secara tegas Dade rene dan/atau ke- adan hukum maupun bukan encegahan dan Pem| f men, iberantas; lengakui bahwa ko ee korporasi, tuntutan dan/atau ji Risa a korporasi dan/atau penguice Sai ae ae, Kemudian, dalam Pasal109 pembalakan, pemanenan, vee enemy dan peredaran kayu hasil tebangan liar dilakukan aay aa apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang peroran; ee berdasarkan hubungan kerjamaupun hubungan lain, eae ingkungan korporasi tersebut baik secara sendiri ana ray Dari Perumusan tersebut terlihat bahwa secara tegas korporasi day : menjadi pelaku tindak pidana dan dimintai Ppertanggun; ae pidana. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap io = korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. Rina as Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana Been hutan yang dilakukan korporasi meliputi pertanggungjawaban pi- dana kepada korporasi, pengurus, atau korporasi dan Pete Dalam Pasal 109 ayat (5) dan ayat (6) men: ‘takan bahwa j dana pokok ae dapat dijatuhkan kepada korporasi hanya berupa pidana denda fer dapat jatuhi pidana tambahan’ berupa penutupan seluruh 'U sebagian perusahaan. Akan tetapi dalam perum asal- ———— LAM HUKUM PIDANA ADMINSTRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PIDANA DAI musan ancaman pidananya ( Jam peru) dengan Pasal 103 dalam Pp ea Sane ie masih mencantumkan ketent komulatif. Namun demikian, berda: UndangPencegahan dan Peml sone : : sar velah mengatur korporasisebagaisubjek tindakpidanas ,jugamer pertanggungjawaban pidana korporas! dan pidananya ba pidana pokok maupun pidana tambahan. Walaupun undang tersebut sudah mengatur pertanggungjawaban pidana, namun pengganti denda baik terhadap orang perorangan maupun | korp yang sesuai dengan karakteristik korporasi. Dari rumusan pasal- -pasal di atas, dapat disimpulkan bah dang-Undang No. 18 Tahun 2013 memungkinkan sanksi pid: dijatuhkan kepada korporasi maupun pengurus korporasi. Dij nanya korporasi dan/atau pengurusnya dalam hal ini atas seseorang di dalam lingkup kerja korporasi, sebagaimana tel dalam Pasal 109 ayat (1) dan (2) UU No. 18 Tahun 2013. sarkan uraian Pasal 109 di atas 3. Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Undang-Undang tentang Perkebunan ini juga termasw dang-undangan menyangkut lingkungan hidup. Dalam Pasé (1) dikatakan bahwa setiap usaha perkebunan wajib. mi “eesti fungsi lingkungan hidup dan menceaag ke ketentuan pidana dalam Undang-Undang Perkebunan, tang perkebunan kelapa sawit, ada perbuatan membakar la tentu Undang-Undang Perkebunan yang harus diterapkan Undang-Undang Lingkungan Hidup. 132 pahwa, tujuan dari penyelenggaraan dika meningkatkan kesejahteraan: dankem a n dimaksudkan untuk Cinco eer menage ee empatan ysaha, meningkatkan produksi, produkti a daya saing dan pangsa pasar, menin, stkan tuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negert Lebih lanjut, juga bertujuan me; pelaku usaha perkebunan dan kan kualitas, nilai tambah, ppemenuhi kebu- eee kepada bangkan sumber daya perkebunan eo an dan lestasi, dan meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam Penyelenggaraan perkebunan harus berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, keber- manfaatan, keberlanjutan, keterpaduan, kebersamaan, _keterbukaan, efesiensi-berkeadilan, kearifan Ba dan kelestarian fungsi ling- kungan hidup. : Dalam Undang- Undang NoSoRRe gee ae re sche s ina perumusan pelaku tindak pidana menggunakan kata “setiap orang” sebagai subjek yang dituju (addressaat norm). Adapun yang dimaksud dengan setiap orang dalam ketentuan Pasal 1 butir 15 adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum., Dengan demikian, Undang-Undang Per- kebunan ini telah mengakui korporasi sebagai subjek hukum pidana dan subjek tindak pidana dan dapat diper ange ungiaabian menurut hukum pidana. Kemudian, Pasal 113 ayat (1) Undan; Undan; rkebunan ter- sebut juga dirumuskan bahwa: “dalam hal ‘perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, Pasal 107, ea 108, dan Pasal 109 korporasinya dipidana dengan pidana den- ‘maksimum ditambah 1/3 (sepertiga) dat denda dari ma- ‘'g-masing tersebut.” Namun dalam undang-undang tersebut tidak eo mengenai ketentuan tentang | dalam hal bagaimana suatu Porasj, ae perkebunan dilakukan oleh tas nama suatu kor- Xemudian dalam hal bagaimana FEMUSANKETENTUAN PDANADALAMHURUM PANA 2D aes ana dilakukan terhadap korporasi dan/ata' hukum terhadap berbagal und ‘pi lingkungan hidup sangat rumit, karena ae a pati titik silang berbagai bidang hukum Klas: lingkungan dapat ditegakkan dengan salah jatuhan pid Penegakan bahkan dapat ditegakk : karenaitu, parapenegakhukum lingkun| berbagai bi ukum i i hukum ad bua bidang ht klasik seperti di re hukum pidana bahkan dapat ditegakkan’ dan pengelolaan lingku = sekaligus.** |aku (tersangka). instrumen. : Selain itu, harus diakui bahwa masalah pene; piel 94) hadap tindak pidana lingkungan hidup mempunyai ci ra Penyidik pejabat pegawai gandituntutunt t terutama terletak pada tanggung jawab dari pela jika perbuatan tersebut dilakukan oleh korporasi hukum. Di mana korporasi memberikan legitimas! perusahaan atau badan hukum yang kemudian me cemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, ket penegak hukum dalam melakukan penyelidikan, penuntutan sangat menentukan efektivitas dari pen Berbicara masalah penegakan hukum lingkungan lingkungan yang terjadi. Proses penyidikan dalam lingkungan hidup berdasarkan Undang-Undang Ni tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan H mengenal adanya penyidik Kepolisian Republik Ind nyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dalam menyatakan secara tegas tentang penyidik dalam lingkungan hidup. ™ Andi Hamzah, Penegakan Hukum...., Op. cit, blm. 91, Melakukan pemeriksaan berkenaan dengan tit lingkungan hidup; ._ Melakukan pemeri dak pidana di bidang Meminta keterangan dengan peristiwa tindak lingkungan hidup; |, Melakukan pemeri kenaan dengan tindak kungan hidup; Melakukan pemeriksaan bukti, pembukuan, catat Melakukan penyitaan t dapat dijadikan bukti dalam dan pengelolaan lingkur Meminta bantuan abl pidana di bidang pe Menghentikan penyidi Memasuki tempat tertent Visual; we Melakukan penggel tempat lain yang didi dan/atau Menangkap dan menahan PERUMUSAN KE lama ini membe! satunya yang dapat men Lebih lanjut, UUPPLH jug@ satu: Pencegi bahwa: PPNS diberikan wewenang khusus sebagai penyidik seba; maksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pi dian, dalam melakukan tugasnya PPNS diberikan wewt guna pro: nang yang di 136 pada penuntut umum KUHAP. Perubahan itu menyatakan bahwa: “hasil peny! nyidik pegawai negeri sip! Dengan demikian, nyerahkan berkas umum tanpa melalui penyidik Polri. Begitu juga dalam Undan; PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 berwenang: a BAB IV + Perum TENTUAN PIDANA DALAM HUKUM PDANA ADMINSTRATIF memanggil orang untuk saksi; membuat dan menandata nyangkut penyidikan emotret dan/atau mer terjadi melalui Pasal 94 ayat ) J 5 oo orang lain, bal idikan yang telah dila dijadikan bukei tindak hasil hutan. telah mengubah ketent U rikan kewenangan kepada Polri Ea i i yerahkan berkas hasil per i] disampaikan kepada penun: PPNS lingkungan dapat dan berwenan, hasil penyidikan secara langsung kep Namun demikian, Un tasan Perusakan. Hutan dinasi dengan Penyidik Pej itu, PPNS juga harus g-Undang Nomor 18 Tahun 20 ahan dan Perusakan Hutan, dalam Pasal 29 “selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republi! s dan menyampaikan hasil pe ini diatur dalam Pasal 32. Kemudian, mengenai tind. penyidikannya juga diatur sec: mengatur hal-hal sebagai Pasal 102 ayat (I), melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau ket naan dengan tindak pidana perusakan hutan; melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hulk ‘ 4 risa agaimana dimaksud dalam un meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau k Mima LE hubungan dengan peristiwa tindak pidana perusakan hutan; — melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokut kenaan dengan tindak pidana perusakan hutan; melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terd bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta mel taan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dalam perkara tindak pidana perusakan hutan; melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, emromepeneeet cee pidana perusakan hutan; Sra menghentikan penyidikan apabila tindak terdapat bukti tenta a a dakan perusakan hutan; ae NO ‘ebunan; 4 Lebih lanjut, terkait PP! tya tersebut, diberikan wewen: Pasal 102 ayat (2), yang berbun; TEP K MINISTRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PDANA DALAM HUKUM PIDANA ADI jengan kepentingan pelestarian fungsi lin nemijudkan pembangunan berkelanjut yungan hidup, serta memperhatikan adz aspek teknis lainnya. Artinya, dalam Peneg; diperlukan adanya PENaieye dan keterlib (teknis) lingkungan hidup. dap oranga atau badan hukum i rha melakukan pemeriksaan te melakukan tindak pidana di bidang Perkebunan; 4. _memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam k; bunan; ngembangan Perkel melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pid dang Perkebunan; { meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hi hubungan dengan tindak pidana di bidang Perkebunan; datangani berita acara; tidak terdapat cukup bukti ter membuat dan menan« 3, PERMASALAHAN PERUMUSAN PIDANA ADMINISTRATIF DI BID, HIDUP. Meskipun kebijakan hukum pidana pidana dalam berbagai perundang-undi lingkungan hidup sudah mengakui k h._menghentikan penyidikan apabi nya tindak pidana di bidang Perkebunan; dan | meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidike pidana dalam bidang Perkebunan. Pidana di bi- Tahun 2009 yang menyatakan bahwa “hasil penyidikan’ rporasi seba- dilakukan oleh PPNS disampaikan kepada penuntut umui gai subjek hukum pidana atau subjek ti ¢ ; Mia demikian, PPNS lingkungan dapat dan berwenang untuk men jawaban pidana korporasi, akan berimpli kan berkas hasil penyidikan secara langsung kepada penwi tanpa melalui penyidik polisi. Diberikannya kewenangan yang luar biasa kepada Tusnya memberikan dampak positif terhadap upaya pel kum di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkun 1 Korporasi sebagai subjek hukum pidana dan pertanggungjai ban. pidana korporasi, penegakan hukum terhadap tindak pidani r tiperkuat dengan kenyataan dalam praktik relatif ya korporasi yang dituntut dan diac lili ser € fan secara pidana berdasarkan perundang di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidu fy demikian, dalam melakukan serangkaian tindakan pent i juga harus berkoordinasi dengan penyidik Polri. Hal ini guna kelancaran proses penyidikan dan memberikan nyidik Polri jika dibutuhkan. Selain itu, penegakan hatikan Serdasarkan data yang dirilis Kemente Ke See ' *hutanan pada tahun 2015 men} laskan seb: hukum lingkungan juga perlu a aspek keseimbangan antara pembangunan dan lin hidup. Keseimbangan antara pembangunan ekonomi d a & BAB IV Perumusan, DALAM HUKUM PIDANA ADMINSTRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PIDANA\ is sian aspek keseimbangan anta; piduP- Keseimbangan antara wo investasi dengan kepentin; alam kerangka mewujudkan perwawasan lingkungan hiduj quan dengan aspek teknis la ek teknis (lingkungan) dalam : 13% diputus pidana penja: ntutan hukum (onslagh) ak, dan 40% diputus dengan percol rmasalahan yang dihadapi da berbagai tindak pidana Ii terdapat 43% diputus bebas, 2% diputus lepas dari segala tw dengan tuntutan ditol: Janjut, dikatakan bahwa pe) penegakan hukum terhadap dup yang terjadi, antara lain: erbedaan pemahaman aparat penegal pe asp k hukum dalan 1: ae pidana di bidang lingkungan hidup, seolah: jungan nidup, menyebabkan rl adanya pelaku fisik (physical perpetrator), gn tenaga abi (teks) lingkun, 2. pembuktian rumit, di mana terdapat berbagai pendapat pngawasan, penyelidikan, penyidik. ahli yang antara satu dengan lainnya berbeda, Apabila diperhatikan meng 3. kuatnya “backing/maksus” pelaku tindak pidana i sndang-undang di bidang lin, dup oleh korporasi Sebagian pelaku kejahatan lin; uradanya delik materiel dan fat masih lolos dari jeratan hukum, sehingga belum jap perumusan tindak pidana b: akan membawa konseku efekjera, dan i r 4. pertanggungjawaban korporasi untuk pengemba tukum acara pidana. Joni dalam: negara (pendekatan hukum lintas sektor/multi rezim materiel adalah perbuatan mela cmaran atau perusakan lingkung: buktian pelanggaran aturan- iin. Adapun yang dimaksud den; yang melanggar hukum terhadap: ninistrasi, jadi untuk pembukti: pelukan pencemaran atau perus: 4 eriel, tetapi cukup dengan meml ministrasi.2* Misalnya, dalam delik materi akbat), dalam pembuktiannya | “usal antara perbuatan pelaku dengan aki dibutuhkan’ peranan penyidik guna “ng kali bersifat ilmiah. Dalam. Pencemaran lingkungan hidup y: ‘arat penegak hukum. (penyidik) Di sisi lain, harus diakui bahwa proses penyidikan d an terhadap tindak pidana di bidang perlindungan da lingkungan hidup mempunyaiciri khas (karakter) sendiri, ini terutama terletak pada tanggung jawab korporasi sl hukum yang memberikan legitimasi beroperasinya pe badan usaha yang kemudian menimbulkan pencemarai Oleh karena itu harus ada pihak yang bertanggung jaw jadinya pencemaran lingkungan yang membawa ke: Takat. Harus dipahami juga bahwa penanganan tindak pid: perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pe: 1 at Pes lanaan Badan Usaha/Ko. dan Pengelolaan Lingkut dana dan Kriminologi “ bung Mangkurat, Banjarmasin, Pemid, lab, disampaikan pada S dang Lingkungan Hidup Ibid. 140 K ATF PERUMUSAN KETENTUAN PDANA DALAM HUKUM PIDANA, ADMINSTRAI sah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 183 dan Pasal_ Di samping itu, pembuktian unsur hubungan kausal disebabkan pencemaran ling kendala tersendir. Halini P kumulatif, sehingg@ sulit untuk memb terjadi secara 5 pencemaran, terutama yang bersifat kimiawi.* i Masalah alatbukti merupakan hal yang esensial untuk di pengadilan. Dalam Pasal 184 KUHAP. erkara diproses a aksi, keterangan ahli, surat alat bukti adalah keterangan si dan keterangan terdakwa. Kemudian, dalam UUPPLH dit alat bukti lain yang diatur dalam peraturan perundang- Namun demikian untuk mendapatkan alat bukti yang s: dikan sebagai dasar dilakukannya penuntutan tindak kungan hidup tidaklah mudah. Dalam hal tindak pidana yang mengharuskan tim! bat (delik materiel) seperti kebanyakan rumusan tindak lam undang-undang di bidang lingkungan hidup, mi kewajiban bagi penegak hukum untuk membuktikan hubr salnya (sebab-akibat). Misalnya, dalam Pasal 98 ayat (1) mengatur bahwa tindak pidana lingkungan baru terja buatan yang dilakukan mengakibatkan dilampauin: udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kerusakan lingkungan hidup. Menjadi kewajiban pene; untuk membuktikan apakah akibat yang dilarang benar- atau tidak. Apabila hasil pemeriksaan dari ahli (laboratorium) bahwa belum dilampauinya baku mutu udara ambie: air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakanl hidup, maka penyidikannya harus dihentikan. Walaupl secara umum telah dirasakan oleh masyarakat, sepe f dari kebakaran hutan yang terjadi. Kenyataan ini tent kendala dalam pembuktian dan penuntutan berbagal 142 gibidang lingk yan mengalami kendala untuk m pelaku baik perorangan maupun badan hukum, kemudian, apabila dilihat dari se; jong-undangan, memperlihatkan adanya mendasar dalam pemahaman pembu: -“undang-und: negak hukum terkait pertanggungjawaban kor, i ag hi ijhat dari beberapa hal, antara lain. Pertama, terda ee jang-undang yang perumusannya dapat m ae. sahwa korporasi dapat dijatuhi pidana penj jekeliruan karena secara teori tidak mun; canksi pidana berupa penjara dan kurungan. ie Kedua, terdapat rumusan yang dapat ditafsirkan bahwa a; i yorporasi yang melakukan tindak pidana atau dij jadikan ene maka sanksi dijatuhkan kepada pengurus/pemimpin kor; ae ! Tentunya, penafsiran seperti ini tidaklah sepenuhnya ete justru akan menimbulkan bahaya, yaitu berubahnya subjek oe secara otomatis. Cara penafsiran ini tidak hanya ikelira karena ae mencampuradukkan dan menganggap sama dua ‘subjek hukum g sesungguhnya berbeda, yaitu Korporasi dan orang npin/ urus korporasi), tetapi juga memungkinkan « kepada orang (pemimpin/pengurus) tanpa sebut diadili (dijadikan terdakwa). i Adanya persoalan memahami pertanggungjawab: ates terjadi setidaknya Karena tigahal: }) Terdapat pemahaman yang menyami kan antara pertanggungjawaban korpi Jawaban pemimpin/pengurus korpora Tidak jelasnya kriteria untuk menen a siapa korporasi bertanggung adanya kriteria untuk menjelask: ‘nsiapa pemimpin/pengurus korpo a Kerancuan lebih terlihat lagi de STRATIF PERUMUSAN KETENTUAN PDANA DALAM HUKUM PIDANA ADMINS| impin/pengurus korporasi. Hal ini ter yidual vicarious liability oleh perum) hukum. Beberapa ahli hukum r individual vicarious liability sebenarn LAN ‘ujuan tersebut, karena ternya pertanggung jawab tanpa melihat gungjawaban ee dianutnya teori indi undang atau penegal -ndividual vicarious liability tidak begitu se} q tuk mencegah terjadinya tindak ae en: enai pertanggungjawaban pidana, Bac e Jam beberapa kasus tindak | Sangan umn . tidakbisadimintaipertan, bane e P seorangpemimpin/pengurus yang terjadi di Indonesia menggambar atas perbuatan orang Jain hanya karena pemimpin/peng megang posisi sebagal pemimpin/ peng ue Ne Secara konseptual individual vicarious lia lity m¢ rancuan dan campur aduk antara subjek hukum oran; det jek hukum badan hukum. Pertanggungjawaban seperti nimbulkan kesan bahwa perbuatan dan pertanggungjal hukum secara otomatis mengindikasikan pula adanya p jawaban subjek hukum orang. Akibatnya, dapat aaa terj pemimpin/pengurus bertanggung jawab dan menjala dana, padahal ia tidak menjadi terdakwa karena selama yang menjadi terdakwa adalah korporasi. Sebaliknya, bi di korporasi menjadi pihak yang dikenakan sanksi pit selama di persidangan yang menjadi terdakwa adalah pengurus korporasi tersebut. Tentunya merupakan suatu apabila memandang korporasi dijadikan terdakwa maka| dijatuhkan kepada dan dijalankan oleh pemimpin/ pen; apabila menginginkan pemimpin/pengurus dipidana, haruslah dijadikan terdakwa pula. Individual vicarious liability juga bermasalah kare pemimpin/pengurus korporasi bertanggung jawab atas p dana bawahan, meskipun pemimpin/pengurus ini telah upaya pencegahan dan kehati-hatian, meskipun pemim, tidak terlibat sama sekali dalam tindak pidana yang d meskipun misalnya bawahan telah menutup-nutupi tin yang dilakukannya agar pemimpin/pengurus tidak m« buatan pidananya. Jika tujuan menjatuhkan pidana bagi pengurus adalah untuk memberikan insentif kepada mi melakukan segala upaya dalam mencegah tindak pi jenafsiran pertanggungjawaban pidan secara jelas korporasi dimintai - pidana atas perbuatan yang dilakukan menetapkan korporasi sebagai terdakw; pertanggungjawaban pidana korporasi jesan tidak dapat membedakan anta: (echtpersoon) dan perorangan (natuui subjek hukum ini dianggap sama subjek hukum mengidentifikasikan pert: hukum lainnya. Misalnya, dalam suatu putt kesimpulannya menyatakan bahwa terdap: padahal yang menjadi terdakwa adalah subj kebun), namun pada sisi lain dari kesimp jarena subjek hukum orang (terdakwa) korporasi harus bertanggung jawab pula. Dalam penerapannya yang lain di mi na dakwa, sesuai dengan ketentuan perundan Direktur. Dalam amar putusannya, majeli dakwa (korporasi) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya tkan dilam- pauinya kriteria baku kerusakan lingkungat n karenanyz dijatuhi pidana denda dengan ketentuan_ tidak dibayar diganti dengan pidana kurun diwakili oleh Direktur korporasi. Dengan ll serupa juga ditujukan oleh Greenberg Joshua D. Greenberg dan Ellen : Corporations and Corporate Executive; Stretchin; “American Criminal Law Review, Vol. 51, 201 UXUM PDANA ADMINSTRATE PERUMUSAN KETENTUAN PDANA DALAM " r denda, maka Direktur akan d dana kurungan, padahal tidak pernah dijadikan = Artinya, Direktur korporasi dipidana panes at dad hukum pidana berdasarkan pada asas individu: Heat Selain dari persoalan dj atas, suatu hal lain yang erat kaitannya dengan tindak pidana dan pertangguny dana ko! yang diperlukan uni pertanggungjawaban dari ini perlu dibahas karena seca! tanggung jawab atas sebuah tindak pidana, belum tentu. tis pengurus korporas! juga menjadi ikut bertanggung j sejalan dengan pernyataan Sarre bahwa: “imposing cri on corporations of regulatory breaches by is senior officei imposing personal criminal lia lity on senior officers sii their company has committed an offence is quite anothe demikian, terlihatbahwa membuat korporasi bertanggun; perbuatan seseorang tidaklah sama dengan membuat si tanggung jawab atas perbuatan korporasi. i Berdasarkan pemaparan di atas, sebenarnya menga| diperlukan pengaturan tersendiri tentang kriteria-krite rinci bahwa terkait dengan tindak pidana korporasi, ti jatuhkan pelakunya secara langsung atas delik itu, dire pengurus dari korporasinya, maupun korporasinya itus ditentukan karena secara teoretis apabila sebuah korp gung jawab atas sebuah tindak pidana, belum tentu se pengurus korporasi juga menjadi ikut bertanggung Jal demikian, membuat korporasi bertanggung jawab at tidak mampu membay@ seseorang tidaklah sama dengan membuat seseorang, jawab atas perbuatan korporasi ® Rick Saree, Penalising Corporate ‘Culture’: The Ke ee z ‘ey to Safer dalam: James Gobert dan Ana-Maria Pascal (eds), “European Develo Criminal Liability”. London: Routledge, 2011. him. 86. 146 c_KETERGANTUNGAN HUKUM pipana cca, }UKUM ADMINISTRATIF. Upaya perlindungan melalui gitujukan terhadap tindakan pelan; objek hukum lasik seperti misalnya dengan mengingat toleransi potens; sekali baru ini, selalu datang terlam| sama sekali tidak berarti (berdayaguna), adalah bahwa hubungan kausal antara gangguan kesehatan (manusia) atay jainnya belum diteliti secara tuntas dapat dibuktikan dengan cukup mi juga persyaratan-persyaratan Khusus dak pencemaran benar-benar diangg upaya perlindungan melalui hukum pidana den; ketentuan pidana dengan adanya ‘ikem inan tethadap objek hukum ekologi. Dengan anhukum administratif, Terlebih lagi, dalam d ini berkenaan dengan kesehatan lingkungan ‘ telah diciptakan banyak undang-undang luas dan sering kali tidak dapat ditelaah se ; “ujudan dari pengambilan keputusan ‘erbaik antara usaha melindungi k at atas lingkungan hidup yang bersih pa lak atau kebebasan yang dimiliki pihi UM PIDANA ADMINSTRATIF pERUMUSAN KETENTUAN PDANA DALAM HUK cesuai dengan syarat-s' é percema¥a atau ierusehand di terjadi hal-hal seperti itu, tetapi juga i cae menulis tentang ketergantungan Sane ;, bagaimana ketergantungan itu terj; Ce sampai berapa jauh titik taut ini dan menguji perbuatan hukum ai i sampai berapa jauh jangkauan 4, bagaimana pengaruh suatu tol g leh Pejabat administrasi terhadap dapatnya ; itu perbuatan.20 pada lain pihak. selanjutnya dengan mempertimbangkan kedua di atas, sebagal konsekuensinya dalam melakukan pe) pembedaan antara hukum pidana dengan hukum a baik secara struktural maupun dari sudut hukum acara, dihindari terjadinya pertentangan yang berlebih dala: penilaian terhadap suatu masalah tertentu sedemikian hukum pidanainiberarti bahwa tidak ada suatu perbuat. nyatakan sebagai tindak pidana bila perbuatan yang eksplisit diperkenankan (tidak dilarang) oleh tertib hi hukum lain). Artinya, bahwa bagi hukum pidana tidak mu tidak memperhitungkan peraturan perundang-undang administratif yang berkenaan dengan pencemaran nena Berdasarkan paparan di atas, terlihat jelas bahwa kum pidana atau pelanggaran hukum lingkungan banyak pada hukum administratif atau hukum pemerintahan, t Belgia hakim wajib karena jabatan unt nyangkut perizinan. Dalam hal ini berhubungan dengan’ perbuatan hukum administratif yang juarkan izin adalah pejabat administrasi, baik pemerin Sementara itu, di Indonesia eh maupun pemerintahan pusat (terutama departemen pei yang dapat menjawab persoalan ini kehutanan, dan kesehatan). Kemudian “dapat” dilihat, bah 4gung hanya mempunyai Wewenan, rumusan delik di dalam perundang-undangan lingkung: yang lebih rendah dari undang. es menyangkut izin yang bagian intinya (bestandee)) “karen pengujian atas suatu perbuatan hukum rags na nto eal hoon ni a ere fe Sree pada hukum administra’ ee Ti ut perizinan, Oleh karen: tratif hukum suis ae Fale $03 ga eae ee oe aa delik ling Sas oe : ghungan (de administratieve afh aie juga berwenang mewakili ese ae cht); * Menurut Andi Hamzah, yan; a ahulu melalui hakim tata usaha a fe, ere ee izin yang dikeluarkan ol Bae yang bersangkutan (secara ernyata, bahwa dengan dij can benar atau melawan hi nya, penuntut umum tidak f ‘ut peradilan tata usaha kare SS Andi H; it spill Hamzah, Op. ct, hm, 133, Ada perbedaan persepsihukumr > MG. Faure, Dampak K , Dampak Keterg i perc gantungan Admini i Shee asalahan, dalam M.G. Faure, Jc. sie dad = iran Mengenai Hi i ori dan Praktik, terj. Tristam P. Moclions ee Pr cmt Ady 7 a 3132, 148

Anda mungkin juga menyukai