Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kebidanan Komunitas


2.1.1 Pengertian Kebidanan Komunitas
Komunitas berasal dari bahasa latin yaitu kommunis yang berarti
kesamaan, public ataupun banyak. Istilah comunity dapat di terjemahkan
sebagai masyarakat setempat yang menunjuk pada warga sebuah desa,
kota, suku, atau bangsa. Komunitas digambarkan sebagai sebuah
lingkungan fisik dimana seseorang tinggal beserta aspek- aspek sosialnya.
Hubungan-hubungan individu dalam sebuah komunitas akan membangun
dan mendukung terbentuknya suatu sistem kepercayaan atau keyakinan
baik tentang arti keluarga, konsep sehat, maupun sakit. Keyakinan
mereka ini akan dicerminkan dalam perilaku keluarga maupun di
kelompok tertentu. Hal ini merupakan dasar pemikiran mereka dalam
pemeliharaan kesehatan maupun perawatan ketika sakit (Meilani dkk,
2009).
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terbesar yang
mempunyai kebiasaaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang
sama (J.L. Gilin & J.P Gilin, 2009).
Kebidanan komunitas adalah upaya memberikan asuhan kebidanan
pada masyarakat baik individu, keluaraga, kelompok dan masyarakat
yang terfokus pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), Keluarga
berencana (KB), Kesehatan Reproduksi termasuk usia wanita adi yuswa
secara paripurna (Meilani dkk, 2009).
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas di dasarkan pada 4
konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu manusia, masyarakat,
lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada
konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga di harapkan
tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani dkk, 2009).
a. Konsep Pendekatan menurut H.L Bloem.
1) Lingkungan Hidup
Masalah kesehatan keluarga tergantung pada lingkungan hidup, baik
secara fisik, biologi dan sosial budaya. Tingkat pendidikan keluarga
biasanya pendidikan rendah, tingkat sosial ekonomi yang miskin dan
gangguan untuk mencapai status keluarga sehat secara optimal
2) Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan . Jadi perilaku manusia
pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana
manusia merespon baik secara pasif mengetahui, bersikap,
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar
dirinya maupun aktif (tindakan) yang di lakukan sehubungan dengan
penyakitan sakit tersebut.Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini
dengan sendirinya sesuai dengan tingkat- tingkat pencegahan penyakit
yakni:
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (Health Promotion Behavior).
b) Perilku pencegahan penyakit (Health Prevention Behavior) adalah
respon untuk melakukan pencegahan penyakit.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (Health
Seeking Behavior)yaitu untuk perilaku untuk melakukan atau
mencari pengobatan.
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (Health
Rehabilitation Behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan
usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu
penyakit.
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa perilaku adalah merupakan
konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks , yakni suatu
pengorganisasian proses- proses psikologis oleh seseorang yang
memberikan predisposisi melakukan responsi menurut terhadap suatu
obyek.
3) Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka meningkatan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya di lakukan dengan memanfaatkan potensi
dan sumber daya yang ada di masyarakat (upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat atau UKBM). Sampai sekarang pelayanan
kesehatan bagi keluargaa tidak dalam bentuk paket untuk setiap
keluarga , tetapi daalam pelayanan individu untuk setiap anggota
keluarga.
4) Genetika atau Keturunan
Keluarga dibentuk menjadi 2 macam manusia dengan bermacam-
macam gen dan sifat yang mempengaruhi anak- anak mereka .
Pelayanan genetika dalam konteks pelayanan kesehatan keluarga di
anggap sulit dan mahal untuk di laksanakan dan membutuhkan metode
tehnologi yang tinggi dengan ahli khusus (Bapelkes, 2009).

2.2 Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Komunitas


Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting things done).
Manajemen adalah mengungkapkan apa yang hendak dikerjakan,
kemudian menyelesaikannya. Manajemen adalah menentukan tujuan
dahulu secara pasti (yakni menyatakan dengan rinci apa yang hendak
dituju) dan mencapainya.
Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Menurut Kemenkes RI, manajemen kebidanan adalah metode dan
pendekatan pemecahan masalah ibu dan khusus dilakukan oleh bidan
dalam memberikan asuhan kebidanan pada individu, keluarga dan
masyarakat.
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan
yang berfokus pada klien. (Varney, 1997).
Proses manajemen kebidanan sesuai dengan standar yang
dikeluarkan oleh ACNM (1999) terdiri atas:
a. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan
secara sistematis melalui pengkajian yang komprehensif terhadap
kesehatan setiap klien, termasuk mengkaji riwayat kesehatan dan
melakukan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosis berdasar interpretasi
data dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam
menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan
bersama klien.
d. Memberi informasi dan dukungan kepada klien sehingga mampu
membuat keputusan dan bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
f. Secara pribadi, bertanggungjawab terhadap implementasi rencana
individual.
g. Melakukan konsultasi perencanaan, melaksanakan manajemen dengan
berkolaborasi, dan merujuk klien untuk mendapat asuhan selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat
jika terdapat penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan
kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.
2.2.1 Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Menurut Mufdlilah, Hidayat, dan Kharimaturrahmah (2012), 7
langkah Varney adalah sebagai berikut.
a. Langkah I : Pengumpulan Data
Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/
orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan
analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat
manusia yang komplek. Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus
selama proses asuhan kebidanan berlangsung. Sumber data sekunder
adalah data yang sudah ada, prakitkan kesehatan lain, anggota keluarga.
Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu :
1) Observasi adalah pengumpulan data melalui indera penglihatan,
pendengaran, penciuman dan perabaan.
2) Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada
pertemuan tatap muka dan data yang ditanyakan mengarah pada data
yang relevan.
3) Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrumen/alat pengukur yang
bertujuan untuk memastikan batas dimensi angka, irama dan kuantitas.

Secara garis besar data diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data


subjektif dan data objektif. Pada mengumpulkan data subjektif bidan harus
mengembangkan hubungan antar personal yang efektif dengan
pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal yang
menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya
mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan
masalah pasien. Pada waktu mengumpulkan data objektif bidan harus
mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan
fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan teknik
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah
dan berkaitan dengan keluhan pasien.
b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi data
yang benar dari data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa
yang spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah
pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data
satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta. Masalah adalah
kesenjangan yang diharapkan dengan fakta/ kenyataan. Analisa adalah
proses pertimbangan tentang nilai sesuatu dibandingkan dengan standar.
Standar adalah aturan/ukuran yang telah diterima secara umum dan
digunakan sebagai dasar perbandingan dalam kategori yang sama.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan
dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnosa kebidanan. Standar nomenklatur diagnosa kebidanan adalah
sebagai berikut.
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi,
2) Berhubungan langusng dengan praktik kebidanan,
3) Memiliki ciri khas kebidanan,
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan, dan
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
Pada langkah ini membutuhkan antisipasi, jika memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati potensial ini benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera.
Pada langkah ini merupakan cerminan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Beberapa data emergensi yang perlu dilakukan
bidan secara tepat dan segera untuk keselamatan ibu dan bayi dan tindakan
segera yang membutuhkan intruksi dokter, serta kemungkinan untuk
konsultasi dengan tenaga kesehatan lainya jika diperlukan. Bidan harus
mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan yang paling
tepat.

e. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Komprehensif/


Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan lanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi,
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak dilengkapi.
Dalam merencanakan suatu asuhan komprehensif, semua keputusan
yang dibuat harus merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan
pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to date serta divalidasi dengan
asumsi mengenai apa yang diinginkan dan tidak dari klien.

f. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan dan Penatalaksanaan


Pada langkah ini melaksanakan asuhan menyeluruh secara efisien
dan aman. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan
meningkatkan mutu asuhan. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian oleh bidan dan klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.

g. Langkah VII : Evaluasi


Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalam masalah dan diagnosa.

2.3 Asuhan Kebidanan Komunitas


2.3.1 Ruang Lingkup Asuhan Kebidanan Komunitas
Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas, meliputi upaya-
upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),
diagnosis dini dan pertolongan tepat guna, meminimalkan kecacatan,
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), serta kemitraan.
a. Promotif
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah suatu proses membuat
orang mampu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan memperbaiki
kesehatan, baik dilakukan secara individu, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat. Upaya promotif dilakukan antara lain dengan memberikan
penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan
perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, pemberian makanan
tambahan, rekreasi, dan pendidikan seks.

b. Preventif
Ruang lingkup preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyakit dan gangguan-gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat. Upaya preventif dapat dilakukan diantaranya dengan
melakukan imunisasi pada bayi, balita, dan ibu hamil. Pemeriksaan
kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan
rumah pada ibu nifas, dll.

c. Diagnosis Dini dan PertolonganTepat Guna


Diagnosis dini dan pertolongan tepat guna merupakan upaya untuk
membantu menekan angka kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi.
Diagnosis dini pada ibu dilakukan sejak ibu hamil yaitu dengan cara
melakukan deteksi dini agar tidak terjadi keterlambatan dikarenakan
terjadi rujukan estafet. Untuk diagnosis dini pada anak dapat dilakukan
dengan cara pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya baik oleh
keluarga, kelompok, dan masyarakat.

d. Meminimalkan Kecacatan
Upaya meminimalkan kecacatan dilakukan dengan tujuan untuk
merawat dan memberikan pengobatan individu, keluarga, atau kelompok
orang yang menderita penyakit. Upaya yang bisa dilakukan diantaranya
dengan perawatan payudara ibu nifas dengan bendungan air susu,
perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin, ibu
nifas, dan perawatan tali pusat bayi baru lahir.

e. Rehabilitatif
Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita
yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok tertentu yang
menderita penyakit. Misalnya upaya pemulihan bagi pecandu narkoba,
penderita TBC dengan latihan nafas dan batuk efektif.

f. Kemitraan
Dalam memberikan asuhan kebidanan di komunitas,bidan harus
mempunyai pandangan bahwa masyarakat adalah mitra dengan focus
utama anggota masyarakat. Kemitraan bidan di komunitas dapat dilakukan
dengan LSM setempat, organisasi masyarakat, organisasi sosial, kelompok
masyarakat yang melakukan upaya untuk mengembalikan individu ke
lingkungan keluarga dan masyarakat. Terutama pada kondisi dimana
stigma masyarakat perlu dikurangi (misalnya penderita TBC, pecandu
narkoba, korban perkosaan, dan prostitusi).

2.3.2 Jenis-Jenis Asuhan Kebidanan di Komunitas


a. Asuhan Antenatal di Komunitas
Asuhan antenatal adalah pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada pertumbuhan janin dalam rahim. Tujuan dalam pemberian
asuhan antenatal adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
ibu dan janin.

b. Asuhan Intranatal di Komunitas


Manajemen asuhan intranatal di komunitas merupakan suatu
pendekatan yang berpusat kepada individu di masyarakat yang
membutuhkan kemampuan analisis tinggi dan cepat terutama yang
berhubungan dengan aspek sosial, nilai-nilai, dan budaya setempat.
Asuhan intranatal Asuhan intranatal di komunitas dilakukan di rumah,
yang bertujuan untuk memastikan persalinan yang telah direncanakan,
yaitu persiapan yang bersih, aman, dan dalam suasana yang
menyenangkan serta transportasi dan biaya apabila diperlukan.

c. Asuhan Postnatal di Komunitas


Asuhan kebidanan postnatal di komunitas adalah pemberian asuhan
kebidanan secara menyeluruh tidak hanya kepada ibu nifas, akan tetapi
pemberian asuhan yang melibatkan seluruh keluarga dan anggota
masyarakat.

d. Pembinaan Kader dan Dukun


Kader kesehatan adalah upaya sukarela yang dipilih oleh masyarakat
yang bertugas mengembangkan masyarakat. Salah satu upaya untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat adalah dengan
memberdayakan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan dengan
mengikutsertakan masyarakat atau kader yang bersedia secara sukarela
terlibat dalam masalah-masalah kesehatan sehingga dengan adanya kader
dalam menjalankan tugasnya bidan mempunyai partner yang akan
membantunya dalam upaya pembinaan masyarakat.
2.4 Strategi Pelayanan Kebidanan di Komunitas
2.4.1 Pendekatan Edukatif dalam Peran Serta Masyarakat
a. Pengertian
Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan berawal dari pola
hidup masyarakat yang tidak lepas dari faktor lingkungan, adat istiadat,
ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain.
Sebagian masalah komunitas merupakan hasil perilaku masyarakat
sehingga perlu melibatkan masyarakat secara aktif. Keberadaan kader
kesehatan dari masyarakat sangat penting untuk meningkatkan rasa
percaya diri masyarakat terhadap kemampuan yang mereka miliki.
Secara umum pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat
diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis,
terencana dan terarah dengan partisipasi aktif individu, kelompok,
masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah yang
dirasakan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi
dan budaya setempat.
Secara khusus pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat
merupakan model dari pelaksanaan organisasi dalam memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat dengan pendekatan pokok yaitu
pemecahan masalah dan proses pemecahan masalah tersebut.

b. Tujuan
1) Memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang merupakan
masalah kebidanan komunitas.
2) Kembangkan kemampuan masyarakat, hal ini berbeda dengan
memecahkan masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas
kemampuan.

c. Strategi Dasar Pendekatan Edukatif


1) Mengembangkan provider, perlu adanya kesamaan persepsi dan
sikap mental positif terhadap pendekatan yang ditempuh serta
sepakat untuk mensukseskannya. Langkah-langkah pengembangan
provider
a) Pendekatan terhadap pemuka atau pejabat masyarakat.
Bertujuan untuk mendapat dukungan, sehingga dapat menentukan
kebijakan nasional atau regional. Bentuknya pertemuan perorangan,
dalam kelompok kecil, pernyataan beberapa pejabat yang
berpengaruh.
b) Pendekatan terhadap pelaksana dari sektor diberbagai tingkat
administrasi sampai dengan tingkat desa.
Tujuan yang akan dicapai adalah adanya kesepahaman, memberi
dukungan dan merumuskan kebijakan serta pola pelaksanaan secara
makro. Berbentuk lokakarya, seminar, raker, musyawarah.
c) Pengumpulan data oleh sektor kecamatan/desa
Merupakan pengenalan situasi dan masalah menurut pandangan
petugas/provider. Macam data yang dikumpulkan meliputi data
umum , data khusus dan data perilaku.
d) Pengembangan masyarakat
Pengembangan masyarakat adalah menghimpun tenaga masyarakat
untuk mampu dan mau mengatasi masalahnya sendiri secara
swadaya sebatas kemampuan. Dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat untuk menentukan masalah, merecanakan alternatif,
melaksanakan dan menilai usaha pemecahan masalah yang
dilaksanakan. Langkah– langkahnya meliputi pendekatan tingkat
desa, survei mawas diri, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
serta pemantapan dan pembinaan.

2.4.2 Pelayanan yang Berorientasi pada Kebutuhan Masyarakat


Proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan dan
tentukan prioritas dari kebutuhan tersebut serta mengembangkan
keyakinan masyarakat untuk berusaha memenuhi kebutuhan sesuai skala
prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada di masyarakat sendiri
maupun berasal dari luar secara gotong royong. Terdiri dari 3 aspek
penting meliputi proses, masyarakat dan memfungsikan masyarakat.
Terdiri dari 3 jenis pendekatan :
a. Specifict Content Approach
Yaitu pendekatan perorangan atau kelompok yang merasakan
masalah melalui proposal program kepada instansi yang berwenang.
Contoh : pengasapan pada kasus DBD.

b. General Content Objektive Approach


Yaitu pendekatan dengan mengkoordinasikan berbagai upaya dalam
bidang kesehatan dalam wadah tertentu. Contoh : posyandu meliputi KIA,
imunisasi, gizi, KIE dsb.

c. Proses Objective Approach


Yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada proses yang
dilaksanakan masyarakat sebagai pengambil prakarsa kemudian
dikembangkan sendiri sesuai kemampuan. Contoh : kader.

2.4.3 Memanfaatkan Potensi dan Sumber Daya yang Ada


Masalah kesehatan pada umumnya disebabkan rendahnya status
sosial ekonomi yang akibatkan ketidaktahuan dan ketidakmampuan
memelihara diri sendiri (self care) sehingga apabila berlangsung terus akan
berdampak pada status kesehatan keluarga dan masyarakat juga
produktivitasnya.
a. Defenisi
Usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat,
membantu menumbuhkan kemampuan orang, berkomunikasi dan
menguasai lingkungan fisiknya.
Pengembangan manusia yang tujuannya adalah untuk
mengembangkan potensi dan kemampuan manusia mengontrol
lingkungannya.
b. Langkah – langkah
1) Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan
2) Tingkatkan mutu potensi yang ada
3) Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada
4) Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

c. Prinsip - prinsip dalam mengembangkan masyarakat


1) Program ditentukan oleh atau bersama masyarakat.
2) Program disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
3) Dalam pelaksanaan kegiatan harus ada bimbingan, pengarahan, dan
dorongan agar dari satu kegiatan dapat dihasilkan kegiatan lainnya.
4) Petugas harus bersedia mendampingi dengan mengambil fungsi
sebagai katalisator untuk mempercepat proses.

d. Bentuk - bentuk program masyarakat


1) Program intensif yaitu pengembangan masyarakat melalui
koordinasi dengan dinas terkait/kerjasama lintas sektoral.
2) Program adaptif yaitu pengembangan masyarakat hanya ditugaskan
pada salah satu instansi/departemen yang bersangkutan saja secara
khusus untuk melaksanakan kegiatan tersebut/kerjasama lintas
program.
3) Program proyek yaitu pengembangan masyarakat dalam bentuk
usaha-usaha terbatas di wilayah tertentu dan program disesuaikan
dengan kebutuhan wilayah tersebut.

2.5 Konsep Dasar Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


2.5.1 Pengertian dan Tujuan PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yang
dipraktekkan oleh setiap individu dengan kesadaran sendiri untuk
meningkatkan kesehatannya dan berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan yang sehat.
Tujuan PHBS adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta
masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha berperan serta aktif
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

2.5.2 Tatanan PHBS


Secara umum, tatanan PHBS terbagi menjadi lima tatanan, yaitu
tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan tempat kerja, tatanan
tempat umum, dan tatanan fasilitas kesehatan. Hanya saja disini akan
dibahas tatanan PHBS rumah tangga saja.
Membudayakan hidup sehat tidaklah sulit. Harus ada kesadaran,
keinginan dan kemauan untuk memulainya. Setiap keluarga dapat
menerapkan prinsip untuk hidup bersih serta menjadikan perilaku sehat
menjadi kebiasaan setiap anggota keluarga. Jika kebiasan yang baik telah
ditanamkan sejak dini maka tidaklah sulit melakukannya, karena sesuatu
yang dilakukan sebagai kebiasaan sangat mudah untuk dikerjakan.
Sepuluh indikator PHBS di tatanan rumah tangga:
a. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menurunkan resiko
gangguan pasca persalinan dan mencegah infeksi neonatus.
b. Memberi ASI eksklusif
ASI eksklusif secara nyata mampu menekan angka kematian balita.
memberikan ASI eksklusif tidak hanya memberikan manfaat bagi bayi
namun bermanfaat juga bagi ibu. Ibu yang menyusui memiliki
kemungkinan 20% terhindar dari resiko terkena kanker payudara dan
kanker rahim.
c. Menimbang Balita Setiap Bulan
Jika keluarga memiliki balita wajib membawanya ke posyandu untuk
dilakukan penimbangan. Menimbang berat badan merupakan
parameter untuk menentukan status gizi balita. Dengan melakukan
penimbangan setiap bulan dapat diketahui pertumbuhan dan
perkembangan balita serta dapat diketahui lebih awal jika terdapat
indikasi kekurangan gizi.
d. Menggunakan Air Bersih
Berbagai penyakit dapat diakibatkan oleh penggunaan air yang tidak
bersih. Jika kondisi air yang digunakan tidak jernih, keruh atau berbau
sebaiknya air yang digunakan diolah terlebih dahulu agar menjadi air
bersih dengan menggunakan saringan sederhana.
e. Menggunakan Jamban Sehat
Kotoran manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang sangat
kompleks antara lain tipus, disentri, kolera, berbagai macam penyakit
cacing, schisosomiasis dan sebagainya. Secara langsung kotoran ini
dapat mengkontaminasi makanan, minuman, sumber air, tanah dan
sebagainya. Apabila kotoran dibuang sembarangan, maka akan
semakin mudah terjadinya penyebaran penyakit yang diperantarai oleh
lalat.
f. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
Membiasakan untuk mencuci tangan setelah melakukan pekerjaan dan
ketika akan mengerjakan suatu pekerjaan hal ini secara nyata telah
mencegah perpindahan kuman dan penyebaran penyakit yang
disebabkan oleh berbagai bakteri penyebab infeksi antara lain hepatitis
B, HIV/AIDS.
g. Memberantas Jentik Nyamuk di Rumah dengan 3M
Mencuci dan membersihkan bak mandi dan tempat-tempat
penyimpanan air minimal seminggu sekali dan mengubur kaleng-
kaleng bekas tindakan ini merupakan cara memberantas jentik-jentik
nyamuk demam berdarah. Karena nyamuk demam berdarah bertelur di
tempat genangan/penampungan air jernih bukan air got atau
sejenisnya.
h. Makan Buah dan Sayur Setiap Hari
Sayur dan buah merupakan sumber gizi yang lengkap dan sehat serta
mudah didapatkan. Dengan mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari
kebutuhan gizi dapat terpenuhi.
i. Melakukan Aktivitas Fisik Setiap Hari
Aktifitas fisik, gerak badan atau melakukan pekerjaan di rumah akan
meningkatkan kekuatan otot dan menyehatkan badan.
j. Tidak Merokok di dalam Rumah
Rokok berbahaya tidak saja bagi perokok tetapi juga terhadap orang-
orang disekelilingnya, untuk itu hindarilah untuk merokok di dalam
rumah.

2.6 Konsep Dasar Kehamilan


2.6.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin
intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan
persalinan (Manuaba, 2012).
Kehamilan menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional
adalah fertilisasi atau penyatuan antara spermatozoa dengan ovum
kemudian dilanjutkan bernidasi atau implantasi dan kehamilan normal
akan berlangsung dalam 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan
menurut kalender internasional. Kehamilan normal yang aterm adalah
kehamilan dengan usia antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode
proses persalinan normal (Saifuddin, 2014).

2.6.2 Standar Asuhan Antenatal


Standar asuhan antenatal meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
intervensi umum dan khusus (sesuai risiko). Dalam memberikan pelayanan
antenatal, petugas kesehatan harus memberikan pelayanan kesehatan
sesuai standar yang terdiri dari :
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali kunjungan antenatal
untuk menyingkirkan dugaan adanya gangguan pertumbuhan janin.
Idealnya, penambahan berat badan ibu selama kehamilan lebih dari 9
kilogram atau 1 kilogram setiap bulannya (Kemenkes RI, 2010).
Pengukuran tinggi badan dilakukan hanya satu kali yaitu saat
kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil dengan tinggi badan kurang
dari 145 cm dicurigai memiliki panggul yang sempit sehingga menjadi
faktor risiko terjadinya disproporsi sefalopelvik (Manuaba, 2012).
b. Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali kunjungan antenatal
untuk mendeteksi dini adanya hipertensi dan preeklampsia dalam
kehamilan (Kemenkes RI, 2010).
c. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
Pengukuran LILA dilakukan pada kontak pertama untuk deteksi dini
adanya Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil. Ibu hamil
didiagnosis KEK jika LILA kurang dari 23,5 cm (Kemenkes RI, 2010).
d. Ukur tinggi fundus uteri
Tinggi fundus uteri diukur setiap kali kunjungan antenatal untuk
menyesuaikan dengan umur kehamilan. Setelah kehamilan 24 minggu,
tinggi fundus diukur dengan pita pengukur (Kemenkes RI, 2010).
Menurut Saifuddin (2014), tinggu fundus yang normal sama dengan
usia kehamilan.
e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Denyut Jantung Janin (DJJ) dihitung pada akhir trimester I dan
selanjutnya dilakukan setiap kunjungan antenatal. Nilai DJJ normal
yaitu 120-160 kali per menit. Begitu pula dengan presentasi janin,
dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kunjungan
antenatal. Pemeriksaan presentasi janin dimaksudkan untuk
mengetahui letak janin (Kemenkes RI, 2010).
f. Skrining imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil diskrining pada kontak
pertama dan disesuaikan dengan status imunisasi ibu saat itu. Imunisasi
TT berguna untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum
(Kemenkes RI, 2010).
g. Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
Tablet Fe atau zat besi bermanfaat untuk mencegah anemia gizi besi.
Setiap ibu hamil harus mendapatkan minimal 90 tablet Fe selama masa
kehamilannya (Kemenkes RI, 2010).
h. Tes laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium antenatal mencakup pemeriksaan :
1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui jenis golongan darah
ibu hamil dan mempersiapkan calon pendonor darah yang
sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut
menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi
anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan
sekali pada trimester ketiga.
3) Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga jika ada indikasi. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria yang merupakan
salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
4) Pemeriksaan kadar gula darah
Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Mellitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal
sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan
sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).
5) Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak
pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
6) Pemeriksaan Tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi
dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya
dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
7) Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi
kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil
setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk
menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.
8) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai
menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi
Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin. Selain
pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
9) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG direkomendasikan pada awal kehamilan
(idealnya sebelum usia kehamilan 15 minggu) untuk menentukan
usia gestasi, viabilitas janin, letak dan jumlah janin, serta deteksi
abnormalitas janin yang berat. Pada kehamilan sekitar 20 minggu
untuk deteksi anomali janin dan trimester ketiga untuk
perencanaan persalinan (Kemenkes RI, 2013).
i. Tatalaksana kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan dan masalah yang ditemukan harus
ditangani sesuai dengan standar pelayanan kebidanan (SPK). Kasus-
kasus yang tidak dapat ditangani atau di luar kewenangan bidan
dirujuk sesuai dengan sistem rujukan (Kemenkes RI, 2010)
j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) yang efektif dilakukan setiap
kunjungan antenatal dan memperhatikan trimester ibu hamil yang
diberikan KIE.

2.7 Konsep Dasar Masa Nifas


2.7.1 Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil yang
berlangsung selama 6-8 minggu (Sofian, 2012).
Nifas adalah periode mulai dari enam jam sampai dengan 42 hari
pasca persalinan. Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan
kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang dilakukan sekurang-
kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam
sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai
dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan
hari ke-42 pasca persalinan (Kemenkes RI, 2015).

2.7.2 Kebutuhan Dasar Masa Nifas


a. Gizi
1) Diet seimbang yang memenuhi kebutuhan protein, mineral, dan
vitamin serta konsumsi tambahan 500 kalori/hari.
2) Minum minimal 3 liter/hari (minum setiap habis menyusui bayi).
3) Suplemen besi diminum setidaknya selama 40 hari pascasalin dan
vitamin A 1 kapsul 200.000 IU segera setelah persalinan dan 1 kapsul
200.000 IU diminum 24 jam kemudian agar bisa memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASInya (Marmi, 2014)

b. Mobilisasi/Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya
dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Ibu postpartum
sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam
postpartum. Early ambulation tidak diperbolehkan pada ibu postpartum
dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung, paru-paru, demam
dan sebagainya.

c. Istirahat
Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap. Kurang
istirahat dapat mempengaruhi volume ASI yang diproduksi (berkurang),
memperlambat involusi uteri, dan cenderung menyebabkan depresi
postpartum (Marmi, 2014).

d. Personal Hygiene
1) Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air
kecil atau besar dengan air.
2) Mengganti pembalut minimal 2 kali sehari.
3) Menghindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi.
4) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah genitalia (Marmi, 2014).

e. Seksual
Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak
merasa nyeri ketika memasukkan jari ke dalam vagina (Marmi, 2014).
f. Perawatan Payudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu.
2) Menggunakan bra yang dapat menyokong payudara.

g. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan menjarangkan kehamilan berikutnya sekurang-
kurangnya 2 tahun.

2.8 Konsep Dasar Bayi dan Balita


2.8.1 Indikator Kesehatan Anak
a. Indikator Kesehatan Bayi
Indikator program kesehatan anak yang diperlukan dalam pelaporan
kesehatan anak, diantaranya adalah data kunjungan neonatal pertama
(KN1), kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap), penanganan neonatus
komplikasi, cakupan pelayanan kesehatan bayi, cakupan pelayanan
kesehatan anak balita, SD/MI yang melaksanakan penjaringan kesehatan
siswa SD kelas 1, kematian neonatus, kematian bayi dan kematian balita.
Data indikator program kesehatan anak dipantau perkembangan
pencapaiannya setiap bulan.
1) KN1 (Kunjungan Neonatal Pertama)
Adalah jumlah bayi baru lahir/neonatus yang mendapatkan
pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar sesuai standar dilakukan secara
komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru
Lahir serta pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang
meliputi: Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir:
a) Perawatan Tali pusat
b) Melaksanakan ASI Eksklusif
c) Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1
d) Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik
e) Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0
f) Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM:
g) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
h) Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.
i) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif,
pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di
rumah dengan menggunakan Buku KIA.
j) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.

2) KN Lengkap (Kunjungan Neonatal Lengkap)


Adalah jumlah bayi baru lahir/neonatus yang mendapatkan
pelayanan sesuai standar paling sedikit tiga kali dengan distribusi waktu 1
kali pada 6-48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1 kali pada hari ke
8 – hari ke 28.

3) Penanganan Neonatus Komplikasi


Adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang
dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh dokter/ bidan/
perawat terlatih di Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah
Bersalin dan Rumah Sakit Pemerintah/Swasta.

4) Pelayanan Kesehatan Bayi


Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna
minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada umur
3 – 5 bulan, satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 – 11
bulan sesuai standar. Pelayanan kesehatan bayi yang paripurna meliputi :
a) Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, Polio 2, Polio 3,
Polio 4, DPT/HB 1, DPT/HB 2, DPT/HB 3, Campak) sebelum bayi
berusia 1 tahun.
b) Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
c) Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan).
d) Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-
tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan
Buku KIA.
e) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.

b. Pelayanan Kesehatan Anak Balita


Adalah jumlah anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh
pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8
kali setahun, pemantauan perkembangan minimal 2 kali setahun,
pemberian vitamin A 2 kali setahun.
Pelayanan kesehatan anak balita yang diberikan oleh tenaga
kesehatan sesuai standar meliputi :
1) Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada
Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-
turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk
ke sarana pelayanan kesehatan.
2) Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi
pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.
3) Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4) Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita.
5) Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.
2.9 Konsep Dasar IVA Test
2.9.1 Pengertian IVA Test
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) merupakan cara
sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca
E. Bertiani, 2009).
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara
melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas
leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat
mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions)
dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai
prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif
(negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97%
(Wijaya Delia, 2010).

2.9.2 Jadwal Pemeriksaan IVA Test


Program Skrining Oleh WHO :
a. Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun.
b. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55
tahun.
c. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55
tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
d. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita
usia 25-60 tahun.
e. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur
hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
f. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+)
adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

2.9.3 Syarat Pemeriksaan IVA Test


a. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b. Tidak sedang datang bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

2.9.4 Pelaksanaan IVA Test


a. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan
mengenai prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan
sangat penting dalam pemeriksaan ini.
b. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul
ditekuk dan kaki melebar).
c. Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan
pencahayaan yang cukup.
d. Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan
dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat
leher rahim.
e. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah
untuk menyerapnya.
f. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5%
diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit,
reaksinya pada leher rahim sudah dapat dilihat.
g. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan,
kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi
menimbulkan dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein,
sehingga sel kanker yang berkepadatan protein tinggi berubah warna
menjadi putih.
h. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih pada daerah transformasi
bearti hasilnya negative.

2.9.5 Hasil Pemeriksaan IVA Test


Menurut Sukaca E. Bertiani (2009), ada beberapa kategori yang
dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
a. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
b. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip serviks).
c. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks
dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis
Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks
in situ).
d. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada
stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

Anda mungkin juga menyukai