Anda di halaman 1dari 44

0

PENGARUH FAKTOR HYGIENE DAN MOTIVASI TERHADAP


KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA
PT. SINAR KENCANA MULTI LESTARI CABANG BATURAJA

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Ekonomi (S.E)
Pada Program Studi (S1) Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Baturaja

RONALDI
1211273
MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
1

PENGARUH FAKTOR HYGIENE DAN MOTIVASI TERHADAP


KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA
PT. SINAR KENCANA MULTI LESTARI CABANG BATURAJA

1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin

dicapai namun dalam mewujudkannya tidaklah mudah karena harus didukung

oleh beberapa faktor yang penting untuk mendorong produktivitas maupun kinerja

dari karyawan. Untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan yang

berkesinambungan maka diperlukan manajemen sumber daya yang baik dan

terprogram, maka peran sumber daya manusia sangat berpengaruh besar terhadap

perusahaan. Perusahaan harus memiliki manajemen yang baik agar siap dan

mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Perusahaan juga harus

memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang ada agar dapat bertahan

dalam persaingan global. Meskipun terdapat berbagai sumber daya dalam

perusahaan, sumber daya manusia merupakan satu-satunya keunggulan kompetitif

suatu perusahaan.

Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) harus dapat dikelola sebaik

mungkin agar dapat memberikan output yang optimal. Oleh karena itu, sebuah

perusahaan harus memikirkan cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

karyawannya agar dapat mendorong kemajuan perusahaan dan bagaimana cara

agar karyawan tersebut memiliki produktivitas yang tinggi. Keberhasilan suatu

tujuan perusahaan sangat dipengaruhi oleh suatu upaya yang dilakukan manajer

sebagai pengelola organisasi terhadap SDM secara keseluruhan yang ada dan
2

bekerja di organisasi yang dipimpinnya. Keberhasilan dalam mengelola melalui

pengaruh terhadap SDM merupakan kunci keberhasilan manajemen suatu

organisasi maupun perusahaan.

Kepuasan kerja karyawan dalam suatu perusahaan sangat penting

peranannya dalam rangka menciptakan kinerja yang optimal. Karyawan yang

memiliki kepuasan tinggi dalam pekerjaannya memiliki kinerja yang lebih baik

dalam menjalankan tugasnya dari pada mereka yang merasa tidak puas atas

pekerjaannya. Dengan pengaturan dan pengelolaan manajemen sumber daya

manusia secara professional, diharapkan karyawan dapat bekerja secara produktif.

Untuk pengelolaan karyawan secara professional harus dimulai sejak perekrutan

karyawan, penyeleksian, pengklasifikasian, penempatan karyawan sesuai bidang,

penataran dan pengembangan kariernya sehingga kompensasi yang diberikan

layak dan adil.

Menurut Handoko (2001:193) kepuasan kerja adalah sikap positif ataupun

negatif dari emosional karyawan memandang pekerjaannya baik yang ditunjukan

dalam keadaan menyenangkan atau tidak. Sedangkan menurut Wibowo

(2012:502) kepuasan atau ketidakpuasan dalam teori dua faktor dinyatakan

sebagai bagian dari variabel yang berbeda. Ketidakpuasan pada teori ini tidak

disebabkan oleh pekerjaan terkait, melainkan disebabkan oleh kondisi lingkungan

di sekitar dari pekerjaan, baik dalam bentuk pengupahan, kualitas, keamanan,

kondisi pekerjaan, pengawasan kerja serta jalinan hubungan yang berlangsung

dengan individu lain.


3

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor dan ada

beberapa teori mengenai kepuasan kerja yang dikemukakan oleh para ahli. Teori

kepuasan kerja yang popular antara lain adalah teori kepuasan kerja yang

dikemukakan oleh Herzberg. Herzberg dalam Luthans (2006:283) mengemukakan

teori dua faktor yang terdiri dari : faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor

motivasi berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu

sendiri atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan. Faktor-faktor

yang termasuk di sini adalah keberhasilan melakukan tugas, pengakuan, pekerjaan

itu sendiri, tanggung jawab, kemungkinan untuk pengembangan, kesempatan

untuk maju. Faktor kedua adalah faktor hygiene yaitu faktor yang berada di

sekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan job context atau aspek

ekstrinsik pekerja, yang terdiri dari : kondisi kerja, hubungan antar pribadi,

kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya, teknik pengawasan, upah/gaji.

Herzberg dalam Robbins (2006:212) menyimpulkan dari hasil

penelitiannya bahwa orang-orang yang merasa puas cenderung menghubungkan

kepuasan mereka pada aspek instrinsik pekerjaan atau faktor motivator. Karyawan

yang merasa tidak puas cenderung menghubungkan ketidakpuasan mereka dengan

aspek ekstrinsik pekerjaan atau faktor hygiene. Herzberg dalam Robbins

(2006:213) berpendapat bahwa proses untuk membuat karyawan merasakan

kepuasan dalam bekerja memiliki dua tahap. Pada tahap pertama manajer harus

memastikan bahwa faktor hygiene telah memadai. Gaji dan keamanan harus

mencukupi, kondisi kerja harus aman, supervisi teknis harus mencukupi, dll.

Manajer yang menyediakan faktor-faktor hygiene secara memadai belum dapat


4

merangsang motivasi karyawan tetapi hanya memastikan karyawan tidak

merasakan ketidakpuasan atau berada pada titik nol landasan motivasi. Manajer

harus menyediakan faktor-faktor penggerak motivasi kepada karyawan pada tahap

kedua seperti pencapaian dan pengakuan, sehingga akan menghasilkan kepuasan

dan motivasi yang tinggi.

Kepuasan kerja karyawan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh

perusahaan, dimana organisasi harus lentur dan efisien supaya dapat berkembang

dengan pesat. Bagi organisasi kepuasan karyawan berarti output yang ada dan

harus dipertahankan, meskipunjumlah pekerjaannya sedikit perusahaan

diharapkan mampu menjaga ataupun memotivasi karyawan agar produktifitasnya

stabil karena hal tersebut sangat mendoronng karyawan dalam melaksanakan

tugasnya agar prestasi kerja dan kinerja dalam organisasi bisa terpenuhi.

Karyawan akan bekerja secara optimal apabila dengan bekerja mereka dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya perusahaan harus benar-benar

memperhatikan tingkat kebutuhan karyawan. Kepuasan kerja yang tinggi dapat

tercipta apabila karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. Dengan

demikian karyawan mendapatkan apa yang diperolehnya dan dengan kepuasan

kerja yang tinggi tersebut perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang

diinginkan. Dalam kehidupan berorganisasi, kepuasan kerja digunakan sebagai

dasar ukuran tingkat kematangan organisasi.

Salah satu gejala yang menyebabkan kurang baiknya kondisi kerja suatu

organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Sebaliknya kepuasan kerja yang

tinggi merupakan indikasi efektivitas manajemen, yang berarti bahwa organisasi


5

telah dikelola dengan baik. Seringkali pihak manajemen berupaya meningkatkan

kepuasan kerja karyawan melalui perbaikan gaji dan upah, hal tersebut mungkin

masih bisa diterima pada taraf tertentu karena dengan gaji tersebut karyawan

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak

selalu membuat seorang karyawan memperoleh kepuasan terhadap pekerjaannya

(As’ad, 2005).

Oleh karena itu pihak manajemen perlu mengetahui faktor-faktor apa saja

yang dapat mempengaruhi kepuasan karyawan. Dengan mengetahui kepuasan

karyawan diharapkan pihak manajemen memperoleh jawaban mengenai faktor-

faktor apa saja yang sekiranya mempengaruhi kepuasan kerja karyawan sehingga

perusahaan dapat meningkatkan kepuasan kerja para karyawannya, yang pada

akhirnya dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuannya yang

sudah ditargetkan.

PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja tidak bisa hanya

menekankan pada faktor hygiene untuk meningkatkan kepuasan kerja para

karyawannya. Perusahaan juga menekankan pada prestasi, pengakuan, pekerjaan

itu sendiri, tanggung jawab, kesempatan untuk berkembang dan kemajuan yang

merupakan unsur-unsur dari faktor motivasi untuk membuat karyawan puas dalam

bekerja. Dimana faktor motivator yang berhubungan dengan isi pekerjaan dan

faktor hygiene yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan (mempunyai

hubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja dipengrahuhi oleh terpenuhi

atau tidaknya faktor motivasi dan faktor hygiene. PT. Sinar Kencana Multi Lestari

Cabang Baturaja menurut data intern perusahaan memiliki 50 orang karyawan.


6

Mayoritas karyawan yaitu sebanyak 50 karyawan yang ada ditempatkan sebagai

karyawan dinas luar atau agen dan bekerja dengan jadwal kerja yang fleksibel.

Agen memiliki jumlah mayoritas pada perusahaan bukan tanpa alasan. Hal ini

dikarenakan agen merupakan ujung tombak perusahaan yang sangat berperan

terhadap kelangsungan perusahaan kedepannya. Hal ini juga yang menyebabkan

betapa pentingya kepuasan kerja para agen karena nantinya akan berdampak

langsung pada kinerjanya.

Agen memiliki kinerja yang berkaitan dengan tingkat kemampuan untuk

mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan yang dapat dilihat dari

hasil kerjanya. Walaupun terjadi peningkatan dan penurunan yang bervariasi

namun para agen hanya mampu mengumpulkan tagih sesuai standar perusahaan.

Hal ini tentu mengindikasikan adanya faktor kepuasan kerja yang tak terpenuhi

atau kepuasan kerja yang menurun pada para agen PT. Sinar Kencana Multi

Lestari Cabang Baturaja.

PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja saat ini dihadapkan pada

masalah menurunnya tingkat kepuasan kerja karyawan. Kurang puasnya karyawan

berdampak pada kenaikan absensi karyawan, selain itu didapat informasi dari

karyawan bahwa adanya ketidak puasan yang terjadi disebabkan oleh lingkungan

kerja yang kurang kondusif. Lingkungan kerja kurang kondusif yang dimaksud

adalah adanya masalah interen antara satu karyawan dengan karyawan dan

pimpinan, sehingga berdampak langsung pada komitmen karyawan yang

menurun. Hal ini tentu saja membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan

bagi perusahaan, karena karyawan yang mempunyai komitmen yang rendah akan
7

menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi

karyawan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen

yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu

mereka untuk kemajuan perusahaan yang pada akhirnya perusahaan tersebut akan

kehilangan daya saing.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti mengadakan

penelitian dengan mengambil judul : “Pengaruh Faktor Hygiene Dan Motivasi

Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari

Cabang Baturaja”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya maka

rumusan masalah penelitian ini adalah apakah faktor hygiene dan motivasi

berpengaruh secara parsial ataupun simultan terhadap kepuasan kerja karyawan

pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut dapat diuraikan

tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor hygiene dan

motivasi secara parsial ataupun simultan terhadap kepuasan kerja karyawan pada

PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja.


8

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

masalah yang dikaji

2. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau kajian

baik di tingkat fakultas maupun universitas.

3. Bagi PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja.

Sebagai bahan pemikiran dan informasi untuk melihat pengaruh faktor

hygiene, motivasi dan kepuasan kerja karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi

Lestari Cabang Baturaja.

5. Tinjuan Pustaka

5.1 Landasan Teori

5.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2001: 10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan

seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Notoatmojo (2009: 86), MSDM adalah penarikan (rekruitmen), seleksi,

pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk

mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Menurut Notoatmojo (2009:

87), tujuan MSDM yang lebih operasional sebagai berikut :


9

a. Tujuan organisasi, yaitu MSDM perlu memberikan konstribusi terhadap

pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.

b. Tujuan masyarakat (membawa manfaat bagi masyarakat)

c. Tujuan fungsi yaitu memelihara konstribusi bagian – bagian lain agar mereka

melaksanakan tugas/fungsinya secara baik dan optimal.

d. Tujuan personel, peranan pimpinan disini untuk membantu para karyawan

untuk mencapai tujuan – tujuan pribadinya dalam rangka mewujudkan tujuan

organisasi.

Kemudian Dessler (2011: 4) terdapat lima fungsi manejemen antara lain

perencanaan, pengorganisasian, penyususnan staf, kepemimpinan dan

pengendalian. Sedangkan menurut Notoatmojo (2009: 89), fungsi manajerial

dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Fungsi-fungsi manajerial

Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan

(directing), pengendalian (controlling)

2. Fungsi-fungsi operasional

Pengadaan sumber daya manusia (recruitment); pengembangan

(development), kompensasi (compensation), integrasi (integration),

pemeliharaan (maintenance) dan pemutusan hubungan kerja (separation)

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas peneliti dapat menyimpulkan

bahwa dalam melakukan kegiatan manajemen sumber daya tidak hanya

bagaimana seseorang pimpinan mengetahui potensi karyawan, namun lebih pada

bagaimana seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu dalam


10

mengaplikasikan para sumber daya karyawan yang ada sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki.

5.1.2 Faktor Hygiene

5.1.2.1 Pengertian Faktor Hygiene

Menurut Herzberg dalam Sunyoto (2013: 4), Hygiene factors (faktor

kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat

kerja. Faktor ini tidak mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang.

Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini

adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai

disatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari

ketidakpuasan. Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan

fisiologis individu yang diharapkan untuk dipenuhi.

Sesuai dengam penjabaran Herzberg tersebut maka Teori Herzberg dalam

Siagian (2013: 290), faktor hygiene mencakup antara lain tatus seseorang dalam

organsisasi, hubungan seorang karyawan dengan atasanya; hubungan dengan

rekan-rekan sekerjanya, teknik penyelihan yang diterapkan oleh para penyelia,

kebijakan organisasi, sistem adminitrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan

sistem imbalan yang berlaku.

Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2001:178) faktor pemeliharaan (faktor

hygiene) disebut pula dissatisfiers, maintenance factors, job context, extrinsic

factors. Faktor hygiene adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan aspek di

sekitar pelaksanaan pekerjaan atau job context yang disebut juga aspek ekstrinsik

pekerja. Menurut Saydam (2000: 164), sasaran pemeliharaan kesehatan adalah


11

terciptanya para karyawan yang sehat baik jasmani atau rohani dalam melakukan

pekerjaan.

Menurut Herzberg dalam Sanyoto (2013: 5), berikut ini indikator hygiene

factors (faktor kesehatan) yaitu

1. Gaji

2. Kondisi kerja

3. Status

4. Kualitas supervise

5. Hubungan antar pribadi

6. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.

Faktor higienis ini bila diadakan perbaikan akan mengurangi rasa

ketidakpuasan, dan jika diabaikan maka akan menambah kekecewaaan dan rasa

tidak puas para karyawan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan

bahwa faktor hygiene yaitu faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan,

berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja.

5.1.3 Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin yaitu movere yang berarti dorongan atau

mengerakan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada

sumber daya manusia pada umumnya dan bawahan pada khususnya. Motivasi

mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar

mau bekerjasama secara produktif dan berhasil mencapai tujuan yang telah

ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi dapat menyebabkan,

menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan
12

antusias mencapai hasil yang optimal. Menurut Sunyoto (2013: 1) pengertian

motivasi kerja adalah sebagai keadaan yang mendorong keinginan individu untuk

melakukan kegiatan-kegitan tertentu untuk mencapai keinginannya. Motivasi

yang ada pada seseorang merupakan kekuatan yang akan mewujudkan suatu

perilaku dalam mencapai tujuan kepuasan dirinya pada tipe kegiatan yang

spesifik, dan arah yang positif.

Sementara menurut Hasibuan (2001: 95), mengemukaan bahwa: “Motivasi

adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang,

agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala

daya upayanya untuk mencapai kepuasaan”. Sedangkan Wibowo (2011: 379),

mengatakan bahwa pengertian motivasi adalah sebagai berikut : “Motivasi

merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia untuk

mencapai tujuan yang terdapat unsur/elemen sebagai pelengkapnya yaitu

membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan, intensitas, bersifat terus

menerus dan adanya tujuan”. Menurut Sunyoto (2013: 3), motivasi di dalam

kehidupan suatu organisasi harus diamati secara cermat, karena di dalam

organisasi akan terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Proses kerja sama antara pemimpin dengan bawahan maupun dengan atasan

pemimpin itu sendiri.

2. Dalam proses interaksi itu terjadi perilaku bawahan yang diperhatikan,

tetapi kemungkinan juga dilaksanakan agar perilaku tersebut sesuai dengan

keinginan yang diharapkan seorang pemimpin.


13

3. Perilaku yang ditampilkan oleh bawahan yang berjalan dengan sistem nilai

atau ketentuan yang berlaku dalam organisasi yang berangkutan.

Menurut Flipo dalam Handoko (2000: 252) motivasi tampaknya menjadi

suatu kebutuhan umum. Manajer atau pemimpin berkeinginan untuk mempunyai

satu regu atau kelompok yang lebih termotivasi, dan pemberi kerja berharap

memperoleh tenaga kerja yang penuh motivasi. Pada dasarnya pemimpin bukan

saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang

terpenting mereka mau bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai

hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan

tidak ada artinya bagi suatu organisasi, jika mereka tidak mau bekerja keras

dengan menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Sedangkan

menurut Mangkunegara (2015: 3), menjelaskan motif adalah suatu dorongan

kebutuhan dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan tersebut

menyesuaikan diri terhadap lngkungannya, sedangkan motiasi adalah kondisi

yang menggerakkan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Menurut Sutrisno (2016: 110), motivasi adalah suatu faktor yang

mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu

motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang.

Selin Menurut Maslow dalam Hasibuan (2001: 95), kebutuhan manusia ada 5

(lima) tingkat (five hierarchy of needs) dimana klasifikasi kebutuhan terdiri dari.

1. Physiological Needs (Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis)

Kebutuhan ini adalah kebutuhan pada tingkat dasar, dimana kebutuhan ini

merupakan kebutuhan yang amat primer atau kebutuhan untuk bisa hidup
14

terus atau pemuas kebutuhan demikian diperlukan untuk mempertahankan

kehidupan.

2. Safety and Security Needs (Keamanan dan Keselamatan)

Pada dasarnya kebutuhan ini mempunyai dua bentuk, yaitu :

a. Kebutuhan keamanan dan keselamatan jiwa, yaitu setiap orang

dalam memenuhi kebutuhan ini berusaha menghindari keadaan yang

membahayakan jiwa;

b. Kebutuhan akan keamanan harta.

3. Affliation or Acceptance Needs (Kebutuhan Sosial)

Di dalamnya termasuk kebutuhan untuk menjadi anggota suatu kelompok

yang diperlukan baik kelompok keluarga maupun kelompok kerja.

4. Esteem or Status or Needs (Kebutuhan Penghargaan)

Kebutuhan dan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari

karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena

adanya prestasi, tetapi yang perlu diperhatikan seseorang pimpinan adalah

semakin tinggi posisi seseorang dalam suatu organisasi maka semakin tinggi

pula prestasinya.

5. Selft Actualization.

Kebutuhan ini merupakan tingkat tertinggi, ini merupakan kebutuhan

seseorang untuk merealisasikan cita-cita akan keinginannya dengan

menampilkan potensi bakatnya.


15

Menurut Malayu dalam Hasibuan (2001: 96), teori-teori motivasi dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok yang terdiri dari teori kepuasan (content

theori) dan teori proses (process theori) sebagai berikut.

1. Teori Kepuasan (Content Theory).

Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan “apa” yang

memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang adalah untuk

memenuhi kebutuhan dan kepuasan material yang diperolehnya dari hasil

pekerjaan, jika kebutuhan dan kepuasan semakin terpenuhi, maka

pekerjaannya akan semakin baik.

Adapun beberapa pedapat para ahli tentang teori-teori kepuasan antara lain :

a. Teori Motivasi Klasik.

Teori motivasi klasik dikemukakan Fredrick Wiinson Taylor. Menurut

teori ini para pekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan

biologis saja (kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup).

b. Teori Hirachi Kebutuhan.

Teori ini dikemukakan oleh Abraham Moslow yang menyatakan bahwa

kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak yang meliputi kebutuhan

biologis dan psikologis yang berupa material dan non material.

c. Teori Motivasi Higienis.

Menurut teori ini motivasi yang ideal adalah peluang untuk melaksanakan

tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk

mengembangkan kemampuan.
16

2. Teori Proses (Process Theory).

Teori proses pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan

“bagaimana” menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan

prilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan

manajer. Teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seorang bekerja

serta hasil apa yang diperoleh. Jika bekerja baik saat ini maka hasilnya akan

diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam

bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang, hasil hari ini merupakan

kegiatan hari kemarin.

Teori-teori proses ini dikenal antara lain :

a. Teori Harapan.

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengemukakan bahwa

kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam

mengerjakan kegiatan tergantung dari hubungan timbal balik. Berapa besar

keyakinan dari organisasi akan memberikan kepuasan bagi keinginan

karyawan sebagai imbalan atas usaha yang dilakukan, bila keyakinan yang

diharapkan cukup besar untuk memperolah kepuasan maka karyawan akan

bekerja keras pula.

b. Teori Keadilan.

Setiap manusia selalu mendambakan keadilan baik dalam pemberian

hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama.

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja

seseorang, penilaian dan pengakuan mengenai prilaku bawahan harus


17

dilakukan secara objektif bukan atas dasar suka atau tidak suka, demikian

juga dengan pemberian kompensasi atau hukuman harus berdasarkan atas

penilaian yang objektif dan adil.

c. Teori Pengukuhan.

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan

pemberian kompensasi misalnya promosi jabatan tergantung dari prestasi

yang selalu dapat dipertahankan bonus kelompok tergantung pada tingkat

produksi kelompok itu.

Indikator motivasi kerja menurut Heidjrachman dan Suad Husnan dalam

Sanyoto (2013: 1) antara lain:

1. Karyawan merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan

terutama menyangkut nasibnya.

2. Adanya pengertian pimpinan apabila karyawan menghadapi masalah pribadi.

3. Penghargaan yang wajar atas prestasi kerja seperti promosi, jabatan, hadiah

atau bonus.

4. Adanya jaminan hari tua.

5. Jaminan perlakukan yang objektif misalnya mengenai tambahan penghasilan

dan hubungan dengan atasan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui motivasi merupakan

keseluruhan proses pemberian motif bekerja para bawahan sedemikian rupa

sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi

dengan efesien dan ekonomis. Motivasi merupakan proses psikologis yang


18

mencerminkan interaksi antara sikap kebutuhan persepsi dan kepuasan pada diri

seseorang.

5.1.4 Kepuasan Kerja

Menurut Hasibuan (2001: 199) menyatakan bahwa : “Kepuasan kerja

adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya”. Sikap

ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja

dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar

pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati

dalam pekerjaan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan

dan suasana lingkungan kerja yang baik”. Sedangkan menurut Robbins dalam

Wibowo (2011: 501) kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap

pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai

sikap positif terhadap pekerjaannya.

Kemudian menurut Davis (1859) dalam Mangkunegara (2015: 117)

mengemukakan bahwa "job satiffaction is the favor ableness or unfavorableness

with employee view their work" (kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau

tidak menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja). Menurut Handoko

(2007: 193) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai keadaan

emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para

karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan sikap

seseorang terhadap pekerjaannya. Selanjutnya Sunyoto (2013: 15)


19

mengungkapkan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan

atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjannya.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaa seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini

nampak pada sikap positif, karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapi di

lingkungan kerjanya.

Menurut Hasibuan (2001: 199), kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak

faktor antara lain :

1. Balas jasa yang adil dan layak;

2. Penempatan yang tepat dan sesuai dengan keahlian;

3. Suasana dan lingkungan pekerjaan;

4. Berat ringannya pekerjaan;

5. Peralatan yang menunjang;

6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

Menurut Mangkunegara (2015: 117), berpendapat bahwa ada empat teori

kepuasan kerja, antara lain :

1. Teori keseimbangan, teori ini dikemukakan oleh Wexley dan yukl,

mengaatakan bahwa semua nilai yang diterima karyawan yang dapat

menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha,

perlatan pribadi, dan jam kerja.

2. Teori perbedaan, teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter yang

berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara

menghitung selisih anatara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang

dirasakan karyawan. Sedangkan Locke megemukakan bahwa kepuasan kerja


20

karyawan bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang

diharapkan oleh karyawan.

3. Teori pemenuhan kebutuhan, menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan

bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan

meras puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar

kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut. Begiti

pula sebaliknya apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi , karyawan akan

merasa tidak puas.

4. Teori pandangan kelompok, menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan

bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat

bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan

dianggap sebagai kelompok cuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolak

ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan lebih

merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang

diharapkan oleh kelompok acuan.

Berdasarkan definisi diatas, indikator kepuasan kerja menurut Hasibuan

(2001: 199) adalah :

1. Kedisiplinan

Kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku

yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan

atau ketertiban.

2. Moral kerja
21

Kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang atau sekelompok

orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan baku mutu yang

ditetapkan.

3. Turnover kecil

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover karyawan yang

rendah. Sedangkan karyawan-karyawan yang kurang puas

biasanya turnovernya lebih tinggi.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah

fenomena yang subjektif dan individual, mungkin kuesioner merupakan ukuran

yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya

keterbatasan tertentu dari cara ini dalam mendapatkan data tentang kepuasan

kerja. Sejumlah masalah yang timbul oleh pengukuran melaui kuesioner tersebut

berkaitan dengan ketepatan tanggapan. Walaupun karyawan tidak memberikan

jawaban yang menyesatkan secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat

mempengaruhi, baik sejauh mana karyawan mau memahami pertanyaan tersebut

maupun sejauh mana karyawan mau benar – benar berterus terang dalam

menjawab.

5.2 Kerangka Pikir

Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

menurut Herzberg dalam Luthans (2006:283) adalah teori dua fakto menyatakan

puas atau tidaknya karyawan bekerkerja dipengaruhi faktor motivasi dan faktor

hygiene. Faktor motivator berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung


22

dalam pekerjaan itu sendiri atau job content yang disebut juga sebagai aspek

intrinsic dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor motivasi

adalah keberhasilan melakukan tugas, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung

jawab, kemungkinan untuk pengembangan kemajuan. Faktor yang kedua adalah

faktor hygiene yang berhubungan dengan aspek di sekitar pelaksanaan pekerjaan

yang disebut juga aspek ekstrinsik pekerja, yang terdiri dari: kebijaksanaan dan

prosedur perusahaan, supervisor, upah/gaji, hubungan dengan rekan kerja, kondisi

kerja. Berikut ini adalah gambaran kerangka pemikiran dapat lebih jelas dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 1.
Kerangka Pikir

Faktor Hygiene
(X1)

Kepuasan Kerja
(Y)

Motivasi
(X2)

________ Secara Simultan

______ Secara Parsial


23

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut peneliti membahas mengenai

tiga peranan yang menjadi variabel X (factor hygiene dan motivasi) dan Variabel

Y (kepuasan kerja) dalam penelitian ini yang masing-masing variabel memiliki

indicator. Dari masing-masing indikator ketiga variabel tersebut maka peneliti

akan memanfaatkan sebagai acuan membuat angket yang nantinya akan disebar

kepada responden, kemudian setelah penyebaran dilakukan maka peneliti akan

mencari uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, reliabilitas guna

menentukan layak atau tidaknya angket tersebut diteliti, setelah diperoleh hasil

maka peneliti menggunakan alat analisis yaitu analisis regresi, uji hipotesis untuk

menentukan seberapa jauh pengaruh satu variabel dengan variabel lainnya

kemudian analisis koefisien determinasi.

5.3 Penelitian Sebelumnya

Kesumawatie (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh teori dua

faktor frederick herzberg (hygiene dan motivator faktor) terhadap kepuasan kerja

karyawan di Perusahaan Ritel Infinite Apple Premium Reseller Surabaya. Alat uji

yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda

dengan menggunakan aplikasi penguji IBM SPSS untuk Mac versi 21. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa faktor hygiene (X1) mempunyai pengaruh yang

dominan terhadap kepuasan kerja karyawan (Y) . Hal ini ditunjukkan dengan

koefisien regresi (beta) faktor hygiene (X1) lebih besar daripada koefisien regresi

(beta) faktor motivator (X2). Hal tersebut berarti mendukung hipotesis yang telah
24

ditetapkan sebelumnya yaitu "H3 : Faktor hygiene mempunyai pengaruh yang

bersifat dominan terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan Infinite Apple

Premium Reseller di Surabaya."

Jianto (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor hygiene dan

motivator terhadap kepuasan kerja pegawai pada PT. Goodyear Cabang Kediri.

Teknik analisis yang dipergunakan adalah structural equation modeling untuk

mengetahui kausalitas antar variabel yang dianalisis. Berdasarkan hasil olah data

menyimpulkan bahwa faktor motivator berpengaruh positif terhadap kepuasan

kerja pegawai, dapat diterima signifikan positif, sedangkan faktor hygiene

berpengaruh positif terhadap kepuasan pegawai, tidak dapat diterima tidak

signifikan negatif. Artinya jika faktor motivator turun maka kepuasan kerja

pegawai juga ikut turun, sebaliknya jika faktor motivator naik maka kepuasan

kerja juga akan ikut naik. Dalam penelitian yang dilakukan di PT. Goodyear

cabang Kediri ini faktor hygiene tidak terbukti berpengaruh terhadap kepuasan

kerja pegawai.

Harlyanti (2012) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja pegawai pada pegawai dinas luar asuransi jiwa

bersama bumi putera 1912 cabang setiabudi medan. Alat uji yang digunakan pada

penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil olah

data menyimpulkan bahwa variabel faktor motivator dan faktor hygiene

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dinas luar

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi, Medan

berdasarkan hasil uji F (serempak) dan uji t (parsial). Faktor yang paling dominan
25

mempengaruhim kepuasan kerja pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB)

Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi Medan adalah faktor motivator.

5.4 Hipotesis Penelitian

Menurut para ahli Arikunto (2010: 110), “hipotesis didefinisikan sebagai

sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

sampai terbukti melalui data terkumpul”. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

diduga faktor hygiene dan motivatsi berpengaruh terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja.

6. Metodologi Penelitian

6.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh faktor hygiene dan motivasi

terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja.

6.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti

untuk menjawab penelitian (Ruslan, 2010: 29).

Sumber data yang dapat digunakan diperoleh dari penyebaran kuesioner,

yaitu teknik pengumpulan data dengan metode survei yang menggunakan

pertanyaan kepada subjek penelitian secara tertulis (Ruslan, 2010: 208). Data
26

primer tersebut diperoleh dari penyebaran kuesioner yang meliputi data tentang

faktor hygiene, motivasi dan kepuasan kerja karyawan.

6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui penyebaran kuesioner. Menurut Sugiyono (2011: 142) kuesioner adalah

teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membri seperangkat pertanyaan

tertulis kepada responden untuk dijawab.

6.4 Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2010: 173), “Populasi adalah seluruh subjek

penelitian.” Populasi dalam penelitian adalah seluruh objek yang diteliti (diamati,

diwawancarai dan sebagainya) dimana peneliti akan menarik kesimpulan tentang

objek itu. Untuk populasi yang anggotanya sedikit, peneliti dapat dilakukan pada

seluruh anggota populasi. Apabilia seseorang ingin meneliti semua elemen yang

dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 50 karyawan tetap PT. Sinar Kencana

Multi Lestari Cabang Baturaja. Populasi dalam penelitian diketahui jumlahnya

karena ada catatan resmi serta perhitungan yang akurat dengan total populasi 50

karyawan.

6.5 Teknik Analisis

6.5.1 Analisis Data


27

Analisis data adalah analisis yang dihitung berdasarkan hasil dari

kuesioner yang berupa jawaban dari responden. Berdasarkan data yang diperoleh

dari penelitian tersebut maka jawaban atas pertanyaan pada angket akan diberi

nilai atau skor dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari pernyataan

sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju (Riduwan dan

Sunarto, 2010: 15).

6.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

6.5.2.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010: 211). Sedangkan rumus yang

digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini adalah rumus

Product Moment dari Pearson sebagai berikut

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi item total

Y = skor item

X = skor total

n = jumlah responden

Untuk menentukan valid atau tidaknya data yang diuji dapat ditentukan

dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika r hasil positif, serta r

hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid. Jika r hasil negatif, serta r
28

hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid. Jadi jika, r hasil > r

tabel tetapi bertanda negatif, Ho tetap akan ditolak.

6.5.2.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat pengumpulan

data dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau

kekonsistenan alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari

sekelompok individu walaupun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Uji

keandalan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk mengetahui

hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap

gejala yang sama, adapun metode koefisien reliabilitas adalah metode alpa

cronbach dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
r1 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau soal

Σσb2 = jumlah varians butir

σt2 = varians total

Kaidah keputusannya adalah apabila nilai reliabilitas alpha cronbach

kuesioner di atas 0,7 maka kuesioner adalah reliabel (Riduwan dan Sunarto, 2010:

375).
29

6.5.2.3 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang

ada agar dapat menentukan model analisis yang tepat. Data yang digunakan

sebagai model regresi berganda dalam menguji hipotesis haruslah menghindari

kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Uji asumsi yang akan

dilakukan mencakup pengujian normalitas, multikoliniearitas, heteroskedastisitas

dan autokorelasi (Ghozali, 2005: 57-69).

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui

bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

(Ghozali, 2005: 110). Cara untuk mengetahui normalitas adalah dengan melihat

normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi

normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal, dan

plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal.


30

Gambar 1 Normal Probability Plot Uji Normalitas

Jika distribusi data residual adalah normal, maka garis yang

menggambarkan data sesungguhnya meliputi garis diagonalnya. Seperti

ditunjukkan pada gambar 1.

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Santoso (2004: 203) uji multikolinearitas dilakukan untuk

menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah

koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika

korelasi kuat, maka terjadi problem multikolinearitas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk dapat

mendeteksi terjadi atau tidaknya multikolinearitas pada sebuah model regresi,

dapat dilakukan dengan tidak mengandung multikolinieritas, apabila nilai VIF <

10 dan mempunyai nilai tolarance > 0,10. Jika nilai VIF hasil regresi lebih besar

dari 10 dan nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 maka dapat dipastikan ada

multikolinearitas di antara variabel bebas tersebut.

c. Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas adalah untuk menguji sebuah model regresi, terjadi

ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain.

Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap

maka disebut homokedastisitas, dan jika varians berbeda disebut


31

heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas

(Santoso, 2004: 208).

Heterokedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola

tertentu pada scatterplot, dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan

sumbu X adalah residual (Y diprediksi – Y yang sesungguhnya) yang telah

distudentized.

Gambar 2. Pola Scatterplot Uji Heterokedastisitas

Dasar pengambilan keputusan adalah:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk

suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian

menyempit), maka telah terjadi heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.


32

d. Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2004: 216) autokorelasi digunakan untuk menguji

apakah dalam sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang

baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan

Durbin Watson, secara umum dapat diambil patokan:

a. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

b. Angka D-W di bawah -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

c. Angka D-W di bawah +2 berarti ada autokorelasi negatif

Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan,

menjadi tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dapat diatasi dengan cara

melakukan transformasi data dan menambah data observasi.

6.6 Metode Analisis

6.6.1 Analisis Regresi Linear Berganda

6.6.1.1 Transformasi Data

Sebelum dilakukan analisis regresi linear berganda, tahap awal yang

dilakukan adalah mentransformasi data yang diolah berdasarkan hasil dari

kuesioner yang berasal dari jawaban responden. Jawaban responden diberi skor

atau nilai berdasarkan skala likert, yang alternatif jawabannya terdiri dari yaitu
33

sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju (Ridwan dan Sunarto,

2010: 15).

Pendapat responden terhadap pertanyaan tentang factor hygiene, motivasi

dan kepuasan kerja diberikan nilai sebagai berikut:

1) Setiap alternatif jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1

2) Setiap alternatif jawaban tidak setuju diberi skor 2

3) Setiap alternatif jawaban ragu-ragu diberi skor 3

4) Setiap alternatif jawaban setuju diberi skor 4

5) Setiap alternatif jawaban sangat setuju diberi skor 5

Data dari jawaban responden adalah bersifat ordinal, syarat untuk bisa

menggunakan analisis regresi adalah paling minimal skala dari data tersebut harus

dinaikkan menjadi skala interval, melalui Methode of Succesive Internal (MSI).

Skala interval menentukan perbedaan, urutan dan kesamaan besaran perbedaan

dalam variabel, karena itu skala interval lebih kuat dibandingkan skala nominal

dan ordinal (Riduwan dan Sunarto, 2010: 21). Transformasi tingkat pengukuran

dari skala ordinal ke skala interval dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1) Perhatikan setiap item pertanyaan dalam kuesioner

2) Untuk setiap item tersebut tentukan berapa orang responden yang mendapat

skor 1, 2, 3, 4, 5, yang disebut dengan frekuensi

3) Skor frekuensi dibagi dengan banyaknya responden yang disebut proporsi

4) Hitung proporsi kumulatif (pk)

5) Gunakan tabel normal, hitung nilai z untuk setiap proporsi kumulatif


34

6) Nilai densitas normal (fd) yang sesuai dengan nilai z

7) Tentukan nilai interval (scale value) untuk setiap skor jawaban sebagai

berikut:

Nilai interval = (density at lower limit) – (density at upper limit)


(area under upper limit) – (area under lower limit)

Keterangan :

Area under upper limit : Kepadatan batas bawah

Density at upper limit : Kepadatan batas atas

Area under upper limit : Daerah dibawah batas atas

Area under lower limit : Daerah dibawah batas bawah

8) Sesuai dengan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scale value (SV) yang

nilainya terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi sama dengan 1

(satu).

6.6.1.2 Spesifikasi Model Analisis Regresi Linear Berganda

Model regresi linear berganda penelitian ini dapat diformulasikan sebagai

berikut: (Riduwan dan Sunarto, 2010: 71).

Y = a + b1X1 + b2X2 + + e

Dimana:

Y = Kepuasan Kerja

X1 = Faktor Hygiene

X2 = Motivasi

b1 – b2 = Koefisien regresi

a = Konstanta
35

e = Error Term

6.6.2 Pengujian Hipotesis

6.6.2.1 Uji t (Uji Individual)

Menurut Kuncoro (2009: 238) Uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa

jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi

variabel terikat. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis

1) Untuk variabel X1

Ho : bi = 0, : Tidak ada pengaruh faktor hygiene terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja

Ha : bi ≠ 0, : Ada pengaruh faktor hygiene terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja

2) Untuk Variabel X2

Ho : bi = 0, : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja

Ha : bi ≠ 0, : Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan

pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja

b. Menentukan daerah penerimaan Ho dan penolakan Ho


36

Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan uji t adalah sebagai berikut:

(Priyatno, 2011: 169).

- Ho diterima dan Ha ditolak jika thitung ≤ ttabel, artinya tidak signifikan.

- Ho ditolak dan Ha diterima jika thitung ≥ ttabel, artinya signifikan

Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat kepercayaan 95 % dan

taraf signifikansi 5% dengan menggunakan ttabel = t α/2, df (n-k-1) yang dapat

digambarkan sebagai berikut :

Daerah Daerah
penolakan (Ho) penolakan (Ho)
Ho Daerah
penerimaan (Ho) Ho

-t (α/2), df (n-k-1) t (α/2), df (n-k-1)

Gambar 3. Interval Keyakinan 95 % Untuk Uji Dua Sisi

6.6.2.2 Uji F

Uji F – statistik pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2009: 239). Hipotesis nol yang hendak diuji

adalah:

Ho : b1 – b2 – b3 = 0, : Tidak ada pengaruh variabel independen yang signifikan

terhadap variabel dependen secara simultan.


37

Ha : b1 – b2 – b3  0, : Ada pengaruh variabel independen yang signifikan terhadap

variabel dependen secara simultan.

Menurut Ridwan dan Sunarto (2010: 110) kaidah pengujian signifikansi jika :

F hitung > F tabel, maka tolak Ho artinya signifikan

F hitung < F tabel, maka terima Ho artinya tidak signifikan.

Hasil Fhitung dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95 % dan

taraf signifikansi 5% dengan menggunakan Ftabel = F {(1- α) (dk pembilang = m),

(dk penyebut = n-m-1).

6.6.2.3 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2 / KP) pada intinya digunakan untuk

menunjukkan seberapa besar variabel X dalam menjelaskan variabel Y. Nilai KP

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

KP = r x 100%

Dimana : (Riduwan dan Sunarto, 2010: 80-

81)

KP (Koefisien Penentu) = nilai koefisien determinasi


r = nilai koefisien korelasi
38

7. Batasan Operasional Variabel

Batasan operasional penelitian dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2
Batasan Operasional Variabel

No
Variabel Definisi Indikator
.
1. Faktor Hygiene factors (faktor 1. Gaji
Hygiene kesehatan) adalah faktor 2. Kondisi kerja
(X1) pekerjaan yang penting untuk 3. Status
adanya motivasi di tempat 4. Kualitas supervise
kerja. Faktor ini tidak 5. Hubungan antar
mengarah pada kepuasan pribadi
positif untuk jangka panjang. 6. Kebijaksanaan dan
Tetapi jika faktor-faktor ini administrasi
tidak hadir, maka muncul perusahaan.
ketidakpuasan. Sunyoto (2013: 5)

2. Motivasi Motivasi kerja adalah sebagai 1. Pengakuan


(X2) keadaan yang mendorong 2. Hubungan Antar
keinginan individu untuk Pribadi
melakukan kegiatan-kegitan 3. Penghargaan
tertentu untuk mencapai 4. Gaji / Pensiunan
keinginannya. Motivasi yang 5. Jaminan Pengakuan
ada pada seseorang merupakan Objektif
kekuatan yang akan Sunyoto (2013: 5)
mewujudkan suatu perilaku
dalam mencapai tujuan
kepuasan dirinya pada tipe
kegiatan yang spesifik, dan
arah yang positif.

3. Kepuasan Kepuasan kerja adalah sikap 1. Kedisiplinan


Kerja (Y) emosional yang 2. Moral kerja
menyenangkan dan mencintai 3. Turnover kecil
pekerjaannya. Sikap ini Hasibuan (2001: 1999)
39

dicerminkan oleh moral kerja,


kedisiplinan dan prestasi kerja.
Kepuasan kerja dinikmati
dalam pekerjaan, luar
pekerjaan dan kombinasi
dalam dan luar pekerjaan

8. Kerangka Kerja Penelitian

8.1. Tahap Langkah kerja

a) Tahap Persiapan
1). Penyelesaian administrasi
2). Pengajuan dan pengesahan judul
3). Pengajuan dan pengesahan proposal penelitian
4). Penyusunan instrumen
5). Observasi awal
b). Tahap Pengumpulan Data
1). Pengumpulan data dari sumber data yang ada
2). Pemeriksaan data
3). Pengklasifikasian data
c). Tahap Pengolahan Data
1). Pemeriksaan data ulang
2). Pengklasifikasian data lebih lanjut
3). Melakukan analisis data
4). Mengevaluasi data
d). Tahap Penyusunan Data
1). Penyusunan data per bab
2). Perbaikan
40

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2009. Analisis Statistik Untuk Bisnis: Dengan Regresi, Korelasi dan
Nonparametrik. Yogyakarta: BPFE.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta:Rineka Cipta.

Dessler, Garry. 2011. Manajemen Sumber Daya Mnusia Edisi Kesepuluh Jilid 1.
Jakarta: PT. Indeks.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 3 ED.
Semarang: Penerbit Unniversitas Diponegoro.

Handoko. 2000. Manajemen. BPPE. Yogyakarta.

Hasibuan. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Bumi Aksara

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Rosdakarya: Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Rineka Cipta

Priyatno. 2011. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan.


Jakarta: Kecana Prenada Media Group.

Ridwan dan Sunarto. 2010. Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan,


Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Santoso, S. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
41

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar


Maju: Bandung

Siagian, P. Siagan. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara:


Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung:


Alfabeta.

Sutrisno, Edy. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana


Pernadamedia Group.

Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Proses Analisis Data Perilaku
Organisasional. Yogyakarta: PT. Buku Seru

Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers PT.
RajaGrafindo Persada

Wirawan. 2008. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi, dan
Penelitian. Jakarta: Selemba Empat
42

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………..... i
DAFTAR ISI............................................................................................. iii

1. Latar Belakang ..............…………………..…..................................... 1


2. Rumusan Masalah ……………………………………........................ 7
3. Tujuan Penelitian ………………......................................................... 7
4. Manfaat Penelitian................................................................................ 8
5. Tinjuan Pustaka .................................................................................... 8
5.1 Landasan Teori ............................................................................... 8
5.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia....................................... 8
5.1.2 Faktor Hygiene...................................................................... 10
5.1.3 Motivasi................................................................................. 11
5.1.4 Kepuasan Kerja...................................................................... 18
5.2 Kerangka Pemikiran........................................................................ 21
5.3 Penelitian Sebelumnya.................................................................... 23
5.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 25
6. Metodologi Penelitian .......................................................................... 25
6.1 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 25
6.2 Jenis dan Sumber Data.................................................................... 25
6.3 Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 26
6.4 Populasi dan Sampel....................................................................... 26
6.5 Teknik Analisis............................................................................... 26
6.5.1 Analisis Data.......................................................................... 26
6.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas................................................. 27
6.5.2.1 Uji Validitas ............................................................... 27
6.5.2.2 Uji Reliabilitas............................................................ 28
6.5.2.1 Uji Asumsi Klasik....................................................... 29
6.6 Metode Analisis ............................................................................. 32
6.6.1 Analisis Regresi Linier Berganda.......................................... 32
6.6.2 Tranformasi Data................................................................... 34
6.6.3 Pengujian Hipotesis................................................................ 35
43

7. Batasan Operasional Variabel............................................................... 37


8. Kerangka Kerja Penelitian.................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai