Anda di halaman 1dari 25

Pengertian

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata
artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus/rangsangan dari
luar. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Azizah et al., 2014). Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman.(Yusuf et al., 2015).

Klasifikasi Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi dengar/ suara  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-suara
sendiri. atau kegaduhan.
 Marah-marah tanpa sebab.  Mendengar suara yang
 Mengarahkan telinga ke mengajak bercakap-cakap.
arah tertentu.  Mendengar suara
 Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke arah  Melihat bayangan, sinar,
tertentu. bentuk geometris, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu, atau
yang tidak jelas. monster.
Halusinasi penciuman  Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan
membaui bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu. feses, dan kadang- kadang
 Menutup hidung bau itu menyenangkan.

Halusinasi pengecapan  Sering meludah  Merasakan rasa seperti


 Muntah darah, urine, atau feses.

Halusinasi perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada serangga


permukaan kulit di permukaan kulit.
 Merasa seperti tersengat
listrik.
Proses Terjadinya Masalah
Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) dalam (Azizah et al., 2014) faktor predisposisi yang menyebabkan
halusinasi adalah:

1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan,
kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatanotak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini

Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007) dalam (Azizah et al., 2014) faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:

1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresso

Tanda Dan Gejala

Tanda dan Gejala Tanda dan gejala halusinasi penting perlu diketahui (Azizah et al., 2014)
antara lain:

1) Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri


2) Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3) Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4) Disorientasi
5) Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6) Cepat berubah pikiran
7) Alur pikir kacau
8) Respon yang tidak sesuai
9) Menarik diri
10) Suka marah dengan tiba-tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab
11) Sering melamun
Rentang Respon

Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis da terciptanya
hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya
waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang
respons neorobiologi.(Yusuf et al., 2015)

Adaptif Maladaptif

 Pikiran logis.  Kadang proses


 Persepsi akurat.  Gangguan proses
pikir tidak
 Emosi konsisten berpikir/ waham.
terganggu.
dengan  Halusinasi.
pengalaman.  Ilusi.
 Kesukaran proses
 Perilaku sosial.  Emosi tidak
emosi.
 Hubungan sosial stabil.
harmonis.  Perilaku tidak
 Perilaku tidak
terorganisasi.
biasa.
 Isolasi sosial.
 Menarik diri

Keterangan Gambar:

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
4. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
b. Respon psikososial meliputi:
1. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2. ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapanyang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3. Emosi berlebihan atau berkurang.
4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun responmaladaptif
meliputi:
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankanwalaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataansosial.
2. Halusinasi merupakan definisian persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternalyang tidak realita atau tidak ada.
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan menurut (Yusuf et al., 2015)

Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.


a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
4) Menggunakan obat secara teratur.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1. Tujuan
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah.
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara
merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

Strategi Pelaksanaan (SP)

Stratrgi pelaksanaan yang dapat dilakukan menurut (Azizah et al., 2014)


Sp 1 Pasien:
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dan jadwal kegiatan
harian.
Sp 2 pasien:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari
SP 3 pasien:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan(kegiatan yang biasa
dilakukkan pasien).
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan sehari-hari
SP 4 pasien:
1. Evaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3)
2. Menanyakan pengobatan sebelumnya
3. Menjelaskan tentang pengobatan
4. Melatih pasien minum obat (5 benar)
5. Masukkan jadwal

Sp1 keluarga:
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam rawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian,tanda dan gejala halusinasi dsn jenis halusinasi yang di alami
pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.

Sp 2 Keluarga:
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi

SP 3 Keluarga:
1. Membantu keluarga membuat jadwal kegiatan aktifitas dirumah termasuk minum obat.
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan


Keperawatan Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
Persepsi Sensori tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan persepsi - Monitor perilaku mengindikasi halusinasi
dengan gangguan sensori - Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas
pendengaran membaik dengan dalam stimulasi lingkungan
ditandai dengan kriteria hasil : Terapeutik
mendengar suara Persepsi Sensori - Pertahankan lingkungan yang aman
bisikan 1. Verbalisasi - Lakukan tindakan keselamatan ketika
mendengar bisikan tidak dapat mengontrol perilaku (mis.
menurun limit setting, pembatasan wilayah,
2. Perilaku halusinasi pengekangan fisik)
menurun - Diskusikan perasaan dan respons
3. Respons sesuai terhadap halusinasi
stimulus - Hindari pengobatan tentang validasi
meningkat halusinasi
Edukasi
- Anjurkan memonitor sendiri situasi
terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang percaya
untuk memberi dukungan dan umpan
balik korektif terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi (mis.
mendengarkan musik, melakukan
aktivitas dan teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
- - Kolaborasi pemberian obat antipsikotik
dan antiansietas, jika perlu
Isolasi Sosial Setelah dilakukan Promosi Sosialisasi
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan diharapkan - identifikasi kemampuan melakukan
perubahan status keterlibatan sosial interaksi dengan orang lain
mental ditandai dengan kriteria hasil : - Identifikasi hambatan melakukan
dengan tidak Keterlibatan Sosial interaksi dengan orang lain
berminat/menolak 1. Minat Terapeutik
berinteraksi interaksi - motivasi meningkatkan keterlibatan
dengan orang meningkat dalam suatu hubungan
lain atau 2. Verbalisasi - Motivasi kesabaran dalam
lingkungan menurun mengembangkan suatu hubungan
3. Perilaku sesuai motivasi berpartisipasi dalam aktivitas
dengan harapan baru dan kegiatan kelompok
orang lain - motivasi berinteraksi di luar lingkungan
membaik (mis. jalan-jalan, ke toko buku)
- diskusikan kekuatan dan keterbatasan
dalam berkomunikasi dengan orang
lain
- diskusikan perencanaan kegiatan di masa
depan
Edukasi
- Anjurkan berinterakasi dengan orang lain
secara bertahap
- anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi pengalaman dengan
orang lain
- anjurkan meningkatkan kejujuran diri
dan menghormati hak orang lain
- anjurkan penggunaan alat bantu (mis,
kacamata dan alat bantu dengar)
- anjurkan membuat perencanaan
kelompok kecil untuk kegiatan khusus

KONSEP TERAPI NON FARMAKOLOGI GANGGUAN HALUSINASI


Terapi non farmakologi lebih aman karena tidak menimbulkan efek samping
seperti obat, karena terapi non farmakologi menggunakan proses fisiologis. Terapi
musik, psikoreligious, aktivitas kelompok (TAK) dapat digunakan untuk intervensi non-
farmakologi.

a. Pemberian Terapi Musik


Mendengarkan musik adalah terapi non farmakologi yang efektif. Musik
memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit dan meningkatkan kecerdasan. Ketika
musik dapat meningkatkan, memulihkan dan memelihara kesehatan fisik, mental,
emosional, sosial dan spiritual. Di zaman modern ini, terapi musik banyak digunakan
oleh para psikolog dan psikiater untuk mengobati berbagai gangguan jiwa, gangguan
jiwa atau gangguan psikis.

Terapi musik mudah diterima oleh organ pendengaran, dan kemudian


menyebarkannya melalui saraf pendengaran ke bagian otak yang memproses emosi,
sistem limbik. Dalam sistem limbik otak, terdapat neurotransmiter yang mengatur
stres, kecemasan, dan beberapa penyakit terkait. Musik dapat memengaruhi imajinasi,
kecerdasan, dan memori, serta dapat memengaruhi pelepasan endorphin.

Ada dua jenis musik, yaitu musik "acid" (asam) dan musik "alkaline" (basa).
Musik penghasil acid adalah musik hard rock yang dapat membuat orang marah,
bingung, kaget, dan penuh perhatian contohnya musik hard rock dan rapp. Musik
Alkaline adalah musik klasik yang lembut, yang dapat membuat orang rileks dan
tenang seperti halnya musik klasik. Musik klasik Mozart dapat meningkatkan
konsentrasi, daya ingat, dan rasa ruang. Dalam gelombang otak, gelombang alfa
mewakili perasaan tenang dan kesadaran, dan rentang gelombangnya adalah 8-13 Hz.
Semakin lambat gelombang otak, semakin rileks, puas dan damai yang dirasakan,
namun jika seseorang melamun atau merasa dalam keadaan gelisah atau kurang
perhatian secara emosional, maka teknik musik klasik dapat membantu meningkatkan
kesadaran dan meningkatkan kesejahteraan organisasi Psikologis seseorang dengan 15
menit (Damayanti, Jumaini, & Utami, 2014).

Adapun tujuan dari terapi musik adalah memberikan rasa tenang, membantu
mengendalikan emosi, memberikan relaksasi pada tubuh dan pikiran penderita,
sehingga berpengaruh terhadap pengembangan diri, dan menyembuhkan gangguan
psikososialnya (G. Purnama et al., 2016)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik menurut (Suryana, 2012)
adalah sebagai berikut :

1. Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan hindari


menutup gorden atau pintu

2. Usahakan klien untuk tidak menganalisa musik, dengan prinsip nikmati musik ke
mana pun musik membawa

3. Gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien terutama yang berirama
lembut dan teratur. Upayakan untuk tidak menggunakan jenis musik rock and roll,
disco, metal dan sejenisnya. Karena jenis musik tersebut mempunyai karakter
berlawanan dengan irama jantung manusia.

b. Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Jenis terapi ini akan menghasilkan cluster situasi, seperti munculnya dinamika
interaktif yang saling bergantung, kebutuhan bersama, dan tempat di mana klien
terlibat dalam perilaku adaptif baru untuk memperbaiki perilaku ganas lama. Terapi
aktivitas kelompok merupakan salah satu jenis terapi stimulasi sensori yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan berkaitan dengan pengalaman atau
kehidupan diskusi kelompok (Eka & Sapria, 2019).
Terapi aktivitas kelompok dalam halusinasi (TAK) meliputi mengenali
halusinasi, mengendalikan halusinasi dengan melakukan aktivitas, mencegah
halusinasi dengan berbicara, dan mengendalikan halusinasi dengan minum obat.
Tempat dimana terapi aktivitas kelompok dapat dilakukan dua kali seminggu (Fani,
Nasrul, & Aminuddin, 2016)
c. Pemberian Terapi Psikoreligius
Psikoterapi merupakan istilah yang banyak diketahui orang, namun setiap
orang memiliki pengertian yang berbeda tentang obat ini. Ketika penyebab masalah
berasal dari spiritual, itu harus dilawan atau ditangani dengan cara yang lebih kuat
secara mental daripada penyebabnya. Dalam praktiknya, ini melibatkan penggunaan
spiritualitas untuk memecahkan masalah yang ada. Misalnya dalam kasus
pembersihan rintangan yang disebabkan oleh energi negatif, ketika seseorang benar-
benar kebal terhadap gangguan energi negatif, ia hanya akan memperoleh manfaat
berupa peningkatan energi positif dalam tubuh (Murdiyanti & Nuril, 2019).
Agama dan spiritualitas memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan, bahkan rehabilitasi mental memegang peranan kunci pada pasien
skizofrenia. Terapi psiko-religius merupakan salah satu metode pengobatan dalam
praktik keperawatan, metode religi dapat digunakan, antara lain berzikir, membaca al-
quran, doa-doa, ceramah agama dan metode lain untuk meningkatkan kekebalan dan
ketahanan tubuh dalam menghadapi berbagai stresor sosial dan psikologis.
d. Pemberian Terapi Individu Generalis
Menurut (Akemat, 2004) Terapi individu merupakan salah satu bentuk terapi yang
dilakukan secara individu oleh perawat kepada pasien secara tatap muka perawat-
pasien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Tindakan generalis halusinasi adalah tindakan tindakan terapi
alternatif setelah farmakoterapi. Tindakan generalis halusinasi membantu klien
mengenal halusinasi, melatih menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang
lain, minum obat secara teratur (Keliat dan Akemat, 2010). Terapi generalis
merupakan intervensi keperawatan yang diberikan dalam bentuk standar asuhan
keperawatan (SAK) jiwa yang merupakan panduan bagi perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien ODGJ dan keluarganya untuk mengatasi diagnose
keperawatan pada klien gangguan jiwa. Berdasarkan hasil studi Suheri dan Mamnu'ah
(2014) menunjukkan bahwa dengan pemberian terapi generalis halusinasi mampu
menurunkan frekuensi halusinasi. Sedangkan hasil studi Rahmiyati (2013)
menunjukkan bahwa pemberian terapi individu generalis mampu meningkatkan
kemampuan perawatan diri klien dengan gangguan jiwa.
e. Pemberian Terapi Okupasi
1. Terapi okupasi aktivitas waktu luang
Terapi okupasi berasal dari kata occupational dan therapy. Occupational
berarti suatu pekerjaan, sedangkan therapy yang berarti pengobatan. Sedangkan
aktivitas waktu luang adalah aktivitas yang bertujuan untuk mengalihkan pasien
dari halusinasi yang dialaminya. Jadi terapi okupasi aktivitas waktu luang adalah
suatu cara atau bentuk psikoterapi suportif yang penting dilakukan untuk
meningkatkan kesembuhan pasien melalui aktivitas yang disenangi pasien untuk
mengalihkan halusinasinya (Djunaedi & Yitnarmuti, 2008).
Menurut Nasir & Muhith (2011) terapi okupasi aktivitas waktu luang adalah
perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan pasien kepada
aktivitas selektif, agar kesehatan dapat ditingkatkan serta dipertahankan, dan
mencegah kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat
mental maupun fisik. Jadi dapat disimpulkan terapi okupasi aktivitas waktu luang
merupakan suatu cara atau bentuk psikoterapi suportif untuk mengarahkan pasien
kepada aktivitas selektif yang disenangi pasien yang bertujuan untuk
mengalihkan halusinasinya. Jenis kegiatan dalam terapi okupasi aktivitas waktu
luang antara lain olah raga, permainan, kerajinan tangan, seni, rekreasi, diskusi,
pekerjaan sehari-hari dan perawatan kebersihan diri (Direja, 2011).
2. Terapi okupasi aktivitas menggambar
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan juga seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi
okupasi aktivitas menggambar merupakan terapi yang menggunakan media seni
untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa pensil, kapur bewarna, warna,
cat, potongan-potongan kertas dan tanah liat (Ramadhani, 2019). Terapi ini
bermanfaat untuk pasien agar dapat melepaskan emosi, mengekspresikan diri,
mengurangi stress, media untuk membangun komunikasi serta meningkatkan
aktivitas pada pasien gangguan jiwa.

Daftar Pustaka
Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2014). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik.

Damayanti, R., Jumaini, & Utami, S. (2014). Efekifitas Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tingkat Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Dengar Di Rsj Tampan
Provinsi Riau. Jom Psik Vol. 1, 1.
Direja, S. H. A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Djunaedi & Yitnarmuti.(2008). Psikoterapi Gangguan Jiwa. Jakarta: Pt. Buana Ilmu Populer.

Eka, N. M., & Sapria, E. N. (2019). Efektivitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Dan Terapi Religius Terhadap Frekuensi Halusinasi. Jurnal Prima Stiker
Mataram , 47.
Fani, J., Nasrul, & Aminuddin. (2016). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Tak)
Halusinasi Terhadap Kemajuan Perawatan Pada Pasien Halusinasi Di Ruangan
Manggis Rumah Sakit Daerah Madani Palu. Jurnal Kesehatan Prima, 1718-1719.

Gasril, P., Suryani, S., And Sasmita, S. (2020). Pengaruh Terapi Psikoreligious: Dzikir
Dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Yang Muslim Di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi
20(3): 821.
Keliat, B, A., Akemat, Helena, N. & Nurhaeni, H. (2010). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas. Jakarta: Egc.

Murdiyanti, D., & Nuril, R. (2019). Terapi Komplementer Konsep Dan Aplikasi Dalam
Keperawatan. Yogyakarta: Pt. Pustaka Baru.

Nasir, A. Dan Muhith, A. (2011).Dasar Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori.
Jakarta: Salemba Medika.

Rahmiyati, R. (2013). Pengaruh Terapi Individu Generalis Terhadap Kemampuan


Perawatan Diri Klien Dengan Gangguan Jiwa Di Ruang Melati Rsj. Prof. Hb.
Sa’Anin Padang(Doctoral Dissertation, Universitas Andalas).

Ramadhani, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Dengan Penerapan


Terapi Okupasi Aktivitas Menggambar Di Instalasi Kesehatan Jiwa Rsud
Banyumas(Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto).

Suheri, S., & Mamnu’Ah, M. A. (2014). Pengaruh Tindakan Generalis Halusinasi Terhadap
Frekuensi Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Di Rs Jiwa Grhasia Pemda
Diy(Doctoral Dissertation, Stikes'Aisyiyah Yogyakarta).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI.

Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Judul KIA:

Penerapan Terapi Psikoreligius: Zikir dan Murottal Al-Fatihah guna mengurangi Tanda dan Gejala Pada Pasien dengan Gangguan
Persepsi Sensori

PICO

No Jurnal Population Intervention Comparation Outcome


.
1 Pengaruh Terapi Populasi pada penelitian Pemberian terapi zikir Penelitian kuantitatif Uji statistik
Dzikir Dengan Jari ini adalah pasien dengan jari selama 3 dengan desain Pre menunjukkan nilai p-
Untuk Mengontrol skizofrenia dengan sesi pertemuan. Durasi Eksperiment, dengan value yaitu 0,000 (p-
Halusinasi Pasien halusinasi di Rumah pemberian tidak rancangan one group value) yang berarti
Skizofrenia Sakit Jiwa Daerah dr. dijelaskan. pre test – post test terdapat perbedaan nilai
Samsi Jacobalis Provinsi dimana peneliti rata-rata skoring
(Fashihah et al., Bangka Belitung. Jumlah membandingkan halusinasi sebelum dan
2023) sampel yang digunakan hasil rerata skor sesudah pemberian
dalam penelitian halusinasi sebelum terapi dzikir dengan jari
berjumlah 19 orang. dan sesudah terhadap mengontrol
pemberian halusinasi pasien
intervensi. skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Daerah dr.
Samsi Jacobalis
Provinsi Bangka
Belitung Tahun 2023.
2 Penerapan Terapi Menggunakan teknik Terapi dzikir dilakukan Penelitian berupa Terdapat perkembangan
Dzikir Dalam studi kasus selama 5 hari dengan studi kasus deskriptif kontrol halusinasi
Penurunan Tingkat dengan 2 orang frekuensi 2 kali sehari antara 2 subjek sebelum dan sesudah
Halusinasi responden sebagai dalam waktu 15-30 penelitian yang dilakukan penerapan
Pendengaran Pada subyek studi kasus yaitu menit. diukur menggunakan terapi dzikir. Sebelum
Pasien Skizofrenia Tn. P dan Tn. B di AHRS (Auditory terapi dilakukan
Rsjd Dr. Rm. di RSJD Dr. RM Halutination Rating tahapan halusinasi
Soedjarwadi Klaten Soedjarwadi Klaten Jawa Scale, dengan pasien Tn. P dengan
Provinsi Jawa Tengah. membandingkan skor 30 yaitu termasuk
Tengah. kondisi klien kategori halusinasi
sebelum dan sesudah berat dan Tn. E dengan
(Muhchin et al., pemberian skor 40 yaitu termasuk
2023) intervensi. kategori halusinasi
sangat berat,. Namun
setelah dilakukan terapi
dzikir Tn. P mendapat
skor 10 yaitu termasuk
kategori halusinasi
ringan dan Tn. E
dengan skor 11 yaitu
termasuk kategori
halusinasi ringan.
3 Penerapan Terapi Menggunakan desain Pemberian Terapi Penelitian ini Hasil penerapan
Spiritual: Dzikir studi kasus. Subjek yang Dzikir selama 3 hari. melakukan menunjukan bahwa
Terhadap Tanda digunakan adalah dua Untuk durasi pemberian perbandingan setelah diberikan
Gejala Halusinasi orang pasien halusinasi terapi zikir tidak mengenai tanda dan penerapan terapi
Pendengaran. pendengaran di UPTD dijelaskan. gejala yang muncul spiritual: dzikir terjadi
Puskesmas Metro. pada klien sebelum penurunan tanda gejala
(Sari et al., 2022) dan sesudah halusinasi pendengaran.
pemberian intervensi
zikir.
4 Intervensi Terapi Studi kasus kepada satu Pemberian terapi zikir Penelitian ini Setelah pemberian
Berdzikir Pada orang klien yang dilakukan 1 sesi selama membandingkan intervensi terjadi
Kasus Gangguan memiliki gangguan 3 hari berturut-turut kondisi klien penurunan tanda dan
Persepsi Sensori persepsi sensori dengan durasi sebelum dan sesudah gejala halusinasi yang
Halusinasi pendengaran pemberian 5-10 menit diberikan intervensi muncul pada pasien
Pendengaran terapi zikir yakni klien terlihat
sudah tidak tersenyum
(Afriyanti et al., atau tertawa sendiri,
2022) pasien tidak berbicara
sendiri, pasien sewaktu-
waktu masih terlihat
menggerakkan bibir
tanpa suara, pasien
sudah tidak nampak
mengarahkan telinga
pada sumber suara,
pasien sudah tidak
tampat menutup telinga,
pasien tidak nampak
ketakutan dan panik,
dan pasien tidak
nampak marah.
5 Penerapan Terapi Subyek yang digunakan Terapi zikir dilakukan Penelitian ini Terjadi penurunan rata-
Psikoreligius Dzikir sebanyak 2 (dua) pasien selama 3 hari pada pagi membandingkan rata skor tanda gejala
Pada Pasien halusinasi pendengaran dan siang hari. skor rerata tanda dan halusinasi dari 55%
Halusinasi di ruang Nuri Rumah gejala halusinasi menjadi 27% dan dari
Pendengaran. Sakit Jiwa Daerah pada pasien sebelum 82% menjadi 36%.
Provinsi Lampung Tahun dan sesudah
(Akbar et al., 2022) 2021. diberikan terapi
zikir.
6 Pengaruh Teknik Semua pasien halusinasi Terapi kombinasi zikir Penelitian ini Teknik menghardik
Kombinasi di ruang Arimbi RSJD dan menghardik membandingkan dengan zikir pada
Menghardik Dengan amino Gondhohutomo dilakukan dalam 3 kali skor tingkat pasien halusinasi dapat
Zikir Terhadap Semarang. Jumlah pertemuan. Durasi halusinasi sebelum membantu menurunkan
Penurunan responden dalam studi waktu tidak dijelaskan. dan sesudah tingkat halusinasi yaitu
Halusinasi kasus ini berjumlah 2 pemberian saat preetest rata-rata
responden. intervensi. nilai skore 3-4,
(Jayanti & Mubin, sedangkan postest rata-
2021) rata nilai skore 0-1.
7 Penerapan Terapi Pasien yang mengalami Terapi murattal Al- Penelitian ini Terdapat penurunan
Murattal Al-Qur’an halusinansi pendengaran. Qur’an selama 3 hari. membandingkan skor skala halusinasi
Terhadap Tingkat berjumlah 2 orang Durasi pemberian tidak skor tingkat dari skor 16 (Sedang)
Skala Halusinasi responden di RSJD Dr. dijelaskan. halusinasi sebelum menjadi 7 (ringan) dan
Pendengaran pada RM. Soedjarwadi dan sessudah skor 23 (berat) menjadi
Pasien Skizofrenia di Provinsi Jawa Tengah. pemberian 8 (sedang).
RSJD Dr. RM. intervensi.
Soedjarwadi
Provinsi Jawa
Tengah
(Munawaroh et al.,
2023)
8 Pengaruh Terapi Populasi penelitian ini Terapi audio murottal Penelitian ini Hasil uji statistik paired
Audio Murottal Al- adalah semua pasien quran (Al-Fatihah). membandingkan sample t test didapatkan
Qur'an (Surah Al- Skizofrenia dengan Waktu dan durasi rerata skor halusinasi nilai p value = 0,003 <
Fatihah) Terhadap halusinasi pendengaran pemberian tidak sebelum dan sesudah α 0,05. Kesimpulan ada
Skor Halusinasi Pada yang dirawat di Yayasan dijelaskan. diberikan intervensi pengaruh terapi audio
Pasien Skizofrenia. Mitra Husada Provinsi murottal AlQur'an
Sumatera Selatan (Surah Al-Fatihah)
(Latifah et al., 2022) berjumlah 10 orang. terhadap skor halusinasi
pada pasien skizofrenia
di Yayasan Mitra Mulia
Husada Provinsi
Sumatera Selatan tahun
2022
9 Pengaruh Terapi Pasien yang ada di rawat Terapi murattal Al- Penelitian ini Terdapat pengaruh
Murattal Al-Quran inap paviliyun seroja Quran sebanyak 2 kali membandingkan terapi murattal al-quran
Terhadap Tingkat pada pasien halusinasi sehari selama 7 hari, skala halusinasi untuk menurunkan
Skala Halusinasi pendengaran sebanyak sebelum minum obat. sebelum dan sesudah tingkat skala halusinasi
Pendengaran Pada 11 responden. intervensi pendengaran pasien
Pasien Skizofrenia skizofrenia.
Di RSU Dr. H.
Koesnadi
Bondowoso

(Agung et al., 2022)


10 Pengaruh Terapi Jumlah sampel sebanyak Pemberian intervensi Penelitian ini Hasil penelitian ini
Psikoreligius: 34 responden yang murottal surat Al- membandingkan menunjukkan adanya
Membaca Al Fatihah diambil sesuai kritetria Fatihah sebanyak 6 kali skor halusinasi pada penurunan nilai median
Terhadap Skor inklusi dan menggunakan dalam seminggu. kelompok kontrol pretest dan posttest
Halusinasi Pasien teknik stratified random Durasi pemberian tidak yang tidak diberikan setelah diberikan terapi
Skizofrenia sampling. Responden dijelaskan, hanya intervensi dengan psikoreligius: membaca
dibagi menjadi 17 menjelaskan membaca kelompok yang Al fatihah yaitu dari
(Mardiati et al., reponden kelompok al-fatihah dengan tempo diberikan terapi 38,00 menjadi 17,00,
2018) eksperimen dan 17 yang tidak terlalu cepat. membaca Al- sehingga dapat
responden kelompok Fatihah. disimpulkan bahwa ada
kontrol di Rumah Sakit pengaruh terapi
Jiwa Tampan. psikoreligius: membaca
Al Fatihah terhadap
skor halusinasi pasien
skizofrenia dengan p-
value (0,019) < α (0,05)
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

TERAPI PSIKORELIGIUS: ZIKIR DAN MUROTTAL AL-FATIHAH

KEMENTERIANRISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN KODE


TINGGI PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA Jalan Raya
Palembang - Prabumulih KM. 32 Gedung Abdul Muthalib,
Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera Selatan.
Telepon: 0711-581831. Fax: 0711-581831. Email:
keperawatan.unsri@yahoo.com
DOKUMEN STANDAR PROSEDUR TANGGAL
STANDAR OPERASIONAL DIKELUARKAN
JUDUL TERAPI PSIKORELIGIUS: ZIKIR
DAN MUROTTAL AL-FATIHAH
AREA KEPERAWATAN JIWA
BAGIAN KEPERAWATAN
PENGERTIAN Terapi psikoreligius berupa zikir dan
murottal al-fatihah merupakan bentuk
psikoterapi yang menggabungkan
intervensi kesehatan jiwa secara modern
dengan aspek agama dengan tujuan agar
pasien dapat mengatasi masalahnya
dengan cara meningkatkan mekanisme
koping atau mengatasi masalah terutama
halusinasi.
TUJUAN Terapi psikoreligius bertujuan untuk
mengontrol halusinasi dengan pendekatan
kepada Tuhan YME, yang memberikan
ketenangan batin dari rasa cemas, stress,
takut, gelisah dan meningkatkan
konsentrasi.
PERSIAPAN 1. Lembar Zikir
ALAT DAN 2. Lembar Surah Al-Fatihah
BAHAN 3. Tasbih
4. Jam tangan atau handphone (Pengukur
waktu)
PERSIAPAN 1. Mempersiapkan lingkungan yang
LINGKUNGAN nyaman
2. Mempersiapkan alat dan bahan yang
digunakan
PROSEDUR
ORIENTASI Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Mengucapkan salam terapeutik kepada pasien
2. Menanyakan perasaan pasien hari ini
3. Menanyakan apakah pasien sudah mandi, makan
dan minum obat
4. Menjelaskan tujuan kegiatan terapi psikoreligius
dzikir dan murottal al-fatihah
5. Menjelaskan aturan selama proses terapi
psikoreligius dzikir dan murottal al-fatihah
berlangsung
TINDAKAN Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Menganjurkan pasien untuk berwudu terlebih
dahulu
2. Membagikan peralatan yang akan digunakan
(Tasbih, lembar bacaan zikir dan al-fatihah)
3. Menginstruksikan pasien duduk dengan tenang
dan mulai membaca dzikir dan murottal al-fatihah
4. Pemberian terapi berlangsung selama 30 menit
5. Setelah selesai melakukan terapi berikan pujian
kepada pasien.
TERMINASI Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Kaji respon dan perasaan pasien
2. Berikan pujian pada pasien
3. Masukkan kegiatan dzikir dan murottal al-fatihah
pada jadwal aktivitas harian pasien
RENCANA TINDAK LANJUT Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Menyepakati tindakan terapi dzikir dan murottal
al-fatihah yang akan datang
2. Menyepakati waktu dan tempat
3. Berpamitan dan mengucapkan salam.
REFERNSI

Afriyanti, Sahlan, A., & Isma Sundari, R. (2022). Intervensi Terapi Berdizikir pada Kasus
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran. Indogenius, 1(3), 133–138.
https://doi.org/10.56359/igj.v1i3.84

Agung, R., Handodo, F. ., & Baitus, S. (2022). Pengaruh Terapi Murattal Al-Quran terhadap
Tingkat Skala Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia. Ilmu Keperawatan
(Journal of Nursing Sciences), 11, 90–105.

Akbar, M. A. A., Hasanah, U., & Utami, I. T. (2022). Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir
Pada Pasien Halusinasi Pendengaran. Jurnal Cendikia Muda, 2(1), 180–197.

Fashihah, A., Mardiana, N., & Fitri, N. (2023). Pengaruh Terapi Dzikir Dengan Jari Untuk
Mengontrol Halusinasi Pasien Skizofrenia. Jurnal Penelitian Perawat Profesional,
4(November), 1377–1386.

Jayanti, S. W., & Mubin, M. F. (2021). Pengaruh Teknik Kombinasi Menghardik Dengan Zikir
Terhadap Penurunan Halusinasi. Ners Muda, 2(1), 43.
https://doi.org/10.26714/nm.v2i1.6227

Latifah, Arindari, D. R., & Wati, R. N. L. (2022). Pengaruh Terapi Audio Murottal Al-Quran
(Surah Al-Fatihah) Terhadap Skor Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia. Riset Media
Keperawatan, 5(2), 60–66.

Mardiati, S., Elita, V., & Sabrian, F. (2018). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia. Jurnal Ners Indonesia, 9(1), 110.
https://doi.org/10.31258/jni.8.2.110-123

Muhchin, P., Prasetyo, A., Gati, N. W., & Rekno, W. (2023). Penerapan Terapi Dzikir Dalam
Penurunan Tingkat Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia RSJD DR. RM.
Soedjarwadi Klaten Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Kesehatan, 132–141.

Munawaroh, M., Susilowati, T., & Reknoningsih, W. (2023). Penerapan Terapi Murattal Al- Qur
’ an Terhadap Tingkat Skala Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di RSJD Dr .
RM . Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(3), 442–448.
https://doi.org/10.54259/sehatrakyat.v2i3.1963

Sari, D. L. P., Fitri, N. L., & Hasanah, U. (2022). Penerapan Terapi Spiritual : Dzikir Terhadap
Tanda Gejala Halusinasi Pendengaran. Jurnal Cendikia Muda, 2(2807–3649), 138.

Anda mungkin juga menyukai