Anda di halaman 1dari 26

PENCEGAHAN TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM


PENGELOLAAN DANA
BOSDA TA 2023

KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TIMUR


DASAR HUKUM

• PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2022 TENTANG PEDOMAN
PENGADAAN BARANG/JASA OLEH SATUAN PENDIDIKAN;

• PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2022


TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
TIMUR NOMOR 49 TAHUN 2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PENGGUNAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAERAH PADA
SEKOLAH MENENGAH, SEKOLAH LUAR BIASA DAN MADRASAH ALIYAH.
PENGERTIAN UMUM
• Bantuan Operasional Sekolah Daerah yang selanjutnya disingkat BOSDA adalah
program bantuan untuk operasional sekolah yang diberikan oleh Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur kepada SMA/SMK/ SLB dilingkungan Dinas dan MA
dilingkungan Kementerian Agama wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Vide pasal 1
angka 14)
• Hibah BOSDA adalah pemberian uang dari pemerintah daerah kepada satuan
pendidikan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak
wajib dan tidak mengikat, dan dapat diberikan secara terus menerus yang bertujuan
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Vide pasal 1 angka 16)
• Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah yang selajutnya disingkat RKAS adalah
dokumen yang berisi rencana program pengelolaan operasional sekolah satu tahun
kedepan pada satuan Pendidikan (Vide pasal 1 angka 13)
PENERIMA DANA BOSDA
Vide pasal 2

(1) Penerima BOSDA terdiri atas :


a. SMA/SMK dan SLB Negeri dibawah SKPD Dinas;

b. SMA/SMK dan SLB Swasta yang memiliki Nomor Pokok Sekolah

Nasional(NPSN); dan
c. MA Negeri dan Swasta yang memiliki dengan Nomor Pokok Sekolah

Nasional (NPSN).
(2) Penerima Bosda berkewajiban :
a. Menyusun RKAS;

b. Memiliki rekening giro Bank Pemerintah atas nama sekolah; dan

c. Mengunakan dana Bosda sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
PRINSIP PENGGUNAAN DANA BOSDA

1. Satuan pendidikan penerima BOSDA harus menggunakan dana BOSDA


secara transparan sesuai dengan RKAS yang telah disusun
2. Satuan Pendidikan dilarang melakukan pertanggungjawaban ganda atas
bukti pengeluaran yang sama pada sumber pembiayaan lain yang
diterima
PENGGUNAAN DANA BOSDA
Vide pasal 7 ayat (2)

16 ITEM KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI DANA BOSDA yaitu :


1. Pengadaan buku pelajaran/buku penunjang perpustakaan;
2. Peningkatan mutu guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah,
3. Pengembangan Kurikulum dan kegiatan belajar mengajar;
4. Penyelenggaraan ulangan umum, ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, asesmen nasional, survei karakter, asesmen
sekolah, asesmen berbasis komputer dan/atau asesmen lainnya,
5. Pembelian barang habis pakai/persediaan rutin sekolah, transportasi,
konsumsi, pengembangan website, media pembelajaran dan pendataan
dapodik,
6. Pemeliharaan ringan sarana dan prasarana sekolah;
7. Biaya daya dan jasa;
8. Pembiayaan honorarium sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur
Kalimantan Timur Tentang Pemberian Honorarium dilingkungan
Pemerintah Daerah;
9. Biaya kegiatan kesiswaan;
PENGGUNAAN DANA
SASARAN DAK BOSDA (2) PENDIDIKAN (2)
FISIK BIDANG
Vide pasal 7 ayat (2)

10. Bantuan khusus siswa;


11. Pengadaan belanja modal;
12. Biaya Pendaftaran, Transportasi, Konsumsi, Akomodasi,
kontribusi kegiatan/Lomba-lomba yang diselenggarakan
oleh UPTD Kecamatan / Kab / Kota/ Cabang Dinas/
Provinsi/ Pusat/ MKKS atau pihak lainnya jika kegiatan
tersebut tidak dibiayai oleh penyelenggara;
13. Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kompetensi
keahlian SMK/SMA/SLB,
14. Penyelenggaraan kegiatan dalam mendukung
keterserapan lulusan SMK/SMA/SLB;
15. Penerimaan Peserta Didik Baru; dan
16. Pelaksanaan Akreditasi Sekolah.
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

LAPORAN REALISASI BELANJA

MEMINTA PENGESAHAN BUKU MENYUSUN LAPORAN REALISASI


KAS UMUM DAN BUKU BELANJA SETIAP TRIWULAN
PEMBANTU (disertai bukti
BENDAHARA belanja yang sah dan lengkap) Untuk SMA/SMK/SLB Swasta dan MA
SETIAP TGL 5 BULAN Negeri/Swasta disampaikan ke Dinas
BERIKUTNYA KEPADA KEPALA Pendidikan paling lambat tanggal 10
SEKOLAH bulan berikutnya setelah triwulan yang
bersangkutan berakhir

Wajib melaporkan
SPJ secara manual
dan aplikasi online
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

• Dalam hal realisasi belanja Dana BOSDA oleh masing-masing


SMA/SMK/SLB Negeri menghasilkan aset tetap dan aset lainnya
serta menghasilkan barang persediaan berkala stok opname setiap
semester, dilaporkan kepada Kepala Dinas untuk dicatat sebagai
barang milik daerah

• Kepala Satuan Pendidikan bertanggungjawab secara formal dan


material atas belanja dana BOSDA yang dikelola oleh masing-
masing Satuan Pendidikan
MEKANISME PENGADAAN BARANG DAN JASA

BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2022 TENTANG PEDOMAN
PENGADAAN BARANG/JASA OLEH SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 1 ayat (5) Sistem Informasi Pengadaan Satuan Pendidikan adalah sistem elektronik
yang digunakan untuk melakukan pengadaan barang/jasa oleh Satuan
Pendidikan
Pasal 23 PBJ Satuan Pendidikan dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengadaan Satuan
Pendidikan dengan kriteria standar atau dapat distandarkan, memiliki
sifat risiko rendah dan harga sudah terbentuk di pasar.
Pasal 24 PBJ Satuan Pendidikan dapat dilaksanakan di luar Sistem Informasi Pengadaan
Satuan Pendidikan terhadap barang/jasa yang tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), barang habis pakai
dengan nilai transaksi paling banyak Rp1.O00.000,00 (satu juta rupiah)
dan Satuan Pendidikan belum memiliki koneksi internet
PEMILIHAN DAN PENETAPAN CALON PENYEDIA

Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
• Harus dilakukan melalui perbandingan harga dan kualitas barang/jasa paling sedikit dengan 3
(tiga) calon Penyedia
• Dalam hal jumlah calon Penyedia terbatas dan hanya terdapat 2 (dua) calon Penyedia, maka
perbandingan harga dan kualitas barang/jasa dapat dilakukan dengan 2 (dua) calon Penyedia
• Dalam hal jumlah calon Penyedia terbatas dan hanyaterdapat 1 (satu) calon Penyedia, maka
pemilihan dan penetapan calon Penyedia, harus dilakukan melalui negosiasi harga barang/jasa
dengan calon Penyedia
PEMILIHAN DAN PENETAPAN CALON PENYEDIA

Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 50.000.000,00 (lima


puluh juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
• Harus dilakukan melaiui perbandingan harga dan kualitas barang/jasa paling
sedikit dengan 2 (dua) calon Penyedia
• Dalam hal jumlah calon Penyedia terbatas dan hanya terdapat 1 (satu) calon
Penyedia, maka pemilihan dan penetapan calon Penyedia harus dilakukan
melalui negosiasi harga barang/jasa dengan calon Penyedia
PEMILIHAN DAN PENETAPAN CALON PENYEDIA

Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima


puluh juta rupiah)
• Dapat dilakukan melalui perbandingan harga dan kualitas barang/.jasa atau
negosiasi harga barang/jasa dengan calon Penyedia.
PENGERTIAN KORUPSI
• Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah
dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang sebelumnya, yaitu
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.
• Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas
kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tetapi
meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan
delik, yang merugikan masyarakat atau orang perseorangan
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 s/d 13 UU Nomor 31
Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001
7 KELOMPOK KORUPSI
Menimbulkan Kerugian Negara

Suap Menyuap

Penggelapan Dalam Jabatan

Pemerasan

Perbuatan Curang

Benturan Kepentingan dalam Pengadaan


Barang / Jasa

Gratifikasi
Kerugian Keuangan Negara.
(Pasal 2, Pasal 3)
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
PENYUAPAN
(Pasal 5 ayat (1) huruf a, b; Pasal 5 ayat (2); Pasal 6 ayat (1) huruf a, b; Pasal 6
ayat (2); Pasal 11; Pasal 12 huruf a, b, c, d; Pasal 13)
Penyuapan terdiri dari 2 jenis, yaitu :
1) Penyuap aktif, yaitu pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik berupa uang
atau barang. Penyuapan ini terkait erat dengan sikap batin subjek hukum berupa niat
(oogmerk) yang bertujuan untuk menggerakkan seorang pejabat penyelenggara negara atau
pegawai negeri agar ia dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya. Dari pemberian hadiah atau janji tersebut, berarti
subjek hukum mengetahui tujuan yang terselubung yang diinginkannya, yang didorong oleh
kepentingan pribadi, agar penyelenggara negara atau pegawai negeri yang akan diberi
hadiah atau janji berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatan yang bertentangan
dengan kewajibannya. Meskipun pejabat yang bersangkutan menolak pemberian atau janji
terserbut, perbuatan subjek hukum sudah memenuhi rumusan delik dan dapat dijerat oleh
delik penyuiapan aktif, mengingat perbuatannya sudah selesai (voltoid).
2) Penyuapan pasif, yaitu pihak yang menerima pemberian atau janji baik berupa uang
maupun barang. Apabila pegawai negeri tersebut menerima pemberian atau janji dalam
pasl ini, berarti pegawai negeri/penyelenggara negara dimaksud akan menanggung beban
moril untuk memenuhi permintaan pihak yang memberi atau yang menjanjikan tersebut.
PENGGELAPAN DALAM JABATAN
(Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, b, c)

Tindak pidana korupsi jenis ini adalah perbuatan menggelapkan


uang atau surat berharga yang menjadi tanggungjawab
jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan orang lain.

Subyeknya Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri


PEMERASAN
(Pasal 12 huruf e, f, g)

Pemerasan terkait dengan tindak pidana korupsi adalah pemerasan dalam


jabatan (knevelarij) dan salah satu unsurnya adalah memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
• Huruf e : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
P E M E R A S A N (2)

• Huruf f : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu


menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada
kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
• Huruf g : Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan
barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
PERBUATAN CURANG
Pasal 7 huruf a, b, c, d
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)

a.Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

b.setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan


bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;
PERBUATAN CURANG (2)

c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara


Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan
negara dalam keadaan perang; atau

d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan


Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c.
BENTURAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN
Pasal 12 huruf i

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan,
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan
untuk mengurus atau mengawasinya.

Pasal 12 huruf i : pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung


maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh
atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya, Dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
GRATIFIKASI
Pasal 12 B, C
Gratifikasi ini dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 secara
tegas dilarang. Pengertiannya dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan sosialisasi, pengobatan cuma-cuma atau fasilitas lainnya.
• Pasal 12 B(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
• Pasal 12 C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak
berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
POTENSI KERAWANAN DALAM PENGELOLAAN DANA BOSDA

PERENCANAAN
• Memanipulasi data dalam penyusunan RKAS
• RKAS disusun tidak mendasarkan atas kebutuhan sekolah

PELAKSANAAN
• Penggelembungan harga
• Pemalsuan bukti pengeluaran
• Double anggaran
• Kegiatan fiktif
• Pertanggungjawaban kegiatan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai