Anda di halaman 1dari 113

Daftar Isi

Pendahuluan...........................................................................................................................................2
1. Ruang lingkup...............................................................................................................................3
2. Acuan normatif.............................................................................................................................3
3. Istilah dan definisi........................................................................................................................5
4. Simbol.........................................................................................................................................15
5. Sifat alami tanah (the nature of sails)........................................................................................17
6. Sifat-sifat dasar tanah.................................................................................................................24
7. Udara dalam tanah.....................................................................................................................33
8. Air dalam tanah..........................................................................................................................34
9. Bahan padat dalam tanah..........................................................................................................45
10. Klasifikasi tanah.........................................................................................................................49
11. Pekerjaan tanah dasar................................................................................................................80
12. Perencanaan pekerjaan tanah (planning of earthworks)..........................................................92
13. Penyelidikan dan pemantauan lapangan (site investigation and monitoring)........................108

1
Pendahuluan

Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan yang terdapat pada jalur
lalu-lintas maupun bahu. Dengan demikian, tanah dasar merupakan konstruksi terakhir yang
menerima beban kendaraan yang disalurkan oleh perkerasan.

Pada kasus yang sederhana, tanah dasar dapat terdiri atas tanah asli tanpa perlakuan;
sedangkan pada kasus lain yang lebih umum, tanah dasar terdiri atas tanah asli pada galian
atau bagian atas timbunan yang dipadatkan.

Sebagai pondasi perkerasan, disamping harus mempunyai kekuatan atau daya dukung
terhadap beban kendaraan, maka tanah dasar juga harus mempunyai stabilitas volume akibat
pengaruh lingkungan, terutama air. Tanah dasar yang mempunyai kekuatan dan stabilitas
volume yang rendah akan mengakibatkan perkerasan mudah mengalami deformasi (misal
gelombang atau alur) dan retak. Dengan demikian, maka perkerasan yang dibangun pada
tanah dasar yang lemah dan mudah dipengaruhi lingkungan akan mempunyai umur
pelayanan yang pendek.

Sehubungan dengan hal di atas, pada pedoman ini diuraikan aspek-aspek yang berkaitan
dengan pekerjaan tanah dasar yang diharapkan mampu menahan beban kendaraan serta
tidak mudah terpengaruh oleh cuaca atau lingkungan. Dengan demikian, pedoman ini
diharapkan menjadi pedoman bagi pembina jalan, terutama pelaksana di lapangan, yang
menjadi kesatuan dengan Spesifikasi.

Buku Pedoman Pekerjaan Tanah Dasar ini disajikan dalam 3 buku, dengan ruang lingkup
sebagai berikut .

Buku 1. Umum
Menguraikan tentang sifat alami tanah, sifat-sifat dasar tanah, udara dalam tanah, air
dalam tanah, klasifikasi tanah, persyaratan dan pengendalian pekerjaan tanah, serta
perencanaan pekerjaan tanah.

Buku 2. Pedoman Pekerjaan Tanah Dasar untuk Pekerjaan Jalan


Menguraikan tentang tata cara pekerjaan galian tanah, tata cara pekerjaan timbunan
tanah, tata cara pekerjaan pemadatan tanah, permasalahan dalam pekerjaan tanah, serta
keselamatan kerja, pengendalian lingkungan padapelaksanaan pekerjaan tanah,
permasalahan tanah dasar serta contoh perencanaan dan proyek pekerjaan tanah.

Buku 3. Pedoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah Dasar untuk Pekerjaan Jalan
Menguraikan tentang tata cara penyelidikan dan pengambilan contoh tanah, serta
pengujian tanah.

2
Pedoman pekerjaan tanah dasar
BUKU 1
Umum

1. Ruang lingkup
Tanah dasar merupakan tanah dimana perkerasan dibangun, sebagaimana halnya
dengan bangunan sipil lainnya. Pada kasus yang sederhana, tanah dasar dapat terdiri
atas tanah asli tanpa perlakuan; sedangkan pada kasus lain yang lebih umum, tanah
dasar terdiri atas tanah asli pada galian atau bagian atas timbunan yang dipadatkan.

Sebagai prasarana transportasi darat, perkerasan harus mempunyai permukaan yang


selalu rata dan kesat, agar para pengguna jalan dapat merasa nyaman dan aman
(safe). Karena dibangun pada tanah dasar, maka kinerja perkerasan akan sangat
dipengaruhi oleh mutu tanah dasar.

Dengan dituntutnya perkerasan yang harus selalu mempunyai permukaan yang rata, maka
persyaratan utama yang harus dipenuhi tanah dasar adalah tidak mudah mengalami
perubahan bentuk. Tanah dasar yang mengalami perubahan bentuk, baik akibat beban lalu-
lintas maupun cuaca, akan mengakibatkan perkerasan mengaiami kerusakan (misal,
gelombang, alur, penurunan) yang kemungkinan diikuti dengan terjadinya retak.

Perubahan bentuk tanah dasar dapat diakibatkan oleh kekuatan atau daya dukung yang
rendah (tanah mudah runtuh), pengembangan, penyusutan dan densifikasi tanah dasar serta
konsolidasi tanah di bawah tanah dasar. Lebih jauh lagi, faktor-faktor tersebut akan
tergantung pada jenis tanah, berat isi kering dan kadar air.

Pedoman ini pada dasarnya menguraikan tentang pengetahuan dasar tanah baik itü sifatsifat
tanah, klasifikasi tanah, serta dilengkapi dengan pelaksanaan pekerjaan tanah, perencanaan
pekerjaan tanah dasar.

Diharapkan pedoman ini ini dapat dijadikan acuan dalam menerapkan (atau menyiapkan)
Spesifikasi, terutama bagi perencana (designer) dan pelaksana, dalam membangun tanah
dasar yang memenuhi tuntutan lalu-lintas dan lingkungan di Indonesia.

2. Acuan normatif
Penulisan manual yang menyangkut standar, terutama metoda pengujian dan spesifikasi,
menggunakan acuan sebagai berikut:

SNI 03-1742-1989 : Metode Pengujian Kepadatan Ringan Untuk Tanah


SNI 03-1743-1989 : Metode Pengujian Kepadatan Berat Untuk Tanah
SNI 03-1744-1989 : Metode Pengujian CBR Laboratorium
SNI 03-1966-1989 : Metode Pengujian Batas Plastis
SNI 03-1976-1990 : Metode Koreksi untuk Pengujian Pemadatan Tanah yang mengandung Butir
Kasar

3
SNI 03-2828-1992 : Metode Pengujian Kepadatan Lapangan Dengan Alat Konus Pasir
SNI 03-3423-1994 : Metode Pengujian Analisis Ukuran Butir Tanah Dengan Alat Hidromete
SNI 03-3637-1994 : Metode Pengujian Berat lsi Tanah Berbutir Halus dengan Cetakan Benda Uji
Pd M-29-1998-03 : Metode Pengujian untuk menentukan tanah ekspansif
Pd T-03-1998-03 : Tata cara Klassifikasi Tanah dan campuran tanah agregat untuk konstruksi
jalan
SNI 03-3437-1994 : Tata Cara Pembuatan Rencana Stabilisasi Tanah dengan Kapur untuk Jalan
SNI 03-3438-1994 : Tata Cara Pembuatan Rencana Stabilisasi Tanah dengan Semen Portland
untuk Jalan
SNI 03-3439-1994 : Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah dengan Kapur untuk Jalan
SNI 03-3440-1994 : Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah dengan Semen Portland untuk Jalan
SNI 03-4147-1996 : Spesifikasi Kapur Untuk Stabilisasi Tanah
Pd M-07-1998-03 : Metode Pengujian Kadar Semen pada Campuran Semen Tanah dengan
Analisis Kimia
SNI 03-1966-1990 : Metode Pengujian Batas Plastis
SNI 03-1967-1990 : Metode Pengujian Batas Cair dengan Alat Cassagrande
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles
SNI 03-4141-1996 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-butir Mudah Pecah dalam
Agregat
SNI 03-2828-1992 : Metode Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Konus Pasir
SNI 03-3423-1994 : Metode Pengujian Analisis Ukuran Butir Tanah Dengan Alat Hidrometer
SNI 03-6412-2000 : Metode Pengujian Kadar Semen Dalam Campuran Segar Semen Tanah
SNI 13-6427-2000 : Metode Pengujian Pengukuran pH Pasta Tanah-Semen untuk Stabilisasi
SNI 03-6798-2002 :Tata Cara Pembuatan dam Perawatan Benda Uji Kuat Tekan dan Lentur
Tanah-Semen di Laboratorium
SNI 03-6817-2002 : Metode Pengujian Mutu Air untuk Digunakan Dalam Beton
SNI 03-6886-2002 : Metode Pengujian Hubungan Antara Kadar Air dan Kepadatan pada
Campuran Tanah-Semen
SNI 03-6887-2002 : Metode Pengujian Kuat Tekan Bebas Campuran Tanah-Semen
SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar
SNI 15-2049-1994 : Semen Portland
SNI 03-6388-2000 : Spesifikasi Agregat Lapis Pondasi Bawah, Lapis Pondasi Atas dan Lapis
Permukaan
SNI 19-6413-2000 : Metode Pengujian Kepadatan Berat lsi Tanah di Lapangan dengan Balon
Karet
SNI 03-6429-2000 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Silinder dengan Cetakan Silinder di
dalam Tempat Cetakan

4
3. Istilah dan definisi
3.1.
air kapiler
air yang dipengaruhi oleh aksi kapiler.

3.2.
aktifitas
perbandingan antara indeks plastis dengan persentase berat butir yang lebih kecil dari
0,002 mm.

3.3.
angka poisson
perbandingan antara regangan dalam arah lateral terhadap regangan dalam arah
longitudinal, sesuai dengan arah beban.

3.4.
angka pori
perbandingan antara volume udara terhadap volume bahan padat tanah yang biasa
dinyatakan dalam persen.

3.5.
angka stabilitas
perbandingan antara kohesi dengan hasil perkalian faktor keamanan, barat isi tanah
dan tinggi lereng.

3.6.
batas atterberg
empat tingkat konsistensi tanah sebagaimana yang didefinisikan melalui pengujian
batas cair, batas plastis dan batas susut.

3.7.
batas cair
kadar air dimana konsistensi tanah berubah dari cair menjadi plastis.

3.8.
batas plastis
kadar air dimana konsistensi tanah berubah dari plastis menjadi semi padat.

5
3.9.
batas susut
kadar air tertinggi dimana pengeringan mulai kadar air tersebut, tanah tidak
mengalami penyusutan.

3.10.
batuan
bagi ahli geologi, batuan berarti semua endapat alami yang membentuk kulit bumi,
baik dalam bentuk padat (misal granit), butiran (misal pasir dan kerikil) maupun dalam
bentuk tanah (misal lempung); bagi ahli teknik sipil, batuan berarti bahan padat (solid)
yang biasanya tidak dapat digali dengan cara manual.

3.11.
batuan beku
batuan yang berasal dari magma cair yang mendingin dan membeku.

3.12.
batuan metamorf
batuan sedimen atau batuan beku yang telah mengalami perubahan akibat tekanan
dan panas dalam bumi serta reaksi kimia.

3.13.
batuan sedimen
batuan yang terbentuk melalui akumulasi sedimen (butir-butir halus) dalam air.

3.14.
berat isi perbandingan
antara berat dengan volume suatu masa tanah.

3.15.
berat isi basah
perbandingan antara berat bahan padat dan air terhadap volume masa tanah.

3.16.
berat isi kering
perbandingan antara berat kering terhadap volume masa tanah.

3.17.
berat isi kering
maksimum berat isi kering pada kadar air optimum.

6
3.18.
berat jenis
perbandingan antara berat isi suatu bahan terhadap berat isi air pada suhu tertentu.

3.19.
bongkah
butiran tanah yang mempunyai ukuran lebih dari 75 mm.

3.20.
california bearing ratio (CBR)
kekuatan relatif tanah terhadap kekuatan agregat standar.

3.21.
difatansi (reaction to shaking)
sifat tanah dimana apabila contoh tanah diguncang-guncang (shaking) pada telapak
tangan, air yang terkandungnya dapat muncul di permukaan dan apabila contoh tanah
dipijit (squeezing), air yang muncul di permukaan akan hilang kembali.

3.22.
derajat kejenuhan
perbandingan antara volume rongga yang terisi air dengan volume rongga total yang
biasa dinyatakan dalam persen.

3.23.
elastisitas
sifat tanah untuk kembali ke bentuk asal setelah mengalami perubahan bentuk
akibat pembebanan sesaat.

3.24.
faktor keamanan
perbandingan antara kekuatan geser yang dimobilisasi tanah dengan kekuatan geser
yang ditimbulkan masa tanah.

3.25.
faktor waktu
perbandingan antara hasil perkalian koefisien konsolidasi lamanya konsolidasi
terhadap kuadrat jarak tempuh air.

3.26.
gambut
tanah berwarna gelap, berbentuk serat, menyerupai busa dan berasal dari tumbuhan.

7
3.27.
geofisika
hal-hal yang berkaitan dengan fisik bumi, terutama dalam penggunaan peralatan atau
metoda (misal seismograff) untuk menyelidiki bagian bumi yang tidak dapat diakses.

3.28.
geologi
ilmu yang mempelajari komposisi dan susunan elemen-elemen kulit bumi, termasuk
formasi, struktur, posisi dan sejarahnya.

3.29.
geoteknik
ilmu yang menganalisis perilaku tanah serta disain dan pembangunan bangunan
bawah, yaitu bagian bangunan yang menyalurkan langsung beban ke tanah.

3.30.
horizon "A"
lapisan teratas tanah dimana koloid anorganik dan bahan larut lain telah terbilas dan
biasanya terdiri atas sisa-sisa bahan organik.

3.31.
horizon "B"
lapisan tanah sebagai akumulasi bahan hasil pembilasan Horizon "A".

3.32.
horion "C"
lapisan tanah yang belum terganggu, yang membentuk Horizon "A" dan "B".

3.33.
horizon "D"
lapisan tanah di bawah Horizon "C" atau "8" (apabila tidak ada Horion "C") yang
kurang mirip dengan horizon lapisan di atasnya.

3.34.
horizon tanah
lapisan-lapisan yang terdapat pada profil tanah, yang pada dasarnya dibedakan
berdasarkan tekstur, warna, struktur dan kandungan bahan kimia.

3.35.
indeks plastis
selisih antara batas cair dengan batas plastis.

8
3.36.
indeks kelompok
angka yang menunjukkan kelompok (group) pada suatu kelas tanah menurut AASHTO.

3.37.
indeks pemampatan
kemiringan grafik yang menunjukkan hubungan antara angka pori (dalam skala linier)
dangan tegangan efektif (dalam skala logaritma).

3.38.
kadar air
perbandingan antara berat air dengan berat kering atau bahan padat contoh tanah,
yang biasanya dinyatakan dalam persen.

3.39.
kadar air optimum
kadar air yang menghasilkan berat isi kering maksimum.

3.40.
kerikil
butiran tanah yang berukuran antara 75 mm dan 4,75 mm, menurut ASTM D 422.

3.41.
kepadatan
kadang-kadang disebut derajat kepadatan, yaitu perbandingan antara berat isi kering
dengan berat isi kering maksimum tanah, yang biasa dinyatakan dalam persen.
Kepadatan kadang-kadang diartikan pula sebagai berat isi kering tanah.

3.42.
kepadatan relatif
perbandingan antara berat isi kering lapangan dikurangi berat isi kering lepas terhadap
berat isi kering maksimum laboratorium dikurangi berat isi kering lepas.

3.43.
koefisien konsolidasi
perbandingan antara koefisien permeabilitas terhadap hasil perkalian koefisien
perubahan volume dengan berat isi air.

3.44.
koefisien pemampatan
perbandingan antara perubahan angka pori terhadap perubahan tegangan.

9
3.45.
koefisien permeabilitas
kecepatan aliran air dalam tanah di bawah pengaruh satuan gradien hidrolik,
dinyatakan dalam satuan panjang per satuan waktu.

3.46.
koefisien perubahan volume
perubahan volume per satuan volume per satuan peningkatan tegangan efektif.

3.47.
kohesi
kekuatan geser tanah yang dakibatkan oleh bukan tahanan gesek.

3.48.
koloid
butiran halus yang berukuran kurang dari 0,001 mm.

3.49.
konsistensi
sifat tanah yang menunjukkan kemudahan relatif untuk dirubah bentuknya.

3.50.
konsolidasi
proses keluarnya air dari masa tanah sebagai akibat pembebanan yang terus menerus
dalam suatu periode tertentu sehingga butir-butir tanah menjadi lebih kompak.

3.51.
kuat geser
ketahanan maksimum tanah (gabungan antara kohesi dan tahanan gesek) akibat
tekanan geser.

3.52.
lanau
butiran tanah yang berukuran antara 0,075 mm dan 0,005 mm (menurut ASTM D 422),
atau antara 0,075 mm dan 0,002 mm (menurt AASHTO T 88).

3.53.
lempung
butiran halus berukuran kurang dari 0,005 mm (menurut ASTM D 422), atau kurang
dari 0,002 mm (menurut AASHTO T 88).

10
3.54.
lendutan
penurunan permukaan sebagai akibat pembebanan.

3.55.
longsor rotasi
longsor yang mempunyai bidang longsor berbentuk garis lengkung dan biasanya
terjadi pada lereng yang panjangnya terbatas.

3.56.
longsor translasi
longsor yang mempunyai bidang longsor berbentuk garis lurus dan biasanya terjadi
pada lereng yang panjangnya "tidak terbatas".

3.57.
mekanika tanah
penerapan hukum-hukum mekanika dan hidrolika terhadap masalah teknik yang
berkaitan dengan sedimen atau akumulasi butir-butir padat lain yang tidak
terkonsolidasi sebagai hasil proses penghancuran secara mekanis dan kimia daripada
batuan, terlepas dari apakah bahan tersebut mengandung atau tidak mengandung
bahan organik.

3.58.
muka air tanah
horizon permukaan air tanah dimana tekanan pada permukaan air adalah sama
dengan tekanan atmosfir.

3.59.
pasir
butiran tanah berukuran antara 4,75 mm dan 0,425 mm (menurut ASTM D 422), atau
antara 2 mm dan 0,075 mm (menurut AASHTO T 88).

3.60.
pasir halus
butiran tanah yang berukuran antara 2,00 mm dan antara 0,425 mm dan 0,075 mm
(menurut AASHTO T 88)

3.61.
pasir kasar
butiran tanah berukuran antara 4,75 mm dan 2,00 mm (menurut ASTM D 422), atau
antara 2 mm dan 0,425 mm (menurut AASHTO T 88).

11
3.62.
pasir sedang
butiran tanah yang berukuran antara 2,00 mm dan 0,425 mm (menurut ASTM D 422).

3.63.
pedologi
ilmu pengetahuan tentang cara memperlakukan tanah, yang mencakup penentuan
sifat-sifat alami (nature), sifat-sifat, formasi, fungsi, perilaku dan pengaruh
pemanfaatan dan penataannya (manajemen).

3.64.
pekerjaan tanah
kegiatan dimana tanah atau batuan digali, diangkut dan ditempatkan sebagai
timbunan atau bahan buangan serta kemudian dipadatkan. Meskipun pemadatan
dapat termasuk sebagai bagian pekerjaan tanah, namun pekerjaan tersebut dapat
ditinjau secara terpisah.

3.65.
pemampatan (compressibity)
sifat yang memungkinkan tanah dapat menurun volumenya apabila dikenai beban.

3.66.
pemadatan (compaction)
proses keluarnya udara dari masa tanah sebagai akibat kekuatan mekanis sehingga
butirbutir tanah menjadi lebih kompak.

3.67.
pembilasan (leaching)
proses dimana koloid atau bahan larut yang terdapat dalam tanah terbawa oleh air.

3.68.
pemompaan (pumping)
proses terbawanya butir-butir halus (di bawah perkerasan) oleh air yang tertekan
akibat beban yang disalurkan melalui perkerasan.

3.69.
pemuaian (bulking)
perbandingan antara volume tanah lepas dengan volume tanah asli sebelum digali,
biasanya digunakan pada pekerjaan tanah.

12
3.70.
pemuaian (swelling)
peningkatan volume tanah akibat penambahan kadar air, biasa digunakan pada
mekanika tanah.

3.71.
pengisapan tanah (soil suction)
pengurangan tekanan (di bawah tekanan atmosfer) yang mengakibatkan naiknya air di
antara butir-butir tanah (pengisapan disebabkan oleh daya kapiler dan faktor-faktor
lain serta sering digunakan secara bergantian dengan istilah potensi kapiler).

3.72.
penurunan (settlement)
pergerakan ke bawah timbunan atau struktur sebagai akibat pengurangan rongga
dalam tanah di bawah timbunan atau struktur atau dalam tanah timbunan, atau
kedua-duanya. Pengurangan rongga terjadi sebagai akibat densifikasi (keluarnya
udara) atau konsolidasi (keluarnya air).

penyusutan (shrinkage) perbandingan antara volume tanah lepas dengan volume


tanah setelah dipadatkan, biasa digunakan pada pekerjaan tanah.

3.73.
permeabilitas
sifat yang menunjukkan kemampuan tanah untuk mengalirkan air melalui pori-pori
dalam tanah.

3.74.
pF
nilai ekivalen pengisapan tanah, yaitu sebagai logaritma tinggi kolom air kapiler yang
dinyatakan dalam centimeter.

3.75.
pH
nilai negatif logaritma konsentrasi ion hidrogen dalam bentuk suspensi dalam tanah.

3.76.
plastisitas
sifat yang memungkinkan tanah berubah bentuk tanpa retak atau mengalami
perubahan volume yang berarti.

3.77.
porositas

13
perbandingan antara volume udara dengan volume masa tanah yang biasa dinyatakan
dalam persen.

3.78.
profil tanah
potongan vertikal tanah yang menunjukkan sifat-sifat alami dan urutan berbagai
lapisan, sebagai hasil pengendapan atau pelapukan, atau kedua-duanya.

3.79.
sensitivitas
perbandingan antara kuat tekan bebas tanah asli dengan kuat tekan bebas tanah yang
benar-benar terganggu (remolded), tetapi pada kadar dan angka pori, atau berat isi
kering, yang sama.

3.80.
struktur tanah
susunan butir-butir tanah.

3.81.
sudut geser
kekuatan geser tanah yang dakibatkan oleh tahanan gesek butir-butir tanah.

3.82.
tanah
bahan lepas atau endapan lunak (di luar batuan) yang terdapat pada permukaan bumi
sebagai hasil pelapukan atau penghancuran batuan, atau pembusukan tumbuhan.

3.83.
tanah dasar
tanah (galian atau timbunan) yang terdapat di bawah perkerasan.

3.84.
tanah jenuh
tanah yang seluruh rongganya terisi air (tidak mengandung rongga udara).

3.85.
tanah laterit
tanah di daerah tropis dimana proses pelapukan telah menimbulkan akumulasi
sesguioxrdes (bahan gabungan yang terdiri atas dua per tiga bagian oksida dan satu
per-tiga bagian bahan lain, terutama besi).

3.86.
tanah penutup
14
lapisan atas tanah yang menunjang kehidupan tumbuhan.

3.87.
tanah residual
tanah yang terbentuk di tempat dari batuan atau bahan induk.

3.88.
tanah terpindahkan (transported soils)
tanah residual yang telah dipindahkan dan ditempatkan kembali oleh angin, air atau
es.

3.89.
tekanan air tanah
tekanan air dalam rongga pada tanah jenuh.

3.90.
tekstur tanah (distribusi butir, gradasi)
proporsi masing-masing butir atau kelompok butir yang membentuk tanah.

4. Simbol

a = jari-jari butir tanah


A = luas permukaan
= luas seksi yang berurutan, untuk menghitung volume galian/timbunan
AASHTO = American Association of State Highway and Transpoftation Officials
ASTM = American Society for Testing and Materials
av = koefisien pemampatan tanah
β = sudut kemiringan lereng
c = konstanta pada penentuan gaya tarik air terhadap butir tanah
= koreksi pembacaan letak hidrometer akibat miniskus air
= kohesi tanah
= satuan biaya operasi alat
C = biaya total operasi alat
CBR = California Bearing Ratio
Cc = indeks pemampatan tanah
= koefisien lengkungan
Cu = koefisien keseragaman
Cv = koefisen konsolidasi
d = jarak antara dua butir tanah
= diameter butir tanah
= lengan momen pada analisis stabilitas lereng
D = diameter butir tanah
= kedalaman bidang longsor
= kedalaman retak
= tebal lapisan yang dipadatkan
15
D10 = ukuran pada 10% berat butir yang lolos
D30 = ukuran pada 30% berat butir yang lolos
D60 = ukuran pada 60% berat butir yang lolos
Df = faktor letak vertikal permukaan lapisan keras dari permukaan tanah
e = angka pori
= biaya penggalian tanah
f = gaya tarik air terhadap dua butir tanah
F = persentase berat butir yang lolos saringan No. 200 pada perhitungan indeks
kelompok tanah
= faktor keamanan stabilitas lereng
φ = sudut geser tanah
g = gravitasi
y = berat isi tanah
y" = berat isi bahan padat atau butir-butir tanah
yw = berat isi air
gc = berat jenis butir kasar
gf = berat jenis butir halus
Gl = indeks kelompok (Group lndex)
Gs = berat jenis tanah
Gw = berat jenis air
h = letak titik berat hidrometer dari permukaan air
= tebal lapisan tanah pada penentuan CBR
= jarak pengangkutan di luar jarak bebas
H = tinggi lereng
= tebal lapisan tanah pada analisis konsolidasi
JRA = Japan Road Association
k = koefisien permeabilitas
K = faktor koreksi volume tabung untuk pengujian berat isi tanah
I = panjang busur pada bidang longsor
L = jarak antara 2 seksi yang berurutan, untuk menghitung volume
galian/timbun
LI = panjang gorong-gorong
LL = batas cair
m = koreksi suhu terhadap keenceran air
mv = koefisien perubahan volume
η = viskositas air
n = porositas
= faktor letak horizontal bidang longsor dari tumit lereng
N = bilangan bulat (integer) pada perhitungan penurunan
= jumlah alat pada pekerjaan tanah
= jumlah lintasan pemadatan/penumbukan
Ns = angka stabilitas lereng
O = biaya pengangkutan pada jaraktambaha
P = beban
= tegangan awal yang bekerja pada permukaan, untuk hitung penurunan tanah
pc = persentase fraksi kasar pada perhitungan berat jenis
pf = persentase fraksi halus pada perhitungan berat jenis
16
pF = angka ekivalen tinggi air kapiler, yaitu sebagai logaritma tinggi air kapiler
dalam satuan centimeter
pH = skala yang menyatakan tingkat keasaman tanah
PI = indeks plastis
PL = batas plastis
r = jari-jari bidang longsor
= pembacaan hidrometer
= jari-jari hidrolis
Rh = pembacaan hidrometer yang telah dikoreksi
S = penurunan
= persentase berat butir pada analisis butir dengan hydrometer
SL = batas susut
Sr = derajat kejenuhan
SNI = Standar Nasional Indonesia
σ = tegangan tekan normal
t = lama pengendapan butir pada analisis butir dengan hidrometer
= waktu konsolidasi
= waktu yang diperlukan untuk pemadatan
T = waktu yang tersedia untuk pelaksanaan pekerjaan
= tegangan tarik permukaan butir
Tv = faktor waktu pada analisis konsolida
TW = kedalaman air di sebelah hilir gorong-goron
τ = tegangan besar
θ = sudut untuk menghitungaya tarik antara dua butir tanah
= sudut bidang longsor dengan bidang horizontal
U = derajat konsolidasi
V = volume contoh tanah
= volume galian/timbunan
Va = volume udara dalam contoh tanah
V0 = volume contoh kering tanah
Vs = volume bahan padat dalam contoh tanah
Vw = volume rongga dalam contoh tanah
w = kadar air contoh tanah
= berat tanah
W = berat contoh tanah
= berat tanah
Ww = berat air pada contoh tanah
Ws = berat bahan padat pada contoh tanah
Z = tebal lapisan tanah pada analisis atabilitas lereng

5. Sifat alami tanah (the nature of sails)


5.1 . Definisi dan asal tanah
Kata tanah mempunyai banyak arti dan konotasi bagi berbagai kelompok keahlian yang
berkepentingan terhadap bahan tersebut. Insinyur pertanian (agronomist) terutama
berkepentingan terhadap lapis tipis tanah yang tebalnya sekitar 15 sampai 30 atau 60 cm;
insinyur geologi berkepentingan terhadap semua aspek yang menyangkut komposisi kulit
17
bumi dan menganggap tanah sebagai batuan terdisintegrasi yang terletak pada permukaan
bumi.

Ahli geologi membagi tanah menjadi tanah residual dan tanah terpindahkan (transported
soils). Tanah residual adalah tanah yang terbentuk di tempat dari batuan atau bahan induk;
sedangkan tanah terpindahkan adalah tanah residual yang telah dipindahkan dan
ditempatkan kembali oleh angin, es atau air.

Insinyur sipil lebih berkepentingan terhadap kekuatan tanah dan biasanya mendefinisikan
tanah sebagai semua bahan pada kulit bumi yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated).
Mereka menganggap bahwa batuan merupakan mineral agregat yang dihubungkan oleh
berbagai kekuatan yang besar, sedangkan tanah merupakan partikel-partikel alam yang dapat
dihancurkan dengan kekuatan rendah. Dengan perkataan lain, tanah merupakan bahan lepas
di luar lapisan batuan, yang terdiri atas kumpulan butir-butir mineral dengan berbagai ukuran
dan bentuk serta kandungan bahan organik, air dan udara.

Pada sebagian beşar tanah, ikatan antara butir-butir adalah relatif lemah bila dibandingkan
dengan ikatan pada sebagian beşar batuan utuh. Oleh karena itu, apabila contoh tanah yang
dikeringkan pada udara terbuka dimasukkan ke dalam air dan dikocok secara perlahanlahan,
maka dalam tempo yang singkat, contoh tersebut akan hancur.

Partikel padat yang membentuk tanah biasanya merupakan prodük fisik dan kimia
(pelapukan). Sebagai prodük pelapukan, endapan partikel padat dapat dijumpai dekat atau
langsung di atas batuan dasar (disebut tanah residual) atau dalam bentuk endapan organik
(disebut tanah kumulus). Di sisi lain, banyak endapan tanah yang telah dipindahkan dari
lokasi asalnya ke lokasi lain oleh air, angin, es atau tenaga vulkanik. Tanah yang dipindahkan
oleh air disebut aluvial (diendapkan oleh arus air di cekungan, delta atau muara sungai),
marin (diendapkan dalam air garam) dan lakustrin (diendapkan di danau air tawar). Tanah
yang dipindahkan oleh es umumnya disebut drift atau glacial till, sedangkan tanah yang
dipindahkan oleh angin dapat disebut sebagai tanah aeolian.

5.2. Tekstur tanah


Tekstur, atau ukuran butir, seringkali mempunyai peranan yang penting dalam
pengklasifikasian tanah serta mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Secara umum, tekstur
telah digunakan untuk membagi tanah menjadi dua kelompok besar, yaitu tanah berbutir
kasar dan tanah berbutir halus. Ukuran dan distribusi butir-butir mineral yang terdapat pada
suatu tanah tergantung pada banyak faktor, termasuk komposisi mineral, cuaca, lamanya
pelapukan dan cara pemindahan.

Sesuai dengan ukuran butirnya, tanah berbutir kasar dibagi menjadi bongkah (boulder),
kerikil (gravel) dan pasir. Sifat-sifat teknis tanah berbutir kasar seringkali sangat dipengaruhi
oleh tekstur dan gradasinya.

Tanah berbutir halus dibagi menjadi lanau dan lempung. Butir-butir yang membentuk lanau
dan lempung mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga tidak bisa dibedakan dengan
mata telanjang. Sifat-sifat teknis lanau dan lempung lebih dipengaruhi oleh kekuatan
permukaan dan kekuatan listrik butiran daripada oleh kekuatan gravitasi sebagaimana yang
berlaku pada tanah berbutir kasar. Oleh karena itu, tekstur tanah berbutir halus mempunyai
pengaruh yang lebih kecil terhadap sifat-sifat teknis daripada tekstur tanah berbutir kasar.

18
Lanau biasanya mempunyai plastisitas yang lebih rendah daripada lempung dan dalam
keadaan kering mempunyai kekuatan yang rendah atau sama sekali tidak mempunyai
kekuatan.

Sesuai dengan Klasifikasi Unified, ukuran tekstur tanah ditunjukkan pada Tabel 1. Meskipun
ukuran butir yang ditunjukkan pada Tabel 1 hanyalah pilihan, namun nilai-nilai tersebut
diusulkan dalam rangka menyeragamkan definisi. Perbedaan utama antara lanau dengan
lempung adalah plastisitasnya. Lanau pada dasarnya terbentuk melalui pelapukan mekanis,
sehingga sebagian besar sifat-sifatnya menyerupai sifat-sifat bahan induknya, sedangkan
lempung dihasilkan melalui pelapukan mekanis dan kimia dan pada dasarnya berukuran
kolodial.

Untuk membedakan lempung dari lanau di lapangan, terdapat beberapa pengujian


sederhana. Dalam keadaan kering, lanau mempunyai kekuatan yang sangat rendah, sehingga
segumpal lanau mudah dihancurkan dengan jari tangan. Di Sisi Iain, segumpal lempung yang
kering sulit dihancurkan dengan jari tangan. Apabila segumpal lanau yang ditambah air
ditempatkan pada telapak tangan dan digoyang-goyang, maka permukaan lanau tersebut
akan mengkilap (ada lapisan air) dan apabila lanau tersebut diremas (squeeze), maka lapisan
air akan hilang. Pada lempung berair yang digoyang-goyang, air tidak muncul ke permukaan
sehingga permukaannya tidak mengkilap.

Tabel 1 . Ukuran tekstur tanah (Sumber: Yoder, 1975)


TEKSTUR TANAH UKURAN
• Bongkah (cobbles) Lebih besar dari 75 mm (3 in)
• Kerikil 75 mm (3 in) sampai 4,76 mm (No. 4)
Kerikil kasar 75 mm (3 inci) sampai 19 mm (% in)
Kerikil halus 19 mm (% in) sampai 4,476 mm (No. 4)
• Pasir 4,76 mm (No. 4) sampai 0,074 mm (No. 200)
Pasir kasar 4,76 mm (No. 4) sampai 2 mm (No. 10)
2 mm (No. 10) sampai 0,42 mm (No. 40)
Pasir sedang
0,42 mm (No. 40) samapi 0,074 mm (No. 200)
Pasir halus
Lebih kecil dari 0,074 mm (No. 200)
• Tanah berbutir halus (lanau atau lempung)

5.3. Struktur tanah


Pola dimana individu butir dalam masa tanah tersusun disebut struktur primer (primary
structure). Untuk tanah berbutir kasar, struktur primer sering kali dapat dilihat dengan mata

telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar (hand lens). Cara untuk mengamati struktur
tanah berbutir halus (lanau dan lempung) sejauh ini berkembang lambat. Namun demikian,
teknologi di bidang mikroskop elektron yang dikembangkan akhir-akhir ini memberi harapan
untuk memudahkan pengamatan struktur tanah berbutir halus.

Meskipun dalam banyak kasus struktur primer tidak dapat diamati dan mungkin sangat
bervariasi, namun para ahli telah berusaha menetapkan dan mengklasifikasikan berbagai
struktur primer tanah. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1, beberapa kelompok
struktur primer tersebut adalah:

19
a. Butir tunggal (single-grained).
b. Sarang lebah (honeycomb).
c. Flokulen (flocculent).

a. Butir tunggal b. Sarang lebah c. Flokulen


Gambar 1. Tiga jenis struktur primer tanah

Sering kali tanah menunjukkan struktur jenis yang lain, yang dikenal dengan struktur
sekunder. istilah tersebut menggambarkan pola retak, patahan atau bentuk kerenggangan
lain yang terjadi pada formasi tanah.

Baik struktur primer maupun struktur sekunder sering mempunyai pengaruh yang beşar
terhadap sifat-sifat teknis tanah (permeabilitas, elastisitas, kompresibilitas, kekuatan geser).

5.4. Horizon tanah


Pedologi merupakan ilmu mengenai proses pelapukan tanah seda pembentukan profil tanah.
Faktor cuaca yang terutama mempengaruhi pembentukan profil tanah adalah tingkat aliran
permukaan (surface runoff) dan şuhu.

Profil tanah merupakan hasil pelapukan alamiah yang merubah tanah induk. Profil tipikal
tanah, sebagaimana yang berlaku pada bidang teknik sipil, terdiri atas tiga lapis atau tiga
horizon sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.

Horizon paling bawah, disebut bahan induk (parent material) atau Horizon C, terdiri atas
tanah asli yang belum mengalami pelapukan. Horizon C dapat merupakan bahan pindahan
atau bahan endapan, sedangkan Horizon A dan B merupakan zona-zona yang telah
mengalami pelapukan. Horizon yang ditunjukkan pada Gambar 2 merupakan
penyederhanaan daripada horizon menurut pedologi (pedologi membagi horizon menjadi
horizon-horizon yang lebih kecil).

Gambar 2. Profil tipikal tanah (Sumber: Yoder, 1975)

20
Adanya profil tanah merupakan hasil penghancuran dan penempatan kembali komponen
tanah oleh air yang meresap (water seeping) ke dalam tanah. Dalam bentuk yang paling
sederhana, kandungan lempung pada Horizon A akan makin menurun, karena lempung dari
horizon tersebut akan terendapkan pada Horizon B. Oleh karena itu, Horizon A terutama
terdiri atas lanau nonplastis, sedangkan Horizon B terdiri atas lempung kelanauan atau
lempung.

Kedalaman dan karakter profil tanah sangat dipengaruhi oleh cuaca, topografi dan waktu.
Pada daerah-daerah yang curah hujannya rendah, terjadinya profil tanah kurang
berkembang, sebagaimana halnya pada lereng terjal. Kedalaman pelapukan sangat
dipengaruhi oleh umur dan topgrafi.

Perlu diingat bahwa profil yang disebutkan di atas hanya terjadi apabila air mengalir ke
bawah melalui tanah. Dalam hal tersebut, perkembangan karakter dan kedalaman profil
tergantung pada jumlah air yang melewati tanah. Tanah muda dan tanah yang terjadi pada
lereng terjal akan membentuk profil yang dangkal, sedangkan tanah tua dan tanah yang
terjadi pada cekungan akan membentuk horizon yang dalam.

5.5. Bahan induk


Dalam praktek rekayasa jalan raya dan lapang terbang, kegiatan dalam bidang geologi dan
pedologi tidak bisa dipisahkan satu sama Iain. Para ahli geologi dan pedologi biasanya telah
membuat peta daerah-daerah yang dapat memberikan informasi rinci mengenai jenis-jenis
tanah dan konsistensinya. Meskipun informasi yang diperoleh dari peta tanah menurut
geologi dan pertanian sering kali tidak memberikan gambaran yang tepat tentang kasuskasus
rekayasa (engineering problems), namun apabila seseorang telah memiliki latar belakang
yang cukup tentang proses geologi dan mekanika pembentukan tanah, maka dia dapat
memperoleh data dengan cara menafsirkan informasi geologi dan pedologi. Tanah yang
berasal dari bahan induk yang identik serta di bawah pengaruh kondisi cuaca dan pelapukan
yang juga identik, akan terbentuk menjadi tanah yang sama. Namun demikian, tanah yang
terbentuk tersebut jangan diharapkan selalu seragam. Masing-masing kasus hendaknya
diselidiki secara rinci, dimana semua ketidakkonsistenan mengenai profil tanah, muka air
tanah dan jenis bahan induk harus diselidiki. Untuk keperluan tersebut, seseorang harus
memiliki pengetahuan tentang geologi serta memahami distribusi tanah dan kelompok
tanah.

Berdasarkan proses pembentukannya, bahan atau batuan induk dapat dibagi menjadi batuan
sedimen, batuan beku dan batuan metamorf.

5.6. Batuan sedimen


Batuan sedimen terbentuk melalui akumulasi sedimen (butir-butir halus) dalam air. Sedimen
dapat terdiri atas partikel-partikel atau fragmen mineral (sebagaimana pada kasus batu pasir
(sandstone) atau batu serpih (shale), sisa-sisa binatang (beberapa batu kapur), sisa-sisa
tumbuhan (batu bara dan gambut), produk ahir proses kimia atau penguapan (garam,
gipsum), atau kombinasi bahan-bahan tersebut.

Disamping itu, batuan sedimen sering disebut juga batuan sedimen bersifat Silika (siliceous)
atau gampingan (calcareous), dimana batuan sedimen bersifat Silika adalah batuan Yang

21
mengandung banyak silika. Batuan yang mengandung banyak kalsium karbonat (batu kapur)
disebut batuan bersifat gampingan.

5.7. Batuan beku


Batuan beku terdiri atas bahan cair (magma) Yang telah mendingan dan memadat. Terdapat
dua jenis batuan beku, yaitu batuan ekstrusif dan batuan intrusif. Batuan beku ekstrusif
terbentuk dari magma yang tertumpah ke permukaan bumi pada saat letusan vulkanik atau
kegiatan geologi yang sejenis. Karena pada saat tumpah magma bersentuhan dengan
atmosfir yang memungkinkan cepat mendingin, maka batuan yang terbentuk mempunyai
penampilan dan struktur yang menyerupai kaca. Riolit, andesit dan basal merupakan contoh
batuan ekstrusif.

Batuan beku intrusif terbentuk jauh di bawah permukaan bumi. Karena terperangkap di
bawah permukaan, maka magma mendingin dan mengeras secara perlahan-lahan yang
memungkinkan terbentuknya struktur kristal. Oleh karena itu, batuan beku intrusif
mempunyai penampilan dan struktur sperti kristal; contoh, granit, diorit dan gabro. Akibat
proses pergerakan dan erosi kulit bumi, batuan beku intrusif dapat muncul ke permukaan
sehingga dapat ditambang.

5.8. Batuan metamorf


Batuan metamorf umumnya merupakan batuan sedimen atau batuan beku yang telah
mengalami perubahan akibat tekanan dan panas dalam bumi serta reaksi kimia. Karena
proses pembentukan tersebut kompleks, maka batuan metamorf sulit ditentukan secara
pasti asal kejadiannya

Beberapa jenis batuan metamorf mempunyai Ciri yang nyata, yaitu mineralnya tersusun
dalam bidang atau lapisan yang sejajar. Pemisahan batuan pada bidang tersebut akan lebih
mudah daripada pemisahan pada arah Iain. Batuan metamorf yang mempunyai Ciri tersebut
disebut batuan pipih (foliated); contoh, geneis (gneisses) dan sekis (schists) (terbentuk dari
batuan beku) dan Slate (terbentuk dari batuan sedimen, yaitu batuan serpih). Tidak semua
batuan metamorf berbentuk pipih; marmer (terbentuk dari batu kapur) dan kuarsit
(terbentuk dari batu pasir) merupakan batuan metamorf tanpa proses pemipihan.

5.9. Komponen tanah

Tanah terdiri atas partikel-partikel padat yang membentuk struktur porus (mengandung
poripori). Tergantung pada kondisinya, pori-pori dapat berisi air atau udara atau kedua-
duanya. Dengan menggunakan grafik-segi tiga yang ditunjukkan pada Gambar 3, komposisi
suatu tanah dapat ditunjukkan oleh suatu titik, dimana koordinat titik tersebut menyatakan
persentase volume ketiga komponen. Dengan Gambar 3, dapat ditelusuri juga setiap
perubahan komposisi; Garis A menunjukkan perubahan komponen pada saat pengujian
pemadatan, Garis B menunjukkan perubahan komponen pada saat pengujian penyusutan
(shrinkage test) dan Garis C menunjukkan perubahan komponen pada saat pengujian
konsolidasi.

Meskipun grafik pada Gambar 3 dapat menunjukkan komposisi tanah dalam persentase
volume, namun dalam praktek partikel mineral (bahan padat) dan air biasanya dinyatakan
dengan berat dalam suatu satuan volume, misal lb/ft 3 atau gr/cm 3 , karena berat lebih mudah
22
diukur daripada volume. Berat bahan padat yang terkandung dalam satu satuan volume
tanah biasanya dikenal dengan kepadatan kering dan hal tersebut berbeda dengan volume
suatu berat tanah setelah dikeringkan. Kepadatan kering merupakan berat bahan padat yang
terdapat pada satuan volume tanah dimana setelah air secara hipotetis terbuang volume
tersebut tidak mengalami perubahan.

VOLUME AIR (%)


Gambar 3. Grafik segi tiga untuk menyatakan komposisi tanah
(Sumber: TRRL, 1952)

5.10. Hubungan air, bahan padat dan udara dalam tanah


Keberadaan struktur tanah sekunder yang luar biasa biasanya hanya dapat diditeksi melalui
pengamatan visual. Pada kasus struktur primer, pengamatan visual biasanya tidak cukup;
oleh karena itu, untuk mengevaluasi hal tersebut secara kasar telah dikembangkan cara tidak
langsung, dimana tanah dipandang selalu terdiri atas tiga komponen, yaitu bahan padat, air
dan udara.

Meskipun dalam praktek tidak mungkin memisahkan ketiga bagian tanah, namun secara
diagram, ketiga bagian tanah tersebut ditunjukkan pada Gambar 4. Apabila tanah
benarbenar kering (misal setelah dikeringkan dalam oven), maka tanah hanya terdiri atas
bahan padat dan udara; sedangkan dalam keadaan jenuh, tanah hanya terdiri atas bahan
padat dan air.
VOLUME BERAT

V W
23
Gambar 4. Diagram komponen tanah

Hubungan antara komponen-komponen tanah pada Gambar 4 yang telah dikembangkan


dalam mekanika tanah, tidak hanya untuk mendapatkan gambaran tidak langsung mengenai
struktur tanah, tetapi juga dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan (settlement),
permeabilitas dan derajat kepadatan.

Beberapa hubungan antara komponen-komponen tanah yang dipandang penting adalah:

Secara umum, nilai-nilai di atas serta parameter-parameter lain tanah dapat diperoleh
dengan mengukur berat dan volume contoh tanah yang mewakili.

6. Sifat-sifat dasar tanah


Bahan induk, komposisi mineral, kandungan bahan organik, cuaca, umur, cara perpindahan,
letak endapan, cara pemadatan dan derajat kepadatan, tekstur tanah, gradasi butir serta
struktur tanah merupakan faktor-faktor yang saling berhubungan dan mempunyai pengaruh
yang beşar terhadap sifat-sifat dasar tanah. Namun demikian, sifat dasar tanah tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, tetapi juga oleh kondisi pada saat pengujian
dilakukan.

Karena tanah merupakan bahan yang mempunyai karakteristik sangat heterogin, maka untuk
mendapatkan gambaran tentang "perilakunya” serta untuk memudahkan
penanganannya, terlebih dahulu perlu dipahami sifat-sifat dasar tanah. Beberapa sifat dasar
tanah yang dipandang penting adalah:
a. Kadar air.
b. Angka pori.
c. Berat isi.
d. Berat jenis.
e. Permeabilitas.
f. Elastisitas.
g. Plastisitas.
h. Delatansi.
24
Sensitivitas.
j. Kohesi dan kekuatan geser.
k. Pemampatan (compressibility).
Penyusutan dan pemuaian (shrinkage and swelling).
m. Aktifitas.
n. Kosistensi.
o. Daya kapiler.

6.1 . Kadar air, berat jenis, berat isi, angka pori, porositas dan derajat kejenuhan
Kadar air, berat jenis, berat isi, angka pori, porositas dan derajat kejenuhan merupakan
parameter yang biasa digunakan untuk menunjukkan hubungan antara berat dengan volume
komponen-komponen tanah.

Sebagaimana telah ditunjukkan pada Persamaan 5.1, kadar air adalah perbandingan antara
berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah yang biasa dinyatakan
dalam persen.

Di laboratorium, kadar air biasanya ditentukan dengan menempatkan contoh tanah dalam
wadah (container) dan kemudian menimbang contoh basah, mengeringkan dan menimbang
contoh kering tanah. Dengan demikian, maka berat contoh kering dan berat air (selisih antara
berat contoh basah dengan berat contoh kering). Pengeringan biasanya dilakukan dalam
tungku (oven) pada suhu 100-105 oc dalam waktu sampai berat contoh tetap.

Berat jenis tanah (biasa dinyatakan dengan simbol G) adalah perbandingan antara berat
bahan padat dengan berat air pada suhu tertentu (biasanya 4 oc), untuk volume yang sama.
Berat jenis tanah biasanya berkisar antara 2,60 sampai 2,80, dimana secara umum, nilai yang
rendah adalah untuk bahan berbutir kasar, sedangkan nilai yang tinggi adalah untuk tanah
berbutir halus. Meskipun demikian, kadang-kadang dijumpai jenis tanah yang mempunyai
berat jenis di luar rentang yang disebutkan, yaitu jenis tanah yang berasal dari batuan induk
sangat ringan atau sangat berat. Penentuan berat jenis di laboratorium biasa dlakukan
dengan menggunakan piknometer.

Berat isi tanah didefinisikan sebagai berat masa tanah per satuan volume. Dalam teknik jalan
raya, dikenal istilah "berat isi basah", yaitu satuan berat masa tanah yang mengandung
berbagai tingkat kadar air, serta "berat isi kering", yaitu satuan berat masa tanah setelah
dikeringkan dalam tungku (tidak mengandung air). Berat isi kering dapat diperoleh dengan
membagi berat isi basah oleh kadar air.

Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (udara dan air) dengan
volume bahan padat; porositas adalah istilah yang mirip dengan angka pori, yaitu
perbandingan antara volume rongga dengan volume total; sedangkan derajat kejenuhan
merupakan perbandingan antara volume air terhadap volume total (biasa dinyatakan dalam
persen).

6.2. Permeabilitas

Dalam teknik sipil, permeabilitas biasanya menunjukkan kemampuan (tingkat kemudahan


atau kesulitan) air untuk mengalir dalam pori-pori tanah, baik sebagai akibat pengaruh gaya
25
gravitasi maupun kekuatan Iain. Tekstur, gradasi, derajat kepadatan dan struktur primer
tanah sangat mempengaruhi permeabilitas. Tanah berbutir kasar mempunyai permeabilitas
yang jauh lebih besar daripada tanah berbutir halus. Meskipun demikian, kandungan yang
rendah bahan halus atau bahan perekat pada tanah berbutir kasar serta retak, patahan dan
lubang pada tanah berbutir halus kadang-kadang merubah permeabilitas tersebut.
Permeabilitas tanah berbutir lebih kasar dapat ditentukan dengan cukup teliti melalui
pengujian, baik di laboratorium maupun di lapangan.

Dalam mekanika tanah, permeabilitas biasa dinyatakan dengan "koefisien permeabilitas",


yang sering didefinisikan sebagai kecepatan aliran air melalui masa tanah di bawah pengaruh
satu satuan gradien hidrolik. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien permeabilitas
adalah sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas. Pengujian
permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan permeameter, baik yang mempunyai
tinggi air berubah (falling-head permeater), maupun yang mempunyai tinggi air tetap
(constant-head permeameter).

Tanah berbutir kasar (misal pasir dan kerikil) mempunyai koefisien permeabilitas yang besar
dan dapat disebut sebagai tanah porus, sedangkan lempung dan tanah berbutir halus Iain
mempunyai koefisien permeabilitas Yang kecil dan dapat dikatakan sebagai tanah kedap.
Pada Tabel 2 ditunjukkan perkiraan koefisien dan karakteristik drainase berbagai jenis bahan.

Tabel 2. Perkiraan koefisien permeabilitas dan karakteristik drainase


(Sumber: Merrit, 1976)
KOEF.
JENIS TANAH PERMEABILITAS KARAKTERISTIK
cm/detik DRAINASE
 Kerikil basah 5-10 Baik
 Pasir kasar bersih 0,4-3 Baik
0,05-0, 15
 Pasir medium bersih Baik
0,004-0,02
 Pasir halus bersih Jelek sampai baik
10-5-10-4
 Pasir dan kerikil kelanauan Jelek
 Pasir kelanauan 10-6-10-5 Jelek
 Pasir kelempungan 106 Jelek
 Lempung kelanauan 107
Jelek
108
 Lempung Jelek
109
 Lempung koloid Jelek

6.3. Elastisitas
Elastisitas menggambarkan kemampuan tanah untuk kembali ke bentuk aslinya setelah
tanah melendut akibat pembebanan singkat.

Deformasi elastis atau lendutan balik yang mengikuti pembebanan ringan merupakan akibat
dari deformasi elastis masing-masing partikel mineral dan sampai tingkat tertentu,
merupakan sumbangan dari deformasi elastis struktur tanah yang menyerupai busa karet
("sponge rubber-like"). Pada sebagian besar tanah dan untuk sebagian besar keperluan
26
rekayasa, deformasi tersebut sangat kecil dan sering diabaikan. Namun demikian, dalam
rekayasa jalan raya, deformasi elastis disadari makin penting.

6.4. Plastisitas
Plastisitas mengandung arti kemampuan tanah untuk berubah bentuk tanpa mengalami
retak atau hancur serta setelah beban lepas, perubahan bentuk tersebut tetap
dipertahankan. Perubahan bentuk yang tidak kembali atau deformasi plastis kemungkinan
merupakan gabungan daripada sejumlah besar pergeseran kecil antara butir serta
keruntuhan kecil struktur lokal pada masa tanah. Menurut teori Goldschmidt, plastisitas
merupakan akibat kehadiran partikel-partikel pada muatan elektro-magnetik, dimana
molekul-molekul air mempunyai sifat bi-polar yang mengatur dirinya mirip magnit-magnit
kecil dalam daerah magnetik yang berdampingan dengan permukaan butir-butir tanah. Pada
jarak yang sangat dekat dengan permukaan, air menjadi sangat kental dan apabila jaraknya
bertambah, maka viksositas air menurun sampai pada jarak tertentu menjadi air normal.
Apabila air hadir dalam jumlah yang cukup, maka pertikel-partikel tanah terpisahkan oleh
tetes-tetes air kental yang memungkinkan partikel bergeser satu sama lain ke posisi yang
baru tanpa ada kecenderungan untuk kembali ke posisi awal, tanpa ada perubahan pada
rongga serta tanpa mengganggu kohesi. Kebenaran teori Goldschmidt ditunjukkan oleh
kenyataan bahwa lempung tidak menjadi plastis apabila dicampur dengan cairan yang
mempunyai molekul tidak berpolarisasi, missal minyak tanah.

Dalam pekerjaan rekayasa jalan raya dan pondasi, deformasi plastis dapat menjadi faktor
yang besar dan penting. Mudah dipahami bahwa apabila deformasi plastis makin membesar
akibat pembebanan yang makin meningkat, maka butir-butir tanah mulai berorentasi
kembali pada suatu zona kritis di dalam masa tanah. Apabila beban cukup besar dan butir-
butir tanah (mungkin terorentasi sejajar satu sama lain) pada zona kritis jumlahnya cukup
besar pula, maka masa tanah akan mengalami keruntuhan geser. Pada atau dekat zona
tersebut, tahanan geser atau kekuatan tanah dapat dikatakan telah dilampaui.

6.5. Kohesi dan kekuatan geser


Telah diketahui bahwa apabila deformasi plastis dalam tanah berbutir halus menjadi lebih
besar akibat pembebanan yang makin besar, maka dalam zona kritis tertentu pada tanah
akan terjadi reorentasi butir. Apabila beban cukup besar dan butir-butir tanah (dengan
jumlah yang cukup) dalam zona kritis mengalami orentasi yang sejajar satu sama lain, maka
pada zona kritis tersebut, tanah akan mulai mengalami keruntuhan geser. Pada atau di dekat
daerah tersebut, tahanan geser atau kekuatan tanah dikatakan telah dilampaui.

Kekuatan geser tanah merupakan sumbangan dari friksi antara butir serta kohesi (kohesi
merupakan kekuatan geser di luar sumbangan friksi butir). Oleh karena itu, kohesi (dengan
demikian kekuatan geser) tidaklah tetap, tetapi berubah-ubah sesuai dengan perubahan
kadar air, tingkat dan lama pembebanan, tegangan tidak bebas (confining pressure) serta
beberapa faktor lain. Namun demikian, tanah yang dipadatkan pada kadar air optimum
biasanya mempunyai kekuatan geser yang lebih besar daripada tanah yang dipadatkan pada
kadar air di atas optimum. Kekuatan geser tanah merupakan persoalan yang rumit dan telah
banyak penelitian untuk merumuskan prosedur paling baik untuk menentukan sifat tersebut.

27
Menurut definisi, bahan yang mengalami deformasi akibat beban tanpa mengalami perubahan
volumemempunyai Angka Poisson sama dengan setengah; sedangan bahan yang mengalami
deformasi semata-mata akibat perubahan volume mempunyai Angka Poisson sama dengan nol. Angka
Poisson tanah yang dapat dipercaya, sejauh ini sulit ditentukan. Namun demikian, Angka Poisson
untuk sebagian besar tanah berkisar antara 0 dan 0,5. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa
deformasi yang terjadi akibat pembebanan terdiri atas dua bagian, yaitu deformasi elastis-plastis dan
perubahan volume.

6.6. Pemampatan (compressibility)

Karena butir-butir mineral dan air dalam masa tanah relatif tidak dapat memampat, maka
sebagian besar perubahan volume pada tanah merupakan akibat perubahan struktur tanah
yang diikuti dengan keluarnya (expulsion) air atau udara atau kedua-duanya dari masa tanah.
Pemampatan atau perubahan bentuk sebagai akibat keruntuhan geser tidak dimasukkan
dalam kategori ini. Istilah "konsolidasi" biasa digunakan untuk menyatakan porsi deformasi
perubahan volume yang semata-mata diakibatkan oleh keluarnya air pori; sedangkan istilah
"densifikasi" merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan perubahan volume
yang diakibatkan oleh keluarnya udara dari masa tanah.

Sehubungan dengan hal di atas, maka pemampatan sangat dipengaruhi oleh struktur tanah
dan sejarah tegangan yang pernah bekerja pada endapan. Endapan yang terjadi sebagai
akibat proses sedimentasi biasanya mempunyai kompresibilitas yang lebih besar daripada
tanah residual atau endapan yang dipindahkan oleh angin. Pemampatan pada sebagian besar
tanah telah dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metoda pengujian di
laboratorium.

Deformasi perubahan volume sering kali terjadi pada masa tanah, meskipun tanpa
pemberian atau pelepasan beban luar. Hal tersebut dapat terjadi akibat sekurang-kurangnya
dua fenomena yang berbeda; misalnya, penurunan muka air tanah pada suatu daerah akan
mengakibatkan peningkatan tegangan tanah sehingga efektif untuk menimbulkan perubahan
volume pada lapisan kompresibel di bawah permukaan air tanah awal dan selanjutnya terjadi
penurunan (settlement) pada timbunan atau bangunan yang terletak pada atau dekat
permukaan. Pada kasus yang lain, perubahan volume dalam bentuk deformasi pada tanah
(tidak tergantung pada beban luar) dapat terjadi sebagai akibat fenomena penyusutan atau
pemuaian.

Dalam keadaan normalnya, semua jenis tanah dapat memampat. Namun demikian,
pemampatan pada tanah jenuh lebih merupakan akibat penguranganvolume rongga
daripada pemampatan butir-butir tanah dan air dalam rongga. Apabila tanah jenuh dibebani,
maka sebelum pemampatan terjadi, air yang mengisi rongga akan terlebih dahulu harus
terdorong keluar. Besarnya pemampatan pada suatu jenis tanah tergantung pada berbagai
faktor, diantaranya adalah: besar beban, angka pori, struktur dan sejarah tanah; sedangkan
besarnya konsolidasi pada tanah jenuh merupakan fungsi permeabilitas.

6.7. Penyusutan dan pemuaian (shrinkage and swelling)


Penyusutan dan pemuaian lebih nyata terjadi pada tanah berbutir halus, terutama lempung.
Penyusutan dan pemuaian terjadi sebagai akibat terbentuk dan terlepasnya tegangan tarik

28
kapiler pada air pori tanah serta tingkat penyerapan air (thirst for water) oleh mineral
lempung yang terdapat pada tanah.

Apabila memungkinkan, penggunaan tanah yang mempunyai perubahan volume besar untuk
pembangunan jalan raya hendaknya dihindarkan. Pada kasus dimana penggunaan tanah
tersebut tidak dapat dihindarkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi
potensi pemuaian, atau mengurangi fluktuasi kandungan air. Lempung yang mempunyai
perubahan volume besar seringkali mempunyai batas cair dan indeks plastis yang tinggi.
Pengujian di laboratorium dapat membantu dalam mengidentifikasi dan menentukan
pemuaian tanah.

Istilah penyusutan dan pemuaian yang mempunyai pengertian berbeda dengan pengertian
di atas dikenal pula pada pekerjaan tanah. Pada pekerjaan tersebut, penyusutan dikaitkan
dengan volume tanah dalam keadaan lepas dan volume tanah setelah dipadatkan,
sedangkan pemuaian diartikan dikaitkan dengan volume tanah dalam keadaan asli dan
volume setelah digali (dalam keadaan lepas).

6.8. Aktifitas (activity)


Meskipun indeks plastis dan batas cair sangat bermanfaat dalam mendeskripsikan dan
mengklasifikasikan tanah berbutir halus serta mempunyai hubungan erat dengan sifat-sifat
dasar fraksi lempung, namun kegunaannya akan makin meningkat apabila menghubungkan
plastisitas dengan gradasi butir. Diketahui bahwa berbagai jenis lempung dengan jumlah
yang sama, mempunyai kemampuan yang berbeda untuk merubah tanah menjadi plastis;
misalnya, kaolin dan monmorilonit dalam takaran yang sama akan mempunyai pengaruh
yang berbeda. Demikian pula, dua tanah yang mempunyai indeks plastis dan batas cair sama
kemungkinan mempunyai kandungan lempung yang sangat berbeda, apabila aktifitas secara
fisikokimia daripada campuran lempung-air berbeda. Sebagai upaya mendapatkan ukuran
relatif tentang aktifitas lempung dalam tanah berbutir halus, Skempton (Krebs, 1971)
mendefinisikan aktifitas sebagai perbandingan antara indeks plastis dengan persentase berat
butir yang lebih kecil dari 0,002 mm. Aktifitas lempung berkisar mulai dari untuk kaolin
sampai 5 untuk monmorilonit. Aktifitas lempung dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
Dibandingkan dengan sifat-sifat yang lain, aktifitas merupakan konsep yang baru. Salah satu
penggunaanya adalah untuk rnengidentifikasi lempung yang mempunyai potensi pemuaian
tinggi. Dengan diketahuinya aktifitas, maka dengan cepat akan dapat diketahui aktif-tidaknya
lempung, karena karakterisasi berdasarkan plastistas saja tidak cukup.

Tabel 3. Klasifikasi aktifitas lempun


AKTIVITAS KLASIFIKASI
< 0,75 Lempung tidak aktif
0,75 - 1 ,25 Lempung norma
>1,25 Lempung aktif
*Sumber: Krebs, 1971

6.9. Konsistensi tanah asli

29
Tanah akan tetap dalam keadaan keseimbangan alami untuk beberapa lama, apabila
struktur yang telah terbentuk dan tersusun oleh air tidak diganggu. Tanah berbutir halus
yang dibebani, digeser, dimanipulasi atau dikerjakan akan terganggu, setidak-tidaknya
sebagian. Penggangguan dapat terjadi secara alami (misal longsor pada tanah tidak stabil),
namun demikian, sebagian besar tanah akan tetap dalam keadaan asli, sampai kegiatan
manusia merubahnya.

Meskipun sebagian besar pembangunan jalan menyangkut bahan terganggu, namun tanah
asli akan dijumpai pada galian dan sering digunakan sebagai pondasi bagi tanah dasar,
timbunan dan struktur (misal jembatan).

Apabila dikaitkan dengan tanah asli, konsistensi mengandung arti sebagai besar relatif kohesi
antara partikel-partikel tanah serta tahanan tanah terhadap gaya yang akan berubah bentuk
atau meruntuhkan tanah. Dengan perkataan Iain, konsistensi dapat diartikan sebagai sifat
tanah yang menunjukkan kemudahan relatif untuk dirubah bentuknya. Istilah tersebut biasa
digunakan terhadap tanah berbutir halus. Contoh beberapa istilah yang dapat digunakan
konsistensi tanah adalah: lunak (soft), kokoh (firm), teguh (stiff), keras (hard).

Meskipun konsistensi sering dihubungkan dengan kuat tekan bebas, namun karena pada saat
pengujian, contoh biasanya terganggu, maka korelasi konsistensi dengan kuat tekan bebas
kurang dapat dipercaya. Disamping itu, hasil pengujian penetrasi standar (standard
penetratin test) juga dapat digunakan untuk menyatakan konsitensi. Cara Iain untuk
memperkirakan konsistensi adalah berdasarkan perilakunya apabila dimanipulasi dengan
tangan.

Pada Tabel 4 ditunjukkan konsistensi tanah kohesif asli berdasarkan beberapa parameter
serta cara pengujian praktis. Pada setiap konsistensi, jumlah tumbukan adalah lebih kecil
untuk lempung plastisitas tinggi dan lebih besar untuk lempung kelanauan plastisitas
rendah.

Untuk menunjukkan karakteristik kondisi khusus yang dipandang penting, mungkin perlu
ditambah penjelasan (deskripsi) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Hal tersebut sangat
berguna dalam melukiskan kondisi yang tidak biasa. Tanah berbutir halus dapat terbentuk
pada hampir semua tingkat konsistensi, tergantung pada modus pembentukannya, sejarah
geologi dan kadar air. Tanah keras dapat terbentuk melalui pemadatan, pengawetan
(desiccation), sementasi partikel, atau melalui pembebanan yang besar. Tanah sangat lunak
sering dijumpai pada sedimen baru Yang terkait dengan muka air tinggi. Tanah residual jarang
mempunyai konsitensi lunak.

Tabel 4. Konsistensi tanah kohesif asli dan cara pengujian praktis*


KUAT TEKAN PENETRASI
KONSISTENSI PENGUJIAN PRAKTIS
BEBAS (kg /cm) (TUMBUKAN/ft)
o Contoh (tinggi 2 x diameter)
• Sangat lunak melorot akibat berat sendiri.
<0,27 0-1
(very soft) o Mudah ditembus ke al.
o Mudah dicuil dengan ibu jari
• Lunak (soft) 0,27 - 0 55 2-4 dan telunjuk.
o Mudah ditembus beberapa

30
cm den an ibu rari.
o Mudah digores oleh jari,
 Teguh atau
(medium 0,55 - 1 09 5-8 o Mudah ditembus ibu jari
firm) yang diberi kekuatan
moderat.
o Dapat digores jari, tapi
dengan tenaga cukup besar.
 Kokoh (stiff) 1 ,09 - 2 19 9 - 15 o Dapat ditembus dengan ibu
jari, tapi dengan tenaga
besar.
• Sangat kokoh o Sulit digores dengan jari.
(very stiff) 2,19 - 4 38 16 - 30 o Dapat ditembus dengan
kuku.
o Tidak dapat digores jari.
 Keras (hard) >4,38 >30 o Dapat digores kuku ibu jari
dengan susah.
*Sumber: Krebs, 1971

Tabel 5. Deskripsi khusus untuk konsistensi tanah berbutir halus*


DESKRIPSI KONDISI TANAH
 Runtuh dengan sedikit deformasi.
• Rapuh (briffle)
 Merupakan karakteristik tanah tersementasi.
 Sangat keras; tersementasi sangat kuat; tidak lunak
• Sangat keras
melalui pembasahan lama.
(indurated)  Membentuk lapisan dan disebut harapan.
 Pada keadaan lembab, mudah dihancurkan ibu jari
dan telunjuk dengan kekuatan lemah sampai moderat
dan menyatu kembali bila ditekan bersama; bila
kering, mudah dijadikan serbuk atau dihancurkan
• Mudah hancur (friable) dengan tangan.
 Sering berlaku pada tanah kohesif yang lekatannya
kurang, bersifat seperti mika, atau mempunyai gugus
struktur yang terbentuk akibat sementasi lemah den
an bahan organik.
 Bila beban dilepas, mudah melendut balik (rebound);
kembali ke bentuk asal setelah dilendutkan kecil.
• Elastis (elastic)  Merupakan karakteristik lanau dengan kandungan
tinggi mika.
 Porus, lepas-lepas dan elastis., mempunyai kandungan
• Keropos (spongy)
tinggi bahan organik dan bahan berserat.
*Sumber: Krebs, 1971

6.10. Sensitifitas (sensitivity)

31
Tanah berbutir halus dapat kehilangan kekuatannya dan kekakuannya apabila diganggu dan
dibentuk kembafi (remolded) pada kadar air dan kepadatan atau angka pori yang tetap,
terutama pada kadar air tinggi. Fenomena tersebut disebut sensitivitas, dimana untuk
lempung, sensitifitas merupakan perbandingan antara kuat tekan bebas pada keadaan asli
dengan kuat tekan bebas setelah dibentuk kembali.
Sensitifitas biasa dikelompokkan menjadi beberapa kelas sebagajmana yang ditunjukkan
pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa lempung dapat kehilangan setengah
kekuatannya dan masih dikatagorikan sebagai lempung tidak sensistif, atau dapat kehilangan
hampir seluruh kekuatannya sehingga dikatagorikan sebagai lempung "hidup" (quick). Dalam
praktek, lempung hidup akan menjadi encer apabila dibentuk kembali. Apabila lempung
sensitif diganggu, stabilitasnya dapat menurun yang diserta dengan deformasi geser progresif
yang kemudian diikuti dengan terjadinya longsor. Gangguan umumnya merupakan Utah
manusia. Sebagai prinsip dasar kiranya perlu diingat bahwa pelemahan progresif bersama
deformasi terjadi pada tanah berbutir halus yang basah. Hal tersebut mengakibatkan sangat
sulitnya rehabilitasi lereng galian dan timbunan, pondasi timbunan dan tanah dasar setelah
longsor.

Tabel 6. Klasifikasi sensitifitas lempung*

SENSITIFITAS KELAS
<2 Tidak sensitif (insensitive)
2–4 Sensitif moderat (moderate sensitive)
4–8 Sensitif (sensitive)
8 – 16 Sangat sensitif (very sensitive)
16 – 32 Hidup ringan (slightly quick)
32 – 64 Hidup medium (medium quick)
>64 Hidup (quick)
*Sumber: Krebs, 1971

6.11. Daya kapiler (capillarity) dan pengisapan (suction)


Apabila tabung gelas bersih yang mempunyai lubang sangat kecil ditempatkan secara vertikal
pada permukaan alr, maka akibat daya kapiler, air akan naik melalui tabung. Dengan
demikian, maka daya kapiler dalam tanah umumnya dikaitkan dengan naiknya air dari
permukaan air bebas, meskipun dalam kenyataan, pergerakan air dapat ke semua arah.
Dengan daya kapiler, pada tanah (terutama tanah berbutir halus) dapat terbentuk suatu zona
"Jenuh secara kapiler" yang letaknya cukup jauh dari permukaan air bebas. Meskipun tanah
pada zona tersebut tidak perlu benar-benar jenuh, karena sejumlah udara kemungkinan akan
tetap mengisi rongga di sekitar partikel tanah, tetapi derajat kejenuhan yang tinggi akan
bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama. Di atas zona jenuh secara kapiler, tanah ada
kemungkinan jenuh sebagian.

Terjadinya air kapiler diakibatkan oleh dua fenomena, yaitu pertama, gaya tarik antara
molekul-molekul air dimana pada perbatasan dengan udara, gaya tarik tersebut meningkat
(tegangan tarik membentuk meniskus); fenomena yang ke dua adalah gaya tarik antara air
dengan dinding tabung sehingga terjadi pembasahan. Untuk air yang mempunyai suhu 15 oc,
tegangan tarik permukaan adalah sekitar 0,075 gram/cm, dimana nilai tersebut akan agak
menurun sesuai dengan meningkatnya suhu air. Derajat pembasahan dapat dinyatakan
dengan istilah "sudut kontak” (contact angle). Sudut kontak 0 0 menunjukkan pembasahan

32
sempurna, sedangkan sudut kontak yang lebih besar dari 90 0 menunjukkan tidak terjadi
pembasahan, sebagaimana yang terjadi antara air raksa dengan dinding gelas. Ditinjau dari
segi pengaruh jelek air kapiler, kondisi paling kritis dijumpai pada lanau halus. Meskipun
lempung mempunyai kenaikan air kapiler yang lebih besar daripada lanau, namun kenaikan
air kapiler pada lempung berjalan jauh lebih lambat. Oleh karena itu, pembentukan daerah
kejenuhan tinggi pada lempung akan jauh lebih lama daripada pembentukan pada lanau.
Hasil percobaan (Krebs, 1971) menunjukkan bahwa kenaikan maksimum selama 24 jam
terjadi pada contoh tanah yang mempunyai ukuran butir 0,02 mm.

Meskipun pemodelan daya kapiler berguna untuk memahami naiknya air, namun perlu
diingat bahwa tertahannya air dalam tanah (lempung) tidak semata-mata akibat fenomena
tegangan tarik permukaan saja, tetapi merupakan cerminan daripada gabungan potensi daya
kapiler, penyerapan dan osmotik. Pengaruh tersebut sering disebut penyerapan (suction).
Oleh karena itu, pengaruh air terhadap sifat-sifat tanah yang lain sering dihubungkan pula
dengan pengisapan, disamping dengan daya Kapiler.

Nilai tipikal kenaikan air kapiler untuk beberapa jenjs tanah ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Beberapa nilai tipikal kenaikan air kapiler*


JENIS TANAH KENAIKAN AİR KAPILER cm
Pasir kasar 2-5
Pasir 12 - 35
Pasir halus 35 - 70
Lanau 70 - 150
Lempung 200 - >400
*Sumber: Krebs, 1971

6.12. Dilatansi
Dilatansi merupakan sifat tanah dimana apabila contoh tanah diletakkan pada telapak tangan
dan kemudian diguncang-guncang (shaking), maka air yang terkandung pada contoh tanah
akan naik ke permukaan sehingga permukaan tersebut nampak mengkilap, dan apabila
contoh tanah ditekan (squeezed), rnaka air di perrnukaan akan hilang kernbali dan pada
contoh tanah dapat terjadi retak. Pengujian dilatansi sangat berguna untuk membedakan
lanau dari lempung.

7. Udara dalam tanah

Meskipun udara dalam tanah penting bagi pertanian (karena diperlukan oleh tanaman),
namun untuk kepentingan rekayasa, sejauh mungkin udara perlu dikurangj (karena tidak
menyumbang apapun terhadap kekuatan tanah).

7.1. Bakteri erobik dan jamur


33
Dalam tanah terdapat berbagai mikro organisme yang hidup pada bahan organik (berkumpul
pada bagian permukaan tanah). Bagian terbesar mahluk tersebut (disebut bakteri aerobik
dan jamur) memerlukan oksigen dan nitrogen yang terdapat dalam udara tanah.

Dalam teknik sipil, bakteri aerobik dan jamur perlu mendapat perhatian, karena mereka
dapat menyerang dan menghancurkan bahan organik yang terdapat pada tanah dasar atau
bagian perkerasan lain. Contoh, mikro biologi akan membusukkan yute (jute hessian) yang
terdapat pada lapis permukaan beraspal prapabrikasi; hal yang sama akan terjadi pula pada
beberapa jenis resin (misal "vinsol") yang dicampurkan sebagai bahan pengedap tanah. Jones
(yang melakukan penelitian untuk the Road Research Laboratory terhadap kasus yang
terakhir) mempercayai bahwa serangan mikro organisme dapat dikurangi dengan cara
mengeluarkan udara dari tanah.

7.2. Pergerakan air dalam bentuk uap


Pada kadar air di bawah kondisi jenuh, ruang udara dalam tanah dapat menjadi jalan bagi air
untuk bergerak dalam bentuk uap. Oleh karena itu, pergerakan uap air dari satu posisi ke
posisi yang lain dapat merubah kadar air tanah. Pergerakan tersebut merupakan akibat dari
adanya perbedaan kelembaban relatif antara bagian-bagian tanah (kelembaban relatif uap
air didefinisikan sebagai tekanan uap air dalam tanah yang dinyatakan sebagai persentase
terhadap tekanan uap jenuh pada suhu yang sama).

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa perbedaan kelembaban relatif terkait dengan variasi
jenis tanah, kadar air dan suhu. Di beberapa negara bercuaca dingin, suhu merupakan
satusatunya faktor yang dipandang penting dalam hubungannya dengan kondisi jalan raya,
karena variasi kadar air lokal hanya akan mengakibatkan perbedaan kelembaban relatif yang
nyata apabila tanah mempunyai kadar air (lebih kecil dari sekitar 4 persen untuk pasir dan
lebih kecil dari 10 persen untuk lempung). Gradien suhu yang terjadi dalam tanah akibat
siklus suhu harian dan tahunan dapat menimbulkan perbedaan nyata tekanan uap pada
beberapa feet lapisan atas tanah; apabila terdapat lintasan bebas yang memungkinkan uap
air mengalir, maka akan terjadi perpindahan kadar air-

Di bawah kondisi cuaca tertentu (dingin), pergerakan bebas uap air pada tanah yang hampir
jenuh dapat dicegah sehingga perubahan kadar air yang cukup nyata dipandang tidak terjadi.
Di sisi lain, pergerakan uap air mungkin perlu mendapat perhatian yang besar di daerah
tropis dan kering dimana tanahnya mempunyai kadar air yang sangat rendah dan variasi suhu
yang sangat besar. Hal tersebut kemungkinan merupakan alasan terjadinya kadar air yang
besar pada tanah di bawah beberapa perkerasan di daerah kering. Pemasangan lapis
permukaan yang kedap dapat mencegah penguapan.

8. Air dalam tanah

Air mempunyai pengaruh besar terhadap sifat-sifat fisik tanah. Sebagian besar studi klasik
dalam mekanika tanah, yaitu tentang konsolidasi, stabilitas dan pemadatan, menaruh
perhatian terhadap hubungan antara air dan bahan padat tanah. Air berperan juga sebagai
pelarut garam yang terdapat dalam tanah.

8.1..Pengaruh air sebagai bahan cair terhadap sifat-sifat tanah

34
8.1.1. Pengaruh terhadap kohesi
Tanah berbutir halus (lanau dan lempung) mempunyai kohesi mekanis yang lebih besar,
karena partikel-partikel tanah terikat oleh film air. Kekuatan kohesi yang ditimbulkan oleh film
air terdiri atas dua jenis; pertama, kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya tegangan tarik
permukaan pada bidang pertemuan udara dan air, ke dua, kekuatan yang ditimbulkan oleh
interaksi antara partikel-partikel tanah atau antara partikel-partikel tanah dengan molekul air.

Kohesi akibat gaya tarik permukaan terjadi pada kadar air yang rendah dimana tanah masih
mengandung udara yang cukup. Konsep teoritis kohesi pada kondisi tersebut telah
dirumuskan oleh Haines sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5 (dua butir tanah "ideal"
yang mempunyai diameter sama dihubungkan oleh film air). Gaya tarik permukaan yang
bekerja secara tangensial terhadap permukaan butir menarik kedua butir tersebut dan
penurunan tekanan pada film air juga menarik kedua butir. Kekuatan total (f) yang menarik
kedua butir dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

dimana :
T = gaya tarik permukaan.
a = jari-jari butir.
θ = sudut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.

Pada persamaan di atas terlihat bahwa kohesi meningkat apabila sudut 0 menurun (sejalan
dengan penurunan film air). Hal tersebut merupakan alasan meningkatnya kohesi akibat
gaya tarik apabila tanah dikeringkan.

Gambar 5. Kohesi antara dua butir bulat (Sumber: TRRL, 1952)


Apabila gaya kohesif per satuan luas dihitung dari persamaan di atas, maka nila tersebut
proporsional dengan T/a (tekanan kohesif makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
gaya tarik permukaan dan menurunnya ukuran butir). Oleh karena itu, pengalaman
menunjukkan bahwa kohesi yang besar terjadi pada lempung, karena buti-butirnya
berukuran butir yang sangat kecil.

Meskipun teori Haines berlaku untuk butir tanah yang ideal bulat, namun diketahui bahwa
bentuk butir lempung adalah pipih. Pada kasus tersebut, Nichols telah mengembangkan
persamaan sebagai berikut:

35
f= 8.2
dimana :
c = adalah konstanta
d = adalah jarak antara dua butir berbentuk pelat.
Ternyata bahwa partikel pipih mempunyai kohesi yang lebih besar daripada partikel bulat.

Konsep teoritis mengenai kohesi Yang terkait dengan ion bermuatan listrik dalam air telah
dikembangkan oleh Russel dimana air tanah berperan sebagai bahan pengikat. Di dalam
tanah terdapat ion bermuatan positif (kation) seperti Na+ , Ca++ dan Al+++ yang jumlahnya
cukup untuk mengimbangi muatan negatif pada partikel tanah, sehingga sistem menjadi
netral. Dalam berbagai tingkat, kation juga dapat terhidrasi sehingga meningkatkan
pembentukan mata rantai molekul-molekul air yang terorentasi. Apabila kation yang
terhidrasi tersebut terletak dekat dengan partikel tanah, maka dua set molekul air akan
membentuk rantai yang mengikat ion dan permukaan partikel tanah. Hubungan silang juga
dapat terjadi, dimana suatu ion Yang terletak antara dua partikel tanah yang berdekatan
dapat berperan sebagai jembatan antara kedua partikel sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 6.

Akan terlihat bahwa jenis kohesi yang digambarkan oleh Russel merupakan pengaruh
permukaan. Oleh karena itu, hal tersebut terutama dijumpai pada lempung dimana luas
permukaan butir per satuan berat sangat besar. Kohesi juga tergantung pada jenis ion yang
terdapat dalam tanah serta karakteristik elektrik permukaan partikel, yaitu komposisi kimia
dan struktur partikel.
Sejauh ini, kekuatan kohesi yang diuraikan di atas dianggap bekerja pada tanah yang
mempunyai kadar air rendah. Meskipun diketahui bahwa kohesi menurun cepat sejalan
dengan meningkatnya kadar air, namun tabiat kekuatan antara partikel pada kadar air yang
tinggi masih merupakan spekulasi. Meskipun demikian, diyakini bahwa hal tersebut
merupakan fungsi kekuatan Van der Waal mengenai tarikan (atrraction) antara partikel serta
kekuatan elektrostatik mengenai tolakan (repulsion) yang diakibatkan oleh muatan yang
terkait dengan partikel.

Gambar 6. Kohesi sebagai akibat hidrasi partikel (Sumber: Russel dalam TRRL, 1952)

8.1.2. Pengaruh terhadap pengisapan tanah (soil suction)

36
Istilah pengisapan tanah sering digunakan secara bergantian dengan istilah potensi kapiler.
Secara sederhana dapat diartikan bahwa pengisapan tanah adalah kekuatan yang menahan
air pada lingkaran pinggir pembuluh kapiler di atas permukaan air.

Pada uraian terdahulu disebutkan bahwa molekul air dapat bergabung dengan permukaan
partikel tanah. Dalam hal tersebut, molekul air pada umumnya dipandang dalam keadaan
terserap, yaitu terhidrasinya permukaan partikel. Kekuatan yang menyebabkan terjadinya
hidrasi bersama-sama dengan kekuatan tarik permukaan (yang terjadi pada bidang kontak
antara air dan udara sebagaimana yang telah diuraikan) bergabung untuk menghasilkan
suatu kondisi tekanan yang menurun atau pengisapan dalam air yang besarnya tergantung
pada kadar air tanah. Menurut percobaan, hubungan antara pengisapan dan kadar air untuk
semua jenis tanah ternyata bersifat menerus, yaitu pengisapan meningkat cepat sesuai
dengan menurunnya kadar air.

Pada lempung yang biasanya jenuh pada kadar air di atas sekitar 15 persen, diketahui bahwa
pengisapan terutama merupakan akibat hidrasi partikel, sedangkan pada tanah berbutir,
kekuatan tarik mempunyai peranan yang lebih penting.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan pengisapan tanah yang sejalan dengan
penurunan kadar air berlangsung menerus pada seluruh rentang kadar air. Nilai tersebut
mulai dari nol untuk tanah jenuh sampai beberapa ratus kilogram per centimeter persegi
untuk tanah yang kering oven. Variasi yang besar tersebut memerlukan penggunaan skala
logaritma, apabila sedang meninjau seluruh hubungan antara pengisapan dengan kadar air.
Apabila pengisapan tanah dinyatakan dengan tingginya kolom air, logaritma tinggi kolom
tersebut yang dinyatakan dalam centimeter biasa adalah ekivalen dengan nilai PF kadar air;
contoh, air kapiler yang tingginya 30,5 cm (10 ft) setara dengan pF 2,48 (= log 30,5).
Pada Tabel 8 ditunjukkan hubungan antara nilai pF dengan pengisapan tanah yang dinyatakan
dengan tinggi kolom air dan tegangan. Sebagai akibat skala logaritma, pada Tabel 8 terlihat
bahwa pF = 0 tidak sejalan dengan pengisapan yang bernilai nol.
Terjadinya pengisapan tidak memerlukan air tanah. Apabila contoh jenuh dikeringkan di
laboratorium, pengisapan akan terjadi bersamaan dengan terbentuknya meniskus pada pori
(pore entrances). Dengan pengeringan terus, jari-jari meniskus akan makin mengecil dan
pengisapan makin membesar sehingga menghasilkan tegangan efektif positif yang beşar dan
tanah yang tertekan akan terlihat menyusut. Akibat pengeringan terus, jari-jari meniskus dan
jari-jari pori akan mencapai batas terendah, dan pengeringan selanjutnya akan
mengakibatkan pori menjadi kosong dengan sedikit peningkatan pengisapan atau
penyusutan. Pada kadar air yang sangat rendah, hilangnya sudut kontak dan air higroskopik
mengakibatkan peningkatan pengisapan lebih lanjut sampai mencapai tingkat yang sangat
tinggi. Apabila semua pori mempunyai ukuran yang sama, penurunan sedikit kadar air akan
mengakibatkan peningkatan pengisapan yang tiba-tiba sampai meniskus penuh terbentuk
dan pori mulai kosong. Peningkatan pengisapan yang curam adalah tidak biasa untuk tanah,
tetapi diilustrasikan oleh kapur lunak (soft chalk) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7
sehubungan dengan hal tersebut, sebaiknya tanah mempunyai ukuran pori yang
bermacammacam, yaitu agar pengurangan kadar air dapat berlangsung sedikit demi sedikit
sesuai dengan peningkatan pengisapan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh lempung berat
pada Gambar 7.
Stabilitas tanah dapat dipengaruhi oleh pengisapan sebagaimana yang diilustrasikan pada
Gambar 8. dimana pada pengisapan yang rendah, perubahan kekuatan relatif adalah cukup

37
nyata. Untuk tanah yang plastisitasnya rendah atau tidak plastis, kekuatan terkait langsung
dengan tegangan efektif dan kemudian dengan kenaikan pengisapan (tegangan kapiler pada
air). Oleh karena itu, peningkatan kekuatan akibat pengisapan adalah dramatis, sepanjang
kelembaban kapiler tetap berlangsung.

Tabel 8. Hubungan antara nilai PF dengan tinggi kolom air dan


tegangan (Sumber: TRRL, 1952)
PENGISAPAN
KOLOM AR (cm) TEGANGAN kg/cm
0 1 0,000999256
1 10 0,00999256
2 100 0,0999256
3 1000 0,999256
4 10000 9,99256
5 100000 99,9256
6 1000000 999,256

Gambar 7. Hubungan pengisapan dan kadar air (kondisi pengeringan)


(Sumber: Krebs, 1971)
10

38
1

0 60 120 180 240 300 360


PENGISAPAN (cm air)
Gambar 8. Perkiraan hubungan stabilitas relatif (CBR) dengan pengisapan
(Sumber: Krebs, 1971)

8.1.3. Pengaruh terhadap pemuaian (swelling)


Dampak daripada hidrasi partikel adalah pemuaian pada tanah lempung. Pada jarak yang
pendek dari permukaan partikel lempung, kekuatan pengorentasian dan penyerapan yang
bekerja pada molekul air adalah sangat kuat dan air dipandang lebih menyerupai bahan
padat daripada sebagai bahan cair (air serapan). Apabila lapis air serapan terbentuk pada
saat pembasahan lempung, maka volume efektif bahan padat (yang terkait dengan
masingmasing partikel) meningkat; apabila lapis air serapan berhubungan satu sama Iain,
maka pemuaian masing-masing lapisan akan ditunjukkan dengan peningkatan volume total
struktur tanah.

Dalam praktek, tebal air serapan pada lempung akan makin tebal, sampai tekanan
penyerapan pada air sama dengan tekanan beban (overburden pressure) pada permukaan
tanah, baik sebagai akibat pembebanan tanah sendiri maupun akibat beban luar. Apabila
beban meningkat pada saat kesimbangan dicapai, maka tebal film air serapan berkurang
sehingga terjadi penurunan. Penomena tersebut disebut konsolidasi. Struktur Yang
terbentuk dalam lempung mudah mengalami perubahan kadar air, bertambah atau
berkurang, tergantung pada kondisi perubahan kadar air tersebut.

8.1.4. Pengaruh terhadap penyusutan (shrinkage)


Meskipun penyusutan pada lempung mungkin merupakan akibat dari beban luar
(konsolidasi), namun hal tersebut sering terkait dengan hilangnya air akibat penguapan atau

39
penyerapan oleh tumbuhan. Grafik tipikal yang menunjukkan hubungan antara volume
tanah dengan kadar air ditunjukkan pada Gambar 9.

Pada gambar 9 terlihat bahwa grafik terdiri atas dua bagian; bagian pertama adalah garis
linear, sedangkan bagian ke dua adalah garis non-linear dimana untuk penurunan kadar air
yang sama dengan penurunan kadar air pada bagian pertama, penurunan volume adalah
lebih kecil.

Gambar 9. Hubungan volume dengan kadar air (Sumber: TRRL, 1952)


Pada bagian pertama, penurunan volume tanah adalah ekivalen dengan volume air yang
hilang, namun tanah tetap dalam keadaan jenuh; sedangkan pada bagian ke dua, udara
mulai memasuki tanah sehingga penurunan volume tanah menjadi relatif kecil.

Apabila garis pertama diperpanjang sehingga memotong garis mendatar yang melewati titik
volume pada kadar air nol, maka kadar air pada perpotongan kedua garis tersebut dikenal
dengan batas susut (SL), yaitu kadar air dimana pada kadar air dibawahnya, tanah hanya
mengalami penyusutan yang kecil.

8.1.5. Pengaruh terhadap konsistensi


Pada saat suatu masa tanah diberi tegangan di atas batas elastisnya, maka tanah tersebut
akan berubah bentuk dan runtuh. Apabila tanah bersifat kohesif dan kadar airnya cukup
tinggi, maka terjadinya deformasi tidak diikuti dengan pemisahan struktur, tetapi akan
diikuti dengan pengaliran plastis. Dengan demikian, plastisitas merupakan karakteristik
tanah dimana hubungannya dengan sifat-sifat fisik dan kinerja mekanis sangat penting
dalam klasifikasi tanah.

Terjadinya plastisitas tanah disebabkan oleh pengaruh pelumasan oleh film air terhadap
butir-butir tanah yang berdekatan. Oleh karena itu, plastistisitas tanah tergantung pada
faktor-faktor yang mempengaruhi luas dan tebai film air, yaitu ukuran dan bentuk
masingmasing butir serta sifat-sifat kimia permukaan butir-butir tersebut. Karena tebai film
air terutama tergantung pada kadar air, maka karakteristik plastisitas tanah biasanya diteliti
melalui penentuan kadar air yang diperlukan untuk menjadikan tanah dalam keadaan
40
berbagai tingkat plastisitas. Meskipun metoda penentuan kadar air tersebut berbeda untuk
setiap cabang teknologi tanah, namun metoda yang semula dikembangkan oleh Atterberg
untuk pertanian telah digunakan secara luas dalam rekayasa tanah.
Pengkajian sifat-sifat tanah yang dibentuk kembali dalam kaitannya dengan kadar air telah
menghasilkan hubungan antara konsistensi dengan kadar air yang menjadi dasar untuk
berbagai kepentingan yang terkait dengan tanah berbutir halus, yaitu klasifikasi, identifikasi,
pendeskripsian, pengecekan keseragaman persediaan bahan serta untuk penilaian
kecocokan penggunaan dan penanganan sebagai bahan jalan.

Konsistensi pada kondisi terganggu tergantung pada kadar air. Dengan penambahan air
secukupnya, lempung yang dalam keadaan asljnya kokoh (stiff) dapat dijadikan bubur
(melalui pengadukan). Apabila bubur tanah dikeringkan melalui penguapan, maka tanah
akan makin kental sampai pada suatu tingkat dimana sifat keencerannya hilang dan berubah
menjadi plastis. Dengan melanjutkan pengeringan, plastisitas tanah akan hilang, meskipun
tanah masih dapat dibentuk dengan jari tangan. Pengeringan lebih lanjut akan
mengakibatkan retaknya "benang" tanah pada saat digulung. Pada kondisi tersebut tanah
dalam keadaan semi padat dan pengeringan seterusnya menjadikan tanah dalam keadaan
kering dan padat (solid). Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 10, konsistensi tanah dapat
dibagi menjadi empat tingkat, yaitu cair, plastis, semi padat dan padat. Pada gambar
tersebut, ditunjukkan bahwa melalui penambahan/pengurangan air dan pembentukan
kembali, secara perlahan-lahan atnah dapat berubah dari satu tingkat konsistensi ke tingkat
konsistensi yang lain.

Berdasarkan metode pengujian standar, kadar air yang menjadi batas konsistensi perlu
ditentukan. Oleh karena itu, batas-batas kadar air yang ditetapkan adalah batas cair (kadar
air yang menjadi batas antara kondisi cair dan plastis dan batas plastis (kadar air yang
menjadi batas antara kondisi plastis dan semi padat). Disamping itu, terdapat kadar air di
bawah batas plastis dimana pengeringan mulai kadar air tersebut, penyusutan tanah
berhenti. Kadar air tersebut disebut batas susut, yaitu kadar air terendah dimana tanah
masih dalam keadaan semi padat. Pada batas susut, film air menghilang dari butir tanah
sehingga tanah menjadi kusam (tone). Perbedaan antara batas cair dengan batas plastis
dikenal dengan indeks plastis, sedangkan batas cair dan batas plastis dikenal pula sebagai
batas Attenberg.
400

o 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
KADAR AIR

Gambar 10. Konsistensi tanah yang dibentuk kembali


(Sumber: Kerbs, 1971)

41
Baik batas cair maupun batas plastis tergantung pada kandungan lempung dalam tanah.
Tanah yang mengandung banyak lempung biasanya mempunyai batas cair dan batas plastis
yang tinggi, sedangkan tanah kurang kohesif berpasir mempunyai batas cair dan batas
plastis yang lebih rendah. Sebagian besar lempung mempunyai batas cair yang berkisar
antara 50 sampai 90 persen. Batas cair yang nilainya lebih kecil dari 20 persen merupakan
batas cair yang luar biasa dan sulit ditentukan secara eksperimen. Tanah yang mengandung
banyak bahan organik mempunyai batas cair dan batas plastis yang lebih tinggi daripada
tanah yang sama tetapi tidak mengandung bahan organik, meskipun kedua tanah tersebut
mempunyai indeks plastis yang sama.

Secara umum dapat dikatakan bahwa indeks plastis merupakan fungsi kandungan lempung,
sedangkan batas cair dan batas plastis merupakan fungsi kandungan dan jenis lempung.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila batas cair dihubungkan dengan indeks plastis,
perbedaan hubungan tersebut akan merupakan akibat perbedaan jenis lempung, kecuali
untuk tanah yang mengandung banyak bahan organik dan tanah yang partikel-partikelnya
porus dan berongga, dimana kedua jenis tanah tersebut mempunyai batas cair yang relatif
tinggi untuk indeks plastis tertentu.

Berdasarkan batas cairnya, tanah dapat dibagi menjadi lima kelompok sebagai berikut:
Batas cair rendah : batas cair 20 - 25 persen
Batas cair menengah : batas cair 25 - 50 persen
Batas cair tinggi : batas cair 50 - 70 persen
Batas cair sangat tinggi : batas cair 70 - 90 persen
Batas cair ekstra tinggi : batas cair >90 persen
Untuk menyatakan plastisitas tanah kadang-kadang digunakan istilah gemuk (fat), kurus
(lean), ptastis dan lunak (soft). Namun demikian istilah tersebut kurang berguna apabita
tidak disertai dengan definisi yang jelas tentang cara mengukurnya. Meskipun sejauh ini
tidak ada standar, namun definisi plastisitas yang ditunjukkan pada Tabel 9 umum
digunakan. Prosedur tersebut sangat berguna terutama pada saat pencatatan (logged)
contoh hasil pemboran mungkin tidak sampai ke labaratorium.

Tabel 9. Derajat plastisitas*


TINGKAT INDEKS
KEKUATAN KERING PENGUJIAN
PLASTISITAS PLASTIS
 Tidak plastis 0-5 Sangat rendah; terlekat lemah Masa tanah mudah
dan getas (fragile); mudah dirubah bentuk; bentuk
dihancurkan den an ibu jari dan bola sulit mem
telunjuk. ertahankan.
 Plastis 5 - 15 Rendah sampai medium; Untuk merubah bentuk
moderat dapat dihancurkan dengan diperlukan tekanan ringan;
tangan tanpa kesulitan, tetapi mempunyai kohesi moderat.
sulit dipecahkan den an ibu jari
dan telunjuk.
 Plastas 16 - 35 Médium sampai tinggi; Untuk merubah bentuk
dapat dipecahkan dengan diperlukan tekanan agak
42
tangan bertenaga; dapat besar; bila digores
dipecahkan di bawah dengan mata pisau atau
telapak tangan yang kuku akan mengkilap;
dibebani dengan badan. bila diremasremas akan
mengering secara
erlahan-lahan.
 Sangat > 35 Sangat tinggi; tidak dapat Untuk merubah bentuk
plastis dipecahkan di bawah diperlukan tekanan besar;
telapak tangan. ulet; mempunyai kohesi
tinggi; hilangnya air sangat
lambat
*Sumber: Kerbs, 1 971 **kadar air contoh mendekati batas plastis

Meskipun indeks plastis tidak selalu berkorelasi langsung dengan sifat-sifat teknis tanah,
tetapi untuk tanah anorganik hal tersebut umumnya benar, yaitu indeks plastis yang makin
meningkat akan meningkatkan kekuatan geser pada batas plastis, pemampatan pada batas
cair dan potensi perubahan volume sesuai dengan perubahan kadar air.
Pengkajian hubungan antara batas plastis dengan batas cair telah memberikan gambaran
yang lebih baik tentang derajat plastisitas. Tehah terbukti bahwa dengan bantuan grafik
beberapa sifat lempung dan tanau dapat dikorelasikan dengan batas Atterberg sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hubungan umum batas Atterberg, indeks plastis dan sifat-sifat teknis1 )
PERBANDINGAN PERBANDINGAN DUA
KARAKTERISTIK DUA KELOMPOK KELOMPOK TANAH 3 )
TANAH 2 )
 Pemampatan Kira-kira sama Meningkat
 Permeabilitas Menurun Meningkat
 Perubahan volume Meningkat
Meningkat
 Keuletan (toughness) dekat PL Meningkat
Meningkat
 Kekuatan kerin Meningkat
l
)Sumber: Kerbs, 1971
2
)Batas cair sama, indeks plastis meningkat; 3) Indeks plastis sama, batas cair meningkat

8.1.6. Pengaruh terhadap kepadatan


Sifat lain tanah yang dipengaruhi oleh pelumasan butir-butir tanah oleh air adalah
kepadatan, dimana butir-butir tanah merapat lebih dekat sebagai akibat keluarnya udara.
Apabila tanah dipadatkan (dengan menggunakan daya pemadatan tertentu) pada berbagai
kadar air yang makin meningkat, maka kepadatan tanah akan mencapai nilai maksimum dan
kemudian menurun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11.
Apabila tanah kering dipadatkan, maka gesekan antara butir akan menahan pergeseran
antara butir-butir tersebut sehingga perubahn volume tanah menjadi kecil. Apabila
pemadatan dilakukan pada tanah yang telah ditambah air, maka air akan melumasi
butirbutir tanah sehingga butir-butir tersebut akan merapat lebih dekat dan tanah menjadi
padat. Apabila tanah terus ditambah air, maka mulai kadar air tertentu, tanah akan menjadi
jenuh sehingga pemadatan akan menghasilkan kepadatan yang lebih rendah.

43
Gambar 11. Hubungan kepadatan dengan kadar air

8.1.7. Pengaruh terhadap permeabilitas


Disamping penyerapan (suction), gaya hidrostatis lain mungkin akan timbul sebagai akibat
gravitasi, tekanan luar dan pembentukan es sehingga menambah pergerakan air dalam
tanah. Peningkatan pergerakan tersebut, sebagian tergantung pada besarnya ketiga gaya
yang telah disebutkan, sedangkan sebagian Iagi tergantung pada tahanan tanah untuk
mengalirkan air, yaitu permeabilitas; dimana permeabilitas mempengaruhi sifat-sifat
drainase dan konsolidasi.

8.2. Pengaruh air sebagai bahan pelarut terhadap sifat-sifat tanah


Disamping memiliki sifat-sifat fisik murni, air dalam tanah juga memiliki sifat lain yang
dipandang penting dalam bidang rekayasa, yaitu sifatnya sebagai pelarut.

Sifat air sebagai pelarut ditunjukkan pada saat pembentukan tanah dari batuan induknya.
Penghancuran batuan induk menjadi fragmen-fragmen merupakan tahap awal
pembentukan tanah secara fisik, sedangkan pelapukan fragmen-fragmen dan pemindahan
elemen-elemen merupakan tahap selanjutnya pembentukan tanah melalui proses kimia
oleh air. Pada saat elemen-elemen tanah terkena air, maka sebagian elemen tersebut
berubah menjadi larutan yang secara kasar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu garam
dan bahan organik.

Garam yang larut dalam pelarut akan memperbesar ion bermuatan positif (kation) yang
terdapat pada logam, yaitu sodium, magnesium, kalsium dan almunium dimana ion-ion
tersebut mempunyai sifat yang mudah diserap oleh permukaan partikel tanah. lon-ion
tersebut sering disebut sebagai basa yang dapat ditukar (exchangeable bases) dan sifatnya
dalam tanah mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat tanah.
Ion hidrogen (H+) juga terbentuk pada semua larutan yang biasanya dikaitkan dengan jumlah
ion hidroxil (OH-), karena kedua ion tersebut merupakan hasil penguraian air menurut
persamaan sebagai berikut:

44
Pada air yang benar-benar netral, ion hidrogen dan hidroxil mempunyai konsentrasi yang
sama dan larutan disebut mempunyai reaksi "netral". Namun demikian, apabila konsentrasi
ion hidrogen lebih besar dari konsentrasi ion hidroxil, maka larutan bersifat asam.

Untuk menyatakan secara kuantitatif keasaman dan alkalinitas suatu larutan digunakan skala
pH, dimana nilai pH merupakan kebalikan konsentrasi ion hidrogen yang dinyatakan dalam
skala logaritma berbasis 10. Pada skala tersebut, larutan netral mempunyai pH = 7,
sedangkan asam mempunyai pH yang lebih rendah dan alkalin mempunyai pH yang lebih
tinggi. Skala pH dapat digunakan untuk menilai reaksi air dalam tanah. Dewasa ini telah
dikembangkan banyak metoda untuk keperluan tersebut, diantaranya adalah yang dilakukan
melalui pengukuran potensial listrik yang terjadi antara elektroda yang dicelupkan dalam
campuran yang terdiri atas 1 bagian tanah dan 3 bagian air.

Disamping meningkatkan ion metalik, juga garam dapat mempengaruhi struktur tanah atau
bangunan teknik melalui cara sebagai berikut:
a. Penyerangan/penghancuran beton dan bahan lain yang mengandung semen.
b. Pembubaran/pemisahan bahan porus, termasuk tanah, melalui pembentukan kristal.
c. Pembentukan karat logam, misal pipa besi.
Garam yang biasanya perlu diperhatikan adalah berbagai jenis sulfat, terutama sodium,
magnesium dan kalsium. Sulfat kalsium terjadi secara alami pada tanah (biasanya lempung)
dalam bentuk gipsum kristalin. Di beberapa wailayah, sulfat sodium dan magnesium terjadi
pada tingkat yang lebih rendah pada tanah, tetapi karena lebih mudah larut daripada garam
kalsium, maka kedua sulfat tersebut mempunyai petensi yang lebih berbahaya.
Terjadinya penghancuran bahan mengandung semen oleh garam diperkirakan disebabkan
oleh pembentukan sulfo-aluminat kalsium, yaitu sebagai akibat dari reaksi antara komponen
sulfat dengan komponen almunium yang terdapat dalam semen. Komponen tersebut sangat
terhidrasi dan mengandung 31 molekül air hidrasi. Tegangan internal pada bahan
mengandung semen yang terjadi melalui pemuaian akibat pembentukan sulfo-aluminat
kalsium sudah cukup untuk memisahkan matriks semen serta menghancurkan seluruh
bahan.

Kristalisasi sederhana beberapa jenis garam juga merusak bahan porus. Hal tersebut perlu
diperhatikan di daerah kering, dimana air dalam tanah dapat naik cukup tinggi. Garam
seperti sulfat sodium dapat terbawa oleh air dan terkumpul pada permukaan tanah;
selanjutnya kristalisasi garam tersebut akan merusak struktur tanah sehingga terbentuk
yang disebut dengan "didihan garam” ("salt boils").

Sulfat juga merupakan faktor utama yang mengakibatkan terjadinya karat pada pipa logam
yang terletak pada lempung di daerah genangan (waterlogged clay soils). Diyakini bahwa
jenis karat tersebut terjadi sebagai akibat kegiatan bakteri pengurang sulfat anerobik
(anaerobic sulphate-reducing bacteria) dengan nama generik desu/phovibrjo
desu/phuricans. Organisme tersebut dipandang dapat mengurangi sulfat dalam tanah
dengan cara menggunakan hidrogen yang dilepaskan pada elemen katodik sel-sel galvanik
yang terbentuk pada permukaan logam. Oleh karena itu, maka polarisasi akan tercegah dan
terjadinya karat akan berlangsung tanpa kehadiran oksigen. Beberapa kasus korosi pada pipa
yang tertanam telah diselidiki oleh the Chemical Research Laboratory (D.S.I.R.) dimana

45
hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada lingkungan lempung dan
terkait dengan kegiatan mikroba yang memerlukan sulfat.
Bahan organik juga dapat "larut” (dissolved) dalam air yang melewati tanah, meskipun
wujud campuran antara bahan organik dengan air tidak diketahui secara tepat, sebagai
larutan murni atau sebagai koloidal. Dengan demikian, maka bahan organik di bagian atas
tanah dapat terbilas oleh air dan mengendap di bagian bawah tanah sehingga membentuk
zona gelap. Kemungkinan juga bahwa bahan organik mempengaruhi re-distribusi elemen-
elemen mineral tanah, karena diketahui bahwa besi membentuk bahan kompleks dengan
komponen organik tertentu. Dengan demikian, maka besi mungkin terpindahkan dari
beberapa bagian tanah dan kemudian mengendap dalam bentuk partikel silika bulat
menyerupai beton.

9. Bahan padat dalam tanah


Bahan padat dalam tanah terdiri atas campuran bahan yang dihasilkan dari pelapukan fisik
dan kimia batuan serta bahan organik yang terdiri atas hasil pembusukan sisa-sisa
tumbuhan atau binatang. Ditinjau dari asal kejadian dan sifatnya, kedua kelompok bahan
tersebut sangat berbeda sehingga perlu ditinjau secara terpisah.

9.1. Bahan organik


Bahan organik berasal dari tumbuhan atau binatang mati yang kemudian membusuk, baik
melalui proses kimia ataupun kegiatan bakteri. Fraksi yang berasal dari binatang volumenya
relatif sedikit dan cenderung tidak terakumulasi dalam tanah, karena Sisa binatang cepat
membusuk dan hasil pembusukan merupakan makanan bagi tumbuhan yang masih hidup.
Di sisi lain, fraksi yang berasal dari tumbuhan volumenya beşar dan tetap berada pada tanah
untuk jangka waktu yang panjang, karena proses pembusukannya memerlukan waktu yang
lama. Volume kedua jenis bahan organik dalam tanah tergantung pada pasokan dari
organisme yang mati serta prodük pembusukan (yang mungkin dipindahkan).
Karena berasal dari organisme yang hidup pada atau dekat permukaan tanah, dalam kondisi
normal, bahan organik cenderung berkumpul pada bagian permukaan yang mempunyai
tebai 2 sampai 12 inci (5 sampai 30 cm). Namun demikian, peluluhan pada tanah berpasir
kemungkinan akan mengakibatkan terendapkannya bahan organik di bagian yang lebih
dalam. Disamping itu, cacing tanah kemungkinan dapat menambah kedalaman lapis bahan
organik. Distribusi endapan organik seperti pit, lignit atau batu bara dikondisikan oleh
faktorfaktor geologi sehingga dapat terletak jauh di bawah permukaan.

Komposisi bahan organik tergantung pada kelebatan tumbuhan serta tingkat pembusukan.
Dengan demikian, pada tanah di hutan, sebagian beşar bahan organik berasal dari ranting
dan daun, sedangkan pada tanah di padang rumput, bahan organik terutama berasal dari
daun dan akar rumput-rumputan. Pada beberapa kasus, bahan organik mungkin
mengandung Sisa tumbuhan yang masih dapat dilihat, sedangkan pada kasus yang lain,
pembusukan telah terjadi sedemikian rupa sehingga struktur asli tumbuhan sudah lenyap
dan hanya meninggalkan bahan berwarna gelap yang disebut "humus”. Bahan organik dan
humus hasil pembusukan yang baru mempunyai karakteristik yang berbeda dengan bahan
organik kelompok pertama. Ditinjau dari fisik atau kimia, kelompok pertama (terdiri atas
partikel makro atau serat) masih dalam keadaan aslinya, sedangkan humus bersifat asam
dan koloidal serta mempunyai kapasitas yang beşar untuk menukar basa dan menyerap air
sehingga dapat merubah volume yang sangat besar. Bahan organik yang ke dua tersebut

46
dipandang merupakan bahan kompleks yang berasal dari lignin dan protein tumbuhan
dimana komposisi rinci antara tanah yang satu dengan tanah yang lain berbeda.

Bahan organik mempunyai sifat teknis yang tidak menguntungkan, karena strukturnya yang
terbuka mirip busa serta bahannya yang secara mekanis lemah. Apabila dibebani atau kadar
airnya berubah, bahan tersebut mudah mengalami perubahan volume; kadar air aslinya juga
sangat tinggi (100 sampai 500 persen) sehingga stabilitas mekanisnya sangat rendah. Sifat
asam cenderung menimbulkan reaksi asam dengan air dan selanjutnya dapat menimbulkan
karat pada logam yang ditanam dalam tanah.

Tanah yang mengandung banyak bahan organik perlu dibuang. Apabila hal tersebut tidak
memungkinkan (sebagaimana halnya terhadap endapan pit yang tebal) dan relokasi jalan
tidak mungkin dilakukan, maka cara mengatasinya pada pekerjaan jalan yang akan melayani
lalu-lintas ringan adalah dengan memasang karpet atau memilih bahan jalan yang ringan
sehingga jalan seolah-olah terapung.

Sejauh ini belum diketahui konsentrasi bahan organik yang mulai dapat mempengaruhi
karakteristik tanah. Pengaruh secara kimia telah ditunjukkan pada stabilisasi semen
terhadap tanah yang mengandung sekitar 0,5 persen berat bahan organik, tetapi
karakteristik fisik tanah biasanya tidak terpengaruh apabila kandungan bahan organiknya di
bawah 2 sampai 4 persen.

Untuk mengetahui kandungan organik dalam tanah telah dikembangkan beberapa metoda,
baik yang didasarkan pada berat tanah setelah bahan organiknya dihilangkan atau yang
didasarkan pada persentase karbon organik dalam bahan organik (dianggap konstan, yaitu
sekitar 58 persen dari bahan organik).

9.2.Bahan anorganik
Bahan anorganik atau komponen mineral biasanya merupakan bagian terbesar tanah. Bahan
tersebut berasal dari berbagai jenis batuan yang terbentuk pada kulit bumi, yaitu melalui
proses pembentukan tanah atau proses "pedogenik”, baik secara fiksik maupun kimia.
Pelapukan fisik atau pelapukan primer mencakup penghancuran batuan sebagai akibat
adanya perbedaan pemuaian dan penyusutan yang mengikuti perubahan suhu serta proses
glasial dan abrasi batuan Oleh angin dan air sehingga menghasilkan partikel-partikel. Proses
pelapukan sekunder pada dasarnya berlangsung secara kimia yang terjadi melalui peluluhan
Oleh air yang mengandung karbon dioksida sehingga terjadi pemindahan berbagai bahan
kimia ke berbagai zona tanah. Sifat bahan hasil proses pelapukan fisik dan kimia dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu batuan induk, cuaca, topografi, tumbuh-tumbuhan masa geologi.

Bahan mineral dalam tanah biasanya terjadi dalam bentuk berbagai jenis partikel padat,
dimana karakteristik fisik tanah yang didominasi oleh bahan anorganik merupakan
pencerminan daripada sifat-sifat partikel-partikel tersebut. Beberapa sifat penting daripada
partikel adalah ukuran, bentuk dan kandungan mineralnya.

Ukuran dan bentuk partikel sampai tingkat tertentu merupakan fungsi kandungan mineral,
misal, pada tanah yang mengandung mika, struktur partikel adalah laminar. Mineral yang
sangat keras (misal kwarsa) mempunyai bentuk butir yang kurang bulat dibandingkan
dengan bentuk butir mineral yang lebih lunak, meskipun di bawah kondisi pelapukan yang
sama. Mineral lempung almunium-silikat yang terdiri atas kaolin dan montmorilonit terjadi
hanya dalam ukuran yang halus, kemungkinan sebagai akibat modus pembentukannya.
47
Sifat-sifat yang paling berpengaruh terhadap karakteristik fisik partikel adalah ukuran butir,
yang dievaluasi melalui distribusi butir. Karena tidak mungkin dilakukan untuk setiap butir,
maka penentuan ukuran butir dilakukan menurut voulme/berat butir yang ukurannya
terletak antara beberapa pasangan batas ukuran. Batas ukuran tersebut dinyatakan dengan
istilah "diameter butir ekivalen" ("equivalent particle diameters") dimana butiran dianggap
bulat. Ukuran di antara dua batas disebut "fraksi" tanah dan diberi nama sesuai dengan jenis
tanah, yaitu pasir, lanau, lempung.

Berbagai sistem batasan ukuran butir telah dikembangkan oleh para ahli, sesuai dengan
keperluan berbagai cabang teknologi tanah, diantaranya adalah:
Fraksi kerikil — butiran berdiameter ekivalen antara 60 dan 2,0 mm.
Fraksi pasir — butiran berdiameter ekivalen antara 2,0 dan 0,06 mm.
Fraksi lanau — butiran berdiameter ekivalen antara 0,06 dan 0,002 mm.
Fraksi lempung — butiran berdiameter ekivalen lebih kecil dari 0,002 mm.

Untuk pasir dan lanau, fraksi di atas dapat dibagi lagi menjadi fraksi kasar, medium dan
halus.

Setiap fraksi mempunyai karakteristik spesifik dan sifat tersebut akan ditunjukkan oleh tanah
yang didominasi oleh fraksi yang terkait.

9.3. Kerikil
Kerikil terdiri atas partikel-partikel kasar sebagai hasil disintegrasi batuan. Di beberapa
daerah, kerikil sering dipindahkan oleh air dari lokasi asalnya sehingga akibat gesekan antara
butir, bentuknya menjadi bulat.

9.4. Pasir
Di beberapa wilayah di dunia, pasir biasanya terdiri atas partikel Silika atau kwarsa, tetapi
beberapa pasir pantai mengandung kalsium karbonat dalam bentuk partikel-partikel kerang,
pasir glasial mengandung butir-butir halus mineral batuan. Butir-butir pasir dapat dilihat
dengan mata telanjang dan apabila diraba terasa berisik.
Sumbangan pasir terhadap stabilitas tanah adalah sebagai akibat interaksi mekanis antara
butir (gesekan internal). Antara butir-butir pasir dapat dikatakan tidak ada kohesi, karena
kecilnya pengaruh film air antara partikel atau efek permukaan dan butir-butir tersebut
hanya memberikan sumbangan yang kecil terhadap pengisapan (suction). Rendahnya
penyerapan air Oleh permukaan butir menyebabkan pasir tidak mengalami pemuaian dan
penyusutan.

Tanah yang mengandung banyak pasir biasanya mempunyai struktur yang terbuka sehingga
mudah mengalirkan air (permeabel). Pada tanah tersebut, konsolidasi adalah relatif kecil
dan apabila terdapat pada pondasi jalan, pasir tidak rawan kerusakan akibat pembekuan.

9.5. Lanau
Secara fisik dan kimia, partikel lanau mirip partikel pasir, sedangkan perbedaan utamanya
adalah ukurannya. Sebagaimana halnya dengan pasir, sumbangan utama kekuatan dari lanau
adalah akibat gesekan internal, tetapi film air antara partikel menyumbangkan tingkat
tertentu kohesi pada tanah.

48
Tanah yang didominasi oleh lanau sangat rawan terhadap pembekuan. Hal tersebut
dipandang merupakan aspek penting bagi insinyur jalan raya. Karena permeabilitasnya yang
lebih tinggi, maka lanau mempunyai konsolidasi yang lebih kecil daripada lempung.
Demikian juga, lanau mempunyai pemuaian dan penyusutan yang lebih kecil daripada
lempung.

9.6. Lempung
Butir pada fraksi lempung berbeda dari butir pada dua fraksi di atas, baik dalam hal
komposisi kimianya maupun sifat-sifat fisiknya. Secara kimia, butir lempung terdiri atas
almunium-silika terhidrasi yang terbentuk pada saat proses peluluhan partikel kasar mineral
batuan primer. Diantara mineral yang terbentuk dalam partikel lempung adalah kaolinit,
monmorilonit dan mika.

Secara fisik, perbedaan partikel lempung dengan partikel fraksi yang lebih kasar adalah
bentuknya yang pipih dan lonjong atau lamelar, sehingga per satuan berat mempunyai
permukaan yang lebih luas daripada partikel bulat atau mendekati kubus.

Bentuknya yang pipih merupakan faktor utama Yang menyebabkan tanah menjadi plastis
pada saat dicampur air. Air Yang terdapat dalam tanah mengakibatkan butir-butir terorentasi
secara sejajar dan kemudian mudah bergeser satu sama Iain (lihat Gambar 12). Perubahan
orentasi butir dipandang sebagai penyebab adanya perbedaan perilaku antara contoh asli
dan contoh tidak asli lempung.
PARTIKEL FILM AIR
TERORENTASI

Gambar 12. Orentasi butir sehingga tanah menjadi plastis


(Sumber: Baver dalam TRRL, 1952)
Film air di sekeliling butir-butir lempung sangat penting, karena fraksi lempung mempunyai
permukaan spesifik yang besar sehingga kadar air lempung menjadi relatif besar. Partikel
lempung dikatakan dapat "terhidrasi", yaitu partikel dapat menyerap air di sekitarnya.
Karena intensitas gaya penyerapan makin menurun sejalan dengan makin jauhnya jarak dari
permukaan partikel, maka kondisi kontak air dengan partikel juga berubah. Beberapa ahli
berpendapat bahwa air yang paling dekat ke permukaan partikel menempel sangat kuat
sehingga berbentuk bahan padat, sedangkan agak jauh dari permukaan partikel, air
berbentuk bahan cair murni. Pada titik di antara ke dua posisi tersebut, air mempunyai
wujud antara padat dan cair. Pengaruh air terserap tersebut sangat besar terhadap
pengisapan, pemuaian dan penyusutan pada lempung.
Kecilnya rongga antara butir lempung mengakibatkan permeabilitas lempung sangat rendah
sehingga lempung sulit mengalirkan air. Terhambatnya pengaliran air akan mengakibatkan
konsolidasi pada lempung berlangsung lama.

49
Pada uraian di atas tentang air dalam tanah, telah disinggung ion yang terdapat dalam air,
yaitu hidrogen, sodium dan kalsium. Ion-ion tersebut diserap oleh permukaan butir tanah,
terutama pada fraksi lempung, karena lempung mempunyai permukaan spesifik yang besar.
Disamping itu, ion-ion mempunyai sifat yang dapat bertukar, yaitu ion yang telah terserap
permukaan dapat diganti oleh ion Iain dari cairan di sekeliling butir. Oleh karena itu, ion
dikatakan sebagai basa yang dapat ditukar (exchangeable bases) dan kapasitas tanah untuk
mengikat ion-ion tersebut disebut kapasitas pertukaran yang biasa dinyatakan dengan
miligram-ekivalen ion yang dapat diikat dalam 100 gram tanah. Kapasitas pertukaran tanah
adalah relatif konstan dan merupakan fungsi jumlah dan jenis lempung yang terdapat dalam
tanah, dimana nilainya mulai dari 100 mg-ekivalen untuk lempung kaolin sampai sekitar 100
mg-ekivalen untuk montmorilonit. Dengan demikian, tanah yang mempunyai kapasitas
perttukaran 30 mg-ekivalen dapat mengandung sekitar 0,6 persen berat ion kalsium yang
terserap.

Sifat fisik tanah dapat dipengaruhi oleh ion yang terserap. Winterkorn dan asistennya telah
meneliti pengaruh keberadaan berbagai ion terhadap sifat-sifat mekanis dan fisik lempung
serta pengaruhnya terhadap proses stabilisasi. Pengaruh ion terserap, sebagian merupakan
fungsi valensi kimia dan sebagian lagi merupakan fungsi derajat hidrasi, karena ion-ion
tersebut juga dikelilingi oleh amplop molekul air yang terserap. Apabila suatu ion terserap
permukaan butir lempung, maka amplop air yang menyertainya mempunyai pengaruh
terhadap film air di sekeliling butir sehingga mempengaruhi sifat-sifat fisik butir-butir yang
terhidrasi.

Pada Tabel 1 1 ditunjukkan hasil penelitian Winterkorn dan Moorman (TRRL, 1952) tentang
pengaruh perubahan ion yang terserap terhadap sifat„sifat tanah, dimana data diperoleh
melalui penambahan contoh tanah dengan asam dan berbagai garam logam. Untuk
lempung-hidrogen dan lempung-almunium, data yang diperoleh adalah sama, karena akibat
pengaruh asam sebagaimana Yang terdapat dalam lempung-hidrogen, mungkin terdapat
juga ion almunium (yang timbul pada saat penghancuran almunium-silikat).

Baver dan Winterkorn juga telah menunjukkan bahwa penyerapan tanah terhadap air dan
kapasitas pemuaiannya makin meningkat sejalan dengan meningkatnya kapasitas
pertukaran basa.

Sifat fraksi lempung adalah sedemikian rupa sehingga kehadirannya, sekalipun dalam kadar
yang relatif kecil, mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat tanah. Dengan
demikian, tanah yang mengandung banyak partikel pasir (70 sampai 80%) dapat bersifat
kohesif apabila tanah tersebut mengandung sekurang-kurangnya 10% lempung; sedangkan
agar tanah dapat benar-benar bersifat lempung, tanah tersebut cukup mengandung 40
sampai 50% partikel berukuran lempung.

Tabel 11. Pengaruh ion-ion yang dapat ditukar (exchangeable ions) terhadap sifat
tanah Putnam (Sumber: TRRL, 1952)

50
10. Klasifikasi tanah
* Pendahuluan
Tujuan pengklasifikasian tanah adalah untuk membagi tanah menjadi kelompok-kelompok
sedemikian rupa sehingga tanah yang termasuk dalam suatu kelompok mempunyai
karakteristik yang sama serta pada situasi rekayasa tertentu menunjukkan kinerja yang
sama. Sistem pengklasifikasian juga merupakan media untuk pertukaran informasi dan
pengalaman. Namun demikian, sistem pengklasifikasian hendaknya dipandang sebagai
langkah pertama dalam mengevaluasi tanah karena pengujian untuk pengklasifikasian
(gradasi serta batas cair dan batas plastis) dilakukan terhadap contoh tidak asli dimana
sifatsifat tanah dalam keadaan aslinya mungkin tidak benar-benar terwakili.

Pada sebagian beşar kasus, tanah digunakan dalam keadaan aslinya di alam, tidak
sebagaimana halnya dengan bahan bangunan lain. Pada disain bangunan beton dan baja,
seseorang dapat menetapkan jenis bahan yang harus digunakan. Dalam hal tersebut,
pertama-tama dia dapat memilih bahan dan kemudian menetapkan kekuatan ijin bahan
tersebut, atau sebaliknya. Cara tersebut tidak mungkin dilakukan terhadap tanah, karena
seseorang harus mengidentifikasi tanah dan kemudian, jika memungkinkan, menarik
kesimpulan tentang data yang diperlukan untuk disain. Agar hal tersebut dapat dilakukan
oleh setiap orang, maka tanah harus dideskripsikan secara rinci sesuai dengan sistem
klasifikasi standar.

Pengklasifikasian tanah yang tepat harus mendasar dan menunjukkan potensi penggunaan
tanah serta harus memenuhi beberapa ketentuan minimum.

10.1. Sistem Klasifikasi AASHTO


- Riwayat perkembangan
Sistem klasifikasi menurut AASHTO dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan kinerja
tanah di bawah perkerasan serta merupakan sistem yang dikenal secara luas dan sering
digunakan oleh insinyur jalan raya.

Pada awalnya sistem dikembangkan sekitar tahun 1928 oleh the U.S. Bureau of Public Roads
dan kemudian direvisi beberapa kali. Hasil revişi paling mutakhir yang dilakukan oleh Bureau
of Public Roads dipublikasikan pertama kali pada tahun 1942 dimana pada versi tersebut
tanah dibagi menjadi delapan kelompok. Revişi lain yang ekstensif dilakukan pada tahun
1945 oleh suatu kelompok insinyur jalan raya yang bekerja bagi the Highway Research
51
Board. Versi tahun 1945 tersebut merupakan bentuk dasar daripada sistem klasifikasi
AASHTO.

Menurut versi tahun 1945 di atas, tanah dibagi menjadi tujuh kelompok dimana tanah yang
memiliki daya dukung dan karakteristik pelayanan hampir sama dimasukkan dalam satu
kelompok. Ketujuh kelompok tersebut dinyatakan dengan A-I , A-2, A-3, A-4, A-5, A-6 dan A-
7 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 12. Secara umum, tanah yang paling baik untuk
tanah dasar adalah A-I , sedangkan yang paling buruk adalah A-7. Dengan demikian, maka
tebal perkerasan yang diperlukan akan makin meningkat sesuai dengan nomor kelas yang
makin besar.

Pada sistem klasifikasi AASHTO yang sekarang digunakan, ketujuh kelompok tanah dibagi
lagi menjadi dua belas subkelompok sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 13. Untuk
mengevaluasi lebih lanjut tanah sebagai tanah dasar, pada sistem tersebut digunakan
"indeks kelompok", yaitu suatu angka yang diperoleh secara empiris berdasarkan batas cair,
batas plastis dan berat butir yang lolos saringan No. 200.

10.2. Prosedur pengujian


Pengklasifikasian tanah harus didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium menurut
prosedur yang baku, misal SNI atau AASHTO.

Untuk klasifikasi menurut AASHTO, pengujian yang diperlukan adalah sebagai berikut:
• Analisis saringan butir halus dan butir kasar:
SNI 03-1968-1994 (AASHTO T 27)
• Analisis ukuran butir tanah: SNI 03-3423-1994 (AASHTO T 88)
• Kandungan bahan lebih halus dari 0,075 mm (No. 200):
SNI 03-4142-1996 (AASHTO T 1 1)
• Pengujian batas cair : SNI-03-1967-1990 (AASHTO T 89)
• Pengujian batas plastis dan indeks plastis:
SNI 03-1966-1990 (AASHTO T 90)

52
10.3. .Penentuan kelas/kelompok tanah
Setelah pengujian untuk klasifikasi dilakukan di laboratorium, maka kelas tanah yang diuji
ditentukan dengan menggunakan Tabel 12, atau apabila diperlukan kelas yang lebih rinci,
digunakan Tabel 13. Penentuan kelas tanah dilakukan dengan mencocokkan data gradasi,
batas cair dan indeks plastis hasil pengujian dengan besaran yang ditunjukkan pada Tabel 12
atau 13. Apabila diperlukan, di belakang simbul kelompok dapat dibubuhkan indeks
kelompok yang ditulis dalam tanda kurung.

Seseorang yang menentukan kelas tanah harus berhati-hati terhadap istilah-istilah yang
sering kali digunakan dalam sistem klasifikasi. Disamping itu, pemahaman terhadap sifatsifat
khusus dan karakteristik umum kinerja berbagai jenis tanah sebagai bahan perlerasan
merupakan aspek yang sangat penting.

10.3.1. Fraksi tanah


Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 12, sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah menjadi
dua kelompok utama, yaitu tanah granular, yaitu tanah yang mengandung 35% atau kurang
butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200) serta tanah lanau-lempung, yaitu tanah yang
mengandung lebih dari 35% butir yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200).

Untuk keperluan pendeskripsian, sering kali tanah dibagi menjadi lima fraksi sebagai berikut:
 Bongkah (boulders) — butiran yang tertahan saringan 75 mm (3 in).
 Kerikil (gravel) — butiran yang lolos saringan 75 mm (3 in) dan tertahan saringan
2 mm (No. 10).
 Pasir kasar (coarse sand) — butiran yang lolos saringan 2 mm (No. 10) dan tertahan
saringan 0,425 mm (No. 40).
 Pasir halus (fine sand) — butiran yang lolos saringan 0,425 mm (No. 40) dan tertahan
saringan 0,075 mm (No. 200).

- Gabungan lanau (silt) dan lempung (Clay) — butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No.
200).

 Deskripsi kelompok dan sub kelompok


Dua kelompok utama tanah dibagi menjadi kelompok dan sub kelompok dimana masing-
masing kelompok dan sub kelompok mempunyai deskripsi sebagaimana diuraikan di bawah.

10.3.2. Tanah granular/berbutir


1. Kelompok A-1

Kelompok ini terdiri atas fragmen-fragmen batuan atau kerikil bergradasi menerus yang
tidak mengandung bahan perekat atau mengandung bahan perekat tidak plastis atau
agak plastis.

53
• Sub kelompok A-l-a
Sub kelompok ini adalah tanah yang didominasi oleh fragmen-fragmen batuan atau
kerikil, dengan atau tanpa bahan perekat yang bergradasi menerus.
Sub kelompok A-l-b
Sub kelompok ini adalah tanah yang didominasi oleh pasir kasir, dengan atau tanpa bahan
perekat yang bergradasi menerus.

2. Kelompok A-3

Kelompok ini terdiri atas pasir dengan sedikit atau tanpa butiran kasar dan bahan perekat.
Pasir pantai halus atau pasir gurun halus tanpa butiran lanau atau lempung atau dengan
sangat sedikit lanau tidak plastis merupakan contoh tanah yang termasuk pada kelas ini.
Kelompok ini mencakup juga campuran pasir halus bergradasi jelek dengan sedikit pasir
kasar dan kerikil sebagai hasil pengendapan oleh arus. Tanah jenis ini cocok sebagai tanah
dasar pada semua jenis perkerasan, asalkan dalam keadaan terkurung (confined) dan
lembab serta dapat dipadatkan dengan menggunakan mesin pemadat getar, mesin
pemadatan roda karet dan mesin pamadat roda besi, tetapi tidak dengan mesin pemadat
kaki kambing. Namun demikian, tanah jenis ini mudah tererosi dan mudah terpompa
apabila digunakan di bawah perkerasan kaku.

3. Kelompok A-2

Kelompok ini mencakup berbagai jenis tanah "granular" yang merupakan batas antara
tanah yang termasuk A-1 dan A-3 dengan lempung kelanauan pada kelompok A-4, A-5, A-
6 dan A-7. Kelompok ini mencakup semua jenis tanah yang mengandung 35 persen atau
kurang butiran yang lolos saringan No. 200, yang tidak termasuk pada kelompok A-1 atau
A-3.

54
• Sub kelompok A-2-4 dan A-2-5

Sub kelompok ini terdiri atas berbagai jenis tanah granular yang mengandung 35 persen
atau kurang butiran yang lolos saringan No. 200 dimana butiran yang lolos saringan No.
40 berturut-turut mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik A-4 dan A-5.
Kelompok ini mencakup kerikil dan pasir kasar dengan kandungan lanau atau indeks
plastis yang lebih besar dari batas untuk kelompok A-I, serta pasir halus dengan
kandungan lanau tidak plastis yang lebih besar dari batas untuk kelompok A-3. Sub
kelompok A-2-6 dan A-2-7.

Sub kelompok ini terdiri atas tanah yang mirip dengan tanah yang dideskripsikan pada A-
2-4 dan A-2-5, kecuali porsi halusnya mengandung lempung plastis yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan karakteristik pada kelompok A-6 atau A-7. Perkiraan
pengaruh gabungan indeks plastis yang lebih dari 10 dan persentase berat butir lolos
saringan No. 200 yang lebih dari 15 persen dicerminkan oleh indeks kelompok yang
berkisar antara O dan 4.

Tanah A-2 dinilai mempunyai mutu yang lebih rendah daripada tanah A-I , karena tanah
tersebut mempunyai ikatan yang lemah atau bergradasi jelek atau gabungan kedua-
duanya. Apabila digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan, tanah A-2 dapat menjadi
lunak pada cuaca basah dan menjadi lepas dan berdebu pada cuaca kering, tergantung
pada karakter dan jumlah bahan pengikat. Namun demikian, apabila dilindungi terhadap
perubahan kadar air yang ekstrim tersebut, tanah ini dapat sangat stabil.

Apabila dipadatkan secara seksama dan diberi sistem drainase yang memadai, tanah A-2-
4 dan A-2-5 cocok untuk lapis pondasi atas, sedangkan tanah A-2-6 dan A-2-7 dapat
kehilangan stabilitasnya apabila akibat air kapiler menjadi jenuh atau akibat sistem
drainase yang jelek. Tanah A-2-6 dan A-2-7 yang mengandung butiran lolos saringan No.
200 yang rendah dipandang cocok sebagai lapis pondasi atas; sedangkan tanah A-2-6 dan
A-2-7 yang mengandung butiran Iolos saringan No. 200 yang tinggi dan indeks plastisnya
10 atau lebih diragukan sebagai lapis pondasi atas.

Tanah A-2 sering kali digunakan sebagai lapis penutup tanah dasar yang sangat plastis.

10.3.3. Tanah lanau-lempung


1. Kelompok A-4

Tanah tipikal pada kelompok ini adalah lanau tidak plastis atau agak plastis yang biasanya
mempunyai kandungan 75 persen atau lebih butiran yang lolos saringan No. 200.
Kelompok ini mencakup juga campuran antara tanah berbutir halus mengandung lanau
dengan pasir dan kerikil dimana butiran yang tertahan saringan No. 200 maksimum 64
persen.

Indeks kelompok tanah ini berkisar antara 1 sampai 8 dimana peningkatan kandungan
butiran kasar dicerminkan oieh makin menurunnya indeks kelompok.

Tanah yang didominasi oleh lanau ini sering dijumpai di lapangan dimana teksturnya
bervareasi mulai dari lom kepasiran (sandy loam) sampai lom kelanauan dan lom
kelempungan.
Meskipun pada kadar air yang tepat tanah ini mempunyai kinerja yang baik sebagai
komponen perkerasan, sering kali tanah ini mudah mengikat air sehingga akan memuai

56
dan kehilangan stabilitasnya, kecuali apabila dipadatkan dengan seksama dan diberi
sistem drainase yang memadai. Tanah ini juga mudah dipengaruhi pembekuan.

Karena tanah ini sulit mengalirkan air dan mudah menyerap air kapiler sehingga
mengakibatkan hilangnya kekuatan, maka disain struktur perkerasan perlu didasarkan
kekuatan tanah dalam keadaan jenuh.
Lom kelanauan sering kali sulit dipadatkan; oleh karena itu maka pemadatan perlu
dilakukan dengan pengendalian kadar air yang seksama dan sebaiknya menggunakan
mesin pemadat roda karet.
2. Kelompok A-5

Tanah tipikal pada kelompok ini adalah sama dengan yang diuraikan pada kelompok A-4,
kecuali karakternya yang biasanya mirip dengan karakter diatoma atau mika dan dapat
mempunyai sifat elastis yang tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh batas cair yang tinggi.
Indeks kelompok tanah ini berkisar antara 1 sampai 12, dimana nilainya yang makin
meningkat merupakan pengaruh gabungan dari makin meningkatnya batas cair dan
makin menurunnya persentase butiran kasar.

Tanah jenis ini terbentuk tidak seluas seperti A-4 dan biasanya pada kondisi lembab dan
agak kering bersifat elastis atau resilien. Disamping itu, tanah ini mudah dipengaruhi
pembekuan, erosi dan kehilangan kekuatan apabila tidak diberi sistem drainase yang
memadai.

Karena tanah ini sulit mengalirkan air dan mudah menyerap air kapiler sehingga
mengakibatkan hilangnya kekuatan, maka disain struktur perkerasan perlu didasarkan
kekuatan tanah dalam keadaan jenuh.

Tanah ini sering kali sulit dipadatkan; oleh karena itu maka pemadatan perlu dilakukan
dengan pengendalian kadar air yang seksama.

3. Kelompok A-6

Tanah tipikal pada kelompok ini adalah lempung plastis yang biasanya mengandung 75
persen atau lebih butiran yang lolos saringan No. 200. Kelompok ini mencakup juga
campuran antara tanah berbutir halus mengandung lempung dengan pasir dan kerikil
dimana butiran yang tertahan saringan No. 200 maksimum 64 persen. Tanah pada
kelompok ini biasanya mempunyai perubahan volume yang besar apabila kadar air
berubah.

Indeks kelompok tanah ini berkisar antara 1 sampai 16, dimana nilainya yang makin
meningkat merupakan pengaruh gabungan dari makin meningkatnya batas cair dan makin
menurunnya persentase butiran kasar.

Tanah pada kelompok ini sering dijumpai dan digunakan secara luas sebagai timbunan.
Apabila kadar airnya dikendalikan dengan seksama, maka tanah jenis ini mudah
dipadatkan, baik dengan mesin pemadat kaki kambing atau mesin pemadat roda karet.
Dalam keadaan kering, tanah ini mempunyai kekuatan yang tinggi, namun kekuatan
tersebut akan turun apabila tanah dalam keadaan basah (menyerap air). Disamping itu,
tanah ini akan memampat bila dalam keadaan basah dan memuai atau menyusut bila
kadar airnya berubah.
57
Apabila digunakan sebagai bahan bahu dan kemudian mengering, tanah ini akan
menyusut dan cenderung menjauh dari tepi perkerasan sehingga terbentuk celah yang
mudah dimasuki air.

Karena tanah ini sulit mengalirkan air dan mudah menyerap air kapiler sehingga
mengakibatkan hilangnya kekuatan, maka disain struktur perkerasan perlu didasarkan
kekuatan tanah dalam keadaan jenuh.

4. Kelompok A-7

Tanah tipikal dan persoalan yang dihadapi tanah ini adalah sama dengan yang diuraikan
pada tanah A-6, kecuali batas cairnya yang sama dengan batas cair A-5 serta bersifat
elastis dan mudah mengalami perubahan volume yang tinggi.

Indeks kelompok tanah ini berkisar antara 1 sampai 20, dimana nilainya yang makin
meningkat merupakan pengaruh gabungan dari makin meningkatnya batas cair dan
indeks plastis serta makin menurunnya persentase butiran kasar.

• Sub kelompok A-7-5


Sub kelompok ini terdiri atas tanah yang mempunyai indeks plastis yang moderat (bila
dibandingkan dengan batas cair) dan kemungkinan bersifat elastis dan mudah
mengalami perubahan volume yang besar.

• Sub kelompok A-7-6


Sub kelompok ini mencakup tanah yang mempunyai indeks plastis yang tinggi (bila
dibandingkan dengan batas cair) dan mudah mengalami perubahan volume yang
sangat besar.

Tanah yang mengandung banyak bahan organik (misal gambut) tidak dimasukkan dalam
kelompok di atas, karena tanah tersebut mempunyai sifat-sifat yang tidak diperlukan
untuk rekayasa, sehingga sebaiknya penggunaannya dihindarkan (bila mungkin untuk
setiap jenis konstruksi).

10.3.4. Indeks kelompok


Indeks kelompok merupakan fungsi batas cair, indeks plastis dan kandungan bahan yang lolos
saringan 0,075 mm (No. 200). Nilai indeks kelompok digunakan sebagai pedoman umum
daya dukung tanah. Pada kondisi drainase yang rata-rata baik dan dengan pemadatan yang
memadai, daya dukung tanah sebagai tanah dasar dapat dipandang berbanding terbalik
dengan indeks kelompok; contoh, tanah yang mempunyai indeks kelompok bernilai O adalah
"baik" sebagai tanah dasar, sedangkan tanah yang mempunyai indeks kelompok bernilai 20
atau lebih adalah jelek sebagai tanah dasar.
Indeks kelompok dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Indeks Kelompok (GI) = (F – 35){0,2 + 0,05(LL – 40)} + 0,01 (F – 15)(PI -10) . 10. 1
dimana :
F = persentase butiran lolos saringan No. 200; persentase tersebut semata-mata
didasarkan pada bahan yang lolos saringan 75 mm (3 in).
LL = batas cair;
PI = indeks plastis;

58
Apabila digunakan persamaan di atas, maka indeks kelompok tidak mempunyai batas atas.
Nilai kritis batas cair, batas plastis dan persentase butiran lolos saringan 0,075 mm (No. 200)
didasarkan pada evaluasi tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas
Oleh beberapa organisasi jalan raya.
Contoh
Misalkan tanah A-7 mengandung 90% butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No, 200),
mempunyai LL = 80 dan PI = 50.

GI = (90 – 35) {0,2 + 0,05(80 - 40)} + 0,01 (90 – 15)(50 - 10) = 22 + 30 = 52

Penentuan indeks kelompok dengan menggunakan grafik pada Gambar 13 memberikan hasil
yang cukup teliti, kecuali apabila diperlukan nilai yang tepat, maka perlu digunakan
persamaan di atas.

Gambar 13. Grafik untuk menentukan Indeks Kelompok (Sumber: Yoder, 1975)
(Indeks Kelompok = jumlah pembacaan skala vertikal pada Grafik 2)

10.3.5. Prosedur pengklasifikasian


Klasifikasi ahir tanah diperoleh dengan menggunakan data hasil pengujian yang diperlukan
pada Gambar 14. Penentuan kelas tanah dilakukan dengan mencocokkan data hasil
pengujian mulai dari kiri dan bergerak ke kanan Gambarl 14 dimana kelompok yang dijumpai
melalui proses eliminasi. Kelompok pertama dari kiri dimana data hasil pengujian cocok
merupakan kelas yang benar. Seluruh batasan data yang ditunjukkan dalam tabel merupakan
nilai bulat. Apabila dalam laporan terdapat hasil pengujian yang mengandung pecahan, maka
untuk keperluan klasifikasi, hasil tersebut dibulatkan ke nilai terdekat. Indeks kelompok harus
selalu dicantumkan dalam tanda kurung di belakan simbul kelompok; misal, A-2-6(3), A-4(5),
A-6(12) dan A-7-5(17).

59
Catatan: Tanah A-2 mengandung kurang dari 35% bahan lolos saringan No. 200

Gambar 14. Rentang batas cair dan indeks plastis untuk tanah lanau lempung
(Sumber: Asphalt Institute, 1993)

10.4 Sistem Klasifikasi Unified


- Riwayat perkembangan
Profesor Arthur Casagrande mengusulkan sistem klasifikasi tanah, yang sekarang dikenal
dengan Sistem Unified, sebagai cara untuk mengelompokkan tanah menurut kepentingan
tanah dasar pada jalan raya dan lapang terbang. Dia meyakini bahwa untuk tanah kohesif,
klasifikasi menurut tekstur tidaklah cukup. Dia menemukan bahwa tanah kohesif perlu
dikelompokkan sesuai dengan posisinya dalam hubungan antara indeks plastis dan batas cair.

Pada awal tahun 1940-an telah dikumpulkan data yang cukup untuk merumuskan Sistem
Unified dimana hal tersebut telah diadopsi oleh the Corps of Engineers untuk pekerjaan
lapang terbang pada tahun 1942. Pada tahun 1947 the Corps of Engineers memasukkan
beberapa batas tertentu untuk menghindari adanya klasifikasi ganda. Beberapa institusi lain
juga telah menggunakan Sistem Unified, sedangkan the Corps of Engineers dan the Bureau of
Reclamation memperluas penggunaannya untuk semua tahap pekerjaan tanah. Pembahasan
pada tahun 1952 oleh the Corps of Engineers dan the Bureau of Reclamation, dengan
konsultan Dr. Casagrande, menghasilkan kesepakatan untuk memodifikasi Sistem Klasifikasi
Lapang Terbang menjadi Sistem Klasifikasi Unified.

- Dasar pengklasifikasian
Untuk tanah yang mengandung sedikit butiran halus sehingga kandungan tersebut tidak
mempengaruhi kinerja tanah, Sistem Klasifikasi Unified didasarkan pada karakteristik tekstur,
sedangkan untuk tanah yang butiran halusnya mempengaruhi kinerja tanah, Sistem Unified
didasarkan pada karaskteristik plastisitas-kompresibilitas. Karakteristik
plastisitaskompresibilitas tanah dievaluasi dengan cara mengeplot titik-titik indeks plastis dan
batas cair pada grafik plastisitas standar sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15. Posisi
titik dalam grafik akan menginformasikan tentang perkiraan kinerja tanah sebagai bahan
bangunan teknik.

60
Sifat-sifat tanah yang menjadi dasar klasifikasi Unified adalah sebagai berikut:
a. Persentase kerikil, pasir dan butir halus (fraksi lolos saringan No. 200).
b. Bentuk kurva gradasi.
c. Karakteristik plastisitas dan kompresibilitas.

Gambar 15. Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah


(Sumber: Asphalt Institute, 1993)

- Definisi fraksi tanah


Untuk menyatakan rentang ukuran butiran tanah, pada Sistem Unified dikenal empat fraksi,
yaitu bongkah, kerikil, pasir dan bahan halus dengan batas ukuran sebagai berikut:
 Bongkah (cobbles) — butiran di atas 75 mm (3 inci);
 Kerikil — butiran yang lolos saringan 75 mm (3 inci), tertahan saringan
4,75 mm (No. 4);
 Kerikil kasar — butiran yang lolos saringan 75 mm (3 inci), tertahan saringan
% inci (19 mm);
 Kerikil halus — butiran yang lolos saringan % inci, tertahan saringan 4,75 mm
(No. 4);
 Pasir — butiran yang yang lolos saringan 4,75 mm (No. 4), tertahan
saringan 0,075 mm (No. 200);
 Pasir kasar — butiran yang lolos saringan 4,75 mm (No. 4), tertahan
saringan 2,0 mm (No. 10);
 Pasir medium — butiran yang lolos saringan 2,0 mm (No. 10), tertahan
saringan 0,425 mm (No. 40);
 Pasir halus — butiran yang lolos saringan 0,425 mm (No. 40), tertahan
saringan 0,075 mm (No. 200);
 Bahan halus (fines) — butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200).

Bahan yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200) disebut lanau apabila bahan tersebut non
plastis serta titik batas cair-indeks plastis terletak di bawah Garis-A; dan disebut lempung
apabila bahan tersebut plastis serta titik batas cair dan indeks plastis terletak di atas Garis-A.
Hal tersebut berlaku untuk lanau dan lempung inorganik serta lanau organik, sedangkan
untuk lempung organik tidak berlaku, karena tanah tersebut berada di bawah Garis-A. GarisA
digambar berdasarkan hasil penemuan Dr. Casagrande yang umumnya merupakan pemisah
antara tanah yang bersifat lempung dengan tanah yang bersifat lanau.

61
- Pembagian kelompok dan simbol kelompok
Sistem Unified membagi tanah menjadi tiga divisi, yaitu:
- Tanah berbutir kasar;
- Tanah berbutir halus;
- Tanah mengandung banyak bahan organik.
Tanah berbutir kasar adalah tanah yang mengandung 50 persen atau kurang butiran yang
lolos saringan 0,075 mm (No. 200), sedangkan tanah berbutir halus adalah tanah yang
mengandung lebih dari 50 persen butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200). Tanah
yang mengandung banyak bahan organik umumnya dapat dikenali melalui pengujian secara
visual. Lebih lanjut Sistem Unified membagi tanah menjadi 15 kelompok. Masing-masing
kelompok diberi nama dan simbul dengan huruf serta ditentukan berdasarkan istilah yang
digunakan pada fraksi tanah, nilai relatif batas cair (tinggi atau rendah), atau gradasi relatif
(gradasi menerus atau gradasi jelek).

Simbul-simbul yang digunakan pada masing-masing kelompok adalah


G - Kerikil C - Lempeng W – gradasi menerus
S - pasir O - organik P – gradasi jelek atau seragam
M – lanau Pt - peat L – batas cair rendah
H – batas cair tinggi

Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 14 (Sumber: Asphalt Institute, 1993),


kelompokkelompok tanah dinyatakan dengan gabungan simbul-simbul di atas. Simbul-simbul
tersebut digunakan juga untuk menyatakan tanah pada kelompok perbatasan.

10.5. Tanah berbutir kasar


Tanah berbutir kasar dibagi menjadi kerikil dan tanah mengandung kerikil (G) serta pasir dan
tanah mengandung pasir (S).

Kerikil adalah tanah berbutir kasar dimana persentase butiran yang tertahan saringan 4,75
mm (No. 4) lebih besar daripada persentase butiran yang lolos saringan 4,75 mm (No. 4);
pasir adalah tanah berbutir kasar dimana persentase butiran yang tertahan saringan 4,75
mm (No. 4) lebih kecil daripada persentase butiran yang lotos saringan 4,75 mm (No. 4).

Masing-masing kelompok di atas dibagi menjadi empat sub kelompok sebagaimana diuraikan
di bawah.

1. GW dan SW
Tanah ini terdiri atas kerikil dan pasir bergradasi menerus yang tidak atau sedikit
mengandung bahan halus non plastis (butiran yang lolos saringan No. 200 kurang dari 5
persen). Keberadaan bahan halus tidak mempengaruhi kekuatan dan tidak mengganggu
karakteristik drainase fraksi kasar.

62
2. GP dan SP
Tanah ini terdiri atas kerikil dan pasir yang mempunyai gradasi yang jelek dan sedikit atau
tidak mengandung bahan halus non plastis. Ditinjau dari gradasinya, tanah ini dapat dibagi
Iagi menjadi kerikil dan pasir bergradasi senjang serta kerikil dan pasir bergradasi
seragam.

3. GM dan SM
Tanah pada kelompok ini terdiri atas kerikil kelanauan dan pasir kelanauan dimana bahan
halusnya (lebih dari 12 persen lolos saringan No. 200) mempunyai sifat tidak atau agak
plastis. Pada grafik plastisitas, titik-titik batas cair dan indeks plastis tanah ini terletak di
bawah Garis-A. Pada kelompok ini termasuk juga tanah yang bergradasi menerus dan
yang bergradasi jelek.

Meskipun tanah ini dalam keadaan kering biasanya mempunyai kekuatan yang rendah
atau tidak mempunyai kekuatan, namun kadang-kadang bahan halusnya mempunyai sifat
sementasi alami yang dapat meningkatkan kekuatan kering.

Kelompok dasar GM dan SM dapat dibagi lagi menjadi dua sub kelompok yang diberi
simbul tambahan "d” dan "u”. Simbul tersebut menyatakan bahwa tanah diperlukan
(desirable) atau kurang/tidak diperlukan (undesirable) sebagai lapis pondasi pada
perkerasan jalan raya dan lapang terbang. Pembagian ke dalam sub kelompok didasarkan
pada hasil pengamatan lapangan dan pengujian laboratorium. Batasan untuk penetapan
sub kelompok adalah batas cair dan indeks plastis bahan yang lolos saringan No. 40
(0,425mm). Simbul "d” digunakan apabila batas cair tanah adalah 25 atau lebih kecil dan
indeks plastisnya adalah 15 atau lebih kecil; sedang simbul "u” digunakan apabila batas
cair dan indeks plastis tanah adalah di luar nilai yang disebutkan pada penggunaan simbul
"d". Simbul tipikal tanah kelompok ini adalah GMd dan SMu.

4. GC dan SC
Kelompok ini terdiri atas tanah mengandung kerikil atau tanah mengandung pasir dimana
bahan halusnya (lebih dari 12 persen lolos saringan No. 200) bersifat lempung dengan
plastisitas mulai dari rendah sampai tinggi. Titi-titik batas cair dan indeks plastis tanah ini
terletak di atas Garis-A pada grafik plastisitas. Tanah bergradasi menerus dan bergradasi
jelek termasuk pada kelompok ini.

10.6. Tanah berbutir halus


Berdasarkan batas cair dan indeks plastisnya, tanah berbutir halus dibagi menjadi lanau (M)
dan lempung (C). Disamping itu, tanah organik (O) dimasukkan juga pada kelompok ini.

Lanau adalah tanah berbutir halus dimana batas cair dan indeks plastisnya terletak di bawah
Garis-A pada grafik plastisitas; sedangkan lempung adalah tanah berbutir halus dimana batas
cair dan indeks plastisnya terletak di atas Garis-A pada grafik plastisitas. Lempung organik
merupakan kekecualian ketentuan tersebut, karena batas cair dan indeks plastis tanah
tersebut terletak di bawah Garis-A.

Lanau, lempung dan tanah organik dibagi lagi menjadi sub kelompok berdasarkan nilai relatif
batas cairnya (tinggi dan rendah). Garis pembatas antara batas cair rendah dan batas cair
tinggi adalah batas cair 50.

Beberapa jenis tanah yang mewakili masing-masing kelompok (ML, CL, CH, OL dan OH) dapat
dilihat pada Kolom 4 (NAMA TIPIKAL) Tabel 14.
63
ı . ML dan MH
Kelompok ini terdiri atas lanau kepasiran, lanau kelempungan atau lanau inorganik yang
mempunyai plastisitas relatif rendah, tanah jenis loess, serbuk batuan serta tanah bersifat
diatoma dan mika. Lempung kaolin dan lempung ilit termasuk juga dalam kelompok ini.

2. CH dan CL
Kelompok ini terutama terdiri atas lempung inorganik. Lempung plastisitas medium dan
tinggi termasuk pada kelompok CH dan mencakup lempung gemuk, lempung gumbo
(gumbo clays), bentonit dan beberapa lempung vulkanik.
Lempung plastisitas rendah termasuk pada kelompok CL dan biasanya mencakup
lempung kurus, lempung kepasiran atau lempung kelanauan.

3. OL dan OH
Kelompok ini ditandai oleh keberadaan bahan organik. Lanau dan lempung organik
termasuk pada kelompok ini dan mempunyai rentang plastisitas yang sesuai dengan
rentang plastisitas ML dan MH.

10.6.1. Tanah yang mengandung banyak bahan organik


Tanah ini tidak dibagi lagi menjadi sub kelompok, tetapi hanya dimasukkan ke dalam satu
kelompok (Pt). Ciri yang biasanya dijumpai pada tanah ini adalah kompresibilitasnya yang
tinggi dan tidak mempunyai karakteristik yang diperlukan untuk bahan bangunan. Jenis
tipikal tanah ini adalah gambut, humus dan tanah rawa yang mengandung banyak bahan
organik. Komponen tanah yang biasa dijumpai adalah partikel daun, rumput, cabang serta
bahan berserat lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

10.6.2. Karakteristik yang terkait dengan jalan raya dan lapang terbang
Karakteristik umum tambahan bagi ke-lima betas kelompok tanah yang telah diuraikan di
atas, yaitu yang berhubungan dengan jalan raya dan lapang terbang, ditunjukkan pada Tabel
15 (Sumber: Asphalt Institute, 1993).

64
PROSEDUR IDENTIFIKASI DI LAPANGAN UNTUK TANAH ATAU FRAKSI BERBUTIR HALUS
Prosedur ini harus dilakukan terhadap tanah yang mempunyai ukuran butir 0,425 mm (No.
40) atau kira-kira 0,40 mm. Pada pengklasifikasian di lapangan, tanah tidak perlu disaring,
tapi cukup membuang butir-butir kasar yang akan mengganggu pengujian.

• Pengujian delatansi (reaksi terhadap pengguncangan)


 Setelah butir-butir yang lebih besar dari 0,425 mm (No. 40) dibuang, siapkan segenggam
tanah yang volumenya kira-kira 8 cm3
 Tambahkan air secukupnya sehingga tanah menjadi lembek namun tidak lengket.
 Letakan contoh tanah pada telapak tangan dan goyang-goyang secara horizontal.
Reaksi positif terjadi apabila pada permukaan contoh tanah muncul air dan permukaan
tersebut menjadi mengkilap. Apabila contoh tanah ditekan dengan jari, maka air dan
kilapan akan hilang, selanjutnya contoh tanah menjadi kaku dan kemudian retak atau
mengerempal. Kecepatan munculnya air pada saat digoyang dan menghilangnya air pada
saat ditekan dengan jari membantu dalam mengidentifikasi karakter butir-butir halus yang
terkandung dalam tanah.

Pasir sangat halus yang bersih memberikan reaksi paling cepat dan nyata, sedangkan
lempung plastis tidak memberikan reaksi. Lanau inorganik, misalnya serbuk batuan,
memberikan reaksi yang moderat.

• Pengujian kekuatan kering (karakteristik kehancuran)


Setelah butir-butjr yang lebih besar dari 0,425 mm (No. 40) dibuang, siapkan segenggam
tanah (kira-kira 8 cm 3 ) dengan konsjstensi yang mudah dibentuk (jika perlu, tambahkan
air).
 Keringkan contoh tanah dengan oven, sinar mata hari atau udara terbuka.

65
• Remas contoh tanah dengan jari untuk mengetahui kekuatan hancurnya.
Kekuatan di atas merupakan parameter karakter dan kuantitas fraksi koloid yang
terkandung dalam tanah, dimana kekuatan kering sejalan dengan meningkatnya
plastisitas.

Kekuatan kering yang tinggi dimiliki oleh lempuk yang termasuk dalam kelas CH; lanau
inorganik umumnya mempunyai kekuatan kering yang sangat kecil. Meskipun pasir halus
kelanauan dan lanau memiliki kekuatan kering yang hampir sama rendahnya, namun
dapat dibedakan dengan cara merasakan pada saat kedua bahan tersebut menjadi
serbuk, dimana pasir halus akan terasa kasar ("berisik"), sedangkan lanau tipikal akan
terasa lembut seperti tepung terigu.

 Pengujian keuletan (konsistensi menjelang batas plastis)


• Setelah butir-butir yang lebih besar dari 0,425 mm (No. 4()) dibuang, siapkan
segenggam tanah (kira-kira 8 cm 3 ) dengan konsistensi yang mudah dibentuk (jika
kering, tambahkan air dan jika lengket, bentuk contoh menjadi lapis tipis dan keringkan
sehingga kadar air contoh berkurang).
Gulung contoh tanah pada permukaan yang rata atau antara telapak tangan sehingga
menjadi "benang-benang" berukuran sekitar 3 mm.
• Bentuk kembali "benang-benang" menjadi gumpalan dan gulung kembali menjadi
"benang-benang". Selama pemebntukan dan penggulungan, kadar air contoh tanah
akan makin berkurang dan contoh tanah akan makin keras/kaku dan ahirnya kehilangan
plastisitasnya. Pada saat kadar air contoh mencapai batas plastis, maka contoh akan
menggerempal.
Bentuk contoh tanah yang telah menggerempal menjadi gumpalan.
Pijit gumpalan contoh tanah secara perlahan-lahan sampai contoh tersebut hancur.
Makin ulet "benang" contoh tanah menjelang batas plastis dan makin keras/kaku
menjelang hancur, maka makin potensial fraksi koloid lempung. Lemahnya
"benangbenang" pada batas plastis dan cepat hilangnya kekuatan (coherence) contoh
pada kadar air di bawah batas plastis menunjukkan bahwa tanah adalah lempung
inorganik plastis rendah atau tanah jenis kaolin dan lempung organik yang terletak di
bawah Garis-A.

Catatan (klasifikasi laboratorium)


Cu = koefisien keseragaman Cc = koefisien lengkungan
D60,D30, D10= ukuran pada 60%, 30% dan 10% berat butir yang lolos
Kurva distribusi butir tanah bergradasi menerus biasanya cekung dan halus (smooth), tanpa
butir yang hilang atau berlebih. Koefisen keseragaman (Cu) kerikil bergradasi menerus
adalah lebih besar dari 4, sedangkan koefisien keseragaman pasir bergradasi menerus
adalah lebih besar dari 6.

Koefisien lengkungan (Cc) memastikan bahwa kurva gradasi untuk kombinasi D 60 dan D10
akan mempunyai bentuk yang cekung dalam batas-batas yang relatif sempit. Gradasi lain
yang tidak memenuhi kriteria yang telah disebutkan, termasuk gradasi jelek.

66
Tabel 14. Sistem Klasifikasi Unified, termasuk identifikasi dan
deskripsi

1)
Tanpa butir yang lebih beşar dari 3 inci (75 mm) dan fraksi didasarkan atas persentase berat;
2)
Saringan 0,075 mm (No- 200) adalah kira-kira sama dengan ukuran butir yang dapat dilihat mata
telanjang;
3) Untuk pengklasifikasian visual, ukuran 6 mm (% inci) dianggap setara dengan saringan 4,75 mm (No.

4).
*Lihat "Prosedur identifikasi Ipanagan untuk tanah atau fraksi halus

67
Tabel 14. Sistem Klasifikasi Unified, termasuk identifikasi dan deskripsi (lanjutan)

68
Tabel 14. Sistem Klasifikasi Unified, termasuk identifikasi dan deskripsi (lanjutan)

Catatan
(1) Klasifikasi perbatasan: tanah yang mempunyai karakteristik dua kelas ditunjukkan dengan
gabungan simbul kelompok; contoh, GW GC adalah campuran kerikil pasir bergradasi menerus
mengandung lempung.
(2) Ukuran saringan yang ditunjukkan dalam tabel adalah menurut Standard Amerika Serikat.
(3) Catatan lebih lanjut diuraikan di bawah.

69
Tabel 15. Karakteristik tanah untuk perkerasan jalan raya dan lapang terbang

*Apabila tidak dipengaruhi pembekuan (not subject to frost action)

70
Tabel 15. Karakteristik tanah untuk perkerasan jalan raya dan lapang terbang (lanjutan)

71
Tabel 15. Karakteristik tanah untuk perkerasan jalan raya dan lapang terbang (lanjutan

*k = modulus reaksi tanah (modulus of subgrade reaction); 1 N/cm2/cm - 3,75 lb/in3

72
10.7.Pengklasifikasian di lapangan
- Pengujian di lapangan
Sistem Klasifikasi Unified dirancang sedemikian rupa sehingga berdasarkan pengamatan
visual atau pengujian sederhana di lapangan, sebagian besar tanah dapat diklasifikasikan
setidak-tidaknya ke dalam tiga kelompok utama (tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus
dan tanah mengandung banyak bahan organik). Lebih jauh lagi, pengamatan visual oleh
tenaga berpengalaman juga dapat mengklasifikasikan tanah ke dalam sub kelompok. Apabila
diperlukan, identifikasi lebih lanjut dapat dilakukan berdasarkan pengujian di laboratorium.
Meskipun dalam banyak hal mempunyai kesamaan, namun metoda identifikasi laboratorium
dan lapangan diuraikan secara terpisah. Dengan praktek, seseorang dapat menjadi
profesional dalam kelasfikasi tanah di lapangan.
1 . Peralatan
Pengklasifikasian di lapangan sangat menguntungkan, karena tidak memerlukan peralatan
khusus. Namun demikian, dengan bekal pemahaman informasi deskripsi pada Tabel 10,3,
beberapa peralatan yang dapat membantu pengklasifikasian di lapangan adalah:

73
a. Semprotan karet atau alat lain yang sejenis, misal kaleng kecil bekas wadah minyak.
b. Air bersih/jernih.
c. Asam hydrochloric dalam botol kecil.
d. Saringan 4,76 mm (No. 4) dan 0,075 mm (No. 200).

2. Prosedur pengujian
Pengujian di lapangan yang diperlukan adalah pengujian sebagai berikut:
• Dilatansi
• Kekuatan kering dan
• Keuletan.
Pengujian di atas telah diuraikan pada catatan kaki Tabel 10.3.

10.8.Prosedur klasifikasi
Prosedut penentuan kelompok di lapangan terdiri atas langkah-langkah eliminasi yang
dimulai dari sebelah kiri Tabel 10.3 sampai diperoleh kelompok yang tepat. Pada saat
melakukan langkah-tersebut, semua informasi (deskripsi) tanah harus dicatat.

Prosedur yang dimaksud adalah sebagai berikut:


a. Siapkan segenggam contoh tanah yang representatif.
b. Perkirakan ukuran butir tebesar.
c. Singkirkan butiran yang berukuran lebih dari 75 mm (3 in) dan perkirakan persentase
beratnya terhadap berat seluruh contoh.
d. Sebarkan contoh tanah pada permukaan yang datar atau pada telapak tangan dan
tentukan kelompok utama tanah, berbutir kasar atau berbutir halus (individu butir-butir
tanah berbutir kasar akan dapat dilihat dengan mata telanjang).
e. Apabila berdasarkan kriteria pada Tabel 10.3 tanah termasuk tanah berbutir kasar,
tentukan kelompoknya, sebagai kerikil (G) atau pasir (S) dan tentukan pula kebersihannya,
kerikil atau pasir bersih, atau mengandung bahan halus yang cukup banyak [bahan halus
adalah butiran yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm)).
f. Apabila tanah adalah kerikil atau pasir bersih, tentukan gradasinya, bergradasi menerus
(W) atau bergradasi jelek (P); kemudian tentukan nama kelompoknya (GW, GR, SW atau

g. Apabila tanah termasuk kerikil atau pasir yang mengandung bahan halus yang cukup
banyak, tentukan jenis bahan halus sebgai lanau (M) atau lempung (C); kemudian
tetapkan nama keompok sebagai CM, GC, SM atau SC. Untuk membedakan lanau dari
lampung, kadang-kadang dapat dilakukan "pengujian gigitan", dimana pada pengujian
tersebut, lempung biasanya menempel pada gigi. Pasif halus dapat dibedakan dari lanau
dan lempung dengan cara merasakan contoh tanah tersebut diantara jari; lanau atau
lempung biasanya terasa lembut dan agak menempel pada jari, sedangkan pasir terasa
kasar dan tidak menempel pada jari.

h. Terhadap tanah berbutir halus atau fraksi halus pada tanah berbutir kasar lakukan
pengujian dilatansi, kekuatan kering dan keuletan. Disamping itu, pencatatan mengenai
warna dan aroma juga perlu dilakukan, terutama untuk tanah organik (OL dan OH bisanya
berwarna abu-abu, coklat atau hampir hitam dan mempunyai bau yang menyengat).
Dengan proses eliminasi yang menggunakan hasil pengujian lapangan, tetapkan kelas
tanah dengan mencantumkan simbul yang sesuai dan deskripsinya.

74
i. Tanah yang mengandung banyak bahan organik (Pt) ditandai oleh adanya sisa-sisa daun,
ranting, rumput atau bagian lain tumbuhan sehingga tanah mempunyai tekstur berserat.

j. Disamping itu, tanah jenis ini biasanya meyerupai busa, berwarna coklat tua sampai
hitam dan mempunyai bau. Tanah jenis ini dapat dijumpai pada dasar rawa.

k. Tanah yang mempunyai karakteristik dua kelompok dimasukkan dalam kelompok


perbatasan dengan menggunakan nama yang paling sesuai dengan deskripsi tanah serta
dua simbul kelompok, misal GW-GC.

Kelompok perbatasan/peralihan yang umum adalah:


▪ Kerikil
GW-GC, GW-GM, GW-GP dan GM-GC (untuk tanah berbutir kasar mengandung
pasir berlaku pemberian simbul yang sama).
▪ Pasir
SW-SC, SW-SM, SW-SP dan SM-SC.
▪ Tanah berbutir halus
ML-MH, CL-CH, OL-OH, CL-ML, ML-OL, CL-OL, MH-CH, MH-OH dan CHOH.
Peralihan antara tanah berbutir kasar dan berbutir halus SM-ML dan SC-CL.

- Pengklasifikasian di laboratorium
 Umum

Pengklasifikasian di laboratorium juga memerlukan informasi deskriftif yang sama dengan


yang diperlukan pada pengklasifikasian di lapangan. Klasifikasi lapangan dicek dan
disempurnakan dengan menggunakan data laboratorium sebagai hasil pengujian rutin
terhadap gradasi, batas cair dan batas plastis. Gradasi diperoleh melalui analisis saringan dan
biasanya digambar dalam bentuk grafik hubungan antara persentase berat butir yang lolos
saringan dengan ukuran butir yang dinyatakan dalam logaritma milimiter. Pada Gambar 16
ditunjukkan contoh grafik distribusi butir. Karakteristik plastisitas dievaluasi berdasarkan hasil
pengujian batas cair dan batas plastis terhadap fraksi yang lolos saringan 0,425 mm (No. 40).

Kriteria untuk klasifikasi di laboratorium ditunjukkan dalam Kolom 7 Tabel 14, dimana untuk
menentukan kelas tanah berbutir halus dan fraksi halus tanah berbutir halus digunakan grafik
plastisitas.

10.9.Prosedur pengujian
Pengujian di laboratorium dapat dilakukan dengan prosedur menurut SNI atau AASHTO, atau
prosedur baku lainnya.

Prosedur pengujian menurut SNI dan AASHTO adalah sebagai berikut:


• Penentuan kandungan bahan lebih halus dari 0,075 mm (No. 200):
SNI 03-4142-1996 (AASHTO T 11)
• Analisis saringan butir halus dan butir kasar : SNI 03-1968-1994 (AASHTO T 27)
• Pengujian beratjenis : SNI 03-1964-1990 (AASHTO T 100)

75
• Pengujian batas cair: SNI-03-1967-1990 (AASHTO T 89)
• Pengujian batas plastis: SNI 03-1966-1990 (AASHTO T 90)

' Ăŵ ďĂƌ ϭϲ͘ ŽŶƚŽŚ ƚĂŶĂŚ ƟƉŝŬĂů' t ĚĂŶ ^t

10.10. Prosedur klasifikasi


Prosedur pengklasifikasian tanah ditunjukkan pada Gambar 17 yang secara ringkas dapat
diuraikan sebagai berikut:

a. Tentukan kelompok utama tanah, apakah tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus atau
tanah mengandung banyak bahan organik. Hal tersebut dapat ditentukan secara visual
atau berdasarkan persentase butir yang lolos saringan 0,075 mm No. 200.

b. Apabila tanah termasik tanah berbutir kasar


• Lakukan analisis saringan dan kemudain buat grafik gradasi sebagaimana dicontohkan
pada Gambar 16; tentukan persentase berat butir yang lolos saringan 4,75 mm No. 4;
tentukan kelompok tanah, apakah kerikil (sebagian beşar butir tertahan saringan 4,75
mm atau No. 4) atau pasir (sebagian beşar butir lolos saringan 4,75 mm atau No. 4).

• Tentukan persentase berat butir yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200). Apabila butir
yang lolos saringan 0,075 mm (No 200) kurang dari 5% dan fraksi halus tidak

76
mengganggu sifat drainase bebas, periksa bentuk kurva gradasi; apabila bergradasi
menerus, maka tanah termasuk GW atau SW, apabila bergradasi jelek, maka tanah
termasuk SW atau SP. Apabila bahan halus mengganggu drainase bebas, maka tanah
termasuk GW-GM.

• Apabila butir yang lolos saringan No 200 antara 5 dan 12%, maka tanah termasuk dalam
kelompok peralihan yang mempunyai simbul ganda menurut karakteristik gradasi dan
plastisitasnya, misal GW-GM, SW-SM.

• Apabila butir yang lolos saringan 0,075 mm (No 200) lebih dari 12 0/0, lakukan
pengujian batas cair dan batas plastis terhadap fraksi yang lolos saringan 0,425 mm (No.
40). Kemudian tentukan kelas yang sesuai, CM, SM, CC, SC, GM-GC atau SM-SC.
c. Apabila tanah termasuk tanah berbutir halus,
• Lakukan pengujian batas cair dan batas plastis terhadap butiran yang lolos saringan
0,425 mm (No. 40). Apabila batas cair kurang dari 50, maka tanah dikatakan mempunyai
batas cair rendah dan termasuk kelas "L"; apabila batas cair lebih dari 50, maka tanah
dikatakan mempunyai batas cair tinggi dan termasuk kelas "H".

• Untuk tanah kelas "L”, tentukan letak titik batas cair-batas plastis dalam grafik plastisitas.
Apabila titik tersebut terletak di bawah Garis-A dan daerah diarsir, selanjutnya tentukan
kelas tanah berdasarkan warna, bau atau perubahan batas cair dan batas plastisnya
setelah contoh tanah dikeringkan dalam oven, apakah termasuk tanah organik (OL) atau
inorganik (ML). Apabila titik batas cair-batas plastis terletak di dalam daerah yang
diarsir, maka tanah termasuk ML-CL. Apabila titik batas cair-batas plastis terletak di atas
Garis-A dan daerah diarsir, maka tanah termasuk dalam CL.
• Untuk tanah yang mempunyai batas cair tinggi (H), tentukan letak titik batas cair-batas
plastis dalam grafik plastisitas. Apabila titik tersebut terletak di bawah Garis-A, tentukan
kelas tanah, apakah termasuk organik (OH) atau inorganik (MH); apabila titik batas
cairbatas plastis terletak di atas Garis-A, maka tanah termasuk CH.

d. Pembahasan rinci mengenai klasifikasi perbatasan pada sistem ini dipandang tidak
penting, karena sebagian beşar grafik disain tidak mempertimbangkan hal tersebut.

77
Untuk tanah berbutir kasar, aspek-aspek seperti bentuk butir, kandungan mineral, derajat
pelapukan, derajat kepadatan dan keberadaan atau ketidakadaan bahan halus hendaknya
dicatat. Bentuk butir dapat digambarkan dengan kata-kata bulat, agak bersudut atau
bersudut. Derajat kepadatan biasanya dapat dinyatakan berdasarkan kemudahan atau
kesulitan penggalian, atau berdasarkan kemudahan atau kesulitan penetrasi alat yang
digunakan untuk keperluan tersebut; istilah-istilah sangat lepas, lepas, sedang, padat dan
sangat padat sering digunakan untuk menyatakan derajat kepadatan. Endapan granular yang
mudah digali dengan tangan dapat dikatakan sebagai endapan yang lepas; sedangkan
endapan yang penggaliannya memerlukan alat bermesin dapat disebut sebagai endapan
yang sangat padat.

Untuk fraksi butir halus, aspek-aspek seperti kadar air, konsistensi contoh asli dan konsistensi
contoh tidak asli dapat digunakan dalam pendeskripsian. Konsistensi tanah asli, dalam
beberapa aspek sejalan dengan derajat kepadatan tanah berbutir kasar dan dapat dievaluasi
berdasarkan kemudahan penggalian atau penetrasi. Istilah-istilah seperti sangat lunak, lunak,
sedang, keras biasa digunakan untuk menyatakan konsistensi tanah asli. Sebagian besar buku
mekanika tanah biasanya mencantumkan tabel atau aturan sederhana untuk menentukan
dan menyatakan konsistensi tanah berbutir halus dan derajat kepadatan tanah berbutir kasar.

Disamping istilah-istilah pendeskripsian yang diuraikan di atas, sebaiknya ditambahkan pula


klasifikasi geologi dan pedologi (pertanian), apabila informasi mengenai hal tersebut mudah
diperoleh. Penggunaan stilah-istilah seperti old glacial lake-bed material atau Miami silt-loam
akan sangat membantu orang yang sudah mengenal istilah tersebut dan jenis tanah yang
diwakilinya.

10.11. Daftar parameter untuk keperluan rekayasa


Dalam menyelidiki tanah pondasi atau tanah galian (borrow materials) sering kali seseorang
ingin membandingkan tanah tersebut dengan tanah pondasi dan tanah galian lain yang telah
diklasifikasikannya. Untuk keperluan tersebut, the Bureau of Reclamation, US Department of
the Interior telah mengembangkan daftar parameter sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 16
(Sumber: Asphalt Institue, 1993).

Tabel di atas membandingkan tuntutan berbagai kelompok tanah untuk keperluan dam,
saluran, pondasi dan jalan raya. Angka-angka yang dicantumkan dalam tabel hanyalah
perkjraan saja yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi penyeldik dalam membandingkan
tanah untuk berbagai keperluan.
Tabel 16. Daftar parameter untuk keperluan rekayasa
(Sumber: Bureau of Rec/amation, U.S. Department of
Reclamation, dalam Asphalt Institute, 1993 )
SIFAT-SIFAT PENTING
NAMA TIPIKAL KELOMPOK SIMBUL
KUAT KEMUDAHAN
TANAH KELOMPOK PERMEABILITASI) KOMPRESİBILlTAS2)
GESER2) PENGERJAAN
1 2 3 4 5 6
Kerikil, campuran kerikil
pasir bergradasi menerus, SANGAT
GW PORUS DIABAIKAN SANGAT BAIK
sedikit atau tanpa bahan BAIK
halus
Kerikil, campuran SANGAT PORUS BAIK DIABAIKAN BAIK
kerikil pasir bergradasi
jelek, sedikit atau
79
tanpa bahan halus
Kerikil kelanauan, SEMI PORUS
campuran kerikil pasir GM SAMPAI BAIK DIABAIKAN BAIK
lanau bergradasi jelek KEDAP
Kerikil kelempungan, BAIK
campuran kerikil pasir CC KEDAP SAMPAI SANGAT RENDAH BAIK
lempung bergradasi jelek SEDANG
Pasif, pasir kekerikilan
bergradasi menerus,
SW PORUS BAIK DIABAIKAN SANGAT BAIK
sedikit atau tanpa
bahan halus
Pasir, pasir kekerikilan
SANGAT
bergradasi jelek, sedikit PORUS BAIK CUKUP
RENDAH
atau tanpa bahan halus
Pasir kelanauan, campuran SEMİ PORUS
pasir lanau bergradasi SM SAMPAI BAIK RENDAH CUKUP
jelek KEDAP
Pasir kelempungan, BAIK
campuran pasir lempung sc KEDAP SAMPAI RENDAH BAK
bergradasi jelek SEDANG
Lanau inorganik dan pasir
sangat halus, serbuk SEMİ PORUS
batuan, pasir kelnauan ML SAMPAI CUKUP SEDANG CUKUP
atau kelempungan yang KEDAP
agak palstis
Lempung inorganik dengan
plastisitas rendah sampai
sedang, lempung BAIK SAMPAI
CL KEDAP CUKUP SEDANG
kekerikilan lempung CUKUP
kepasiran, lempung
kelanauan, lempung kurus
Lanau inorganik dan SEMİ PORUS
lanaulempung organik OL SAMPAI CUKUP SEDANG CUKUP
dengan plastisitas rendah KEDAP
Lanau inorganik, tanah
SEMİ PORUS CUKUP
halus kepasiran atau
SAMPAI SAMPAI TINGGI JELEK
kelanauan bersifat mika
KEDAP JELEK
atau diatoma, lanau elastis
Lempung inorganik
dengan plastisitas tinggi, CH KEDAP JELEK TINGGI JELEK
lempung gemuk
Lempung organik dengan
plastisitas sedang sampai OH KEDAP JELEK TINGGI JELEK
tinggi
Gambut atau tanah
lain mengandung
- - - -
banyak bahan PT
organik
1 ) Apabila dipadatkan
2) Apabila dipadatkan dan jenuh

80
Tabel 16. Daftar parameter untuk keperluan rekayasa (lanjutan)

* Angka 1 menunjukkan nilai terbaik

81
11. Pekerjaan tanah dasar
11.1. Umum
Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan pada jalur lalu-lintas
maupun pada bahu. Dengan demikian, maka tanah dasar harus mampu memikul beban
kendaraan yang disalurkan oleh perkerasan. Disamping harus mempunyai kekuatan, tanah
dasar juga harus mempunyai stabilitas volume akibat pengaruh lingkungan, terutama air.
Karena kekuatan dan satbilitas volume sangat dipengaruhi air, pengendalian air (drainase)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pekerjaan tanah dasar. Untuk keperluan disain
perkerasan berdasarkan pendekatan empiris, parameter kekuatan tanah dasar yang popular
digunakan adalah CBR, meskipun dewasa ini ada kecenderungan diganti dengan modulus
resilien.

Pada kasus yang sederhana, tanah dasar dapat terdiri atas tanah asli tanpa perlakuan;
sedangkan pada kasus lain yang lebih umum, tanah dasar terdiri atas tanah asli pada galian
atau bagian atas timbunan yang dipadatkan. Oleh karena itu, maka tanah dasar dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu tanah dasar pada galian tanah biasa, tanah
dasar pada galian batuan serta tanah dasar pada timbunan.

Sejauh ini, informasi yang ada umumnya menunjukkan bahwa dalam arah vertikal, tanah
dasar mempunyai tebai yang tidak jelas. Namun demikian, terdapat informasi yang
menyatakan bahwa tebai tanah dasar adalah sekitar 1 meter. Tebai tersebut nampaknya
didasarkan pada salah satu persyaratan letak permukaan air tanah yang dipandang tidak
mempengaruhi kinerja tanah dasar, yaitu harus sekurang-kurangnya sekitar 1,2 m di bawah
permukaan tanah dasar. Ketentuan mengenai tebai tersebut diperlukan dalam rangka
menentukan kekuatan (CBR), apabila tanah dasar terdiri atas lapisan-lapisan yang
mempunyai kekuatan yang berbeda.

Meskipun termasuk pada pekerjaan galian atau timbunan serta telah diuraikan pada
butirbutir sebelumnya, namun karena berkaitan langsung dengan perkerasan (terutama
untuk disain dan evaluasi), maka pekerjaan tanah dasar diuraikan tersendiri pada butir ini.

11.2. Persyaratan dan pengendalian


Untuk mendapatkan tanah dasar yang memenuhi tuntutan kekuatan dan stabilitas volüme,
persyaratan yang harus dipenuhi pada pekerjaan tanah dasar biasanya menyangkut
aspekaspek sebagai berikut:
1 . Bahan (tanah)
2. Peralatan pemadatan dan penunjangnya
3. Kadar air pemadatan
4. Tebai maksimum lapisan yang dipadatkan
5. Jumlah lintasan pemadatan
6. Cara pemadatan
7. Kepadatan
8. Kemiringan melintang
9. Kerataan permukaan
10.PerIindungan tanah dasar

82
Ditinjau dari kepentingan kekuatan dan stabilitas volüme, permukaan tanah dasar (yang
belum ditutup) yang miring dan rata akan cepat mengalirkan air sehingga tidak sempat
meresap untuk menurunkan kekuatan dan stabilitas volume.

Dipenuhi-tidaknya persyaratan di atas hanya dapat dipastikan melalui inspeksi, pengawasan


atau pengujian (pengendalian mutu), atau ketiga-tiganya.

11.3. Pekerjaan pendahuluan


Sebelum pekerjaan tanah dasar dimulai, pekerjaan gorong-gorong, drainase bawah
permukaan dan fasilitas-fasilitas lain yang terletak di bawah permukaan tanah dasar harus
terlebih dulu diselesaikan. Selama dan setelah tanah dasar disiapkan, semua fasilitas drainase
harus sudah berfungsi, yaitu untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah dasar akibat air.

Untuk kepentingan dapat-tidaknya pekerjaan tanah dasar dimulai, kepastian mengenai


pemenuhan terhadap penyelesaian pekerjaan di atas dipandang cukup dinilai melalui
inspeksi tentang keberadaan atau kinerjanya (fungsi), atau kedua-duanya.

11.4. Bahan
Untuk menentukan persyaratan tanah untuk tanah dasar, dapat digunakan klasifikasi tanah
menurut AASHTO dan Unified sebagaimana yang telah diuraikan pada Butir 10. Kecocokan
jenis-jenis tanah tersebut sebagai tanah dasar ditunjukkan pada Tabel 17.

Pemilihan jenis tanah yang cocok untuk tanah dasar pada suatu proyek tentunya tergantung
pada ketersediaannya di sekitar lokasi proyek atau daerah di sekitarnya. Hal tersebut dapat
diketahui dari hasil penyelidikan tanah sebagaimana yang telah diuraikan pada Butir 5 Buku
Pedoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah Dasar untuk Pekerjaan Jalan.

Tabel 17. Tingkat kecocokan jenis-jenis tanah menurut klasifikasi AASHTO dan Unified seba air
tanah dasar

83
84
Setelah jenis tanah yang dipandang cocok untuk tanah dasar pada suatu proyek ditetapkan,
maka pengendalian penggunaan bahan tersebut selama pelaksanaan dilakukan melalui
pengujian gradasi (analisis saringan) dan pengujian Batas Atterberg sebagaimana yang
diuraikan pada bükü Pedoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah Dasar Untuk Pekerjaan
Jalan.

- Pemadatan
11.5. Peralatan pemadatan
Pemilihan jenis peralatan pemadatan sangat tergantung pada tanah (jenis, gradasi dan kadar
air) yang dipadatkan, disamping tergantung pula pada faktor bahan, ruang, peralatan dan
kontraktual.

Berdasarkan jenis tanah yang dipadatkan, kinerja umum beberapa jenis alat pemadat adalah
sebagai berikut:
• Mesin pemadat roda besi paling cocok untuk pemadatan batu pecah, kerikil dan pasir.
• Mesin pemadat roda karet cocok untuk pemadatan pasir bergradasi seragam dan tanah
kohesif (dipadatkan pada kadar air yang mendekati batas plastisnya).
• Mesin pemadat kaki kambing cocok untuk pemadatan tanah kohesif (dipadatkan pada
kadar air yang berkisar antara 7 sampai 12 persen di bawah batas plastisnya).
• Mesin pemadat getar cocok untuk memadatkan tanah berbutir (kerikil dan pasir).

Apabila tanah yang dipadatkan mempunyai kadar air yang rendah sehingga untuk
pemadatannya perlu ditambah air, maka penambahan air sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan tangki air yang dilengkapi batang penyemprot. Disamping itu, untuk
menghampar lapisan tanah yang akan dipadatkan perlu digunakan grader atau dozer.

Apabila kadar air tanah dasar tidak terlalu tinggi, maka untuk pemadatan lapisan yang cukup
tebal, dapat digunakan meşin pemadat roda karet berat (heavy pneumatic rollers). Sebelum
digunakan, kelayakan peralatan terlebih dulu perlu diperiksa/inspeksi.

11.6. Tebal lapisan dan jumlah lintasan


Tebai lapisan yang dipadatkan serta jumlah lintasan pemadatan sebaiknya ditentukan
berdasarkan percobaan pemadatan sebagaimana yang diuraikan pada buku Manual
Pekerjaan Tanah Dasar Untuk Pekerjaan Jalan. Tebai lapisan dan jumlah lintasan pemadatan
tergantung pada jenis alat pemadat dan jenis tanah. Untuk alat pemadat yang umum dan
tanah kohesif, tebai lapisan berkisar antara 10 sampai 20 cm, sedangkan jumlah lintasan
berkisar antara 4 sampai 8 lintasan.

Karena tebai lapisan dan jumlah lintasan pemadatan akan mempengaruhi prodük ahir, maka
hal tersebut harus dikendalikan, setidak-tidaknya melalui inspeksi.

11.7. Kadar air pemadatan


Kadar air tanah pada saat pemadatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi efisiensi
dan efektifitas pemadatan. Oleh karena itu, pemadatan harus dilakukan pada kadar di sekitar
kadar air optimum (±2% dari kadar air optimum), yang biasanya ditentukan di laboratorium
berdasarkan pengujian pemadatan ringan.

Pengendalian kadar air pemadatan yang paling baik adalah melalui pengujian kadar air, baik
pengujian standar maupun pengujian "tidak standar”, misal dibakar dengan minyak spirtus
85
atau "digoreng”. Pengujian kadar air dengan cara yang tidak standar, harus dilakukan dengan
hati-hati dan berdasarkan hasil kalibrasi terhadap hasil pengujian standar.
Cara lain yang sederhana untuk memastikan kadar air pemadatan adalah melalui "teknik
pengepalan". Pada pengujian tersebut, contoh tanah dikepal-kepal dan dirasakan, apakah
terlalu lembek atau terlalu keras. Tanah dipandang mempunyai kadar air pemadatan yang
tepat apabila pada saat dikepal-kepal, contoh tanah mudah dibentuk dengan tenaga yang
tidak terlalu kuat atau terlalu lemah. Frekwensi pemeriksaan kadar air pemadatan tergantung
pada kondisi lapangan, disamping tergantung pada frekwensi pengujian kepadatan.

11.8. Cara pemadatan


Apabila ditinjau dalam arah melintang, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat
pemadatan adalah posisi awal dan pergeseran atau perpindahan lintasan, kecepatan alat
serta tumpang-tindah (overlap) antara jejak-jejak roda.

Pemadatan biasanya diawali dari bagian tepi tanah dasar dan kemudian bergeser ke arah
sumbu jalan. Perpindahan lintasan harus dilakukan di bagian ujung seksi yang dipadatkan
dimana pembelokan alat harus dilakukan secara "halus", tidak boleh secara mendadak. Pada
saat memadatkan lajur pemadatan yang berikutnya, roda mesin pemadat harus menginjak
lajur terdahulu sekurang-kurangnya 25 cm. Kecepatan alat pada saat pemadatan biasanya
kira-kira harus sama dengan kecepatan orang yang berjalan kaki, yaitu sekitar 4-6 km/jam.

11.9. Kepadatan

Lapisan tanah dasar sampai kedalaman 30 cm di bawah permukaan biasanya disyaratkan


harus mempunyai kepadatan sekurang-kurangnya 100 persen berat isi kering maksimum
menurut pengujian pemadatan ringan (SNI 03-1742-1989), sedangkan pada kedalaman lebih
dari 30 cm di bawah permukaan, disyaratkan harus mempunyai kepadatan
sekurangkurangnya 95 persen berat isi kering maksimum menurut pengujian pemadatan
ringan. Karena tanah yang diuji kemungkinan sangat beragam, maka berat isi kering dan
kadar air acuan dapat ditentukan sesuai dengan yang diuraikan pada butir 7.7.8 Buku Manual
Pekerjaan Tanah Dasar Untuk Pekerjaan Jalan.

Untuk menentukan derajat kepadatan, pengujian yang diperlukan adalah pengujian berat isi
dan kadar air. Pengujian kadar air dilakukan dengan cara yang telah diuraikan pada Butir 1
1.2.3.3 di atas; sedangkan pengujian berat isi (basah) dapat dilakukan dengan salah satu cara
yang diuraikan pada butir 7.7 Buku Manual Pekerjaan Tanah Dasar Untuk Pekerjaan Jalan,
yaitu dengan metoda kerucut pasir (sand cone), tabung pemotong, balon dan nuklir. Untuk
menunjang pengendalian kepadatan (juga untuk mengetahui titik-titik lemah), dapat
dilakukan 'pengujian penggilasan" ("proof rolling"), biasanya dilakukan dengan menggunakan
mesin pemadat roda karet berat.

Jumlah titik pada suatu seksi dimana pengujian kepadatan harus dilakukan kadang-kadang
tidak dicantum secara tegas dalam Spesifikasi sehingga perlu ditentukan sesuai dengan
keperluan di lapangan. Meskipun jumlah titik pengujian pemadatan sangat tergantung pada
tingkat penting-tidaknya pekerjaan (makin penting pekerjaan, makin banyak jumlah titik
pengujian) namun untuk keperluan evaluasi/analisis, pengujian kepadatan sebaiknya
dilakukan pada sekurang-kurangnya 10 titik dimana setiap titik mewakili daerah yang luasnya
sekitar 1000 m 2 . Daerah yang akan diuji dapat ditetapkan berdasarkan luas produk per hari
atau volume tanah yang ditimbunkan per hari, sedangkan lokasi titik-titik pengujian
sebaiknya ditetapkan secara acak.

86
Disamping secara rata-rata harus memenuhi persyaratan kepadatan yang disebutkan di atas,
lapisan yang telah selesai dipadatkan juga harus memenuhi keseragaman kepadatan.
Keseragaman kepadatan dapat ditetapkan berdasar hasil analisis data pengujian, misalnya,
lapisan dipandang mempunyai keragaman kepadatan apabila hasil analisis menunjukkan
bahwa variasi (deviasi standar) berat isi tidak lebih dari 0,08 ton/m 3 untuk tanah berbutir
halus dan tidak lebih dari 0,16 ton/m 3 untuk tanah berbutir kasar. Keseragaman dapat
dinyatakan pula dengan koefisien keseragaman atau nilai individü hasil pengujian yang harus
dalam batas-batas tertentu. Aspek lain yang dipandang penting tentang keseragaman adalah
dalam kaitannya dengan "penerimaan” atau "penolakan” hasil pekerjaan.

Persyaratan kepadatan yang dtetapkan berdasarkan pengujian kepadatan di laboratorium


ada kemungkinan sulit dipenuhi atau untuk mencapainya memerlukan biaya yang tinggi
apabila digunakan peralatan dan cara yang normal. Untuk menghindari hal tersebut, maka
persyaratan kepadatan dapat diturunkan, meskipun perkerasan yang diperlukan sangat
mungkin menjadi lebih tebal.

Lapisan tanah dasar yang tidak memenuhi persyaratan kepadatan perlu digemburkan dan
dipadatkan kembali (jika diperlukan, dapat ditambah secukupnya) sampai keapadatannya
memenuhi persyaratan.

11.10. Kemiringan melintang dan kerataan permukaan


Permukaan tanah dasar yang telah dipadatkan biasanya harus dibentuk dan diratakan
sehingga mempunyai kemiringan melintang dan kerataan yang ditetapkan. Peralatan dalam
Spesifikasi yang biasa ditetapkan untuk mengukur kemiringan melintang dan kerataan adalah
mal (template) dan mistar 3-meter (salah satu bentuknya ditunjukkan pada Gambar 18 a).
Apabila mal tidak tersedia, maka sebagai alternatif, dapat digunakan "segi tiga mal”
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 18 b, meskipun hasil pengukurannya kemungkinan
tidak steliti hasil pengukuran dengan mal.

Persyaratan kerataan permukaan tanah dasar dapat dikaitkan dengan tebai perkerasan yang
akan dibangun. Apabila tebai perkerasan 25 cm atau lebih, maka perbedaan letak vertikal
titik terendah dan titik teritingga di bawah mistar 3-meter tidak boleh lebih dari 2 cm; apabila
tebai perkerasan kurang dari 25 cm, maka perbedaan tersebut tidak boleh lebih dari 1 cm.

Jumlah dan lokasi titik pemeriksaan kemiringan melintang dapat disesuaikan dengan jumlah
dan lokasi titik pemeriksaan kepadatan lapis terakhir.

a. Mistar 3-meter b. Segi tiga mal melintang


Gambar 18. Mistar 3-meter dan segi tiga pengukur kemiringan

11.11. Perlindungan tanah dasar

87
Tanah dasar, baik yang sudah selesai maupun yang masih dalam tahap pengerjaan, harus
dilindungi agar tidak mengalami kerusakan, baik oleh air (penyusutan, pemuaian, erosi)
maupun akibat lain, misal lalu-lintas pelaksanaan.
Salah satu cara untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh cuaca (terutama hujan) selama
pelaksanaan adalah menutupnya dengan lapisan yang kedap, meskipun cara tersebut
kemungkinan cukup mahal, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif kecil.
Bagian-bagian tanah dasar yang mengalami kerusakan, baik oleh cuaca maupun lalu-
lintas pelaksanaan, harus segera diperbaiki.

11.12. Tanah dasar pada galian tanah biasa


Permukaan tanah galian yang akan dijadikan tanah dasar harus dibentuk sehingga
mempunyai profil melintang dan memanjang yang sesuai dengan yang ditetapkan. Untuk
memungkinkan pemadatan, letak permukaan tanah pada daerah harus lebih tinggi dari letak
permukaan tanah dasar yang ditetapkan dalam gambar rencana.

Persyaratan yang lain untuk pekerjaan tanah dasar pada galian tanah biasa adalah sama
dengan persyaratan yang telah diuraikan di atas. Untuk mencapai kepadatan yang
ditetapkan, tanah galian ada kemungkinan perlu digemburkan dan kemudian dipadatkan
sehingga mencapai kepadatan yang disyaratkan. Kedalaman lapisan tanah asli yang
digemburkan tergantung pada ketentuan dalam spesifikasi atau menurut pengawas
pekerjaan. Apabila lapisan tanah sampai kedalaman 30 cm mempunyai kepadatan kurang
dari 100%, sedangkan lapisan dibawahnya telah mempunyai kepadatan sama dengan atau
lebih dari 95%, maka penggemburan cukup sampai kedalaman 30 cm.

Pada kasus dimana tanah asli adalah sedemikian rupa sehingga setelah dipadatkan
kepadatannya memenuhi persyaratan tetapi CBR-nya tidak sesuai dengan yang ditetapkan,
maka tanah tersebut sebaiknya dibuang dan diganti dengan tanah yang setelah dipadatkan,
kepadatan dan CBR-nya memenuhi persyaratan. Alternatif lain untuk mengatasi kasus
tersebut adalah dengan melakukan disain ulang tebal perkerasan berdasarkan CBR yang
sesuai.

Pembuangan dan penempatan kembali tanah galian yang tidak memenuhi syarat sebagai
tanah dasar dianggap sebagai pekerjaan galian biasa.

Lubang-lubang pada tanah dasar sebagai akibat pekerjaan pembersihan dan pengupasan
harus ditutup dengan tanah yang memenuhi persyaratan.

11.13. Tanah dasar pada galian batuan


Permukaan galian batuan yang akan menjadi tanah dasar harus dibentuk secara rapih
sehingga mempunyai profil melintang dan memanjang yang sesuai dengan gambar rencana.
Bongkah-bongkah lepas atau longgar yang terdapat pada permukaan galian harus dibuang
dan diganti dengan bahan granular yang memenuhi persyaratan. Pada permukaan galian
biasanya ditetapkan tidak boleh ada batuan yang menonjol lebih dari 4 cm.

11.14. Tanah dasar pada timbunan


Apabila merupakan bagian timbunan, tanah dasar harus disiapkan dan harus memenuhi
persyaratan sebagaimana yang diuraikan pada Butir 11.1.3 di atas. Apabila tanah di bawah
timbunan lunak, maka penanganan tanah tersebut dapat dilakukan sesuai dengan cara yang
diuraikan pada butir 6 Buku Manual Pekerjaan Tanah Dasar Untuk Pekerjaan Jalan.

88
11.15. Penetapan seksi disain
Sesuai dengan namanya, seksi-seksi disain biasanya ditetapkan (delineated) untuk keperluan
disain tebal perkerasan, yaitu sebelum pengambilan contoh, meskipun dalam beberapa kasus
dapat ditetapkan selama pengambilan contoh. Namun demikian, apabila pada saat
pelaksanaan pekerjaan tanah dasar ternyata diperlukan disain ulang tebal perkerasan, maka
penetapan seksi disain perlu dilakukan pada tahap tersebut.

Seksi-seksi ditetapkan berdasarkan kondisi geologi, pedologi dan drainase alam. Meskipun
semua metoda disain, terlepas dari tingkat kerinciannya, memungkinkan untuk menetapkan
nilai disain spesifik untuk kondisi tanah dan cuaca tertentu, namun diketahui bahwa tanah
bukanlah bahan yang seragam dimana hasil pengujian mungkin menunjukkan nilai yang
sangat bervariasi. Perlu diingat bahwa variabilitas merupakan penomena alam yang
tergantung pada banyak faktor, termasuk karakteristik tanah di lapangan, metoda
pengambilan contoh dan pengujian serta faktor-faktor Iain.

Telah diketahui bahwa penetapan seksi-seksi disain harus didasarkan pada pertimbangan
geologi dan cuaca setempat. Lebih jauh, sejauh menyangkut disain perkerasan, faktor
topografi (terutama kelandaian tanah) mempunyai pengaruh yang besar dalam penetapan
seksi-seksi disain. Agar dapat diperoleh hasil yang memadai, diperlukan pembedaan antara
tanah residual (tanah yang berasal dari batuan setempat) dan tanah pindahan (misal,
endapan glasial, endapan aluvial).

Untuk tanah residual, deskripsi geologi lebih baik daripada deskripsi pedologi; sedangkan
untuk tanah pindahan, lebih baik hal sebaliknya. Untuk membantu penentuan seksi-seski
disain, dapat digunakan foto udara.

Meskipun untuk kasus yang sederhana (misal hanya berdasarkan nilai CBR yang realtif
seragam) seksi-seksi disain dapat diamati dari data yang disajikan dalam grafik, namun
apabila data yang ada sangat bervariasi, maka penetapan seksi disain akan lebih mudah
apabila dilakukan dengan mengamati grafik yang dibuat berdasarkan hasil analisis data
sebagaimana yang ditunjukan dengan contoh pada Tabel 18 dan Gambar 19. Pada Gambar
19, seksi-seksi disain ditunjukkan dengan bagian-bagian grafik yang lurus (terdapat dua seksi
disain berdasarkan nilai CBR).

Tabel 18. Contoh urutan penentuan seksi disain

Keterangan .
89
Kolom 4 = selisih jarak pada Kolom 2, kecuali untuk baris pertama.
Kolom 5= rata-rata dua baris berurutan pada Kolom 3, kecuali untuk baris pertama.
Kolom 6 = hasil perkalian Kolom 4 dengan Kolom 5.
F = hasil bagi baris terahir Kolom 7 dengan baris terahir Kolom 2.

PATOK JARAK (km)


Gambar 19. Contoh seksi disain

11.16. Profil tanah dan jalan


Persoalan variabilitas menjadi lebih besar dengan adanya kenyataan bahwa tanah tidak
hanya heterogin dalam arah horizontal saja, tapi juga dalam arah vertikal. Perkembangan
horizon akibat pelapukan (weathering), umumnya mengakibatkan (sejauh menyangkut jalan
raya dan landasan) terjadinya tiga horizon sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 20.

Untuk memastikan adanya perkembangan horizon, maka pengambilan contoh harus


dilakukan dengan sangat hati-hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pengujian pada
horizon "C" merupakan parameter (predictor) yang paling baik bagi kinerja tanah dasar
setelah dibangun. Penekanan utama hendaknya diberikan pada saat pengambilan contoh
pada horizon "C", kecuali pada situasi dimana profil jalan digali melalui horizon paling atas.

Pada Gambar 21 ditunjukkan contoh profil jalan tipikal pada daerah batuan (bedrock). Pada
daerah tersebut, tanah dasar biasanya dibangun dari bahan pilihan yang diperoleh dari
daerah galian atau dari sumber Iain. Perlu diperhatikan bahwa pada daerah batuan, karakter
tanah dasar dimana perkerasan akan dibangun, mungkin sama atau mungkin juga tidak sama
dengan karakter tanah asli di bawah perkerasan yang diambil contohnya. Oleh karena itu,
pada hampir semua kasus perlu digunakan bahan pilihan.

90
Gambar 20. Contoh profil tanah

Gambar 21. Sketsa disain tanah dasar pada daerah batuan

11.17. Penentuan CBR tanah dasar untuk disain


- Penentuan CBR tanah yang terdiri atas beberapa lapis
Apabila tanah dasar terdiri atas beberapa lapisan yang mempunyai CBR yang berbeda dan
makin menurun, maka CBR pada suatu titik harus merupakan CBR yang mewakili tebal 1
meter yang dihitung menurut persamaan sebagai berikut (Sumber: JRA, 1989):

CBRm = CBR untuk lapisan yang tebalnya 1 m


h1 h2 h n = tebal lapis pertama, ke dua dan ke n (h 1+ h2+ hn+ =100
cm)
CBR1, CBR2, CBRn = CBR lapis pertama, ke dua dan ke n

Apabila tanah dasar terdiri atas tanah pengganti atau hasil stablisasi, maka tebal efektif tanah
dasar adalah tebal total dikurangi 20 cm (hn). Dalam hal tersebut, hn merupakan lapis
terbawah tanah dasar hasil perbaikan yang harus dipandang mempunyai CBR yang sama
dengan CBR tanah yang diganti.

91
11.18. Penentuan CBR pada suatu seksi
Apabila beberapa hasil pengujian CBR yang diperoleh dari suatu seksi digunakan dalam disain
tebal perkerasan, maka tebal yang dihasilkan akan tergantung pada nilai CBR yang dipilih.
Perkerasan akan terlalu tebal (overdesign) apabila CBR yang dipilih adalah CBR minimum dan
sebaliknya apabila CBR yang dipilih adalah CBR maksimum. Setengah seksi akan terlalu tebal
dan setengah seksi akan terlalu tipis apabila CBR yang digunakan adalah CBR rata-rata.
Hasil anlisis biaya termurah (least-cost analysis) menunjukkan bahwa nilai optimum disain
tergantung pada gabungan antara variabilitas tanah dasar dan volume lalu-lintas. Pada
Gambar 22 ditunjukkan kurva persentil hasil pengujian untuk disain paling murah sebagai
fungsi variabilitas (koefisien variasi) tanah, lalu-lintas dan harga satuan struktur perkerasan.
Sebagai pedoman umum dan apabila tidak ada data yang rinci, persentil ke 90 sampai 80
hasil pengujian dipandang memberikan disain yang optimum, sepanjang menyangkut biaya
perkerasan dan koefisien variasi (CV) sama dengan 30 persen. Yang dimaksud biaya dalam hal
ini adalah biaya pembanguan awal dan biaya pemeliharaan untuk memperbaiki bagianbagian
perkerasan yang lemah sebagaj akjbat ditetapkannya kekuatan yang tinggi.
Rasio biaya (CR) yang ditunjukkan pada Gambar 22 menyatakan satuan biaya pemeliharaan
perkerasan setempat-setempat dibandingkan dengan satuan biaya pembangunan awal;
misal, apabila satuan biaya pembangunan perkerasan adalah Rp 100.000 per meter persegi
dan satuan biaya penambalan adalah Rp 200.000 per meter persegi, maka CR adalah 2.
Untuk berbagai kelas jalan, perkiraan nilai CR ditunjukkan pada Tabel 19.
Contoh
Misalkan CBR tanah pada suatu daerah adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 20.
Tugas pertama yang harus dilakukan oleh perencana adalah menetapkan CBR untuk disain.

Berdasarkan data pada Tabel 20, diperoleh:

• CBR rata-rata
• Deviasi standar
• Koefisien variasi

Data pada Tabel 20 selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 23.

Memperhatikan kurva-kurva di bagian tengah Gambar 22, untuk CR 5 dan kurva lalu-lintas
nomor 5 dan 6, persentil yang digunakan adalah 90 persen sehingga diperoleh CBR disain
sama dengan 4%. Untuk lalu-lintas yang lebih rendah (misal 10 3 EAL), nilai persentil adalah 50
persen (CBR disain sama dengan 6%. Dengan menggunakan kriteria tersebut, terlihat bahwa
CBR disain tergantung pada lalu-lintas serta varian hasil pengujian, atau, sensitifitas kekuatan
tanah dasar makin meningkat sesuai dengan makin meningkatnya lalu-lintas. Untuk jalan
yang melayani lalu-lintas rendah, CBR menjadi kurang sensitif.

11.18. Estimasi nilai CBR


Keterbatasan waktu dan biaya seringkali menghambat penyelidikan yang ekstensif tentang
kekuatan tanah dasar. Oleh karena itu, hubungan antara CBR dengan data kelasifikasi tanah
dapat dimanfaatkan untuk estimasi CBR. Pada Tabel 10.4 telah ditunjukkan rentang tipikal
CBR sebagai fungsi daripada jenis tanah menurut Unified Classification System. CBR yang
ditunjukkan pada tabel hendaknya dipandang sebagai perkiraan saja, karena nilai-nilai
tersebut didasarkan pada korelasi dengan sifat-sifat lain; dengan perkataan lain,
penyimpangan korelasi dapat terjadi pada kasus spesifik. Namun demikian, untuk beberapa
92
kasus rutin (terutama untuk jalan yang melayani lalu-lintas sangat rendah), estimasi kekuatan
melalui korelasi dapat dibenarkan.

Tabel 19. Rentang CR untuk beberapa kelas jalan (Sumber: Yoder, 1975)

1) Misal dekat daerah kota di mana detur mudah disediakan


2) Situasi dimana penyediaan jalan alternatif (detours) mungkin sulit
3) Lokasi dimana jalan terletak jauh dari fasilitas pemeliharaan

TANAH SERAGAM YANG TANAH PINDAHAN DAN RESIDUAL YANG


DIPINDAHKAN OLEH TIDAK DAPAT DIBEDAKAN
ANGIN DAN AIR

TANAH DASAR PADA


TANAH DASAR DIRENDAM
KADAR AIR OPTIMUM

CV = 10% CV = 30% CV = 50%

100 90 80 70 60 50 100 90 80 70 60 50 100 90 80 70 60 50


PERSENTIL HASIL PENGUJIAN

Gambar 22. Nilai persentil hasil pengujian untuk disain paling murah
(Sumber: Yoder, 1975)

93
Tabel 20. llustrasi untuk menentukan CBR an mewakili
JUMLAH CBR YANG SAMA PERSENTIL CBR YANG
cBR (%) ATAU LEBIH BESAR SAMA ATAU LEBIH BESAR

3 10 10/10*100 =100
4 9 9/10*100 = 90
4
5 7 7110*100 = 70
5
6 5 5/10*100 = 50
7 4 4/10*100 = 40
8 3 3/10*100 = 30
8
9 1 1/10*100 = 1

Gambar 23. Persentil CBR sebagai ilustrasi

11.19. Perapihan
Perapihan merupakan suatu rangkaian operasi akhir dalam penyiapan tanah adsar, yang
dilakukan setelah semua pekerjaan drainase dan struktur Iain selesai dan diurug kembali.
Pekerjaan tersebut mencakup pengupasan (trimming) permukaan tanah dasar sehingga
mempunyai alinyemen, elevasi dan potongan melintang yang sesuai dengan yang
direncanakan atau tanda yang dibubuhkan pada patok. Untuk mendapatkan permukaan sesuai
dengan yang direncanakan, perapihan dapat mencakup pula pengurugan bagianbagian
94
permukaan yang rendah dan kemudian memadatkannya. Meskipun peralatan paling umum
digunakan untuk perapihan adalah grader, namun kadang-kadang nakan juga dozer atau
scraper.

Ada kemungkinan pada perapihan diperlukan juga pekerjaan Iain untuk mendapatkan tanah
dasar yang secara struktural benar-benar memenuhi persyaratan, termasuk penggemburan
dan pemadatan kembali bagian-bagian yang lemah. Kadang-kadang spesifikasi menetapkan
bahwa tanah pada daerah galian harus digemburkan dan dipadatkan kembati. Meskipun
persyaratan kepadatan pada daerah galian dan timbunan pada dasarnya sama dengan
persyaratan kepadatan timbunan normal, namun ada kecenderungan bahwa tanah pada
daerah galian dan bagian atas timbunan dituntut mempunyai kepadatan yang Iebih tinggi. bila
persyaratan tersebut diterapkan, maka tebal lapisan yang harus digemburkan, dipadatkan dan
dibentuk kembali umumnya berkisar antara 20 sampai 30 cm.

Tanah dasar yang sudah dirapihkan harus dipelihara secara terus menerus sampai lapisan di
atasnya, jika ada, dipasang, atau sampai waktu penyerahan. Untuk metindungi tanah dasar,
sistem drainase harus dijaga agar berfungsi efektif.

12. Perencanaan pekerjaan tanah (planning of earthworks)


12.1 Umum

Pekerjaan tanah merupakan proses dimana tanah permukaan digali dan diangkut ke tempat
Iain serta selanjutnya dipadatkan.

Sejak jaman pra sejarah, manusia telah melakukan pekerjaan tanah dalam rangka
memperbaiki kondisi lingkungannya. Beberapa penemuan menunjukkan bahwa pekerjaan
tanah paling tua telah dilakukan di Timur Tengah dan Timur Jauh; diantaranya adalah
ditemuinya waduk irigasi Raja Mendes yang dibangun kira-kira tahun 1300 SM dan saluran air
di Iran yang dibangun kira-kira tahun 2800 SM.

Pekerjaan tanah terus dilakukan dengan menggunakan peralatan manual dan perlatan mekanis
sederhana sampai dikembangkan mesin bertenaga uap pada pertengahan abad sembilan
belas. Penggunaan mesin berbahan bakar, tenaga listrik, dan yang paling akhir, tenaga hidrolis,
telah meningkatkan keragaman peralatan pekerjaan tanah dan pemadatan yang secara umum
telah terjadi peningkatan ukuran, kapasitas dan efisiensi peralatan, yaitu dalam rangka
memenuhi tuntutan produktifitas. Di Sisi Iain, telah dikembangkan pula peralatan berukuran
kecil untuk keperluan khusus, misal mesin penggali kecil (miniexavators), yang digunakan di
lokasi-lokasi yang tidak memungkinkan digunakan peralatan berukuran normal.

Peralatan modern telah biasa digunakan di negara berkembang seperti Inggris, dimana upah
buruh relatif tinggi. Namun demikian, di negara sedang berkembang seperti Cina dan
beberapa negara di Afrika, tenaga buruh masih sering digunakan. Pada pembangunan North
Kiangsu Canal, 70 juta meter kubik pekerjaan tanah dapat diselesaikan dengan tenaga buruh
dalam waktu 80 hari, tanpa bantuan alat mekanis.

Pekerjaan tanah biasanya dilakukan pada tahap awal proyek pembangunan dan merupakan
pekerjaan pendahuluan untuk pekerjaan utama yang lebih mahal. Penyelesaian pekerjaan
tanah dalam waktu yang ditetapkan sering merupakan kunci untuk penyelesaian seluruh
proyek tepat pada waktunya, karena biasanya sulit menghindarkan kehilangan waktu pada
tahap-tahap awal.

95
Keberhasilan penyelesaian pekerjaan tanah sering tergantung pada perencana yang melakukan
penyelidikan lapangan untuk menyiapkan disain design) dan rencana (planning) yang memadai
dan praktis, serta tergantung pada kontraktor dalam memilih peralatan yang sesuai dengan
keadaan lapangan dan dalam efisiensi penggunaannya.

Sehubungan dengan hal di atas maka perencanaan (planning) perlu dilakukan, baik pada tahap
pelelangan ataupun pelaksanaan. Pada tahap pelelangan, perencanaan terutama dimaksudkan
untuk mengestimasikan volume dan biaya pekerjaan serta menyusun jadwal kegiatan;
sedangkan pada tahap pelaksanaan, tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan jenis
jumlah peralatan yang dibutuhkan serta untuk membantu manajemen dalam pengendalian
selama pelaksanaan.

Sehubungan dengan hal di atas, maka tujuan utama perencanaan pekerjaan tanah adalah
menganalisis pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menentukan jenis dan jumlah peralatan
yang paling sesuai. Berdasarkan kedua hal tersebut selanjutnya dapat dihitung besarnya biaya
yang diperlukan.

Karena tidak ada dua proyek Yang persis sama, maka untuk setiap proyek perlu dilakukan
analisis pekerjaan, penentuan jenis alat yang perlu digunakan dan kemampuan produksi
peralatan (Yang mungkin jauh berbeda antara satu proyek dengan proyek yang Iain).

12.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan dan pelaksanaan pemindahan


tanah
Beberapa faktor utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan pekerjaan tanah dan
selanjutnya pemilihan jenis peralatan adalah:

l) Faktor bahan (material factors)

Karakteristik tanah yang terdapat di lokasi pekerjaan akan mempengaruhi metoda


penggalian dan pengangkutan. Oleh karena itu, karakteristik dan distribusi lapis
penutup (topsoil), lapisan tanah dan batuan (baik untuk keperluan kontrak ataupun
teknis) hendaknya dikaji berdasarkan laporan hasil penyelidikan atau laporan dari
sumber lain. Selanjutnya, dilakukan identifikasi setiap jenis tanah untuk menentukan
dapat-tidaknya tanah tersebut dapat digunakan atau dibuang.

Tanah penutup umumnya diperlakukan berbeda dari tanah yang lain, karena bagian
tersebut perlu dipertahankan untuk keperluan lanskap setelah pekerjaan selesai, atau
untuk keperluan lain.

Tanah kohesif lunak atau yang terdiri atas butiran lepas umumnya dapat digali tanpa
bantuan rippers, peledakan atau peralatan pneumatik; sedangkan tanah kohesif yang
agak keras atau tanah berbutir kasar atau padat mungkin bersifat seperti batuan lunak
dan penggaliannya perlu dibantu dengan rippers atau peralatan pneumatik, terutama
apabila volumenya relatif kecil.

Pengertian batuan dari segi teknis mungkin berbeda dengan pengertian batuan dari
segi ketentuan untuk keperluan pembayaran. Batuan lemah, misal batu lempung
(siltstone), padas (mudstone) dan tanah kapur (chalk), serta batuan yang mempunyai
beberapa patahan, misal slit (slate) dan batu pasir (sandstone), mungkin dapat digali
dengan menggunakan ripper. Batuan yang lebih keras, misal dolerit (dolerite) dan granit

96
(granite), serta batuan yang mempunyai patahan tidak beraturan, misal limestones dan
sandstone, umumnya perlu diledakkan.

Untuk menentukan perlu-tidaknya peledakan, cara yang terbaik adalah berdasarkan


pengalaman, meskipun dapat juga pada hasil pengujian seismik. Batu pasir bersifat
silika (siliceous sansdstone) dan quartzite mungkin mempunyai sifat seperti ampelas
sehingga dengan mudah dapat mengauskan mata bor dan gigi ripper.

Berat isi tanah yang harus digali akan mempengaruhi volume bahan yang dapat digali
dan diangkut serta kecepatan pemuatan. Disamping itu, faktor pengembangan tanah
akan mempengaruhi jumlah alat angkutan.

Kondisi air tanah di lokasi penggalian akan mempengaruhi jenis dan produktifitas
peralatan, terutama apabila menyangkut tanah berbutir, misal pasir atau kerikil. Dalam
mengidentifikasi kondisi air tanah, perlu dibedakan antara permukaan air lokal dengan
permukaan air umum serta selanjutnya perlu diperkirakan aliran air yang mungkin
terjadi. Apabila ada kemungkinan akan terjadi aliran yang besar, maka perlu
dipersiapkan cara pengeringan, meskipun penggalian di sungai, terusan, atau pada
penambangan bahan, dapat dilakukan dengan draglines, back-acters atau grabs.

Karakteristik tanah atau batuan di lokasi kerja dan di sepanjang jalan kerja perlu dikaji,
karena hal tersebut akan mempengaruhi pemilihan jenis dan pengoperasian alat yang
akan digunakan pada penggalian dan pengangkutan. Karakteristik tanah yang perlu
diperhatikan adalah daya dukung, efisiensi tarik (tractive effieciency) dan tahanan putar
(rolling resistance). Pada Tabel 21 ditunjukkan faktor tahanan putar berbagai kondisi
permukaan tanah.

Tabel 21. Tahanan putar (rolling resistance) berbagai kondisi permukaan


(Sumber: Horner, 1988)
FAKTOR TAHANAN
PUTAR
KONDISI PERMUKAAN
KELANDAIAN
kg/ton
EKIVALEN
• Keras (hard), halus, permukaan distabilasi, tidak
20 2%
ada bekas roda, terpelihara baik
• Kokoh-halus (firm smooth), permukaan
bergelombang & agak berlumpur, agak melendut 32,5
akibat beban, dipeliharaa secara periodik
Tertutup salju padat 25 3%

• Tertutup salju lepas 45 4,5%


• Berlumpur, beralur, melendut akibat beban, 50 5%
pemeliharaan kurang, 25-50 mm jejak
roda 75
Berlumpur, beralur, lemah, tidak terpelihara,
100150 mm jejak roda 100
100-200 7,5%
Pasir/kerikil lepas
Berlumpur lembek, beralur, tidak terpelihara 10-20%
*Tahanan putar adalah gaya yang harus dilawan agar roda dapat berputar dan bergerak.
Tahanan putar = faktor tahanan putar x berat total alat

97
2) Kemudahan penggalian tanah (excavability of materials)

Kemudahan penggalian merupakan parameter yang menunjukkan kemudahan relatif


tanah untuk digali dan dikaitkan dengan sifat-sifat tanah serta jenis dan ukuran
peralatan.

Sebagian alat berat umumnya beroperasi dengan cara menarik, mendorong atau
menekan unit pemotong, baik untuk mengemburkan ataupun memungut tanah. Agar
penggalian dapat dilakukan, maka unit pemotong harus dapat menembus tanah.
Tahanan penetrasi awalnya disumbangkan oleh tahanan geser tanah/batuan yang
dinyatakan dengan kohesi, kekuatan gesek atau daya lekat (cemented -strength). Batuan
masif (cobbles, boulders) atau masa lain cenderung mempunyai tahanan penetrasi yang
besar; sedangkan batuan yang rnengandung patahan mempunyai tahanan penetrasi
lebih rendah. Setelah menembus tanah/batuan, unit penggali ditahan oleh tahanan
gesek antara dinding unit pemotong dengan tanah serta oleh berat tanah yang digali.
Oleh karena itu, daya gali alat sangat dipengaruhi oleh ketahanan penetrasi tanah, yang
tergantung pada kekuatan geser tanah.

Berdasarkan kemudahan penggaliannya, tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas


sebagai berikut:
Tanah mudah digali - contoh, lempung lunak sampai sedang, pasir dan kerikil
sangat lepas sampai kepadatan sedang.
Tanah sulit digali - contoh, lempung kokoh sampai keras, pasir dan kerikil padat
sampai sangat padat.
Batuan - misal; batu kapur, granit, dolerit.
Kemudahan relatif penggalian tergantung pula pada kekuatan/tenaga yang dimiliki
alat berat; sampai batas tertentu, makin besar tenaga alat berat, makin besar pula
kemampuannya untuk menggali.

Faktor lain yang mempengaruhi daya gali alat berat adalah lokasi dan kemudahan tanah
untuk diakses. Contoh, motor scraper (menggali tanah yang ada di bawah badannya)
dapat beroperasi dengan baik, apabila tanah yang digali mempunyai jarak yang cukup,
kekuatan terbatas serta mempunyai permukaan yang relatif datar; forward loaders dan
face shovels biasanya beroperasi dengan baik apabila menggali tanah yang letaknya
lebih tinggi (pada tebjng) daripada lantai kerja, sedangkan dragline beroperasi dengan
baik apabila menggali pada jarak sekitar 20 m dan letaknya lebih rendah daripada lantai
kerja.

Kemudahan penggalian batuan lebih sulit ditentukan daripada kemudahan penggalian


tanah. Disamping itu, biaya penggalian batuan dapat berpengaruh besar terhadap biaya
seluruh pekerjaan.

Dalam kontrak kerja, batuan dapat didefinisikan dalam berbagai cara dimana salah satu
definisinya yang paling umum adalah bahan yang,
a. terdapat pada horizon geologi spesifik, misal, Carboniferious Limestone, Dolorit,
dan/atau
b. mempunyai kekuatan minimum, yang biasanya dinyatakan dalam kuat tekan bebas
(unconfined compressive strength) atau kuat beban titik (point load strength),
dan/atau
c. mempunyai ukuran lebih besar dari ukuran tertentu, misal, bongkahan (boluders)
berukuran di atas 0,2 m 3 , dan/atau
98
d. untuk menggalinya diperlukan alat khusus, misal wedges, rippers, blasting atau
pneumatic tools yang disetujui.

Dengan demikian, pengertian batuan dalam kontrak mungkin sama atau tidak sama
dengan pengertian batuan menurut isitilah geotogi atau teknis. Oleh karena itu, dalam
perencanaan, penghitungan biaya atau pelaksanaan, proporsi batuan menurut kontrak
perlu benar-benar dikaji. Hal tersebut dimaksudkan agar batuan menurut kontrak dapat
diterjemahkan menjadi batuan untuk keperluan teknis.

Secara teknis, penggalian batuan perlu dilakukan dengan penggarukan (ripping) atau
peledakan, atau dengan menggunakan peratatan pneumatik atau hidrotis, dimana
teknikteknik tersebut memerlukan biaya yang lebih besar daripada teknik-teknik untuk
tanah.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kemudahan penggalian batuan adalah
kekuatan (intact mass strength) serta spasi, arentasi dan kekasaran patahan
(disconftinuities) yang terdapat pada batuan. Beberapa jenis batuan silika, misal batu
pasir dan quartzite, mudah mengauskan unit penggali atau roda peralatan, sehingga
akan mengakibatkan pengeluaran biaya yang cukup besar.

Daya gali ripper akan makin menurun sejalan dengan makin meningkatnya kekerasan
batuan dan bertambah besarnya jarak antara patahan. Pada penggalian dangkal
(sampai kedataman 20 m) untuk jenis batuan tertentu, kemudahan penggarukan makin
menurun sesuai dengan kedalaman, karena pada kedalaman yang lebih besar, batuan
mengalami pelapukan yang lebih ringan.

Penilaian kemudahan penggarukan (atau perlu-tidaknya peledakan) dapat dilakukan


berdasarkan sifat-sifat batuan, atau berdasarkan hubungan antara kecepatan
gelombang seismik dengan kemudahan penggarukan. Contoh hubungan tersebut
ditunjukkan pada Gambar 21.

3) Pengembangan dan penyusutan (bulking and shrinkage)


Dengan penggalian, tanah akan menjadi lepas-lepas sehingga volumenya menjadi besar.
Oleh karena itu, satu meter kubik tanah asli, pada saat diangkut akan menjadi lebih dari
satu meter kubik. Hal tersebut perlu dipertimbangkan dalam menentukan jumlah alat
dan biaya yang diperlukan untuk pengangkutan. Pada Tabel 22 ditunjukkan nilai tipikal
berat isi asli beberapa jenis tanah serta faktor pengembangannya setelah digali
(gembur).

Setelah ditimbunkan, dan selama pemadatan, terjadi proses yang sebaliknya dimana
tanah menjadi lebih padat atau volumenya menjadi lebih kecil. Setelah selesai
pemadatan, pada tanah akan terjadi pengembangan bersih (net bulk-up) atau
penyusutan bersih (net shrinkage) yang besarnya tergantung pada sifat tanah dan
tingkat kepadatan yang dicapai. Hal tersebut perlu dibedakan dengan kehilangan tanah
yang terjadi pada saat pembuatan jalan kerja, kelebihan penimbunan, tanah yang
dibuang karena terkontaminasi oleh hujan, yang besarnya sekitar 10-15% (meskipun
umumnya 5% dianggap sebagai nilai tipikal). Perigembangan bersih sebagian besar
tanah dan batuan lunak berkisar antara 0 sampai 10% dan antara 5 sampai 20% untuk
batuan yang lebih keras. Apabila air keluar dari tanah atau struktur tanah terganggu,
atau apabila butir-butir tanah tersusun menjadi lebih padat, maka akan pada tanah
terjadi penyusutan bersih. Jenis tanah yang biasanya menunjukkan penyusutan bersih
adalah chalk (0-15%) dan pasir (0-10%).
99
100
2 4

KECEPATAN GELOMBANG SEISMIK (103 m/det)


KECEPATAN GELOMBANG SEISMIK (103 ft/det)

Gambar 24. Ripper performance chart for Caterpilar D9H dozer with
multisingle shank 9D ripper (Sumber. Horner, 1988)

101
Tabel 22. Berat isi tipikal tanah asli dan faktor pengembangan
(Sumber: Horner, 1988)

4) Faktor topografi dan lingkungan (topographical and environmental factors)

Topografi mempengaruhi pekerjaan tanah dalam berbagai hall diantaranya:


Cara penggalian
Produktifitas
Kecepatan alat pada saat pengangkutan
Aksesibilitas peralatan, baik ke sebagian atau ke se[uruh daerah penggaljan

Disamping itu, topografi akan mempengaruhi pula Iokasi kantor lapangan,


penyimpanan persediaan dan pembuangan. Kantor proyek sebaiknya terletak pada
daerah datar dan terbuka; sedangkan tempat pembuangan dapat dipilih di lembah,
cekungan atau lokasi penambangan bahan yang sudah tidak terpakai.

Faktor utama lingkungan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah kebisingan dan
vibrasi yang ditimbulkan oleh peralatan atau jam kerja dan penggunaan jalan umum.
Dalam lingkungan tertentu, mungkin terdapat suatu lokasi yang terlarang untuk
dimasuki.
102
Kondisi cuaca pada suatu daerah kerja mungkin merupakan faktor yang penting juga.
Keseimbangan antara curah hujan dan penguapan dapat mempengaruhi bisatidaknya tanah
dilewati peralatan. Hujan cenderung melunakkan tanah sehingga menurunkan daya dukung
terhadap peralatan dan selanjutnya mempengaruhi bisatidaknya tanah dilewati peralatan.
Disamping itu, hujan dapat mengakibatkan tanah yang sedang dipadatkan mempunyai kadar
air yang berlebihan. Faktor-faktor tersebut ada kemungkinan mengakibatkan pekerjaan harus
dihentikan, atau setidak-tidaknya dapat menurunkan produktifitas. Pengaruh hujan terhadap
tanah dan peralatan tidak sama. Lempung, tanah berbutir halus dan batuan lemah yang terdiri
atas butir-butir halus lebih mudah dipengaruhi hujan daripada tanah berbutir kasar atau
batuan keras. Kinerja dump trucks lebih mudah dipengaruhi hujan daripada scrapers. Salju
dapat menurunkan produktifitas penggalian dan dapat menghambat pemadatan.

Antara beberapa negara, periode/waktu produktif dalam satu tahun tidak selalu sama.
Kehilangan produktifitas minimum akan terjadi di negara yang mempunyai curah hujan
rendah, penguapan tinggi dan jumlah hari bersalju sedikit; sedangkan kehilangan
produktifitas yang tinggi dapat terjadi di negara-negara yang curah hujannya tinggi.

5) Faktor setempat atau ruang (spatial factors)

Faktor ruang mempunyai pengaruh yang besar terhadap jenis dan jumlah peralatan
yang akan digunakan serta terhadap durasi pekerjaan, dan selanjutnya terhadap biaya
pekerjaan. Faktor ruang yang utama menyangkut volume berbagai jenis bahan yang
harus digali dan diangkut, jarak angkut serta durasi dan ketepatan waktu pelaksanaan.

Pada daerah kerja yang kecil dimana hanya dapat diunakan peralatan yang terbatas,
jarak angkut mungkin merupakan faktor yang pengaruhnya kecil terhadap seluruh
pekerjaan, sedangkan ketepatan waktu penyelesaian mungkin merupakan faktor
penting. Apabila tanah yang volumenya besar harus digali dan diangkut ke lokasi yang
jaraknya berbeda, maka volume tersebut dan hubungannya dengan jarak angkut
seringkali merupakan faktor penting dalam pemilihan alat. Pada Gambar 22 ditunjukkan
diagram yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan metoda terbaik
dalam penggalian dan pengangkutan tanah.

6) Faktor peralatan (plant factors)

Dalam rangka menentukan jenis peralatan yang akan digunakan, maka perlu dilakukan
analisis pekerjaan sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Apabila produktifitas
berbagai alat dan kombinasinya atau tim telah dihitung, maka selanjutnya dapat
ditentukan jumlah tim dan biaya pekerjaan tanah. Produktifitas alat dapat dihitung
berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh pembuat alat atau berdasarkan
pengalaman yang ditunjang dengan data lapangan.

7) Faktor lain (other factors)

Berbagai batasan kontraktual atau legal mungkin berlaku juga pada pekerjaan tanah.
Hal tersebut dapat mencakup batasan terhadap peralatan yang dapat digunakan atau
terhadap jam kerja. Contoh kasus pertama berlaku pada penggalian kapur (chalk) atau
batuan lemah dimana spesifikasi menetapkan bahwa peralatan yang boleh digunakan
hanyalah peralatan yang tidak merusak bahan yang digali dan penggunaan elevating
scrapers harus benar-benar dihindarkan.

103
12.3. Jenis peralatan untuk pekerjaan tanah
Dewasa ini terdapat berbagai jenis dan ukuran alat berat yang digunakan pada pemindahan
tanah. Beberapa jenis diantaranya dikembangkan khusus untuk keperluan industri konstruksi,
sedangkan jenis lain dikembangkan khusus untuk penambangan (mining) dan pengambilan
bahan (quarrying). Dengan makin banyaknya negara pembuat alat, maka makin banyak pula
jenis alat yang dapat dipilih.

Dalam praktek, para pengguna alat umumnya cenderung memilih peralatan yang dipasok oleh
beberapa perusahaan tertentu saja, yaitu dalam rangka menstandarkan peralatan serta
menekan biaya pemeliharaan.

Peralatan untuk pemindahan tanah dapat dikelompokkan menurut beberapa cara. Salah satu
cara tersebut adalah berdasarkan fungsi utamanya, yaitu:
▪ Peralatan yang hanya berfungsi untuk mengangkut dan mengurug.
▪ Peralatan yang hanya berfungsi untuk penggalian saja.
▪ Peralatan yang dapat berfungsi untuk menggali dan memuat.
▪ Peralatan yang berfungsi untuk menggali, memuat dan mengurug.
Berdasarkan pengelompokan di atas, pada Tabel 23 ditunjukkan jenis-jenis peralatan yang
umumnya digunakan pada pemindahan tanah untuk keperluan industri konstruksi.

Cara lain untuk mengelompokkan peralatan adalah menurut mobilitasnya, yaitu peralatan
diam (statis), contoh, face shovel, back-hoe, dragline serta peralatan bergerak, contoh
bulldozer, loader, scraper, grader, trencher.

Apabila tabel dan gambar pada butir ini tidak disebutkan sumbernya, maka tabel dan gambar
tersebut bersumber dari "Horner" (1988).

Tabel 23. Jenis peralatan menurut fungsinya


PENGGALIAN PENGGALIAN & PE-MUATAN
Rippers • Dragline
• Scarifiers & rooters • Face shovels
• Drill and blast • Fotward loaders
• Impact hammers • Grab
• Hydraulic breakers Back-hoe
• Graders • Bucket wheel excavators
• Skimmers
PENGGALIAN, PEMUATAN,
PENGANGKUTAN &
PENGANGKUTAN
PENGURUGAN
PENGURUGAN
• Dumpers • Dozers
• Dump trucks • Tarctor drawn scrapers
• Lorries • Motor scrapers
• Conve ors • Dregers
50000

GALIAN (m3)

104
a. Diagram profil masa

-200008000
b. Diagram angkutan masa

VOLUME TANAH
SEGMEN (m- VOLUME m
m) GALIAN TIMBUNAN
0 - 1000 25.000 -
1000 - 2000 40.000 -
2000 3000 20.000 -
3000 - 4000 - 50.000
4000 - 5000 - 40.000
5000 - 6000 - 15.000
6000 - 7000 50.000 -
7000 - 8000 - 10.000
TOTAL 135.000 115.000

Gambar 25. Diagram sebagai pedoman untuk menentukan metoda


penggalian dan pengangkutan (Sumber: Horner, 1988)
12.4. Peralatan yang hanya berfungsi menggali saja

1). Rippers

105
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 26, ripper biasanya dipasang pada dozer dan
mempunyai fungsi untuk menggemburkan atau menghancurkan tanah atau
batuan lemah sehingga mudah digali dengan scraper atau alat lain; atau untuk
menghancurkan batuan pada saat atau setelah peledakan. Dalam beberapa kasus,
ripper dapat dipasang pada alat lain, meskipun hal tersebut umumnya kurang efektif.
Pada saat ripper beroperasi, bagian belakang tractor harus mempunyai berat yang
cukup, agar ripper dapat tertekan dengan kuat.

2). Scarifiers and rooters


Secara konsep, alat ini sama dengan rippers dan mempunyai fungsi untuk menggaruk
lapis permukaan diperkeras serta membongkar akar pohon dan penghalangpenghalang
lain.

3). Drill and blast


Apabila dijumpai batuan yang tidak ekonomis untuk dibongkar dengan rippers, maka
pembongkaran dapat dilakukan dengan cara peledakan. Dalam hal tersebut diperlukan
mesin bor dan bahan peledak.
Pada pekerjaan peledakan, mesin bor yang biasa digunakan adalah hand operated drills
atau track-mounted roatary-percussion rigs using down-the-hole or top hammer drills
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 27.
Bahan peledak biasanya terdiri atas nitroglycerine gelatines berkekuatan rendah, misal
Gelignite, Ammonimum Nitrat Opencast plus Fuel Oil (ANFO), atau bubur peledak
(slurry explosives), misal Supergel.
Peledakan biasanya disulut melalui detonator elektrik atau sumbu (detonating fuse).
Untuk peledakan skala kecil dapat digunakan gas bertekanan (Cardox) atau penghancur
hidrolis (hydraulic splitter).

4). Impact hammers


Alat ini terdiri atas penumbuk (hammer) yang digerakkan dengan tenaga udara mampat
atau tenaga diesel sehingga menimbulkan tumbukan frekwensi tinggi (high frequency
impact).
Impact hammers biasanya dipasang pada crawler-mounted excavators dan digunakan
untuk menghancurkan batuan atau beton yang volumenya relatif kecil, terutama pada
daerah yang tertutup (confined areas).

5). Graders
Meskipun biasanya digunakan untuk memelihara jalan kerja, namun graders dapat
digunakan juga untuk meratakan urugan dan merapihkan permukaan tanah dasar.
Bagian utama alat ini adalah bilah (blade) yang dapat berputar dalam bidang horizontal
sehingga mempunyai fungsi untuk mengupas dan mendistribusikan tanah. Roda depan
grader biasanya berdiri sendiri (articulated), sedangkan roda belakang dipasang secara
tandem di bawah mesin dan kabin pengendalian. Grader selalu beroperasi dalam arah
ke depan.

12.5. Peralatan yang berfungsi untuk menggali dan memuat

1) Back-hoe atau back-acter


Alat ini terdiri atas batang yang dapat digerakkan (articulated boom) dan pada ujungnya
terpasang ember (bucket). Unit penggali biasanya dipasang pada traktor beroda karet
atau beroda rantai. Pengendalian unit penggali dilakukan dengan tenaga hidrolis atau
kabel sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 28.

106
Pengalian dengan back-acters dilakukan dengan menggaruk tanah di sekeliling alat.
Kedalaman maksimum yang dapat dicapai alat tergantung pada panjang batang. Alat
yang mempunyai kemampuan gali antara 2,5 sampai 6 m biasanya sering digunakan.
Pemuatan tanah dilakukan dengan cara menggerakkan batang ke samping atau dengan
cara memutar mesin.

2) Face shovel atau loading shovel


Alat ini sering digunakan pada penambangan bahan bangunan, penambangan batu bara
dan penyiapan lahan. Face shovel cocok untuk menggali batuan yang telah diledakkan,
terutama pada pembentukan lereng.
Konstruksi face shovel mirip dengan konstruksi back-hoe, kecuali batang dan embernya
beroperasi dalam arah yang berlawanan, yaitu ke arah atas dan menjauh dari alat.
Sehubungan dengan hal tersebut, face shovel digunakan untuk menggali timbunan atau
tebing yang mempunyai ketinggian sekitar 10 m. Cara pemuatan dilakukan sama dengan
yang dilakukan back-acters. Beberapa back acter berukuran besar dapat dimodifikasi
menjadi face shovel.

3) Fotward loader
Alat ini terdiri atas traktor beroda karet atau rantai yang dilengkapi dengan ember yang
dapat digerakkan secara vertikal sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29. Penggalian
dilakukan dengan cara mengerakkan alat ke depan sehingga ember terdorong ke dalam
tanah, selanjutnya ember diputar dan digerakkan secara vertikal sehingga menggaruk
dan menampung tanah. Untuk memuat tanah ke alat pengangkut, forward loader perlu
bergerak maju dan kemudian tanah dalam ember ditumpahkan.
Fotward loader umumnya digunakan untuk menggali tanah yang terletak di atas lantai
kerja dan sampai jarak tertentu, dapat digunakan untuk mendorong atau mengangkut
tanah.
Forward loader modern mepunyai ember yang digerakkan secara hidrolis. Disamping itu,
banyak forward loader berukuran kecil yang dilengkapi dengan back-acter.

4) Draglines
Dragline dioperasikan dari kran atau alat sejenis yang dilengkapi dengan batang panjang
dan ember. Ember digantung pada ujung batang dengan kabel. Disamping itu, ember
dilengkapi dengan kabel penarik yang digunakan pada saat penggalian sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 30.
Dengan konstruksi di atas, dragline cocok untuk menggali tanah lunak atau gembur
yang terletak di bawah atau sedikit di atas lantai kerja.
Tanah galian dipindahkan ke timbunan atau ke alat pengangkutan dengan cara memutar
mesin sehingga posisi ember ada di atas timbunan atau alat pengangkut. Selanjutnya
ember diputar sehingga mulutnya mengarah ke bawah.

5) Grab
Unit penggali alat ini terdiri atas ember yang digantung diujung batang kran dan bagian
bawahnya dapat dibuka dengan bantuan kabel atau tenaga hidrolis.
Penggalian dilakukan dengan cara menjatuhkan ember yang terbuka, kemudian ember
ditutup dan selanjutnya tanah ditumpahkan ke timbunan atau ke alat pengangkutan.
Grab biasanya digunakan pada pembuatan lubang besar (pit) atau parit serta untuk
memuat bahan ke/dari timbunan.

6) Bucket wheel excavators


Alat ini jarang digunakan di Inggris, kecuali untuk pembuatan parit. Umumnya alat
terdiri atas rangkaian ember bergigi yang dipasang pada roda atau lup tertutup (closed
107
loop). Roda atau lup dipasang pada batang yang dapat digerakkan secara lateral dan
vertikal.
Penggalian dilakukan oleh gigi-gigi pada saat ember bergerak ke arah atas, sedangkan
penumpahan dilakukan pada saat ember bergerak ke arah bawah. Seluruh alat
biasanya dipasang pada traktor beroda rantai sehingga cenderung digunakan untuk
pembuatan saluran atau parit.
12.6. Peralatan yang berfungsi untuk mengangkut dan mengurug
1) Road lorries
Apabila pengangkutan perlu dilakukan melalui jalan umum, maka alat yang digunakan
harus alat yang kenai pajak.
Alat pengangkut di atas mempunyai kapasitas bermacam-macam sampai 38 ton, dan
biasanya mempunyai bak yang terbuat dari baja atau almunium. Pemuatan tanah
dilakukan oleh alat lain, tetapi penumpahannya dapat dilakukan dengan memiringkan
bak, baik ke samping ataupun ke belakang.

2) Untaxed lorries
Alat ini dapat digunakan apabila tidak melewati jalan umum dan seringkali sudah tua
dan tidak diperbaiki sebagaimana layaknya apabila dioperasikan di jalan umum.

3) Dump trucks and dumpers


Umumnya alat ini mempunyai ukuran bermacam-macam, mulai dari 1 sampai 80 ton.
Untuk keperluan penambangan yang besar umumnya dibuat alat berukuran lebih
besar. Karena kelincahannya dan sangat cocok untuk beroperasi pada tanah lembek,
articulated dump trucks berkapasitas sekitar 25 ton, akhir-akhir ini menjadi tambah
populer (Gambar 31). Bak dump trucks dapat dipanasi dengan bahan buangan dari
mesin; untuk memudahkan pengisian, dinding bak sering dibuat miring. Karena bak
road lorry tanpa pintu belakang, maka kecepatan penuangan alat tersebut menjadi
meningkat. Untuk pekerjaan pada lokasi yang tidak luas (small sites), terdapat pula
dumper kecil yang muatannya terletak di depan pengemudi.

4) Ban berjalan (conveyors)


Dengan berbagai tingkat keberhasilan, ban berjalan telah sering digunakan pada
proyek-proyek konstruksi di Inggris. Alat ini terdiri atas beberapa unit ban datar tanpa
sambungan yang dipasang secara berurutan (series). Pada titik pertemuan dimana
bahan berpindah dari unit yang satu ke unit yang lain, dapat dibuat perubahan arah.
Pemuatan dilakukan melalui corong (hopper) yang didisain sedemikian rupa sehingga
dapat menyaring bahan berukuran besar. Bagian akhir ban berjalan biasanya dibuat
melebar sehingga bahan dapat tersebar pada permukaan yang luas. Ban berjalan biasa
digunakan pada penambangan bahan bangunan yang terletak di daerah yang sulit atau
terlalu terjalan unutk dilewati alat-alat pengangkutan. Dibandingkan dengan peralatan
lain, biaya operasi ban berjalan lebih murah, meskipun biaya pemasangannya lebih
mahal.

12.7. Peralatan yang berfungsi untuk menggali, memuat, mengangkut dan mengurug

1) Bulldozer atau dozer


Bulldozer adalah tractor yang di bagian depannya dilengkapi dengan bilah (blade)
pendorong yang dapat dinaik-turunkan dengan tenaga hidrolis atau kabel sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 26. Angle dozer mempunyai bilah pendorong yang dapat
dimiringkan sehingga pada saat tractor berjalan lurus ke depan, tanah terdorong ke
samping.
108
Tractor pendorong dozer biasanya mempunyai roda rantai sehingga dapat bergerak pada
berbagai kondisi permukaan tanah; meskipun demikian, terdapat pula tractor yang
beroda karet. Terdapat berbagai ukuran tractor, dengan kekuatan yang berkisar antara
60 sampai 740 bhp.
Bilah dozer mempunyai bermacam-macam bentuk serta konstruksinya kokoh dan terdiri
atas baja keras (terutama pisaunya), karena berfungsi untuk menggali dan mendorong
tanah. Disamping itu, bilah dapat dipasang pada alat lain (misal selfpropelled
compactor) sehingga alat pemadat tersebut dapat bekerja tanpa dozer.
Dozer mempunyai berbagai fungsi; diantaranya adalah untuk menggali tanah dan
batuan lunak, menggaruk (ripping), mendorong tanah galian pada jarak pendek serta
sebagai pendorong tambahan terhadap scraper.

2) Scrapers
Terdapat dua jenis scraper, yaitu yang ditarik dan yang mempunyai mesin sendiri.
Fungsi alat adalah untuk menggali, memuat, mengangkut dan mengurug. Bagian utama
alat ini terdiri dari bak (bowl), apron dan pintu belakang (tailgate). Scraper bermesin
sendiri yang berukuran besar dapat dilengkapi dengan mesin tambahan yang
diletakkan di belakang. Pada saat penggalian dan pemuatan, apron dinaikkan dan bak
diturunkan sehingga tanah terkupas dan masuk ke dalam bak. Pemuatan dapat lebih
cepat dan efisien apabila scraper dibantu dengan satu atau dua buah dozer pendorong.
Setelah bah penuh, apron diturunkan dan bak dinaikkan. Penuangan dilakukan dengan
menaikkan apron, menurunkan bak dan memajukan pintu belakang ke depan. Tebal
hamparan tanah dapat disesuaikan dengan cara mengatur pintu belakang (tailgate),
apron dan bak. Idealnya, pengangkutan dengan scraper dilakukan pada jalan kerja yang
terpelihara serta mempunyai kelandaian minimum dan tikungan yang tidak tajam.

3) Towed scrapers
Bila dimuati rata bak, alat ini mempunyai kapasitas tipikal 5,4 sampai 16,8 m 3 dan
umumnya ditarik oleh crawler tractor. Jarak pengangkutan yang ekonomis adalah
sekitar 400 m.

4) Single engine motorized scrapers


Bila dimuati rata bak, alat ini mempunyai kapasitas tipikal 10,7 sampai 24,5 m 3 dan
bila dimuati secara teronggok, kapasitas alat adalah 15,3 sampai 33,6 m 3 . Contoh alat
ini ditunjukkan pada Gambar 32.

5) Double engine motorized scrapers


Alat ini mirip dengan motor scraper dan umumnya dapat beroperasi ekonomis pada
jarak tempuh sampai 2,6 km (kinerja maksimum diperoleh pada jarak tempuh sekitar
800 m).

6) Elevating scrapers
Alat ini mirip dengan conventional scrapers, kecuali dalam pemuatan tanah, dimana
rotating elevator yang terdapat di dalam bak menarik bahan dari depan ke belakang,
menghancurkannya dan menuangkannya di dalam bak. Dengan cara tersebut, maka
tahanan pada saat pemuatan akan terkurangi. dimuati secara teronggok, kapasitas alat
adalah sekitar 7,2 sampai 26 m3 . Alat dapat ditarik atau mempunyai mesin sendiri.

7) Dredgers
Alat ini digunakan untu penggalian tanah yang terletak dalam air dan biasanya dipasang
pada kapal. Alat ini terdiri atas beberapa jenis, diantaranya adalah cuttersuction, bucket
109
wheel, grab dan dipper (face shovel) dredgers. Bahan hasil galian dapat dipompa atau
diangkut oleh bargas atau dredger.

Gambar 26. Caterpillar D9H dozer with single shank ripper

Gambar 27. Atlas Copco ROC 601 rotary percussion drill rig

Gambar 28. Hymac 590C tracked back-acter

110
Gambar 29. Caterpilar 980C wheeled forward loader

Gambar 30. NCK Rapier 406 crawler dragline disharging to tipper

Gambar 31 . Volvo BM 5350B (6x6) articulated dump truck loaded by a tracked back
acter

111
Gambar 32. Caterpilar 631C single engined scraper

13. Penyelidikan dan pemantauan lapangan (site investigation and monitoring)


Untuk sebagian besar pekeriaan tanah, penyelidikan lapangan merupakan faktor yang sangat
penting, meskipun lingkup dan kedalamannya berbeda-beda, tergantung pada kompleksitas
pekerjaan tersebut.

Penyelidikan lapangan sering dilakukan secara bertahap dalam rangka mendapatkan informasi
mengenai sifat dan distribusi tanah di daerah kerja, atau bahkan di luar daerah kerja. Dengan
demikian, penyelidikan lapangan ditujukan dalam rangka mendapatkan informasi untuk
kepertuan sebagai berikut:
▪ Pemilihan lokasi kerja dan pengaturan pekerjaan di dalam daerah kerja.
▪ Disain pekerjaan tanah (termasuk pekerjaan sementara) yang sesuai dengan kondisi
lapangan.
▪ Identifikasi kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi.
▪ Perencanaan.
▪ Pelelangan.
Selama pelaksanaan, temuan yang diperoleh darl penyelidikan lapangan perlu dikaji ulang;
bahkan dalam praktek, penyelidikan lapangan sering berlanjut selama pelaksanaan, terutama
pada proyek-proyek yang besar. Penyelidikan lapangan dapat dilaksanakan oleh atau atas nama
perencana (designer), pengawas, kontraktor atau bersama-sama antara pengawas dan
kontraktor. Pada kasus yang terakhir, sering diperlukan adanya kesepakatan mengenai kondisi
tanah asii dan tanah timbunan. Hal tersebut berguna untuk keperluan kontrak kerja. Dalam
penyelidikan lapangan mungkin diperlukan penggalian, pencatatan (logging), pengambilan
contoh, pengujian di laboratorium, dan pada kasus tertentu, pemetaan geologi dan studi lain.

Selama pelaksanaan, pemantauan kondisi tanah asli dan tanah timbunan perlu dilakukan
dalam rangka:
a. Mengecek temuan penyelidikan lapangan yang dilakukan sebelum pelaksanaan.
b. Menyelidiki daerah-daerah yang sebelumnya tidak dapat diselidiki dengan seksama.
c. Mengecek disain, dan jika diperlukan melakukan penyesuaian.
d. Mengecek keamanan pekerjaan, baik yang permanen maupun yang sementara.
e. Mengecek penerapan metoda pelaksanaan,
f. Mengelompokkan, memilih dan menggunakan tanah timbunan dengan cara yang paling
baik.
g. Mengecek keoocokan peralatan.
h. Menyediakan informasi untuk keperluan pembayaran serta penyelesaian perselisihan yang
mungkin terjadi.
112
Pada saat penyelidikan lapangan, mungkin dipasang alat-alat pemantuan dan pada saat
pelaksanaan dimulai, beberapa buah mungkin masih bekerja. Menjelang dan selama
pelaksanaan, mungkin juga perlu dipasang peralatan tambahan untuk memantau kondisi tanah
dan tekanan air pori serta pengaruhnya terhadap pelaksanaan. Secara lebih spesifik,
pemasangan peralatan tersebut dimaksudkan untuk keperluan sebagai berikut:
▪ Membuktikan (verify) bahwa asumsi yang ditetapkan pada saat disain adalah benar.
▪ Memantau penurunan untuk keperluan kontraktual.
▪ Mengendalikan pelaksanaan pekerjaan tanah yang sensitif.
▪ Memantau daerah-daerah yang perlu mendapat perhatian khusus, misal daerah potensial
longsor.

Peralatan pemantauan yang umumnya digunakan adalah:


a. Standpipe piezometers - untuk memantau tekanan air pada tanah yang mempunyai
permeabilitas moderat sampai tinggi.
b. Hydraulic, pneumatic and electrical piezometers - untuk memantau dari jarak jauh
tekanan air dimana diperlukan respon yang cepat, misal pada tanah permeabilitas rendah
yang terletak di bawah atau di dalam timbunan.
c. Hydrostatic profile gauges - untuk memantau penurunan sepanjang suatu garis, biasanya
dalam arah melintang di bawah timbunan.
d. Hydraulic, hydre-pneumatic and mercury pneumatic settlement cells - untuk memantau
dari jarak jauh penurunan pada suatu set lokasi, misal di bawah atau pada timbunan.
e. Magnetic extensometer - untuk memantau penurunan (atau jembul) yang terjadi pada
berbagai level dalam tanah.
f. Hydraulic load and pressure cells - untuk memantau dari jarak jauh beban dan tekanan
yang bekerja akibat atau terhadap struktur, angker tanah dan timbunan.
g. Slope inclinometer - untuk memantau pergerakan lateral tanah asli, lereng galian dan
timbunan.
h. Slip indicators - untuk menentukan lokasi zona-zona yang mempunyai pergerakan
berbeda, sebagaimana yang mungkin terjadi pada daerah longsor.
i. Extensometer - untuk memantau pergerakan lateral, antara lain, timbunan dan batuan
(rock faces).
j. Survey methods using accurate surveying techniques - untuk memantau ,pergerakan
lateral dan vertikal stasiun survai khusus.

113

Anda mungkin juga menyukai