Anda di halaman 1dari 20

I.

Sondir
I.1 Pengertian Tes Sondir
Tes sondir merupakan salah satu tes dalam bidang teknik sipil yang
berfungsi untuk mengetahui letak kedalaman tanah keras, yang nantinya dapat
diperkirakan seberapa kuat tanah tersebut dalam menahan beban yang
didirikan di atasnya. Tes ini biasa dilakukan sebelum membangun pondasi tiang
pancang, atau pondasi-pondasi dalam lainnya. Data yang didapatkan dari tes
ini nantinya berupa besaran gaya perlawanan dari tanah terhadap konus, serta
hambatan pelekat dari tanahmyang dimaksud. Hambatan pelekat adalah
perlawanan geser dari tanah tersebut yang bekerja pada selubung bikonus alat
sondir dalam gaya per satuan panjang.
Hasil dari tes sondir ini dipakai untuk:
1. Menentukan tipe atau jenis pondasi apa yang mau dipakai
2. Menghitung daya dukung tanah asli
3. Menentukan seberapa dalam pondasi harus diletakkan nantinya
I.2 Metode Sondir
Metoda sounding/sondir terdiri dari penekanan suatu tiang pancang
untuk meneliti penetrasi atau tahanan gesernya. Alat pancang dapat berupa
suatu tiang bulat atau pipa bulat tertutup dengan ujung yang berbentuk
kerucut dan atau suatu tabung pengambil contoh tanah, sehingga dapat
diperkirakan (diestimasi) sifat-sifat fisis pada strata dan lokasi dengan variasi
tahanan pada waktu pemancangan alat

pancang itu. Metoda ini berfungsi

untuk eksplorasi dan pengujian di lapangan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui

elevasi lapisan keras (Hard Layer) dan homogenitas tanah dalam arah lateral.
Hasil Cone Penetration Test disajikan dalam bentuk diagram sondir yang
mencatat nilai tahanan konus dan friksi selubung, kemudian digunakan untuk
menghitung daya dukung pondasi yang diletakkan pada tanah tersebut.
Di Indonesia alat sondir sebagai alat tes di lapangan yang sangat
terkenal karena di negara ini banyak dijumpai tanah lembek (misalnya
lempung) hingga kedalaman yang cukup besar sehingga mudah ditembus
dengan alat sondir. Di dunia penggunaan Sondir ini semakin populer terutama
dalam menggantikan SPT untuk test yang dilakukan pada jenis tanah liat yang
lunak dan untuk tanah pasir halus sampai tanah pasir sedang/kasar.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus
(qc), hambatan lekat (fs) tanah dan friction ratio (rf) untuk memperkirakan
jenis tanah yang diselidiki.
Desain pondasi, bendungan tanah, atau dinding penahan tidak dapat
dibuat dengan cara yang rasional dan memuaskan tanpa desainer paling tidak
memiliki konsepsi akurat yang dapat diterima dari sifat-sifat fisis tanah yang
dihadapinya. Penyelidikan lapangan dan laboratorium yang diperlukan untuk
memperoleh informasi ini dinamakan eksplorasi tanah.
Sampai beberapa decade yang lalu, kegiatan eksplorasi tanah masih
tetap belum memadai karena metode-metode pengujian tanah yang rasional
belum dikembangkan. Sementara itu, pada saat ini jumlah pengujian tanah
dan perbaikan-perbaikan teknik pengujian tersebut sering kali diluar proposi
yang berkaitan dengan nilain praktis yang dihasilkan. Untuk menghindari

keadaan ekstrim tersebut, perlulah disesuaikan program eksplorasi dengan


kondisi-kondisi tanah dan besarnya pekerjaan.
Jika pondasi dari suatu bangunan yang penting akan didirikan di atas
lapisan lempung yang agak homogeny, maka mungkin perlu dipertimbangkan
pengadaan sejumlah besar pengujian tanah yang dilakukan oleh teknisi-teknisi
laboratorium yang ahli, karena hasil-hasil pengujian tersebut memungkinkan
kita menduga dengan cepat (secara relatif) besar dan laju waktu penurunan.
Berdasarkan dengan ini, kita dapat menghilangkan bencana akibat perbedaan
penurunan. Berdasarkan dengan ini, kita dapat menghilangkan bencana akibat
perbedaan penurunan (differential settlement) dengan cara yang cukup murah,
yakni

dengan

mendistribusikan

beban

secukupnya,

atau

dengan

memperkirakna kedalaman yang cocok bagi pondasi yang terletak diberbagai


tempat disebelah bawah bangunan. Di lain hal, jika bangunan yang sama akan
dibuat di atas endapan yang tersusun atas kantong-kantong dan lensa-lensa
pasir, lempung, dan lanau, jumlah pengujian yang serupa akan menambah
informasi yang sangat sedikit yang dapat diperoleh hanya dengan menentukan
sifat-sifat indeks dari beberapa lusin contoh representative yang diambil dari
lubang-lubang bor. Data-data tambahan yang jauh lebih penting dari data-data
yang didapat melalui pengujian ekstensif tersebut bias diperoleh dalam waktu
yang lebih singkat dan dengan biaya yang lebih murah dengan melalukan
sounding semacam itu dapat mengungkapkan tempat-tempat rawan yang
(sekalipun) daerah-daerah semacam itu lebih penting dari pada pengetahuan
yang akurat mengenai sifat-sifat contoh-contoh tanah yang acak.

Alinea di atas menerangkan bahwa, jika profil tanah kompleks, maka


program pengujian tanah yang terperinci nampaknya tidaklah tepat. Dengan
demikian, metoda eksplorasi tanah harus dipilih sesuai dengan tipe profil tanah
yang dilapangan tempat bangunan akan didirikan. Alinea-alinea berikut akan
menguraikan karakteristik-karakteristik penting dari tipe-tipe utama profil
tanah yang bias dijumpai di lapangan.
Profil tanah (soill profile) adalah penampang vertical melalui lapisanlapisan tanah di bawah permukaan yang menunjukan ketebalan dan deretan
lapisan-lapisan tanah yang berbeda. Istilah lapisan tanah (stratum) diartikan
sebagai lapisan tanah yang relative tertentu yang berbatasan dengan lapisanlapisan tanah lainnya sejajar, maka profil tanah dikatakan sederhana (simple)
dan teratur (regular). Jika batas-batas tersebut tertentu, nampaknya
menunjukan pola yang kurang lebih tidak teratur, maka profil tanah tersebut
disebut tak menentu / eratik (erratik).
Sampai kedalaman kira-kira 6 kaki dari permukaan tanah,dan kadangkadang lebih dalam lagi, sifat-sifat fisis tanah dipengaruhi oleh perubahanperubahan musiman dari kelembaban dan temperatur serta oleh unsur-unsur
biologis seperti akar, cacing, dan bakteri. Bagian sebelah atas dari daerah ini
disebut horison-A. Daerah ini terutama dipengaruhi oleh efek-efek mekanik
akibat pelapukan dan hilangnya beberapa unsur penyusun tanah akibat proses
pelapukan (leaching), bagian sebelah bawah dinamakan horison-B, tempat
diendapkan dan diakumulasikan bahan-bahan yang dihanyutkan dari horison
A.

Sifat-sifat tanah dalam horison-A dan B terutama merupakan perhatian


para agronomis dan pembuat jalan. Engineer pondasi dan bangunan tanah
terutama tertarik pada lapisan tanah di bawahnya. Di bawah horison-B karakter
tanah hanya ditentukan oleh bahan-bahan kasar pembentuknya, metoda
pengendapannya, dan oleh peristiwa-peristiwa geologi selanjutnya. Lapisan
tanah yang membentuk profil tanah di bawah horison-B mungkin agak
homogen atau mungkin terdiri atas elemen-elemen yang lebih kecil yang sifatsifatnya agak merata.
I.3 Keuntungan dan kerugian alat sondir
I.3.1 Keuntungan
1. Cukup ekonomis
2. Apabila contoh tanah pada boring tidak bisa diambil (tanah lunak /
pasir)
3. Dapat digunakan manentukan daya dukung tanah dengan baik
4. Adanya korelasi empirik semakin handal
5. Dapat membantu menentukan posisi atau kedalaman pada pembora
6. Dalam prakteknya uji sondir sangat dianjurkan didampingi dengan uji
lainnya baik uji lapangan maupun uji laboratorium, sehingga hasil uji
sondir bisa diverifikasi atau dibandingkan dengan uji lainnya
7. Dapat dengan cepat menentukan lekat lapisan tanah keras
8. Dapat diperkirakan perbedaan lapisan
9. Dapat digunakan pada lapisan berbutir halus
10. Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.

I.3.2 Kerugian
1. Jika terdapat batuan lepas biasa memberikan indikasi lapisan keras
yang salah
2. Jika alat tidak lurus dan tidak bekerja dengan baik maka hasil yang
diperolehdiperoleh bisa merugikan
3. Tidak dapat diketahui tanah secara langsung./

Gambar 1.1. Gambar Konus Sondir Mantel Belanda

Gambar 1.2. Bentuk Ujung Konus Sondir dengan Friction Sleeve

Gambar 1.3. Cara Operasi Sondir Mekanis


II. Sondir listrik dan elektrolik
Perkembangan Iebih lanjut dari alat sondir Adalah dengan adanya
sondir listrik dan sondir elektronik dimana gaya gaya perlawanan tanah akibat
penetrasi sondir dapat langsung direkam sekaligus (bersama sama) sehingga
penetrasi dilakukan secara kontinu, tidak bertahap seperti halnya uji sondir
mekanis. Hal ni dapat dilakukan karena dengan sondir listrlk/elektronik,
pembacaan perlawanan ujung maupun tahanan selimut dapat dilakukan
sekaligus. Bentuk sondir hstrik dibenkan pada gambar 1.4.

Gambar 1.4 Dua buah jenis sondir listrik

II. Cone Penetration Test dengan Pressure Measurement (CPTu)


Pengambilan contoh tanah lempung lunak pada umumnya amat sulit
karena derajatketergangguan yang amat tinggi. Oleh karenanya penggunaan
In-situ test untuk jenistanah ini mengalami peningkatan yang amat tinggi.
Penggunaan uji sondir atau ConePenetration Test (CPT) di Indonesia
mendapatkan popularitas karena kemudahan pemakaiannya dan karena hasil
uji yang padaumumnya konsisten. Namun demikiran ujisondir mekanis tidak
dapat mengukur tahananujung sondir pada tanah yang amat lunak.
Perkembangan uji sondir elektronik jugamendapatkan perhatian yang
besar dandengan penambahan sensor tekanan air pori,uji ini dapat
memperkirakan parameter tanahdengan Iebih baik dan sebagai alat
ujilapangan dapat memberikan profil tanahsecara kontinu. Uji sondir elektronik
yangdisertai pengukuran tekanan air pon inikemudian dikenal dengan nama
CPTU atauPiezocone Penetrometer Test. Meskipunpengujian dengan plezocone
mulai dikenalcansejak tahun 1970, di Indonesia L41 ini barudikenal lebih umum
pada tahun 1990.
Beberapa keuntungan CPTU dibandingkan dengan CPT antara lain:

Memperoleh tekanan air pori vs kedalaman yang merupakan faktor


yang sensitive terhadap pelapisan tanah dibandingkan dengan qc dan
fs.

Mampu membedakan antara penetrasi drained, penetrasi partially


drained dan penetrasi undrained.

Dapat mengkoreksi besaran tahanan ujungakibat tekanan air yang


muncul pada daerah atas konus.

Mampu memprediksi karakteristik

konsolidasi dan riwayat tegangan (OCR),

Lebih baik dalam memprediksi jenis perilaku tanah dan parameter


kuat geser tanah

Dapat digunakan untuk memprediksl derajat konsolidasi.

II.1 Prosedur Pengujian CPTu


Kecepatan penetrasi standar adalah 2 cm/detik dan perlu diperiksa
sistem control kecepatan sebelum dioperasikan. Kadangkala predrilling
dilakukan tergantung dan pelapisan tanah. Predrilling hingga permukaan air
tanah tidak selalu dilakukan bila filter dan cairan yang digunakan memiliki high
air entry resistance.
Persiapan alat meliputi:

Penjenuhan filter I elemen poli

Penjenuhan konus

Penggabungan filter dan konus

Sistern proteksi (jika dipenlukan)

Kejenuhan harus diperksa setiap kali sebelum melakukan penetrasi.

Gambar 2.1 Contoh system CPTu (CPT)

II.2 Perbandingan Hasil Uji Sondir Mekanis dengan CPTu


Sebagaimana diketahui, kelebihan CPTu dibandingkan uji sondir mekanis
adalah karena adanya sensor tekanan air pori, sehingga untuk setiap pembacaan
tahanan ujung qT dapat dipisahkan besarya tekanan air pori tersebut, dan tekanan air
pori sendiri dapat dipisahkan menjadi tekanan air pori hidrostatik u0 dan tekanan air
pon ekses (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Notasi dan Simbol yang digunakan dalam CPTu


III. Standard Penetration Test (SPT)
Standard Penetration Test (SPT) telah memperoleh popularitas dimanamana sejak tahun 1927 dan telah diterima sebagai uji tanah rutin di lapangan.
Pengujian SPT dapat dilakukan dengan cara yang relatif mudah sehingga tidak
membutuhkan keterampilan khusus dan pemakainnya. Metode pengujian
tanah dengan SPT termasuk cara yang cukup ekonomis untuk memperoleh
nformasi mengenai kondisi tanah dan diperkirakan 85% dan desain pondasi

untuk gedung bertingkat,jembatan, dermaga, dan konstruksi sipil yang lain


juga menggunakan metode SPT.
III. Penggunann SPT dan Fungsinya
Metoda pengujian SPT telah distandarkan sebagal ASTM D-1586 sejak
tahun 1958 dengan revis secara periodik hingga sekarang. Alat uji ini terdiri
dari beberapa komponen yang sederhana, mudah di transportasikan, dipasang
dan mudah mengoperasikannya. Pandangan para ahIi masih sama yaitu bahwa
alat ini akan terus dipakai untuk penyelidikan tanah rutinkarena relatif masih
ekonomis dan dapat diandalkan. Persyaratan umum yang harus dimiliki oleh
suatu alat adalah reproducibility dan akurasi dari hasil pengujian. Variasi hasil
uji SPT dapat diakibatkan diantaranya akibat pengeboran yang ceroboh,
kehilangan energy saat hammer impact dan lain-lain.
Pada tahun 1977, sub-committee Eropa untuk Penetration Test telah
menerbitkan rekomendasi bagi standar alat dan prosedur pengujian standar
untuk SPT pada International Conference of Soil Mechanies and Foundation
Engineering

(ICSMFE) di

Tokyo dengan

tujuan

untuk

mendapatkan

penyederhanaan cara uji tanpa mengorbankan keandalan hasilnya serta


kesesuaian dengan kondisi tanah Pada tahun 1982 keputusan diambil pada
Second European Symposium on Penetration Testing untuk membentuk
ISSMFE Technical Committee on Penetration Testing mengingat perlunya
kerjasama international oleh L. Decourt (Brazil), T. Muromachi (Jepang), l.K.
Nixon (lnggris), JH Schmertmann (USA), E. Zolkov (lsrae) yang dipirripin oleh
S. Thornburn (lnggris).

III.1. Tabung SPT


Geometri dan tabung uji umumnya mengikuti Gambar 1 dimana tabung
mempunyai diameter luar 51 mm dan diameter dalarri 38.1 mm. Ukuran lubang
ventilasi tidak memiliki ketentuan khusus. Alat uji berupa sebuah tabung yang
dapat dibelah (split tube, split spoon) yang mempunyai driving shoe agar tidak
mudah rusak pada saat penetrasi. Pada bagian atas dilengkapi dengan coupling
supaya dapat disambung dengan batang bon (drill rod) ke permukaan tanah.
Sebuah sisipan pengambilan contoh (sampler insert) dapat dipasang pada
bagian bawah bila tanah yang harus diambil contohnya berupa pasir lepas atau
lumpur. Gambar I menunjukkan split spoon sampler dan sampler Insert
menunjukkan split spoon sampler dan sampler insert.
III.2. Jenis-jenis Hammer dan Energi
Jenis-jenis hammer yang dapat digunakan bias bermacam-macam
diantaranya donut hammer safety hammer dan automatic trip hammer
mempunyai berat yang sama yatu 63.5 kg (140 Ib). Tinggi jatuh hammer
adalah 76.2 cm (30). Berbagai jenis hammer tersebut ternyata membenkan
energi yang berbeda-beda dan menimbulkan perbedaan kesamaan hasil uji.

Gambar 3.1 Split spoon


sampler menurut ASTMD-1586

III.3. Prosedur Uji


Untuk melakukan dengan alat penetrasi, batang penghubung yang
masih ada berada di atas permukaan tanah diberi tanda pada setiap jarak 15
cm. Split spoon sampler kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor dan
didudukan sebagimana mestinya. Pada saat penumbukan harus dibaca 3x
penetrasi masing-masing 15 cm. Meskipun jumlah pukulan pada 15 cm
pertama dicatat tetapi yang digunakan untuk fluai NSPT adalah jumlah
tumbukan untuk dua kali yang terakhir. HasH pencatatan kemudian diberi
sebutan Nspt/3O cm. Prosedur uji diatas mengikuti urutan sebagaiberikut:
1. Mempersiapkan lubang bor hinggakedalaman uji.
2. Memasukkan alat split barrel samplersecara tegak.
3. Menumbuk dengan hammer dan mencatatjumlah tumbukan setiap 15
cm (6). Hammer dljatuhkan bebas pada ketinggian 760 mm (18). Nilai
tumbukan dicatat 3x (N0, N1, N2) dimana harga N = N1 + Na
4.

Split spoon sampler diangkat ke atas dankemudian dibuka. Sampel


yang dlperoleh dengan cara ini umumnya sangatterganggu.

5. Sampel

yang

diperoleh

dimasukkan

Ice

dalam

plastik

untuk

diklasifikasikan atau diuji di laboratorium. Pada plastik tersebut harus


diberikan catatan nama proyek, kedalaman, dan junilah penetrasinya.

Gambar 3.2. Diagram stematis jenis-jenis hammer.

Gambar 3.3. Cara Konvensional Uji SPT

III.4. Cara Pelaporan Hasil Uji


Bila boring log menunjukkan refusal maka pengujian dihentikan dengan
kondisi:
1. Penetrasi 15 cm terakhir melebihi N = 50
2. Jumlah pukulan rnencapai 100
3. 10 pukulan terakhir tidak ada tanda-tanda penetrasi
Kemudian pada boring log dapat dilaporkan misalnya dalam bentuk N =
50/100. Perlu dimengerti bahwa uji SPT tidak mengukur parameter tanah
secara langsung. Sebagaimana halnya uji lapangan yang lain, interpretasi hasil
uji SPT bersifat empirik, artinya bahwa parameter tanah diturunkan
berdasarkanpengalaman dan data-data yang ada.
IV. DMT (Flat Dilatometer Test)
Perkembangan uji dilatorneter (DMT atau flat dilatometer test)
dikembangkan oleh Silvano Marchetti (1975) Italia. Alat ni pertama kali
diperkenalkan di Amerika Serikat dan digunakan di luar Italia pada tahun 1979
oleh John Schmertmann. Pada saat ini uji dilatometer tenqah digunakan lebih
dari 40 negara. Sedangkan di Indonesia uji flat dilatometer masih kurang
dlkenal.
Berbagai standar internasional atau buku petunjuk (manual) telah
tersedia untuk pengujian DMT. ASTM Suggested Method dipublikasikan pada
tahun 1986 dan Standard Test Method for Performing the Flat Dilatometer saat
ini telah resmi dijadikan standar pelaksanaan dengan nomor ASTM D 6635-01
sejak tahun 2001.

Laporan

State

of

the

Art

tentang

dilatometer

(DMT),

yang

menggambarkan tentang kemajuan dan perkembangan in-situ testing;


dilaporkan pula oleh Luteneger, A.J., pada tahun 1988 dalam kegiatan kuliah
khusus dengan topik Current Status of the Marchetti Dilatometer di Orlando;
demikian pula Marchetti sendiri menyampaikan tentang perkembangan
penggunaan Flat Plate Dilatometer (DMT) dalam konferensi internasional
tentang geoteknik sebagai pembicara kunci di Universitas Kairo pada tahun
1997.

IV.1

Alat dan Prosedur Kerja


Dilatometer terdiri dari blade dilatometer, unit penngontrol, kabel

pneumatic-elektrik, sumber tekanan gas, dan electrical gound cable.


Blade Dilatometer memiliki lebar 95 mm dan tebal 15 mm dengan
bagian ujung blade tajam yang berfungsi sebaga penusuk untuk penetrasi ke
dalam tanah. Ujung blade yang tajam membentuk sudut 24 hingga 32 dengan
panjang segmen 50 mm. Kapasitas tekanan saat penetrasi blade 250 kN (s 25
ton). Pada bagian tengah salah satu sisi blade terdapat membran baja
berbentuk lingkaran yang memiliki diameter 60 mm dan tebal lempeng 020
mm. Untuk jenis tanah dengan bentuk buiran tajam yang dapat menyobek
membran sebaiknya digunakan membrane dengan teba 0.25 mm. Membran
ditahan oleh sebuab retaining ring dan terpasang tepat pada blade.

Blade berfungsi sebagai pemicu elektrik (on/off). Piringan sensor


(sensing disc) yang terpasang pada blade baja dipesahkan oleh sebuah lapisan

(insulating seat) yang berfungsi untuk mencegah teradinya kontak antara


piringan tersebut dengan blade baja dilatometer dibawahnya. Sensing disc
tersebut dipasang pada Insulating seat dengan kuat untuk mencegah
terjadinya pergerakan. Kontak yang terjadi ditandai dengan adanya sinyal
audio pada unit pengontrol.

Gambar 4.1 Prinsip Alat Kerja Dilatometer

Unit pengontrol berfungsi untuk rnengukur Tekanan-A, B dan C pada


setiap kedalaman pengujian. Gambar 4.2 menunjukkan unit pengontrol yang
rnemiliki dua buah manometer, sebuah penghubung (connector) ke sumber
tekanan,

sebuah

penghubung

ke

kabel

pneumaik-elektk,

sebuah

galvanometer untuk rnengukur tegangan listrik, sebuah buzzer yang

menghasilkan sinyal audio saat terjadi kontak, dan katup-katup untuk


mengatur tekanan gas.

Gambar 4.2 Unit Pengontrol


Ada dua jenis kabel, ditunjukkan pada Gambar 4.3, yang seiing
digunakan yaitu:
1. Non-extendable cable. Kabel ini menghubungkan blade DMT dengan unit
pengontrol. Jenis kabel ni tdak dapat diperpanjang sehingga membatasi
kedalaman pengujian. Jenis kabel ini Iebih sederhana dan lebih murah
daripada jenis extendable cable.
2. Extendable cable. Keuntungan penggunaan jenis kabel ni adalah kabel
dapat diperpanjang dengan menggunakan sebuah cable leader sesual
kebutuhan selama pengujian. Meskipun prosedur penyambungan kabel
cukup rumit, pernakaian jenis kabet ini Iebih fleksibel.

Gambar 4.3 Jenis-jenis kabel pneumatic-elektrk


Sumber tekanan terdiri dan tangki gas yang dilengkapi dengari
regulator atau pengatur tekanan, katup-katup dan pipa pneumatik untuk
menghubungkan sumber tekanan dengan unit pengontrol. Regulator tekanan
yang digunakan harus mampu memberikan tekanan output terukur minimal 7
- 8 MPa (70-80 bars). Pada umumnya tekanan output yang diberikan 3 - 4 MPa
(30-40 bars) dan pada tanah yang sangat keras tekanan output dtingkatkan.

Ground cable berfungsi menghantarkan kembali arus listrik dan blade


melalui push batang penekans ke unit pengontrol, hanya jika terjadi kontak
antara sensing disc dan membran atau antara blade dan silinder baja.

DAFTAR PUSTAKA
B.G. Clarke, Pressuremeters in Geotechnical Design, 1995. Briaud J.L., The
Pressureme fer, 1987.
OYO Corporation, The Instrument of New Type Dilafometer uEIasmeterP for
Studying The Rock Mechanics.
OYO Corporation, Operation Manual: Elastmeter HQ Sonde Model-4180, 1995.
Geologger 3030, El Measure Module, 1995.
OYO Corporation, Operation Maual: Model-4 185, igh Pressure Hand Pump.
1993.
Mair R.J., and Wood D.M., Pressuremeter Testing Methods and Interpretation,
1987.
T. Lunne, P.1<. Robertson, J.JIIM Powerl, Cone Pene fmmeter Testing in
Geotechnical Practice, 1997.

Anda mungkin juga menyukai