Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Kasus II

Diare dengan Dehidrasi Ade (11 tahun) dibawa ibunya kepuskesmas karena buang air besar encer sudah lebih dari 10x dalam satu hari ini.awalnya masih bewarna kuning tetapi sekarang sudah bewarna putih seperti air cucian beras. Ade mengeluh perutnya agak melilit. Ade juga mual dan tampak lemas.ibunya sudah memberinya oralit tetapi mencretnya belum sembuh.dokter juga menanyakan makanan dimakannya serta kapan buang air kecil terakhir. Pada pemeriksaan fisik: didapatkan nadi 112x/menit, tekanan darah: 100/60 mmHg, mukosa mulut agak kering, turgor kulit menurun. Dokter menjelaskan ade menderita gastroenteritis akut dan bukan menderita disentri seperti yang dikhawatirkan ibunya. Dokter kemudian menganjurkan pemeriksaan darah, tinja dan memberinya antibiotic yang sesuai tanpa menunggu hasil pemeriksaan dan memberikan edukasi kepada ibu pasien.

1.2 Klarifikasi Term dan Konsep 1. Disentri adalah salah satu dari berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon dengan nyeri perut, BAB dengan darah dan lendir 2. Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah dan seringkali disertai peningkatan suhu tubuh 3. Diare adalah frekuensi BAB yang tidak normal >3x sehari dengan bentuk tinja yang encer 4. Dehidrasi adalah keadaan yang diakibatkan oleh hilangnya cairan tubuh yang berlebihan 5. Antibiotik adalah zat kimiawi yang dihasilkan mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme. 6. Turgor adalah kekenyalan atau elastisitas dari kulit 1

7. Oralit adalah larutan untuk merawat orang diare dengan komposisi natrium klorida, kalium klorida, glukosa anhidrase dan Na2CO3 Kata Kunci: 1. Anak laki-laki 11 tahun 2. BAB encer >10x sehari dan dehidrasi, BAB bewarna putih seperti cucian beras 3. Perutnya agak melilit 4. Mual dan lemas 5. Sudah diberi oralit tapi tidak sembuh 6. Pemeriksaan fisik: denyut nadi: 112x/menit, tekanan darah: 100/60 mmHg, mukosa mulut agak kering, turgor kulit menurun 7. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah dan tinja 8. Diagnosis: gastroenteritis akut 9. Penatalaksanaan: antibiotic dan edukasi

1.3 Mendefinisikan/Menegaskan Problem 1. Apa saja yang menyebabkan diare? 2. Mengapa diarenya putih seperti cucian air beras? 3. Mengapa pasien mual, lemas dan perut melilit? 4. Apa penyebab gastroenteritis akut? 5. Bagaimana patofisiologi gastroenteritis? 6. Bagaimana patofisiologi dan pathogenesis diare dan dehidrasi? 7. Mengapa dokter menganjurkan pemeriksaan darah dan tinja dan memberinya antibiotic? 8. Sebutkan klasifikasi diare? 9. Mengapa setelah pemberian oralit diare tidak sembuh? 10. Sebutkan klasifikasi dehidrasi? 11. Bagaimana anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk diare dan dehidrasi? 12. Bagaiman edukasi dan pencegahan untuk diare? 13. Bagaimana penatalaksanaan diare dan dehidrasi? 14. Apa saja komplikasi diare dan bagaimana prognosisnya? 15. Sebutkan diagnosis banding diare? 16. Sebutkan tanda dan gejala gastroenteritis akut? 2

1.4 Analisis Problem (Brainstorming) 1) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter dll. Infeksi virus: enterovirus (virus echo, coxsackie, poliomyelitis), adenovirus, astrovirus dll. Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolitica, Giardia lamblia, Tricomonas hominis), jamur (Candida albicans). 2) LO 3) LO 4) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter dll. Infeksi virus: Enterovirus (virus Echo, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Astrovirus dll. 5) LO 6) Masuknya jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung lalu jasad renik tersebut berkembangbiak diusus halus tersebut, kemudian jasad renik tersebut mengeluarkan toksin (toksin diaregenik), akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. 7) Pada pemeriksaan tinja: untuk melihat makroskopis dan mikroskopis tinja. 8) Diare akut, persisten dan kronik 9) Karena oralit bukan sebagai obat diare melainkan untuk mengurangi dehidrasi yang ditimbulkan akibat diare tersebut. 10) Dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan <3% cairan tubuh) Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 3-9%cairan tubuh) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 9% cairan tubuh ) 11) Pemeriksaan fisik: turgor kulit, kesadaran dll. pemeriksaan penunjang: tinja dan darah 12) Buang air besar dijamban, buang sampah pada tempat yang telah ditentukan, biasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan, menggunakan air yang bersih dan sanitasi yang baik 13) Pemberian oralit sesuai derajat dehidrasi dan pemberian antibiotic 14) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, dikaria, perubahan pada elektrokardiogram), hipoglikemia. 15) Disentri, penyakit crohn, malabsorbsi, colitis ulserosa dan peradangan saluran cerna 16) Gelisah, suhu badan , nafsu makan , lemas, mual, perut melilit dll. 3

1.5 Menyusun Penjelasan (Spider Web)

1.6 Memformulasikan Sasaran Belajar 1) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi diare dan dehidrasi 2) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kalsifikasi diare dan dehidrasi 3) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi dan patogenesis diare dan dehidrasi 4) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis diare 5) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan fisik dan penunjang pada diare 6) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan diare dan dehidrasi 7) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi, diagnosis banding dan prognosis dari diare.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Etiologi Diare & Dehidrasi a) Etiologi Diare 1. Faktor Infeksi Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.infeksi enteral ini meliputi: Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi virus: enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis),

Adenovirus, Astrovirus dll. Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolitica, Giardia lamblia, Tricomonas hominis), jamur (Candida albicans). Infeksi parenteral yaitu otitis infeksi media dibagian akut tubuh (OMA), lain diluar alat

pencernaan,seperti

tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, enseflitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. 2. Faktor malabsorbsi: Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa) Malabsorbsi lemak Malabsorbsi protein

3. Factor makanan: makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan 4. Factor psikologi: rasa atkut dan cemas. Walaupun kurang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Berdasarkan patofisiologinya, maka penyebab diare dibagi: 1. Diare sekretorik: yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman patogen dan apatogen, hiperperistaltik usus halus akibat kimia atau makanan, gangguan psikis, gangguan syaraf, hawa dingin alergi dan defisiensi imun terutama IgA sekretorik

2. Diare osmotik. Yang dapat disebabkan oleh malabsorbsi makanan,kekurangan kalori protein dll.3

b) Etiologi dehidrasi 1. Kehilangan cairan karena sedikitnya pemasukan atau pengeluran yang berlebihan 2. Kesukaran menelan 3. Rangsangan haus yang hilang 4. Pengeluran cairan yang berlebihan dari ginjal 5. Gangguan fungsi ginjal 6. Penyumbatan saluran kemih 7. Pengeluaran cairan berlebih dari paru-paru 8. Pengeluran cairan melaui kulit(luka bakar,keringat) 9. Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas.2

2.2 Klasifikasi Diare & Dehidrasi a) Klasifikasi diare, berdasarkan waktu: Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air dalam tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gr/200 ml/24 jam. 1. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, menurut World Organisation Global Guidelines 2005, diare yang akut

Gastroenterologi

didefinisikan berlangsung kurang dari 14 hari, disebababkan infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan. 2. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai diluar negeri yang menyatakan diare berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan diare akut. 3. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari dan ini berlangsung diindonesia. Diare kronik dibagi 3: Diare osmotik: adanya factor malabsorbsi akibat adanya malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein Diare sekretorik: adanya gangguan transport akibat adanya perbedaan osmotic dengan mukosa yang besar Diare inflamasi: diare dengan kerusakan dan kematian eritrosit disertai dengan peradangan.3

b) Klasifikasi dehidrasi Penilaian Lihat : keadaan umum Mata Normal Cekung A Baik, sadar B Gelisah, rewel C Lesu, lunglai, atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Air mata Mulut dan lidah Rasa haus Ada Basah Minum biasa tidak haus Periksa : turgor kulit Kembali cepat Tidak ada Kering Haus ingin minum banyak Kembali lambat Tidak ada Sangat kering Malas minum atau tidak bisa minum Kembali sanagt lambat Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / sedang Dehidrasi berat

2.3 Patofisiologi & Patogenesis Diare & Dehidrasi a) Patofisiologi & patogenesis diare Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: 1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus. 2. Proses pengunyahan (mastikasi): menghaluskan makanan secara mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut 3. Proses penelanan makanan (diglutasi): gerakan makanan dari mulut ke gaster 4. Pencernaan (digestif): penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim. 5. Penyerapan makanan (absorpsi): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus ke dalam sirkulasi darah dan limfe. 6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal. 7. Berak (defekasi): pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotic. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk: 1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum 2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu 3. Mencegah bakteri untuk berkembangbiak. Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan. Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa: 1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin). Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.

2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea). Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitasusus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian diatas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks. 3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus). Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.2

Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa. Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh: a. Previous Water Losses: kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi cairan. b. Nomial Water Losses: kehilangan cairan karena fungsi fisiologik. c. Concomittant Water Losses: kehilangan cairan pada waktu pengelolaan. d. Intake yang kurang selama sakit: kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau muntah. Kekurangan cairan pada diare terjadi karena: 1. Pengeluaran usus yang berlebihan Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena, gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli). Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus. Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota) 2. Masukan cairan yang kurang karena : Anoreksia Muntah Pembatasan makan (minuman) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)

3. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan). Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan. Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air

10

maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn). Gangguan absorpsi ini terjadi karena: Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktas Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan: Fermentasi karbohidrat, dekonjugasi empedu, kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan berkurangnya permukaan mukosa usus timbul deplisit enzim laktase. Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya 50%. Katabolisme. Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja. Kehilangan langsung. Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi usus. Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba

11

isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan member kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

Diare akut ialah diare pada bayi atau anak, yang sebelumnya tidak kelihatan sakit, kurang gizi atau menderita infeksi sistemik berat (meningitis, sepsis dan sebagainya). Patogenesis dari diare dibagi menurut kemungkinan kelainan tinja yang timbul pada diare: 1. Tinja cair (seperti air dan bening) 2. Tinja lembek cair (seperti bubur tepung) 3. Tinja berdarah dan berlendir Keadaan tinja tadi dapat timbul karena mekanisme diare baik berupa kelainan tunggal maupun campuran. Pada umumnya gejala klinik yang ditimbulkan oleh mikroba patogen dibagi menjadi: 1. Sindroma. berak cair (Small Bowel Syndromes) Berak cair yang profuse dan voluminus yang bisanya dihubungkan dengan kolera. 2. Sindroma disentri (Disentry Syndromes). Berupa kejang perut (mules), tenesmia, tinja bercampur lender (pus) dan darah yang biasanya dihubungkan dengan shigellosis. 3. Di samping itu ada bentuk antara kedua sindroma di atas yang tergantung dari derajad kerusakan. mukosa. Pada umumnya suatu mikro organisme yang mengkontaminasi pada usus dan dapat menimbulkan diare, secara mekanisme sebagai berikut, baik tunggal maupun majemuk, diantaranya: 1. Mekanisme toksikologik dari bakteri, sehingga mukosa usus berubah integrasinya di mana terjadi sekresi air dan elektrolit yang berlebihan. 2. Mekanisme patogenesis klasik sebagai kejadian invasi, penetrasi dan pengrusakan (distruption) mukosa usus. 3. Perlukaan epitel usus oleh berbagai substansi. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas metabolik dari bakteri pada makanan dan atau sekresi usus/host sendiri. Menurut kelainan tinja yang didapat, pada dasarnya mekanisme patogenesis diare infektif dapat dibagi menjadi: 1. Diare sekretorik karena toksin E.coli dan V.cholera.

12

Contoh klasik dari mekanisme diare karena toksin adalah diare yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera dan ETEC. Di samping itu bakteri lain seperti: Clostridium perferingens, Staphilococcus aureus, Pseudomonas aerugenosa, dan beberapa strain Shigella dan Salmonella juga dapat menghasilkan enterotoksin. Keracunan makanan yang mengandung Staphilococcus, kontaminasi bentuk pratoksin (preformed toxin) juga merupakan faktor penting dalam kejadian diare, dan mekanismenya berbeda dengan diare karena kholera atau E. coli. Sekitar 25% diare pada anak disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada umumnya dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera. E.coli pada berbagai strain dapat mempunyai 2 sifat, yaitu: sebagai enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah melalui tantangan karepa ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen usus kecil memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus. Racun-racun ini merangsang mekanisme sel-sel epitel mukosa usus yang memproduksi adenil siklase (Cyclic AMP) dan kemudian akan berpengaruh mengurangi penyerapan ion natrium dari lumen usus, tetapi meningkatkan pengeluaran ion khlorida dan air dari kripta mukosa dalam lumen usus. Penyembuhan diare yang disebabkan oleh racun tersebut adalah suatu penggantian secara proses regenerasi dari sel-sel epitel mukosa usus yang terserang. Proses ini biasanya berlangsung 2-5 hari dan pada anak-anak yang menderita kurang gizi akan berjalan lebih lama. Penghambatan organisme tersebut dengan antibiotika akan

memperpendek dan mengurangi diare dari V. cholera; tetapi diare yang disebabkan oleh E. coli dengan penggunaan antibiotika yang kurang bermanfaat. Racun-racun yang dihasilkan oleh bakteri yang timbul pada makanan menyebabkan diare yang sangat singkat yang dikenal dengan keracunan makanan. Penggantian seluler tidak begitu penting pada diare ini. Staphilococcus dengan bentuk pratoksinnya adalah penyebab yang paling umum dari jenis diare karena keracunan makanan.

a. Escherechia coli: E.coli sering merupakan penyebab diare infektif pada bayi. Berdasarkan antigen O, maka E. coli dibagi menjadi beberapa golongan (sero group) dan berdasarkan antigen H dibagi menjadi serotip (serotype). Penggolongan Escherechia coli disebutkan sebagai berikut: Enteropathogenic Escherechia Coli (EPEC)

13

Sering menyebabkan timbulnya letupan diare akut dalam kamar bayi. EPEC merupakan rumpun, E. coli dengan sifat virulensi yang sangat ringan; EPEC juga mampu memproduksi enterotoksin tetapi tidak mampu menyimpannya. Setelah sampai di usus halus bakteri EPEC akan melekat pada enterosit dan menyebabkan kerusakan vili mikro. Kemudian bakteri tadi diselimuti oleh bahan kimia pada dinding sel enterosit atau sel bulat pada lamina propria. Keadaan ini sebetulnya mirip untuk semua sero group dari EPEC Perlekatan bakteri pada enterosit di lakukan oleh HEp2 (Human Epithelial) yang mana sifat ini tak ada pada lain strain dari E. coli Perlekatan HEp2 dengan enterosit tadi disebabkan adanya plasmid (yang diberi tanda 50 - 70 MDa), yang disebut EPEC Adhereni Factor (EAF) merupakan perkembangan tonjolan hibrid atau biji dari DNA. Perlekatan pada enterosit tadi belum cukup untuk menimbulkan gejala dari penyakit diare. Perlekatan tadi akan menimbulkan perlukaan pada sel epitel, keadaan tadi mungkin disebabkan oleh karena sitotoksin yang menyebabkan sel menjadi rusak atau mati. Belum diketahui secara pasti dari mekanisme produksi toksin dari kebanyakan serotip E. coli terutama toksin EPEC merupakan salah satu toksin dengan virulensi tinggi menyerupai toksin Shiggella.

Enterotoxicogenic Escherechia Coli (ETEC) Merupakan penyebab utama dari traveler's diarrhea dan diare pada bayi di negara berkernbang. Strain ini ditandai dengan kemampuannya menghasilkan toksin sebagai: Toksin labil terhadap panas (Heat Labile Toksin) (LT) Toksin stabil terhadap panas (Heat StableToksin) (ST). Toksin tadi merupakan faktor virulensi bakteri yang dapat mcnyebabkan diare sekretorik, dan keadaan tersebut dapat timbul karena : a. Alat pelekat (Adhesion organelles), yang disebut fimbria, vili atau faktor kolonisasi. b. Produksi enteretoksin. Perlekatan bakteri pada permukaan enterosit dengan reseptor tadi berguna untuk menghindari gerakan peristaltik usus (sebagai mekanisme ketabanan usus) jumlah ini berarti bakteri tersebut harus dapat mengatasi mekanisme ketahanan (kekebalan) local usus halus, termasuk immunoglobulin sekretorik.

14

Enterinvasive Escherechia Coli (EIEC) Di dalam lumen usus bakteri memproduksi racun yang disebut "enterotoksin" lebih dahulu masuk kedalam mukosa usus halus. Bakteri lebih-lebih Vibrio Cholera melekat pada epitel mukosa usus dan menembus lapisan mukusa, serta mengeluarkan enterotoksin yang menyerupai enterotoksin (LT) E.coli (ETEC). Enterotoksin tadi dipegang oleh reseptor substansi brush border sel epitel usus sebagai bentukan gangliosida dari oligosakharida (oligosacharide moieties of the ganglioside). Gangliosida ini menerima dan melekat pada sub unit B dari enterotoksin, sehingga toksin dapat melekat pada dinding sel epitel, sub unit A dari molekul enterotoksin kemudian masuk kedalam sel epitel yang kemudian mempengaruhi siklus AMP.

Enterohemorrhagic Escherechia Coli (EHEC) Toksin yang terbentuk ini tidak akan diabsorpsi, tetapi akan merangsang sel epitel dari mukosa usus yang menyebabkan terjadinya sekresi cairan dari usus halus yang dapat terus berlangsung selama 24-35 jam. Enterotoksin yang dihasilkan bakteri tadi adalah suatu peptida, dan berdasarkan sifat kumannya, dapat dibagi menjadi: a. Stimulator yang labil terhadap panas yang bekerja terhadap Adenil siklase pada E coli dan Kolera. b. Senyawa yang tahan panas, lebih kecil moIekulnya, bekerja untuk guanilida siklase dan meningkatnya konsentrasi siklus AMP.

2. Patomekanisme invasif: Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Virus Rota. Bakteri invasif penyebab diare diperkirakan sebanyak 10-20% dari diare pada anak. Diare dengan kerusakan mukosa dan sel-sel mukosa sering pada usus halus dan usus besar, pada umumnya disebabkan oleh Shigella, Enteroinvasif E. coli dan Campilobacter jejuni. Invasi bakteri diikuti oleh pembengkakan dan kerusakan sel yang menyebabkan diketemukannya darah dan lendir atau sel-sel darah putih dan darah merah dalam tinja (bloody stool dysentry). Spasmus dari otot-otot polos pada usus dirasakan oleh penderita sebagai kejang atau sakit perut. Terdapat juga deman. Organisme tersebut menghasilkan bermacam-macam toksin yang mungkin mempengaruhi penyerapan dan pengeluaran cairan, tetapi yang penting adalah dalam hal mempercepat kerusakan mukosa. Bentuk diare ini biasanya disertai dengan banyak kehilangan zat-zat gizi daripada peristiwa diare karena toksin. Karena tingginya kerusakan jaringan oleh invasi bakteri, penyembuhannya memerlukan waku yang lebih lama. Salmonella juga merupakan suatu bakteri invasif tetapi 15

tidak menimbulkan banyak kerusakan, sedangkan protozoa juga mengadakan invasif terhadap reaksi radang yang ditimbulkan tidak berat. Virus yang juga berperan dalam diare, memberikan perubahan morfologi dan fungsional pada mukosa jejunum. Pada permulaan terjadi kerusakan brush border, aktivitas enzim laktase menurun kemudian timbul peradangan, pemendekan vili intestinales dan kripte dan peningkatan mitosis. 1. Shigella Shigella adalah salah satu prototipe dari organisme penyebab diare invasif, yang menimbulkan tinja berdarah dan berlendir (bloody stool dysentry). Jenis Shigella ada 39 serotipe, dibagi dalam 4 spesies: a. S.dysentriae; b. S. flexneri; c. S.boydii dan d. S. sonnei. Shigella sebagai penyebab diare mempunyai 3 faktor virulensi: Dinding lipopolisakarida sebagai antigen yang halus Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel. Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri dapat berlaku sebagai antigen 0 (somatik) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri Shigella dan sel enterosit. Shigella seperti Salmonella setelah menembus enterosit dan berkembang didalamnya sehingga menyebabkan kerusakan sel enterosit. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis selsel yang bukan fagositosik untuk menarik bakteri ke dalam vakuole intrasel, yang mana bakteri akan meperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar kesekitarnya serta menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasive dan pembelahan intrasel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari khromosome bakteri Shigella. Toksin Shigella mempunyai khasiat: Nefrotoksik Sitotoksik (mematikan sel dalam benih sel) Enterotoksik (merangsang sekresi usus) Sintesa protein merupakan hal yang penting dalam kejadian kematian sel dan timbulnya lesi fokal yang destruktif dari usus 2. Salmonella Ada tiga spesies bakteri Salmonella yaitu: a. S. typhii, b. S. enteriddis dan 16

c.

S. choleraesuis Solmonella Typhii menyebabkan penyakit demam tifus, sedangkan Salmonella

enteritidis mempunyai kira-kira 1500 bioserotip, di antaranya menyebabkan penyakit paratifus A, B dan C, sedangkan Salmonella choleraesuis sering menimbulkan keadaan sepsis pada osteomyelitis dan empyema paru. 3. Campilobacter jejuni C. jejuni adalah penyebab umum diare pada beberapa spesies binatang (seperti: ayam, kambing, babi & anjing). Manusia mendapat infeksi melalui kontak langsung dengan binatang atau tinjanya, dari makanan atau air yang terkontaminasi dan kadang-kadang melalui orang ke orang. Beberapa ahli menganggap penyakit ini sebagai zoonosis. Pengenalan secara klinik dari infeksi C Jejuni bervariasi dari tanpa gejala, diare sedang sampai berat. Dalam banyak kasus, demam dan rasa sakit diperut terjadi. diare mungkin cair, tetapi pada sepertiga kasus tinja disentrinya ditandai dengan adanya darah dan lendir setelah satu atau dua hari dan biasanya mengandung polimorfonuklear sel darah putih. C. Jejuni mungkin menyebabkan diare dengan menyerang usus halus dan usus besar penderita. Ada dua bentuk racun yang dihasilkan, sitotoksin dan enterotoksin yang tidak tahan panas. Patogenesis cara kedua toksin tadi belum jelas. Sifat invasif C. jejuni selain pada binatang juga pada manusia, terjadi perlukaan dan atrofi vili jejenum kolon.

b) Patofisiologi & patogenesis dehidrasi 1. Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjdi dalam berbagai keadaan klinis dan hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau diluar ginjal.penurunan volume cairan lebih cepat terjadi jika kehilangan cairan tubu yang abnormal disertai dengn penurunan asupan oleh sebab apapun. 2. Penyebab kekurangn volume cairan isotonic yang paliing sering adalah kehilangan sebagian dari ciran sekresi harian saluran cerna(total 8L/hari).kehilangan sekresi saluran cerna dalam jumlah yang bermakna dapat terjadi pada muntah yang

berkepanjangan,penyedotan nasogastrik,diare berat,fistula atau perdarahan.konsentrasi pada natrium pada cairan ini tinggi,sehingga kehilangan cairan ini akan meneyebabkan terjadinya kominasi kekurangan natrium dan air.sekresi lambung juga menegandung ion kalium dan hydrogen dalam jumlah besar,maka kekuranagn volume seperti diatas sering disertai alkalosis metabolic dan hiokalemia. 3. Penyebab lain deficit volume cairan adalah tersimpannya cairan pada cedera jaringan lunak,luka bakar berat,peritonitis atau obstruksi saluran cerna.terkumpulnya cairan 17

didalam ruang non-ECF dan non-ICF disebut sebagai penenempatan ruang ketiga,yaitu distribusi cairan yang hilang keruang tertentu yang tidak mudah terjadi pertukaran dengan ECF.pada prinsipnya ccairan menjadi terperangkap dan tidak dapat terpakai oleh tubuh.
4.

Keringat adalah cairan hipotonik yang terutama terdiri dari air,natrium(30-70 mEq/L) dan klorida.selama latihan berat dilingkungan yang panas,bisa terjadi kehilangan

sebanyak 1L keringat/jam,dan hal ini dapat meneyebabkan defisit volume cairan dapat hilang selama sakit jika terjadi demam,diaphoresis dan penggantian cairan yang adekuat.suhu tubuh antara 38-39c akan meningkatkan kebutuhan cairan kira-kira 500 ml selama 24 jam,dan jika temperature diatas 39c kebutuhan akkan meningkat setidaknya 1000 ml.yang terakhir,sejumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit akibat penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka.2

2.4 Manifestasi klinis Diare dan Dehidrasi a) Manifestasi Klinis Diare: 1) Anak menjadi cengeng 2) Gelisah 3) Suhu badan 4) Nafsu makan 5) Tinja mungkin mengandung darah /lender 6) asam laktat akibat fermentasi laktosa didalam usus besar tinja menjadi asam dapat mengiritasi anus dan sekitarnya lecet. 7) Kehilangan air dan elektrolit dehidrasi, berat badan , ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus dan turgor kulit, selaput lendir mulut dan bibir tampak kering. 8) Kehilangan cairan dan elektrolit sesak, kejang, kesadaran . 9) Muntah menunjukkan adanya mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna atas seperti virus, enteric, bakteri yang memproduksi enterotoksin, giardia dan cryptosporidium. 10) Demam diare karena infeksi 11) Nyeri perut 12) Tenesmus timbul pada perut bagian bawah dan rectum yang menunjukkan adanya keterlibatan usus besar.

18

13) Pada diare non inflamasi demam biasanya tidak ada atau tidak tinggi, nyeri berupa kram, periumbilical dan tidak berat.3

b) Manifestasi Klinis Dehidrasi 1. Dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan <3% cairan tubuh) Status mental baik, waspada Rasa haus: minum baik, mungkin menolak cairan Denyut nadi: normal Pernapasan: normal Mata: normal Air mata: ada Mulut dan lidah: lembab (basah) Elastisitas kulit: cepat kembali setelah dicubit Produksi urin: normal sampai berkurang

2. Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 3-9% cairan tubuh) Status mental: normal, lesu atau rewel Rasa haus dan ingin minum air terus Denyut nadi: normal sampai meningkat Pernapasan: normal,cepat Mata: agak cekung Air mata: berkurang Mulut dan lidah: kering Elastisitas kulit: kembali setelah dua detik Produksi urin: berkurang

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 9% cairan tubuh ) Status mental: lesu sampai tidak sadar Rasa haus: minum sangat sedikit, sampai tidak bias minum Denyut nadi: meningkat sampai sampai melemah pada keadaan berat Pernapasan: dalam Mata: sangat cekung Air mata: tidak ada Mulut dan lidah: pecah-pecah

19

Elastisitas kulit: kembali setelah dua detik Produksi urin: minimal (sangat sedikit).1

2.5 Anamnesis, Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan penunjang pada diare a) Anamnesis Asupan peroral Frekuensi dan volume tinja yang keluar Aktifitas anak Adanya demam atau tidak Adanya munta atau tidak dan kejang Frekuensi miksi dan urinnya Lama dan beratnya diare Kosistensi tinja Lihat apakah adanya lender dan darah pada feses

b) Pemeriksaan Fisik Vital sign:suhu 38c Tekanan darah 100/60 mmHg Nadi:112x/menit Napas:25x/menit

c) Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan tinja Makroskopis (bentuk dan konsistensi, warna, bau, darah dan lendir) dan mikroskopis (sel epitel, makrofag, leukosit, eritrosit, parasit, kristal dan sisa makanan) PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi 2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah dengan menentukan PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kretinin untuk mengetahui faal ginjal 20

4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium dan kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada diare yang disertai kejang) 5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutam dilakukan pada penderita diare kronik.3

2.6 Penatalaksanaan diare dan dehidrasi Prinsip Tatalaksana Penderita Diare: a. Mencegah terjadinya dehidrasi Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur, air sup. Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada: Kebiasaan setempat dalam mengobati diare tersedianya cairan sari makanan yang cocok Jangkauan pelayanan Kesehatan Tersedianya oralit

Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang diajukan, berikan air matang. b. Mengobati dehidrasi Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatanuntuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral. c. Memberi makanan Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

21

d. Mengobati masalah lain Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. Pemberian antibiotika umumnya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali jika penyebabnya jelas seperti: Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari

Antibiotika lain yang dapat diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti: Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari Infeksi sedang (Bronkitis), diberikan penisil prokain atau ampisilin 50 mg/kgBB/hari Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari atau ampisilin 75-100 mg/kgBB/hari + gentamisin 6 mg/kgBB/hari atau derivat sefalosporin 30-50 mg/kgBB/hari.3

e. Edukasi Pencegahan 1) Buang air besar dijamban 2) Buang sampah pada tempat yang telah ditentukan 3) Biasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan 4) Menggunakan air yang bersih dan sanitasi yang baik 5) Memasak makanan dan air minum hingga matang 6) Hindari makan yang telah terkontaminasioleh lalat,makanan basidan menghindari makanan yang bias menyebabakan alergi 7) Higieni lingkungan yang lebih baik 8) Peningkatan keamanan lingkungan sehat 9) Member penyuluhan dan penerangan kepda masyarakat tentang

diare(penyebab,penggunaan oralit )

1) RENCANA TERAPI A Untuk Mengobati Diare Dirumah (Penderita diare tanpa dehidrasi) Gunakan cara ini untuk mengajari ibu : Teruskan mengobati anak diare dirumah Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

Menerangkan tiga cara terapi diare dirumah:

22

1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak dibawah (catatan jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang dari pada makanan yang cair). Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti dibawah. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi Teruskan ASI Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan, untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu, Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat, berikan bubur bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan, tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi. Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan kalium Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik Bujuk anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan diberikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu. 3. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut: Buang Air besar cair lebih sering Muntah berulang-ulang Rasa haus yang nyata Makan atau Minum sedikit Demam Tinja berdarah

23

Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada Ibu jumlah oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit yang cukup untuk 2 hari.

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit: Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua. Bila anak muntah, tunggulah 10 menit kemudian berikan cairan lebih lama misalnya sesendok tiap 2-3 menit. Bila diare berlanjut setelah oralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapat tambahan oralit.3

2) RENCANA TERAPI B Untuk Terapi Dehidrasi Ringan/Sedang Jumlah Oralit Yang Diberikan Dalam 3 Jam Pertama: ORALIT yang diberikan dihitung dengan = BB penderita (kg) x 75 ml. * Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit sesuai tabel dibawah ini

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah Bujuk ibu untuk meneruskan ASI Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak selama masa ini Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit: 1) Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan

24

2) Tunjukan cara memberikannya sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah 2 tahun beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua. 3) Periksa dari waktu bila ada masalah 4) Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2-3 menit 5) Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air masak atau ASI beri oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan telah hilang. Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi. 1) Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A, Bila dehidrasi telah hilang anak biasanya kemudian mengantuk dan tidur. 2) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang ulang Rencana terapi B, tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A. 3) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B 1) Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah 2) Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dalam rencana terapi A. 3) Tunjukkan cara melarutkan oralit 4) Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah: Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti Memberi makan anak sebagaimana biasanya Membawa anak ke petugas kesehatan.3

25

3) RENCANA TERAPI C Untuk Dehidrasi Berat


Mulai diberi cairan IV segera bila penderita bisa minum, berikan oralit. Sewaktu cairan I.V dimulai beri 100 ml/kg. catatan Ringer laklat (atau cairan normal selain bila ringer laktat tidak tersedia) dibagi sebagai berikut.

*Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai pencepat tatasan Intravena. Juga berikan oralit (5ml/kg/jam), bila penderita bisa minum biasanyasetelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 (anak) Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita mengunakan Tabel Pernilaian Kemudian pilihlah rencana terapi. yang sesuai (A,B atau C ) untuk melanjutkan terapi Kirim Penderita untuk terapi Intravena Bila penderita bisa minum sediakan Oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama di penjalanan

Mulai rehidrasi melalui mulat (dengan Oralit berikan 20,l/kg/jam selama 6 jam (total 120 .l/kg) Nilailah penderita 1-2 jam: - Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan-pelan. - Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk penderita untuk terapi Intravena Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai Mulai rehidrasi melalui mulut dengan oralit. Berikan 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg) Nilailah penderita tiap 1-2 jam Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan-pelan Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita untuk terapi Intravena Setelah 6 jam nilai kembali kondisi penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai.

2.7 Diagnosis Banding, Komplikasi & Prognosis diare a) Diagnosis Banding 1. Penyakit crohn 2. Malabsorbsi 3. Colitis ulserosa 26

4. Peradangan saluran cerna 5. Penyakit keganasan 6. Sindrom kolon iritabel 7. Pasca bedah 8. Akibat obat-obatan 9. Penyakit endokrin/metabolik

b) Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik) 2. Renjatan hipovolemik 3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, dikaria, perubahan pada elektrokardiogram) 4. Hipoglikemia 5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktaz karena kerusakan vili mukosa usus halus. 6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik 7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.3

c) Prognosis Prognosis baik jika dilakukan penanganan dengan cepat, tepat dan akurat.

27

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Diare yaitu buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair (setengah padat), kandunga air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram attau 200 ml/24 jam. Diare dapat disebabkan oleh banyak factor. Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu dan berdasarkan patofisiologi. Edukasi untuk pencegahan diare antara lain: BAB dijamban,cuci tangan sebelum dan sesudah makan, menghindari makanan yang basi, terkontaminasi dan menghindari makan yang alergi dll.

28

DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jilid 1. Jakarta Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2006 2. Price, Sylvia A. Patofisiologi konsep kilinis proses-proses penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC, 2005 3. Rusepno Hasan, editor. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1985

29

Anda mungkin juga menyukai