Anda di halaman 1dari 3

Dibalik Takdir

Oleh : Muhammad Gauza Faliha (X MIPA 10/19)

Pada zaman dahulu disebuah negara antah berantah hiduplah seorang raja yang bernama
Maharaja Rajim Anwar. Namanya yang masyhur membuat beberapa raja – raja di negara itu takluk
kepadanya. Setiap tahun mereka juga wajib memberikan upeti kepada Maharaja atau baginda
tersebut.

Hingga pada suatu hari baginda sedang melakukan pertemuan di dalam istana dengan
segala raja – raja, menteri, dan rakyat. Tiba – tiba datanglah sepasang suami istri miskin yang
bernama Agung dan Siti dengan pakaian yang lusuh dan kusam dihadapan mereka. Orang - orang
yang mengetahui kedatangan mereka langsung menertawakan dan melempari mereka dengan kayu
dan batu sehingga tubuhnya bengkak – bengkak dan berlumur darah. Keramaian tersebut didengar
oleh baginda, “Apakah yang ramai di luar itu?”, titah baginda. “Mereka ramai melempari orang
miskin di luar sana baginda.”, sahut salah satu raja. Maka baginda maharaja pun menyuruh untuk
mengusir mereka hingga ke tepi hutan.

Kala rembulan muncul di langit yang gelap gulita, bintang - bintang bertebaran bagaikan
beras yang terjatuh ketanah, tidurlah Agung dan istrinya di dalam hutan. Dikala senyuman
matahari terlihat jelas di atas negeri itu, Agung dan istrinya pun berjalan masuk kedalam negeri
mencari rezeki. Mereka pergi ke kampung untuk mencari rezeki. Tetapi sesampainya di kampung,
orang-orang mengusirnya dengan kayu. Kemudian, mereka pun berlari ke pasar, namun di pasar
mereka pun dilempari batu hingga tubuh mereka penuh dengan darah.

Sepanjang jalan Agung dan istrinya pun menangis kelaparan dan kesakitan. Hingga
akhirnya mereka sampai di tempat pembuangan sampah dan menemukan ketupat yang sudah basi
dan ruas tebu. Kemudian dimakanlah ketupat tersebut oleh sepasang suami istri itu dan sebagai
penghilang dahaga, diminumlah ruas tebu tersebut. Begitulah keseharian Agung dan istrinya itu.

Di suatu hari dikala senyuman matahari mulai muncul di atas pepohonan rindang, Agung
merasa kesakitan dan menangis. Hal itu membuat istrinya menangis pula dan mengambilkan
dedaunan kemudian diratakan keseluruh tubuh suaminya. Dahulu kala, sebenarnya Agung adalah
seorang raja keinderaan yang terkutuk oleh sumpah Batara indra dan jadilah seperti itu.

Tak beberapa lama, istri dari Agung hamil tiga bulan lamanya. Sang istri pun menginginkan
sekali makan buah mempelam (mangga) yang ditanam di taman raja itu dan meminta suaminya
untuk mencarikannya. Seketika, Agung langsung menolaknya karena sama saja hal tersebut sia –
sia dan seperti mencari mati. Mendengar perkataan suaminya, sang istri pun menangis, melihat hal
itu sang suami berkata, “Diamlah Adinda, jangan menangis. Kakanda akan mencarikan buah
mempelam itu, jika dapat kakanda akan berikan kepada adinda,” kata Agung. Sang istri pun tidak
menangis lagi.
Maka suaminya itu pun pergi ke pasar untuk mencari buah mempelam itu. Sesampainya di
depan orang berjualan buah mempelam, maka Agung pun meminta dengan kasihan untuk
diberikan buah mempelam yang sudah terbuang itu. Mendengar kata – kata seorang yang miskin
itu, orang – orang di pasar tiba – tiba merasa kasihan kepadanya, sehingga membuat mereka ada
yang memberikan buah mempelam, nasi, kain baju, dan buah – buahan kepadanya. Maka, Agung
pun terheran – heran karena sebelumnya belum pernah mendapat perlakuan seperti itu oleh
mereka.

Kemudian, dia pun kembali ke dalam hutan dan memberikan kain baju, buah – buahan
termasuk buah mempelam yang sangat diinginkan istrinya itu kepadanya. Lalu, dia bercerita kalau
semua yang dia peroleh itu, dia dapatkan di pasar. Mendengar cerita itu, istrinya menangis dan
tidak mau makan jika bukan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka istrinya pun
berkata, “Biarlah aku mati sekali.”

Maka, Agung pun sedikit sebal dengan kelakuan istrinya seperti orang yang hendak mati.
Agung pun tidak berdaya dan dia pun memutuskan menghadap Maharaja Rajim Anwar. Pada saat
itu, baginda sedang berada dihadapan segala raja. Tiba – tiba Agung (Seorang yang miskin) datang
dihadapan baginda. Maka baginda pun bertitah, “Hai Miskin, apa kehendakmu?”. Agung pun
dengan segala penghambaannya kepada raja bersujud kepadanya dan memohon agar dapat
diberikan buah mempelam yang sudah jatuh untuk diberikan kepada istrinya. Tiba – tiba, baginda
tersebut merasa kasihan kepadanya, akhirnya baginda pun menyuruh orang untuk memberikan
setangkai buah mempelam kepada seorang yang miskin itu .

Kemudian, setelah dia mendapatkan buah mempelam itu dia pun kembali ke hutan. Ketika,
istrinya melihat akan suaminya datang membawa buah mempelam setangkai. Maka, dia pun
tertawa dan menyambutnya lalu dimakannya.

Kemudian setelah tiga bulan berselang lamanya, istrinya pun menangis kembali dan
menginginkan untuk makan buah nangka yang terdapat di dalam taman raja itu juga. Agung pun
pergi kembali menghadap baginda. Maka baginda pun bertitah, “Apa pula kehendakmu hai miskin
?”. Kemudian, sujudlah pula dia kepada baginda dengan segala penghambaannya untuk meminta
dan memohon dengan sangat agar diberikan buah nangka yang telah gugur untuk diberikan lagi
kepada istrinya. Lalu, dengan rasa kasihan yang tiba – tiba terbesit di dalam hati baginda kepada
Agung (Seorang yang miskin itu), akhirnya dia pun memberikan satu buah nangka kepadanya.
Setelah dia mendapatkan buah nangka tersebut, dia pun kembali menghadap istrinya. Melihat buah
nangka itu, sang istri langsung menyambutnya dengan gembira dan memakannya.

Selama istrinya hamil, mereka mendapatkan berbagai bantuan dari orang lain. Pada suatu
malam yang indah, ketika usia kandungan Siti genap sembilan bulan, istri Agung itu pun
melahirkan seorang anak laki yang terlalu amat sangat baik parasnya dan elok rupanya. Maka
dinamainya akan anaknya tersebut dengan nama Markaromah yang artinya anak di dalam
kesukaran.

Tak seberapa lama kemudian, Allah SWT menganugerahi mereka dengan sesuatu yang tak
terduga. Ketika Agung menggali tanah yang akan dibuat untuk mendirikan tiang teratak. Maka
tergalilah sebuah laju besar berisi emas yang banyak. Maka istrinya pun datang melihat emas itu.
Seraya berkata kepada suaminya, “Emas ini tidak akan habis dibuat belanja sampai kepada anak
cucu kita sekalipun.”

Hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah kita harus selalu optimis bahwa dibalik
kesusahan pasti ada kemudahan. Kita harus selalu bekerja keras dan pantang menyerah untuk
mendapatkan sesuatu yang kita inginkan meskipun sesuatu itu kita rasa sulit untuk
mendapatkannya. Allah SWT telah menetapkan jalan hidup yang terbaik dan tidak di sangka –
sangka untuk masing – masing dari kita, sehingga kita harus percaya ketika kita diberikan berbagai
cobaan sekarang pasti Allah SWT akan memberikan solusi yang terbaik untuk kita kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai