Di sebuah negara antah-berantah, terdapat sepasang suami istri yang miskin berkeliling di
negara tersebut untuk mencari nafkah. Negara tersebut memiliki raja yang bernama Maharaja
Indera Dewa. Ia memimpin kerajaan yang amat besar, oleh karena itu beberapa raja di tanah itu
takluk kepadanya dan mengirimkan upeti setiap tahun.
Pada suatu hari, saat para raja, menteri, hulubalang, dan rakyat sedang menghadap ke
Indera Dewa, muncullah Si Miskin dengan pakaian yang lusuh serta robek-robek di hadapan
mereka. Sontak, mereka pun tertawa melihat pakaian Si Miskin yang seperti dikoyak anjing.
Mereka melempari Si Miskin dengan kayu dan batu hingga Si Miskin berlumuran darah.
Mendengar keributan itu, Indera Dewa menyuruh bawahannya untuk mengusir Si Miskin ke tepi
hutan.
Si Miskin tidur di dalam hutan pada malam harinya. Setelah siang hari, Si Miskin kembali
memasuki negara itu untuk mencari nafkah. Sampailah ia ke suatu kampung. Di kampung itu, Si
Miskin tidak disambut dengan baik dan malah diusir menggunakan kayu. Kemudian, datanglah
ia ke sebuah pasar. Di sana, keberadaan Si Miskin juga tidak diterima. Ia bahkan dilontari
dengan batu dan ada juga yang memukulnya dengan kayu. Ia pun menangis dan lari dari sana.
Rasa lapar sangat menyiksa dirinya. Di tengah pelariannya, Si Miskin melihat tempat
pembuangan sampah. Di sana ia mengais-ngais sampah dan apabila menemukan makanan, ia
pun tidak segan untuk memakannya.
Hari mulai petang, Si Miskin beranjak pergi ke hutan tempatnya ia tinggal. Ia pun tidur di
sana. Saat esok hari, Si Miskin menangis tersedu-sedu dan merintih kesakitan kepada istrinya.
Istrinya menjadi tak tega dan ia pun merawat luka sang suami. Sebenarnya Si Miskin dahulunya
merupakan raja keindraan. Namun, Batara Indera mengutuknya menjadi miskin sampai seperti
saat ini.
Waktu pun berlalu, Istri Si Miskin hamil tiga bulan lamanya. Istrinya sedang mengidam, ia
ingin sekali memakan buah mangga yang berada di dalam taman raja. Mengingat hal yang
pernah dilakukan Indera Dewa padanya, Si Miskin menjadi ragu. Kemudian, ia pun memutuskan
untuk membawa mangga yang berasal dari pasar. Sesampainya di pasar, Si Miskin menemui
seorang penjual mangga dan memohon kepadanya agar diberikan buah mangga. Ia juga
menceritakan keadaan istrinya yang sedang hamil dan mengidam-idamkan buah mangga.
Orang-orang yang mendengar itu menjadi iba. Kemudian, beberapa dari mereka pun ada yang
memberi Si Miskin buah mangga, nasi, pakaian, ataupun buah-buahan.
Kembalilah Si Miskin ke dalam hutan untuk menemui istrinya. Saat Si Miskin
mempersembahkan barang-barang bawaannya, istrinya menolak dan menangis. Ia mengatakan
bahwa ia hanya akan memakan buah mangga yang berada di dalam taman raja. Mendengar hal
itu, Si Miskin menjadi sebal. Namun, akhirnya pun ia mengalah.
Segeralah Si Miskin pergi menemui Maharaja Indera Dewa. Maharaja Indera Dewa
kemudian menanyakan tujuan kedatangan Si Miskin. Si Miskin menjawab bahwa ia ingin
meminta buah mangga yang berada di dalam taman raja untuk istrinya yang sedang hamil.
Indera Dewa pun memberinya setangkai buah mangga. Si Miskin berterima kasih dan kemudian
pergi untuk menemui istrinya. Istrinya yang melihat Si Miskin membawa setangkai mangga itu
langsung menyambut Si Miskin. Lalu, mereka pun memakannya bersama.
Beberapa waktu kemudian, Istri Si Miskin kembali mengidam. Kali ini, ia menginginkan buah
nangka yang berada di dalam taman raja. Si Miskin pun mengiyakannya dan segera menemui
Indera Dewa lagi. Sesampainya di hadapan Indera Dewa, Si Miskin bersujud seraya memohon
agar diberi buah nangka yang berada di dalam taman raja untuk istrinya yang sedang hamil.
Indera Dewa pun memberinya sebuah nangka. Si Miskin kembali berterima kasih dan kemudian
pergi untuk menemui istrinya. Si Miskin disambut oleh istrinya ketika sesampainya di rumah.
Lalu, buah nangka yang dibawanya dimakan oleh istrinya itu.
Akhirnya, tibalah waktunya istri Si Miskin melahirkan. Pada saat itu, bulan sedang terang.
Istri Si Miskin melahirkan seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Markaromah.
Markaromah berarti anak di dalam kesukaran. Mereka amat menyayangi anak mereka itu.
Suatu ketika, SI Miskin menggali tanah untuk ditinggali mereka bertiga. Tak disangka, hal
yang mengejutkan pun muncul. Hasil galian Si Miskin membuatnya menemukan sebuah telaju
yang berisi sangat banyak emas. Si Miskin yang terkejut kemudian menghampiri istrinya dan
menceritakan apa yang telah ditemukannya. Istrinya pun datang untuk melihat emas itu dan ia
berkata bahwa emas tersebut dapat mencukupi kebutuhan mereka, bahkan sampai anak cucu
mereka.