Anda di halaman 1dari 27

Nama : Violeta Inayah Pama

NIM : 1103976
Mata Kuliah : Sastra Indonesia
Tugas : Jawaban Ujian Tengah Semester (UTS)
Dosen : Prof. H. Yus Rusyana

Judul Hikayat : Hang Tuah dan Empat Sahabat


Penulis : Abel Tasman
Tahun Terbit : 2011
Penerbit : Yayasan Pustaka Riau

1. Analisis struktural hikayat.


Dalam menganalisis hikayat “Hang Tuah dan Empat Sahabat” ini digunakan
teori yang dikemukakan oleh M.H. Abrahams. Menurut Abrahams (Teeuw,
1984:50) terdapat beberapa pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra,
yakni : (a) pendekatan obyektif yang menitikberatkan pada karya sastra itu
sendiri, (b) pendekatan ekspresif yang menitikberatkan pada penulis, (c)
pendekatan mimetik yang menitikberatkan pada semesta, (d) pendekatan
pragmatik yang menitikberatkan pada pembaca.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam menganalisis hikayat “Hang
Tuah dan Empat Saudara” ini adalah pendekatan obyektif, yaitu pendekatan yang
menekankan karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyaknya bersifat
otonom. Aristoteles (Teeuw, 1984:120) dalam bukunya yang berjudul Poetika,
yang ditulis sekitar tahun 340 SM di Athena, meletakkan dasar yang kuat untuk
pandangan yang menganggap karya sastra sebagai struktur yang otonom. Masalah
struktur karya sastra yang sering dibicarakan adalah dalam rangka pembahasan
tragedi khususnya dalam pasal-pasal mengenai plot (Teeuw, 1984:121). Menurut
pandangan Aristoteles (Teeuw, 1984:121) dalam tragedi action tindakan, bukan
character, watak merupakan hal yang terpenting. Efek tragedi dihasilkan oleh aksi
plotnya.

1
Maka dari itulah sesuai dengan paparan di atas, dalam menganalisis karya
sastra berdasarkan strukturnya hal yang terpenting adalah pengkajian plotnya,
sedangkan hal lainnya seperti tokoh, latar, sudut pandang merupakan
pelengkapnya saja.
Adapun dalam hikayat “Hang Tuah dan Empat Sahabat” yang akan
dianalisis adalah, alur/plot, tokoh, latar, dan sudut pandangnya. Sebelum masuk
ke dalam analisis, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu ringkasan cerita dalam
hikayat ini.
Hikayat ini menceritakan tentang ketangguhan Hang Tuah dan keempat
sahabatnya dalam menaklukkan segala rintangan di setiap petualangan mereka.
Hikayat ini bermula ketika Tun Mat, anak tunggal Bendahara Paduka Raja
mengajak Hang Tuah dan keempat sahabatnya untuk pergi berburu ke pulau
Biram Dewa daerah Bintan. Sesampainya di pulau tersebut tanpa disengaja
rombongan Hang Tuah ini bertemu dengan para penyamun yang hendak
menghadang mereka. Perkelahianpun tak terelakkan. Hang Tuah dan keempat
saudaranya Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu merupakan
anak-anak yang tangguh, akan tetapi karena kecuranga pihak musuh akhirnya
mereka berhasil ditangkap dan dikurung dalam sebuah gua yang sangat gelap
gulita. Ketika mereka berada dalam gua tersebut ternyata ada seorang lagi anak
muda yang bernama Nongsa dan telah lebih dahulu ditawan oleh kawanan
penyamun itu. Berkat kepintaran dan kegesitan Hang Tuah dan kerjasama dengan
keempan saudaranya dan juga Nongsa akhirnya merekapun berhasil keluar dari
gua yang gelap itu dan tidak disangka ternyata mereka bertemu dengan ayah
Nongsa yang memang sedang mencari anaknya yang sudah tiga hari menghilang.
Sampainya di kampung Nongsa mereka dijamu dengan istimewa oleh para
penduduk kampung tersebut. Esoknya Tun Mat, Hang Tuah, dan keempat
saudaranya pamit undur diri dan melanjutkan perjalanannya untuk kembali ke
kerajaan Bintan.

2
a. Alur (Plot)
Menurut Aminuddin (2004:83), alur (plot) merupakan rangkaian cerita
yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita
yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Beberapa peristiwa yang terdapat dalam cerita dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Hang Tuah, Tun Mat, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang
Lekiu pergi berburu ke pulau Biram Dewa dengan menggunakan kapal
dan mengarungi lautan luas.
2) Ketika berada di dalam hutan keenam anak muda itu tak sengaja bertemu
dengan kawanan penyamun pulau tersebut.
3) Hang Tuah dan saudara-saudaranya mengadakan perlawanan yang sengit
terhadap kawanan penyamun itu.
4) Akibat kecurangan kawanan penyamun, Hang Tuah dan saudara-
saudaranya akhirnya berhasil ditangkap dan ditawan dalam gua batu.
5) Hang Tuah dan saudaranya bertemu dengan Nongsa, penduduk asli pulau
Biram Dewa yang juga ditawan oleh para penyamun.
6) Hang Tuah, saudara-saudaranya, Tun Mat, dan Nongsa berhasil kabur
dari dalam gua batu tersebut.
7) Mereka bertemu dengan kapal ayah Nongsa yang sengaja mencari
anaknya yang sudah tiga hari menghilang.
8) Hang Tuah dan saudaranya berenang di tengah laut untuk menuju ke arah
kapal ayah Nongsa.
9) Hang Tuah dan saudaranya dijamu dengan istimewa oleh penduduk
kampung tempat Nongsa tinggal.
10) Hang Tuah dan saudaranya bermalam di rumah Nongsa.
11) Hang Tuah dan saudara-saudaranya kembali melanjutkan perjalanan
untuk pulang ke kerajaan Bintan.
12) Dalam perjalanan ketika mereka melewati hutan mereka dikejutkan oleh
suara burung sekakak yang mereka kira suara manusia.

3
13) Hang Tuah berhasil menangkap ular cintamani yang dipercayai dapat
membawa keberuntungan bagi orang yang mendapatkannya.
14) Akhirnya Hang Tuah dan saudaranya berhasil sampai di Kerajaan Bintan
dengan selamat.

b. Tokoh
Tokoh utama dalam cerita hikayat “Hang Tuah dan Empat Sahabat”
adalah Hang Tuah. Hang Tuah merupakan sosok pemuda yang gagah, perkasa,
cerdas, tangguh, dan mencerminkan sikap seorang pemimpin yang arif dan
bijaksana. Segala halangan dan rintangan yang menerjang mampu dilewatinya
dengan baik. Sosoknya menjadi suri tauladan dan contoh bagi masyarakat dan
pemuda-pemuda yang ada disekitarnya.
Dalam hikayat ini juga terdapat beberapa tokoh lainnya yakni Hang
Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, Hang Lekiu (saudara-saudara Hang Tuah
yang juga tangguh dan perkasa) Tun Mat (anak Tuan Bendahara Paduka Raja),
Bendahara Paduka Raja, Nongsa (penduduk pulau Biram dewa), kawanan
penyamun, dan Ayah Nongsa (hanya sekilas saja kemunculannya).
Tokoh-tokoh di atas merupakan tokoh-tokoh yang ada dalam hikayat ini
dan ikut berperan dalam kesuksesan jalan cerita hikayat ini.

c. Latar
Latar atau setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa
tempat, waktu, maupun peristiwa dan memiliki fungsi fisikal dan fungsi
psikologis. (Aminuddin, 2004:67).
Latar dalam hikaya ini ada dua, yakni latar tempat dan latar waktu. Latar
tempat lebih dominan sedangkan latar waktu tidak begitu jelas. Beriktu ini
latar yang terdapat dalam hikayat “Hang Tuah dan Empat Saudara”.
1) Latar Tempat
a) Kerajaan Bintan (hal 1, paragraf ke-1, baris ke-2)  Hang Tuah dan
keempat saudaranya memanglah sudah resmi menjadi pegawai istana
kerajaan Bintan.

4
b) Kediaman Bendahara Paduka Raja (hal.1, paragraf ke-1, baris ke-10)
 Apalagi baginda raja tahu, kelima saudara itu hanya pergi bermain
ke rumah bendahara.
c) Pulau Biram Dewa (hal.2, paragraf ke-3, baris ke-4)  Jadi kita bisa
berlayar ke pulau Biram Dewa.
d) Perahu (hal.3, paragraf ke-1, baris ke-1)  Pada saat layar ditepuk
angin, perahu pun bergerak.
e) Laut (hal.4, paragraf ke-1, baris ke-5)  Di sana tampak dua ekor
lumba-lumba berenang, hilang timbul di permukaan laut yang tenang.
f) Pantai pulau Biram Dewa (hal.5, paragraf ke-6 baris ke-2) 
Matahari sudah sepenggalah naik ketika mereka mencapai pantai
pulau Biram Dewa.
g) Hutan Lebat (hal.6, paragraf ke-3, baris ke-3)  Kemudian
memasuki hutan lebat di depan mereka dengan diam-diam.
h) Rerimbunan semak (hal.12, paragraf ke-4, baris ke-3)  Sementara
dia sendiri bersijingkat ke arah rerimbunan semak.
i) Pohon (hal.21, paragraf ke-1, baris ke-1)  Kemudian dia
menyandarkan Tun Mat pada sepokok pohon yang melintang di
depannya.
j) Gua (hal.30, paragraf ke-5, baris ke-8)  Maka tanpa pikir panjang
keduanya segera masuk ke gua.
k) Tebing terjal (hal.59, paragraf ke-5, baris ke-3)  Di sebelah kiri dan
kanan tampak tebing terjal.
l) Gundukan batu karang (hal.60, paragraf ke-1, baris ke-1) Agak ke
tengah beberapa gundukan batu karang menyembul ke permukaan.
m) Pantai Landai (hal.60, paragraf ke-6, baris ke-1)  Cuma ke sana
yang dekat ke pantai landai.
n) Ruang harta (hal.64, paragraf ke-8, baris ke-1)  Siapa yang mau
masuk ke ruang harta.
o) Kampung Nongsa (hal.75, paragraf ke-4, baris ke-2)  Lebih kurang
sejam kemudian, mereka sampai di kampung Nongsa.

5
p) Rumah Nongsa (hal.77, paragraf ke-7, baris ke-1)  Abah Nongsa
mengajak Hang Tuah dan saudara-saudaranya ke rumahnya.
q) Perkebunan penduduk (hal.84, paragraf ke-8, baris ke-1)  Kini
mereka memasuki perkebunan penduduk.

2) Latar Waktu
Latar waktu dalam hikayat ini tidak disebut-sebut sehingga kejadian
dapat berlangsung kapan saja.

d. Suasana
Menurut Tjahjono (1987:145) suasana dalam prosa fiksi adalah perasaan
simpati, sukacita, benci, prihatin, sayang dan lain sebagainya terhadap
masalah dan tokoh-tokoh dalam sebuah cerita. Adapun suasan yang tergambar
dalam hikayat ini adalah sebagai berikut.
1) Suka cita (bahagia)
“ Pada saat layar ditepuk angin, perahu pun bergerak. Hang Jebat pun tak
tahan hati untuk bernyanyi, dan memang saudara-saudaranya sangat suka
mendengar alunan suara Hang Jebat yang elok dan merdu, sehingga mereka
larut dalam nyanyian yang dilantunkan Hang Jebat. (hal.3)
2) Kacau (perkelahian)
Perkelahian tak dapat dihindarkan lagi. Suara pekikan dan bentakan
berbaur. Suara gedebuk tinju dan tendang silih berganti. Semuanya saling
menyerang, saling berusaha menjatuhkan lawan, saling mengerahkan
kekuatan dan kepandaian bersilat. (hal.38)
3) Tegang
Langkah Tun Mat berhenti. Wajahnya mendadak pucat. Sementara Hang
Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu tegak terpaku beberapa
saat. (hal.14)
4) Marah
“Kalian memang keterlaluan,” sentak Tun Mat kasar. “Mereka berjasa
menghancurkan bajak laut, membunuh pengamuk yang menyerang ayahanda

6
Bendahara Paduka Raja. Itulah makanya mereka dijadikan pegawai istana.”
(hal.37)
5) Bergembira ria
Suara bebunyian makin ramai. Para penyanyi bergantian melantunkan
nyanyian. Beberapa orang mulai menandak-nandak di tengah pekarangan
rumah Nongsa, menari sesukanya. (hal.79)
“Ayo menari! Jangan bingung begitu,” seru Hang Jebat sambil terus
berdendang. Seruan ini membuat orang-orang tersadar dari pukau-pesona
suara Hang Jebat. Merekapun kembali menari, tambah asyik, tambah terbuai,
berlenggak-lenggok, menandak-nandak. (hal.80)
6) Ketakutan
“Tetapi suara apa? Kenapa tak terdengar lagi? Ke mana mereka
menghilang? Benarkah itu suara manusia? Jembalang hutan?” (hal.90)
Pada saat mereka merunduk-runduk di bawah gumpalan akar, suara itu
terdengar lagi. Kali ini suaranya seperti di atas kepala mereka. Tentu saja
mereka terperanjat, dan segera mengambil langkah seribu. Lari sekencang-
kencangnya. (hal.94)

e. Sudut pandang
Aminuddin menyatakan bahwa sudut pandang merupakan cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya
(1995:90). Berdasarkan pengertian tersebut Aminuddin membagi sudut
pandang atas empat bagian, yakni:
1) Narrator omniscient, yaitu pengisah juga berfungsi sebagai pelaku cerita
sehingga menjadi penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam
benak pelaku utama maupun pelaku lainnya baik secara fisik maupun
secara psikologis. Dalam sudut pandang ini pengisah/pengarang
menyebut pelaku utama dengan sebutan saya atau dia.

2) Narrator observer, yaitu pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat


terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu

7
tentang perilaku batiniah para pelaku. Dalam pandangan ini
pengisah/pengarang mengisahkan nama pelakunya dengan sebutan ia,
dia, nama-nama lain, ataupun mereka.

3) Narrator observer omniscient, yaitu meskipun pengisah/pengarang hanya


menjadi pengamat dari para pelaku, tetapi juga merupakan pengisah yang
serba tahu meskipun pengisah masih juga menyebut nama pelaku dengan
sebutan ia, dia, maupun mereka. Dalam hal ini pengarang diibaratkan
dalang yang serba tahu para pelaku yang dimainkannya.

4) Narrator the third person omniscient, yaitu pengarang hadir di dalam


cerita yang diciptakannya sebagai pelaku ketiga yang serba tahu. Dalam
hal ini, sebagai pelaku ketiga pengarang masih mnugkin menyebutkan
nama sendiri (saya atau aku). Sebagai pelaku ketiga yang tidak terlibat
secara langsung dalam keseluruhan satuan atau jalinan cerita, pengarang
dalam hal ini juga masih sebagai penutur yang serba tahu tentang ciri-ciri
fisikal dan psikologis pelaku, maupun kemungkinan kadar nasib yang
akan dialami oleh para pelaku.

Berdasarkan penjelasan di atas maka sudut pandang pada hikayat “Hang


Tuah dan Empat Sahabat” adalah narrator observer omniscient karena
pengarang hanya menempatkan diri sebagai orang ketiga karena pengarang
banyak menggunakan kata ia, dia, mereka, ataupun menyebutkan nama-nama
lain. selain sebagai pengamat yang serba tahu tentang ara pelaku pengarang
juga diibaratkan sebagai seorang dalang yag serba tahu tentang para pelaku yag
dimainkannya.

2. Analisis mimesis hikayat.


Untuk menganalisis hikayat ini dari segi mimesis (mimetik) juga digunakan
pendekatan mimetik dari Abrahams yang menitikberatkan pada semesta yang
dalam hal ini mencakup beberapa kelompok seperti (a) gambaran alam, (b)

8
masyarakat, (c) kebudayaan, dan (d) kepercayaan. Untuk lebih jelasnya berikut ini
data dari hikayat “Hang Tuah dan Empat Sahabat”.
a. Gambaran alam
No Korpus Data Validitas Data Penjelasan
1 Perahu terus melaju, Hal. 3 Sebuah pulau yang berada
menuju pulau di depan di tengah lautan luas.
mereka, jauh. Kelihatan
bagai punggung penyu
raksasa yang sedang
terlelap. Apalagi
diselimuti oleh kabut tipis.
2 “Hei, lihat, lumba-lumba!” Hal.4 Lumba-lumba merupakan
tiba-tiba Hang Tuah spesies yang hidup di lautan
berteriak luas dari dulu sampai
sekarang binatang ini masih
ada.
3 Suatu ketika Hang Jebat Hal.6
melihat seekor burung
punai tengah asyik
mematuk-matuki biji
serikayu.
4 Hutan yang mereka Hal.7 Cerminan dari suasana
jelajahi tampak agak dalam hutan yang memang
gelap, seram. Suara satwa gelap, seram, bahkan
liar pun bersahut-sahutan. mengerikan ditambah lagi
dengan banyaknya hewan-
hewan liar yang ada.
5 Hang Tuah dan saudara- Hal. 7 Dahulu masih banyak
saudaranya terus masuk pulau-pulau yang
menerobos hutan lebat. penghuninya hanya sedikit
Udaranya terasa agak sehingga masih banyak
lembab karena cahaya hutan-hutan yang rimbun
matahari tak seluruhnya dan lebat.
sampai ke tanah.
Terlindung oleh lebatnya
rerimbunan daun
pepohonan.
6 “Awas, beruang di Hal.9 Beruang merupakan hewan
belakangmu!” pekik Hang mamalia yang hidup di
Lekiu. hutan. Beruang juga ada
yang hidup di gunung dan
kutub.
7 Apalagi melihat lidah- Hal.59 Suasana laut pada sore hari
lidah ombak yang yang sangat sejuk di mana

9
memutih salig bekejaran di ombak-ombak di lautan
pantai. berayun tinggi dan
menghempaskannya ke
pantai.
8 Sekali-sekali terdengar Hal.59 Elang laut merupakan
pula kelit elang laut sambil burung yang terbang ketika
terbang santai di angkasa. hari sudah mulai sore.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran alam pada


hikayat ini adalah suatu daerah kepualauan yang dikelilingi oleh lautan dan hutan.
Dalam hikayat ini terdapat dua pulau yang menjadi tempat bermulanya cerita ini.
Yang pertama adalah sebuah pulau di mana terdapat sebuah kerajaan yang
bernama Kerajaan Bintan yang dihuni oleh seorang raja dan segenap warganya.
Yang kedua adalah sebuah pulau yang dikelilingi oleh hutan dan dihuni oleh
sekelompok warga yang mendiami sebuah kampung kecil yang terdapat di pulau
tersebut.

b. Masyarakat
Keadaan masyarakat dalam hikayat ini merupakan masyarakat yang
makmur, bersahabat, dan selalu menciptakan suasana keakraban antara satu
sama lainnya. Hal ini tercermin dari kutipan “sebenarnya sudah tiga hari kami
mencari Nongsa” (hal.74)  ini membuktikan bahwa mereka selalu saling
tolong menolong dan bekerja sama dalam setiap kesulitan. “sekarang, ayolah
pulang. Sepatutnyalah kita jamu tamu-tamu kita ini” (hal.77)  di sini terliat
bahwa mereka selalu menghormati dan menghargai tamu.

c. Kebudayaan
Kebudayaan yang tercermin dalam hikayat ini bermacam-macam seperti
“Mereka berjasa menghancurkan bajak laut, membunuh pengamuk yang
menyerang ayahanda Bendahara Paduka Raja. Itulah makanya mereka dijadikan
pegawai istana.” (hal.37)  maksudnya adalah dahulu kala di zaman kerajaan
siapa saja yang berjasa pada kerajaan akan diberikan imbalan berupa kedudukan
dalam kerajaan. Kemudian ada juga yang berunsur sosial seperti “sekarang,

10
ayolah pulang. Sepatutnyalah kita jamu tamu-tamu kita ini” (hal.77)  bagi
orang melayu tamu adalah kehormatan bagi tuan rumah, untuk itulah pantang
bagi orang melayu jika kedatangan tamu tidak dijamu dan disuguhi berbagai
hidangan yang lezat serta acara lainnya seperti doa selamat, kenduri dan lain
sebagainya sebagai tanda penghormatan dan penyambutan untuk si tamu.

d. Kepercayaan
Masyarakat melayu pada hakikatnya adalah masyarakat pemeluk agama
Islam yang berpedoman pada Qur’an dan Hadits. Akan tetapi terkadang juga
ada sebagian masyarakat yang menganggap sesuatu hal menjadi keberuntungan
baginya seperti “Bendahara terkejut dan menoleh pada Hang Tuah. Dia tahu
benar, tidak sembarang orang dapat menangkap dan memiliki ular cintamani.
Ular yang dipercaya membawa keberuntungan.” (hal.101)

3. Teori struktural drama.


Semua produksi drama berkisar pada Naskah. Hal ini diperlukan, untuk
mengeksplorasi struktur drama sebagai kunci untuk analisis drama individu.
a. Aksi drama dan karakteristiknya
Secara garis besar, drama adalah representasi tindakan manusia. Tapi
aksi drama tidak hanya terdiri dari gerakan fisik saja, untuk
menggambarkannya diperlukan kegiatan mental dan psikologis yang
memotivasi perilaku eksternal. "Aksi manusia" mencakup seluruh bidang
perasaan, pikiran, dan perbuatan.
Sebuah drama tunggal karena kebutuhan menggambarkan hanya bagian
terbatas dari perilaku manusia dimana penulis naskah memilih untuk
menghadirkannya. Dengan demikian, aksi drama masing-masing adalah unik
dalam rinciannya. Namun demikian, umumnya semua memainkan sejumlah
kualitas kemampuan yang efektif yang mana kita dapat menyimpulkan
karakteristik yang diinginkan dari tindakan dramatis.
Aristoteles menyatakan bahwa sebuah drama harus memiliki awal,
tengah dan akhir. Sekilas, pernyataan ini tampak jelas dan terlalu sederhana,

11
tetapi merupakan suatu hal yang penting. Pada dasarnya ini berarti bahwa
sebuah drama harus lengkap dan serba lengkap, bahwa segala sesuatu yang
diperlukan untuk pemahaman yang harus disertakan dalam drama itu sendiri.
Awal adalah titik dalam plot total dimana penulis naskah memilih untuk
membintangi sendiri dasar dari tindakan yang berhasil dibangun. Tengah
mengembangkan potensi-potensi yang ditemukan di awal, dan akhirnya
mengatasi dan menyelesaikan tindakan.
Aksi dramatis harus memiliki tujuan. Ini harus diatur sehingga dapat
membangkitkan respons tertentu, seperti sukacita kasihan dan ketakutan dan
ejekan, kemarahan, kontemplasi pemikiran, tawa atau air mata. Tujuannya
mungkin sederhana atau kompleks, tetapi peristiwa, karakter, suasana hati, dan
semua elemen lainnya harus dibentuk dengan tujuan yang mendominasi dalam
pikiran.
Aksi dramatis harus kompak. Semua elemen harus berkaitan dengan
tujuan utama. Semuanya harus memberikan kontribusi untuk tujuan tersebut
dan tidak harus relevan atau dibuang.
Aksi dramatis harus bervariasi dan kompleks. Meskipun tindakan harus
kompak, banyak komplikasi dalam peristiwa atau pengungkapan karakter harus
terjadi jika ketegangan dan kepentingan harus dipertahankan. Cara yang
digunakan untuk mencapai kesatuan karena itu harus menjadi imajinatif dan
bervariasi sehingga kebosanan dan kemungkinan meramalkan dihindari.
Aksi dramatis harus melibatkan dan mempertahankan perhatian
penonton. Karakter harus tampak layak keterlibatan penonton, atau situasi
harus baru cukup untuk membangkitkan minat pada hasilnya, atau masalah
harus tampak penting cukup untuk menjamin perhatian individu.
Aksi dramatis harus mungkin (yaitu, semua elemen harus logis
konsisten). Probabilitas adalah kualitas dimana dalam pikiran yang dimiliki
kebanyakan orang ketika mereka berbicara tentang kepercayaan sebuah drama
itu. Tapi probabilitas atau kepercayaan, tidak tergantung pada kesamaan
dengan kehidupan nyata, untuk drama dimana penawaran akan peristiwa tidak
mungkin dapat disebut sebagai bisa dipercaya jika kejadian terjadi secara logis

12
dalam kerangka yang dibuat oleh penulis naskah. Hal ini dapat lebih dipahami
melalui contoh yang diambil dari sebuah drama yang bukan kenyataan.

b. Cara Mengatur Aksi Drama


Sebuah tindakan dramatis terdiri dari urutan kejadian dimana harus
diorganisir dalam hal tujuan drama ini. Organisasi pada akhirnya merupakan
masalah mengarahkan perhatian pada hubungan yang membentuk pola yang
selaras dan yang menunjukkan hubungan antara adegan. Sumber yang paling
umum dari kesatuan adalah tema dan ide-ide, karakter, dan hubungan sebab-
akibat peristiwa.
Prinsip organisasi yang mendominasi selalu menjadi susunan sebab-
akibat kejadian. Menggunakan metode ini, penulis naskah membuat di adegan
pembukaan semua situasi-kondisi yang diperlukan, dan keinginan dan
motivasi karakter-dari mana peristiwa kemudian berkembang. Keinginan satu
karakter masuk ke dalam konflik dengan orang lain, atau dua keinginan yang
saling bertentangan dalam karakter yang sama dapat menyebabkan krisis.
Upaya untuk mengatasi hambatan yang dibuat membentuk substansi drama
tersebut, setiap adegan tumbuh secara logis dari masing-masing yang
mendahuluinya.
Kurang sering pula dramawan yang menggunakan karakter sebagai
sumber utama dari kesatuan. Dalam hal ini, peristiwa yang diselenggarakan
bersama karena mereka semua berputar di sekitar orang yang sama. Seperti
drama mungkin mendramatisir kehidupan seorang tokoh sejarah atau mungkin
menunjukkan respon karakter untuk serangkaian pengalaman. Jenis organisasi
dapat dilihat di banyak karya Christopher Marlowe. Penulis naskah mungkin
mengatur materi di sekitar ide dasar, setiap adegan berhubungan erat karena
masing-masing menggambarkan satu aspek dari tema yang lebih besar atau
argumen.

13
c. Plot
Plot adalah keseluruhan struktur dari drama, dan dapat dilihat dari awal,
tengah, dan akhir. Dimulai dengan menetapkan tempat, kesempatan tersebut,
karakter, mood, dan tingkat realitas atau probabilitas sehingga bisa membawa
plot ke titik di mana konflik atau masalah menjadi jelas.
Drama ibarat di atas tempat yang tidak diketahui sebelumnya juga
pelaku-pelakunya. awalnya, kebaruan dapat menarik perhatian, tapi, seperti
fakta-fakta tentang orang-orang dan tempat ditetapkan, minat juga mulai
berkurang atau meningkat.
Para pemain drama dihadapkan dengan masalah ganda seperti: ia harus
memberikan informasi penting, tetapi pada saat yang sama cukup menciptakan
harapan untuk membuat keinginan penonton betah dan melihat lebih banyak.
Pada awal pementasan menjelaskan lebih rinci, atau menguraikan latar
belakang informasi yang diperlukan pada peristiwa sebelumnya, identitas
karakter, dan situasi sekarang. Sementara itu penjelasan sangat penting dalam
pembukaan setiap adegan drama, tidak terbatas pada awalnya, untuk dalam
drama paling latar belakang hanya secara bertahap mengungkapkannya.
Besarnya pemaparan diperlukan sebagian yang ditentukan oleh titik
serangan atau saat dimana cerita dimulai. Penulis drama memotivasi sajian
bahan tulisan yg menjelaskan lewat salah satu dari sejumlah perangkat.
Di bagian tengah terdiri dari serangkain konflik. Konflik merupakan
bagian drama yang bertujuan untuk mengubah arah tindakan. konflik mungkin
timbul dari penemuan informasi baru, pertentangan tak terduga pelaku tertentu,
kepentingan tak terduga untuk memilih antara langkah tindakan, atau dari
sumber lainnya. Ini adalah klimaksnya, saat krisis atau puncak, ke arah dimana
drama itu dibangun, setelah ada pembebasan bertahap dalam ketegangan
emosional yang mengarah ke penyelesaian dan akhir drama ini.
Dasar dari komplikasi adalah temuan, di satu sisi semuanya disajikan
dalam drama merupakan temuan jika dengan istilah yang berarti penyataan dari
hal hangat yang dikenal sebelumnya.

14
Implikasi dari setiap penemuan tidak selalu segera ditindaklanjuti. Sering
penulis drama berhadapan dengan sejumlah karakter dan tidak setiap penyataan
melibatkan mereka semua. Serangkaian komplikasi berpuncak pada krisis, atau
titik balik aksi, yang membuka jalan bagi resolusi tersebut.
Bagian akhir dari drama, disebut resolusi atau kesudahan, memanjang
dari klimaks ke tabir akhir. Meskipun biasanya singkat, mungkin dengan
panjang yang cukup besar. berfungsi untuk mengikat alur berbagai aksi dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan sebelumnya.

d. Karakter dan Karakterisasi


Karakter adalah sumber utama untuk plot, untuk insiden dapat
dikembangkan terutama melalui ucapan dan perilaku tokoh dramatis.
karakterisasi adalah cara membedakan satu tokoh dramatis dari yang lain. sejak
dramawan mungkin memberkahi agen dengan sifat sedikit atau banyak,
karakterisasi sangat bervariasi dalam kompleksitas. dalam menganalisis
karakter drama, akan sangat membantu untuk melihat empat tingkat
karakterisasi.
Tingkat pertama adalah karakterisasi fisik menyediakan fakta pokok
seperti jenis kelamin, usia, ukuran, dan warna. memang benar, tentu saja,
bahwa drama mungkin tidak menyediakan semua informasi ini, tetapi
kemudian harus diputuskan oleh sang sutradara selama produksi. fisik adalah
tingkat paling sederhana karakterisasi, namun, karena itu menunjukkan ciri-ciri
eksternal saja.
Tingkat kedua adalah karaketerisasi sosial. itu termasuk status ekonomi,
profesi atau perdagangan, agama, hubungan keluarga semua faktor dimana
tempat tokoh di lingkungannya.
Tingkat ketiga adalah karakterisasi psikologi. mengungkapkan tanggapan
kebiasaan, sikap, keinginan, motivasi, suka dan tidak suka cara kerja di dalam
pikiran, baik emosional dan intelektual, yang mengarah pada tindakan.

15
Tingkat keempat adalah karakterisasi moral. Meskipun tersirat dalam
semua drama, tidak menunjukkan keharusan. Hal ini paling tepat secara jelas
direpresentasikan dalam drama khusus tragedi.

e. Tema dan Gagasan


Elemen dasar ketiga drama adalah pikiran atau ide.Hal ini hadir di semua
bagian drama, bahkan mereka yang tampaknya tanpa tujuan, untuk penulis
drama tidak dapat menghindari mengekspresikan ide, dan kombinasi tentang
karakter dan peristiwa selalu memproyeksikan tinjauan perilaku manusia.
Subyek umum dan khusus dari drama terkait dengan konsep universalitas dan
individualitas. Universalitas adalah bahwa kualitas memungkinkan bermain
untuk berkomunikasi dengan khalayak yang cukup besar, bahkan setelah
berabad-abad yang telah berlalu. Di sisi lain, setiap cerita harus individual jika
bisa dipercaya dan menarik.
Karakter dapat mendukung sebuah tindakan, sudut pandang, atau
reformasi sosial. Terkadang drama menggunakan metode tersebut sebagai
klasifikasi propaganda atau memainkan masalah sosial, karena mereka
bertujuan untuk membujuk penonton bertindak atau berpikir dengan cara
tertentu.
Para dramawan yang terlalu asyik dalam memberikan penjelasan yang
lengkap, mungkin akan membosankan bagi pendengarnya. Untuk menjadi
eksplisit, kata-kata dan tindakan harus dibatasi. Pembatasan ini dapat
menghilangkan anggapan negatif penonton dan implikasi makna yang diterima
oleh penonton.
Drama dalam periode yang berbeda telah menggunakan berbagai
perangkat dengan tema proyek dan ide. Dramawan Yunani biasanya
menggunakan banyak paduan suara, sama seperti orang-orang dari periode
kemudian digunakan perangkat seperti soliloquies, selain karena, dan
merupakan sisi lain dari pernyataan langsung. Dalam setiap periode,
bagaimanapun, dramawan selalu mengandalkan terpenting atas implikasinya.

16
Masih alat lain untuk memproyeksikan makna adalah kiasan, dan simbol.
Dalam alegori, karakter dan peristiwa mewakili ide atau kualitas; personifikasi
menjadi karakter (perbuatan baik, kasih, keserakahan, dan sebagainya), dan
pentingnya atas semua kiasan.
Simbol adalah objek konkret atau peristiwa yang memiliki arti dan
kepentingan dalam dirinya sendiri, juga menunjukkan sebuah konsep atau
serangkaian hubungan. Simbol adalah alat favorit penulis modern, karena
memungkinkan mereka untuk mempertahankan kerangka realistis dan pada
saat yang sama menunjukkan makna yang lebih dalam.

f. Dialog
Dialog adalah sarana utama penulis drama dalam berekspresi. Ketika
drama disajikan dalam teater, aktor, pemandangan, pencahayaan dan elemen
lain yang ditambahkan, tetapi untuk menyampaikan konsepsi dasarnya
dramawan harus tergantung pada keahliannya dalam menulis dialog.
Dialog harus melayani banyak fungsi. Pertama, harus menyampaikan
informasi. Memiliki untuk menetapkan eksposisi diperlukan dan
menyampaikan fakta-fakta penting, ide, dan emosi di tiap adegan. Kedua,
dialog harus memunculkan karakter. Pidato-pidato dari tokoh masing-masing
mengungkapkan kedua respon emosional dan rational untuk setiap situasi.
Ketiga, dialog harus mengarahkan perhatian langsung pada elemen penting.
Informasi penting dan tanggapan memerlukan penekanan. Dialog poin atas
konflik dan komplikasi, dan sedang mempersiapkan diri untuk kejadian-
kejadian masa depan. Keempat, dialog harus menyingkap tema dan ide-ide
drama. Kelima, dialog harus membantu untuk menetapkan nada dan level dari
kemungkinan lainnya. Keenam, dialog harus membantu untuk menetapkan
tempo dan ritme. Tempo adalah kecepatan di mana dcene akan diputar.
Kriteria dasar untuk menilai dialog, bagaimanapun, adalah kesesuaian untuk
karakter, situasi, tingkat probabilitas, dan jenis bermain. Hampir semua jenis
dialog akan dapat diterima oleh penonton-jika sesuai dengan unsur-unsur lain
dalam naskah.

17
g. Tontonan, Pengaturan, dan Kostum
Setelah dialog, elemen visual dari drama adalah sarana utama penulis
drama dalam berekspresi. Pembaca harus mengisi elemen-elemen yang
disediakan oleh produksi panggung dan juga bisa membayangkan tindakan,
karakter, pencahayaan, setting, kostum, sifat, dan hubungan spasial, ia
mungkin gagal untuk memahami kekuatan material.
Ada beberapa fungsi pengaturan dan kostum yaitu: pertama, mereka,
memberikan informasi. Mereka membantu untuk menetapkan mana dan kapan
tindakan terjadi (ruang tamu, benteng, penjara; periode sejarah, waktu, dan
musim tahun). Kedua, mereka membantu dalam karakterisasi. Mereka
membantu untuk membentuk faktor-faktor sosial seperti tingkat ekonomi,
kelas, dan profesi yang karakter milik. Mereka membantu dalam
memproyeksikan aspek psikologis karakter melalui tercepat yang
menunjukkan (pada baju yang dikenakan, kamar di mana karakter hidup, dan
sejenisnya). Faktor psikologis juga terungkap melalui hubungan spasial
aulong karakter.
Pengaturan membantu untuk menetapkan level dari segala
kemungkinan. Pengaturan abstrak menunjukkan satu tingkat kemungkinan ke
penonton, sementara pengaturan sepenuhnya realistis menunjukkan lain.
Kostum, pencahayaan, gerakan para aktor dan semua gerakan membangun
drama dari kenyataan. Pengaturan ini menetapkan suasana hati dengan
memberikan petunjuk tentang keseriusan yang relatif dari tindakan, dan
dengan menyediakan lingkungan yag tepat untuk tragedi atau komedi, fantasi
atau kenyataan.
Pengaturan, seperti elemen lain dari drama, harus sesuai dan ekspresif
nilai drama ini, mereka sebaiknya memiliki kejelasan dan perbedaan, dan
harus dijalankan.

18
h. Bagian-bagian Drama
Bagian-bagian dari drama dapat kombinasi dalam sejumlah cara dan
kombinasi tertentu telah menyebabkan pembagian drama menurut bentuk
dramatis mereka. Karena telah digunakan untuk menunjuk berbagai konsep,
bentuk sulit untuk didefinisikan. Arti dasar atau membentuk sebuah karya
seni.
Ada tiga faktor penentu bentuk. Pertama, bentuk dipengaruhi oleh
bahan yang dibentuk. Pada kenyataannya, sulit, kalau bukan mustahil, untuk
memisahkan bentuk dan materi, karena tidak ada yang dapat memahami benda
tak berbentuk. Namun demikian, materi (aksi, karakter, ide-ide) komedi
berbeda dari cukup bahwa tragedi untuk menunjukkan bahwa seseorang telah
dibentuk untuk membangkitkan tawa atau ridicuie sementara yang lain
dirancang untuk menghasut kasihan atau ketakutan. Kedua, penulis (atau
pembuat objek) merupakan penentu bentuk. Setiap tampilan manusia hidup
dan drama agak berbeda dari orang lain, dan bakat sendiri aneh dan niat
menunjukkan dalam karyanya. Ketiga, tujuan dari objek membantu untuk
menentukan bentuknya. Tragedi harus memiliki desain yang sangat berbeda
dari komedi. Karena tidak ada dua drama pernah memiliki bahan yang sama,
penulis, dan tujuan setiap permainan adalah unik.
Tragedi. Sebuah tragedi menyajikan aksi benar-benar serius, dan
suasana hati yang menegaskan niat serius drama dan dijaga. Sebuah tragedi
memunculkan pertanyaan penting tentang arti kehidupan manusia, sifat
moral, serta hubungan sosial dan psikologis. Efek emosional dari tragedi
biasanya digambarkan sebagai "gairah rasa kasihan dan ketakutan," tapi emosi
dasar meliputi berbagai tanggapan lain: pengertian, kasih sayang, kekaguman,
ketakutan, firasat, rasa takut, kagum, dan teror. Kasihan dan ketakutan yang
berakar pada dua reaksi naluriah manusia: keinginan diri presewation dan
kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.
Aristoteles, dalam Poetics, kata kasihan yang terangsang oleh
penangkapan beberapa rasa sakit atau kerugian akan menimpa seseorang
seperti diri kita sendiri: yang kita di posisi orang yang terancam punah kita

19
akan merasa takut. Dengan demikian, ketakutan adalah emosi yang saling
melengkapi. Untuk merasa kasihan, kita harus melihat beberapa kemiripan
antara diri kita dan karakter tragis, dan kita harus dapat membayangkan diri
kita sendiri dalam situasi itu.
Komedi. Tindakan komedi didasarkan pada beberapa penyimpangan
dari normalitas dalam insiden, karakter, atau pemikiran. Penyimpangan, tidak
harus menimbulkan ancaman serius bagi kesejahteraan orang normal, dan
suasana hati (atau yang menyenangkan) komik harus dijaga. Komedi juga
menuntut perlakuan yang akan memungkinkan penonton untuk melihat
situasi, karakter, atau gagasan secara obyektif.
Sebuah komedi tata krama menggabungkan atribut komedi situasi dan
karakter ide. Hal ini didasarkan pada keganjilan yang timbul dari kepatuhan
terhadap kode perilaku diterima dengan mengorbankan keinginan normal dan
tanggapan. "Komedi tata krama" biasanya diterapkan hanya untuk memainkan
tentang karakter aristokrat dan canggih yang berbicara dalam dialog berkilau
dan cerdas. Karakteristik terakhir ini juga melahirkan label lain untuk drama,
komedi kecerdasan.
Komedi sosial ini berhubungan dengan "komedi tata krama" dan
"komedi ide," untuk memperlakukan nilai-nilai sosial, standar perilaku, atau
menerima cara-cara pemikiran. Hal ini lebih inklusif daripada salah satu dari
kategori lain, karena itu tidak perlu dibatasi pada masyarakat fashicnable, dan
di dalamnya ide-ide dapat didefinisikan secara lebih luas. Jika komedi
bertujuan menanggulangi masyarakat atau perilaku, kadang-kadang disebut
"komedi korektif."
Sebuah komedi romantis memperlakukan perjuangan, sering yang
berhubungan dengan urusan cinta, karakter yang pada dasarnya
mengagumkan.
Melodrama. Sebuah melodrama berhubungan dengan tindakan serius.
Keseriusannya adalah hanya sementara dan biasanya disebabkan oleh desain
berbahaya dari karakter non-simpatik. Melodrama menggambarkan sebuah
dunia di mana baik dan jahat yang jelas terpisah, dan konflik hampir selalu

20
melibatkan masalah moral yang jelas. Jarang ada pertanyaan ke mana
sysympathy penonton, harus berbohong.
Karakter dalam melodrama biasanya dibagi menjadi mereka yang
simpatik dan mereka yang antipati. Demi variasi, ada juga menjadi salah satu
atau lebih karakter berpikiran sederhana atau tanpa hambatan yang
memberikan bantuan komik. Karakter tidak simpatik biasanya memulai (atau
digerakkan) dalam semua komplikasi, sedangkan karakter simpatik hanya
mencari untuk membebaskan diri dari bahaya. Jadi, karakter tidak tumbuh dan
berubah, seperti dalam tragedi, untuk setiap telah membuat pilihannya
sebelum bermain dimulai dan tetap konsisten di seluruh.
Melodrama memiliki akhir yang ganda di mana karakter yang baik
diselamatkan dan dihargai dan yang jahat yang terdeteksi dan dihukum.
Dengan demikian, formulir ini terkait dengan tragedi melalui keseriusan
aksinya, dan komedi melalui kesimpulan senang nya. Ini telah menjadi bentuk
ilopular sepanjang sejarah, untuk itu meyakinkan penonton bahwa yang baik
selalu menang atas kejahatan.

i. Gaya
Gaya adalah kualitas yang dihasilkan dari modus karakteristik ekspresi
atau metode presentetion. Ini dapat diterapkan untuk ekspresi dramatis dari
periocl, bangsa, gerakan, atau penulis. Gaya di teater adalah hasil dari tiga
pengaruh dasar. Pertama, didasarkan pada konsepsi yang mendasar kebenaran
dan kenyataan. Kedua, gaya hasil dari cara di mana dramawan curploys cara
nya berekspresi. Ketiga, gaya hasil dari cara di mana drama itu disajikan di
teater.

4. Transformasi hikayat menjadi drama.


Karena kelicikan dan kecurangan kawanan penyamun itu, Hang Tuah dan
saudara-saudaranya berhasil ditangkap dan ditawan dalam sebuah gua batu yang
gelap gulita. Mereka kesal, panik bercampur marah. Mereka berusaha mencari
jalan untuk keluar tapi tetap saja gagal. Ketika Hang Tuah dan saudara-

21
saudaranya masih kebingungan datanglah kawanan penyamun itu dengan tertawa
terbahak-bahak melihat Hang Tuah dan yang lain tak dapat berkutik.
“Hahahaha.....coba tengok manusis-manusia sombong ini mereka tak
berkutik dan ta berdaya” seru si Cambang, ketua para penyamun tersebut sambil
tertawa bersama rekan-rekanya.
“Hei...bukannya kalian perkasa, ayo lari kenapa malah diam di situ?” Ledek
si Botak, salah seorang penyamun lainnya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Maaf sebelumnya, bukan kami bermaksud lancang, tapi kenapa Pak Cik-
Pak Cik semua memburu dan menangkap kami. Memangnya salah kami apa?
Kami tidak pernah mengganggu siapapun” Kata Hang Kasturi mendahului bicara
sambil mengulur waktu agar saudaranya yang lain bisa berpikir untuk mencari
peluang melarikan diri.
Si Cambang tertawa diikuti oleh kawan-kawannya sambil berkata,
“Hahaha...Kalian ini betul-betul anak yang cerdik. Seharusnya kamilah yang
bertanya begitu. Kenapa kalian lari ketika melihat kami? Memangnya kami salah
apa?”
Sejenak Hang Tuah dan saudara-saudaranya saling berpandangan dengan
keheranan.
“Kami sudah tawarkan baik-baik untuk menjamu kalian tapi kalian malah
lari ketakutan seperti melihat hantu saja” kata salah seorang penyamun lainnya.
“Ha..siapa yang sebut kami ketakutan, cuih..!” Hang Jebat marah sambil
meludah.
“Sebenarnya kalian ini dari mana?” tanya si Cambang pura-pura tak
mendengar celaan Hang Jebat.
“Perlu apa kalian ke pulau ini?”tambah si Gondrong salah satu penyamun
sebelum Hang Tuah dan saudara-saudaranya menjawab.
Kemudian dengan tenang dan gagahnya Hang Tuah maju ke depan. Dengan
sedikit menengadah agar dapat melihat wajah para penyamun itu, dia berkata
dengan tenang. “Saya dan keempat saudara saya ini adalah pegawai istaa Kerajaan
Bintan. Dan yang itu juga saudara kami, anak Datuk Bendahara Paduka Raja.”
Lanjutnya seraya menunjuk Tun Mat yang masih terlihat lemah.

22
Mendengar penjelasan Hang Tuah, si Cambang dan kawan-kawannya tak
dapat menahan tawanya. Mereka tertawa terbahak-bahak sekeras-kerasnya sampai
perut mereka terguncang-guncang dan sakit.
“Pegawai istana kerajaan Bintan? Hahahaha....betulkah? ledek si Botak
sambil tertawa keras.
“Tapi mungkin saja benar kata anak itu. Pegawai tukang cuci alas kaki
baginda raja agaknya, hahaha....”sambung salah seorang dari penyamun yang juga
ikut-ikutan mengejek.
“Jangankan untuk pencuci alas kaki baginda raja, sebagai tukang cuci berak
bagindapun kalian tak patut.” Sergah si Gondrong meremehkan.
“Memang terlalulah budak-budak ni. Pandainya kalian mengaku-ngaku
sebagai pegawai istana, tak pantas kalian tau tak. Itu sama saja kalian menghina
kerajaan Bintan. Kualat kalian.” Celetuk si Cambang sambil menghardik Hang
Tuah dan lainnya.
“Jangankan melindungi kerajaan, menghapus ingus saja kalian
belum.....”kata si Botak terhenti.
“Hei!” Kalau kalian tak percaya ya sudah, itu bukan urusan kami. Tak ada
untungnya bagi kami kalian percaya atau tidak.” Hardik Hang Jebat dengan mata
merah karena kemarahannya sudah memuncak mendengar ejekan si Cambang dan
kawan-kawannya.
“Saudara saya ini betul, kalau Pak Cik semua tak percaya tak dapat akallah
kami tuk berkata lagi.” sela Hang Tuah dengan nada bijaksana.
“Kalau begitu mengapa kalian datang ke pulau ini?” tanya si Cambang pura-
pura serius.
“Hah....tak perlu dijelaskan. Mereka pun tak akan percaya, buang-buang
waktu kita saja,” cegah Hang Jebat.
Akan tetapi dengan bijaksananya Hang Tuah tetap menjawab dengan
singkat, “Kami sedang belajar berburu.”
“Apakah baginda raja yang menyuruh kalian berburu?” desak si Cambang.
Hang Tuah menggeleng.
“Lalu?” lanjut si Cambang.

23
“Lalu, kenapa?” balas Hang Kasturi dengan nada sedikit sinis.
“Bukannya kalian ini pegawai istana?” sindir si Cambang disambut dengan
tawa dari kawan-kawannya. Hal inilah yang membuat darah Hang Jebat seakan
mendidih dan marah. Kalau tidak segera dicegah oleh Hang Tuah mungkin dia
sudah melompat menyerang kawanan penyamun yang sombong itu.
“Tak usahlah berbelit Pak Cik, yang jelas kami sudah mengatakan siapa
kami, sekarang boleh pulalah kami tahu siapa Pak Cik-Pak Cik ini?” ucap Hang
Tuah setelah tawa si Cambang dan kawan-kawannya reda. Akan tetapi justru
pertanyaan Hang Tuah ini semakin membuat mereka tertawa seperti orang gila.
“Kalau kurang jelas juga, baiklah.” Kini Tun Mat yang berbicara sambil
bertumpu pada sebatang pohon, “Saudara-saudara saya ini semula memang
bukanlah orang kerajaan Bintan, Ayahanda Bendahara Paduka Raja mengangkat
mereka menjadi anak bahkan baginda raja pun mengangkat mereka menjadi
pegawai istana.” Lanjutnya menjelaskan.
“Banyak berjasa?”
“Berjasa apanya, jangan-jangan berjasa mencuci kaki baginda, hahaha..!”
tambah si Botak sambil tertawa.
“Kalau itu sih kami juga bisa mengangkat kalian menjadi pegawai di sini.”
Tambah si Cambang disambut dengan tawa kawan-kawannya.
“Wah...asyik juga ya kalau mereka kita jadikan pegawai di sini.”
“Nah..kalau yang itu cocoknya untuk tukang masak, jadi kita bisa makan
sekenyang-kenyangnya!” kata si Gondrong sambil menunjuk ke arah Hang Lekir.
“Kamu tukang urut saja biar badan kami semua tidak sakit-sakit!” sambung
si Botak sambil menunjuk Hang Lekiu.
“Cukup, untuk apa bicara dengan orang-orang gila ini!” bentak Hang
Kasturi.
“Dasar kalian ini memang sungguh keterlaluan. Mereka ini sangat perkasa
dan berhasil melumpuhkan dan menghancurkan para bajak laut dan juga
membunuh pengamuk yang menyerang ayahanda Bendahara Baginda Raja.
Karena jasanya itulah mereka diangkat menjadi pegawai istana.” Sentak Tun Mat
garang.

24
Si Cambang dan kawan-kawannya terdiam mendengar kata-kata Tun Mat.
Untuk beberapa detik mereka memandang Hang Tuah dan saudara-saudaranya.
“Kalau begitu, kalian ini Hang Tuah dan empat saudaranya?” tanya si
Gondrong terkejut, tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
“Hang Tuah mengangguk. “Ya, sayalah Hang Tuah. Ini Hang Jebat.” Ucap
Hang Tuah seraya memperkenalkan saudara-saudaranya satu persatu.
Kawanan penyamun ini memang pernah mendengar kabar tentang
keperkasaan Hang Tuah dan keempat saudaranya mengalahkan para bajak laut.
Sesungguhnya mereka sempat kagum pada kehebatan kelima anak muda ini.
Tetapi di depan keenam anak-anak ini si Cambang dan kawan-kawannya tak mau
memperlihatkan kekagumannya. Makanya dia mengejek, “Kami memang pernah
mendengar dongeng tentang budak-budak ingusan yang meringkus tiga perahu
bajak laut.” Serunya.
“Tapi itu bukan dongeng. Ayahanda saya sendiri yang.....” pekik Tun Mat
memprotes tetapi segera dipotong oleh si Botak, “Bagi bapakmu, bagi raja, dan
bagi orang-orang dungu lainnya menganggap itu kejadian nyata tetapi bagi kami
itu tetap hanyalah sebuah dongeng belaka. Dongeng yang dibesar-besarkan agar
orang-orang takut pada budak-budak ingusan seperti kalian. Agar...”
Kalimat tersebut tak sempat diteruskan si Botak sebab secara mendadak
Hang Jebat yang sejak tadi menahan geramnya melompat menerjang si Botak.
Terjangan yang tak terduga itu menghatam muka si Botak sehingga ia tersandar
ke dinding gua dan kemudian berdeham ke tanah sambil mengaduh kesakitan.
Perkelahian pun tak dapat dihindarkan lagi. Suara pekikan dan bentakan
berbaur. Suara gedebuk tinju dan tendangan silih berganti. Semuanya saling
menyerang, saling menjatuhkan lawan dan saling mengerahkan kekuatan serta
kepandaian bersilat.
Makin lama perkelahian itu semakin seru. Entah sudah berapa kali jatuh dan
bangun kedua belah pihak ini. Entah berapa kali pula terdengar pekik erang
keduaya. Tak ada tanda-tanda kekalahan. Kedua belah pihak sama kuatnya, sama
tangkas dan cerdiknya, dan juga sama gesitnya. Hal ini membuat si Cambang da
kawan-kawannya bertambah yakin bahwa memang benarlah mereka ini Hang

25
Tuah dan empat saudaranya. Tetapi mereka tidak akan menyerah. Tapi apa akal
untuk mengalahkan meraka?
Si Botak yang terkenal licik di antara kawanan penyamun ini pun mulai
menjalankan tipu dayanya. Sambil terus menyerang dan mengelak serangan,
berangsur dia mendekati Tun Mat. Gerakannya ini tidak disadari oleh Hang Tuah
dan saudara-saudaranya.
Akhirnya tinggal beberapa langkah lagi dari tempat Tun Mat berdiri, si
Botak pun melompat. Dengan gesit tangannya mencengkram tangan Tun Mat
kemudian mencekik lehernya. Lalu dengan suara mengguntur dia membentak,
“Berhenti!” sambil menempelkan sebilah pisau tajam berkilau pada leher Tun
Mat.
Hang Tuah dan saudara-saudaranya menoleh ke arah suara bentakan disertai
dengan pekikan Tun Mat. Alangkah terperanjatnya mereka melihat keadaan Tun
Mat.
“Menyerahlah kalian, kalau tidak.....” si Botak mengancam sambil
memperkuat cekikannya.
“Jangan!” seru Hang Tuah melangkah ke arah si Botak.
“Berheti! Jangan mendekat!” sergah si Botak, membuat Hang Tuah tertegun
dan menghentikan langkahnya. “Buang senjata kalian!” lanjutnya dengan mata
membelalak.
“Benar-benar cerdik kau...” si Cambang tertawa memuji si Botak. “Kadang-
kadang anak ingusan sok jago seperti ini perlu dikasih pelajaran.” Tambahnya
mengejek.
“Dengar tidak? Buang senjata kalian, kalau tidak leher anak ini akan
kupenggal!” bentak si Botak kembali sebab ia melihat Hang Jebat dan Hang
Kasturi masih menghunus tombaknya.
Hang Tuah menoleh pada kedua saudaranya itu. Dengan isyarat disuru
membuang senjatanya.
“Tapi.. mereka tidak bisa dipercaya!” dengus Hang Jebat.
“Buang kataku!” bentak si Botak hilang kesabaran.

26
Hang Jebat menggertapkan giginya. Lalu membuang senjatanya dan diikuti
pula oleh Hang Kasturi.
“Dasar pengecut!”
“Licik!” gerutu Hang Jebat dan Hang Kasturi bersamaan.
Si Cambang dan kawan-kawannya kembali tertawa terbahak-bahak
mendengarnya. Dengan cepat mereka segera melucuti senjata dan mengikat
keenam anak-anak muda ini.
“Ha..ha.. budak-budak perkasa penakluk bajak laut” ejek si Gondrong,
“Kini menjadi tikus-tikus kecil yang penurut di depan penyamun pulau Biram
Dewa” sambung si Botak tertawa.
Hang Jebat mengumpat, giginya gemerutuk menahan amarah. Di dalam
hatinya bukan main geramnya ia melihat segala tingkah laku dan perbuatan licik
para penyamun itu.

27

Anda mungkin juga menyukai