Artikel Punya Ulan
Artikel Punya Ulan
starting and finishing praying, and chlidren can say thank you
when they are given help or given something.
Copyright © 2023 Ulan Trivina Ursula, Halida, Dian
Miranda.
🖂 Corresponding Author:
Ulan Trivina Ursula
Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr.H Nawawi, Pontianak
Email: ulantrivinaursula2001@gmail.com
PENDAHULUAN
Perilaku sopan santun yang merupakan budaya leluhur kita ini masih sering dilupakan oleh
sebagian orang. Perilaku sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hormat.
Menghormati sesama, yang muda menghormati yang lebih tua, dan yang tua menghargai yang
muda sudah mulai berkurang dalam kehidupan yang serba modern ini. Hilangnya perilaku
sopan santun sebagian anak merupakan salah satu dari sekian penyebab kurang terbentuknya
karakter. Tidak terpeliharanya sikap sopan dan santun ini berdampak negatif terhadap budaya
bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
kehidupan yang beradab.
Sopan santun atau tata krama menurut Taryati, dkk. (1995:71) adalah suatu tata cara atau
aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat
dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian,
hormat menghormati menurut adat yang telah ditentukan. Banyak yang diharapkan lingkungan
dari tata krama atau sopan santun karena orang tua diwajibkan untuk mengajarkannya. Ada
yang berpendapat bahwa baik buruknya tingkah laku anak merupakan cermin tingkah laku
orang tua sendiri. Oleh karena itu bagi anak, tidak ada pemberian yang lebih baik dari pada
orang tua kecuali dengan pemberian pendidikan yang lebih baik, menanamkan budi pekerti
yang luhur, belajar mengucapkan kata-kata yang baik, dan sekaligus diajarkan untuk belajar
menghormati orang lain.
Perilaku sopan santun adalah bagian dari perilaku diri yang terekspresi dari moral. sopan
santun merupakan ekspresi dari sikap rendah hati dan merupakan sesuatu yang dihasilkan dari
hati nurani, yang diekspresikan dalam perilaku dan cara berpikir dalam integritas pribadi dalam
konsistensi waktu perilaku, (Djahiri,1999: 12). Peningkatan perilaku sopan santun kepada anak
guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan yang memiliki kesan moral pada pembiasaan
perilaku anak, untuk itu guru dapat menggunakan metode pembelajaran salah satunya metode
bercerita. Metode bercerita adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang
lain dengan alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi, atau hanya
sebuah dongeng yang di kemas/disusun dalam bentuk cerita yang dapat di dengar secara
menyenagkan.
Metode bercerita yang dilakukan dalam pembelajaran, melibatkan anak untuk menceritakan
suatu cerita dalam peristiwa tertentu sesuai tema agar anak merasakan peristiwa tersebut, dalam
pelaksanaannya guru mengarahkan kegiatan yang mencermin meningkatkan sikap sopan
santun.
Moeslichatoen (2004:157) metode bercerita merupakan salah satu metode pemberian
pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan.
Satibi (2013:4.24) mengungkapkan, bercerita mempunyai makna penting bagi
perkembangan anak usia dini, karena bercerita kita dapat 1.) Mengkomunikasikan nilai-
nilai budaya, 2.) Mengkomunikasikan nilai-nilai sosial, 3.) Mengkomunikasikan nilai
3
moral dan keagamaan, dan 4.) Membantu mengembangkan fantasi anak. Melihat semua
paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode bercerita diharapkan akan mampu
meningkatkan perilaku sopan santun anak usia 5-6 tahun, karena fungsi bercerita adalah
untuk mengkomunikasikan berbagai nilai dan mampu mengubah nilai tertentu dalam diri
seseorang. Hal tersebut juga terkait dengan semua yang didengar lewat cerita oleh anak
akan direkam anak dan dijadikan sebagai pengalaman yang akan diterapkannya dalam
kehidupannya.
Pada Taman Kanak-kanak Santa Maria Pontianak perilaku sopan santun masih rendah seperti
anak belum dapat bersikap sopan santun pada saat makan, dalam hal ini anak yang
dikategorikan berkembang kurang baik sebanyak 15 anak dari 30 anak, anak tidak mau
menyapa teman dengan sopan. Dalam hal ini anak yang dikategorikan berkembangan sangat
kurang baik sebanyak 14 anak, anak bersikap sopan saat memulai dan selesai berdoa. Dalam hal
ini anak dikategorikan berkembang kurang baik sebanyak 14 anak dari 30 anak, anak yang
belum mengucapkan terimakasih saat diberikan pertolongan atau diberikan sesuatu, dalam hal
ini anak yang dikategorikan berkembangan kurang baik sebanyak 15 anak dari 30 anak.
Selain itu kelemahan yang terjadi pada guru yang dapat identifikasi masalah antara lain: cerita
yang disajikan guru belum efektif dalam memotivasi anak dalam belajar, khususnya dalam
meningkatkan perilaku sopan santun, cara guru dalam penyampaian cerita tidak menarik seperti
kejelasan suara, sehingga anak tidak mau mendengarkan guru bercerita, guru belum dapat
mengaitakan cerita sesuai dengan tema dan sub tema serta sikap sopan santun yang akan
diangkat. Untuk itu alasan peneliti menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan perilaku
sopan santun, karena di dalam TK tersebut terdapat sopan santun yang masih rendah, maka dari
itu peneliti merasa perlu untuk mengadakan perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan
perilaku sopan santun melalui metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di Taman kanak-kanak
Santa Maria Pontianak.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), penelitian ini dilakukan
pada semester ke dua dengan dua siklus, setiap siklus terdapat dua kali pertemuan.
Penelitian ini dilakukan di TK Santa Maria Pontianak. Subjek penelitian ini adalah guru
dan anak yang berjumlah 30 orang anak, dalam hal ini anak diposisikan sebagai subjek
penelitian karena anak yang akan di nilai. Kolaborator dalam penelitian ini adalah guru
kelas B. Teknik penggumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi langsung, komunikasi langsung, dan dokumentasi. Sedangkan instrumen
pengumpulan data nya peneliti menggunakan paduan wawancara, intrumen observasi,
dokumentasi. Teknik anaisis data yang digunakan dalan penelitian ini adalah analisis
kristis dan internatif. Analisis bertujuan untuk menggungkapkan kekurangan dan
kelebihan kinerja anak dan guru dalam proses belajar mengajar di kelas, sedangkan
proses analisi data interaktif ada empat langkah yang harus dilakukan peneliti adalah
penyedian data, redukasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui metode bercerita dan data lembar kerja
anak kelompok B Tk Santa Maria Pontianak yang berjumlah 30 orang anak, yang
dikumpulkan setelah melaksanakan tindakan melalui metode bercerita. Penelitian ini
dilaksanakan 2 siklus setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan.
Gambar 1
Siklus 1 Pertemuan 1
BB MB BSH BSB
Gambar 2
Siklus 1 Pertemuan 2
5
Grafik 1.2
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 1 Pertemuan ke 2
6
80%
67% 70%
70%
60%
50% 50%
50%
40% 33% 30%
30%
20% 13% 17% 13% 10%
10% 7%10% 7% 7%10% 7%
0%
BB MB BSH BSB
Gambar 3
Siklus 2 Pertemuan 1
Grafik 1.3
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 2 Pertemuan ke 1
7
Gambar 4
Siklus 2 Pertemuan 2
Grafik 1.4
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 2 Pertemuan ke 2
90%
80% 73% 77% 77%
70%
70%
60%
50%
40%
30%
20% 17% 17% 13% 13%
10% 7% 3% 7% 7% 7% 3% 7% 3%
0%
BB MB BSH BSB
8
Pembahasan
Pembahasan yang peneliti lakukan dalam penelitian ini untuk membahas permasalahan
yang ada sesuai dengan rumusan masalah, adapun pembahasan sebagai berikut :
1. Perencanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun Di TK Santa
Maria Pontianak.
Menurut Terry (dalam Riyadi, 2005 : 3), perencanaan adalah upaya untuk
memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-
asumsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan mengambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang di perhatikan untuk mencapai hasil yang di
inginkan.
Menurut Yusriana( 2012: 131) bahwa Perencanaan pembelajaran metode
bercerita antara lain:
a. menetapkan tema dan sub tema materi pembelajaran yang akan dilakukan,
b. membuat atau mengadakan media atau alat peraga yang yang akan
digunakan,
c. membuat cerita sesuai dengan tema dan sub tema,
d. membuat rencana kegiatan harian dengan model yakni : pijakkan
lingkungan sebelum bermain, pijakan saat bermain, pijakan setelah bermain,
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan teori yang
dikemukakan di atas, dalam hal ini 1) Guru menetapkan tema dan sub tema materi
pembelajaran yang akan dilakukan,seperti tema lingkungan sub tema rumah dan
sekolah, 2) Guru mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan, alat dan
bahan yang diperlukan seperti buku cerita dan boneka tangan. 3) Guru
mempersiapkan cerita sesuai dengan tema dan sub tema, adapun cerita yang
digunakan seperti : sahabat, kawan baru,suka menolong sesama, dan akibat iri hati,
4) Guru melalukukan kegiatan pijakkan lingkungan sebelum bermain misalnya
100%
90% 90% 90% 90%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10% 10% 10% 10%
10%
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
BB MB BSH BSB
( guru membuka pembelajaran dengan berdoa dan salam), pijakan setelah main
misalnya ( mengajak anak menyimpulkan pembelajran yang telah dilakukan, dan
menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa dan salam).
Pembelajaran dalam meningkatkan peningkatan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita yakni: dengan menyesuaikan tema sesuai dengan minat
anak adapun tema yang dirancangkan antara lain:
a. Siklus ke 1 pertemuan ke 1 Tema : Lingkungan Sub Tema : Rumah dan
Sekolah
b. Siklus ke 1 Pertemuan ke 2 Tema : Lingkungan Sub Tema : Rumah dan
Sekolah
c. Siklus ke 2 pertemuan ke 1 Tema : Kebutuhanku Sub Tema: Kebersihan dan
Keamana.
d. Siklus ke 2 pertemuan ke 2 Tema : Kebutuhanku Sub Tema: Kebersihan dan
Keamana.
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikategorikan “baik”
dalam hal ini guru dapat merencanakan materi pembelajaran berdasarkan tema yang
diminat anak, guru menggunakan tema pekerjaan, mengantikan sub tema pada setiap
pertemuan. Ini dilakukan untuk memotivasi anak dalam belajar dengan cara
menggunakan alat peraga.
Berdasarkan kesimpulan data, bahwa perencanaan yang dilakukan pada siklus ke
1 pertemuan ke 1 khususnya dalam kegiatan bercerita belum dapat terlaksanakan
dengan baik karena, media yang diggunakan guru belum sesuai dengan kebutuhan
anak dalam bermain, untuk itu pada siklus ke 1 pertemuan ke 2 guru menyiapkan
media sesuai dengan kebutuhan dalam bermain, namun masih banyak anak yang
tidak aktif dalam bermain, pada siklus ke 2 pertemuan ke 1 guru membuat kegiatan
bermain secara kelompok, dalam hal ini anak mulai aktif, untuk itu guru melanjutkan
pada siklus ke 2 pertemuan ke 2 agar semua anak terlibat langsung dalam kegiatan
bermain.
2. Pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Santa Maria
Pontianak.
Pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita yakni melakukan pijakan lingkungan dengan
menyenting ruangan kelas dan menyediakan media pembelajaran untuk kegiatan
bercerita sesuai dengan tema dan sub tema yang akan dibahas, selanjutnya
melakukan pijakan sebelum main yakni membuka pelajaran dan menyiapkan anak
untuk belajar dan menjelaskan kepada anak tentang tatacara dalam bermain,
melakukan pijakan saat main yakni mengajak anak untuk bersikap sopan santun pada
saat makan, menyapa teman dengan sopan, Sopan Saat Memulai Dan Selesai Berdoa
Dengan Tertib, mengucapkan terimakasih saat diberikan pertolongan atau diberikan
sesuatu. Setelah itu melakukan pijakan setelah main dengan kegiatan penutup yakni
memberikan penguatan atau kegiatan yang telah dilakukan. Pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikategorikan “baik” karena guru
melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pembelajaran dan guru dapat
mengatasi masalah yang telah dihadapi pada kegiatan sebelumnya.
Menurut Isjoni (2009 : 73), langkah-langkah pelaksanaan metode bercerita yaitu :
a. Guru menyiapkan alat peraga yang diperlukan.
b. Guru memberikan pendahuluan dengan membicarakan tentang alat peraga.
c. Guru merangsang anak untuk mendengarkan cerita.
10
d. Setelah selesai bercerita guru memberikan pertanyaan kepada anak tentang apa,
mengapa, dimana, berapa, bagaimana, dan sebagainya.
e. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menjawab pertanyaan guru
tersebut.
f. Bagi anak yang sudah dapat menjawab dengan benar diberikan pujian dan bagi
anak yang belum diberi dorongan motivasi.
Pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan guru sesuai dengan teori yang
dikemukan di atas, 1) guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan seperti buku
cerita, 2) guru memberikan pendahuluan seperti guru menjelaskan cerita apa yang
akan disampaikan 3) guru merangsang anak untuk mendengarkan cerita seperti guru
mengatur tempat duduk anak, 4) guru memberikan pertanyaan kepada anak,
misalnya guru menanyakan kepada anak tentang isi cerita, 5) guru memberikan
kesempatan kepada anak untuk menjawab pertanyaan misalnya guru yang
mendengarkan jawaban dari anak, 6) guru memberikan pujian dan dorongan kepada
anak misalnya ada anak yang belum bisa menjawab pertanyaan makan guru
memberikan tuntunan kepada anak agar ia dapat menemukan sendiri jawabannya.
Berdasarkan kesimpulan data, bahwa pelaksanaan yang dilakukan guru pada
siklus ke 1 pertemuan ke 1 guru belum terfokus dalam menyampaikan apersepsi
tentang kegiatan yang akan dilakukan, sehingga banyak anak yang belum mengerti
kegiatan yang akan dilakukan, pada siklus ke 1 pertemuan ke 2 guru mulai
mengorganisasikan anak dalam kegiatan kerja kelompok, selain itu guru belum dapat
memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan kesulitan belajar, pada
siklus ke 2 pertemuan ke 1 guru sudah memberikan penguatan kepada anak terhadap
kegiatan yang dilakukan anak sehingga anak termotivasi dalam belajar, pada siklus
ke 2 pertemuan ke 2 guru memotivasi anak agar aktif belajar dengan memberikan
kesempatan kapada anak untuk bertanya.
3. Respon anak terhadap pembelajaran meningkatkan perilaku sopan santun
melalui penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Santa
Maria Pontianak.
Menurut Bachtiar (2013: 39) “hal-hal yang harus dimiliki oleh anak agar
memiliki sopan santun dalam berbicara anatar lain: terimakasih, tolong, maaf”.
Adapun dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Terimakasih
Mengajarkan anak untuk mengucapkan terimakasih saat anak diberi
pertolongan atau diberi sesuatu (misalnya hadiah) dari orang-orang. Dengan
demikian anak-anak terbiasa menghargai orang lain.
b) Tolong
Mengajarkan kata tolong kepada anak tidak dilakukan dengan paksaan. Dalam
penerapannya anak hanya perlu diingatkan bukan dipaksa. Dengan demikian anak
akan mengenal pentingnya mengucapkan kata tolong.
c) Maaf
Melalui pengenalan kosakata kesopanan saat berkomunikasi dengan orang
lain, anak akan terkondisikan untuk mengaspresiasikan nilai-nilai positif secara
tidak langsung anak belajar menghargai orang lain, bersabar hati mengakui
kesalahan.
Setelah diadakan perbaikan dari siklus I sampai siklus II dengan 2 kali pertemuan
anak menjadi berkembang perilaku sopan santunnya. Anak mengucapkan terima
kasih saat diberi pertolongan atau diberi (hadiah), anak mengucapkan kata tolong
saat menerima bantuan dari orang lain serta anak belajar bersabar hati mengakui
kesalahan setelah mendengarka cerita. Melalui peningkatan perilaku sopan santun
11
menggunakan metode bercerita adanya aspek bahasa, kongnitif dan aspek motorik.
Respon anak terhadap pembelajaran peningkatan perilaku sopan santun melalui
metode bercerita dapat dikategorikan berkembang sangat baik karena anak mau
berperilaku sopan santun melakukan kegiatan dengan kesadaran sendiri dan anak
dapat menerapkan perilaku sopan santun dalam kegiatan sehari-hari.
Respon anak terhadap pembelajaran meningkatkan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita dapat dikategorikan “berkembang sangat baik” karena
anak bisa berperilaku sopan pada saat makan, pada saat menyapa teman, berdoa, dan
menggucapkan terimakasih saat diberikan pertolongan atau diberikan sesuatu.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut: Di dalam
pelaksanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk meningkatkan
perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun sebaiknya: Guru harus dapat menyisipkan
kegiatan Tanya jawab agar terjadi interaksi antara anak sebagai penerima pesan, guru
hendaknya sabar ketika membimbing anak, dan memberikan pujian kepada anak.
Kemudian dalam pelaksanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun hendaknya : Guru
mengindetifikasi kelemahan setiap anak khususnya terhadap sopan santun, guru dapat
memperhatikan anak dalam melakukan aktivitas pembelajaran, agar semua anak dapat
melakukan kegiatan dengan baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar (2011). Peneliti Tindakan Kelas. Jakarta: GP Press
Martica Beata Sagara, Hana. (Dalam Marmawi, dan Dian Miranda 2017). Peningkatan
Perilaku Sopan Santun Melalui Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun di
TK LKIA II Pontianak Selatan. Skripsi tidak diterbitkan: FKIP UNTAN
PONTIANAK.
Novan Ardi Wiyani (2013). Metode Bercerita Anak Usia Dini. Html.
Novi Romawati dan Aamprogresif. 2011. Pengertian Metode Bercerita. Diakses pada
tanggal 18 juni 2013 di http://id.shvoong.com
Ouska; Whellan (1997) Education Psychology. Massachusetts: Allyn And Bacon Publisher.
Martica Beata Sagara, Hana. (Dalam Marmawi, dan Dian Miranda 2017). Peningkatan
Perilaku Sopan Santun Melalui Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6
Tahun di TK LKIA II Pontianak Selatan. Skripsi tidak diterbitkan: FKIP
UNTAN PONTIANAK.