Anda di halaman 1dari 12

1

Volume x Nomor x Tahun xxxx Halaman xx- xx


ISSN: 2715-2723, DOI:…..
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb

PENGGUNAAN METODE BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN


PERILAKU SOPAN SANTUN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TAMAN
KANAK-KANAK SANTA MARIA PONTIANAK

Ulan Trivina Ursula, Halida, Dian Miranda, Inneke Kesuma Arti


Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, FKIP, Universitas Tanjungpura

Article Info ABSTRACT


this research is based on the background of children’s poor
Article history:
manners, such as children not being able to behave politely
Received: when eating, greeting friends, taking doses, and saying thank
Revised: you. The general question in this research is “Can the increase
Accepted: in polite behavior be improved through the application of the
storytelling method to children aged 5-6 years at the Santa
Maria Pontianak. Kindergarten?”. in general, the aim of the
Keywords:
reseaech is to improve polite behavior through the application
storytelling method, of the storytelling method to children aged 5-6 years at the
polite behavior, Santa Maria Pontianak kindergarten. Politeness is a friendly
early childhood. attitude shown to several people in fron of him with the
intention of respecting other, the young respecting the old and
the old respecting the young. Then, the storytelling method is
an activity that is carried out by someone verbally to another
person using the tool of what should be conveyed in the form
of a message, information or just a fairy tale packaged in the
form of a story that can be listened to with enjoyment. The
form of this research is action research, the research subjects
are 1 teacher and 30 children. Based on the results of the
research that has been carried out and through the results
obtained after data analysis. It is clear that: 1) learning
planning in the use of the strorytelling method to improve
polite behavior in children aged 5-6 years can be categorized
as “good”, 2) implementation of learning in the use of the
method telling stories to improve polite behavior in children
aged 5-6 years is categorized as “good”. 3) children’s
responses to the use of the storytelling method to improve
polite behavior in children aged 5-6 years : children are able to
behave politely when eating, at when greeting friends, when
2

starting and finishing praying, and chlidren can say thank you
when they are given help or given something.
Copyright © 2023 Ulan Trivina Ursula, Halida, Dian
Miranda.

🖂 Corresponding Author:
Ulan Trivina Ursula
Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr.H Nawawi, Pontianak
Email: ulantrivinaursula2001@gmail.com

PENDAHULUAN
Perilaku sopan santun yang merupakan budaya leluhur kita ini masih sering dilupakan oleh
sebagian orang. Perilaku sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hormat.
Menghormati sesama, yang muda menghormati yang lebih tua, dan yang tua menghargai yang
muda sudah mulai berkurang dalam kehidupan yang serba modern ini. Hilangnya perilaku
sopan santun sebagian anak merupakan salah satu dari sekian penyebab kurang terbentuknya
karakter. Tidak terpeliharanya sikap sopan dan santun ini berdampak negatif terhadap budaya
bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
kehidupan yang beradab.
Sopan santun atau tata krama menurut Taryati, dkk. (1995:71) adalah suatu tata cara atau
aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat
dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian,
hormat menghormati menurut adat yang telah ditentukan. Banyak yang diharapkan lingkungan
dari tata krama atau sopan santun karena orang tua diwajibkan untuk mengajarkannya. Ada
yang berpendapat bahwa baik buruknya tingkah laku anak merupakan cermin tingkah laku
orang tua sendiri. Oleh karena itu bagi anak, tidak ada pemberian yang lebih baik dari pada
orang tua kecuali dengan pemberian pendidikan yang lebih baik, menanamkan budi pekerti
yang luhur, belajar mengucapkan kata-kata yang baik, dan sekaligus diajarkan untuk belajar
menghormati orang lain.
Perilaku sopan santun adalah bagian dari perilaku diri yang terekspresi dari moral. sopan
santun merupakan ekspresi dari sikap rendah hati dan merupakan sesuatu yang dihasilkan dari
hati nurani, yang diekspresikan dalam perilaku dan cara berpikir dalam integritas pribadi dalam
konsistensi waktu perilaku, (Djahiri,1999: 12). Peningkatan perilaku sopan santun kepada anak
guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan yang memiliki kesan moral pada pembiasaan
perilaku anak, untuk itu guru dapat menggunakan metode pembelajaran salah satunya metode
bercerita. Metode bercerita adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang
lain dengan alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi, atau hanya
sebuah dongeng yang di kemas/disusun dalam bentuk cerita yang dapat di dengar secara
menyenagkan.
Metode bercerita yang dilakukan dalam pembelajaran, melibatkan anak untuk menceritakan
suatu cerita dalam peristiwa tertentu sesuai tema agar anak merasakan peristiwa tersebut, dalam
pelaksanaannya guru mengarahkan kegiatan yang mencermin meningkatkan sikap sopan
santun.
Moeslichatoen (2004:157) metode bercerita merupakan salah satu metode pemberian
pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan.
Satibi (2013:4.24) mengungkapkan, bercerita mempunyai makna penting bagi
perkembangan anak usia dini, karena bercerita kita dapat 1.) Mengkomunikasikan nilai-
nilai budaya, 2.) Mengkomunikasikan nilai-nilai sosial, 3.) Mengkomunikasikan nilai
3

moral dan keagamaan, dan 4.) Membantu mengembangkan fantasi anak. Melihat semua
paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode bercerita diharapkan akan mampu
meningkatkan perilaku sopan santun anak usia 5-6 tahun, karena fungsi bercerita adalah
untuk mengkomunikasikan berbagai nilai dan mampu mengubah nilai tertentu dalam diri
seseorang. Hal tersebut juga terkait dengan semua yang didengar lewat cerita oleh anak
akan direkam anak dan dijadikan sebagai pengalaman yang akan diterapkannya dalam
kehidupannya.
Pada Taman Kanak-kanak Santa Maria Pontianak perilaku sopan santun masih rendah seperti
anak belum dapat bersikap sopan santun pada saat makan, dalam hal ini anak yang
dikategorikan berkembang kurang baik sebanyak 15 anak dari 30 anak, anak tidak mau
menyapa teman dengan sopan. Dalam hal ini anak yang dikategorikan berkembangan sangat
kurang baik sebanyak 14 anak, anak bersikap sopan saat memulai dan selesai berdoa. Dalam hal
ini anak dikategorikan berkembang kurang baik sebanyak 14 anak dari 30 anak, anak yang
belum mengucapkan terimakasih saat diberikan pertolongan atau diberikan sesuatu, dalam hal
ini anak yang dikategorikan berkembangan kurang baik sebanyak 15 anak dari 30 anak.
Selain itu kelemahan yang terjadi pada guru yang dapat identifikasi masalah antara lain: cerita
yang disajikan guru belum efektif dalam memotivasi anak dalam belajar, khususnya dalam
meningkatkan perilaku sopan santun, cara guru dalam penyampaian cerita tidak menarik seperti
kejelasan suara, sehingga anak tidak mau mendengarkan guru bercerita, guru belum dapat
mengaitakan cerita sesuai dengan tema dan sub tema serta sikap sopan santun yang akan
diangkat. Untuk itu alasan peneliti menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan perilaku
sopan santun, karena di dalam TK tersebut terdapat sopan santun yang masih rendah, maka dari
itu peneliti merasa perlu untuk mengadakan perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan
perilaku sopan santun melalui metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di Taman kanak-kanak
Santa Maria Pontianak.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), penelitian ini dilakukan
pada semester ke dua dengan dua siklus, setiap siklus terdapat dua kali pertemuan.
Penelitian ini dilakukan di TK Santa Maria Pontianak. Subjek penelitian ini adalah guru
dan anak yang berjumlah 30 orang anak, dalam hal ini anak diposisikan sebagai subjek
penelitian karena anak yang akan di nilai. Kolaborator dalam penelitian ini adalah guru
kelas B. Teknik penggumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi langsung, komunikasi langsung, dan dokumentasi. Sedangkan instrumen
pengumpulan data nya peneliti menggunakan paduan wawancara, intrumen observasi,
dokumentasi. Teknik anaisis data yang digunakan dalan penelitian ini adalah analisis
kristis dan internatif. Analisis bertujuan untuk menggungkapkan kekurangan dan
kelebihan kinerja anak dan guru dalam proses belajar mengajar di kelas, sedangkan
proses analisi data interaktif ada empat langkah yang harus dilakukan peneliti adalah
penyedian data, redukasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada kelompok B TK Santa Maria
Pontianak, dengan guru kelas sebagai guru kolaborator. Dilakukan nya penelitian
tindakan ini dengan alasan adanya masalah pada kelompok B Tk Santa Maria Pontianak,
yaitu kemampuan anak dalam berperilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun masih
belum maksimal. Diantaranya 15-30 anak belum sempurna pada saat makan, menyapa
teman, berdoa, dan menggucapkan terimakasih saat diberika pertolongan atau diberikan
sesuatu. Hasil penelitian ini saya peroleh dari hasil pengamatan terhadap guru saat
4

melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui metode bercerita dan data lembar kerja
anak kelompok B Tk Santa Maria Pontianak yang berjumlah 30 orang anak, yang
dikumpulkan setelah melaksanakan tindakan melalui metode bercerita. Penelitian ini
dilaksanakan 2 siklus setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan.

Gambar 1
Siklus 1 Pertemuan 1

Gambar 1 menunjukan guru yang sedang melaksanakan kegiatan bercerita dalam


menerapkan perilaku sopan santun pada anak, dan anak-anak yang sedang mendengarkan
guru bercerita. Cerita ini mengenai dua sahabat yang baik. Cerita tersebut dibuat oleh
guru dan peneliti menyesuaikan tema dan sub tema serta aspek yang akan ditingkatkan
pada anak dengan menggunakan media boneka tangan.
Hasil dari perencanaan oleh guru terhadap manfaat bercerita dengan kata lain adalah m
enyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan car
a berfikir anak. Misalnya dengan media dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai pengg
ugah kreativitas anak-anak.
Grafik1. 1
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 1 Pertemuan ke 1
60%
50% 47% 47% 50%
50%
37% 37% 40% 37%
40%
30%
20%
10% 7% 7% 7%10% 7% 7% 7%10%
0%

BB MB BSH BSB

Gambar 2
Siklus 1 Pertemuan 2
5

Gambar 2 menunjukan guru


yang sedang melaksanakan kegiatan bercerita dalam menerapkan perilaku sopan santun
pada anak, dan anak - anak yang sedang mendengarkan guru bercerita. dari cerita
mengenai kawan baru dapat dijelaskan bahwa dalam bersahabat anak seharusnya
menggunakan perkataan yang baik sehingga tidak menyakiti orang lain. Cerita tersebut
dibuat oleh guru dan peneliti menyesuaikan tema dan sub tema serta aspek yang akan
ditingkatkan pada anak.
Hasil dari perencanaan yang dilakukan guru disamping memperkaya imajinasi anak,
dongeng/bercerita pun menjadikan anak-anak merasa belajar sesuatu. Bahkan dengan
dongeng/bercerita diketahui adalah merupakan salah satu cara yang efektif
mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial dan aspek
konatif (penghayatan) anak-anak.

Grafik 1.2
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 1 Pertemuan ke 2
6

80%
67% 70%
70%
60%
50% 50%
50%
40% 33% 30%
30%
20% 13% 17% 13% 10%
10% 7%10% 7% 7%10% 7%
0%

BB MB BSH BSB

Gambar 3
Siklus 2 Pertemuan 1

Gambar 3 menunjukan guru yang sedang melaksanakan kegiatan bercerita dalam


menerapkan perilaku sopan santun pada anak, dan anak - anak yang sedang
mendengarkan guru bercerita. dari cerita mengenai suka menolong dapat dijelaskan
bahwa cerita yang disajikan adalah pembiasaan suka menolong sesama, sehingga
mendapatkan teman baru.
Hasil perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru bahwa melalui cerita mampu
membawa anak-anak pada pengalaman-pengalaman baru. Karena itu guru perlu memiliki
kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada saat bercerita agar pesan dapat sampai
kepada anak.

Grafik 1.3
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 2 Pertemuan ke 1
7

Gambar 4
Siklus 2 Pertemuan 2

Gambar 4 menunjukan guru yang sedang melaksanakan kegiatan bercerita dalam


menerapkan perilaku sopan santun pada anak, dan anak - anak yang sedang
mendengarkan guru bercerita. dari cerita mengenai akibat iri hati dapat dijelaskan bahwa
jangan pernah iri hati pada apapun yang dikerjakan oleh orang lain karena setiap
pekerjaan yang dilakukan ada resikonya sendiri maka dari itu harus bersyukur dan
berterimakasih pada apa yang kita bisa lakukan.
Pada siklus 2 pertemuan ke 2 sosial emosional anak sudah dapat dikategorikan
meninggkat karena sesuai dengan indikator yang peneliti tetapkan.
Hasil perencanaan yang telah dilakukan guru bahwa melalui cerita dapat mendorong anak
bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita dan berbicara. Anak
belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya.

Grafik 1.4
Penilaian Peningkatan Perilaku Sopan Santun
Siklus ke 2 Pertemuan ke 2
90%
80% 73% 77% 77%
70%
70%
60%
50%
40%
30%
20% 17% 17% 13% 13%
10% 7% 3% 7% 7% 7% 3% 7% 3%
0%

BB MB BSH BSB
8

Pembahasan

Pembahasan yang peneliti lakukan dalam penelitian ini untuk membahas permasalahan
yang ada sesuai dengan rumusan masalah, adapun pembahasan sebagai berikut :
1. Perencanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun Di TK Santa
Maria Pontianak.
Menurut Terry (dalam Riyadi, 2005 : 3), perencanaan adalah upaya untuk
memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-
asumsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan mengambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang di perhatikan untuk mencapai hasil yang di
inginkan.
Menurut Yusriana( 2012: 131) bahwa Perencanaan pembelajaran metode
bercerita antara lain:
a. menetapkan tema dan sub tema materi pembelajaran yang akan dilakukan,
b. membuat atau mengadakan media atau alat peraga yang yang akan
digunakan,
c. membuat cerita sesuai dengan tema dan sub tema,
d. membuat rencana kegiatan harian dengan model yakni : pijakkan
lingkungan sebelum bermain, pijakan saat bermain, pijakan setelah bermain,
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan teori yang
dikemukakan di atas, dalam hal ini 1) Guru menetapkan tema dan sub tema materi
pembelajaran yang akan dilakukan,seperti tema lingkungan sub tema rumah dan
sekolah, 2) Guru mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan, alat dan
bahan yang diperlukan seperti buku cerita dan boneka tangan. 3) Guru
mempersiapkan cerita sesuai dengan tema dan sub tema, adapun cerita yang
digunakan seperti : sahabat, kawan baru,suka menolong sesama, dan akibat iri hati,
4) Guru melalukukan kegiatan pijakkan lingkungan sebelum bermain misalnya
100%
90% 90% 90% 90%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10% 10% 10% 10%
10%
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%

BB MB BSH BSB

(menyiapkan ruangan dan media pembelajaran), pijakan saat bermain misalnya


9

( guru membuka pembelajaran dengan berdoa dan salam), pijakan setelah main
misalnya ( mengajak anak menyimpulkan pembelajran yang telah dilakukan, dan
menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa dan salam).
Pembelajaran dalam meningkatkan peningkatan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita yakni: dengan menyesuaikan tema sesuai dengan minat
anak adapun tema yang dirancangkan antara lain:
a. Siklus ke 1 pertemuan ke 1 Tema : Lingkungan Sub Tema : Rumah dan
Sekolah
b. Siklus ke 1 Pertemuan ke 2 Tema : Lingkungan Sub Tema : Rumah dan
Sekolah
c. Siklus ke 2 pertemuan ke 1 Tema : Kebutuhanku Sub Tema: Kebersihan dan
Keamana.
d. Siklus ke 2 pertemuan ke 2 Tema : Kebutuhanku Sub Tema: Kebersihan dan
Keamana.
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikategorikan “baik”
dalam hal ini guru dapat merencanakan materi pembelajaran berdasarkan tema yang
diminat anak, guru menggunakan tema pekerjaan, mengantikan sub tema pada setiap
pertemuan. Ini dilakukan untuk memotivasi anak dalam belajar dengan cara
menggunakan alat peraga.
Berdasarkan kesimpulan data, bahwa perencanaan yang dilakukan pada siklus ke
1 pertemuan ke 1 khususnya dalam kegiatan bercerita belum dapat terlaksanakan
dengan baik karena, media yang diggunakan guru belum sesuai dengan kebutuhan
anak dalam bermain, untuk itu pada siklus ke 1 pertemuan ke 2 guru menyiapkan
media sesuai dengan kebutuhan dalam bermain, namun masih banyak anak yang
tidak aktif dalam bermain, pada siklus ke 2 pertemuan ke 1 guru membuat kegiatan
bermain secara kelompok, dalam hal ini anak mulai aktif, untuk itu guru melanjutkan
pada siklus ke 2 pertemuan ke 2 agar semua anak terlibat langsung dalam kegiatan
bermain.
2. Pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Santa Maria
Pontianak.
Pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita yakni melakukan pijakan lingkungan dengan
menyenting ruangan kelas dan menyediakan media pembelajaran untuk kegiatan
bercerita sesuai dengan tema dan sub tema yang akan dibahas, selanjutnya
melakukan pijakan sebelum main yakni membuka pelajaran dan menyiapkan anak
untuk belajar dan menjelaskan kepada anak tentang tatacara dalam bermain,
melakukan pijakan saat main yakni mengajak anak untuk bersikap sopan santun pada
saat makan, menyapa teman dengan sopan, Sopan Saat Memulai Dan Selesai Berdoa
Dengan Tertib, mengucapkan terimakasih saat diberikan pertolongan atau diberikan
sesuatu. Setelah itu melakukan pijakan setelah main dengan kegiatan penutup yakni
memberikan penguatan atau kegiatan yang telah dilakukan. Pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikategorikan “baik” karena guru
melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pembelajaran dan guru dapat
mengatasi masalah yang telah dihadapi pada kegiatan sebelumnya.
Menurut Isjoni (2009 : 73), langkah-langkah pelaksanaan metode bercerita yaitu :
a. Guru menyiapkan alat peraga yang diperlukan.
b. Guru memberikan pendahuluan dengan membicarakan tentang alat peraga.
c. Guru merangsang anak untuk mendengarkan cerita.
10

d. Setelah selesai bercerita guru memberikan pertanyaan kepada anak tentang apa,
mengapa, dimana, berapa, bagaimana, dan sebagainya.
e. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menjawab pertanyaan guru
tersebut.
f. Bagi anak yang sudah dapat menjawab dengan benar diberikan pujian dan bagi
anak yang belum diberi dorongan motivasi.
Pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan guru sesuai dengan teori yang
dikemukan di atas, 1) guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan seperti buku
cerita, 2) guru memberikan pendahuluan seperti guru menjelaskan cerita apa yang
akan disampaikan 3) guru merangsang anak untuk mendengarkan cerita seperti guru
mengatur tempat duduk anak, 4) guru memberikan pertanyaan kepada anak,
misalnya guru menanyakan kepada anak tentang isi cerita, 5) guru memberikan
kesempatan kepada anak untuk menjawab pertanyaan misalnya guru yang
mendengarkan jawaban dari anak, 6) guru memberikan pujian dan dorongan kepada
anak misalnya ada anak yang belum bisa menjawab pertanyaan makan guru
memberikan tuntunan kepada anak agar ia dapat menemukan sendiri jawabannya.
Berdasarkan kesimpulan data, bahwa pelaksanaan yang dilakukan guru pada
siklus ke 1 pertemuan ke 1 guru belum terfokus dalam menyampaikan apersepsi
tentang kegiatan yang akan dilakukan, sehingga banyak anak yang belum mengerti
kegiatan yang akan dilakukan, pada siklus ke 1 pertemuan ke 2 guru mulai
mengorganisasikan anak dalam kegiatan kerja kelompok, selain itu guru belum dapat
memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan kesulitan belajar, pada
siklus ke 2 pertemuan ke 1 guru sudah memberikan penguatan kepada anak terhadap
kegiatan yang dilakukan anak sehingga anak termotivasi dalam belajar, pada siklus
ke 2 pertemuan ke 2 guru memotivasi anak agar aktif belajar dengan memberikan
kesempatan kapada anak untuk bertanya.
3. Respon anak terhadap pembelajaran meningkatkan perilaku sopan santun
melalui penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Santa
Maria Pontianak.
Menurut Bachtiar (2013: 39) “hal-hal yang harus dimiliki oleh anak agar
memiliki sopan santun dalam berbicara anatar lain: terimakasih, tolong, maaf”.
Adapun dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Terimakasih
Mengajarkan anak untuk mengucapkan terimakasih saat anak diberi
pertolongan atau diberi sesuatu (misalnya hadiah) dari orang-orang. Dengan
demikian anak-anak terbiasa menghargai orang lain.
b) Tolong
Mengajarkan kata tolong kepada anak tidak dilakukan dengan paksaan. Dalam
penerapannya anak hanya perlu diingatkan bukan dipaksa. Dengan demikian anak
akan mengenal pentingnya mengucapkan kata tolong.
c) Maaf
Melalui pengenalan kosakata kesopanan saat berkomunikasi dengan orang
lain, anak akan terkondisikan untuk mengaspresiasikan nilai-nilai positif secara
tidak langsung anak belajar menghargai orang lain, bersabar hati mengakui
kesalahan.
Setelah diadakan perbaikan dari siklus I sampai siklus II dengan 2 kali pertemuan
anak menjadi berkembang perilaku sopan santunnya. Anak mengucapkan terima
kasih saat diberi pertolongan atau diberi (hadiah), anak mengucapkan kata tolong
saat menerima bantuan dari orang lain serta anak belajar bersabar hati mengakui
kesalahan setelah mendengarka cerita. Melalui peningkatan perilaku sopan santun
11

menggunakan metode bercerita adanya aspek bahasa, kongnitif dan aspek motorik.
Respon anak terhadap pembelajaran peningkatan perilaku sopan santun melalui
metode bercerita dapat dikategorikan berkembang sangat baik karena anak mau
berperilaku sopan santun melakukan kegiatan dengan kesadaran sendiri dan anak
dapat menerapkan perilaku sopan santun dalam kegiatan sehari-hari.
Respon anak terhadap pembelajaran meningkatkan perilaku sopan santun melalui
penerapan metode bercerita dapat dikategorikan “berkembang sangat baik” karena
anak bisa berperilaku sopan pada saat makan, pada saat menyapa teman, berdoa, dan
menggucapkan terimakasih saat diberikan pertolongan atau diberikan sesuatu.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan secara umum
bahwa perilaku sopan santun melalui penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6
tahun di Taman Kanak-Kanak Santa Maria Pontianak dapat tertanam dengan kategori
berkembang sangat baik. Secara khusus dapat ditarik kesimpulan yakni :
1. Perencanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-
kanak Santa Maria Pontianak dengan kategori “baik”, antara lain: menentukan
materi tema dan sub tema, menyesuaikan dengan materi pembelajaran,
menyiapkan media pembelajaran, merancang pedoman observasi dan penilaian
kemampuan anak seperti membuat cerita, menggunakan buku cerita.
2. Pelaksanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-
kanak Santa Maria Pontianak dengan kategori “baik” antara lain: melaksanakan
pijakan lingkungan yakni menyiapkan ruangan tempat belajar, melaksanakan
pijakan saat main yakni memberikan pembelajaran sesuai dengan tema dan sub
tema, selanjutnya melaksanakan pijakan setelah main yakni memberikan
penguatan tentang kegiatan yang telah diberikan, guru mengatur tempat duduk
anak agar anak bisa terfokus pada cerita yang disampaikan guru.
3. Respon anak terhadap pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-
kanak Santa Maria Pontianak. Anak sudah dapat bersikap sopan santun pada saat
makan, anak dapat menyapa teman dengan sopan, anak bersikap sopan pada saat m
emulai dan selesai berdoa, anak dapat mengucapkan terimakasih saat diberikan per
tolongan atau diberikan sesuatu.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut: Di dalam
pelaksanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk meningkatkan
perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun sebaiknya: Guru harus dapat menyisipkan
kegiatan Tanya jawab agar terjadi interaksi antara anak sebagai penerima pesan, guru
hendaknya sabar ketika membimbing anak, dan memberikan pujian kepada anak.
Kemudian dalam pelaksanaan pembelajaran dalam penggunaan metode bercerita untuk
meningkatkan perilaku sopan santun pada anak usia 5-6 tahun hendaknya : Guru
mengindetifikasi kelemahan setiap anak khususnya terhadap sopan santun, guru dapat
memperhatikan anak dalam melakukan aktivitas pembelajaran, agar semua anak dapat
melakukan kegiatan dengan baik.
12

DAFTAR PUSTAKA
Iskandar (2011). Peneliti Tindakan Kelas. Jakarta: GP Press

Martica Beata Sagara, Hana. (Dalam Marmawi, dan Dian Miranda 2017). Peningkatan
Perilaku Sopan Santun Melalui Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun di
TK LKIA II Pontianak Selatan. Skripsi tidak diterbitkan: FKIP UNTAN
PONTIANAK.

Novan Ardi Wiyani (2013). Metode Bercerita Anak Usia Dini. Html.

Novi Romawati dan Aamprogresif. 2011. Pengertian Metode Bercerita. Diakses pada
tanggal 18 juni 2013 di http://id.shvoong.com

Ouska; Whellan (1997) Education Psychology. Massachusetts: Allyn And Bacon Publisher.

Martica Beata Sagara, Hana. (Dalam Marmawi, dan Dian Miranda 2017). Peningkatan
Perilaku Sopan Santun Melalui Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6
Tahun di TK LKIA II Pontianak Selatan. Skripsi tidak diterbitkan: FKIP
UNTAN PONTIANAK.

Anda mungkin juga menyukai