Anda di halaman 1dari 76

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD
Puskesmas Kabuh.

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar


dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan
kepada masyarakat, khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi
pasien.Untuk itu perlu ditingkatkan pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di Puskesmas.

Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi


seluruh petugas, buku ini juga sangat penting bagi pasien, keluarga pasien, orang
yang berkunjung, dan lingkungan Puskesmas.

Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
sangat berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan
kedepannya.Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di UPTD Puskesmas Kabuh.

Way kanan,02 januari 2023

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 2


A. Latar belakang ……………………………………………………………………… 3
B. Tujuan ………………………………………………………………………………. 4
C. Ruang lingkup ……………………………………………………………………… 4
D. Batasan Operasional ………………………………………………………………. 4
E. Dasar Hukum ……………………………………………………………………… 4
BAB II. STANDART KETENAGAAN
A. Kualifikasi SDM ……………………………………………………………………… 5
B. Distribusi Ketenagaan ………………………………………………………………… 5
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan ……………………………………………….. 5
BAB III. PRINSIP DASAR PPI ……………………………………………………………… 8
A. Hand Hygiene / Kebersihan Tangan …………………………………………………. 9
B. Alat Pelindung Diri …………………………………………………………………… 16
C. Pengelolaan Peralatan Kesehatan …………………………………………………….. 29
D. Pengelolaan Linen …………………………………………………………………….. 36
E. Pengendalian Lingkungan …………………………………………………………….. 37
F. Manajemen Pengolahan Limbah ……………………………………………………… 39
G. Penempatan Pasien ……………………………………………………………………. 49
H. Hygiene Respiratory / Etika Batuk ……………………………………………………. 50
I. Praktek Penyuntikan Yang Aman ……………………………………………………... 50
J. Kesehatan dan Keselamatan Petugas…………………………………………………..51
BAB IV TATALAKSANA PPI ……………………………………………………………….. 62
BAB V PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG …………………………………… 71

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima
dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan
kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap
petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Kabuh. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di Puskesmas merupakan rangkaian aktifitas kegiatan
yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
merupakan tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi Puskesmas
menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
membantu.
Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection
(HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di
seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas
kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana kesehatan
(Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi
sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen,
2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang
potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang
dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular
akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi.
Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau
menerima darah atau produk darah yang mengandung virus.

3
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Puskesmas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak
langsung, droplet dan udara.

D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).

Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan


pada pasien yang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).

Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus


menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka
yang membutuhkan.

E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang
Sistem Kesehatan Nasional

4
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
UPTD Puskesmas Kabuh dipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris dan Anggota
Tim PPIdisesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk
distribusi ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas masing-masing.

TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


UPTD PUSKEMAS BUMI BARU

NO. KEDUDUKAN
NAMA
DALAM TIM

1 Ketua Dr.firdaus muamar sidiq


2. Sekretaris Widia larasati
3. Anggota 1. Siti soleha
2. Neti indriyani
3. Fera annisa

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 14 orang sesuai dengan struktur organisasinya.Tim PPI terdiri
dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.

C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan
braket untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering
dan tempat handuk kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet dan
stiker Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan
formula yang direkomendasikan oleh WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua
masyarakat Puskesmas.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien
dan sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi
penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umumdan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua
perawat sampai tenaga cleaning service.
- Tim PPI mas membuat poster indikasi penggunaan APD.

5
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam/ non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan
perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
tempat sampah medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk
pengadaan safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di
Puskesmas.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan
bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah
antara jalur linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk
pengadaan troli linen kotor dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan
antara ruang laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara
berkala karyawan Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan
resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di
ruang isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun
airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika
batuk.
9. Sosialisasiprosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara
penyuntikanyang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh
tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan
penyuntikan.

10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara


sterilisasi.
6
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam
pengadaan Spill kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan saranapencegahan infeksi di Puskesmas
- Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow
untuk mixing obat intra vena.
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi
suhu rendah.

7
BAB III

PRINSIP DASARPENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Dl UPTD PUSKESMAS KABUH

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Puskesmas yang
berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan puskesmas. Kinerja PPI
dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas Puskesmas, mulai dari jajaran
manajemen, dokter, perawat, paramedis, pekarya, petugas kebersihan, sampai
dengan petugas parkir dan satpam maupun seluruh masyarakat di puskesmas
seperti pengunjung, mitra kerja puskesmas (Bank, asuransi, rekanan penyedia
barang, dll).

Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di


Puskesmas, mencakup seluruh masyarakat puskesmas dengan menggunakan
prosedur dan petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh Puskesmas. Upaya pokok
PPI mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan infeksi berfokus pada
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang merupakan gabungan
Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation),
serta Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi penyakit.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.

Komponen Kewaspadaan Standar :

1. Kebersihan tangan

2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung,


face shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki

3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan

5. Penatalaksanaan linen

6. Pengelolaan limbah dan benda tajam

7. Penempatan pasien

8. Higiene respirasi/etika batuk

9. Praktik menyuntik yang aman

10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada


pasien di puskesmas, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan
ataupun tanpa penyakit infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen
kewaspadaan standar yang nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko
potensial yang dihadapi pasien atau petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang

8
spesifik sehingga implementasi setiap komponen standar tidak harus
seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus.

Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di


puskesmas adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara
penularan penyakit infeksi yang sudah dapat diduga atau diidentifikasi.
Kewaspadaan isolasi sesuai cara penularan infeksi diterapkan sebagai
komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar tehadap pasien yang sudah
diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan karakteristik demografik,
klinik dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik penunjang khususnya
mikrobiologi klinik. Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara
transmisi infeksi yaitu kewaspadaan transmisi kontak, kewaspadaan transmisi
droplet dan kewaspadaan transmisi airborne/udara.

Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan


tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan
terjadi kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perlunya
dilakukan lebih dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu
penyakit yang belum dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum
dikenali cara penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan prinsip
kewaspadaan yang tertinggi, yaitu kewaspadaan transmisi airborne.

Pertimbangan praktis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar

Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.

KEWASPADAAN STANDAR

A. HAND HYGIENE/KEBERSIHAN TANGAN

Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting


untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di
puskesmas/fasilitas kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861),
berlanjut hasil-hasil penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan
tangan petugas merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien.
Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa penularan infeksi Puskesmas
sebagian besar terjadi melalui transmisi kontak, khususnya melalui kontak
tangan petugas disamping kontak melalui peralatan/tindakan invasif.

Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan


tangan ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan
dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau
membunuh mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan
pasien dan lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang
tinggal di lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada
jam tangan mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang
panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti
P.aeruginosa), jamur dan patogen lain.
Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan
tidak memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan
selama bertugas.

9
Ada tiga cara kebersihan tangan :

1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun


biasa atau sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat
harus dilakukan apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan
tubuh;

2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub


antiseptik juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol
yang melindungi dan melembutkan kulit.

- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.

- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis


alkohol 70%

- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.

3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum


melakukan tindakan bedah :

a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :

i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).

ii. Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun


antiseptik yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%.

iii. Tangan dibasahi sampai siku.

iv. Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.

v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang
lima sampai sepuluh menit.

vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.

vii. Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di


sekitarnya.

b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:

i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).

ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku,
tanpa sikat

iii. Keringkan dengan tisu pengering dengan baik

iv. Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri,


menggunakan tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser

10
v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di
handrub alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan
kolonisasi kuman di bawah kuku (5 detik)

vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan
bawah sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan
seluruh area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub
alkohol kering sempurna (15 detik)

vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri
(5 detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku,
sampai dengan kering sempurna (15 detik)

viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah


prosedur handrub rutin (15-20 detik)

Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk


mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF
bila menggunakan sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit
dan dalam waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan
memelihara kuku panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien
karena menghalangi efektivitas kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan

Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan


berdasarkan Pedoman PPI Departemen Kesehatan (2007), disebutkan bahwa
kebersihan tangan dilakukan sebelum dan setelah :

1. memeriksa dan kontak langsung dengan pasien


2. memakai dan melepas sarung tangan
3. menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
4. pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi:
a. memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi
b. menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi
atau ekskresi)
5. masuk dan meninggalkan ruang isolasi
Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib
dilakukan oleh setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi
patogen antar pasien, antara petugas dan pasien, antara petugas dan
lingkungan/peralatan terkontaminasi, antara petugas dengan bahan yang
berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area perawatan, direkomendasikan
melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat pelayanan kesehatan, sebelum
masuk dan meninggalkan ruangan pasien, sesudah dari kamar kecil dan
sebelum meninggalkan puskesmas.

Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting


wajib menjalankan kebePuskesmasihan tangan di ruang perawatan,
diperkenaikan sebagai “Five moments for hand hygiene”.

Lima saat penting wajib menjalankan


higiene tangan (WHO) :
1. sebelum kontak pasien
2. sebelum melakukan prosedur
11
tindakan/aseptik
3. seteiah kontak cairan tubuh
4. setelah kontak pasien
5. setelah menyentuh lingkungan
sekitar pasien

1. Saat kebersihan tangan untuk pasien

Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada


setiap orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas
melaksanakan kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan
atau melakukan tindakan kepada dirinya agar meminimkan risiko
pemindahan patogen penyebab infeksi antar pasien, petugas-pasien, maupun
melalui peralatan.

Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan


sesudah makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll)
atau setelah dan kamar mandi/WC.

2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung

Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan


melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas, melalui
media leflet - poster, dll. Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan
pada setiap akan menemui pasien, setelah menemui pasien/kontak
lingkungan sekitar pasien, setelah kontak cairan tubuh, sebelum
meninggalkan puskesmas, sebelum dan setelah makan.

3. Rekomendasi Mencuci Tangan

- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.

- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan


harus digunakan selama 40 sampai 60 detik.

- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.

- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih
adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa
mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit
dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan,
direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan (losion
pelembab/krem).

Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.

4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik


(handrub berbasis alkohol)

 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,


sehingga jika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau
cairan tubuh lain), harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih
dahulu.

12
 Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan
air direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan
dapat ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang
memiliki anti residual.
 Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual
terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti
khlorheksidin
 Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak
tepat dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya
tingkat kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan
menjadi tidak efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan
mencuci tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat
disediakan di berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak memerlukan
sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit
(tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan demikian,handrub
antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan sabun dan air
sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak kotor.

5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :


1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,
khususnya di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci
tangan, hingga kering dalam waktu 20-30 detik

Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :

40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009

13
14
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol

Sumber : Pedoman WHO, 2009

Prosedur Cuci Tangan Bedah Menggunakan Larutan Berbasis Alkohol

Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun
berbahan chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.

15
16
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak
negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan
penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang
tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien
maupun petugas.

A. Penggunaan Sarung Tangan

Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari


kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan
terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh
yang potensial terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh
setiap petugas sebelum kontak dengan darah. cairan tubuh, sekresi,
17
ekskresi, bahan terkontaminasi, membran mukosa dan kulit yang tidak
utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi serta sebelum melakukan
tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan bedah.

Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu

b. Sarung tangan bersih


Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan
sebelum tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah
atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang tidak utuh,
menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar serta melakukan tindakan
prosedur medis.

b. Sarung tangan steril:

Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Puskesmas atau dan


pabrikan dan harus digunakan pada tindakan pembedahan atau
tindakan aseptik / invasif.

c. Sarung tangan rumah tangga:

Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal,
seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan
alat kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan
permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan
lagi setelah dicuci besih

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan

Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan


terpajan darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien,
membantu minum obat, membantu jalan, dll.

Pada waktu sebelum menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan


tangan terlebih dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/
pemeriksaan petugas menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai
khususnya sarung tangan bedah karena dapat menganggu ketrampilan/teknik
operasi dan memudahkan robek. Jaga agar kuku selalu pendek untuk
menurunkan risiko sarung tangan robek. Pakai sarung tangan sekali pakai saat
merawat pasien, segera lepas sarung tangan apabla telah selesai digunakan atau
sebelum beralih ke pasien lain atau aktivitas yang lain. Hindari kontak pada
benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang
dilakukan (misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan,
menulis, rnengangkat telpon, dsb). Cuci tangan segera setelah melepas sarung
tangan.

Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak


benar-banar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan
meningkatkan risiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba).

Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda

18
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:

a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;

b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;

c. Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat


sitostatika, dll).

Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali


untuk membePuskesmasihkan peralatan, pencucian linen,
membePuskesmasihkan ceceran darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan
rumah tangga tidak dipakai untuk perawatan yang menyentuh kulit pasien
secara langsung.

BAGAN ALUR PEMILIHAN JENIS SARUNG TANGAN

B. Penggunaan Pelindung Wajah (masker ) dan Pelindung Mata

Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan


untuk melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan
mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan
pertolongan persalianan, perawatan gigi serta tindakan yang menghasilkan
aerosol. Pemakaian pelindung mata harus sebaik mungkin sehingga tidak
mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan.

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu


petugas kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut

19
petugas kesehatan. Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung,
mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot).

Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan


perlindungan dan tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang
tePuskesmasebar melalui batuk atau bePuskesmasin ke orang yang berada
di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien dengan penyakit menular
melalui udara atau droplet nuklei, masker yang digunakan adalah respirator
partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang dapat melindungi
petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5 mikron yang
dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N-95, perlu
dilakukan uji kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.

Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)

Petugas kesehatan harus:

- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat


apakah lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada
titik sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat

Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat
melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :

- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang


kacamata
- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan
bagian wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum
memakai respirator partikulat.

Cara fit test respirator partikulat

20
Langkah 1:

Genggamlah respirator dengan satu tangan,


posisikan sisi depan bagian hidung respirator
pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntal bebas di bawah tangan
anda.

Langkah 2:

Posisikan respirator di bawah dagu anda dan sisi


untuk hidung berada di atas

Langkah 3:

Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan


posisikan agak tinggi di belakang kepala anda di
atas telinga.

Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan


posisikan tali di bawah telinga.

Langkah 4:

Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas


bagian hidung yang terbuat dan logam. Tekan
sisi logam tePuskesmasebut (gunakan 2 jari dan
masing-masing tangan) mengikuti bentuk hidung
anda. Jangan menekan respirator dengan satu
tangan karena dapat mengakibatkan respirator
rusak.

Langkah 5:

Tutup bagian depan respirator dengan kedua


tangan, dan hati - hati agar posisi respirator
tidak berubah.

Langkah 5.a :

Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti


tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau
ketegangan tali. Uji kembali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut
sampai respirator benar- benar tertutup rapat.

Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif


21
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan
hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.

Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :

1. Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne

2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada


perawatan pasien dengan infeksi airborne / sejenis

3. Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering


dengan sisi luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi
identitas.

C. Penggunaan Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga


serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan.
Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi
dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama
adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.

D. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat


merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan
terkena percikan darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur
medis/keperawatan. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus
cairan.

Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin,
ruang pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.

Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung

a. Saat membersihkan luka

b. Melakukan irigasi

c. Tindakan drainase

22
d. Menuang cairan terkontaminasi

e. Menangani pasien dengan perdarahan masif

g. Tindakan perawatan gigi

Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan


setiap kali dinas. Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi
berdasarkan identifikasi/penilaian risiko. Gaun pelindung harus segera
diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

Tidak ada kewajiban memberikan baju khusus untuk pengunjung


memasuki ruang tertentu di Puskesmas kecuali sebagaimana
direkomendasikan berdasarkan risiko transmisi infeksi. Apabila ada
ruangan yang mengatur penggunaan baju khusus untuk pengunjung.
direkomendasikan pelaksanaan standar kebersihan secara tepat untuk
meminimalkan risiko transmisi infeksi melalui media baju tersebut, yaitu

a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;

b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam


wadah linen infeksius;

c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam


wadah linen non infeksius (kotor ringan)

E. Penggunaan Apron

Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan


air untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas.

F. Penggunaan Pelindung Kaki

Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat


benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke
atas kaki. Oleh karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan
lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit
tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap
bePuskesmasih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh
lain.

23
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang
tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas
dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes
melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi.
kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.

ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD

DI UPTD PUSKESMAS KABUH

Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan

- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer
floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara
barang PuskesmasKabuh;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan
pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan
tim PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan
kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan
tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.

Penyimpanan APD di Ruangan

Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan


spesifik setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer,
tersendiri dalam almari kaca, agar mudah diakses bila dibutuhkan. Apabila tidak ada
almari khusus, direkomendasikan diletakkan dalam almari linen ditempatkan dengan
penempatan yang rapi, bersih dan kering, diberikan label identitas.

Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri

1. Kenakan baju operasi


sebagai pertama pakaian
pelindung

5. Kenakan celemek plastik

24
2. Kenakan sepatu bot karet

6. Kenaikan sepasang sarung


tangan kedua

7. Kenakan masker

3. Kenakan sepasang sarung


tangan pertama

8. Kenakan penutup kepala

4. Kenakan gaun luar

9. Kenakan alat pelindung


mata

25
Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri

1. Disinfeksi sepasang sarung


tangan bagian luar

7. Lepaskan pelindung mata

2. Disinfeksi celemek dan


sepatu bot

5. Lepaskan penutup kepala

3. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian luar

9. Lepaskan masker

4. Lepaskan celemek

10. Lepaskan sepatu bot

5. Lepaskan gaun bagian luar

11. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian dalam

6. Disinfeksi tangan yang


mengenakan sarung tangan

12. Cuci tangan dengan sabun


dan air bePuskesmasih

Sumber : Pedoman PPI Kemenkes RI, 2011

26
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan

Jenis pajanan Contoh Pilihan alat


pelindung
Risiko rendah - Injeksi - Sarung tangan
1. Kontak dengan - Perawatan luka tidak esensial
kulit ringan
2. Tidak terpajan
darah langsung
Risiko sedang - Pemeriksaan pelvis - Sarung tangan
1. Kemungkinan - InsePuskesmasi - Mungkin perlu
terpajan darah IUD apron atau gaun
- Melepas IUD pelindung
namun tidak ada
cipratan - Pemasangan
kateter intra vena
- Penanganan
spesimen
laboratorium
- Perawatan luka
berat
- Ceceran darah
Risiko tinggi - Pertolongan - Sarung tangan
1. Kemungkinan Persalinan per ganda
vaginam - Apron
terpajan darah dan
kemungkinan - Baju Pelindung
terciprat - Kaca mata
pelindung
2. Perdarahan masif
- Masker
- Sepatu boot

27
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri

Alat pelindung Terhadap pasien Terhadap petugas


kesehatan
Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan
mikroorganisme yang petugas dengan darah/
terdapat pada tangan cairan tubuh penderita,
petugas kesehatan selaput lendir, kulit tidak
kepada pasien utuh atau alat
kesehatan/permukaan
terkontaminasi
Masker Mencegah kontak Mencegah membran mukosa
droplet dan petugas kesehatan (hidung
mulut/hidung petugas dan mulut) kontak dengan
kesehatan yg percikan darah atau cairan
mengandung tubuh penderita
mikroorganisme dan
terpercik saat
bernafas, bicara atau
batuk kepada pasien
Kacamata Mencegah membran mukosa
Pelindung petugas kesehatan kontak
dengan percikan darah atau
cairan tubuh penderita
Tutup Kepala Mencegah jatuhnya
mikroorganisme dan
rambut dan kulit
kepala petugas ke
daerah steril
Jas dan celemek Mencegah kontak Mencegah kulit petugas
plastic mikroorganisme dan kesehatan kontak dengan
tangan, tubuh dan percikan darah atau cairan
pakaian petugas tubuh penderita
kesehatan kepada
pasien
Sepatu Sepatu yang Mencegah perlukaan kaki
Pelindung bePuskesmasih oleh benda tajam yang
mengurangi terkontaminasi atau terjepit
kemungkinan benda berat (contoh,
terbawanya mencegah luka karena
mikroorganisme dan menginjak benda
ruangan lain atau luar tajam/kejatuhan alkes) ;
ruangan mencegah kontak dengan
darah / cairan tubuh
lainnya

28
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien

Kacamata
Sarung Gaun/ /
Jenis tindakan Masker Topi
tangan Celemek penutup
wajah
Memandikan pasien Tidak, Tidak Tidak Tidak Tidak
kecuali kulit
tidak utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah Ya Ya Tidak Tidak Tidak
arteri
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
infeksius
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyuntikan
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
catheter
Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
peralatan habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
oral
Mengantar spesimen Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ke laboratorium
Mengganti linen tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

29
30
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI

Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat,


efektif dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti
/dipahami oleh seluruh staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas
pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembePuskesmasihan dan
pemeliharaan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas.
Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari
alat/instrumen, setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi.
Berdasarkan kemungkinan terjadinya infeksi, Dr. E.H.Spaulding
mengelompokkan alat/instrumen pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :

NO. TINGKAT RISIKO PENGELOLAAN ALAT


1. Risiko Tinggi (critical) adalah alat Sterilisasi atau
yang digunakan menembus kulit menggunakan alat steril
atau rongga tubuh atau sekali pakai (disposable)
pembuluh darah
2. Risiko sedang (semi critical) Disinfeksi tingkat tinggi
adalah alat yang digunakan pada (DTT)
mukosa atau kulit yang tidak
utuh
3. Risiko rendah (non critical) Disinfeksi tingkat rendah
adalah alat yang digunakan pada atau cuci bersih
kulit yang utuh/ pada permukaan
kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen organik


dan mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga aman
untuk pengelolaan selanjutnya. Proses dekontaminasi meliputi
perendaman,pembersihan, pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi.

Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis


dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan
pencucian dengan menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis,
konsentrasi dan lama perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan
keringkan.

Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat


pelindung diri) sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :

- Sebagai pemutus mata rantai infeksi


- Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
- Merupakan langkah awal (first step)universal precaution yang perlu
dilaksanakan
- Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri,
dengan sistem panas (termal) atau kimia.

Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan


kategori semi kritikal, segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan
sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama
20 menit atau dengan larutan kimia/disinfektan yang sesuai.

31
Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk
menghambat/membunuh virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah
disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di Puskesmas disediakan oleh
gudang obat.

Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, disinfektan


dikelompokkan yaitu:

NO. KLAS KETERANGAN


1. HLD (High Level Disinfektan yang berpotensi
Disinfectan) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; myco-bacteria,
jamur; virus ukuran kecil dan sedang,
lipid dan non lipid, kecuali sejumlah spora
bakteri.
Contoh : Glutaraldehide 2% pH 7,5-8,5;
H2O2 6%; Formaldehide 8% dalam alkohol
70%;
2. ILD (Intermediate Level Disinfektan yang berpotensi
Disinfectan ) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; mycobacteria,
jamur; virus ukuran kecil. sedang, lipid
dan non lipid, tetapi tidak sensitif
terhadap spora bakteri.
Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine;
Formaldehide 4-8% dalam air
3. LLD (Low Level Disinfektan yang berpotensi
Disinfectan) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; beberapa jamur;
virus (lipid) seperti Hepatitis B; C dan HIV,
tetapi tidak sensitif untuk mycobacteria
atau spora bakteri.
Contoh : Formaldehide konsetrasi <4%
dalam air, disinfektan golongan amonium
kwartenair.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:

1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat


keasaman atau kebasaan)

2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif


lebih tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif)

3. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat


menyebabkan masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara
kontaminan organik (bio-burden) dengan zat aktif dapat menurunkan aktivitas
disinfektan.

4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral


tinggi seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif
disinfektan sehingga menurunkan aktivitasnya.

32
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme
(bakteri, virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora
bakteri melalui cara fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di
Puskesmas adalah :

1. Menurunkan angka kejadian infeksi


2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya
(SDM, peralatan, sarana prasarana lain).

Metode sterilisasi :

Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Puskesmas yaitu:

1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)

2. Sterilisasi panas kering

3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)

4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau


dengan larutan hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi dengan
panas tinggi (autoclave steam) dan atau panas rendah dengan gas tidak dapat
dilakukan.

Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas
(termostabil) dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat
kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.

Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :

SPESIFIKASI METODE STERILISASI


1. Alat/Instrumen tahan Sterilisasi Uap (Autoclave Steam):
panas (termostabil)
Suhu (T) 134°C; P 3000 mBara
selama 5 menit; Total proses
pre-post = ± 60 menit (logam;
linen; kapas; kassa)

2. Alat/Instrumen tidak Sterilisasi dengan cairan


tahan panas (termo- glutaraldehid 2% selama 1 jam
labil)

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:

Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat,
aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :

33
1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai.

2. Pre-cleaning dan pencucian:

a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan


medis dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan
perendaman dengan larutan Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air selama
5 menit.

b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat.

c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan

d. Apabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk


alat/instrumen dengan :

- Kategori semi critical dilakukan DTT dengan:

• Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2%


selama 15 menit.

- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan


(glutaraldehide 2% selama 1 jam) sebagai berikut :

• Tuang larutan secukupnya ke dalam wadah tertutup


(alat/instrumen dapat terendam seluruhnya).

• Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.

• Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2 (dua)


kali

• Keringkan/ dilap dengan lap steril

• Alat yang telah diproses harus segera digunakan

Catatan

a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar.

b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat akan


digunakan.

3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai


(BHP)

Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta


dikemas sesuai ketentuan.

Prinsip pengemasan :

- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.

- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.

- Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka

- Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan


kontaminasi Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan
pengemas, minimal harus rangkap 2 (dua).
34
. Sterilisasi

Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar


alat/instrumen/bahan yang akan disterilkan.

ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI METODE STERILISASI


Logam ; linen, kassa, kapas Streilisasi uap P1 (suhu
134oC)
Sensitif terhadap panas Streilisasi dengan cairan
(termolabil) kimia glutaraldehide
Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak
mungkin dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah
dan dilaksanakan di unit pelayanan.

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:

a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi

b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan


warna)

c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan


tekanan selama proses.

d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum

e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin


autoclave steam,

5. Penyimpanan:

Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada
kotak/almari yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.

6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi:

Kadaluarsa Cara sterilisasi dengan bahan pengemas

Satu minggu Sterilisasi dengan metode panas basah


(autoclave steam)dengan pengemas kertas
perkamen rangkap 2; linen rangkap 2 atau
ditempatkan dalam tromol.

Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang


penyimpanan sesuai standar (suhu 180 – 220C

35
kelembaban 35 -75 %)

Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah


(autoclave steam) pengemas pouches

7. Penggunaan :

Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :

- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);

Pengelolaan peralatan (BHP) re-used

 BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya


diperuntukkan single used namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti
ilmiah atau rekomendasi Perhimpunan Profesi pengguna atau pengalaman
klinik berdasarkan pertimbangan mutu, keamanan dan aspek finansial
penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi sulit diperoleh dengan segera
atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak terjangkau oleh pasien -
secara pribadi/asuransi).
 Pengelolaan BHP re-used di Puskesmas dilakukan berdasarkan tinjauan mutu
dan keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan
evaluasi penggunaan pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan Puskesmas
tentang Pengelolaan Peralatan Re-used. BHP di-reused melalui proses
sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan keamanan optimal secara fisik dan
fungsi, ketersediaan metode dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.
 BHP yang dapat di-reused di Puskesmas adalah BHP sesuai daftar lampiran
Kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas maksimal
jumlah reused ditetapkan Puskesmas melalui pembahasan.
 Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan olehunit
terkait. Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan
pada alat maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas maksimal re-
used, pengguna tidak diperkenankan me-reused kembali. Jika BHP sudah
tidak layak di-reused berdasarkan evaluasi fungsi, keamanan penampilan
fisik, keamanan dan ketepatan sterilisasi/DTT, atau alasan keamanan lain,
meskipun belum sampai pada batas maksimal penggunaan reused yang
ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut segera diakhiri
penggunaannya tidak perlu diproses reused.
 Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh
satuan kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah
disiapkan Tim PPI.
 Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut
sesuai hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada
Tim Mutu Puskesmas.

36
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS KABUH

N NAMA ISI KEGUNAAN KETERANGAN


O
1. Alkohol  Ethanol 70%

 Antiseptik kulit
 Disinfeksi
instrument non kritis
 Disinfeksi peralatan
non medis
 Pengawet preparat PA
2. Betadin Povidon
Iodida Antiseptik kulit
3.  Bayclin  Natrium  Tumpahan
Hipo darah 1%
klorit  Disinfeksi
linen dan
instrumen
0,5%
 Disinfeksi
peralatan
 Disinfeksi air bersih non medis
 Dekontaminasitumpahan/percika 0,05%
n darah/cairan
 Disinfeksi linen putih
4. Hibiscru Klorheksidi
b n glukonat Antiseptik kulit
5. Lysol Trikresolum 22 ml dalam 1
Disinfeksi kamar mandi, WC, Lantai lt
6. Perhydrol Hydrogen Antiseptik luka 3% - 6%
peroksida

37
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG

TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE

NO NAMA ALAT MEDIS ALASAN


1 Sarung tangan ( Biaya re-use lebih tinggi
bersih/steril )
2 Endotracheal tube ( ETT ) Kontaminasi, Biaya re-use lebih
tinggi
3 NGT (Stomach Tube) Kontaminasi, Biaya re-use lebih
tinggi
4 Feeding tube Kontaminasi, Biaya re-use lebih
tinggi

D. PENGELOLAAN LINEN

Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah


kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan,
meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian
sampai distribusi linen bePuskesmasih. Pengelolaan linen kotor dan bersih
secara terpisah merupakan keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada
pasien dan petugas.

Pengelolaan linen di Puskesmas Kabuh meliputi kegiatan, penerimaan dan


pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan
pemusnahan linen rusak.

Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan


pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara maksimal
untuk menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap pakai
maupun petugas dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap kereta
linen, pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan tangan
petugas sesuai prosedur.

Jenis linen di PuskesmasKabuh dikualifikasikan menjadi linen bersih,


linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat
dan linen kotor ringan). linen bersih pasca pencucian di laundry. Linen kotor
infeksius adalah linen yg terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses
terutama yang berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV, dll
yang dapat menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas
ataupun mencemari lingkungan;.

a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan

1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-gerakkan


untuk mencegah kontaminasi udara dan petugas.

2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat


penampungan tersenditi Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga
bagian tengah yang paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya
dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning. Hitung dan catat linen
infeksius sebelum dimasukkan dalam plastik, sehingga mengurangi
kontaminasi.

3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:

38
 Sarung tangan rumah tangga
 Masker
 Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry

Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan


kereta linen kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen
infeksius, biru untuk non infeksius.

c. Penanganan Linen Kotor di laundry

1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa:


topi, masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.

2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat


kekotoran linen ( linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor
ringan), menghitung dan mencatatnya.

3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian


bePuskesmasama linen kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan
ulang

d. Pengambilan Linen bersih

a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh


petugas pengeluaran linen bersih

b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas
pengeluaran linen

c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di


loket pengeluaran

d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai


bukti pengambilan linen

e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai


pada hari itu di buku pengeluaran linen bersih

g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly /


kantong linen bersih

E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN

Kebersihan Ruang di Lingkungan PUSKESMAS

Kebersihan Ruang di lingkungan PUSKESMAS merupakan tindakan


pembersihan secara seksama yang dilakukan teratur meliputi :

- disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di


lingkungan sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien
masuk dengan disinfektan standar PUSKESMAS;
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar
PUSKESMAS setiap hari mimimal 2 kali/hari

39
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap
3 bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak
bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
Prinsip Pembersihan lingkungan:

a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di PUSKESMAS

b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar


PUSKESMAS

c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara


sistematis untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius

Kebersihan Ambulans

Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang


perawatan dan setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien.

40
F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH

Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Puskesmas, dimana secara


umum di UPTD Puskesmas Kabuh dapat dikategorikan dalam limbah infeksius
dan limbah non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai limbah yang
mengandung mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup besar, sehingga
dapat menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di
Puskesmas.

Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada


kondisi fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau
sampah yang dihasilkan dari aktivitas dalam Puskesmas menurut PP no 85
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
termasuk kategori limbah infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-
bahan infeksius atau mengandung bakteri berbahaya, sampah yang kontak
dengan cairan tubuh penderita, jaringan tubuh dan spesimen di laboratorium,

Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik


merupakan sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa
makanan bukan dari ruang isolasi, kertas dan plastik yang tidak
terkontaminasi dan semua sampah selain bahan kimia dan radiasi yang tidak
kontak dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan sampah infeksius dari
Puskesmas memerlukan adanya insinerator yang mempunyai kemampuan
untuk memusnahkan berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius pada
sampah padat.

1. LIMBAH PADAT MEDIS

Limbah padat / sampah Puskesmas adalah campuran heterogen yang


kompleks yang berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung,
antara lain dari Instalasi gizi, ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang
perawatan, laboratorium. Limbah padat tesebut memiliki bahan campuran
yang bervariasi. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan oleh aktivitas medis
di Puskesmas harus dikelola dengan baik.

Sampah yang bersumber dari lingkungan Puskesmas mempunyai


pengelolaan sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya
karena kemungkinan mengandung bibit penyakit. Sehingga pengelolaan
sampah Puskesmas bersifat khusus. Mengingat akan pentingnya hal
tersebutt maka, penanganan sampah Puskesmas merupakan bagian dari
upaya penyehatan lingkungan Puskesmas.

Limbah padat dari Puskesmas mulai disadari sebagai bahan buangan


yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap
sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular.

Dalam pengelolaan sampah Puskesmas di UPTD Puskesmas Kabuh,


sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah
Non Medis / Domestik.

a. Sampah Medis

41
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan
di Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan
medis, perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan
Puskesmas pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.
Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan
bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang
menangani limbah.

Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis


digolongkan sebagai berikut:

 Limbah benda tajam


 Limbah infeksius
 Limbah jaringan tubuh
 Limbah farmasi
 Limbah kimia
 Limbah plastik

Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan


sampah yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat
masuk ke dalam lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis dalam
penggolongannya untuk itu di PuskesmasKabuh untuk Sampah Medis
dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :

 Sampah medis Tajam


 Sampah medis Non Tajam

Meskipun tidak seluruh limbah Puskesmas berbahaya, beberapa


diantaranya dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan,
penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahan. Beberapa alasan
yang menjadikan limbah Puskesmas berbahaya adalah:

 Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat dalam


pembuangan jika tidak ditangani dengan baik.
 Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan
terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau
mengganggu kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Puskesmas merupakan
limbah klinis yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini
adalah limbah padat Puskesmas bersifat klinis. Sampah medis biasanya
dihasilkan di ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang
perawatan, ruang bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab,
plaster, masker dan lain-lain.

Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Puskesmas


adalah sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned
termasuk placenta, serta sampah laboratorium yaitu sampah yang
dihasilkan dari laboratorium diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau
media sample spinal, bangkai binatang.

Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka


Sampah Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang
didalamnya telah dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah

42
disediakan Puskesmas Kabuh. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk
dilakukan proses pembakaran.

b. Sampah Non-Medis

Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Puskesmas


yang tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis
biasanya berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada
umumnya (sampah umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di
UPTD Puskemas Kabuh untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan
menjadi 2 besar, yaitu :

 Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan,


dll.
 Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas,
plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan
PuskesmasKabuh. Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.

PENGELOLAAN LIMBAH

1. Limbah RT atau limbah non medis

Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis

Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan


cara :

a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah)
yang terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan
sekitar serta mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas,
pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.

2. Pengelolaan limbah padat medis

Di UPTD PuskesmasKabuh, metoda yang digunakan untuk


mengolah sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang

43
sesuai dengan institusi yang berkaitan, peraturan yang berlaku, dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah (medical


waste):

 Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.

 Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)


Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas
besuhu dan bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu
tertentu. Tekanan dan waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah
12 menit waktu kontak pada kondisi uap jenuh besuhu 121oC.
Metoda ini dipakai untuk alat – alat kedokteran yang akan dipakai
lagi, terbuat dari logam atau stainless.

Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas
medis di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No.
85/1999 menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik
besifat infeksius dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun). Salah satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses
pemanasan. Salah satu teknologi pemanasan adalah pembakaran
(incineration) dalam kondisi terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal
agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk
membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan
suatu perencanaan design insenerator (incinerator) yang baik sehingga
hasil pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:

1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk menghilangkan /


menghancurkan limbah dengan pembakaran terkontrol pada
temperatur yang tinggi.
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan/penghancuran
limbah dengan pembakaran terkontrol, seperti contoh: pembakaran
lumpur untuk memindahkan air dan mengurangi residu yang
dihasilkan, ash yang tidak terbakar dapat dibuang dengan aman ke
tanah, air, atau di bawah tanah lokasi pengolahan. Material direduksi
massa dan volume dengan pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas
dengan pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen B3
diubah menjadi ash, carbon dioxide, dan air. Pembakaran digunakan
untuk menghilangkan/menghancurkan komponen organik,
mengurangi volume limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya
yang mungkin dapat mengandung sedikit komponen B3, seperti logam
berat yang tidak terbakar, yang terkandung dari limbah asal.

44
Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen
organik dari sampah. Dengan menghilangkan fraksi organik dan
mengubahnya menjadi carbon dioxide dan uap air, dapat mengurangi
volume limbah dan menjadikan komponen organik termasuk yang
toksik aman bagi lingkungan.

Alat yang digunakan untuk menjalankan prinsip insenerasi (incineration)


adalah insenerator (incinerator).

Tahapan Pengolahan Limbah

Pemilahan

Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat
medis dan non medis (basah dan kering).

Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :

- Warna kuning untuk limbah padat infeksius.


- Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.

Tempat limbah di ruangan ada dua macam:

- Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan


sejenisnya yang berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m3) dengan
pesyaratan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan,
ringan (dapat diangkat oleh satu orang), tidak berkarat dan kedap air
terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup, mudah dikosongkan atau
diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.

Pembuangan Limbah

- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi


harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
 Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang
tebal atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna
kuning dan diberi tanda “infeksius”
 Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
 Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan
tali dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.

45
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah
¾ penuh.

Pengelolaan Benda Tajam

Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan


terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang bisa
dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.

Upaya untuk mencegah perlukaan :

1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali


pakai, tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan
penghematan;

2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;

3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;

4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan,


membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;

5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk


pemeriksaan contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode
satu tangan (single handed recapping method);

6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air
tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika
telah terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan
jika telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.

Pecahan kaca

Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan


perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah, sehingga
perlu diperlakukan secara hati-hati dengan cara pembuangan yang aman.
Rekomendasi pengelolaan pecahan kaca :

1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;

2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan


gulung pecahan kaca dalam kertas tadi;

3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus,


berikan label “hati-hati pecahan kaca”

Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di puskesmas

Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk


mengurangi populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang
meliputi pengendalian jentik, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing.

46
Semua ruangan di puskesmas harus bebas lalat, kecoa, Semua ruangan di
puskesmas tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus
terutama pada daerah bangunan tertutup (core) puskesmas. Lingkungan
puskesmas harus bebas kucing dan anjing.

3. LIMBAH CAIR MEDIS

a. Sumber Limbah

Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan
air limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam
jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-
infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
pendukung operasional suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain.
Sumber – sumber air limbah dari kegiatan operasional Puskesmas antara
lain:

- Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.


Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang
berasal dari unit – unit Puskesmas. Air limbah dari kegiatan ini akan
dimasukkan ke Septik Tank. Parameter pencemar dalam limbah ini adalah
zat padat, BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta
bakteriologis.

- Air Limbah Laundry


Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara
800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l

- Air Limbah laboratorium


Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan
laboratorium dan bahan buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan
lain – lain. Air limbah ini umumnya mengandung berbagai senyawa kimia
sebagai bahan pereaksi sewaktu pemeriksaan contoh darah dan bahan
lain. Air limbah laboratorium mengandung bahan antiseptik dan antibiotik
sehingga besifat toksik terhadap mikroorganisme, oleh karena diperlukan
perlakukan khusus dalam pengelolaannya.

b. Karakteristik Air Limbah Puskesmas.

Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Puskesmas dapat


dikategorikan sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari
laboratoriumnya. Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa
cairan keruh berwarna abu – bau dan berbau tanah. Bahan ini mengandung
padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa makanan dan sayuran, padatan
halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang terlarut.

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 %


terdiri dari air dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik

47
sekitar 70 % terdiri dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan
an-organik.

Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat,
minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan
limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah
Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .

- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan
pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap
dan temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid.

b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan
polutan dalam air. Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh
pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi

c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan
sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri,
warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air
buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.

d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.

B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3
(tiga) golongan utama, yaitu :

a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya
terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya

48
dinyatakan dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam
air, dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl Benzen
Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi
parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon
Chloroform Extract).

b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena
penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur
organik juga akan bertambah dengan proses penguapan alami pada
permukaan air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang
terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.

c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut
pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga
terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air
buangan.

C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi
3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.

Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan


kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan
lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama dalam
proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi jenis
bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen. Kelompok
bakteri patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli , MPN (Most
Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang terkandung
dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan
maka semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain (seperti
Typhus, Disentri dan Cholera).

C. Pengolahan Limbah Cair

Limbah Puskesmas berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran


antara limbah domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat
infeksius.

Tujuan pengolahan air limbah :

1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah

49
2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable, (mengurangi
kandungan BOD sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.
Pengolahan limbah Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
- Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk
pengolahan tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung
dalam saluran terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air
kemih untuk skala rumah kecil didaerah perkotaan sering dilakukan
dengan cara basah atau menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor
menjadi buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan
pemampatan pada tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan
secara gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap
dalam tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang.
Keduanya dapat di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses
dekomposisi tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur
matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar sebagai effluen,
gas yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan lumpur yang
matang ditampung di dasar tangki yang nantinya akan dikeluarkan
secara berkala.

- Pengolahan Secara Komunal.

Pengolahan secara komunal di Puskesmas seperti yang dilakukan


Puskesmas dilakukan untuk mengolah air efluen dari septik tank dan air
limbah dari mandi, cuci dan laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis
dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan pendahuluan dan
pengolahan secara biologi.

a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Kabuh dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi
terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk
air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu
netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan
pendahuluan untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan
pemberian zat kimia antibusa.

b. Pengolahan Secara Biologis (Pengolahan tahan kedua)

Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis


dikategorikan sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment),
melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap

50
pertama (primary treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah
untuk menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable,
berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan
untuk menghilangkan zat padat tesuspensi.

Dalam memilih teknologi yang akan digunakan, perlu


dipertimbangkan beberapa hal
- Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah
- Pemahaman teknologi yang akan digunakan.

Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan


tidak semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga
berhubungan dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan
teknologi yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau fluktuasi
yang menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu
sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan
digunakan, selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu
tidaknya suatu teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal
ini adalah mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya;
fisik, kimiawi ataukah biologis.
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas
dan kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan
diterapkan. Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum
digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi
kuantitas limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk
mengurangi kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :

- Derajat pengolahan yang dikehendaki


- Jenis air limbah yang akan diolah
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan Pemeliharaan.

Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Puskesmas antara


lain :

1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil


2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya Operasi tidak mahal
4. Kebutuhan Lahan Minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrument IPAL awet.
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas.

4. Penanganan Tumpahan Darah (lihat juga lampiran)

a. Pasang tanda peringatan;

51
b. Siapkan spill kit;

c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung


kaki (bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);

d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang


menyerap (kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan
penjepit dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah
infeksius);

e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan


selama 10’

f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap basah

g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan

h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis

i. APD dilepas, dikelola sesuai standar

j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai

G. PENEMPATAN PASIEN

Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi,


direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien
berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam
ruang tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi.

Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara
minimal 12 ACH.

Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi


seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa
ke unit lain, maka petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

G. HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK

Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung
dan petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika
batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan
(droplet nuclei).

Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan
melaiui droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan
kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.

Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :

52
1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;

2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke


tempat limbah infeksius;

3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,

4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau
lakukan alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis
alkohol;

5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu.

Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene


respirasi/etika batuk:

- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Puskesmas dengan


infeksi saluran napas;
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya
pengendalian transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam
mencegah penularan infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel,
sabun biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu
diprioritaskan.

H. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN

- Tidak memakai ulang jarum suntik;


- Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.

I. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN

Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan


kepada seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien
maupun tidak. Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi :

a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.

KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI

53
Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai
transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap
kewaspadaan standar.

Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :

a. Kontak

• Kontak langsung

• Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)

• Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)

b. Droplet

c. Udara

1. Kewaspadaan transmisi kontak

Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering


penyebab HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan
risiko transmisi patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung.

Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang


yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh :
perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak,
dokter bedah mengganti verband dengan luka basah, dll). Risiko kontak langsung
tesering adalah kontak tangan.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen
yang terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat
menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan
petugas atau benda mati di lingkungan sekitar pasien.

Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang


diketahui atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa
gejaia klinis infeksi) yang mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak
langsung atau tidak langsung. Pada saat petugas masih memakai sarung tangan
terkontaminasi tidak boleh menyentuh tangan, hidung dan mulut, dan hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien, misal pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

Kunci Kewaspadaan Kontak :

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien

2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/
reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.

3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong
linen infeksius). Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas
sarung tangan.

54
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak
dan selalu membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak
disposable sebelum digunakan pasien lain.

5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai
atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan

6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara


kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)

7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang
perawatan

8. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan


lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
puskesmas

Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes
zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.

2. Kewaspadaan Transmisi Droplet

Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien


dengan infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat
ditransmisikan melalui droplet, percikan partikel besar (> 5µm). Transmisi droplet
terjadi melaiui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut
individu yang rentan/tanpa pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara,
batuk, bePuskesmasin dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi)
dan dapat menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan
resipien (< 1 meter).

Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di


permukaan lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara
atau ventilasi. Transmisi droplet dapat secara langsung, dimana droplet mencapai
membrana mukosa karena terinhalasi. Transmisi droplet juga sering terjadi secara
kombinasi dengan transmisi kontak yaitu partikel droplet mengkontaminasi
permukaan tangan atau permukaan tubuh atau lingkungan yang lain dan dapat
ditransmisikan ke membran mukosa. Transmisi droplet dapat terjadi saat pasien
bicara, batuk (spontan/akibat induksi), bePuskesmasin, berbagai prosedur yang
dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi, suction,
nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

Kunci Kewaspadaan Droplet:

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri

2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien

3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara


kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar
pasien minimal 1 meter

4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan

5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun

55
6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
PUSKESMAS

3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne)

Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan


standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi patogen yang
secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara seperti
misalnya transmisi artikel terinhalasi langsung melalui udara (mis.
varicellazoster). Kewaspadaan ini ditujukan ntuk menurunkan risiko transmisi
mikroba penyebab infeksi melalui udara baik yang ditransmisikan berupa droplet
nuklei (sisa partikel kecil <5µm evaporasi dan droplet yang mengandung mikroba
dan bertahan lama di udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba
penyebab infeksi.

Partikel kecil yang mengandung mikroba tePuskesmasebut akan


melayang/menetap di udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari
sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari
pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan (sistem ventilasi).
Beberapa contoh penyakit : TB paru, campak, cacar air, influenza, .Kewaspadaan
transmisi udara direkomendasikan diterapkan pada setiap tindakan yang
potensial menimbulkan aerosol pada pasien infeksi udara

Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan
transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).

Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri

2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)

3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi memadai/ruang


dengan pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila
mungkin), dipisahkan dan pasien lain atau ditempatkan dengan prinsip
kohorting besama pasien dengan infeksi udara sejenis

4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat

5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron


(bila menghadapi cairan dalam jumlah banyak)

6. Pengendalian Lingkungan

a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup

b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi


natural)

56
c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC
harus dengan filter HEPA

d. Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda


terkontaminasi sebagai komplemen pembePuskesmasihan udara (HEPA
filter, ozon, fogging atau sinar UV).

Isolasi Perlindungan

Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi


medis/status kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi
sehingga perlu dilindungi dari risiko transmisinya di PUSKESMAS. Kondisi-
kondisi pasien yang memerlukan isolasi perlindungan antara lain:

1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit)

2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain

3. Pasien dengan kemoterapi

4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll

Prinsip kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan


kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :

1. Ditempatkan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip kewaspadaan


standar secara maksimal

2. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien


(untuk petugas/pengunjung)

3. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2 orang)

4. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa


pasien

5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.

KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

Kontak Droplet Udara / Airborne


Penempatan Tempatkan di ruang Tempatkan pasien Tempatkan pasien
pasien rawat terpisah / diruang terpisah di ruang terpisah
secara kohorting. Bila /secara kohorting, dengan:
tidak mungkin, dengan jarak  1 1. Tekanan negatif
pertimbangkan meter antara TT 2. Aliran udara
epidemiologi dan dgn 12xJam
mikrobanya dan pengunjung. 3. Pengeluaran
populasi pasien, Pertahankan pintu udara terfiltrasi
konsultasikan dengan terbuka, tidak perlu sebelum udara
petugas PPI penanganan mengalir ke
(kategonIB)
khusus thd udara lingkungan.
Tempatkan dengan
dan ventilasi 4. Bila
jarak antar TT 1
(kategori IB) menggunakan
meter, jaga tidak ada
kohorting
kontaminasi silang ke
(mikroba sama)

57
Kontak Droplet Udara / Airborne
lingkungan dan dengan ventilasi
pasien lain (kategori natural, buka
IB) jendela maksimal
agar aliran udara
memadai dari
udara
bePuskesmasih
ke kurang
bePuskesmasih
5. Pintu ruang
pasien/kohorting
tertutup.
Jarak antar pasien
>1
meter.Konsultasikan
dengan petugas PPI
untuk
menempatkan
pasien bila ruang
isolasi/kohorting
tidak
memungkinkan.
(kategori IB)
Kontak Droplet Udara / Airborne
Transport Batasi kontak antar Batasi Batasi
pasien pasien, transport gerak/transportasi gerak/transportasi
pasien hanya bila pasien b/p pasien hanya bila
perlu. b/p pasien transport, pasien perlu, pasien
keluar ruangan mengenakan mengenakan
terapkan prinsip masker bedah masker bedah dan
kewaspadaan kontak (kategon IB) dan menerapkan hygiene
untuk meminimalkan menerapakan respirasi/etika
penularan (kategori hygiene respirasi batuk (kategori IB)
IB) ketika batuk.
APD Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator
petugas steril, ganti sarung (melindungi hidung partikulat (N95/
tangan setelah kontak dan mulut) bila Kategori-N pada
cairan tubuh/pindah bekerja dalam efisiensi 95%)
pasien. radius 1 meter dan dikenakan saat
Lepaskan sarung pasien/saat kontak masuk ruang
tangan sebelum erat (kategori 1B) pasien.
keluar dari ruang Orang yang rentan
pasien ; cuci tangan direkomendasikan
dengan sabun tidak masuk ruang
antiseptik (kategort pasien Orang yang
IB). Gaun imun/telah pernah
bePuskesmasih non sakit campak/ cacar
steril saat masuk air tidak perlu
ruang pasien masker (kategori IB)
Untuk melindungi Masker
kontak langsung bedah/medikal

58
Kontak Droplet Udara / Airborne
pasien, peralatan untuk pasien
/permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar Gaun
pasien, cairan tubuh,
Goggle, saat
luka terbuka, dll.
melakukan
Lepaskan gaun tindakan yang
sebelum ke luar menimbulkan
ruangan, jaga tidak aerosol
mengkontaminasi
lingkungan/pasien
lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
gaun permeable
untuk mengurangi
penetrasi cairan.
Peralatan Dedikasikan 1 Idem Idem
untuk peralatan untuk
perawatan setiap pasien.
pasien Bila digunakan
bePuskesmasama,
terapkan prinsip
pembePuskesmasihan
dan disinfeksi secara
tepat sebelum
digunakan untuk
pasien lain. Peralatan
semi kritikal
dilakukan DTT,
peralatan kritikal
dilakukan sterilisasi.
(kategori IB)

Kontak Droplet Udara / Airborne


Pengendalian Tidak perlu Tidak perlu Ruang tekanan
teknikal & penanganan ventilasi penanganan udara negatif dengan
lingkungan secara khusus secara khusus ACH 12
AC dengan hepa
filter Aliran udara
pada ventilasi
natural, jendela
dibuka lebar
Pembersihan/usap Pembersihan/usap Pembesihan/usap
permukaan lingkungan permukaan permukaan
dengan menggunakan lingkungan dengan lingkungan
disinfektan menggunakan dengan
disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging
Contoh MDRO (MRSA VRE, B.pertussis, SARS, M.tbc (obligat

59
Kontak Droplet Udara / Airborne
Penyakit/ ESBL) influenza, adenovirus. airborne)
mikroba C. difficile rhinovirus Campak, cacar
Norovirus, rotavirus, N.meningitidis, air (kombinasi
Legionella (melalui Streptococcus grup A, transmisi)
makanan, air, vomitus, Mycoplasma
feses) pneumonia

Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi

1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan kontak


minimal;

2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan


sekresi dan seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;

3. Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;

4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh
pasien);

5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk


menghindari menyentuh bahan infeksius;

6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;

7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan,
urineal, dan kontainer pasien yang lain;

8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur;

9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah


dibersihkan dan didisineksi dengan benar antar pasien;

10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal;

11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk


ke ruang isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan menerapkan
penggunaan APD yang sesuai.

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI

Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal
mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan
hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.

Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai


petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke
petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.

60
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebePuskesmasihan, sengaja
mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan
tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan
misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau
orang lanjut usia.

Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi,


petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :

Pesiapan dan pemeliharaan ruang isolasi

- Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan


pada pintu
- Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas
kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar
catatan tesebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tesedia data yang
dibutuhkan.
- Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas
kebersihan memakai APD yang lengkap.
- Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus
mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran tesembunyi atau kondisi basah,
baik di dalam maupun sekelilingnya.
- Kumpulkan linen seperlunya.
- Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.
- Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan
oleh kaki dalam ruangan.
- Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
- Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air
minum dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi berada
dalam jangkauan pasien.
- Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien seperti
stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketesediaan,
peralatan digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan hendaknya
dibesihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan besama.
- Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly,
lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua
peralatan yang dibutuhkan tesedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap
peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang. Peralatan bekas pakai tesebut
dibesihkan dan didekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum
dikirim
- Sediakan peralatan kebesihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang
dibutuhkan di dalam ruangan pasien, masing-masing spesifik/terpisah
- Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua
permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI
telah dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan
sebagai disinfektan.

- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke
unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi

61
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan.
Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam
kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien
lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci
dengan air panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara
(tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA,
pintu tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan

- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan


- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Pakai APD
- Masuk ruangan dan tutup pintu
Meninggalkan ruangan

- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang
benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci
tangan dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB

Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang


terintegrasi dengan pengendalian infeksi PUSKESMAS secara umum dan secara
khusus ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB
(secara khusus MDR-TB) di PUSKESMAS (sebagai bagian kewaspadaan isolasi
airborne) melalui tatalaksana administratif, pengendalian lingkungan dan
penggunaan alat pelindung diri (APD).

Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting),


edukasi etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja
(surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin,
imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi
pengkondisian udara melalui pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau
campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang
penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan
pengendalian dan perlindungan penggunaan alat pelindung diri (APD) secara rasional
dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk petugas).

62
Pengendalian Administratif

1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);

2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;

3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan diagnosis


cepat:

a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus

b. Akses pelayanan laboratorium khusus

c. Alur rujukan khusus

4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan PUSKESMAS


melalui mekanisme:

a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek

b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik

c. Pasien telah menggunakan masker

5. Waktu kontak di PUSKESMAS dipesingkat melalui penataan sistem akses


pelayanan khusus yang dipisahkan dari pasien umum.

Pengendalian Lingkungan

1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang


laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian
transmisi udara;

2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,

3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik


berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit
Sanitasi.

4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang


infeksi airborne.

Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja

1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;

2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI


Puskesmas dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik : sarung
tangan bersih, masker, gaun/apron.

63
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis
maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas
serta rotasi tempat tugas dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia
dan Unit K3.

Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan
tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara
khusus terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).

64
BAB IV

TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN

INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah


kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap
aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara
optimal sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan.

A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih:

Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra


perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.

1. Tenaga Pelaksana:

a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan


terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatannya (Kategori I)

b) PePuskesmasonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter


harus mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar
tentang prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan
tentang potensi komplikasi yang timbul (kategori II)

2. Teknik Pemasangan Kateter:

a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori
II)

b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)

c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).

d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter


(Kategori I)

e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori


II)

3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup:

a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran


misalnya karena bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih.
Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk
menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat

65
digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan
rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II)

b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai
semprit dibuang secara aseptik (kategori I)

c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II)

d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika


kateter itu sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti
(kategori II)

4. Pengambilan Bahan Urine:

a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari
bagian distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit
yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)

b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)

c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium

5. Kelancaran Aliran Urine:

a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian


aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan
pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)

b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:

- Pipa jangan tertekuk (kinking).

- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah


penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari
kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung.

- Kateter yang kurang lancar/tePuskesmasumbat harus diirigasi sesuai


standar prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.

- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung


kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).

6. Perawatan Meatus

Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter


dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian
infeksi saluran kemih (kategori II).

7. Penggantian Kateter

Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut
waktu tertentu/secara rutin (kategori II)

66
BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:

1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang


kateter, mencegah iritasi.

2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.

3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag

4. Observasi tanda-tanda infeksi

5. Strick hand hygiene.

6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali
sehari.

B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)


dan Plebitis

Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan


kateter vena sentral dan kateter vena perifer.

1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV


harus dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu
dilakukan secara periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual
yang efektif.

2. Indikasi pemasangan IVline hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan


dan atau untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah
tidak ada indikasi (kategori I).

3. Pemilihan kanula untuk infus primer:

- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah


terjadinya infeksi.

- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih
dari 72 jam (kategori II).

- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi


komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan.

4. Kebesihan tangan

a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,


insePuskesmasi, melepaskan atau dressingIV device (kategori I).

b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir
untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun
antiseptik (kategori I).

5. Pesiapan Pemasangan kateter IV

a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:

67
- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi
untuk pencegahan kontaminasi blood pathogen.

- Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing.

b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan


(lihat SPO pemasangan kateter IV).

c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik


secara adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di
sekitar tempat insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium
tincture 2% atau alkohol 70%. (kategori I)

d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum


insermasi maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu
sampai kering minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula
(kategori I).

e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan


tindakan aseptik.

6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV

a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)

b) Tutup daerah insePuskesmasi dengan transparant dressing (kategori I)

c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi


insePuskesmasi pada IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam
rekam medik dicatat tanggal, lokasi dan jam pemasangan) (kategori I)

7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV

a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan


timbulnya tanda-tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut).
Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada
tempat tusukan, kasa penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat
kemungkinan komplikasi (kategori I).

b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan
steril (kategori II)

c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%

8. Penggantian Set Infus

a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau


yang dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam
secara asepsis (dewasa) (kategori I).Tidak ada rekomendasi pada anak
tentang hal ini.

b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72


jam, kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).

c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk
darah, atau emulsi lemak (kategori III).

68
d) Cairan parenteral

- Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam

- Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12


jam

9. Kanula Sentral

a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral

Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan
pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia
atau jugular (kategori I).

b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun
khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape
steril). InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.

c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.

d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau
diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila
masih diperlukan, direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru
(kategori I).

e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali


digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti
secara rutin (kategori I).

f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang kateter


pada daerah insermasi yang sama

g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena


sentral kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral
diindikasikan dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus
diperiksa dan diganti setiap 7 hari (kategori II).

10. Panduan Khusus

a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi


darah, cairan hiperalimentasi secara bersamaan.

b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem


tertutup untuk mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan
obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi sesaat sebelum
memasukkan obat tersebut (kategori II).

c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda
infeksi.

d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter.

e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak


direkomendasikan. (kategori II)

11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :

69
Jika dari tempat insePuskesmasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis
atau diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus
dicabut (kategori I).

12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan


intravena seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan
pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai
berikut:

a) Kulit tempat insePuskesmasi dibePuskesmasihkan dan didisinfeksi alkohol


70%, biarkan sampai kering;

b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara


aseptik untuk dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);

c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan


parenteral, maka cairan tePuskesmasebut harus dibiakkan dan sisa cairan
dalam botol diamankan (kategori I);

d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan


IV, cairan harus dibiakkan (kategori II);

e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya
dengan nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;

f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination),


maka secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.

Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral

- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi


kecuali karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien
(kategori II).

- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur


cairan parenteral (kategori I).

- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus


diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel
tertentu serta tanggal kadaluaPuskesmasa. Bila didapatkan keadaan
tePuskesmasebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke
Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi memastikan bahwa produk
tePuskesmasebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I).

- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara


laminar (Laminar flow hood)(kategori II).

- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai).
Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal
dan jam waktu dikerjakan.

- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan


(suhu kamar atau dalam refrigerator)

70
Central Line Bundle

1. Kebesihan tangan

2. Maximal barrier precaution

3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin

4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena
sentral pada pasien dewasa

5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan

Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum


pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi
kateter atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).

D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia

1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

2. Memberikan perubahan posisi pada pasien

a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45°

b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian

3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang


bebas dari alkohol (khlorheksidin 0,2%)

4. Laksanakan kewaspadaan standar

a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah:

• Menyentuh pasien

• Menyentuh darah/cairan tubuh

• Menyentuh alat sistem pernafasan

b. Gunakan sarung tangan besih

• kontak dengan mukosa mulut dan kering

• tindakan pengisapan lendir

• kontak darah dan cairan tubuh

c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan.

d. Pakai masker saat:

• intubasi,

• pengisapan lendir,

• pembePuskesmasihan mulut dan hidung.

e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.


71
f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi

• Lakukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi /sterilisasi

• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur


dalam kebijakan PUSKESMAS tentang pengelolaan alat medis reused

• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)

• Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.

g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali


atas indikasi

h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau
tidak berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing
sircuit)

i. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin

j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan


(water trap)

k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier.

l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibePuskesmasihkan

m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus
diganti pada setiap pasien.

n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan


dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya
dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan
dibePuskesmasihkan.

o. Intubasi

• Lakukan dengan tehnik aseptik

VAP Bundle

a. Kebesihan tangan

b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi

c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)

d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed


System

h. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer

i. Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing

E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi

Pencegahan dekubitus:

72
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan
kering serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan
dan gesekan,

- Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun


pergerakan secara bebas;

- Mengurangi tekanan pada tumit;

- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek


pada kulit;

- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.

Penatalaksanaan dekubitus:

- Kaji derajat dekubitus;

- Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;

- Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui


surveilans nosokomial dan entry data infeksi RL 6

73
BAB V

PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG

Panduan PPI untuk Pasien

Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang


berfokus pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar
bekerjasama dengan masyarakat PUSKESMAS mewujudkan standar pelayanan untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi.

Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.

Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien


dalam rekam medis.

Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran /


poliklinik melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat PUSKESMAS yang
dikoordinasikan Tim PPI PUSKESMAS melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi
adalah dengan banner, poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video
edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh
pengunjung PUSKESMAS dan di area tunggu pasien/pengunjung.

Panduan PPI untuk Pengunjung

Di Rawat Jalan

1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Puskesmas direkomendasikan untuk


melakukan kebePuskesmasihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan
air mengalir atau handrub yang sudah disediakan

2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati
tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan
masker yang sudah disediakan

3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter


dari yang lainnya saat menunggu pemeriksaan

4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk

5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan untuk


melakukan kebePuskesmasihan tangan menggunakan sabun cair dengan air
mengalir atau handrub yang sudah disediakan.

74
Di Rawat inap

1. Pengunjung setelah tiba diPuskesmas direkomendasikan untuk melakukan


kebesihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub
yang sudah disediakan, sebelum masuk ruang perawatan

2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan


sebaiknya tidak diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa,
direkomendasikan menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan
pasien

3. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Puskesmas

4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara


bergantian (khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)

Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara

1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar


dari ruang perawatan pasien

2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit

3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien

4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah
infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen
infeksius

Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan

1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar


dari ruang perawatan pasien

2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang

3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien

4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius,
gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan

Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area
publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi:

- Kebersihan tangan;

- Etika batuk dan higiene respirasi;

- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;

- Kebersihan lingkungan

- Ketertiban membuang sampah


75
- Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan

Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area


tunggu puskesmas melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas
yang dikoordinasikan Tim PPI puskesmas.

KEPALA UPTD PUSKESMAS BUMI BARU


KABUPATEN WAY KANAN

Deni paika s,kep


NIP.197706112003121002

76

Anda mungkin juga menyukai