Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD
Puskesmas Kabuh.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
sangat berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan
kedepannya.Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di UPTD Puskesmas Kabuh.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima
dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan
kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap
petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Kabuh. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di Puskesmas merupakan rangkaian aktifitas kegiatan
yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
merupakan tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi Puskesmas
menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
membantu.
Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection
(HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di
seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas
kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana kesehatan
(Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi
sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen,
2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang
potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang
dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular
akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi.
Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau
menerima darah atau produk darah yang mengandung virus.
3
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Puskesmas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak
langsung, droplet dan udara.
D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang
Sistem Kesehatan Nasional
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
NO. KEDUDUKAN
NAMA
DALAM TIM
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 14 orang sesuai dengan struktur organisasinya.Tim PPI terdiri
dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
5
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam/ non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan
perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
tempat sampah medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk
pengadaan safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di
Puskesmas.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan
bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah
antara jalur linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk
pengadaan troli linen kotor dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan
antara ruang laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara
berkala karyawan Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan
resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di
ruang isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun
airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika
batuk.
9. Sosialisasiprosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara
penyuntikanyang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh
tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan
penyuntikan.
7
BAB III
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.
1. Kebersihan tangan
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
7. Penempatan pasien
8
spesifik sehingga implementasi setiap komponen standar tidak harus
seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus.
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
KEWASPADAAN STANDAR
9
Ada tiga cara kebersihan tangan :
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang
lima sampai sepuluh menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.
ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku,
tanpa sikat
10
v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di
handrub alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan
kolonisasi kuman di bawah kuku (5 detik)
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan
bawah sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan
seluruh area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub
alkohol kering sempurna (15 detik)
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri
(5 detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku,
sampai dengan kering sempurna (15 detik)
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih
adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa
mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit
dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan,
direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan (losion
pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.
12
Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan
air direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan
dapat ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang
memiliki anti residual.
Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual
terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti
khlorheksidin
Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak
tepat dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya
tingkat kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan
menjadi tidak efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan
mencuci tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat
disediakan di berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak memerlukan
sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit
(tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan demikian,handrub
antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan sabun dan air
sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak kotor.
40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
13
14
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun
berbahan chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
15
16
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak
negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan
penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang
tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien
maupun petugas.
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal,
seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan
alat kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan
permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan
lagi setelah dicuci besih
18
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;
19
petugas kesehatan. Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung,
mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot).
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat
melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
20
Langkah 1:
Langkah 2:
Langkah 3:
Langkah 4:
Langkah 5:
Langkah 5.a :
C. Penggunaan Topi
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin,
ruang pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
b. Melakukan irigasi
c. Tindakan drainase
22
d. Menuang cairan terkontaminasi
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
E. Penggunaan Apron
23
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang
tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas
dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes
melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi.
kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer
floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara
barang PuskesmasKabuh;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan
pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan
tim PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan
kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan
tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
24
2. Kenakan sepatu bot karet
7. Kenakan masker
25
Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri
9. Lepaskan masker
4. Lepaskan celemek
26
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
27
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri
28
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien
Kacamata
Sarung Gaun/ /
Jenis tindakan Masker Topi
tangan Celemek penutup
wajah
Memandikan pasien Tidak, Tidak Tidak Tidak Tidak
kecuali kulit
tidak utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah Ya Ya Tidak Tidak Tidak
arteri
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
infeksius
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyuntikan
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
catheter
Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
peralatan habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
oral
Mengantar spesimen Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ke laboratorium
Mengganti linen tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
29
30
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI
31
Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk
menghambat/membunuh virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah
disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di Puskesmas disediakan oleh
gudang obat.
32
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme
(bakteri, virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora
bakteri melalui cara fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di
Puskesmas adalah :
Metode sterilisasi :
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas
(termostabil) dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat
kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat,
aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
33
1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai.
Catatan
Prinsip pengemasan :
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
5. Penyimpanan:
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada
kotak/almari yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.
35
kelembaban 35 -75 %)
7. Penggunaan :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
36
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS KABUH
Antiseptik kulit
Disinfeksi
instrument non kritis
Disinfeksi peralatan
non medis
Pengawet preparat PA
2. Betadin Povidon
Iodida Antiseptik kulit
3. Bayclin Natrium Tumpahan
Hipo darah 1%
klorit Disinfeksi
linen dan
instrumen
0,5%
Disinfeksi
peralatan
Disinfeksi air bersih non medis
Dekontaminasitumpahan/percika 0,05%
n darah/cairan
Disinfeksi linen putih
4. Hibiscru Klorheksidi
b n glukonat Antiseptik kulit
5. Lysol Trikresolum 22 ml dalam 1
Disinfeksi kamar mandi, WC, Lantai lt
6. Perhydrol Hydrogen Antiseptik luka 3% - 6%
peroksida
37
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG
D. PENGELOLAAN LINEN
38
Sarung tangan rumah tangga
Masker
Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas
pengeluaran linen
E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
39
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap
3 bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak
bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
Prinsip Pembersihan lingkungan:
Kebersihan Ambulans
40
F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH
a. Sampah Medis
41
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan
di Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan
medis, perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan
Puskesmas pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.
Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan
bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang
menangani limbah.
42
disediakan Puskesmas Kabuh. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk
dilakukan proses pembakaran.
b. Sampah Non-Medis
PENGELOLAAN LIMBAH
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah)
yang terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan
sekitar serta mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas,
pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.
43
sesuai dengan institusi yang berkaitan, peraturan yang berlaku, dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas
medis di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No.
85/1999 menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik
besifat infeksius dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun). Salah satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses
pemanasan. Salah satu teknologi pemanasan adalah pembakaran
(incineration) dalam kondisi terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal
agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk
membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan
suatu perencanaan design insenerator (incinerator) yang baik sehingga
hasil pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
44
Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen
organik dari sampah. Dengan menghilangkan fraksi organik dan
mengubahnya menjadi carbon dioxide dan uap air, dapat mengurangi
volume limbah dan menjadikan komponen organik termasuk yang
toksik aman bagi lingkungan.
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat
medis dan non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :
Pembuangan Limbah
45
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah
¾ penuh.
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air
tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika
telah terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan
jika telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.
Pecahan kaca
46
Semua ruangan di puskesmas harus bebas lalat, kecoa, Semua ruangan di
puskesmas tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus
terutama pada daerah bangunan tertutup (core) puskesmas. Lingkungan
puskesmas harus bebas kucing dan anjing.
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan
air limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam
jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-
infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
pendukung operasional suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain.
Sumber – sumber air limbah dari kegiatan operasional Puskesmas antara
lain:
47
sekitar 70 % terdiri dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan
an-organik.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat,
minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan
limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah
Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan
pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap
dan temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan
polutan dalam air. Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh
pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan
sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri,
warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air
buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3
(tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya
terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya
48
dinyatakan dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam
air, dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl Benzen
Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi
parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon
Chloroform Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena
penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur
organik juga akan bertambah dengan proses penguapan alami pada
permukaan air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang
terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut
pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga
terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air
buangan.
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi
3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
49
2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable, (mengurangi
kandungan BOD sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.
Pengolahan limbah Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
- Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk
pengolahan tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung
dalam saluran terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air
kemih untuk skala rumah kecil didaerah perkotaan sering dilakukan
dengan cara basah atau menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor
menjadi buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan
pemampatan pada tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan
secara gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap
dalam tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang.
Keduanya dapat di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses
dekomposisi tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur
matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar sebagai effluen,
gas yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan lumpur yang
matang ditampung di dasar tangki yang nantinya akan dikeluarkan
secara berkala.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Kabuh dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi
terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk
air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu
netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan
pendahuluan untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan
pemberian zat kimia antibusa.
50
pertama (primary treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah
untuk menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable,
berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan
untuk menghilangkan zat padat tesuspensi.
51
b. Siapkan spill kit;
G. PENEMPATAN PASIEN
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara
minimal 12 ACH.
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung
dan petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika
batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan
(droplet nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan
melaiui droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan
kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
52
1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau
lakukan alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis
alkohol;
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
53
Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai
transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap
kewaspadaan standar.
a. Kontak
• Kontak langsung
b. Droplet
c. Udara
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen
yang terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat
menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan
petugas atau benda mati di lingkungan sekitar pasien.
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/
reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong
linen infeksius). Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas
sarung tangan.
54
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak
dan selalu membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak
disposable sebelum digunakan pasien lain.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai
atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang
perawatan
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes
zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
55
6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
PUSKESMAS
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan
transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
56
c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC
harus dengan filter HEPA
Isolasi Perlindungan
57
Kontak Droplet Udara / Airborne
lingkungan dan dengan ventilasi
pasien lain (kategori natural, buka
IB) jendela maksimal
agar aliran udara
memadai dari
udara
bePuskesmasih
ke kurang
bePuskesmasih
5. Pintu ruang
pasien/kohorting
tertutup.
Jarak antar pasien
>1
meter.Konsultasikan
dengan petugas PPI
untuk
menempatkan
pasien bila ruang
isolasi/kohorting
tidak
memungkinkan.
(kategori IB)
Kontak Droplet Udara / Airborne
Transport Batasi kontak antar Batasi Batasi
pasien pasien, transport gerak/transportasi gerak/transportasi
pasien hanya bila pasien b/p pasien hanya bila
perlu. b/p pasien transport, pasien perlu, pasien
keluar ruangan mengenakan mengenakan
terapkan prinsip masker bedah masker bedah dan
kewaspadaan kontak (kategon IB) dan menerapkan hygiene
untuk meminimalkan menerapakan respirasi/etika
penularan (kategori hygiene respirasi batuk (kategori IB)
IB) ketika batuk.
APD Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator
petugas steril, ganti sarung (melindungi hidung partikulat (N95/
tangan setelah kontak dan mulut) bila Kategori-N pada
cairan tubuh/pindah bekerja dalam efisiensi 95%)
pasien. radius 1 meter dan dikenakan saat
Lepaskan sarung pasien/saat kontak masuk ruang
tangan sebelum erat (kategori 1B) pasien.
keluar dari ruang Orang yang rentan
pasien ; cuci tangan direkomendasikan
dengan sabun tidak masuk ruang
antiseptik (kategort pasien Orang yang
IB). Gaun imun/telah pernah
bePuskesmasih non sakit campak/ cacar
steril saat masuk air tidak perlu
ruang pasien masker (kategori IB)
Untuk melindungi Masker
kontak langsung bedah/medikal
58
Kontak Droplet Udara / Airborne
pasien, peralatan untuk pasien
/permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar Gaun
pasien, cairan tubuh,
Goggle, saat
luka terbuka, dll.
melakukan
Lepaskan gaun tindakan yang
sebelum ke luar menimbulkan
ruangan, jaga tidak aerosol
mengkontaminasi
lingkungan/pasien
lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
gaun permeable
untuk mengurangi
penetrasi cairan.
Peralatan Dedikasikan 1 Idem Idem
untuk peralatan untuk
perawatan setiap pasien.
pasien Bila digunakan
bePuskesmasama,
terapkan prinsip
pembePuskesmasihan
dan disinfeksi secara
tepat sebelum
digunakan untuk
pasien lain. Peralatan
semi kritikal
dilakukan DTT,
peralatan kritikal
dilakukan sterilisasi.
(kategori IB)
59
Kontak Droplet Udara / Airborne
Penyakit/ ESBL) influenza, adenovirus. airborne)
mikroba C. difficile rhinovirus Campak, cacar
Norovirus, rotavirus, N.meningitidis, air (kombinasi
Legionella (melalui Streptococcus grup A, transmisi)
makanan, air, vomitus, Mycoplasma
feses) pneumonia
4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh
pasien);
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan,
urineal, dan kontainer pasien yang lain;
Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal
mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan
hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
60
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebePuskesmasihan, sengaja
mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan
tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan
misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau
orang lanjut usia.
- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke
unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
61
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan.
Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam
kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien
lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci
dengan air panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara
(tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA,
pintu tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan
- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang
benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci
tangan dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah
PANDUAN PPI TB
62
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
Pengendalian Lingkungan
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
63
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis
maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas
serta rotasi tempat tugas dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia
dan Unit K3.
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan
tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara
khusus terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
64
BAB IV
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori
II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).
65
digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan
rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai
semprit dibuang secara aseptik (kategori I)
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari
bagian distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit
yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut
waktu tertentu/secara rutin (kategori II)
66
BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali
sehari.
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih
dari 72 jam (kategori II).
4. Kebesihan tangan
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir
untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun
antiseptik (kategori I).
67
- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi
untuk pencegahan kontaminasi blood pathogen.
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan
steril (kategori II)
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk
darah, atau emulsi lemak (kategori III).
68
d) Cairan parenteral
9. Kanula Sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan
pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia
atau jugular (kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun
khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape
steril). InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau
diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila
masih diperlukan, direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru
(kategori I).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda
infeksi.
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :
69
Jika dari tempat insePuskesmasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis
atau diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus
dicabut (kategori I).
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya
dengan nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai).
Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal
dan jam waktu dikerjakan.
70
Central Line Bundle
1. Kebesihan tangan
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena
sentral pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan
• Menyentuh pasien
• intubasi,
• pengisapan lendir,
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau
tidak berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing
sircuit)
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus
diganti pada setiap pasien.
o. Intubasi
VAP Bundle
a. Kebesihan tangan
Pencegahan dekubitus:
72
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan
kering serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan
dan gesekan,
Penatalaksanaan dekubitus:
73
BAB V
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.
Di Rawat Jalan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati
tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan
masker yang sudah disediakan
74
Di Rawat inap
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah
infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen
infeksius
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius,
gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area
publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Kebersihan lingkungan
76