Anda di halaman 1dari 71

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan bimbingan dan
petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di UPT BLUD Puskesmas Suranadi.
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya
mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien.Untuk itu perlu ditingkatkan pelayanannya khususnya
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas.
Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi seluruh petugas,
buku ini juga sangat penting bagi pasien, keluarga pasien, orang yang berkunjung, dan lingkungan
Puskesmas.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat berharap atas
saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya.Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua
dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTPuskesmas Suranadi.

Suranadi, 08 Januari 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................................................... 3
A. Latar belakang........................................................................................................................ 3
B. Tujuan..................................................................................................................................... 4
C. Ruang lingkup........................................................................................................................ 4
D. Batasan Operasional.............................................................................................................. 4
E. Dasar Hukum......................................................................................................................... 4
BAB II. STANDAR KETENAGAAN..................................................................................................... 6
A. Kualifikasi SDM...................................................................................................................... 6
B. Distribusi Ketenagaan............................................................................................................ 6
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan.................................................................................. 6
BAB III. PRINSIP DASAR PPI............................................................................................................. 9
A. Hand Hygiene / Kebersihan Tangan...................................................................................... 9
B. Alat Pelindung Diri.................................................................................................................. 16
C. Pengelolaan Peralatan Kesehatan........................................................................................ 29
D. Pengelolaan Linen................................................................................................................. 36
E. Pengendalian Lingkungan...................................................................................................... 37
F. Manajemen Pengolahan Limbah........................................................................................... 38
G. Penempatan Pasien............................................................................................................... 50
H. Hygiene Respiratory / Etika Batuk......................................................................................... 50
I. Praktek Penyuntikan Yang Aman.......................................................................................... 51
J. Kesehatan dan Keselamatan Petugas.................................................................................. 51
BAB IV TATALAKSANA PPI............................................................................................................... 62
BAB V PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG...................................................................... 70

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal. Pelayanan yang
prima dan optimal dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang
harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Suranadi. Seperti yang kita
ketahui pengendalian infeksi di Puskesmas merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang merupakan tuntutan kualitas
sekaligus persyaratan administrasi Puskesmas menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dirawat di
Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba pathogen yang
bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup
merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang membantu.
Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection (HAIs) merupakan
masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan kesehatan.
Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya kepada petugas
kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut.
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi sumber
infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang berkesinambungan
dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI). Untuk meminimalkan risiko terjadinya
infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen, 2000)
menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan
penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular akibat tertusuk
jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui
peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung virus.

3
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusia tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas dan masyarakat dari
penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan kesehatan
dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik di Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi dalam
pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada pasien/
keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang
menderita penyakit menular baik kontak langsung, droplet dan udara.

D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang yang datang
ke fasilitas pelayanan kesehatan. ( Infection Control Guidelines CDC, Australia ).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada pasien yang
dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut dapat dikesampingkan. (Gardner and
HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi
informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.

E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standart Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

4
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan
Nasional

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD Puskesmas
Suranadidipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris dan Anggota Tim PPIdisesuaikan dengan kualifikasi
dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas
masing-masing.
TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UPTD PUSKEMAS SURANADI KABUPATEN BARAT
KEDUDUKAN
NO. NAMA
DALAM TIM
1 Ketua Nugroho Tri W.
2. Sekretaris Titin Sri W.
3. Anggota 1. A. Sukardi
2. Nunuk Ambarwati
3. H. Puji Istoyo
4. Enny Yuliatin
5. Ernawati
6. Nanik
7. Emi Suprapti
8. Arli Nardianti
9. Elly S.
10.Sulastri
11.Mashudi
12.Slamet S.

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 14 orang sesuai dengan struktur organisasinya.Tim PPI terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit terkait yang berhubungan langsung
dengan kegiatan PPI.
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan braket untuk tempat
handrub, sabun cair handwash, handuk pengering dan tempat handuk kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet dan stiker Kebersihan
Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan formula yang
direkomendasikan oleh WHO.

6
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua masyarakat Puskesmas.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan sosialisasi cara
memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umumdan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat sampai tenaga
cleaning service.
- Tim PPI mas membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan alat non kritikal,
semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat non kritikal, semi kritikal dan
kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis tajam/ non tajam dan
limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan tempat sampah
medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan safetybox di
seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah antara jalur linen
kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk pengadaan troli linen kotor
dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan antara ruang laundry
linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara berkala karyawan
Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di ruang isolasi sesuai
kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika batuk.
9. Sosialisasiprosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.

7
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikanyang aman
dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga keperawatan dan tenaga non
perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam pengadaan Spill kit untuk
semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan saranapencegahan infeksi di Puskesmas
- Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow untuk mixing obat intra
vena.
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi suhu rendah.

8
BAB III
PRINSIP DASARPENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
Dl UPTD PUSKESMAS SURANADI

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Puskesmas yang berfokus pada keselamatan pasien,
petugas dan lingkungan puskesmas. Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas
Puskesmas, mulai dari jajaran manajemen, dokter, perawat, paramedis, pekarya, petugas kebersihan,
sampai dengan petugas parkir dan satpam maupun seluruh masyarakat di puskesmas seperti pengunjung,
mitra kerja puskesmas (Bank, asuransi, rekanan penyedia barang, dll).
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Puskesmas, mencakup
seluruh masyarakat Puskesmas dengan menggunakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan yang
ditetapkan oleh Puskesmas. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan infeksi
berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang merupakan gabungan Kewaspadaan
Universal (Universal Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation), serta Kewaspadaan Isolasi
berdasarkan transmisi penyakit.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.

Komponen Kewaspadaan Standar :


1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung, face shield (pelindung
wajah), gaun, topi, pelindung kaki
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. Penempatan pasien
8. Higiene respirasi/etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada pasien di puskesmas,
baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan ataupun tanpa penyakit infeksi yang sudah
teridentifikasi. Penerapan komponen kewaspadaan standar yang nasional/tepat didasarkan pada
penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien atau petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang
spesifik sehingga implementasi setiap komponen standar tidak harus seragam/sama pada setiap
aktivitas/kasus.
Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di puskesmas adalah dengan
penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan penyakit infeksi yang sudah dapat diduga

9
atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara penularan infeksi diterapkan sebagai
komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar tehadap pasien yang sudah diidentifikasi menderita
penyakit infeksi berdasarkan karakteristik demografik, klinik dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik
penunjang khususnya mikrobiologi klinik. Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara
transmisi infeksi yaitu kewaspadaan transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan
kewaspadaan transmisi airborne/udara.
Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan tindakan/perawatan
kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan terjadi kombinasi cara transmisi infeksi yang
memberikan konsekuensi perlunya dilakukan lebih dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila
menghadapi suatu penyakit yang belum dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali
cara penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan prinsip kewaspadaan yang tertinggi,
yaitu kewaspadaan transmisi airborne.

Pertimbangan praktis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar

Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.

KEWASPADAAN STANDAR
A. HAND HYGIENE/KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi
penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di puskesmas/fasilitas kesehatan lain. Diawali hasil
penelitian Semmelweis (1861), berlanjut hasil-hasil penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa
kebersihan tangan petugas merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai
penelitian mengindikasikan bahwa penularan infeksi Puskesmas sebagian besar terjadi melalui
transmisi kontak, khususnya melalui kontak tangan petugas disamping kontak melalui
peralatan/tindakan invasif.
Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan tangan ditujukan
untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan
debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari
kontak dengan pasien dan lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang
tinggal di lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada jam tangan
mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang panjang dapat berperan sebagai
reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti P.aeruginosa), jamur dan patogen lain.

Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan
tidak memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan
selama bertugas.

10
Ada tiga cara kebersihan tangan :
1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau sabun
antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan apabila tangan
terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh;
2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub antiseptik juga berisi
pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang melindungi dan melembutkan
kulit.
- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.
- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis alkohol 70%
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.
3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum melakukan tindakan
bedah :
a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :
i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
ii. Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun antiseptik yang
mengandung khlorheksidin glukonat 4%.
iii. Tangan dibasahi sampai siku.
iv. Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x), punggung tangan (5x),
setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x), hingga bersih. Ganti tangan kanan,
kerjakan serupa berulang ulang lima sampai sepuluh menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari tangan lebih
tinggi dan posisi siku.
vii. Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di sekitarnya.
b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:
i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik yang
mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa sikat
iii. Keringkan dengan tisu pengering dengan baik
iv. Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri, menggunakan tangan kanan
untuk mengoperasikan dispenser
v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub alkohol telapak
tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di bawah kuku (5 detik)
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah sampai dengan
siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area lengan tersebut tergosok
sampai dengan handrub alkohol kering sempurna (15 detik)
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5 detik), dilanjutkan
lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai dengan kering sempurna (15 detik)

11
viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah prosedur handrub
rutin (15-20 detik)
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk mencegah penularan
mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila menggunakan sabun atau bahan yang
tidak standar, volume terlalu sedikit dan dalam waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris
tangan dan memelihara kuku panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien karena
menghalangi efektivitas kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan


Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman
PPI Departemen Kesehatan (2007), disebutkan bahwa kebersihan tangan dilakukan sebelum dan
setelah :
1. memeriksa dan kontak langsung dengan pasien
2. memakai dan melepas sarung tangan
3. menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
4. pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi:
a. memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi
b. menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau ekskresi)
5. masuk dan meninggalkan ruang isolasi
Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan oleh setiap
petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi patogen antar pasien, antara petugas dan
pasien, antara petugas dan lingkungan/peralatan terkontaminasi, antara petugas dengan bahan yang
berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area perawatan, direkomendasikan melakukan kebersihan
tangan saat tiba di tempat pelayanan kesehatan, sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien,
sesudah dari kamar kecil dan sebelum meninggalkan puskesmas.
Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting wajib menjalankan
kebersihan tangan di ruang perawatan, diperkenaikan sebagai “Five moments for hand hygiene”.
Lima saat penting wajib menjalankan higiene
tangan (WHO) :
1. sebelum kontak pasien
2. sebelum melakukan prosedur
tindakan/aseptik
3. seteiah kontak cairan tubuh
4. setelah kontak pasien
5. setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

12
1. Saat kebersihan tangan untuk pasien
Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada setiap orientasi
pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas melaksanakan kebersihan tangan
setiap kali akan memberikan perawatan atau melakukan tindakan kepada dirinya agar
meminimkan risiko pemindahan patogen penyebab infeksi antar pasien, petugas-pasien, maupun
melalui peralatan.
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah makan,
setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah dan kamar mandi/WC.
2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung
Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan melalui program
penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas, melalui media leflet - poster, dll. Pengunjung
perlu melaksanakan kebersihan tangan pada setiap akan menemui pasien, setelah menemui
pasien/kontak lingkungan sekitar pasien, setelah kontak cairan tubuh, sebelum meninggalkan
Puskesmas, sebelum dan setelah makan.
3. Rekomendasi Mencuci Tangan
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan harus digunakan
selama 40 sampai 60 detik.
- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih adalah sama
efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit.
Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci
tangan, direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan (losion pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau keringkan di udara.
Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat terkontaminasi dan tidak lagi
direkomendasikan. Membawa handuk /sapu tangan kecil pribadi membantu menghindari
pemakaian handuk kotor.
4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik (handrub berbasis
alkohol)
 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan
terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain), harus mencuci tangan
dengan sabun dan air terlebih dahulu.
 Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi mikroorganisme
penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air direkomendasikan yang
mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat ditambahkan antiseptik (misalnya
khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki anti residual.
 Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual terbatas
dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin

13
 Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat dan
keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya tingkat kepatuhan dan
mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan menjadi tidak efektif. Handrub antiseptik lebih
efektif dibandingkan mencuci tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat
disediakan di berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih
singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah).
Dengan demikian,handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan sabun dan
air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak kotor.

5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :


1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1 cekungan telapak
tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya di antara
jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci tangan, hingga kering dalam waktu 20-30
detik
Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :

40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009

14
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol

Sumber : Pedoman WHO, 2009

Prosedur Cuci Tangan Bedah Menggunakan Larutan Berbasis Alkohol


Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun berbahan chlorhexidin 4%
tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.

15
16
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD) telah
digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada
petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali
tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan penyakit infeksi lainnya
(emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting baik
untuk perlindungan pasien maupun petugas.
A. Penggunaan Sarung Tangan
Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang
tidak utuh atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai
oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah. cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan

17
terkontaminasi, membran mukosa dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial
terkontaminasi serta sebelum melakukan tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan
bedah.
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu
b. Sarung tangan bersih
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan
yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran
mukosa atau kulit yang tidak utuh, menangani bahan-bahan bekas pakai yang
terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar serta melakukan tindakan
prosedur medis.

b. Sarung tangan steril:


Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Puskesmas atau dan pabrikan dan harus
digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan aseptik / invasif.

c. Sarung tangan rumah tangga:


Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti sarung tangan
yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah tangga
dipakai pada waktu meebersihan alat kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja,
membersihkan permukaan lingkungan dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi
setelah dicuci besih.

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan


Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan terpajan darah atau
cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien, membantu minum obat, membantu jalan, dll.
Pada waktu sebelum menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan tangan terlebih
dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/ pemeriksaan petugas menggunakan
sarung tangan dengan ukuran yang sesuai khususnya sarung tangan bedah karena dapat
menganggu ketrampilan/teknik operasi dan memudahkan robek. Jaga agar kuku selalu pendek untuk
menurunkan risiko sarung tangan robek. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien,
segera lepas sarung tangan apabla telah selesai digunakan atau sebelum beralih ke pasien lain atau
aktivitas yang lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan
yang sedang dilakukan (misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan, menulis,
rnengangkat telpon, dsb). Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-banar
diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan risiko kecelakaan
karena menurunkan kepekaan (raba).

18
Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau melakukan tindakan
operasi di area sempit dengan kemungkinan besar robekan sarung tangan oleh alat tajam
seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak
Persalinandll.;
c. Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat sitostatika, dll).
Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membePuskesmasihkan peralatan, pencucian linen, membePuskesmasihkan ceceran darah atau
cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai untuk perawatan yang menyentuh kulit
pasien secara langsung.

BAGAN ALUR PEMILIHAN JENIS SARUNG TANGAN

B. Penggunaan Pelindung Wajah (masker ) dan Pelindung Mata


Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk melindungi
petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau
perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan
pertolongan persalianan, perawatan gigi serta tindakan yang menghasilkan aerosol. Pemakaian
pelindung mata harus sebaik mungkin sehingga tidak mengganggu pandangan dan ketajaman
pandangan.
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan
berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker harus cukup besar untuk menutupi
hidung, mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot).
Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dan tetesan
partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang tePuskesmasebar melalui batuk atau
bePuskesmasin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien
dengan penyakit menular melalui udara atau droplet nuklei, masker yang digunakan adalah
19
respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang dapat melindungi petugas
terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Sebelum
petugas memakai respirator N-95, perlu dilakukan uji kesesuaian ( fit test) pada setiap
pemakaiannya.

Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)


Petugas kesehatan harus:
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan
tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat sempurna pada
wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang kacamata
- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran. Direkomendasikan
meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan
menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai respirator
partikulat.

Cara fit test respirator partikulat


Langkah 1:
Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi
depan bagian hidung respirator pada ujung jari-jari anda,
biarkan tali pengikat respirator menjuntal bebas di bawah
tangan anda.
Langkah 2:
Posisikan respirator di bawah dagu anda dan sisi untuk
hidung berada di atas

Langkah 3:
Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan agak
tinggi di belakang kepala anda di atas telinga.
Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan
tali di bawah telinga.

20
Langkah 4:
Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas bagian hidung
yang terbuat dan logam. Tekan sisi logam tersebut (gunakan
2 jari dan masing-masing tangan) mengikuti bentuk hidung
anda. Jangan menekan respirator dengan satu tangan
karena dapat mengakibatkan respirator rusak.
Langkah 5:
Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan
hati - hati agar posisi respirator tidak berubah.

Langkah 5.a :
Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada kebocoran.
Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji kembali kekuatan respirator.
Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar- benar tertutup rapat.
Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat respirator
menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam
respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.

Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :


1. Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne
2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada perawatan pasien dengan
infeksi airborne / sejenis
3. Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering dengan sisi luar
respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi identitas.
C. Penggunaan Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien,
tetapi tujuan utama adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
D. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat merawat pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airborne, juga melindungi
petugas dari kemungkinan terkena percikan darah, cairan tubuh lain karena suatu
tindakan/prosedur medis/keperawatan. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus
cairan.

21
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat melakukan
pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di berbagai unit yang berisiko
tinggi, misalnya di kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung
a. Saat membersihkan luka
b. Melakukan irigasi
c. Tindakan drainase
d. Menuang cairan terkontaminasi
e. Menangani pasien dengan perdarahan masif
g. Tindakan perawatan gigi
Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan setiap kali dinas.
Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi berdasarkan identifikasi/penilaian
risiko. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
Tidak ada kewajiban memberikan baju khusus untuk pengunjung memasuki ruang
tertentu di Puskesmas kecuali sebagaimana direkomendasikan berdasarkan risiko transmisi
infeksi. Apabila ada ruangan yang mengatur penggunaan baju khusus untuk pengunjung.
direkomendasikan pelaksanaan standar kebersihan secara tepat untuk meminimalkan risiko
transmisi infeksi melalui media baju tersebut, yaitu
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju terkena kotoran/cairan
tubuh harus segera dicuci;
b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam wadah linen infeksius;
c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam wadah linen non
infeksius (kotor ringan)
E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air untuk bagian
depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron ketika
melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur
dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas.
F. Penggunaan Pelindung Kaki
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu sandal jepit
atau sepatu yang terbuat dan bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau
sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap
bePuskesmasih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda
tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa
penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan

22
darah merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi.
kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.

ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD


DI UPTD PUSKESMAS SURANADI

Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan


- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara barang Puskesmas
Suranadi;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock direncanakan dan
diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan pelayanan medis dan tindakan keperawatan
spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap penggunaannya, untuk
menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik pelayanan medis dan tindakan keperawatan di
setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi, dilakukan secara
rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di- feedback-kan kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan tim PPI untuk
bahan evaluasi dan perencanaan.

Penyimpanan APD di Ruangan


Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan spesifik setiap
ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer, tersendiri dalam almari kaca, agar mudah
diakses bila dibutuhkan. Apabila tidak ada almari khusus, direkomendasikan diletakkan dalam almari linen
ditempatkan dengan penempatan yang rapi, bersih dan kering, diberikan label identitas.
Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri
1. Kenakan baju operasi sebagai
pertama pakaian pelindung

5. Kenakan celemek plastik

2. Kenakan sepatu bot karet

6. Kenaikan sepasang sarung tangan


kedua

23
7. Kenakan masker

3. Kenakan sepasang sarung tangan


pertama

8. Kenakan penutup kepala


4. Kenakan gaun luar

9. Kenakan alat pelindung mata

24
Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri
1. Disinfeksi sepasang sarung tangan
bagian luar

7. Lepaskan pelindung mata

2. Disinfeksi celemek dan sepatu bot

5. Lepaskan penutup kepala

3. Lepaskan sepasang sarung tangan


bagian luar

9. Lepaskan masker

4. Lepaskan celemek

10. Lepaskan sepatu bot

5. Lepaskan gaun bagian luar

11. Lepaskan sepasang sarung tangan


bagian dalam

6. Disinfeksi tangan yang


mengenakan sarung tangan

12. Cuci tangan dengan sabun dan air


bePuskesmasih
Sumber : Pedoman PPI Kemenkes RI, 2011

25
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
Jenis pajanan Contoh Pilihan alat pelindung
Risiko rendah - Injeksi - Sarung tangan tidak
1. Kontak dengan kulit - Perawatan luka ringan esensial
2. Tidak terpajan darah
langsung
Risiko sedang - Pemeriksaan pelvis - Sarung tangan
1. Kemungkinan terpajan - InsePuskesmasi IUD - Mungkin perlu apron
darah namun tidak ada - Melepas IUD atau gaun pelindung
cipratan - Pemasangan kateter
intra vena
- Penanganan spesimen
laboratorium
- Perawatan luka berat
- Ceceran darah
Risiko tinggi - Pertolongan Persalinan - Sarung tangan ganda
1. Kemungkinan terpajan per vaginam - Apron
darah dan kemungkinan - Baju Pelindung
terciprat - Kaca mata pelindung
2. Perdarahan masif - Masker
- Sepatu boot

26
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri
Alat pelindung Terhadap pasien Terhadap petugas kesehatan
Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan petugas
mikroorganisme yang dengan darah/ cairan tubuh
terdapat pada tangan penderita, selaput lendir, kulit tidak
petugas kesehatan kepada utuh atau alat
pasien kesehatan/permukaan
terkontaminasi
Masker Mencegah kontak droplet Mencegah membran mukosa
dan mulut/hidung petugas petugas kesehatan (hidung dan
kesehatan yg mengandung mulut) kontak dengan percikan
mikroorganisme dan darah atau cairan tubuh penderita
terpercik saat bernafas,
bicara atau batuk kepada
pasien
Kacamata Pelindung Mencegah membran mukosa
petugas kesehatan kontak dengan
percikan darah atau cairan tubuh
penderita
Tutup Kepala Mencegah jatuhnya
mikroorganisme dan rambut
dan kulit kepala petugas ke
daerah steril
Jas dan celemek Mencegah kontak Mencegah kulit petugas kesehatan
plastic mikroorganisme dan tangan, kontak dengan percikan darah atau
tubuh dan pakaian petugas cairan tubuh penderita
kesehatan kepada pasien
Sepatu Pelindung Sepatu yang Mencegah perlukaan kaki oleh
bePuskesmasih mengurangi benda tajam yang terkontaminasi
kemungkinan terbawanya atau terjepit benda berat (contoh,
mikroorganisme dan mencegah luka karena menginjak
ruangan lain atau luar benda tajam/kejatuhan alkes) ;
ruangan mencegah kontak dengan darah /
cairan tubuh lainnya

27
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien
Kacamata /
Gaun/
Jenis tindakan Sarung tangan Masker penutup Topi
Celemek
wajah
Memandikan pasien Tidak, kecuali Tidak Tidak Tidak Tidak
kulit tidak utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah arteri Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka infeksius Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan penyuntikan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer catheter Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan peralatan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per oral Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengantar spesimen ke Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
laboratorium
Mengganti linen tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

28
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI
Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat, efektif dan efisien
merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti /dipahami oleh seluruh staf kesehatan
pada setiap tingkat, mulai dan petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas
pembePuskesmasihan dan pemeliharaan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di
Puskesmas. Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari alat/instrumen,
setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan kemungkinan terjadinya infeksi,
Dr. E.H.Spaulding mengelompokkan alat/instrumen pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :
NO. TINGKAT RISIKO PENGELOLAAN ALAT
1. Risiko Tinggi (critical) adalah alat yang Sterilisasi atau menggunakan alat
digunakan menembus kulit atau rongga steril sekali pakai (disposable)
tubuh atau pembuluh darah
2. Risiko sedang (semi critical) adalah alat Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
yang digunakan pada mukosa atau kulit
yang tidak utuh
3. Risiko rendah (non critical) adalah alat Disinfeksi tingkat rendah atau cuci
yang digunakan pada kulit yang utuh/ bersih
pada permukaan kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen organik dan mikroorganisme
patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya. Proses
dekontaminasi meliputi perendaman,pembersihan, pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi.
Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan atau tindakan
keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian dengan menggunakan larutan
disinfektan yang sesuai (jenis, konsentrasi dan lama perendaman), kemudian bilas dengan air
mengalir dan keringkan.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai
ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :
- Sebagai pemutus mata rantai infeksi
- Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
- Merupakan langkah awal (first step)universal precaution yang perlu dilaksanakan
- Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari
benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri, dengan sistem panas (termal) atau kimia.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan kategori semi kritikal,
segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan
cara panas, yaitu dengan direbus selama 20 menit atau dengan larutan kimia/disinfektan yang
sesuai.

29
Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk menghambat/membunuh virus dan
mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan
membran mukosa. Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di Puskesmas disediakan oleh gudang
obat.
Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, disinfektan dikelompokkan yaitu:
NO. KLAS KETERANGAN
1. HLD (High Level Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan) membunuh semua bakteri bentuk vegetatif; myco-
bacteria, jamur; virus ukuran kecil dan sedang, lipid
dan non lipid, kecuali sejumlah spora bakteri.
Contoh : Glutaraldehide 2% pH 7,5-8,5; H2O2 6%;
Formaldehide 8% dalam alkohol 70%;
2. ILD (Intermediate Level Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan ) membunuh semua bakteri bentuk vegetatif;
mycobacteria, jamur; virus ukuran kecil. sedang, lipid
dan non lipid, tetapi tidak sensitif terhadap spora
bakteri.
Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine; Formaldehide
4-8% dalam air
3. LLD (Low Level Disinfectan) Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
membunuh semua bakteri bentuk vegetatif; beberapa
jamur; virus (lipid) seperti Hepatitis B; C dan HIV,
tetapi tidak sensitif untuk mycobacteria atau spora
bakteri.
Contoh : Formaldehide konsetrasi <4% dalam air,
disinfektan golongan amonium kwartenair.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:


1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat keasaman atau kebasaan)
2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif lebih tahan dibanding
dengan mikroorganisme vegetatif)
3. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat menyebabkan masih
adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara kontaminan organik ( bio-burden) dengan zat
aktif dapat menurunkan aktivitas disinfektan.
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi seperti kalsium
atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan sehingga menurunkan
aktivitasnya.

30
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme (bakteri, virus, fungi,
parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora bakteri melalui cara fisika atau kimia. Tujuan
adanya Sterilisasi Sentral di Puskesmas adalah :
1. Menurunkan angka kejadian infeksi
2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya (SDM, peralatan,
sarana prasarana lain).
Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Puskesmas yaitu:
1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/ autoclave)
2. Sterilisasi panas kering
3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau dengan larutan hydrogen
peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi dengan panas tinggi ( autoclave steam) dan atau
panas rendah dengan gas tidak dapat dilakukan.
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap prevakum) untuk alat
kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil) dan sterilisasi suhu rendah dengan gas
Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.
Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :
SPESIFIKASI METODE STERILISASI
1. Alat/Instrumen tahan panas Sterilisasi Uap (Autoclave Steam):
(termostabil) Suhu (T) 134°C; P 3000 mBara selama
5 menit; Total proses pre-post = ± 60
menit (logam; linen; kapas; kassa)
2. Alat/Instrumen tidak tahan panas Sterilisasi dengan cairan glutaraldehid 2%
(termo- labil) selama 1 jam

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:


Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga mutunya sampai
dengan digunakan maka proses pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan
secara benar dan tepat, aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang sesuai.
2. Pre-cleaning dan pencucian:
a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan atau
tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dengan larutan Anioszyme DD1
5 ml dalam 1 liter air selama 5 menit.
b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat.
c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan

31
d. Apabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk alat/instrumen dengan :
- Kategori semi critical dilakukan DTT dengan:
• Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2% selama 15 menit.
- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan ( glutaraldehide 2%
selama 1 jam) sebagai berikut :
• Tuang larutan secukupnya ke dalam wadah tertutup (alat/instrumen dapat
terendam seluruhnya).
• Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.
• Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2 (dua) kali
• Keringkan/ dilap dengan lap steril
• Alat yang telah diproses harus segera digunakan
Catatan
a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar.
b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat akan digunakan.
3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai (BHP)
Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta dikemas sesuai
ketentuan.
Prinsip pengemasan :
- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh permukaan
kemasan dan isinya.
- Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka
- Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi Catatan :
bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan pengemas, minimal harus rangkap 2 (dua).

. Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar alat/instrumen/bahan yang akan
disterilkan.
ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI METODE STERILISASI
Logam ; linen, kassa, kapas Streilisasi uap P1 (suhu 134oC)
Sensitif terhadap panas (termolabil) Streilisasi dengan cairan kimia
glutaraldehide
Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak mungkin dilakukan
sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah dan dilaksanakan di unit pelayanan.
4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai ketentuan sebagai
jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi
b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan warna)

32
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan selama proses.
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin autoclave dengan
vakum
e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin autoclave steam,
5. Penyimpanan:
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang telah disterilkan
disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan minimal di tempat/ruang yang jauh dari
lalu lintas utama atau pada kotak/almari yang bersih dan kering serta mudah dilakukan
disinfeksi.
6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi:
Kadaluarsa Cara sterilisasi dengan bahan pengemas
Satu minggu Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave
steam)dengan pengemas kertas perkamen rangkap 2;
linen rangkap 2 atau ditempatkan dalam tromol.
Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang penyimpanan
sesuai standar (suhu 180 – 220C kelembaban 35 -75 %)
Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave steam)
pengemas pouches
7. Penggunaan :
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
Pengelolaan peralatan (BHP) re-used
 BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya diperuntukkan single used
namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti ilmiah atau rekomendasi Perhimpunan Profesi
pengguna atau pengalaman klinik berdasarkan pertimbangan mutu, keamanan dan aspek
finansial penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi sulit diperoleh dengan segera atau
diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak terjangkau oleh pasien - secara pribadi/asuransi).
 Pengelolaan BHP re-used di Puskesmas dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dan keamanan,
rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi penggunaan pada pasien,
ditetapkan dengan Kebijakan Puskesmas tentang Pengelolaan Peralatan Re-used. BHP di-
reused melalui proses sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan keamanan optimal secara fisik dan
fungsi, ketersediaan metode dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.
 BHP yang dapat di-reused di Puskesmas adalah BHP sesuai daftar lampiran Kebijakan
Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas maksimal jumlah reused ditetapkan
Puskesmas melalui pembahasan.
 Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan olehunit terkait. Nomor
penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan pada alat maupun kemasan alat.
Jika tanda telah sampai batas maksimal re-used, pengguna tidak diperkenankan me-reused
kembali. Jika BHP sudah tidak layak di- reused berdasarkan evaluasi fungsi, keamanan

33
penampilan fisik, keamanan dan ketepatan sterilisasi/DTT, atau alasan keamanan lain, meskipun
belum sampai pada batas maksimal penggunaan reused yang ditetapkan dalam Kebijakan,
maka BHP tersebut segera diakhiri penggunaannya tidak perlu diproses reused.
 Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh satuan kerja
pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan Tim PPI.
 Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut sesuai hasil evaluasi
dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada Tim Mutu Puskesmas.

34
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS SURANADI
NO NAMA ISI KEGUNAAN KETERANGAN
1. Alkohol  Ethanol  Antiseptik kulit 70%
 Disinfeksi
instrument non kritis
 Disinfeksi peralatan
non medis
 Pengawet preparat PA

2. Betadin Povidon Iodida Antiseptik kulit


3.  Bayclin  Natrium Hipoklorit  Disinfeksi air bersih  Tumpahan darah
 Dekontaminasitumpahan/percikan 1%
darah/cairan  Disinfeksi linen
 Disinfeksi linen putih dan
instrumen 0,5%
 Disinfeksi
peralatan
non medis 0,05%

4. Hibiscrub Klorheksidin glukonat Antiseptik kulit


5. Lysol Trikresolum Disinfeksi kamar mandi, WC, Lantai 22 ml dalam 1 lt
6. Perhydrol Hydrogen peroksida Antiseptik luka 3% - 6%

35
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG
TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE
NO NAMA ALAT MEDIS ALASAN
1 Sarung tangan ( bersih/steril ) Biaya re-use lebih tinggi
2 Endotracheal tube ( ETT ) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi
3 NGT (Stomach Tube) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi
4 Feeding tube Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi

D. PENGELOLAAN LINEN
Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah kontaminasi linen
kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan, meliputi proses pengumpulan,
pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian sampai distribusi linen. Pengelolaan linen kotor dan
bersih secara terpisah merupakan keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien dan
petugas.
Pengelolaan linen di Puskesmas Suranadi meliputi kegiatan, penerimaan dan pencucian
linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan pemusnahan linen rusak.
Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan pengangkutan
diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara maksimal untuk menghindari kontaminasi
linen kotor terhadap linen bersih siap pakai maupun petugas dan lingkungan dengan melakukan
disinfeksi terhadap kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan
tangan petugas sesuai prosedur.
Jenis linen di Puskesmas Suranadi dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius
dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat dan linen kotor ringan). linen bersih pasca
pencucian di laundry. Linen kotor infeksius adalah linen yg terkontaminasi dengan darah, cairan
tubuh dan feses terutama yang berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV, dll
yang dapat menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas ataupun mencemari
lingkungan;.
a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan
1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-gerakkan untuk mencegah
kontaminasi udara dan petugas.
2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat penampungan tersenditi Linen
infeksius dilipat dan digulung sehingga bagian tengah yang paling kotor berada di tengah
gulungan selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning. Hitung dan catat
linen infeksius sebelum dimasukkan dalam plastik, sehingga mengurangi kontaminasi.
3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:
 Sarung tangan rumah tangga
 Masker
 Celemek plastik/apron

36
b. Pengiriman linen ke laundry
Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta linen kotor
dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru untuk non infeksius.
c. Penanganan Linen Kotor di laundry
1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa: topi, masker,
sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.
2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat kekotoran linen ( linen
kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan), menghitung dan mencatatnya.
3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian bePuskesmasama linen
kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang

d. Pengambilan Linen bersih


a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh petugas pengeluaran
linen bersih
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang masuk pada hari itu
kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran linen
c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di loket pengeluaran
d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai bukti pengambilan
linen
e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai pada hari itu di
buku pengeluaran linen bersih
g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly / kantong linen
bersih

E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Kebersihan Ruang di Lingkungan Puskesmas
Kebersihan Ruang di lingkungan Puskesmas merupakan tindakan pembersihan secara seksama
yang dilakukan teratur meliputi :
- Disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di lingkungan sekitar pasien
setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien masuk dengan disinfektan standar
Puskesmas;
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar Puskesmas setiap hari
mimimal 2 kali/hari
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3 bulan (bahan gordyn
dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-waktu diperlukan
dengan disinfektan sesuai standar.

37
Prinsip Pembersihan lingkungan:
a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di Puskesmas
b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar Puskesmas
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis untuk
membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan setiap kali
sesudah digunakan transportasi pasien.

F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH


Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Puskesmas, dimana secara umum di UPTD
PuskesmasSuranadi dapat dikategorikan dalam limbah infeksius dan limbah non-infeksius. Limbah
infeksius didefinisikan sebagai limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya dalam jumlah
cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah
domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di Puskesmas.
Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi fisiknya yaitu
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang dihasilkan dari aktivitas dalam
Puskesmas menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, termasuk kategori limbah infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-bahan
infeksius atau mengandung bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan cairan tubuh
penderita, jaringan tubuh dan spesimen di laboratorium,
Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik merupakan sampah yang
berupa bungkus makanan dan minuman, sisa makanan bukan dari ruang isolasi, kertas dan plastik
yang tidak terkontaminasi dan semua sampah selain bahan kimia dan radiasi yang tidak kontak
dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan sampah infeksius dari Puskesmas memerlukan adanya
insinerator yang mempunyai kemampuan untuk memusnahkan berbagai mikroorganisme atau
bahan infeksius pada sampah padat.

1. LIMBAH PADAT MEDIS


Limbah padat / sampah Puskesmas adalah campuran heterogen yang kompleks yang
berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara lain dari Instalasi gizi, ruang
tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang perawatan, laboratorium. Limbah padat tesebut memiliki
bahan campuran yang bervariasi. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan oleh aktivitas medis
di Puskesmas harus dikelola dengan baik.
Sampah yang bersumber dari lingkungan Puskesmas mempunyai pengelolaan sampah
yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya karena kemungkinan mengandung bibit
penyakit. Sehingga pengelolaan sampah Puskesmas bersifat khusus. Mengingat akan
pentingnya hal tersebutt maka, penanganan sampah Puskesmas merupakan bagian dari upaya
penyehatan lingkungan Puskesmas.

38
Limbah padat dari Puskesmas mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai mata rantai
penyebaran penyakit menular.
Dalam pengelolaan sampah Puskesmas di UPTD PuskesmasSuranadi, sampah secara
garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah Non Medis / Domestik.

a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut Depkes RI, limbah
klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di Puskesmas dan unit-unit pelayanan
kesehatan seperti pelayanan medis, perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang
dihasilkan Puskesmas pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Limbah
ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung,
masyarakat dan terutama kepada petugas yang menangani limbah.
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis digolongkan sebagai
berikut:
 Limbah benda tajam
 Limbah infeksius
 Limbah jaringan tubuh
 Limbah farmasi
 Limbah kimia
 Limbah plastik

Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan sampah yang ada


tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat masuk ke dalam lebih dari satu
golongan ataupun tidak praktis dalam penggolongannya untuk itu di Puskesmas
Suranadiuntuk Sampah Medis dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
 Sampah medis Tajam
 Sampah medis Non Tajam
Meskipun tidak seluruh limbah Puskesmas berbahaya, beberapa diantaranya dapat
menimbulkan ancaman pada saat penanganan, penampungan, pengangkutan dan atau
pemusnahan. Beberapa alasan yang menjadikan limbah Puskesmas berbahaya adalah:
 Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat dalam pembuangan jika
tidak ditangani dengan baik.
 Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan terlebih dulu,
sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau mengganggu kesehatan
masyarakat.

39
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Puskesmas merupakan limbah klinis yang
berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah limbah padat Puskesmas bersifat
klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan di ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan,
ruang perawatan, ruang bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab, plaster,
masker dan lain-lain.
Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Puskesmas adalah sampah
patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned termasuk placenta, serta sampah
laboratorium yaitu sampah yang dihasilkan dari laboratorium diagnostic atau riset, meliputi
sediaan atau media sample spinal, bangkai binatang.
Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka Sampah Medis
dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang didalamnya telah dilengkapi plastik
kresek warna kuning, dan ini telah disediakan PuskesmasSuranadi. Selanjutnya dikirim ke
insenerator untuk dilakukan proses pembakaran.

b. Sampah Non-Medis

Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Puskesmas yang tidak
termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis biasanya berupa sampah
domestik seperti timbunan sampah lain pada umumnya (sampah umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di UPTD
PuskemasSuranadi untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
 Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
 Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum / Domestik
dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai tulisan sampah basah atau
sampah kering, dan ini telah disediakan Puskesmas Suranadi. Selanjutnya dimasukkan ke
TPS dan dibuang ke TPA, bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.

PENGELOLAAN LIMBAH
1. Limbah RT atau limbah non medis
Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis
Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan cara :
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan diangkut,
dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera dibawa ke tempat
penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya dan jangan
dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar dihindari kontaminasi

40
dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas,
pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu menggunakan sarung
tangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci tangan dengan sabun sesuai
prosedur setiap selesai bekerja.

2. Pengelolaan limbah padat medis


Di UPTD Puskesmas Suranadi, metoda yang digunakan untuk mengolah
sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang
berkaitan, peraturan yang berlaku, dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat.
Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah ( medical waste):
 Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang terkontrol.
Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil kegiatan medis yang
sifatnya disposible atau sekali pakai.
 Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)
Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas besuhu dan
bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu. Tekanan dan waktu
yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak pada kondisi uap jenuh
besuhu 121oC. Metoda ini dipakai untuk alat – alat kedokteran yang akan dipakai lagi,
terbuat dari logam atau stainless.

Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di Puskesmas
memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999 menyatakan bahwa limbah yang
memiliki karakteristik besifat infeksius dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Salah satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses pemanasan. Salah satu
teknologi pemanasan adalah pembakaran ( incineration) dalam kondisi terkontrol pada
insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal agar material yang
dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk membuat proses insinerasi berlangsung
secara optimal, diperlukan suatu perencanaan design insenerator (incinerator) yang
baik sehingga hasil pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:

41
1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk menghilangkan / menghancurkan
limbah dengan pembakaran terkontrol pada temperatur yang tinggi.
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan/penghancuran limbah dengan
pembakaran terkontrol, seperti contoh: pembakaran lumpur untuk memindahkan air
dan mengurangi residu yang dihasilkan, ash yang tidak terbakar dapat dibuang dengan
aman ke tanah, air, atau di bawah tanah lokasi pengolahan. Material direduksi massa
dan volume dengan pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas dengan pembakaran
terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen B3 diubah menjadi ash, carbon dioxide,
dan air. Pembakaran digunakan untuk menghilangkan/menghancurkan komponen
organik, mengurangi volume limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya yang
mungkin dapat mengandung sedikit komponen B3, seperti logam berat yang tidak
terbakar, yang terkandung dari limbah asal.

Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen organik dari sampah.
Dengan menghilangkan fraksi organik dan mengubahnya menjadi carbon dioxide dan
uap air, dapat mengurangi volume limbah dan menjadikan komponen organik termasuk
yang toksik aman bagi lingkungan.
Alat yang digunakan untuk menjalankan prinsip insenerasi ( incineration) adalah insenerator
(incinerator).

Tahapan Pengolahan Limbah


Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis dan non medis
(basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang diberi tanda
dibedakan warnanya :
- Warna kuning untuk limbah padat infeksius.
- Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.

Tempat limbah di ruangan ada dua macam:


- Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan sejenisnya yang
berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m 3) dengan pesyaratan antara lain terbuat
dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan, ringan (dapat diangkat oleh satu orang), tidak berkarat
dan kedap air terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup, mudah dikosongkan atau
diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.

42
Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus dibuang dalam
wadah atau kantong plastik yang sesuai.
 Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tePuskesmasedia
dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau dilapis dua (kantong ganda),
kemudian diikat dengan tali warna kuning dan diberi tanda “infeksius”
 Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
 Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh
dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus menggunakan APD lengkap
yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran yang tertutup
dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾ penuh.

Pengelolaan Benda Tajam


Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan
penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar
disebabkan karena kecelakaan yang bisa dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat
tajam lainnya.
Upaya untuk mencegah perlukaan :
1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali pakai, tidak
direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan;
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan teknik tanpa sentuh
dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan, membengkokkan, atau
ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan contoh bahan
darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan (single handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air tahan tusukan dan
tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda
batas pengisian pada safety box dan jika telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.

Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan perlukaan yang
akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah, sehingga perlu diperlakukan secara hati-hati
dengan cara pembuangan yang aman. Rekomendasi pengelolaan pecahan kaca :

43
1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;
2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan gulung pecahan
kaca dalam kertas tadi;
3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus, berikan label “hati-hati
pecahan kaca”

Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di Puskesmas


Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk mengurangi populasi
serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan
fisik alat dan bangunan yang meliputi pengendalian jentik, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, tikus dan
kucing. Semua ruangan di puskesmas harus bebas lalat, kecoa, Semua ruangan di puskesmas tidak
diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan tertutup
(core) puskesmas. Lingkungan Puskesmas harus bebas kucing dan anjing.

3. LIMBAH CAIR MEDIS


a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air limbah domestik yang
besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah yang mengandung mikroorganisme
berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air
Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung
operasional suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah dari
kegiatan operasional Puskesmas antara lain:

- Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.


Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang berasal dari unit – unit
Puskesmas. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan ke Septik Tank. Parameter
pencemar dalam limbah ini adalah zat padat, BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan
lemak serta bakteriologis.
- Air Limbah Laundry
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang umumnya bersifat
basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara 800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD
berkisar antara 400 – 450 mg/l
- Air Limbah laboratorium
Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan laboratorium dan bahan
buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan lain – lain. Air limbah ini umumnya
mengandung berbagai senyawa kimia sebagai bahan pereaksi sewaktu pemeriksaan contoh

44
darah dan bahan lain. Air limbah laboratorium mengandung bahan antiseptik dan antibiotik
sehingga besifat toksik terhadap mikroorganisme, oleh karena diperlukan perlakukan khusus
dalam pengelolaannya.

b. Karakteristik Air Limbah Puskesmas.


Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Puskesmas dapat dikategorikan sama
dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari laboratoriumnya. Karakteristik air limbah
domestik yang masih baru, berupa cairan keruh berwarna abu – bau dan berbau tanah. Bahan ini
mengandung padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa makanan dan sayuran, padatan halus
dalam suspensi koloid, serta polutan yang terlarut.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari air dan 0,1
% adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 % terdiri dari bahan organik
dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh mikroorganisme, oleh
karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat, minyak – lemak dan TSS yang lebih
dominan. Persyaratan pembuangan limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan
air limbah Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .

- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk dalam karakteristik
fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan pada temperatur
105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan temperatur tersebut tidak
didefinisikan sebagai total solid.

b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air minum. Karena
adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas pemakaian rumah tangga atau
aktivitas pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi

c. Warna

45
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri. Air buangan
yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai akibat dari penguraian senyawa –
senyawa organik oleh bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan
bahwa air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.

d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas hasil dekomposisi
zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan adalah hasil reduksi dari sulfat
oleh mikororganisme secara anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3 (tiga) golongan
utama, yaitu :

a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang tersaring
(Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa - senyawa organik. Senyawa –
senyawa organik terdiri dari kombinasi karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen
(N), dan Phosphat (P) dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini,
umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya
dinyatakan dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam air, dimana
umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS ( Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier
Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS ( Methyline Blue Alkyl
Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform Extract).

b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik karena formasi
geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena penambahan buangan baru ke
dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses
penguapan alami pada permukaan air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang
terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.

c. Gas – gas

46
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum diolah meliputi : N2,
O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut pertama sebagi akibat kontak
langsung dengan udara dan ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh
bakteri dalam air buangan.

C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan kelompok tumbuh –
tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan lumut. Bakteri berperan sangat penting
dalam air buangan, terutama dalam proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan
menjadi jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen. Kelompok
bakteri patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli , MPN (Most Problably Number)
/ 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang terkandung dalam tinja, semakin tinggi kandungan
bakteri E.Coli dalam air buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang
lain (seperti Typhus, Disentri dan Cholera).

C. Pengolahan Limbah Cair


Limbah Puskesmas berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran antara limbah
domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat infeksius.
Tujuan pengolahan air limbah :
1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah
2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable, (mengurangi kandungan BOD
sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.
Pengolahan limbah Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
- Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk pengolahan tinja saja,
sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung dalam saluran terbuka. Pengolahan
sistem individual bagi tinja dan air kemih untuk skala rumah kecil didaerah perkotaan sering
dilakukan dengan cara basah atau menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor menjadi buangan
yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan pemampatan pada tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)

47
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan secara gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di dekomposisi oleh
bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam tanki, dan busa
adalah lapisan padatan yang mengambang. Keduanya dapat di dekomposisi oleh
aktivitas bakteri. Hasil dari proses dekomposisi tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas
dan lumpur matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar sebagai effluen, gas
yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan lumpur yang matang ditampung di
dasar tangki yang nantinya akan dikeluarkan secara berkala.

- Pengolahan Secara Komunal.


Pengolahan secara komunal di Puskesmas seperti yang dilakukan Puskesmas
dilakukan untuk mengolah air efluen dari septik tank dan air limbah dari mandi, cuci dan
laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu
pengolahan pendahuluan dan pengolahan secara biologi.

a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Suranadi dilakukan utamanya pada air limbah
yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium analisa, dan dari ruang laundry
akan dikoordinasikan dengan instansi terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan
pendahuluan untuk air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu
netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan pendahuluan untuk air
limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia antibusa.

b. Pengolahan Secara Biologis (Pengolahan tahan kedua)


Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis dikategorikan sebagai
pengolahan tahap kedua ( secondary treatment), melanjutkan sistem pengolahan secara
fisik sebagai pengolahan tahap pertama ( primary treatment). Tujuan pengolahan ini
terutama adalah untuk menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable,
berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan untuk
menghilangkan zat padat tesuspensi.
Dalam memilih teknologi yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan beberapa
hal
- Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah
- Pemahaman teknologi yang akan digunakan.

48
Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan tidak semata-mata
didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga berhubungan dengan kontinuitas dan
fluktuasinya. Penggunaan teknologi yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau
fluktuasi yang menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu sendiri, atau
bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan digunakan, selain itu
juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu tidaknya suatu teknologi digunakan.
Aspek paling sederhana dalam hal ini adalah mengklasifikasikan air limbah berdasarkan
karakteristiknya; fisik, kimiawi ataukah biologis.
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan kualitas
sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Dari kedua hal ini ada
beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi kuantitas limbah yang
dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk mengurangi kualitas
pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :
- Derajat pengolahan yang dikehendaki
- Jenis air limbah yang akan diolah
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan Pemeliharaan.

Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Puskesmas antara lain :


1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil
2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya Operasi tidak mahal
4. Kebutuhan Lahan Minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrument IPAL awet.
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas.

4. Penanganan Tumpahan Darah (lihat juga lampiran)


a. Pasang tanda peringatan;
b. Siapkan spill kit;
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki (bila tumpahan
banyak gunakan juga celemek/apron);

49
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang menyerap (kertas
koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan penjepit dan langsung dimasukkan
dalam kantong plastik kuning (limbah infeksius);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama 10’
f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap basah
g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan
h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis
i. APD dilepas, dikelola sesuai standar
j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai
G. PENEMPATAN PASIEN
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi, direkomendasikan
penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien berkelompok besama pasien lain dengan
infeksi sejenis), penempatan dalam ruang tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan perawatan pasien
infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien non infeksi dan khususnya terpisah dan
pasien dengan kondisi immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne
dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal 12 ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin. Bila
dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka petugas harus
memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

G. HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK


Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran
infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan hanus direkomendasikan
untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret
pernafasan (droplet nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi kepada kontak
yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui droplet besar atau droplet nuklei
maka etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran
napas.
Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :
1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;
2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke tempat limbah
infeksius;
3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan alternatif cuci
tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu.

50
Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene respirasi/etika batuk:
- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Puskesmas dengan infeksi saluran
napas;
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya pengendalian transmisi
kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam mencegah penularan infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun biasa/antiseptik,
tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan.

H. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


- Tidak memakai ulang jarum suntik;
- Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.

I. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN


Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan kepada seluruh
karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien maupun tidak. Pelaksanaan upaya
kesehatan kerja meliputi :
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.

KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI


Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab
infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi
patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap kewaspadaan standar.
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
• Kontak langsung

51
• Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
• Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)
b. Droplet
c. Udara
1. Kewaspadaan transmisi kontak
Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering penyebab HAI’s.
Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi patogen melalui kontak
langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang yang rentan/petugas
dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh : perawat membalikkan tubuh pasien,
memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah mengganti verband dengan luka basah, dll).
Risiko kontak langsung tesering adalah kontak tangan.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan benda yang
terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum, kassa,
sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak,
dll. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau
benda mati di lingkungan sekitar pasien.
Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang diketahui atau
terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa gejaia klinis infeksi) yang mikrobanya
dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. Pada saat petugas masih
memakai sarung tangan terkontaminasi tidak boleh menyentuh tangan, hidung dan mulut, dan hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien, misal
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
Kunci Kewaspadaan Kontak :
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable bilamana kontak
dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan pasien infeksi
kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen infeksius). Lakukan kebersihan
tangan segera setelah melepas sarung tangan.
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak dan selalu
membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak disposable sebelum digunakan
pasien lain.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau tidak memakai
sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan pasien
lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan

52
8. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-
benda terkontaminasi dengan disinfektan standar puskesmas
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster, impetigo,
konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak.
2. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan infeksi yang
telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat ditransmisikan melalui droplet, percikan
partikel besar (> 5µm). Transmisi droplet terjadi melaiui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa
hidung atau mulut individu yang rentan/tanpa pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara, batuk,
bePuskesmasin dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan dapat menyebarkan
organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien (< 1 meter).
Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di permukaan lingkungan
sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi. Transmisi droplet dapat secara
langsung, dimana droplet mencapai membrana mukosa karena terinhalasi. Transmisi droplet juga
sering terjadi secara kombinasi dengan transmisi kontak yaitu partikel droplet mengkontaminasi
permukaan tangan atau permukaan tubuh atau lingkungan yang lain dan dapat ditransmisikan ke
membran mukosa. Transmisi droplet dapat terjadi saat pasien bicara, batuk (spontan/akibat induksi),
bePuskesmasin, berbagai prosedur yang dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal,
bronkoskopi, suction, nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
Kunci Kewaspadaan Droplet:
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali melepas alat
pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan pasien
lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal 1 meter
4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan
5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun
6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-
benda terkontaminasi dengan disinfektan standar Puskesmas.

3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne)


Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap
pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi patogen yang secara epidemiologi penting dan
ditransmisikan melalui jalur udara seperti misalnya transmisi artikel terinhalasi langsung melalui udara
(mis. varicellazoster). Kewaspadaan ini ditujukan ntuk menurunkan risiko transmisi mikroba penyebab
infeksi melalui udara baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm evaporasi
dan droplet yang mengandung mikroba dan bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi.

53
Partikel kecil yang mengandung mikroba tersebut akan melayang/menetap di udara beberapa
jam terbawa aliran udara > 2 m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan (sistem ventilasi). Beberapa
contoh penyakit : TB paru, campak, cacar air, influenza, .Kewaspadaan transmisi udara
direkomendasikan diterapkan pada setiap tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien
infeksi udara
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara penularannya, maka
direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan
tertinggi).

Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali melepas alat
pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan pakai ( fit test)
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi memadai/ruang dengan pertukaran
udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila mungkin), dipisahkan dan pasien lain atau
ditempatkan dengan prinsip kohorting besama pasien dengan infeksi udara sejenis
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron (bila menghadapi
cairan dalam jumlah banyak)
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC harus dengan filter
HEPA
d. Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda terkontaminasi
sebagai komplemen pembePuskesmasihan udara (HEPA filter, ozon, fogging atau sinar UV).
Isolasi Perlindungan
Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi medis/status
kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi sehingga perlu dilindungi dari risiko
transmisinya di Puskesmas. Kondisi-kondisi pasien yang memerlukan isolasi perlindungan antara
lain:
1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit)
2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain
3. Pasien dengan kemoterapi
4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll
Prinsip kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan kewaspadaan
standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :

54
1. Ditempatkan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip kewaspadaan standar secara
maksimal
2. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien (untuk
petugas/pengunjung)
3. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2 orang)
4. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa pasien
5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.

KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI


Kontak Droplet Udara / Airborne
Penempatan Tempatkan di ruang rawat Tempatkan pasien Tempatkan pasien di
pasien terpisah / secara kohorting. diruang terpisah /secara ruang terpisah dengan:
Bila tidak mungkin, kohorting, dengan jarak  1. Tekanan negatif
pertimbangkan 1 meter antara TT dan 2. Aliran udara 12xJam
epidemiologi mikrobanya dgn pengunjung. 3. Pengeluaran udara
dan populasi pasien, Pertahankan pintu terfiltrasi sebelum
konsultasikan dengan terbuka, tidak perlu udara mengalir ke
petugas PPI (kategonIB) penanganan lingkungan.
Tempatkan dengan jarak khusus thd udara dan 4. Bila menggunakan
antar TT 1 meter, jaga ventilasi (kategori IB) kohorting (mikroba
tidak ada kontaminasi sama) dengan
silang ke lingkungan dan ventilasi natural, buka
pasien lain (kategori IB) jendela maksimal
agar aliran udara
memadai dari udara
bePuskesmasih ke
kurang
bePuskesmasih
5. Pintu ruang
pasien/kohorting
tertutup.
Jarak antar pasien > 1
meter.Konsultasikan
dengan petugas PPI
untuk menempatkan
pasien bila ruang

55
Kontak Droplet Udara / Airborne
isolasi/kohorting tidak
memungkinkan.
(kategori IB)
Kontak Droplet Udara / Airborne
Transport Batasi kontak antar pasien, Batasi gerak/transportasi Batasi gerak/transportasi
pasien transport pasien hanya bila pasien b/p transport, pasien hanya bila perlu,
perlu. b/p pasien keluar pasien mengenakan pasien mengenakan
ruangan terapkan prinsip masker bedah (kategon masker bedah dan
kewaspadaan kontak untuk IB) dan menerapakan menerapkan hygiene
meminimalkan penularan hygiene respirasi ketika respirasi/etika batuk
(kategori IB) batuk. (kategori IB)
APD petugas Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator partikulat
steril, ganti sarung tangan (melindungi hidung dan (N95/ Kategori-N pada
setelah kontak cairan mulut) bila bekerja dalam efisiensi 95%) dikenakan
tubuh/pindah pasien. radius 1 meter dan saat masuk ruang
Lepaskan sarung tangan pasien/saat kontak erat pasien.
sebelum keluar dari ruang (kategori 1B) Orang yang rentan
pasien ; cuci tangan direkomendasikan tidak
dengan sabun antiseptik masuk ruang pasien
(kategort IB). Gaun Orang yang imun/telah
bePuskesmasih non steril pernah sakit campak/
saat masuk ruang pasien cacar air tidak perlu
masker (kategori IB)
Untuk melindungi kontak Masker bedah/medikal
langsung pasien, untuk pasien
peralatan /permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar pasien, Gaun
cairan tubuh, luka terbuka, Goggle, saat melakukan
dll. tindakan yang
Lepaskan gaun sebelum ke menimbulkan aerosol
luar ruangan, jaga tidak
mengkontaminasi
lingkungan/pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila gaun
permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.

56
Kontak Droplet Udara / Airborne
Peralatan Dedikasikan 1 peralatan Idem Idem
untuk untuk setiap pasien.
perawatan Bila digunakan
pasien bePuskesmasama,
terapkan prinsip
pembePuskesmasihan dan
disinfeksi secara tepat
sebelum digunakan untuk
pasien lain. Peralatan semi
kritikal dilakukan DTT,
peralatan kritikal dilakukan
sterilisasi. (kategori IB)

Kontak Droplet Udara / Airborne


Pengendalian Tidak perlu penanganan Tidak perlu penanganan udara Ruang tekanan
teknikal & ventilasi secara khusus secara khusus negatif dengan
lingkungan ACH 12
AC dengan hepa
filter Aliran udara
pada ventilasi
natural, jendela
dibuka lebar
Pembersihan/usap permukaan Pembersihan/usap Pembesihan/usap
lingkungan dengan permukaan permukaan
menggunakan disinfektan lingkungan dengan lingkungan dengan
menggunakan disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging
Contoh MDRO (MRSA VRE, ESBL) B.pertussis, SARS, M.tbc (obligat
Penyakit/ C. difficile influenza, adenovirus. airborne)
mikroba Norovirus, rotavirus, Legionella rhinovirus Campak, cacar air
(melalui makanan, air, vomitus, N.meningitidis, (kombinasi
feses) Streptococcus grup A, transmisi)
Mycoplasma
pneumonia

Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi


1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan kontak minimal;

57
2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dan seluruh
pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;
3. Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;
4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien);
5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh bahan
infeksius;
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh serta
bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti
sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan
yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan, urineal, dan kontainer pasien yang lain;
8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur;
9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan
didisineksi dengan benar antar pasien;
10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal;
11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk ke ruang isolasi
seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan menerapkan penggunaan APD yang sesuai.

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI


Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang isolasi/kohorting di
ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung. Jumlah petugas yang
merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi
secara ketat dan hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai petunjuk untuk mencegah
transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi, pasien tidak
memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, sengaja mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan
bekerjasama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat
ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut
usia.
Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi, petugas kesehatan perlu
mentaati petunjuk sebagai berikut :
Pesiapan dan pemeliharaan ruang isolasi
- Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan pada pintu
- Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas kesehatan atau pengunjung
yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan tesebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut,
tesedia data yang dibutuhkan.
- Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas kebersihan memakai APD
yang lengkap.

58
- Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus mudah dib ersihkan
dan tidak menahan kotoran tesembunyi atau kondisi basah, baik di dalam maupun sekelilingnya.
- Kumpulkan linen seperlunya.
- Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.
- Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan oleh kaki dalam
ruangan.
- Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
- Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air minum dan cangkir,
tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi berada dalam jangkauan pasien.
- Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien seperti stetoskop,
termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketesediaan, peralatan digunakan untuk pasien
lain maka semua peralatan hendaknya dibesihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan besama.
- Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly, lemari) untuk menyimpan
APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan tesedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap peralatan bekas pakai
yang akan diproses ulang. Peralatan bekas pakai tesebut dibesihkan dan didekontaminasi terlebih
dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim
- Sediakan peralatan kebesihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan di dalam ruangan
pasien, masing-masing spesifik/terpisah
- Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI telah dibesihkan dan
didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan sebagai disinfektan.
- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan kemudian ke dalam
kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke unit pencucian ( laundry) dan tangani
sebagai linen terkontaminasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan. Ketika limbah akan
dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam kantong lain dan kemudian tangani
sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan disinfektan. Kirim
semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci dengan air panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara (tekanan negatif,
aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA, pintu tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan
- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol

59
- Pakai APD
- Masuk ruangan dan tutup pintu
Meninggalkan ruangan
- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan memegang bagian depan
masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan dengan air
mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum meninggalkan ruangan dan
menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang terintegrasi dengan
pengendalian infeksi Puskesmas secara umum dan secara khusus ditujukan untuk mencegah dan
mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara khusus MDR-TB) di Puskesmas (sebagai bagian
kewaspadaan isolasi airborne) melalui tatalaksana administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan
alat pelindung diri (APD).
Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting), edukasi etika batuk
dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja (surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon
karyawan, pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan
meliputi pengkondisian udara melalui pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau campuran) di
fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang penunjang (laboratorium,), area
tunggu maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan perlindungan penggunaan alat
pelindung diri (APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk
petugas).

Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di Puskesmas oleh petugas yang terlatih ( UGD, akses
rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika batuk dan higiene
respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan diagnosis cepat:
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus

60
c. Alur rujukan khusus

4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan Puskesmas melalui mekanisme:


a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik
c. Pasien telah menggunakan masker
5. Waktu kontak di Puskesmas dipesingkat melalui penataan sistem akses pelayanan khusus yang
dipisahkan dari pasien umum.

Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang laboratorium dan lain-lain unit
penunjang ditata dengan prinsip pengendalian transmisi udara;
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik berkesinambungan oleh
Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit Sanitasi.
4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang infeksi airborne.

Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja


1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;
2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI Puskesmas
dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik : sarung tangan bersih, masker,
gaun/apron.
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada petugas,
pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis maupun terapeutik (pada
kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas serta rotasi tempat tugas dilakukan besama
Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Unit K3.
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim klinik
penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus terpisah dan Panduan ini.
(lihat Panduan K3).

61
BAB IV
TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kewaspadaan dan
manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap aktivitas pelayanan terkait, untuk
meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas,
pengunjung dan lingkungan.

A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih:


Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra perlu memperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan terampil dalam
teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya (Kategori I)
b) PePuskesmasonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus mendapat
pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang prosedur pemasangan
kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang potensi komplikasi yang timbul (kategori II)
2. Teknik Pemasangan Kateter:
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak diperlukan
lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan pePuskesmasonil dalam
memberi asuhan pada pasien (Kategori II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar dan tidak
menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik, kateterisasi selang-
seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan
(Kategori III).
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I)
e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II)
3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup:
a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena bekuan
darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi
kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain
dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan rutin
pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit dibuang secara
aseptik (kategori I)
c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II)

62
d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu sendiri
menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
4. Pengambilan Bahan Urine:
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal kateter,
atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tePuskesmasedia dan sebelum urine
diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi
(kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong penampung
secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat menampung urine
(pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
5. Kelancaran Aliran Urine:
a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran secara
sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan
yang direncanakan (kategori II)
b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:
- Pipa jangan tertekuk (kinking).
- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung urine yang
terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari kantong penampung tidak boleh
menyentuh wadah penampung.
- Kateter yang kurang lancar/tePuskesmasumbat harus diirigasi sesuai standar prosedur
operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih, tidak boleh
tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus
Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter dipasang) dengan
larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran kemih (kategori II).
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada indikasi mutlak;
tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu tertentu/secara rutin (kategori II)

BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:


1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter, mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee bag harus
selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag
4. Observasi tanda-tanda infeksi
5. Strick hand hygiene.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.

63
B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan Plebitis
Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter vena
sentral dan kateter vena perifer.
1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV harus dilakukan staf
yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu dilakukan secara periodik, menggunakan metode
simulasi dan audiovisual yang efektif.
2. Indikasi pemasangan IVline hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau untuk
kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi (kategori I).
3. Pemilihan kanula untuk infus primer:
- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya infeksi.
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72 jam
(kategori II).
- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi mekanis
dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan.
4. Kebesihan tangan
a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, insePuskesmasi,
melepaskan atau dressingIV device (kategori I).
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk pemasangan
melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik (kategori I).
5. Pesiapan Pemasangan kateter IV
a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:
- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi untuk pencegahan
kontaminasi blood pathogen.
- Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing.
b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan (lihat SPO
pemasangan kateter IV).
c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara adekuat untuk
menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat insemasi. Gunakan antiseptik
povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau alkohol 70%. (kategori I)
d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi maka
disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal 30 detik sebelum
dilakukan pemasangan kanula (kategori I).
e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan aseptik.
6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV
a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)
b) Tutup daerah insePuskesmasi dengan transparant dressing (kategori I)
c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi insePuskesmasi pada IV perifer
atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal, lokasi dan jam
pemasangan) (kategori I)

64
7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV
a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-tanda
infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan
dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa penutup / transparant dressing dibuka untuk
melihat kemungkinan komplikasi (kategori I).
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam kasa / transparant
dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril (kategori II)
c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%

8. Penggantian Set Infus


a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang dipasang
melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut kanula maka kanula
harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori I).Tidak ada rekomendasi pada
anak tentang hal ini.
b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam, kecuali bila
ada indikasi klinis (kategori I).
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah, atau emulsi
lemak (kategori III).
d) Cairan parenteral
- Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam
- Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12 jam
9. Kanula Sentral
a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada tungkai
bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular (kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan kewaspadaan
standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun khusus, tutup kepala, masker,
sarung tangan steril, kain besar/drape steril). InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di
ruang tindakan.
c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga
menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih diperlukan,
direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru (kategori I).
e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan untuk
pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori I).
f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang kateter pada daerah
insermasi yang sama

65
g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena sentral kecuali rusak
atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral diindikasikan dipertahankan lebih lama, kasa
penutup/dressing harus diperiksa dan diganti setiap 7 hari (kategori II).
10. Panduan Khusus
a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah, cairan
hiperalimentasi secara bersamaan.
b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk mencegah
kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi
sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda infeksi.
d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter.
e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak direkomendasikan. (kategori II)
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :
Jika dari tempat insePuskesmasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau diduga
bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut (kategori I).
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena seperti
tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula.
Cara pengambilan bahan sebagai berikut:
a) Kulit tempat insePuskesmasi dibePuskesmasihkan dan didisinfeksi alkohol 70%, biarkan
sampai kering;
b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk dibiakkkan
dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);
c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral, maka cairan
tersebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol diamankan (kategori I);
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV, cairan harus
dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan nomor lot yang
sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik ( intrinsic contamination), maka secepatnya harus
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.

Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral


- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali karena
kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II).
- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur cairan parenteral
(kategori I).
- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus diperiksa untuk
melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu serta tanggal kadarluasa.
Bila didapatkan keadaan tersebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi

66
Farmasi. Instalasi Farmasi memastikan bahwa produk tersebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan
(kategori I).
- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar ( Laminar flow
hood)(kategori II).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila dipakai bahan
parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah sisa bahan tersebut harus
diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan.
- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu kamar atau dalam
refrigerator)

Central Line Bundle


1. Kebesihan tangan
2. Maximal barrier precaution
3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena sentral pada pasien
dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak dibutuhkan
Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau
selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi aliran darah primer
(bakteriemia).

D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia


1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Memberikan perubahan posisi pada pasien
a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45°
b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian
3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari alkohol
(khlorheksidin 0,2%)
4. Laksanakan kewaspadaan standar
a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah:
• Menyentuh pasien
• Menyentuh darah/cairan tubuh
• Menyentuh alat sistem pernafasan
b. Gunakan sarung tangan besih
• kontak dengan mukosa mulut dan kering
• tindakan pengisapan lendir
• kontak darah dan cairan tubuh
c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan.
d. Pakai masker saat:

67
• intubasi,
• pengisapan lendir,
• pembePuskesmasihan mulut dan hidung.
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.
f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi
• Lakukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi /sterilisasi
• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam kebijakan
Puskesmas tentang pengelolaan alat medis reused
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum digunakan
lagi (sesuai standar CSSD)
• Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.
g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali atas indikasi
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak berfungsi (tidak
ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
i. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan ( water trap)
k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier.
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap
pasien.
n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan dilakukan hanya jika
perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat
dipakai ulang setelah dibilas dan dibersihkan.
o. Intubasi
• Lakukan dengan tehnik aseptik
VAP Bundle
a. Kebesihan tangan
b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi
c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)
d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed System
h. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer
i. Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing

E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi


Pencegahan dekubitus:
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering serta dikaji
terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan,
- Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun pergerakan secara bebas;

68
- Mengurangi tekanan pada tumit;
- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit;
- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.
Penatalaksanaan dekubitus:
- Kaji derajat dekubitus;
- Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;
- Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui surveilans nosokomial dan
entry data infeksi RL 6

69
BAB V
PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG

Panduan PPI untuk Pasien


Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus pada
keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama dengan masyarakat
Puskesmas mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap. Edukasi PPI khususnya
adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu
diedukasikan adalah membatasi barang dari luar Puskesmas yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di
ruangan dan ketertiban jam berkunjung.Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form
Pendidikan Pasien dalam rekam medis.
Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran / poliklinik melalui
program penyuluhan kesehatan masyarakat Puskesmas yang dikoordinasikan Tim PPI Puskesmas melalui
Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah dengan banner, poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk,
pemutaran video edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh
pengunjung Puskesmas dan di area tunggu pasien/pengunjung.

Panduan PPI untuk Pengunjung


Di Rawat Jalan
1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebersihan
tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi pernafasan pada saat
berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati tempat duduk yang telah disediakan
khusus pasien batuk dan menggunakan masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang lainnya saat
menunggu pemeriksaan
4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk
5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebersihan
tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan.

Di Rawat Inap
1. Pengunjung setelah tiba diPuskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebesihan tangan
menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan, sebelum masuk
ruang perawatan
2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan sebaiknya tidak
diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa, direkomendasikan menggunakan masker
dan segera meninggalkan ruangan pasien
3. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Puskesmas

70
4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara bergantian (khususnya di
ruang rawat penyakit infeksi) pada pasien dengan penyakit menular melalui udara:
1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang perawatan
pasien
2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker dan gaun
(jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius apabila
menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius pada pasien dengan Isolasi
Perlindungan
1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang
perawatan pasien
2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker, gaun,
mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius, gaun dan alas
kaki ditempatkan pada tempat yang disediakanInformasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk,
teks berjalan, dll. Bentuk media edukasi disediakan untuk pengunjung Puskesmas, ditempatkan di
tempat / area publik Puskesmas, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Etika batuk dan higiene respirasi;
- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk
- Kebersihan lingkungan
- Ketertiban membuang sampah
- Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu Puskesmas
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat yang dikoordinasikan Tim PPI Puskesmas.

Suranadi, 8 Januari 2019


Pemimpin UPT BLUD Puskesmas Suranadi,

H. NASRI, SKM
Penata Tk.I (III/d)
NIP. 19691231 199603 1 022

71

Anda mungkin juga menyukai