Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di UPTD Puskesmas Pulokulon II. Pedoman ini kami susun sebagai salah satu
upaya untuk memberikan acuan dan kemudahan dalam melakukan upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di UPTD Puskesmas Pulokulon II.
Pembuktian pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan melalui dokumentasi dan
penelusuran, karena pada prinsipnya seluruh kegiatan harus tertulis dan apa yang
tertulis harus dikerjakan dengan sesuai. Pedoman in beisi acuan yang dapat digunakan
dalam upaya tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi UPTD Puskesmas
Pulokulon II.
Pada kesempatan ini perkenankan saya untuk menyampaikan ucapan terima
kasih dan apresiasi kepada semua karyawan yang telah terlibat dalam proses
penyusunan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD Puskesmas
Pulokulon II.
Semoga dengan digunakannya Pedoman Ini dapat mempermudah Petugas
dalam melaksanakan tindakan penanganan pasien kregawat daruratan di UPTD
Puskesmas Pulokulon II.

1
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2
Bab I. Pendahuluan ............................................................................................. 3
A. Latar Belakang ..................................................................................... 3
B. Tujuan, Sasaran dan Ruang Lingkup .................................................. 4
C. Landasan Hukum.................................................................................. 5
D. Pengertian ............................................................................................ 6
Bab II. STANDART KETENAGAAN..................................................................... 9
Kualifikasi Sumber daya manusia dan pelayanan Klinis........................... 9
Bab III. STANDART FASILITAS....................................................…………….... 13
A. Denah Ruang Tindakan Kegawat daruratan........................................ 13
B.Standart Fasilitas................................................................................... 13
Bab.IV.TATA LAKSANA PELAYANAN................................................................ 14
Bab.V.LOGISTIK................................................................................................ 20
Bab.VI.KESELAMATAN PASIEN...................................................................... 21
Bab.VII.KESELAMATAN KERJA....................................................................... 30
Bab.VIII.PENGENDALIAN MUTU...................................................................... 32
Bab.IX.PENUTUP............................................................................................... 33

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tanggal 21 Oktober 2015 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mengeluarkan resolusi baru tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/
Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh 193 negara untuk
menjadi acuan pembangunan secara universal hingga tahun 2030. SDGs
dimaksudkan untuk menyikapi perubahan situasi dunia yang semakin kompleks
dan dinamis, menggantikan program Millennium Development Goals
(MDGs) yang telah berakhir pada tahun 2015. Terdapat 17 tujuan dan 169
sasaran pembangunan yang tercantum dalam SDGs dimaksud. Pembangunan
Kesehatan merupakan penjabaran tujuan 3 dari SDGs, mengamanatkan bahwa
untuk menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi
semua di segala usia maka setiap negara harus mewujudkan cakupan
pelayanan kesehatan universal/ Universal Health Coverage (UHC), ada
jaminan terhadap risiko pembiayaan, tersedianya akses untuk pelayanan
esensial yang bermutu, aman, efektif, dan terjangkau termasuk obat esensial
dan vaksin..
Prinsip penerapan PPI di fasiltas pelayanan kesehatan berlaku sama,
namun karena adanya perbedaan ketersediaan sumber daya manusia,
kompetensi dan kewenangan, ketersediaan alat kesehatan, sarana, prasarana,
pembiayaan, lingkungan, sasaran maupun pelaksanaan kegiatan maka
penatalaksanaannya perlu penyesuaian. Oleh karena itu dalam Pedoman
Teknis PPI ini, aspek tersebut akan dibahas secara detail agar dapat menjadi
acuan bagi FKTP, khususnya Puskesmas yang pelayanannya bukan
hanya dalam fasiltas kesehatan (dalam gedung) tetapi juga memberikan
pelayanan di luar fasilitas kesehatan (luar gedung) atau langsung di
masyarakat.

B. TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP


1. TUJUAN
Umum :
Tersedianya acuan bagi FKTP dalam menerapkan Pencegahan dan
Pengendalian lnfeksi di pelayanan kesehatan dasar.
Khusus:
a. Tersedianya Pedoman Teknik Penerapan Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi di
FKTP

3
b. Tersedianya kebijakan dan sumber daya yang mendukung penerapan PPI di FKTP

2. SASARAN
Sasaran Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi di FKTP
ini, adalah para pelaku kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama, yakni:
a. Pusat Kesehatan Masyarakat dan jaringannya.
b. Klinik pratama.
c. Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi
d. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota.
e. Pelayanan kesehatan dasar lainnya.

3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP
ini meliputi:
a. Kewaspadaan isolasi (kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi).
b. Pencegahan dan pengendalian infeksi dengan bundles.
c. Penerapan PPI pada pelayanan di dalam dan di luar gedung baik yang
bersifat UKP maupun UKM.
d. Pendidikan dan pelatihan.
e. Penggunaan antimikroba yang bijak.
f. Surveilans PPI.
g. Penyakit lnfeksi Emerging danpenanggulangan KLB.
h. Monitoring, Audit, ICRA dan pelaporan.Manajemen Sumber Daya PPI di FKTP.
Di Puskesmas, pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan perseorangan
(UKP) yang dilaksanakan di dalam maupun di luar fasilitas pelayanan kesehatan
serta kegiatan yang bersifat pelayanan kesehatan masyarakat (UKM) yang dapat
dilaksanakan di luar maupun di dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk
mencegah atau memutus mata rantai penularan suatu penyakit infeksi tidaklah cukup
jika hanya dilakukan dari sisi petugas, tetapi harus melibatkan pasien sasaran atau
masyarakat yang dilayani. Sasaran pelayanan perlu edukasi tentang apa yang harus
dilakukan sebelum atau saat bertemu dengan petugas kesehatan baik di fasilitas
kesehatan maupun saat di lapangan, termasuk saat kembali dirumah

C. DASAR HUKUM
Landasan hukum yang dijadikan acuan dalam penyusunan buku
Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi di FKTP ini, sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga Kesehatan.
4. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.

4
5. Undang-Undang No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 7 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No.9 Tahun 2014 tentang Klinik
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 tahun 2015 tentang Program
PengendalianResistensi Antimikroba di R
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang Standar
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri dokter dan
dokter gigi.
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 tahun 2015
tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 tahun 2016 tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.

D. PENGERTIAN
1. Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. lnfeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
3. Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi
yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
4. Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah
dari satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
5. lnfeksi terkait pelayanan kesehatan/ Healthcare Associated Infections
yang selanjutnya disingkat HAis adalah infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan
tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.

5
6. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah sarana (tempat dan/ataualat) yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
7. Bundles adalah merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran poses pelayanan kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten.
8. Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik.
9. Disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki
kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung
namun tidak memiliki penetrasi sehingga tidak mampu membunuh
mirkoorganisme yang terdapat di dalam celah atau cemaran mineral.
10. Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup
seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa.
11. Surveilans adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan yang yang
dilakukan secara terus menerus, komprehensif dan dinamis berupa
perencanaan, pengumpulan data, analisis, interprestasi, komunikasi dan
evaluasi darikejadian infeksi yang dilaporkan secara berkala kepada pihak
yang berkepentingan berfokus pada strategi pencegahan dan
pengendalian infeksi.
12. Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah penilaian risiko
pengendalian infeksi yang merupakan proses multidisiplin yang berfokus
pada pengurangan risiko dari infeksi ke pasien, perencanaan fasilitas,
desain, dan konstruksi kegiatan.
13. .Audit adalah suatu rangkaian kegiatan untuk membandingkan antara
praktik aktual terhadap standar, pedoman yang ada dengan
mengumpulkan data, informasi secara objektif termasuk membuat laporan
hasil audit.
14. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
15. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat.

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia pelayanan klinis


Pengorganisasian

a) Strukur dan Tim PPI


Agar program PPI dapat berjalan sesuai dengan tujuan maka perlu
ditetapkan tim PPI atau Koordinator PPI yang merupakan bagian dari
struktur organisasi di FKTP dengan tugas, fungsi, kewenangan dan
peran yang jelas. Struktur organisasi tim PPI disesuaikan dengan
kebutuhan, beban kerja dan SOM yang dimiliki.
Koordinator PPI dapat bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
fasilitas kesehatan atau melalui penanggung jawab mutu
b) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan memiliki tugas dan fungsi
serta kewenangan, sebagai berikut:
1) Membentuk Tim PPI atau Koordinator PPI dengan Surat
Keputusan.

2) Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap


penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan
4) Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian
infeksi berdasarkan saran dari Tim PPI atau koordinator PPI
6) Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang
rasional dan disinfektan dirumah sakit berdasarkan saran dari Tim
PPI atau Koordinator PPI
7) Dapat menutup suatu unit pelayanan atau fasilitas pelayanan
kesehatan yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk
beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan saran dari Tim PPI
atau koordinator PPI
8) Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) PPI
9) Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, terutama bagi petugas yang berisiko
tertular infeksi sesuai dengan peraturan dan perundang undangan
yang berlaku.
7
c) Tim PPI atau Koordinator PPI yang telah ditetapkan memilikitugasdan
fungsi serta kewenangan, sebagai berikut:
1) Menyusun serta mengevaluasi kebijakan PPI.
2) Menyusun perencanaan program PPI (lima tahunan dan
tahunan).
3) Membuat pedoman dan SOP terkait dengan PPL
4) Melaksanakan sosialisasi kebijakan, program, pedoman dan
SOP.
5) Melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa HAis dan
infeksi bersumber masyarakat.
6) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara
pencegahan dan pengendalian infeksi.
7) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan di FKTP dalam
PPI.
8) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan
prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan.
9) Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SOM) di
FKTP terkait PPL
10)Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan
11)Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan dan
pengendalian infeksi, antara lain:
12)Dokter/dokter gigi, apoteker (petugas obat) dalam
penggunaan antimikroba yang bijak di FKTP.
13)Tim mutu dan keselamatan pasien dalam menyusun
kebijakan Keselamatan Pasien.
14)Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk menyusun
kebijakan.Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara
periodik mengkaji kembali rencana program dan kegiatan PPI apakah
telah sesuai kebijakan manajemen di FKTP-nya.
15)Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan
prinsip PPI.
16)Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan
karena potensial menyebarkan infeksi.
17) Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang
menyimpang dari standar prosedur/monitoring surveilans proses
18) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksi bila ada KLB di FKTP.
19)Melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan PPI

8
d) Tim PPI atau Koordinator PPI yang telah ditetapkan memiliki
tanggung Jawab, sebagai berikut:
(1) Terselenggaranya dan evaluasi program PPI.
(2) Penyusunan rencana strategis program PPI.
(3) Penyusunan pedoman PPI.
(4) Tersedianya SOP PPI.
(5) Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
(6) Memberikan kajian KLB infeksi di FKTP.
(7) Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI.
(8) Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian
risiko infeksi.
(9) Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait dengan

PPI.
(10)Terselenggaranya pertemuan berkala.
(11) Melaporkan kegiatan Tim PPI kepada Kepala FKTP.

e) Anggota TIM PPI yang telah ditetapkan memiliki tugas


dan tanggung jawab, sebagai berikut:
(1) Bersama ketua tim melaksanakan program PPI.
(2) Berkoordinasi dengan unit dan petugas lain dalam penerapan
PPI.
(3) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam
penerapan PPI.

(4) Membantu semua petugas untuk memahami PPI.


(5) Memberikan masukan terhadap pedoman maupun
kebijakan terkait PPI.
(6) Melaksanakan tugas lain yang diberikan Ketua Tim PPI.

f) Persyaratan bagi Koordinator atau Ketua TIM PPI:


(1) Pendidikan Dokter, Dokter Gigi, atau Perawat/Bidan minimal
pendidikan Diploma Ill.
(2) Memiliki pengalaman kerja minimal 2 (dua) tahun di FKTP
(3) Wajib mengikuti minimal pelatihan PPI dasar (memiliki sertifikat
yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan)
(4) Mengembangkan diri dengan mengikuti workshop,
seminar, lokakarya dan sejenisnya.
(5) Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan.
g) Anggota tim PPI

9
(1) Pendidikan Minimal D Ill Bidang Kesehatan
(2) Diutamakan pernah mengikuti pelatihan dasar PPI, workshop, in
house training.

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang PPI

MEJA KOMPOR WASTAFEL


PINTU

PINTU MASUK PPI

KULKAS STERILISATOR LEMARI

B. Standar Fasilitas
Fasilitas dan sarana
Ruang PPI terdapat 1 ruangan yang memiliki wastafel untuk pencucian alat .
Pelaksanaan pembersihan alat dilakukan di dalam ruangan PPI. Disamping itu pada
ruangan PPI sudah dilengkapi dengan lemari tempat APD,kulkas dan meja untuk
tempat kompor.

BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

PENERAPAN PPI PADA PELAYANAN DI DALAM FASILITAS KESEHATAN


YANG BERSIFAT UKP DAN/ATAU UKM.

1. PPI PADA PELAYANAN PENDAFTARAN DAN REKAM MEOIS

10
a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan pendaftaran dimaksudkan agar
pengelolaan proses pendaftaran yang meliputi penerimaan,
penapisan dan penulisan identitas, penyediaan kartu berobat, kartu
pemeriksaan atau rekam medis untuk keperluan berobat atau
konsultasi kesehatan yang sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.

b) Ruang lingkup pelayanan:


(1) Penerimaan, penapisan dan pencatatan identitas dalam kartu
berobat.
(2) Penyerahan kartu berobat (dan nomor antrian).
(3) Penyiapan rekam medis.
(4) Penyerahan rekam medis oleh petugas ke ruang pemeriksaan
atau pelayanan.
(5) Pengembalian rekam medis dari ruang pelayanan, pemeriksaan
kelengkapan dokumen dan penyimpanan kembali.
2. PPI PADA PELAYANAN PEMERIKSAAN UMUM
a) Maksud
Penerapan PPI pada pemeriksaan umum dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan pemeriksaan kesehatan yang bersifat
perseorangan yang mencakup pelayanan kuratif, dan atau tanpa
meninggalkan pelayanan promotif dan preventif yang sesuai
dengan prinsip dan prosedur PPL
b) Ruang lingkup pelayanan:
(1) Pemeriksaan awal pasien oleh petugas
(2) Pemeriksaan oleh dokter atau petugas kesehatan

3. PPI PADA PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT


a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut dimaksudkan
agar pengelolaan pelayanan pada semua tindakan atau manipulasi yang
berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan oleh FKTP
sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
b) Ruang lingkup pelayanan
(1) Pemeriksaan

(2) Penambalan gigi

(3) Pencabutan gigi

(4) Perawatan gigi dan mulut

(5) Pembersihan karang (Sea/ling)

4. PPI PADA PELAYANAN GAWAT DARURAT


a) Maksud

11
Penerapan PPI pada pelayanan kesehatan yang dilakukan di unit gawat
darurat dimaksudkan agar pengelolaan penyelamatan nyawa pasien,
mencakup pra-fasilitas, triase, resusitasi, stabilisasi awal dan evaluasi serta
rujukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
b) Ruang lingkup pelayanan
(1) Pra-fasilitas
(2) Triase
(3) Resusitasi
(4) Stabilisasi
(5) Rujukan (jika ada indikasi)

5.PPI PADA PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA


a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan kesehatan keluarga dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan kesehatan keluarga sesuai siklus kehidupan yang
dilakukan di FKTP yang sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
b) Ruang lingkup pelayanan:
(1) Kesehatan lbu
(2) Bayi dan balita
(3) Usia sekolah dan remaja (4)
Kesehatan usia reproduksi (5)
Usila

6. PPI PADA PELAYANAN PERSALINAN NORMAL DAN


PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR
(PONED).
a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan persalinan normal dan pada
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
di FKTP dimaksudkan agar pelayanan persalinan normal dan
PONED sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.

b) Ruang Lingkup Pelayanan


(1) Persalinan normal.
(2) Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED).
(3) Pemulangan atau rujukan.
7. PPI PADA PELAYANAN GIZI
a) Maksud

12
Penerapan PPI pada program dan pelayanan gizi agar
sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
Catatan: pengelolaan program dan pelayanan gizi di FKTP
tetap merujuk pada Pedoman dan peraturan yang berlaku.
b) Ruang lingkup pelayanan
(1) Pelayanan gizi di dalam fasilitas
kesehatan:
• Pelayanan gizi rawat jalan yang meliputi pengkajian
gizi, penentuan diagnosis gizi, lntervensi gizi, monitoring
dan evaluasi asuhan gizi.
• Intervensi gizi pada pelayanan gizi rawat inap
meliputi penyelenggaraan makan pasien, pemantauaan
asupan makanan, konseling gizi dan pergantian jenis
diet apabila diperlukan serta monitoring dan evauasi
asupan gizi.
(2) Program gizi di luar fasilitas pelayan
kesehatan.
• Pendidikan gizi masyarakat
• Penanggulangan kurang energi protein, anemia
gizi, kekurangan vitamin A.
• Pemangangguan tumbuh kembang.
• Surveilans gizi
• Pemberdayaan gizi masyarakat keluarga dan
masyarakat.
8. PENERAPAN PPI PADA PELAYANAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) yang diberikan oleh FKTP dimaksudkan agar
pelayanannya sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
b) Ruang lingkup pelayanan
(1) Penapisan kasus risiko tinggi Penya kit Tidak Menular
(PTM)
(2) Pemeriksaan dan penanganan penyakit menular
9. PPI PADA PELAYANAN KEFARMASIAN

a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan kefarmasian dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan kefarmasian sesuai dengan prinsip dan
prosedur PPI.

b) Ruang Lingkup pelayanan

13
(1) Penerimaan resep
(2) Penyiapan obat (termasuk
peracikan)
(3) Pengemasan dan pemberian etiket obat yang
sesuai
(4) Penyerahan disertai pemberian informasi
obat
(5) Pelayanan lnformasi Obat (PIO)
(6) Konseling (terkait penggunaan obat)
(7) Visite (terkait penggunaan obat, pada FKTP yang
mempunyai kegiatan ini)
10. PPI PADA PELAYANAN LABORATORIUM

a) Maksud
Penerapan PPI pada pelayanan laboratorium dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan laboratorium klinik yang ada di FKTP
untuk melakukan pemeriksaan spesimen klinik untuk
menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit,
dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan sesuai prinsip
dan prosedur PPI.

b) Ruang lingkup pelayanan


(1) Penerimaan permintaan pemeriksaan
laboratorium.
(2) Persiapan dan pengambilan specimen atau
sediaan laboratorium

11. PPI PA0A PELAYANAN KONSELING (SEPERTI


KESLING,GIZI,
PKPR)

a) Maksud
Penerapan PPI pada kegiatan konseling dimaksudkan agar
pelaksanaan kegiatan konseling yang dilakukan di dalam fasilitas
pelayanan kesehatan oleh FKTP kepada sasaran agar sesuai
prinsip dan prosedur PPI.
b) Ruang lingkup kegiatan
(1) Konseling Kesehatan lingkungan: penyakit - penyakit
berbasis lingkungan.
(2) Konseling Gizi: konseling pada ibu hamil KEK, Anemia,
anak
balita kurang gizi, BGM, stunting, diet pada pasien
dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan OM.

14
BAB V
LOGISTIK

Untuk menunjang terselenggaranya pelayanan klinis yang bermutu, maka perlu


didukung oleh penyediaan logistik yang memadai dan optimal, melalui perencanaan
yang baik dan berdasarkan kebutuhan pasien dan usulan petugas yang menangani
pencegahan dan pengendalian infeksi atas dasar kebutuhan pasien dan demi

15
kelancaran dari Penanganan pencegahan dan pengendalian infeksi. Ketersediaan
logistik harus dijamin kecukupannya dan pemeliharaan yang sudah dianggarkan dan
dijadwalkan. Pengadaan alat dan bahan dalam pelaksanaan upaya klinis Puskesmas
diselenggarakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dalam pengadaan logistik untuk penanganan pencegahan dan pengendalian
infeksi.petugas melakukan usulan kepada koordinator PPI untuk disampaikan pada
pimpinan Puskesmas dalam rangka mendapatkan persetujuan. Sumber dana untuk
pembelian logistik berasal dari BLUD Puskesmas Pulokulon II.

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu:


1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat

16
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
5. Pengurangan terjadinya resiko infeksi di Puskesmas
6. Tidak Terjadinya pasien jatuh
Upaya Puskesmas untuk mencapai enam sasaran keselamatan pasien tersebut
adalah :
1. Melakukan identifikasi pasien dengan benar
Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah:
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti nama pasien
dan tanggal lahir pasien, tidak termasuk nomor dan lokasi kamar.
b. Pasien diidentifikasi sebelum  melakukan pemberian obat atau tindakan
lainnya.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen lain untuk
keperluan pemeriksaan.
d. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur lainnya.
Prosedur dalam identifikasi pasien :
1. Petugas Puskesmas mengidentifikasi pasien dilakukan mulai saat pasien
mendaftar, memperoleh pelayanan sampai pasien pulang terutama pasien
anak dan bayi,
2. Petugas Puskesmas mengawali dengan memperkenalkan diri pada pasien,
3. Petugas Puskesmas menanyakan data pasien meliputi: nama lengkap pasien,
umur/tanggal lahir dan pernah di rawat di Puskesmas Pulokulon II untuk
pencarian nomor rekam medis yang lama (Jangan menyebutkan nama atau
menanyakan apakah nama pasien sudah benar, Sebaliknya, minta
pasien untuk menyebutkan namanya)
4. Setiap sebelum memberikan pelayanan pasien, petugas harus melakukan
identifikasi pasien,
5. Petugas Puskesmas menggunakan komunikasi aktif (berupa pertanyaan
terbuka) dalam mengidentifikasi pasien ,
6. Petugas Puskesmas memberikan pertanyaan terbuka menanyakan tanggal
lahir pasien/ umur ; “Kapan tanggal lahir/ umur Bapak / Ibu?”
7. Saat pasien menyebutkan tanggal lahirnya, Petugas Puskesmas
mencocokkan dengan KTP.
8. Petugas Puskesmas dapat melanjutkan pelayanan medis yang akan
diberikannya bila kedua identitas yang disebutkan pasien telah sesuai dengan
yang tercantum dalam gelang identitas,
9. Petugas Puskesmas melakukan konfirmasi dengan keluarga bila salah satu
identitas yang disebutkan pasien tidak sesuai dengan yang tercantum dalam
gelang identitas,
10. Petugas Puskesmas menjelaskan kepada pasien mengenai pelayanan medis
yang akan diberikannya.
11. Pada kondisi pasien yang tidak dapat berkomunikasi mis pada pasien tidak
sadar , tidak dapat berkomunikasi karena terhalang masalah bahasa dan

17
tidak ada penterjemah, karena usia (bayi), gangguan kognitif (dementia atau
kelainan mental), Identifikasi dilakukan dengan memeriksa Nama lengkap
pasien dan Identitas lain (seperti tanggal lahir, KTP),
12. Dalam mengidentifikasi bayi baru lahir petugas Puskesmas memberikan
gelang identitas bayi lahir dengan memberikan nama lengkap ibu (Contoh: By
Ny. Ana Suryana) dan nomor rekam medis ibu. Dalam waktu 24 jam pada
gelang identitas bayi ditambahkan nomor rekam medis bayi dan dibuatkan
rekam medik baru dan terpisah dari ibu,
13. Petugas Puskesmas memberikan gelang identitas sesuai waktu bayi lahir
dengan memberikan nama ibu dan nomor rekam medis ibu ditambah nomor
urut kelahiran (Contoh: By Ny. Ana Suryana 1, By. Ny Ana Suryana 2) untuk
mengidentifikasi bayi kembar baru lahir,
14. Koordinator ruang Persalinan melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan identifikasi pasien di tiap-tiap unit masing-masing,

2. Meningkatkan komunikasi effektif


Prosedurnya adalah :
Metode Komunikasi Verbal
1. Petugas melaporkan kondisi pasien/ hasil test laboratorium yang kritis kepada
Dokter penaggungjawab menggunakan teknik Komunikasi SBAR (Situation
- Background – Assessment – Recommendation),
2. Dokter memberi instruksi verbal kepada maka Petugas,
3. Petugas menerapkan write down read back/ TBaK  Tulis Baca Kembali,
4. Petugas yang menerima instruksi per telepon/ lisan/ hasil test laboratorium
yang kritis menuliskan/ Tulis (write down) pesan yang disampaikan pengirim
di catatan terintegrasi,
5. Petugas yang menerima instruksi secara verbal / lisan bertanggung jawab
untuk mencatat instruksi tersebut pada lembar catatan terintegrasi di status
rekam medis pasien meliputi :
a. Tanggal dan jam pesan diterima.
b. Dosis yang akan diberikan dan waktu pemberian harus spesifik untuk
menghindari kesalahan penafsiran.
6. Petugas membacakan kembali /BaK (read back) kepada pengirim pesan per
telepon/ lisan untuk konfirmasi kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk
nama pasien, tanggal lahir dan diagnosis.setelah dituliskan, pesan/ hasil test
laboratorium yang kritis ,
7. Petugas menulis nama dokter yang memberikan pesan,
8. Petugas menulis nama dan tanda tangan sebagai tanda yang menerima
pesan,

18
9. Petugas memverifikasi dokter pengirim pesan dengan menandatangani
catatan pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda persetujuan dalam
waktu 1 x 24 jam.
Metode Komunikasi Tertulis:
10. Dokter menuliskan instruksi harus dilakukan secara lengkap dapat terbaca
dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan verifikasi,

11. Dokter menuliskan harus menuliskan nama lengkap dan tanda tangan
penulis, serta tanggal dan waktu penulisan instruksi setiap penulisan instruksi,
12. Dalam menuliskan instruksi dokter hendaknya menghindari penggunaan
singkatan, akronim, dan simbol yang berpotensi menimbulkan masalah dalam
penulisan instruksi dan dokumentasi medis (misalnya catatan lanjutan
keperawatan, anamnesis, pemeriksaan fisis, pengkajian awal keperawatan,),
13. Koordinator Ruang Persalinan melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan komunikasi effektif di tiap-tiap unit masing-masing,
14. Koordinator Ruang Persalianan merencanakan tindak lanjut jika pelaksanaan
tidak sesuai dengan tujuan.
3. Penerapan 7 benar dalam menunjang medication safety

Prosedur

a. Benar Pasien:
1. Petugas menggunakan minimal 2 identitas pasien dalam mengidentifikasi
pasien,
2. Petugas mencocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi
tertulis,
3. Petugas menganamnesis riwayat alergi pasien,
4. Petugas menganamnesis kehamilan/ menyusui,
5. Petugas menganamnesis lengkap riwayat obat/ penggunaan obat saat ini
dan membuat daftar obat- obat tersebut,
6. Petugas membandingkan pemberian obat saat ini dengan daftar obat yang
digunakan pasien di rumah (termasuk kelalaian, duplikasi, penyesuaian,
kehilangan/ menghilangkan, interaksi, atau tambahan obat).
7. Petugas mengidentifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan
kewaspadaan tinggi dilakukan oleh dua orang yang kompeten  double
check.

b. Benar Obat

19
1. Petugas memberi label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat,
baskom obat), dan larutan lain.
2. Petugas menuliskan pada label nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas,
pengenceran dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak
digunakan dalam 24 jam dan tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam.
3. Petugas melakukan verifikasi semua obat dan larutan minimal 2 orang secara
verbal dan visual jika orang yang menyiapkan obat bukan yang memberikannya
ke pasien,
4. Petugas melakukan pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat
disiapkan jika tidak segera diberikan,
5. Petugas memberi label pada syringes setelah obat disiapkan/diisi ( jangan pada
saat syringe masih kosong)
6. Petugas menyiapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya
untuk satu obat atau larutan pada satu saat,
7. Petugas membuang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya,
8. Saat pergantian tugas/ jaga, petugas mereview semua obat dan larutan oleh
petugas lama dan petugas baru secara bersama,
9. Petugas mengubah daftar obat/ kardeks jika terdapat perubahan obat,
10. Dua petugas yang berkompeten mengecek kebenaran jenis obat yang perlu
kewaspadaan tinggi ,
c. Benar Dosis
1. Dua orang yang berkompeten mengngecek dan menghitung (double
cek) jika ada untuk dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan
kewaspadaan tinggi,
2. Petugas mengkonsultasikan dengan dokter yang menuliskan resep jika
ragu,.
3. Petugas saat menyiapkan obat berkonsentrasi penuh untuk menghindari
gangguan.

d. Benar Waktu
1. Petugas memberikan obat dan menginformasikan sesuai waktu yang ditentukan:
 sebelum makan, setelah makan, saat makan.
 Perhatikan waktu pemberian:
 3 x sehari  tiap 8 jam.
 2 x sehari  tiap 12 jam. Sehari sekali  tiap 24 jam. Selang sehari 
tiap 48 jam
2. Petugas memberikan obat dengan segera setelah diinstruksikan oleh dokter,
3. Petugas meneliti dengan benar bahwa obat belum memasuki masa kadaluarsa.

e. Benar Cara/ Route Pemberian


1. Petugas memberikan obat sesuai dengan cara pemberian obat, bentuk dan jenis
obat :

20
 Slow-Release tidak boleh digerus
 Enteric coated tidak boleh digerus.
 Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/
sirup,
2. Petugas dalam memberikan obat obat sedapat mungkin berjarak dan jadwal
pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
f. Benar Dokumentasi
1. Petugas mendokumentasikan setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah
mendapat obat,
2. Petugas langsung menuliskan bukti nama dan tanda tangan/ paraf setelah
memberikan obat pada dokumen rekam medik,
3. Petugas/ dokter menuliskan nama dan paraf jika ada perubahan jenis/ dosis/
jadwal/ cara pemberian obat
4. Dokter memberikan coretan dan terakhir garis( ujungnya) diberi paraf jika
penulisan resep salah,
Contoh:
Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd  Lasix inj, 1 x 40 mg iv.

5. Petugas mendokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek


Samping Obat (ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden
+ Formulir Pelaporan Efek Samping Obat
6. Petugas melaporkan Insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasien di Unit
Pelayanan Jaminan Mutu. Pelaporan Efek Samping Obat dikirim ke Komite
Farmasi dan Terapi,
7. Petugas mendokumentasikan KNC terkait pengobatan, :
 Format Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
 Dokumentasikan Kejadian Tidak Diharapkan
 Format Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
g. Benar Informasi
1. Petugas mengkomunikasikan semua rencana tindakan/ pengobatan harus
dikomunikasikan pada pasien & atau keluarganya,
2. Petugas menjelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar,
3. Petugas menjelaskan efek samping yang mungkin timbul.
4. Petugas mengkomunikasikan rencana lama terapi pada pasien,

5. Pengkajian resep obat


Prosedur :
A. Pengkajian resep dari aspek administratif dan farmasetik :

21
1. Petugas memeriksa identitas pasien: nama pasien, nomor rekam medis,
penjamin, ruang rawat, berat badan (terutama pada pasien pediatri),
2. Petugas memeriksa kelengkapan resep: diagnosis, nama dokter yang
merawat, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, dan aturan pakai,
3. Jika tertera pada aturan pakai “p.r.n” (“pro re nata” atau jika perlu), maka
petugas mengkonfirmasi ke dokter yang bersangkutan untuk mengetahui
dosis maksimal sehari sehingga etiket bisa dilengkapi dan diketahui
jumlah obat yang dibutuhkan,
4. Petugas memeriksa adanya masalah lain seperti masalah keuangan atau
kelengkapan persyaratan resep jaminan,
5. Petugas memeriksa adanya kesesuaian dengan pedoman
pelayanan/peraturan yang berlaku,

B. Pengkajian dari aspek klinik


1. Petugas memeriksa ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat,
terutama untuk pasien pediatri dan geriatric,
2. Petugas memeriksa adanya duplikasi obat,
3. Petugas memeriksa adanya alergi pada pasien disesuaikan dengan rekam
medic,
4. Petugas memeriksa adanya interaksi obat,
5. Petugas memeriksa adanya kontraindikasi,
6. Petugas mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan resep/
instruksi pengobatan,
C. Penanganan Resep yang Bermasalah
1. Apoteker/ asisten apoteker menghubungi dokter penulis resep/ perawat sesuai
dengan instruksi Kerja Penanganan Resep Tidak Jelas ,
2. Dokter / perawat mencoret tulisan yang tidak jelas tersebut dan menulis
perbaikan di atas coretan kemudian membubuhkan parafdan tidak boleh
menindih dengan tulisan yang baru,
3. Jika dokter tidak dapat datang untuk memperbaiki resep apoteker/asisten
apoteker/ perawat dapat mengubah resep dokter dengan memberi catatan
nama dokter dan waktu (tanggal dan jam) dilakukannya konfirmasi,
4. Jika dalam menulis resep dokter/ perawat terdapat lebih dari 2 (dua) coretan
maka harus diganti dengan lembar resep baru,
5. Jika dokter / perawat dalam menulis tanggal pada resep harus diganti dengan
resep baru.
6. Melakukan tindakan skin test sebelum memberikan injeksi antibiotik
Prosedur :
1) Dokter mencatat terapi obat injeksi di dalam rekam medis
2) Petugas selalu melakukan skin test dengan memasukkan obat yang akan
diberikan secara intra kutan
3) Petugas mengecek hasil test setelah 3-5 menit

22
4) Jika terdapat tanda – tanda alergi misal durasi membesar, kemerahan dan
pasien merasakan gatal disekeliling tempat suntikan, maka dinyatakan hasil
skin test positif
5) Jika tanda-tanda di atas tidak ada, maka dinyatakan negatif dan obat bisa
diberikan melalui intra vena.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

23
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh pasien
dan keluarga pasien maka tuntutan pengelolaan program Keselamatan Kerja di
program pencegahan dan pengendalian infeksi semakin tinggi, karena Sumber Daya
Manusia (SDM) puskesmas, pengunjung/pengantar pasien, pasien sekitar puskesmas
ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana
dan prasarana yang ada di puskesmas yang tidak memenuhi standar.
Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal
165 :”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”.
Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di puskesmas mempunyai
kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui
upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Puskesmas harus menjamin
kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja
maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di puskesmas.
Program keselamatan kerja PPI merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
mutu pelayanan puskesmas, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi
SDM puskesmas, pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar.
Tujuan umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM puskesmas,
aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan
lingkungan sekitar sehingga proses pelayanan puskesmas berjalan baik dan lancar.

Tujuan khusus
a. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK (Penyakit Akibat Kerja) dan
KAK (Kecelakaan Akibat Kerja).

24
b. Peningkatan mutu, citra dan PPI Puskesmas Pulokulon II.
Alat Keselamatan Kerja
1. Pemadam kebakaran (hidrant)
2. APD (alat Pelindung Diri)
3. Peralatan pembersih
4. Obat-obatan
5. Kapas
6. Plaster pembalut
7. Pembersih tangan di depan tiap-tiap ruangan pasien.

Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk
memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja,
b. Pakailah APD saat bekerja,
c. Orientasi pada petugas baru,
d. Melakukan audit permasalahan yang ada di PPI,
e. Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam kebakaran,
f. Harus mengetahui cara mencuci tangan dengan benar,
g. Buanglah sampah pada tempatnya,
h. Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik,
i. Dilarang merokok.

25
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu   (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu


sistem kegiatan  teknis yang bersifat rutin yang dirancang  untuk mengukur dan menilai
mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan.  Pengendalian mutu pada
pelayanan klinis diperlukan agar produk layanan klinis terjaga kualitasnya sehingga
memuaskan masyarakat sebagai pelanggan.
Ishikawa (1995) menyatakan bahwa pengendalian mutu adalah pelaksanaan
langkah-langkah yang telah direncanakan secara terkendali agar semuanya
berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang direncanakan dapat
tercapai dan terjamin. Dalam pengertian Ishikawa tersirat pula bahwa pengendalian
mutu itu dilakukan dengan orientasi pada kepuasan konsumen. Dalam bahasa layanan
kesehatan keseluruhan proses yang diselenggarakan oleh puskesmas ditujukan pada
pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen.
Pada program PPI Puskesmas Pulokulon II selalu dilakukan rapat intern setiap
bulan untuk membahas program yang sudah dilakukan dalam bulan tersebut. Jika ada
permasalahan diselesaikan dalam rapat intern untuk segera diputuskan rencana tindak
lanjutnya. Rencana tindak lanjut yang dirumuskan dikonsultasikan pada
penanaggungjawab PPI untuk disetujui oleh kepala Puskesmas Pulokulon II.

26
BAB IX
PENUTUP

Penanggung jawab penyelenggaraan pelayanan Kegaeat daruratan di UGD


Puskesmas Pulokulon II adalah Kepala Puskesmas Pulokulon II. Sedangkan
penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di
wilayah Kabupaten Grobogan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan.
Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas kesehatan kabupaten Grobogan sesuai dengan
kemampuannya. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional.
Yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.

27

Anda mungkin juga menyukai