Anda di halaman 1dari 98

PEDOMAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


UPT PUSKESMAS PAMOTAN

Jl. Raya Lasem – Pamotan Km 1,9


Telepon (0295) 4552669 KodePos 59261
Email : pkmpamotan@gmail.com

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyusun buku Pedoman
Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPT Puskesmas Pamotan.
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat,
khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu perlu ditingkatkan
pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas.
Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi seluruh
petugas, buku ini juga sangat penting bagi pasien, keluarga pasien, orang yang berkunjung,
dan lingkungan Puskesmas.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya. Semoga buku ini
bermantaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPT
Puskesmas Pamotan.

Pamotan,

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................ 1
Gambaran Umum........................................................................................ 2
Tujuan......................................................................................................... 3
Ruang Lingkup............................................................................................ 4
Batasan Operasional.................................................................................... 4
Dasar Hukum ............................................................................................. 4
BAB II. STANDART KETENAGAAN................................................................. 5
Kualifikasi SDM ........................................................................................ 5
Distribusi Ketenagaan................................................................................. 5
Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan ...................................................... 5
BAB III. PRINSIP DASAR PPI............................................................................. 8
Hand Hygiene / Kebersihan Tangan .......................................................... 10
Alat Pelindung Diri .................................................................................... 14
Pengelolaan Linen ...................................................................................... 25
Pengendalian Lingkungan .......................................................................... 32
Manajemen Pengolahan Limbah................................................................. 38
Penempatan Pasien ..................................................................................... 52
Hygiene Respiratory / Etika Batuk ............................................................ 53
Praktek Penyuntikan Yang Aman .............................................................. 54
Kesehatan Dan Keselamatan Petugas ........................................................ 55
BAB IV. TATALAKSANA PPI............................................................................ 70
BAB V. SURVAILANS INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN....
.................................................................................................................................79
BAB VI. PANDUAN PPI BAGI PASIEN / PENGUNJUNG............................... 81
BAB VII. MONITORING DAN EVALUASI....................................................... 84
BAB VIII. PENUTUP............................................................................................ 88

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan
optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan keselamatan,
kenyamanan dan kesembuhan pasien tanpa adanya infeksi Nosokomial maka dari iu,
setiap petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Pamotan diharapkan
meningkatkan pengetahuan secara umum dan khususnya masalah Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi. Seperti yang kita ketahui pengendalian infeksi di Puskesmas
merupakan rangkaian katifitas kegiatan yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan
dan Pengendalian infeksi yang merupakan tujuan kualitas sekaligus persyaratan
administrasi Puskesmas menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Puskesmas. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya transmisi
mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan Puskesmas dan perangkatnya.
Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang
bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa
manajemen pelayanan medis Puskesmas kurang membantu. Infeksi nosocomial yang
saat ini disebut sebagai Health Care Associated Infection (HAIs) merupakan
masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan diseluruh dunia termasuk
Indonesia. Infeksi terkait pelayanan kesehatan Health Care Associated Infection
(HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak aa infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga
kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
sarana kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan,
bukan menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI). Untuk

1
meminimalkan resiko terjadinya infeksi di Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas
(Bachroen,2000) menunjukan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang
potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang
dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Teknnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
4. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai
5. Pengelolaan limbah yang kurang tepat
6. Penatalaksanaan linen yang tidak benar
7. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
8. Penempatan pasien yang tidak tepat
9. Etika batuk dan bersin yang kurang tepat
10. Praktek menyuntik yang tidak aman
Hal tersebut diatas dapat meningkatkan resiko petugas kesehatan dan pasien
tertular penyakit akibat peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau
produk darah yang mengandung virus.
1) Gambaran Umum Organisasi

Kepala UPT Puskesmas Pamotan


dr. NUR KHOTIB

Kepala PPI
Sri Astutik, S.Kep.Ners

IPCN
Anggota :
Siti Humaidah
1. Dr. Rianasari PH
2. Arif Nur Rahman, SST
3. Nanik L, AMKg
4. Nurul Ummah, S.Tr.Keb
5. Rini Indrawati, Amd.Keb
6. Desy Novitasari, Amd.Keb
7. Nuryati, Amd
8. Andriyani, Amd.AFM
9. Kukuh Eko
10. Nur Laili, S.gz
11. Emma Priyana,Amd.Kep
2
2) Visi Organisasi
“Menjadi Puskesmas dengan pelayanan prima menuju Kecamatan Pamotan
Sehat”
3) Misi Organisasi
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pamotan.
2. Mengembangkan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kepuasaan
pelanggan.
3. Mendorong kemandirian masyarakat Pamotan untuk hidup sehat dan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan baik promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
4. Menyelenggarakan system informasi yang bermutu.
4) Motto
“ Prima dalam pelayanan terdepan dalam kualitas”
5) Tata Nilai
“SIGAP”
S = Senantiasa berusaha memberikan pelayanan prima
I = Ikhlas bekerja dalam melayani masyarakat
A = Akan mengutamakan kepentingan pelanggan/masyarakat
G = Gotong royong, sopan santun, jujur dan murah senyum sebagai kuncinya
A = Anda puas dan kamipun menjadi bangga

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusia
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas
dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan
di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik di
Puskesmas.
3. Menajdi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi
dalam pekerjaannya.

3
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien / keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas
dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap
pasien yang menderita penyakit menular baik kontak langsung, driplet dan udara.

D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (Infection Control Guidelines CDC,
Australia). Kewaspadaan berdasarkan tranmisi/penularan, hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnoasa tersebut dapat
dikesampingkan. (Garder and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, intrepretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.

E. DASAR HUKUM
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
2. Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang
Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan pengendalian Infeksi di UPT
Puskesmas Pamotan dipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris dan Anggota Tim PPI
disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi
ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas masing-masing.

TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


UPT PUSKESMAS PAMOTAN KABUPATEN REMBANG
KEDUDUKAN DALAM
NO. NAMA
TIM
1. Ketua Sri Astutik, S.Kep.Ners
2. Sekretaris / IPCN Siti Humaidah
3. Anggota 1. Dr. Rianasari PH
2. Arif Nur Rahman, SST
3. Nanik L, AMKg
4. Nurul Ummah, S.Tr.Keb
5. Rini Indrawati, Amd.Keb
6. Desy Novitasari, Amd.Keb
7. Nuryati, Amd
8. Andriyani, Amd.AFM
9. Kukuh Eko
10. Nur Laili, S.gz
11. Emma Priyana,Amd.Kep

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 13 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI
terdiri dari Ketua, Sekretaris, Anggota TIM yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.

C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan

5
- Bekerja sama dengan Admen bagian rumah tangga dalam pengadaan botol
dan braket untuk tempat handrub, sabun cair handwash, tissue cuci tangan.
- Bekerja sama dengan Promkes dalam pengadaan poster, leaflet dan stiker
Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk penyediaan handrub yang berasal
dari GFK (Gudang Farmasi).
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua masyarakat
Puskesmas
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan
sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaanya
- Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua petugas
sampai tenaga cleaning service
- Tim PPU Puskesmas membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Penerapan dekontaminasi alat (cara sterilisasi)
- Bekerja sama dengan bagian petugas klinis mengenai cara dekontaminasi
alat.
4. Pengendalian lingkungan
- Bekerja sama dengan instansi sanitasi dan lingkungan dalam desain ruang
rawat
5. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limba medis tajam/non
tajam dari limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Admen (pengurus barang) untuk pengadaan tempat
sampah medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan pelayanan kefarmasian untuk pengadaan safetybox di
seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas.
6. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan Admen bagian rumah tangga untuk membuat jalur
terpisah antara jalur linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan Admen bagian umum / laundry untuk pengadaan troli
linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan Admen bagian umum untuuk memisahkan antara ruang
laundry linen kotor dan linen bersih
7. Pelaksanaan program kesehatan karyawan

6
- Bekerja sama dengan Tim K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dalam
penanganan kasus pasca pajanan.
8. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan petugas klinis untuk menata pasien infeksius dan nn
infeksius
- Bekerja sama dengan Koordinator Tim KLB untuk menata penempatan
pasien di ruang isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun
airborne.
9. Etika Batuk
Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenehunan poster etika
batuk.
10. Penyuntikan yang aman
- Bekerja sama dengan petugas klinis dalam sosialisasi prosedur penyuntikan
yang aman dengan no recapping (tidak menutup kembali jarum suntik yang
sudah dibuka)
- Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara
penyuntikan yang aman dengan one hand (satu tangan) dari no recapping
kepada seluruh tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam
melakukan tindakan penyuntikan.

7
BAB III
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI UPT PUSKESMAS PAMOTAN

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Puskesmas yang
berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan puskesmas. Kinerja PPI
dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas puskesmas, mulai dari jajaran
manajemen, dokter, perawat, paramedic, pekarya, petugas kebersihan, sampai dengan
petugas parker dan satpam maupun seluruh masyarakat di Puskesmas seperti
pengunjung, mitra kerja Puskesmas (LH dan PT SPJ).
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian / area di Puskesmas
mencaku seluruh masyarakat Puskesmas dengan menggunakan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan yang ditetakan oleh puskesmas. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya
memutus rantai penularan infeksi berfokus pada Kewaspadaan Universal (Universal
Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation), serta Kewaspadaan isolasi
berdasarkan transmisi penyakit.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi Puskesmas dirancang
untuk memutus rantai penularan penyakit infeksi menuju
perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.

Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan
secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis, diduga terinfeksi atau kolonisasi.
Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum
adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien di diagnosis tenaga kesehatan
seperti petugas laboratorium sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas
tersebut untuk juga menerapkan kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 10 komponen utama
yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar.

Komponen Kewaspadaan Standar :


1. Kebersihan tangan

8
2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle / kacamata
pelindung, face shield (pelindung wajah), apron, topi, pelindung kaki
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Pengelolaan linen
5. Pengendalian lingkungan
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. penempatan pasien
8. Hygiene respirasi / etika batuk dan bersin
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Perlindungan kesehatan petugas

Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada pasien di


Puskesmas, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan ataupun tanpa
penyakit infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen kewaspadaan standar
yang tepat didasarkan pada penilaian resiko potensial yang dihadapi pasien atau petugas
dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga implementasi setiap komponen
standar tidak harus seragam/sama pada setiap aktifitas / kasus.
Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di Puskesmas
adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan penyakit
infeksi yang sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara
penularan infeksi sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan
karakteristik demografik, klinik dengan tanpa pemeriksaan diagnostic pengunjung
khususnya mikrobiologi klinik. Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara
transmisi infeksi yaitu :
1. Kewaspadaan transmisi kontak
2. Kewaspadaan transmisi droplet
3. Kewaspadaan transmisi airborne / udara
Penilaian resiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan
tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkingan terjadi
kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perluna dilakukan lebih
dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu penyakit yang belum
dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali cara penularannya, maka
direkomendasikan untuk menerapkan prinsip kewaspadaan yang tertinggi, yaitu
kewaspadaan transmisi airborne.
Pertimbangan praktis pelaksanaan kewaspadaan standar

9
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang
potensial menularkan dan rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan
penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian resiko pada awal
setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.

KEWASPAAN STANDAR

A. HAND HYGIENE / KEBERIHAN TANGAN


Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di Puskesmas /
fasilitas kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861), berlanjut hasil-
hasil penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan tangan petugas
merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai penelitian
mengindikasikan bahwa penularan infeksi Puskesmas sebagian besar terjadi melalui
transmisi kontak, khususnya melalui kontak tangan petugas disamping kontak
melalui peralatan / tindakan invasif.
Dari sisi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), praktik kebersihan
tangan ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan
menghilangkan semua kotoran dan menghambat atau membunuh mikroorganisme
pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan maupun
juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di lapisan terdalam kulit.
Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada jam tangan mengandung jumlah
mikroorganisme tertinggai dan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoir
untuk bakteri (Gram negates seperte P.aeruginosa), jamur dan pathogen lain.
Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih 3 mm melebihi
ujung jari, dan tidak memakai cat kuku. Penggunaan
perhiasan di tangan tidak diperkenankan selama bertugas

Ada tiga cara kebersihan tangan :


1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau
sabun antiseptic. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan
apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh;

10
2. Alternative cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptic : handrb antiseptic
juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang
melindungi dan melembutkan kulit.
- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris
- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptic berbasis alskohol
70%
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas

Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk mencegah


penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila
menggunakan sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit dan dalam
waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan memelihara kuku
panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien karena menghalangi
efektivitas kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan


Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan
berdasarkan Pedoman PPI Departemen kesehatan (2007), disebutkan bahwa
kebersihan tangan dilakukan sebelum dan setelah :
1. Memeriksa dan kontak langsung dengan pasien
2. Memakai dan melepas sarung tangan
3. Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
4. Pada situasi yang membuat tangan terkontanminasi :
a. Memegang instrument kotor atau barang lain yang terkontaminasi
b. Menyentuh membren mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi ata
ekskresi)
5. Masuk dan meninggalkan ruang isolasi

Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan
oleh setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi pathogen antar
pasien, antara pasien dan petugas, antara petugas dan lingkungan/peralatan
terkontaminasi, antara petugas dengan bahan yang berpontesi infeksius. Bagi
petugas di luar area perawatan, direkomendasikan melakukan kebersihan tangan saat
tiba di tempat pelayanan kesehatan, sebelum masuk dan meninggalkan ruangan
pasien, sesudah dari kamar kecil, sebelum meninggalkan puskesmas.

11
Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendadikan 5 saat penting wajib
menjalankan kebersihan tangan di ruang perawatan, diperkenalkan sebagai “Five
moments for hand hygiene”.
moments for hand hygiene Lima saat penting wajib menjalankan hygiene
tangan (WHO) :
1. Sebelum kontak pasien
2. Sebelum melakukan prosedur tindakan/aseptic
3. Setelah kontak cairan tubuh
4. Setelah kontak pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

1. Saat kebersihan tangan untuk pasien


Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada setiap
orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas melaksanakan
kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan atau melakukan
tndakan kepada dirinya agar meminimkan risiko pemindahan patogen penyebab
infeksi antar pasien, petugas-pasien, maupun melalui peralatan.
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah
makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah
dan kamar mandi/WC.
2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung
Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan melalui
program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas, melalui media leaflet-
poster, dll. Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan pada setiap akan
menemui pasien, setelah menemui pasien/kontak lingkungan sekitar pasien,
setelah kontak cairan tubuh, sebelum meninggalkan puskesmas, sebelum dan
setelah makan.
3. Rekomendasi mencuci tangan
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan
harus digunakan selama 40 sampai 60 detik.
- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptic dan air bersih
adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai dengan prosedur. Sabun biasa
mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit

12
dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan,direkomendasikan
penggunaan produk perawatan tangan (locion pelembang/krem).
- Jika tidak ada handuk, keringkan di udara.
4. Rekomendasi alternative cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptic handrub
berbasis alkohol)
- Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga
jikatangan terlihat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh
lain), harus mencuci tangan dengan sabun dan air terleih dahulu.
- Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa mengguakan air
direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat
ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukont 2-4%) yang
memiliki anti residual.
- Handurb antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual
terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin.
- Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak
dapat dan keterbatas sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya
tingkat kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan
menjadi tidak efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci
tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan di
berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih
singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah
atauu merekah). Petugas demikian, handrub antiseptik dapat menggantikan
mencuci tangan dengan sabun dan air sebagai prosedur utama dengan syarat
tangan tidak tampak kotor.
5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :
1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,
khususnya di antara jari jemari, dibawah kuku, sesuai 6 langkah cuci tangan,
hingga kering dalam waktu 20-30 detik.
Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air

13
Durasi 40-60 detik
Sumber : pedoman WHO, 2009

Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol

Tuangkan 3-5 cc antiseptik berbasis Saat kering,


alkohol ke telapak tangan Tangan Anda sudah aman

Durasi 20-30 detik


Sumber : pedoman WHO, 2009
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pelindung barrier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Tujuan pemakaian APD a;dah
melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh,
skret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan
sebaliknya, APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung
mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kappenutp kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu penutup (sepatu boot). Indikasi penggunaan APD adalah jika
melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membrane mukosa terkena
atau terpecik darah atau cairan tubuh atau kemungknan pasien terkontaminasi dari

14
petugas. Namun munculnya AIDS dan hepatitis C, serta meningkatkan kembali
tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk
kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat penting
untuk melindungi petugas. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah
selesai dilakukan. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung
tangan sambal menulis dan menyentuh permukaan lingkungan. Dengan munculnya
infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), SARS dan penyakit infeksi lainnya
emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi
semakin penting baik untuk melindungi pasien maupun petugas.

1. Penggunaan Sarung Tangan


Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari konyak
dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, mukus
membrane dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh yang berpotensi
terkontaminasi. Sarung tangan harus selesau dipakai setiap petugas sebelum
kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi,
membran mukosa dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial
terkontaminasi serta sebeluum melakukan tindakan aseptik, tindakan invasif atau
tindakan bedah.
Terdapat tiga jenis sarung tanga, yaitu :
a. Sarung tangan bersih
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggo, dan digunakan
sebelum tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau
cairan tubuh lain, membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh, menangani
bahan bahan bekas pakai yang terkontaminasi atau menyentuh permukaan
yang tercemar serta melakukan tindakan prosedur medis.
b. Sarung tangan steril
Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Puskesmas atau dan pabrikan
dan harus digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan
aseptik/invasif.
c. Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vimil yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung
tangan rumah tangga dipakai waktu membersigkan alat kesehatan,
membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan permukaan

15
lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci
bersih.

Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan


Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan
terpajan darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien, membantu
minum obat, membantu jalan, dll.
Pada waktu sebelum menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan tangan
terlebih dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/pemeriksaan
petugas menggunakan sarung yangan dengan ukuran yang sesuai khususnya sarung
tangan bedah karena dapat mengganggu keterampilan/teknik operasi dan
memudahkan robek. Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung
tangan robek. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien, segera lepas
sarung tangan apabila telah selesai digunakan atau sebelum beralih ke pasien lain
atau aktivitas yang lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang
berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan (misalnya membukapintu
selagi masih memakai sarung tangan, menulis, mengangkat telepon, dsb). Cuci
tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar
diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan
risiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba).

Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda


Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus,antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dari 60 menit) dana tau melakukan
tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar robekan sarung
tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlaj darah atau cairan tubuh yang banyak
Persalinan, dll;
c. Penyiapan bahan yang beresiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat sitostatika,
dll)

Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membersihkan peralatan, pencucian linen, membersihkan ceceran darah atau cairan

16
tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai untuk perawatan yang
menyentuh kulit pasien secara langsung.
PERLU JENIS SARUNG
KEGIATAN / TINDAKAN SARUNG TANGAN YANG
TANGAN DIANJURKAN
Pengukuran tekanan darah Tidak
Bersih

Pengukuran suhu Tidak Bersih


Menyuntik Tidak Bersih
Penanganan dan pembersihan alat-alat non Ya
Rumah tangga
medis
Penanganan limbah terkontaminasi Ya Rumah tangga
Membersihkan darah atau cairan tubuh Ya Bersih
Pemasangan dan pelepasan infus Ya Bersih
Pemeriksaan dalam mukosa (vagina, rectum, Ya
Steril
mulut)
pemasangan dan pencabutan implant kateter Ya
urin, AKDR dan lainnya (terbungkus dalam Steril
teknik steril tanpa sentuh)
Persalinan pervagina Ya Steril
emeriksaan dan tindakan gigi Ya Bersih
Pemeriksaan laboratorium Ya Bersih
Mengambil sampel darah Ya Bersih

2. Penggunakan Pelindung Wajah (Masker) dan Pelindung Mata


Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk
melindungi petugas sebagai barrier selaput lender hidung, mulut dan mata
selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi
percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan pertolongan persalinan, perawatan
gigi serta tindakan yang menghasilkan aerosol. Pemakain pelindung mata harus
sebaik mungkin sehingga tidak mengganggu pandangan dan ketajaman
pandangan.
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar waktu petugas
kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau

17
cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker
harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan
rambut pada wajah (jenggot).
Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dan
tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang tersebar melalui batuk atau
bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien
dengan penyakit menular melalui udara atau droplet nuklei, masker yang
digunakan adalah respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95,
yang dapat melindungi petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran <
5 mikron yang dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N-95,
perlu dilakukan uji kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.

Cara memakai masker :


- Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika menggunakan kaitan tali
karet atau simpulkan tali di belakang kepala jika menggunakan tali lepas).
- Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
- Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung dengann kedua
ujung jari tengah atau telunjuk
- Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di bawah dagu dengan
baik
- Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat dengan benar.

Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)


Petugas kesehatan harus :
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berfungsi baik

Fit test untuk respirator partikulat


Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat
melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang kacamata

18
- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian
wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip diatas hidung menggunakan kedua telunjuk
dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai
respirator partikulat.

Cara fit test respirator partikulat


Langkah 1 :
Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan
sisi depan bagian hidung respirator pada ujung jari-jaro
anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntal bebas di
bawah tangan anda.
Langkah 2 :
Posisikan respirator dibawah dagu dan sisi untuk hidung
berada diatas

Langkah 3 :
Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan
agak tinggi di belakang kepala anda di atas telinga
Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan
posisikan tali di bawah telinga
Langkah 4 :
Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas bagian
hidung yang terbuat dari logam. Tekan sisi logam
tersebut (gunakan 2 jari dan masing-masing yangan)
mengikuti bentuk hidung anda. Jangan karena dapat
mengakibatkan respirator rusak
Langkah 5:
Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan
hati-hati agar posisi respirator tidak berubah.
Langkah 5.a :
Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam
respirator berarti tidak ada kebocoran. Bila terjad

19
kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji
kmbali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut
sampai respirator benarbenar menutup rapat.
Langkah 5.b :
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran,
tekanan negatif akan membuat respirator menempel ke
wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan
negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.

Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :


1) Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne
2) Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk shif 1 tugas pada perawatan pasien
dengan infeksi airborne / sejenis
3) Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering dengan sisi
luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi identitas.

3. Penggunaan Topi (hair cap)


Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehinga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam muka selama pembedahan. Topi harus
cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan
sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah untuk melindungi
pemakaiannya dari darah atau cairan tubuh yang terpecik atau menyemprot.
Indikasi pemakaian topi pelindung :
- Tindakan operasi
- Pertolongan dan tindakan persalinan
- Tindakan inservi CVL
- Intubasi Trachea
- Penghisapan lender massive
- Pembersihan peralatan kesehatan

4. Penggunaan Apron / Baju Pelindung


Apron terbuat dari karet atau plastic merupakan penghalang tahan air
untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,

20
membersihka pasien atau melakaukan prosedur dimana ada risiko tumpahan
darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika apron pelindung tiidak
tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas.
Apron pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan terkena percikan
darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur medis/keperawaran.
Jenis bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus cairan.
Apron pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan apron pelindung non steril dipakai
diberbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bersalin, ruang puluh di
kamar bedah atau di ruang isolasi.
Indikasi pemakaian apron :
a. Saat membersihkan luka
b. Melakukan irigasi
c. Tindakan drainase
d. Menuang cairan terkontaminasi
e. Menangani pasien dengan pendarahan massif
f. Tindakan perawatan gigi
Direkomendasikan selalu memakai pakaian kerja yang kebersihan setiap
kali dinas. Pemakaian apron pelindung atau celemek sesuai dengan indikasi
berdasarkan identifikasi/penilaian risiko. Apron pelindung harus segera diganti
bila terkena kotoran darah atau cairan tubuh.
Cara memakai :
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungan kebelakang punggung. Ikat di bagian
belakang leher dan pinggang.

5. Penggunaan Pelindung Kaki


Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki.
Oleh karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain)
tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan

21
lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas
kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas
tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
Indikasi pemakaian sepatu pelindung :
- Penanganan pemulasaraan jenazah
- Penanganan limbah
- Tindakan operasi
- Pertolongan dan tindakan persalinan
- Penanganan linen
- Pencucian peralatan diruang gizi
- Ruang kontaminasi CSSD

22
ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD
DI UPT PUSKESMAS PAMOTAN

Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan


- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer
stock;
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui bendahara barang
Puskesman Pamotan;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer stock
direncanakan dan disusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan
pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya.
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim
PPI
- Sistem ketersediaan buffer stock perlu dimonitor secara continue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan AP sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di feedback kan
kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan
tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan;

Penyimpanan APD di Ruangan


Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan sesuai kebutuhan (spesifik
setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer, tersendiri dalam
almari kaca, agar mudah diakses bila dibutuhkan. Apabila tidak ada almari khusus,
direkomendasikan diletakkan dalam almari linen ditempatkan dengan penempatan yang
rapi, bersih dan kering, diberikan label identitas.
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
Jenis pajanan Contoh Pilihan alat pelindung
Risiko rendah Injeksi Sarung tangan bersih
1. Kontak dengan kulit - Perawatan luka
2. Tidak terpajan darah langsung ringan
Risiko sedang - Pemeriksaan pelvis - Sarung tangan

23
1. Kemungkinan terpajan darah - Insersi IUD mungkin perlu
namun tidak ada cipratan - Melepas IUD - Apron atau apron
- Pemasangan pelindung
kateter intra vena
- Penanganan
specimen
laboratorium
- Perawatan luka
berat
- Ceceran darah
Risiko tinggi - Pertolongan - Sarung tangan
1. Kemungkinan terpajan darah dan persalinan ganda
kemungkinan terciprat pervaginaan - Apron Baju
2. Pendarahan masif pelindung
- Kaca mata
pelindung
- Masker
- Sepatu boot

Alat Pelindung Terhadap Pasien Terhadap Petugas Kesehatan


Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan petugas
mikroorganisme yang terdapat dengan darah/cairan tubuh
pada tangan petugas kesehatan penderita, selaput lender, kulit tidak
kepada pasien utuh atau alat kesehatan/permukaan
terkontaminasi
Masker Mencegah kontak droplet dan Mencegah membrane mukosa
mulut / hidung petugas petugas kesehatan (hidung dan
kesehatan yang mengandung mulut) kontak dengan percikan
mikroorganisme dan terpecik darah atau cairan tubuh penderita
saat bernafas, bicara atau batuk
pada pasien
Kacamata Mencegah membrane mukosa
pelindung petugas kesehatan kontak dengan
percikan darah atau cairan tubuh

24
penderita
Tutup kepala Mencegah jatuhnya
mikoorganisme dan rambut
dan kulit kepala petugas ke
daerah steril
Jas dan Mencegah kontak Mencegah kulitputugas kesehatan
celemek plastik mikroorganisme dan tangan, kontak dengan percikan darah atau
tubuh dan pakaian petugas cairan tubuh penderita
kesehatan kepada pasien
Sepatu Sepatu yang bersih Mencegah perlukaan kaki oleh
pelindung mengurangi kemungkinan benda tajam yang terkontaminasi
terbawanya mikroorganisme atau penjepit benda berat contoh,
dan ruangan lain atau luar mencegah luka karena menginjak
ruangan benda tajam/kejatuhan alkes)
mencegah kontak dengan
darah/cairan tubuh lainnya

Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien


Kacamata
Sarung Apron /
Jenis tindakan masker / penutup Topi
tangan celemek
wajah
Memandikan pasien Ya Ya Ya Tidak Tidak
Vulva / penis hygiene Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah arteri Ya ya Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka infeksius Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Mengukur TTV Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan penyuntikan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

25
Memasang dawer catheter Ya
Tidak Tidak Tidak Tidak
(steril)
Membersihkan ruang Ya (sarung
Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan peralatan Ya (sarung
Ya Ya Ya Tidak
habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per oral Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengantar specimen ke
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
laboratorium
Mengganti linen tidak
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen
Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Memasang NGT Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN / INSTRUMEN PASCA


PAKAI
Pengelolaan alat kesehatan / instrument pasca pakai scara benar, tepat, efektif
dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti/dipahami oleh
seluruh staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas pelayanan kesehatan
sampai ke petugas pembersihan dan pemeliharaan sebagai upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi di Puskesmas. Proses pencegahan terjadinya infeksi silang
(cross contamination) dari alat/instrument, setelah digunakan dengan melakukan
dekontaminasi. Berdasarkan kemungkinan terjadinya infeksi, Dr.E.H.Spaulding
mengelompokkan alat / instrument pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :
No Tingkat risiko Pengelolaan
1. Risiko tinggi (critical) adalah alat Alat sterilisasi atau menggunakan
yang digunakan menembus kulit atau alat steril sekalai pakai disposable)
rongga tubuh atau pembuluh darah

26
2. Resiko sedang (semi crtical) adalah Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
alat yang digunakan pada mukosa
atau kulit yang tidak utuh
3. Resiko rendah (non critical) adalah Disinfeksi tingkat rendah atau cuci
alat yang digunakan ppada kulit yang bersih
utuh / pada permukaan kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen


organik dan mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrument sehingga aman
untuk pengelolaan selanjutnya. Proses dekontaminasi meliputi perendaman,
pembersihan, pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi.
Alat kesehatan/instrument pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis
dana tau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian
dengan menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis, konsentrasi dan lama
perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut harus menggunakan APD (alat
pelindung diri) sesuai ketentuan.. tujuan dari proses tersebut adalah :
- Sebagai pemutus mata rantai infeksi
- Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
- Merupakan langkah awal (fisrt step) universal precaution yang perlu
dilaksanakan
- Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi

Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua


mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospore bakteri,
dengan sistem panas (termal) atau kimia.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrument dengan
kategori semi kritikal, segara digunakan dan tidak memungkinan bila dilakukan
sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama 20
menit atau dengan larutan kimia/disinfektan yang sesuai.
Disinfektan adalah bahan / zat kimia yang digunakan untuk menghambat /
membunuh virus mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah disinfektan yang
digunakan pada permukaan kulit dan memberan mukosa. Disinfektan dan antiseptik
yang digunakan di Puskesmas disediakan oleh gudang obat. Berdasarkan daya
hambat/bunuh terhadap mikrooganisme.

27
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas / potensi disinfektan adalah :
1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu; pH (tingkat keasaman
atau kebasaan)
2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (missal : Mycobacterium tuberculose relative
lebih tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif)
3. Tingkat kebersihan alat/instrument; pembersihan yang kurang adekuat
menyebabkan masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara
kontaminan organik (bio-burden) dengan zat aktif dapat menurunkan ativitas
disinfektan
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan
sehingga menurunkan aktivitasnya.

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme


(bakteri, virus, fungi, parasite) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospore bakteri
melalui cara fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di Puskesmas
adalah:
1. Menurunkan angka kejadian infeksi
2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosocomial
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya
(SDM, peralatan, sarana prasarana lain).

Cara Sterilisasi Alat :


1. Hubungkan kabel sterilisator ke stop kontak
2. Siapkan alat yang akan disterilkan
3. Buka pintu sterilisator
4. Masukkan alat yang akan disterilkan
5. Tutup pintu sterilisator sampai bunyi “klik”
6. Putar tombol power dengan ketentuan
- Bila memutar searah jarum jam (mengatur otomatis lamanya jam)
- Bila memutar berlawanan arah jarum jam (mengatur secara manual)
7. Atur fresh air pada posisi angka nol
8. Atur temperature suhu yang dikehendaki (121oC)
9. Selesai

28
Jadwal Sterilisasi
No Ruangan Hari Penanggung jawab
1. Ruang UGD dan Rawat Inap Senin-Minggu Martini, Amd.Kep
2. Ruang Persalinan Senin-Minggu Maftukhah, Amd.Keb
Ruang Pelayanan Gigi dan Senin-Sabtu Nanik L , AMKg
3.
Mulut
4. Ruang KIA dan KB Senin & Jum’at Mafthukah, Amd.Keb

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrument pasca pakai :


Untuk mendapatkan hhasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrument pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman bagi
pasien petugas serta lingkungan yaitu :
1. Bereskan alat-alat medis setelah digunakan
2. Pisahkan alat-alat medis sesuai dengan bahan dan perlu tidaknya disterilkan
3. Rendam alat-alat medis didalam klorin dengan perbandingan 1:9 (artinya 1mm
klorin : 9 ml air) selama 15 menit
4. Cuci alat-alat medis yang sudah direndam dengan air detergen lalu dibulas
dengan air mengalir
5. Keringkan alat-alat yang sudah dicuci dengan kain/lap

Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar alat / instrumen /
bahan yang akan disterilkan.
Note : sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak mungkin
dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah dan dilaksana di
unit pelayanan.

4. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi :
a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi
b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan
warna)

29
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses
d. Bowie Disk Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
e. Indicator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin
autocalve steam,

5. Penyimpanan
Alat kesehatan / instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis
yang telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kota/almari
yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfektasi.

6. Waktu kadaluarsa hasil sterilisasi


Kadaluarsa Cara sterilisasi dengan bahan pengemas
Satu minggu Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave
steam) dengan pengemas kertas perkamen rangkap
2; linen rangkap 2 atau ditempatkan dalam tromol.
Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruangan
penyimpanan sesuai standar (suhu 18o – 22oC
kelembapan 35-37%)
Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave
steam) pengemas pouches

7. Penggunaan
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang diterilkan, pastikan bahwa :
- Kemasan dalam kondisi baik(tidak rusak, kering dan belum terbuka);

Pengelolaan peralatan (BHP) re-used


BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya
diperuntukkan single used namun diijankan digunakan kembali sesuai bukti ilmiah
atau rekomendasi perhimpunan profesi pengguna atau pengalaman klinik
berdasarkan pertimbangan mutu, keamanan dan aspek finansial penggunaan (karena
sangat dibutuhkan tetapi sulit diperoleh dengan segera atau diproduksi dalam jumlah
terbatas, harga tidak terjangkau oleh pasien secara pribadi/asuransi).

30
Pengelolaan BHP re-used di Puskesmas dilakukan berdasarkan tinjauan mutu
dan keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi
penggunaan pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan Puskesmas tentang
Pengolahan Peralatan Re-used. BHP re-used melalui proses sterilisasi/DTT, dengan
memperhatikan keamanan optimal secara fisik dan fungsi, ketersediaan metode
dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.

DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESMAS PAMOTAN


NO NAMA ISI KEGUNAAN KETERANGAN
1. Alkohol Ethanol  Antiseptik kulit 70%
 Disinfektasi
 Instrument non kritis
 Disinfeksi perakatan
non medis
 Pengawet preparat PA
2. Betadin Povidone lodida Antiseptik kulit
3. Bayclin Natrum  Disinfeksi air bersih  Tumpahan
hipoklorit  Dekontaminasi darah 1%
tumpahan/percikan  Disinfeksi
darah/cairan linen dan
 Disinfeksi linen putih instrumen
0,5%
 Disinfeksi
peralatan non
medis 0,05%
4. Lysol Trikresolum Disinfeksi kamar 22 ml dalam 1liter
mandi,WC, lantai
5. Perhydrol Hydrogen Antiseptik luka 3% - 6%
peroksida

BHP yang dapat di-reused di Puskesmas adalah BHP sesuai daftar lampiran
kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used.macam BHP dan batas maksimal jumlah
reused ditetapkan Puskesmas melalui pembahasan.

31
Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan oleh unit
terkait. Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan pada alat
maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas maksimal re-used, pengguna tidak
diperkenankan me-reused kembali. Jika BHP sudah tidak laya di-reused berdasarkan
evaluasi fungsi, keamanan penampilan fisik, keamanan dan ketetpan sterilisasi/DTT,
atau alasan keamanan lain, meskipun belum sampai pada batas maksimal penggunaan
reused yang ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut segara diakhiri
penggunaannya tidak perlu diproses reused.
Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh satuan
kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan Tim PPI.
Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evalluasi dan tindak lanjut sesuai
hasil evaluasi dilakukan tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada Tim Mutu
Puskesmas.

DAFTAR NAMA PERALATAN SI NG LE-USE YANG


TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE

N
NAMA ALAT MEDIS ALASAN
O
1. Sarung tangan (bersih/steril) Biaya re-use lebih tinggi
2. Endotracheal tube (ETT) Kontaminasi, biaya re-use lebih tinggi
3. NGT (Stomach Tube) Kontaminasi, biaya re-use lebih tinggi
4. Feeding tube Kontaminasi, biaya re-use lebih tinggi

D. PENGELOLAAN LINEN
Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah
kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan,
meliputi proses pengumpulab, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian
sampai distribusi linen bersih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah
merupakan keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien dan petugas.
Pengelolaan linen di Puskesmas Pamotan meliputi kegiatan, penerimaan dan
pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan
pemusnahan linen rusak.
Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan
pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan diupayakan secara maksimal untuk

32
menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap pakai maupun
petugas dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap kereta linen,
pengepalan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersiha tangan petugas
sesuai prosedur.
Jenis linen di Puskesmas Pamotan dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen
kotor infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat dan linen
kotor ringan). Linen bersih pasca pencucian di laundry. Linen kotor infeksius adalah
linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan fases terutama yang
berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV dll yang dapat
menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas ataupun
mencemari lingkungan.

a. Penanganan Linen Infeksius di Ruangan


1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-gerakkan
untuk mencegah kontaminasi udara dan petugas
2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat penampungan
tersendiri Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga bagian tengah yang
paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya dimasukkan dalam
kantong plastik warna kuning. Hitung dan catat linen infeksius sebelum
dimasukkan dalam plastik, sehingga mengurangi kontaminasi
3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:
 Sarung tangan rumah tangga
 Masker
 Celemek plastik/apron
4) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara
dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya
dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.
5) Buang terlebih dahulu kotoran seperti fases ke washer bedpan, spoelhoek
atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong
kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor
atau terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong
tidak bocor dan lepasikatan selama transportasi. Kantong tidak perlu ganda.
6) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan
melalui 2 tahap yaitu menggunakan detergen dan selanjutnya dengan natrium

33
hipoklorit (klorin) 0,5%. Apabila dilakaukan oerendaman maka harus
diletakkan di wadah tertutup agar tidak menyebabkan toksisk bagi petugas.
b. Pengiriman Linen ke Laundry
Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta
linen kotor dengan tong/kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru
untuk non infeksius.
c. Penanganan Linen Kotor di Laundry
1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa:
topi, masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.
2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenislinen serta tingkat ke kotoran
linen (linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan),
menghitung dan mencatatnya.
3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian bersama
linen kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang.
d. Pengambilan Linen Bersih
a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh petugas
pengeluaran linen bersih
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran
linen
c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di loket
pengeluaran
d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai bukti
pengambilan linen
e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai pada
hari itu di buku pengeluaran linen bersih
f. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly /
kantong linen bersih

E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Kebersihan Ruang di Lingkungan Puskesmas
Kebersihan ruang di lingkungan Puskesmas merupakan tindakan pembersihan
secara seksama yang dilakukan teratur meliputi :

34
- Disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di
lingkungan sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien
masuk dengan disinfektan standar puskesmas
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar
Puskesmas setiap hari minimal 2 kali/hari
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antaar pasien dilakukan minimal setiap 3
bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar
Prinsip Pembersihan Lingkungan :
a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di Puskesmas
b. Mengusap seluruh permukaan lingkungan dengan disinfektan standar Puskesmas
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis
untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan
setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien
a) Kualitas Udara
Tidak diajurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan
udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal
dekontaminasi ruangan pasien denggan infeksi yang ditransmisikan melalui
airborne. Diperlukan pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang
memadai. Tidak direkomendasikan melakukan kultur permukaan lingkungan
secara rutin kecuali bila ada outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru.
b) Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut bau,
rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan
perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan
mengenai persyaratan kualitas air minum.
Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dan gedung perlu
memperhatikan :
- Sistem jaringan diusahakan ruangan yang membutuhkan air ang bersih
menggunakan jaringan yang handal. Alternatif dengan 2 saluran, salah satu
diantaranya adalah saluran cadangan
- Sistem stop kran dan valve

35
c) Seluruh permukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga
semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan
tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan
menggunakan karpet di ruang perawatan. Pembersihan permukaan dapat dipakai
klorin 0,05% atau H2O2 0,5-1,4% bila ada cairan tubuh menggunakan klorin
0,5%.
Fasilitas pelayananan kesehatan harus membuat dan melaksanakan SPO
untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan
disamping tempat tidur dan pinggirannya yang sering tersentuh.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan yang sesuai
standar untuk mengurangi kemungkinan penyebaran kontamnasi.
Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada
saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara
basah (kain basah) dan mop (untuk pembersihan kering/lantai), bila
dimungkinkan mop terbuat dari microfiber.
Mop untuk ruang isolasi hari digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi
untuk ruang lainnya.
Gambar 21. Mop

Larutan disinfektan yang biasa dipakai yaitu natrium hipoklorit 0,05-0,5%.


Bila ada cairan tubuh, alkohol digunakan untuk area sempit, larutan peroksida
(H2O2) 0,5-1,4% untuk ruangan rawat dan 2% untuk permukaan kamar operasi,
sedangkan 5-35% (dry mist) untuk udara. Ikuti aturan pakai cairan disinfektan,
waktu kontak dan cara pengencerannya.
Untuk lingkungan yang sering digunakan pembersihannya dapat diualang
menggunakan air dan detergen, terutama bila di lingkungan tersebut tidak
ditemukan mikroba multiresisten.
Pembersihan area sekitar pasien :
- Pembersihan permukaan sekiat pasien harus dilakukan secara rutin setiap
hari, termasuk setiapkali pasien pulang/keluar dari fasyenkes(terminal
dekontaminasi).

36
- Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh
tangan, misalnya : nakas samping tempat tidur, tepi tempat tidur dengan bed
rails, tiang infus, tombol telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak
kunci dll.
- Bongkaran para ruang rawat dilakukan setiap 1 satu bulan atau sesuai dengan
kondisi hunian ruangan
d) Desain dan kontruksi bangunan
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI
secara efektif dan tepat guna. Desain dari faktor berikut dapat mempengaruhi
penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain ruang rawat, luas
ruangan yang tersedia, jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan
teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit, air, listrik dan sanitasi,
ventilasi dan kualitas udara, pengelolaan alat medisreused dan disposable,
pengelolaan makanan, laundry dan limbah. Untuk lebih jelasnya diuraikan
sebagai berikut :
1) Desain jumlah petugas kesehatan
- Perencanaan kebutuhan jumlah petugas kesehatan disesuaikan dengan
jumlah pasien
- Pertimbangan faktor kelelahan bisaberakibat kelalaian
- Tingkat kesulitan pelayanan terhadap pasien berdasarkan tingkat resiko
jenis penyakit
2) Desain ruang rawat
- Tersedia ruang rawat satu pasien (single room) untuk isolasi pasien
infeksius dan pasien dengan imunitas rendah.
- Jarak antar tempat tidur adalah ≥ 1 meter. Bilamemungkinkan 1,8 m
- Tiap kamar tersedua fasilitas Alkohol-Based Hand Rub (ABHR),
disarankan untuk ruang rawat intensif tersedia ABHR di setiap tempat
tidur.
- Tersedia toilet yang dilengkapi shower di setiap kamar pasien.

3) Luas ruangan yang tersedia


- Ruang rawat pasien diisarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12-
16 m2 per tempat tidur
- Ruang rawat intensif dengan modul kamar individual/kamar isolasi luas
lantainya 16-20 m2 per kamar

37
- Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk di ruang tunggu bagi pengunjung
pasien adalah 1 tempat tidur pasien 1-2 tempat duduk.
4) Jumlah, jenis pemeriksaan dan prosedur
- Kebutuhan ketersediaan alat medis dan APD berdasarkan jenis penyakit
yang ditangani
- Lokasi penyimpanan peralatan medis dan APD di masing-masing unit
pelayanan harus mudah dijangkau, tempat penyimpanannya harus bersih
dan steril terutama peralatan medis harus steril.

5) Persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit


a. Komponen lantai dan permukaan lantai meliputi :
 Kontribusi dasar lantai harus kuat di atas tanah yang sudah stabil,
permukaan lantai harus kuat dan kokoh terhadap beban.
 Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, halus, kadap air
mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang
dan tidak menimbulkan genangan air. Dianjurkan menggunakan vinyl
dan tidak diajurkan menggunakan lantai keramik dengan nat di ruang
rawat intensif dan IGD karena akan dapat menyimpan mikroba.
 Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan
secara rutin minimal 2 (dua) kali sehari atau kalua perlu dan tahan
terhadap gesekan dan tidak boleh dilapisi karpet
 Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata
 Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah
 Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus
dari lapisan permukaan yang tidak licin
 Pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak bersiku, tetapi melengkung untuk memudahkan
pembersihan lantai (hospital plint).
 Memiliki pola lantai dengan garis laur yang menerus ke seluruh
ruangan pelayanan
b. Komponen dinding meliputi :
 Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak mudah
berjamur

38
 Warna dinding cerah tapi tidak menyilaukan mata
 Lapisan penutup dinding dengan dinding harus tidak bersiku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan dan mikroba tidak
terperangkap di tempat tersebut.
c. Komponen langit-langit meliputi :
 Harus mudah dibersigkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan
terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan
pasien dan tidak berjamur
 Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga tidak
menyimpan debu
 Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan

6) Air, listrik dan sanitasi


Air dan listrik di Puskesmas harus tersedia terus menerus selama 24
jam. Air minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah, jadi harus diperiksa secara teratur dan rutin setiap bulan sekali.
Pengelolaan air yang digunakan di unit khusus kamar operasi, unit
hemodialysis, ICU ( pasien dengan kebutuhan air khusus) harus bisa
mencegah perkembangan mikroba lingkungan (legionella sp, Psedomonas,
jamur dan lain-lain) dengan metode Reserve osmosis (di dalamnya terjadi
proses penyaringan atau desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet atau
bahan lainnya). Toilet dan wastafel harus dibersihkan setiap hari.
7) Ventilasi dan Kualitas udara
Semua lingkungan perawatan pasien diupayakan seminimal mungkin
kandungan partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga kelembapan
udara. Pertukaran udara dalam tiap ruangan berbeda tekanan dengan selisih
15 pascal.
Ruang perawatan bisa minimal 6x pergantian udara per jam, ruang
isolasi minimal 12x dan ruang kamar operasi minimal 20x per jam.
Perawatan pasien TB paru menggunakan ventilasi natural dengan
kombinasi ventilasi mekanik sesuai anjuran dari WHO.

Pemanfaatan Sistem Ventilasi

39
Sistem ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran
udara didalam gedung dan luar gedung yang memadai, sehingga konsentrasi
droplet nuclei menurun.

Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu :


 Ventilasi Alamiah : sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan
jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa
dibuka/terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan
sebaliknya. Sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan
aliran udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin
yang tidak membahayakan petugas/pasien lain.
 Ventilasi Mekanik : sistem ventilasi yang menggunakan peralayan
mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan
secara paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu
sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif termasuk exhaust fan,
kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk.
 Ventilasi campuran (hybrid) : sistem ventilasi alamiah ditambah dengan
penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas penyaluran
udara.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan
setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes
berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim cuaca, peraturan
bangungan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu
dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodic.

Ventilasi campuran :
Gedung yang tidak menggunakan sistem pendingin udara sentral,
sebaiknya menggunakan ventilasi alamiah dengan exhaust fas atau kipas
angin agar udara luar segar dapat masuk ke semua ruangan di gedung
tersebut. Pintu, jendela maupun langit-langit diruangan di mana banyak
orang berkumpul seperti di ruang tunggu, hendaknya dibuka maksimal.
Sistem ventilasi camuran (alamiah dengan mekanik), yaitu dengan
penggunaan exhaust fan / kipas angin yang dipasang dengan benar dan
dipelihara dengan baik, dapat membantu untuk mendapatkan dilusi yang
adekuat, bila dengan ventilasi alamiah saja tidak dapat mencapai rate

40
ventilasi yang cukup. Ruangan dengan jendela terbuka dan exhaust fan/kipas
angin cukup efektif untuuk mendilusi udara ruangan dibandingkan dengan
ruangan dengan jendela terbuka saja atau ruangan tertutup. Penggunaan
exhaust fan sebaiknya udara pembuangannya tidak di arahkan ke ruang
tunggu pasien atau tempat lalu lalang orang. Bila area pembungan tidak
memungkinkan, pembuangan udara dihisap dengan exhaust fan, dilairkan
melalui ducting dan area pembuangannya dilakukan di luar area lalu lalang
orang (≥ 25 feet).
Dengan ventilasi campuran, jenis ventilasi mekanik yang akan
digunakan sebaiknya di sesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan
diletakkan pada tempat yang tepat. Kipas angin yang dipasang pada langit-
langit (ceiling fan) tidak dianjurkan. Sedangkan kipas angin yang berdiri atau
diletakkan di meja dapat mengalirkan udara ke arah tertentu, hal ini dapat
berguna untuk PPI TB bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dari
petugas kesehatan ke arah pasien.

F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH


Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Puskesmas, dimana secara
umum di UPTD Puskesmas Pamotan dapat dikategorikan dalam limbah infeksius
dan limbah non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai limbah yang
mengandung mikroorganisme berbahaya dalam cukup bear, sehingga dapat
menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping/kerumah tanggaan di Puskesmas.
Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi
fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang
dihasilkan dari aktivitas dalam Puskesmas menurut PP No 85 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk kategori limbah
infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-bahan infeksius atau mengandung
bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan cairan tubuh penderita, jaringan
tubuh dan specimen di laboratorium.
Sampah lain dikategorikan sebagai sampah umum atau dosmetik merupakan
sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa makanan bukan dari
ruang isolasi, kertas dan plastik yang tidak terkontaminasi dan semua sampah selain
bahan kimia dan radiasi yang tidak kontak dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan
sampah infeksius dari Puskesmas memerukan adanya insinerator yang mempunyai

41
kemampuan untuk memusnahkan berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius
pada sampah padat.
Tujuan Pengelolaan Limbah :
1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar
fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera.
2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah infeksius,
limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.

1. LIMBAH PADAT MEDIS


Limbah padat / sampah Puskesmas adalah campuran heterogen yang
kompleks yang berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara
lain dari gizi, ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang perawatan
laboratorium. Limbah padat tersebut memiliki bahan capuran yang bervariasi.
Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di Puskesmas harus
dikelola dengan baik.
Sampah yang bersumber dari lingkungan Puskesmas mempunyai
pengelolaan sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya
karena kemungkinan menganndung bibit penyakit. Sehingga pengelolaan
sampah Puskesmas bersifat khusus. Mengingat akan pentingnya hal tersebut
maka, penanganan sampah Puskesmas merupakan bagian dari upaya penyehatan
lingkungan Puskesmas.
Limbah padat dari Puskesmas mulai disadari sebagai bahan buangan yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai
mata rantai penyebaran penyakit menular.
Dalam pengelolaan sampah Puskesmas di UPT Puskesmas Pamotan,
sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah Non
Medis/Domestik.
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di
Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Puskesmas
pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa
membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung,
masyarakat dan terutama kepada petugas yang menangani limbah.

42
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis
digolongkan sebagai berikut :
 Limbah beda tajam
 Limbah infeksius
 Limbah jaringan tubuh
 Limbah farmasi
 Limbah kimia
 Limbah plastik
Namun pada pelaksanaanya, penggolongan berbagai timbulan sampah
yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat masuk ke
dalam lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis dalam penggolongannya
untuk itu di Puskesmas Pamotan untuk Sampah Medis dibedakan mejadi 2
besar, yaitu :
 Sampah medis tajam
 Sampah medis non tajam
Meskipun tidak seluruh limbah Puskesmas berbahaya, beberapa
diantaraya dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan,
penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahan. Beberapa alasan yang
menjadikan limbah Puskesmas berbahaya adalah :
 Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat dalam
pembuangan jika tidak ditangani dengan baik
 Pencemaran lingkungan yang ditiimbulkan jika dibuang tanpa
pengolahan terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang
membahayakan atau mengganggu kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Puskesmas merupakan
limbah klinis yang terbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah
limbah padat Puskesmas bersifat klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan
di ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang perawatan, ruang
bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab, plaster, masker dan
lain-lain.
Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Puskesmas
adalah sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned
termasuk placenta, serta sampah laboratorium yaitu sampah yang dihasilkan

43
dari laboratorium diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau media sample
spinal, bangkai binatang.
Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka
Sampah Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuninng yang
didalamnya telah dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah
disediakan Puskesmas Pamotan. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk
dilakukan proses pembakaran.
b. Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah oadat pada Puskesmas
yang tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis
biasaya berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada
umumnya (sampah umum/domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di UPT
Puskesmas Pamotan untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan menjadi 2
besar, yaitu :
 Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan,dll
 Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik,
dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu-abu sesuai tulisan
sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Puskesmas
Pamotan. Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA bekerjasama
dengan Dinas Pasar Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan.

G. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Limbah RT atau Limbah Non Medis
Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis
Penanganan Limbah dan masing-masing ruangan dilakukan dengan cara :
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan
diangkut dan dibuang berikut wadahnya
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah berisi 2/3 bagian segera dibawa ke
tempat penampungan akhir
c. Pengumpulan limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahya dan
jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar dihindari

44
kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko kecelakaan
terhadap petugas, pasien dan pengunjung.
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu menggunakan
sarung yangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci tangan dengan sabun
sesuai prosedur setiap selesai bekerja
e. Sampah dibuang tiap hari di TPS dan diambil oleh petugas LH tiap hari
untuk dibuang ke TPA

2. Pengelolaan Limbah Padat Medis


Di UPT Puskesmas Pamotan metoda yang diguakan untuk mengolah
sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi
yang berkaitan, peraturan yang berlaku, dan aspek ligkungan yang berpengaruh
terhadap masyarakat.
Teknik pengelolaan sampah medis yang diterapkan adalah (medical waste) :
- Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperature yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposable atau sekali pakai.
- Sterilisasi dengan uap panas (autoclaving)
Metode dekontamiasi dengan pemaparan ke dalam uap panas bersuhu
dan bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu. Tekanan
dan waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak pada
kondisi uap jenuh bersuhu 121oC, Metoda ini dipakai untuk alat-alat
kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat dari logam atau stainless.
- Insenator (incenator)
Sebagian besar limbah padat/sampah yang dihasilkan oleh aktivitas
medis di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No.85/1999
menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik bersifat infeksius
dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Salah
satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah
dengan pengelolaan berupa proses pemanasan. Salah satu teknologi
pemanasan adalah pembakaran (incineration) dalam kondisi terkontrol pada
insenator.
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal
agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk membuat

45
proses insenerasi berlangsung secara optimal, diperlukan suatu perencanaan
design insenerator (incinerator) yang baik sehingga hasil pembakaran yang
diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah :
1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk menghilangkan/
menghancurkan limbah dengan pembakaran terkontrol pada termperatur
yang tinggi
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan / penghancuran
limbah dengan pembakaran terkontrol, seperti contoh : pembakarab
lumpur untuk memindahkan air dan mengurangi residu yang dihasilkan,
ash yang tidak terbakar dapat dibuang dengan aman ke tanah, air atau
dibawah tanah lokasi pengolahan. Material direduksi massa dan volume
dengan pembakaran
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas dengan
pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen B3 diubah
menjadi ash, carbon dioxide, dan air. Pembakara digunakan untuk
menghilangkan/menghancurkan komponen organik, mengurangi volume
limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya yang mungkin dapat
mengandung sedikit komponen B3, seperti logam berat yang tidak
terbakar, yang terkandung dari limbah asal.
Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen organik
dari sampah. Dengan menghilangkan fraksi organik dan mengubahnya
menjadi carbon dioxide dan uap air, dapat mengurangi volume limbah dan
menjadikan komponen organik termasuk yang toksik aman bagi lingkgan.
Alat yang digunakan untuk menjalankan prinsip insenerasi (incineration)
adalah insenerator (incinerator).

Tahapan Pengolahan Limbah


Pemilihanan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat
medis dan non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :
- Warna kuning untuk limbah padat infeksius
- Warna hitam untuk limbah padat non infeksius

46
Tempat limbah diruangan ada dua macam :
- Tempat limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan
sejenisnya yang berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (container ± 0.05 m 3) dengan
persyaratan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
ringan (dapat diangkat oleh satu orang), tidak berkarat dan kedap air
terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup, mudah dikosongkan atau
diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.

Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi
harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
o Untuk limbah infeksius digunakan kantong plastik kuning atau bila
Puskesmas tidak tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain
yang tebal atau dilapisi dua (kantong ganda, kemudian diikat dengan tali
warna kuning dan diberi tanda “infeksius”
o Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
o Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segara diikat dengan
tali dan tidak boleh dibuka kembali
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah
- Limbah cair seperti urine atau fases dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memeuhi syarat serta disiram air yang banyak
- Urinebag dikosongkan secara teratur 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾
penuh.

Pengelolaan Benda Tajam


Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukan sehingga meningkatkan
terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah, penularan infeksi HIV,
hepatitis B, hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang bisa
dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.
Upaya untuk mencegah perlukaan :

47
1. Penggunaan benda tajam tertusuk jarum suntik direkomendasikan sekali
pakai, tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan
penghematan;
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan mengguakan nampan atau alat perantara lain;
4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan,
membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk
pemeriksaan contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode
satu tanan (single handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air
tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah
berisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika
telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.

Pecahan Kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan
perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah, sehingga perlu
diperlakukan secara hati-hati dengan cara pembuangan yang ama. Rekomendasi
pengelolaan pecahan kaca :
1) Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan
2) Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertastebal dan
gulung pecahan kaca dalam kertas tadi
3) Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus, berika
label “hati-hati pecahan kaca”

Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di Puskesmas


Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya
untuk mengurangi populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang
meliputi pengendalian jentik, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing.
Semua ruangan di Puskesmas harus bebas lalat, kecoa, semua ruangan di
Puskesmas tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus

48
terutama pada daerah bangunan tertutup (core) puskesmas. Lingkungan
Puskesmas harus bebas kucing dan anjing.

3. Limbah Cair Medis


a. Sumber limbah
Secara umum limbah cair medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang bersifat infeksius dan
air limbah domestik yang bersifat non-infekisius.
Air limbah infeksius adalah limbah yang megandung mikroorganisme
berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat
menyebabkan penyakit. Air limbah non-infeksius adalah limbah domestik
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional suatu
puskesmas, seperti laundry dan lain-lain. Sumber-sumber air limbah
kegiatan operasional Puskesmas antara lain :
- Air limbah dari kamar mandi dan cuci
Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang berasal
dari unit-unit Puskesmas. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan
ke Septik Tank. Parameter pencemar dalam limbah ini adalah zat padat,
BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis.
- Air limbah laundry
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
mumnya bersifat basa dengan kandungan zat paday total berkisar antara
800-1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400-450 mg/l
- Air limbah laboratorium
Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan laboratorium
dan baan buangan hasil pemeriksaan contoh darah dan lain-lain. Air
limbah ini mengandung berbagai senyawa kimia sebagai bahan pereaksi
sewaktu pemeriksaan contoh darah dan bahan lain. Air limbah
laboratorium mengandung bahan antiseptik an antibiotik sehingga
bersifat toksik terhadap mikroorganisme, oleh karena diperlukan
perlakukan khusus dalam pengelolaannya.
b. Karakteristik air limbah Puskesmas
Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Puskesmas dapat
dikategorikan sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari
laboratoriumnya. Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa

49
cairan keruh berwarna abu-abu dan berbau tanah. Bahan ini mengandung
padatan berupa hancuran tinja, sisa-sisa makanan dan syuran, padatan halus
dalam suspense koloid, serta polutan yang terlarut.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9%
terdiri dari air da 0,1% adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik
sekitar 70% terdiri dari bahan organk dan sekitar 30% terdiri dari bahan an-
organik.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatiff lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitrogen,
Phosphat, minyak-lemak dan TSS yang lebih domina. Persyaratan
pembuangan limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air
limbah Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
no KEP58/MENLH/I/1995 dijelaska dalam table 1.
- Karakteristik Fisik
Parameter-parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain:
a) Total Solid
Didefinisikan sebagai zat-zat yang tertinggal sebagai residu penguapa
pada temperatur 105 C. zat-zat lain yang hilang pada tekanan uap dan
temperatur Puskesmas tersebut tidak didefinisikan sebagai total solid
b) Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur
air minum. Karena danya penambahan air yang lebih panas dari
bekas pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya
kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
 Kehidupan air
 Kelarutan gas
 Aktivitas bakteri
 Reaksi-reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c) Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu-abu dan
sebagai akibat dari penguraian senyawa-senyawa organik oleh

50
bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukkan
bahwa air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.
d) Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas-gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikroorganisme secara
anaerobik.

- Karakteristik Kimia
Senyawa-seyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3 (tiga)
golonga utama, yaitu :
a) Senyawa organik
Kurang lebih 75% zat padat tersuspensi dan 40% padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa-
senyawa organik. Senyawa-senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksige (O), Nitrogen (N), dan Phosphat
(P) dalam berbagai bentuk. Senyawa-senyawa organik ini, umumnya
terdiri dari protein, karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya
dinyatakan dalam parameter BOD dan COD, kandungan detergen
dalam air dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS
(Alkyl Benzen Sulsonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat),
dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue
Alkyl Sulfonat) atau CCE (Carbon Chloroform Extract).
b) Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, semua aliran maupun
karena penambahan buangan baru ke dalam aliran tersebut.
Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses
penguapan alami pada permukaan air. Adapun komponen-kompoen
anorganik yang terpenting dan berpengaruh terhadap air buangan
antara lain:
 Alkalinitas
 Khlorida
 Sulfat

51
 Besi
 Zeng
 Dll
c) Gas – gas
Gas-gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum diolah
meliputi : N2, O2, CO2, H2s, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut
pertama sebagai akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga
terakhir berasal dari dekomposisi zat-zat organik oleh bakteri dalam
air buangan.
- Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi
3 (tiga) :
1. Kelompok Protista
2. Kelompok tumbuh-tumbuhan
3. Kelompok hewan
Kelompok Protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan
kelompok tumbuh-tumbuhan antara lain meliputi paku-pakuan dan
lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama
dalam proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokkan menjadi
jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen.
Kelompok bakteri patogen dianalisa dengan parameter kandungan
E.Coli, MPN (Most Problably Number) / 100 Ml. E.Coli merupaka
bakteri yang terkandug dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri
E.Coli dalam air buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri
patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri, dan Cholera).

c. Pengelolaan Limbah Cair


Limbah Puskesmas berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran
natara limbah domestik – limbah laboratorium yag kadang-kadang bersifat
infeksius.

Tujuan pengolahan air limbah :


1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah
2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable
(mengurangi kandungan BOD sekaligus COD)

52
3. Penghilangan kandungan nutrient (N dan P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan-bahan anorganik.
Pengolahan limbah Puskesmas dapat dilakukan dengan du acara yaitu :
- Pengolahan secara individual (One-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk
pengolahan tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung
dalam saluran terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air
kemih untuk skala rumah kecil didaerah perkotaan serig dilakukan
dengan cara basah atau menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor menjadi
buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan
pemampatan pada tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahka dengan pengendapan
secara gravitasi
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis
Komponen organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap
dalam tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang.
Keduanya dapat di dekomposisikan oleh aktivitas bakteri. Hasil dari
proses dekomposisi tersebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan
lumpur matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar
sebagai effluent, gas yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi
dan lumpur yang matang ditampung di dasar tangka yang nantinya
akan dikeluarkan secara berkala.
- Pengolahan Secara Komunal
Pengolahan secara komunal di Puskesmas seperti yang dilakukan
Puskesmas untuk mengolah air efluen dari septik tant dan air limbah dari
mandi, cuci dan laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis dapat
dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan pendahuluan dan
pengolahan secara biologi.

53
a. Pengolahan pendahuluan
Pengelohan pendahuluan Puskesmas Pamotan dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari
laboratorium analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan
dengan instansi terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan
pendahuluan untuk air limbah laboratirim dilakukan secara phisik-
kimia yaitu netralisasi, prestipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan
pengolahan pendahuluan untuk air limbah laundry adalah netralisasi
dan pemberian zat kimia antibusa.
b. Pengolahan secara Biologis (pengolahan tahan kedua)
Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis
dikategorikan sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment),
melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap
pertama (primary treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah
untuk menghilangka zat padat organik terlarut yang biodegradable,
berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan
untuk menghilangkan zat pada tersuspensi.
Dalam memilih teknologi yang akan digunakan, perlu
dipertimbangkan beberapa hal :
 Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah
 Pemahaman teknologi yang akan digunakan

Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan


tidak semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga
berhubungan dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan
teknologi yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau fluktuasi
yang menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu
sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan.
Kualias limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan
digunakan, selain itu juga dapat digunakan sebagai indicator bagi
perlu tidaknya suatu teknologi digunakan. Aspek paling sederhana
dalam hal ini adalah mengklasifikasikan air limbah berdasarkan
karakteristiknya; fisik, kimiawi ataukah biologis.
Karena itu perlu sekali kita memakai dua aspek awal – kuantitas
dan kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang aka

54
diterapkan. Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum
digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah megurangi
kuantitas limbah yang dihasilkan
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk
mengurangi kualitas pencemaran.

Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :


- Derajat pengolahan yag dikehendaki
- Jenis air limbah yang akan diolah
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan pemeliharaan

Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Puskesmas antara


lain:
1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil
2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya operasi tidak mahal
4. Kebutuhan lahan minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrumen IPAL awet
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas

4. Penanganan Tumpahan darah (lihat juga lampiran)


a. Pasang tanda peringatan
b. Siapkan spill kit
c. Gunakan APD sesuai kebutuha : sarung tangan RT, masker, pelindung kaki
(bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron)
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang
menyerap (kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan
penjepit dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah
infeksius)

55
e. tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama
10’
f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap basah
g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan
h. Ikat plastik kuning masukkan ke dalam tempat sampah medis
i. APD dilepas, dikelola sesuai standar
j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai

H. PENEMPATAN PASIEN
a) Tempatkan pasien ifeksius terpisah dengan pasien non infeksius
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien
kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang
jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara tempat
tidur minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam
satu ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada komite atau Tim PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan
jenis transmisinya (kontak, droplet, airborne).
e) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya
dipisahkan tersendiri
f) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya trasnmisi penyakit yang tidak perlu kepada orang lain
g) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesame pasien TB
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksis,
direkomendasikan penempatan pasien secara cohorting (penempatan pasien
berkelompok bersama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam ruang
tunggal atau penempatan dalam ruag isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
infeksi dan khususnya terpisah dengan pasien kondisi immunocompromise.
Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau campuran (dibantu sistem
fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne dipesyaratkan
penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal 12 ACH.

56
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatas
seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tertentu pasien terpaksa harus dibawa ke
unit lain, maka petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

I. HYGIEE RESPIRASI / ETIKA BATUK


Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan
petugas kesehatan harus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet nuklei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang
terinfeksi kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan
melalui droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada
semua individu dengan gejala gangguan pada saluran nafas harus :
Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :
1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin
2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ketempat
limbah infeksius
3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternative cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol
5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu

Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene respirasi /


etika batuk :
- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Puskesmas dengan
infeksi saluran nafas

57
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya
pengendalian transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam
mencegah penularan infeksi saluran nafas
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun
biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan

J. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan, berlaku
juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi
mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang spuit dan jarum
suntik bekas pakai ke tempatnya yang benar.
Hati-hati dengan pemakaian obat untuk perina dan anestesi karena berpotensi
menimbulkan kejadian Luar Bias (KLB).
Rekomendasi penyuntikan yang aman :
a. Menerapkan aseptic technique untuk mencegah kontaminasi alat-alat injeksi
(kategori IA)
b. Tidak menggunakan semprit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu pasien
walaupun jarum suntiknya diganti (kategori IA)
c. Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien dan
satu prosedur (kategori IA)
d. Gunakan cairan pelarut/flushing hanya untuk satu kali (NaCl, WFI, dll)
(Kategori IA)
e. Gunakan single dose untuk obat ijeksi (bila memungkinkan) (Kategori IA)
f. Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau
mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian berikutnya (Kategori
IA)
g. Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang akan
dipergunakan harus steril (Kategori IA)
h. Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang
membuat (Kategori IA)
i. Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari 1 pasien (Kategori IB)

58
K. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN
Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan diajukan
kepada seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien maupun
tidak. Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi :
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
o Resiko ekspos petugas
o Kontak petugas dengan pasien
o Karakteristik pasien Puskesmas
o Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dana tau konseling

PELAKSANAAN PAJANAN
Tujuan tatalaksana pajanan adalah untuk mengurangi waktu kontak dengan
darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber pajanan dan untuk membersihkan dan
melakukan dekontaminasi tempat pajanan. Tatalaksananya adalah sebagai berikut :
a. Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan sabun/cairan antiseptik
sampai bersih
b. Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan, cuci
dengan sabun dan air mengalir
c. Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air
beberapa kali
d. Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi), dengan
posisi kepala miring kearah mata yang terpecik
e. Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
f. Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan mulut

TATALAKSANA PAJANAN BAHAN INFEKSISU DI TEMPAT KERJA


Langkah 1 : Cuci
a. Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti tersebut di atas
b. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan
langsung dan komite PPI atau K3. Laporan tersebut sangat penting untuk

59
menentukan langkah berikutnya, melalui PPP sebaiknya secepatnya kurang dari
4 jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak
efektif.
Langkah 2 : Telaah pajanan
a. Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah :
- Perlukaan kulit
- Pajanan pada selaput mukosa
- Pajanan melalui kulit yang luka
b. bahan Pajanan
bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah :
- Darah
- Cairan bercampur darah yang kasat mata
- Cairan yang potensial terinfeksi : semen, cairan vagina, cairan serebrospinal,
cairan synovia, cairan pleura, cairan peritorical, cairan perickaldial, cairan
amnion
- Virus yang terkonsentrasi
c. Status Infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui), dilakukan
pemeriksaan :
- Hbs Ag untuk Hepatitis B
- Anti HCV untuk Hepatitis C
- Anti HIV untuk HIV
- Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan adanya faktor risiko
yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
d. Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara :
- Pernahkan mendapat vaksinasi Hepatitis B
- Status serologi terhadap HBV (titer anti Hbs) bila pernah mendapatkan
vaksin
- Pemeriksaan Anti HCV (untuk hepatitis C)
- Anti HIV (untuk infeksi HIV)

LANGKAH DASAR TATALAKSANA KLINIS PPP HIV PADA KASUS


KECELAKAAN KERJA

60
1. Menetapkan memenuhi syarat untuk PPP HIV
2. Memberikan informasi singkat mengenai HIV untuk mendapatkan persetujuan
(informed consent)
3. Memastikan bahwa korban tidak menderita infeksi HIV dengan melakukan tes
HIV terlebih dahulu
4. Pemberian obat-obat untuk PPP HIV
5. Melaksanak evaluasi laboratorium
6. Menjamin pencatatan
7. Memberikan follow-up dan dukungan

KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI

Kewaspadaan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai


transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan
lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Kewaspadaan
ini diterapkan sebagai tambahan terhadap kewaspadaan standar.
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
o Kontak langsung
o Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
o Melalui vector (lalat, nyamuk, tikus, dll)
b. Droplet
c. Udara

1. Kewaspadaan Transmisi Kontak


Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tersering penyebab
HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi
patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang
yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh: perawat
membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah
mengganti verband dengan luka basah, dll). Risiko kontak langsung sering adalah
kontak tangan.

61
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kasa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien,
melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan sekresi
pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di
lingkungan sekitar pasien.
Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang diketahui
atau terkolonisasi (ada mikroba pada aatu dalam tubuh pasien tanpa gejala klinis
infeksi) yang mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau
tidak langsung. Pada saat petugas masih memakai sarung tangan terkontaminasi
tidak boleh menyentuh tangan, hidung dan mulut, dan hindari mengkontaminasi
permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien, misal
pegangan pintu, tombol lampu, telpon.

Kunci Kewaspadaan Kontak :


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien
2. Gunakan sarung tangan bersih, tidak perlu steril dan apron disposable/ reusable
bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan apron pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen
infeksius). Lakukan kebersihan tangan segera setelah melepas sarung tangan
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak
dan selalu membersihhkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak disposable
sebelum digunakan pasien lain
5. Hindari menyentuh wajah, mata dan mulut dengan tangan yang memakai atau
tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebersihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan
8. Pengendalian lingkungan : pembasmian dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
pusksesmas
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes
zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.

62
2. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien dengan
infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat
ditransmisikan melalui droplet, percikan partikel besar (> 5). Transmisi dropet
terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membrane mukosa hidung atau mulut
individu yang rentan/tanpa pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara, batuk,
bersin dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan dapat
menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipen
(<1 μ meter).
Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di permukaan
lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi.
Transisi droplet dapat secara langsung, dimana droplet mencapai membrane mukosa
karena terinhalasi. Transmisi droplet juga sering terjadi secara kombinasi dengan
trasnmisi kontak yaitu partikel droplet mengkontaminasi permukaan tangan atau
permukaan tubuh atau lingkungan yang lain dan dapat ditransmisikan ke membrane
mukosa, trasnmisi droplet mengkontaminasi permukaan tangan atau permukaan
tubuh atau lingkungan yang lain dan dapat ditransmsikan ke membrane mukosa.
Transmisi droplet dapat terjadi saat pasien bicara, batuk (spontan/akibat induksi),
bersin, berbagai prosedur yang dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotracheal,
bronkoskopu, suction, nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
Kunci Kewaspadaan Droplet :
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal
1 meter
4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan
5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, apron
6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
Puskesmas

63
3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Air borne)
Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan
standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi patogen yang
secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara seperti misalnya
transmisi artikel terinhalasi langsung melalui udara (mis.varicella zoster).
Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi mikroba penyebab
infeksi melalui udara baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel
kecil <μ5m evaporasi dan droplet yang mengandung mikroba dan bertahan lama di
udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Partikel kecil yang mengandung mikroba tersebut akan melayang/menetap di
udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari sumber, dapat terinhalasi oleh
individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung
pada faktor lingkungan (sistem ventilasi). Beberapa contoh penyakit : TB paru,
campak, cacar air, influenza. Kewaspadaan transmisi udara direkomendasikan
diterapkan pada setiap tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien
infeksi udara. Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi
udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
Kunci Kewaspadaan Udara (airborne) :
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan
dipakai (fit test)
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi memadai/ruang
dengan pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila mungkin),
dipisahkan dan pasien lain atau ditempatkan dengan prinsip kohorting bersama
pasien dengan infeksi udara sejenis
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
5. APD : masker bedah (untuk pasien / pengunjung, sarung tangan, apron, apron
(bila menghadapi cairan dalam jumlah banyak).
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Control sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)

64
c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC
harus dengan filter HEPA
d. Pembersihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda
terkontaminasi sebagai komplemen pembersihan udara (HEPA, Filter, ozon,
fogging atau sinar UV).

Isolasi Perlindungan
Isolasi perlindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi
medis/status kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi
sehingga perlu dilindungi dari resiko transmisinya di Puskesmas. Kondisi-
kondisi pasien yang memerlukan isolasi perlindungan antara lain :
1. Kondisi immunocompromised (dan berbagai underlying penyakit)
2. Pengobatan steroid/obatt supresi sistem imun yang lain
3. Pasien dengan kemoterapi
4. Usia lanjut, bayi premature/KMK, status gizi buruk, dll
Prinsip kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan
kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :
1. Ditempakan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip kewaspadaan standar
secara maksimal
2. Kebersihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien (untuk
petugas/pengunjung)
3. Batasi kontak petugas/pengunkung (maksimum pengunjung 2 orang)
4. Batasi barang didalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa pasien
5. Penggunaan APD Oleh petugas sesuai potensi transmisi

KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI


Kontak Droplet Udara/airborne
Penempatan Tempatkan diruang Tempatkan pasien Tempatkan pasien di
pasien rawat terpisah/secara diruang terpisah / ruang terpisah
kohorting. Bila tidak secara kohorting, dengan :
mungkin, dengan jarak ≥1 1. Tekanan negatif
pertimbangkan meter antara TT dan 2. Aliran udara
epidemiologi dengan pengunjung. 12xjam
mikrobanya dan 3. Pengeluaran

65
populasi pasien, Pertahankan pintu udara terfiltrasi
konsultasikan dengan terbuka, tidak perlu sebelum udara
petugas PPI (kategori penanganan khusus mengalir ke
IB) tempatkan dengan thd udara dan lingkungan
jarak antar TT≥1 meter, ventilasi (kategori 4. Bila
jaga tidak ada IB) menggunakan
kontaminasi silang ke kohorting
lingkungan dan pasien (mikroba sama)
lain (kategori IB) dengan ventilasi
natural, buka
jendela maksimal
agar aliran udara
memadai dari
udara bersih ke
udara kurang
bersih
5. Pintu ruang
pasien/kohorting
tertutup
Jarak antar pasien >1
meter. Konsultasikan
dengan petugas PPI
untuk menempatkan
pasien bila ruang
isolasi/kohorting
tidak
memungkinkan.
(kategori IB)
Transport Batasi kontak antar Batasi gerak / Batasi gerak /
pasien pasien, transport pasien transportasi pasien transportasi pasien
hanya bila perlu. b/p b/p transport, pasien hanya bila perlu,
pasien keluar ruangan menggunakan pasien mengenakan
terapkan prinsip masker bedah masker bedah dan
kewaspadaan kontak (kategori IB) dan menerapkan hygiene
untuk meminimalkan menerapkan hygiene respirasi / etika

66
penularan (kategori IB). respirasi ketika batuk.
batuk. (kategori IB)
APD petugas Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator partikulat
steril, ganti sarung (melindungi hidung (N95/Kategori-N
tangan setelah kontak dan mulut) bila pada efisiensi 95%)
cairan tubuh / pindah bekerja dalam radius dikenakan saat
pasien. 1 meter dan pasien / masuk ruang pasien.
Lepaskan sarung angan saat kontak erat Orang yang rentan
sebelum keluar dari (kategori IB). direkomendasikan
ruang pasien; cuci tidak masuk ruang
tangan dengan sabun pasien orang yang
antiseptik (kategori IB). imun/telah pernah
apron bersih non steril sakit campak / cacar
saat masuk ruang pasien air tidak perlu
untuk melindungi masker (kategori IB)
kontak langsung pasien, Masker bedah/
peratalatan / permukaan medikal untuk pasien
lingkungan sekitar sarung tangan apron,
pasien, cairan tubuh, goggle, saat
luka terbuka, dll. melakukan tindakan
Lepaskan apron yang menimbulkan
sebelum ke luar aerosol
ruangan, jaga jarak
mengkontaminasi
lingkungan / pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
apron permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.
Peralatan Dedikasikan 1 peralatan Idem Idem
untuk untuk setiap pasien, bila
perawatan digunakan bersama,
pasien terapkan prinsip
pembersihan dan

67
disinfeksi secara tepat
sebelum digunakan
untuk pasien lain.
Peralatan semi kritikal
dilakukan DTT,
peralatan kritikal
dilakukan
Pengendalia Tidak perlu penanganan Tidak perlu Ruang tekanan neatif
n teknikal & ventilasi secara khusus penanganan udara dengan ACH 12 AC
lingkungan Pembersihan / usap secara khusus dengan heapfilter
permukaan lingkungan Pembersihan / usap aliran udara pada
dengan menggunakan permukaan ventilasi natural,
disinfektan lingkungan dengan jendela dibuka lebar.
menggunakan Pembersihan / usap.
disinfektan Permukaan
lingkungan dengan
menggunakan
disinfektan; b/p
fogging

Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi


1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan kontak minimal
2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dan
seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi
3. Kebersihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien
4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien)
5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh
serta bahan yang terkontaminasi, cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Ganti sarung tangan antara pasien
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfektasi bedpan, urineal, dan
container pasien yang lain
8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur

68
9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan
didisenfeksi dengan benar antar pasien
10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal
11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk ke ruang
isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan menerapkan penggunaan APD
yang sesuai

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI


Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi / kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin
sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasa secara ketat dan hendaknya
berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai
petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan pasien ke ptugas pelayanan
kesehatan atau orang lain.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, sengaja mencemari
lingkungan atau tidak dapat diharapkan kerja sama dalam menerapkan pencegahan
infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada anak-
anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut usia.
Untuk perawatan pasien penyait menular melalui udara di ruang isolasi, petugas
kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :
Persiapan Dan Pemeliharaan Ruang Isolasi
- Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan pada
pintu
- Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas kesehatan
atau pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan tersebut, agar
bila dibutuhkan tindak lanjut, tersedia data yang dibutuhkan.
- Pastikan bahwa semua orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas kebersihan
memakai APD yang lengkap
- Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus
mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran tersembunyi atau kondisi basah,
baik di dalam maupun sekelilingnya
- Kumpulan linen seperlunya

69
- Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup
- Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan oleh
kaki dalam ruangan
- Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan
- Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air
minum dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebersihan pribadi berada dalam
jangkauan pasien
- Sediakan peralatan yang diperlukan sendiri untuk masing-masing pasien seperti
stetoskop, thermometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketersediaan,
peralatan digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibersihkan
dan dideninfeksi sebelum digunakan bersama
- Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat rak, trolly,
lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua
peralatan yang dibutuhkan tersedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap
peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang. Peralatan bekaspakai tersebut
dibersihkan dan didekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim
- Sediakan peralatan kebersihan (mop / pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan
di dalam ruangan pasien, masing-masing spesifik / terpisah
- Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti mejapasien, kaki tempat tidur dan bantal
telah dibersihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5% dapat digunakan sebagai
disinfekan
- Masukkan linen bekas pakai ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke unit
pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontainasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan.
Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tersebut ke dalam
kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Bersihkan dan desinfksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Bersihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke laundry untuk dicuci
dengan air panas

70
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udada
(tekanan negatif, aliran udara dari bersih ke kurang bersih, perawatan filter HEPA,
pintu tertutup rapat)
- Bersihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :

Memasuki ruangan
- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Pakai APD
- Masuk ruangan dan tutup pintu

Meninggalkan ruangan
- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang
benar
- Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam container limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah : letakkan di dala wadah peralatan bekas pakai
- Apron : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan
dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang
terintegrasi dengan pengendalian infeksi Puskesmas secara umum dan secara khusus
ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara
khusus MDR-TB) di Puskesmas(sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui
tatalaksana administrative, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri
(APD).

71
Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting), edukasi
etika batuk dan hygiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja (surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca
pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi pengkondisian udara melalui
pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau campuran) di fasilitas rawat jalan,
rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang penunjang (laboratorium), area tunggu
maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan perlindungan penggunaan
alat pelindung diri (APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien,
respirator N95 untuk petugas).

Pengendalian Administratrif
1. Skrinning batuk dilakukan saat pasien datang di Puskesmas oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan)
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan hygiene respirasi, ditempatkan diarea tunggu pasien batuk
3. Akses pelayanan pasien suspek TB khususkan untuk pelayanan dan diagnosis cepat :
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus
c. Alur rujukan khusus
4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan Puskesmas melaui
mekanisme :
a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area public
c. Pasin telah menggunakan masker
5. Waktu kontak di Puskesmas dipersingkat melalui penataan sistem akses pelayanan
khusus yang dipisahkan dari pasien umum.

Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang laboratorium
dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian transmisi udara
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi
3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periode
berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan bersama dengan Urut Sanitasi
4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang infeksi
airborne

72
Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja
1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas
2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI
Puskesmas dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik sarung
tangan bersih, masker, apron/apron.
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis
maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas serta
rotasi tempat tugas dilakukan bersama Sub Bagian Sumber Daya Manunisia dan
Unit K3.
Paduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim
klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus
terpisah dan Panduan ini (lihat Panduan K3).

73
BAB IV
TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah


kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap
aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal
sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan.

A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih


Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra perlu
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.
1. Tenaga pelaksana
a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan
terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptic dan perawatannya
(kategori I)
b) Puskesmas yang memberikan asuhan padapasien dengan kateter harus
mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang
prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang
potensi komplikasi yang timbuh (kategori II)
2. Teknik Pemasangan Kateter
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan personil dalam memberi asuhan pada pasien (kategori II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, katater suprapublik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (kategori III)
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter
(kategori I)
e) Pemasangan secara aseptic dengan menggunakan peralatan steril (kategori
II)
3. Perawatan sistem aliran tertutup

74
a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sambutan aliran misalnya
karena bekuan darah operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah
hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan
sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi selang
seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi
tidak direkomendasikan (kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptic (Kategori I)
c) Sambungan kateter harus didisinfksi sebelum dilepas (kategori II)
d) Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu
sendiri menimbulkan sumbatan) maka kateter harus diganti (kategori II)

4. Pengambilan Bahan Urine


a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian
distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tersedia
dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat
pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium

5. Kelancaran Aliran urine


a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung, penghentian aliran
secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan
yang direnceanakan (kategori II)
b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan :
- Pipa jangan tertekuk (kinking)
- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah
penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari
kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung
- Kateter yang kurang lancar/tersumbat harus diirigasi sesuai standar
prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kendung
kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I)

75
6. Perawatan meatus
Direkomendasikan membersihkan dan perawatan meatus (selama kateter
dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian
infeksi saluran kemih (kategori II).

7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah
tidak ada indikasi mutlak, tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut
waktu tertentu / secara rutin.

BANDLE PENCEGAHAN CAUTI


1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang
kateter, mencegah iritasi
2. Urine bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urine bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
3. Memastikan urine selalu mengalir di urine bag
4. Observasi tanda-tanda infeksi
5. Strick hand hygiene
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva/ penis minimal 3 kali
sehari

B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran darah primer


(IADP) dan Plebitis
Pencegahan IADP dan phlebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan
kateter vena sentral dan kateter vena perifer
1. Pemasangan dan perawatan kateter intravascular serta pemberian obat IV
harus dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu
dilakukan secara periodic, menggunakan metode simulasi dan audiovisual
yang efektif
2. Indikasi pemasangan IV line hanya dilaksanakan untuk tindakan
pengobatan dana tau untuk kepentingan diagnostic. Segera lepaskan
kateter IV ika sudah tidak ada induksi (kategori I)
3. Pemilihan kanula untuk infus primer

76
- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah
terjadinya infeksi
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV linen pemasangan tidak boleh
lebih dari 72 jam (kategori II)
- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk
mengurangi komplikasi mekanis dan keterbatasan alternative lokasi
pemasangan
4. Kebersihan tangan
a) Kebersihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,
insersi, melepaskan atau dressing IV device (kategori I)
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air
mengalir untuk pemasangan melaui insisi, cuci tangan harus
menggunakan sabun antiseptik (kategori I)
5. Persiapan pemasangan kateter IV
a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV
:
- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insersi untuk
pencegahan kontaminasi blood pathogen
- Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing
b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudh
ditentukan (lihat SPO pemasangan kateter IV).
c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik
secara adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit
di sekitar tempat insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%,
yodium tincture 2% atau alkohol 70% (kategori I)
d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum
insermasi maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu
sampai kering minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan
kanula (kategori I)
e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah
dilakukan tindakan aseptik
6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV
a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)
b) Tutup daerah insersi dengan transparat dressing kategori I)

77
c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi insersi
pada IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam
medik dicatat tanggal, lokasi dan jam pemasangan) (kategori I)
7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV
a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan
timbulnya tanda-tandainfeksi (inpeksi dan palpasi daerah vena
tersebut).
Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada
tempat tusukan, kasa penutup/transparent dressing dibuka untuk
melihat kemungkinan komplikasi (kategori I).
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72
jam kasa/ transparent dressing enutup harus diganti dengan yang baru
dan steril (kategori II)
c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%
8. Penggantian Set Infus
a. Jika pengobatan IVmelalui infus perifer (baik menggunakan heparin
atau yang dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 72
jam secara asepsis (dewasa) (kategori I). Tidak ada rekomendasi pada
anak tentang hal ini.
b. Selang IV termasuk kanulapiggy-back dan stopcock harus diganti
setiap 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).
c. Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah,
produk darah, atau emulsi lemak (kategori III).
d. Cairan parenteral
 Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam
 Pemberian lipid emulsion, secara tersendiri, hanya digunakan
selama 12 jam.
9. Kanula Sentral
a) Pemilihan lokasi pemasangan kateter sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas
dan tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah
subklavia atau jugular (kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aseptik (kategori I).
gunakan kewaspadaan standar yang tepat saat insersi terdiri atas apron

78
khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape
steril). Insersi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan
c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi
atau diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda
infeksi. Bila masih diperlukan, direkomendasika insersi di tempat
yang baru (kategori I).
e) Kanula sentral dipasang melalui vena ugular dan subklavia kecuali
digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti
secara rutin (kategori I).
f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang
kateter pada daerah insermasi yang sama
g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena
sentral kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bilakanulasentral
diindikasikan dipertahankan lebih laa, kasa penutup/dressing harus
diperiksa dan diganti setiap 7 hari kategori II).

10. Panduan Khusus


a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral,
transfuse darah, cairan hiperalimentasi secara bersamaan
b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem
tertutup untuk mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak
memasukkan obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi sesaat
sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-
tanda infeksi
d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter
e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak
direkomendasikan (kategori II).
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau
phlebitis : jika dari tempat insemasi keluar pus atau terjadi selulitis atau
phlebitis atau diduga bacteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua
sistem harus dicabut kategori I).
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan
intravena seperti tromboplebitis purulent, bakteriemi, maka dapat

79
dilakukan pemeriksaan biakan / kultur ujung kanula. Cara pengambilan
bahan sebagai berikut :
a) Kulit tempat insemasi dibersihkan dan didisinfeksi alkohol 70%,
biarkan sampai kering;
b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara
aseptik untuk dibiakkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);
c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan
parenteral, maka cairan tersebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam
botol diamankan (kategori I);
d) Jika sistem IV dihentikan oleh kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV,
cairan harus dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya
dengan nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
f) Jika terkontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic
contamination), maka secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas
Kesehatan
C. Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral
- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian farmasi kecuali
karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien kategori
II).
- Tenaga pelaksana harus mencusi tangan sesuai standar sebelum mencampur
cairan parenteral (kategori I).
- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus
diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel
tertentu serta tanggal kadaluarsa. Bila didapatkan keadaan tersebut, cairan tidak
boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi
memastikan bahwa produk tersebut tidak dileuarkan lagi ke pelayanan (kategori
I).
- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral hatus memiliki pengatur udara
laminar (Laminar flow hood) (kategori II).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai).
Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan tersebut harus diberi tanda tanggal dan jam
waktu dikerjakan

80
- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan
(suhu kamar atau dalam refrigerator)
Central Line Bundle
1. Kebersihan tangan
2. Maximal barrier precaution
3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin
4. Seleksi optimal lokasi kateter, menghindari vena femral untuk akses kateter
vena sentral pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera di lepas bila sudah
tidak dibutuhkan
Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum
pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi
kateter atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).

D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia


1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Memberikan perubahan posisi pada pasien
a. Posisi kepala > tinggi atau 30o – 45o
b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian
3. Kebersihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan antiseptik oral yang bebas
dari alkohol (khlorheksidin 0,2%)
4. Laksanakan kewaspadaan standar
a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah :
 Menyentuh pasien
 Menyentuh darah/cairan tubuh
 Menyentuh alat sistem pernafasan
b. Gunakan sarung tangan bersih
 Kontak dengan mukosa mulut dan kering
 Tindakan pengisapan lender
 Kontak darah dan cairan tubuh
c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan
d. Pakai masker saat
 Intubasi
 Pengisapan lender

81
 Pembersihan mulut dan hidung
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan
f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi
 Laukukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi / sterilisasi
 Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur
dalam kebijakan Puskesmas tentang pengelolaan alat medis reused
 Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
g. Tidak direkomendaskan mengganti sirkuit ventilator bilakotor atau tidak
berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
h. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
i. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan
(water trap)
j. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier
k. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibersihkan
l. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti
pada setiap pasien
m. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan teknik aseptik dan
dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya
dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan
dibersihkan
n. Intubasi
 Lakukan dengan tehnik aseptic

VAP B undle
a. Kebersihan tangan
b. Posisi tidur 30o – 45o bila tidak ada kontra indikasi
c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)
d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed
system
e. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer
f. Tidak direkomendasikan melakukan bronchial washing

82
E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi
Pencegahan dekubitus :
- Hygiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap bersih dan
kering serta dikaji terus menerus terhadap resiko dan tanda awal penekanan dan
gesekan;
- Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun
pergerakan secara bebas;
- Mengurangi tekanan pada tumit ;
- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada
kulit;
- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.
-
Penatalaksaaan dekubitus :
- Kaji derajat dekubitus;
- Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;
- Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui surveiland
nosokomial dan entry data infeksi RL 6.

83
BAB V
SURVAILANS INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

A. Definisi Surveilans
Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematisdan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi
guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan
efisien. Salah satu dari bagian surveilans kesehatan adalah surveilans infeksi terkait
pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs).
Surveilans infeksi terkait pelayanan kesehatan (Health Care Associated
Infections/HAIs) adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus menerus dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi data kesehatan yang penting di
fasilitas pelayanan kesehatan pada suatu populasi spesifik dan didiseminasikan
secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan, serta evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Kegiatan surveilans HAIs merupakan komponen penunjang penting dalam
setiap program pencegahan dan pengendalian infeksi. Informasi yang dihasilkan
oleh kegiatan surveilans berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada
tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan
surveilans yang baik dan benar dapat dibuktikan bahwa program dapat berjalan lebih
efektif dan efisien.

B. Tujuan Surveilans HAIs di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


1. Tersedianya informasi tentang situasi dan kecenderungan kejadian HAIs di
fasilitas pelayanan kesehatan dan faktor resiko yang mempengaruhinya.
2. Terselenggaranya kewaspadaaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
fenomena abnormal (penyimpangan) pada hasil pengamatan dan dampak HAIs
di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Terselenggaranya investigasi dan pengendalian kejadian penyimpangan pada
hasil pengamatan dan dampak HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan.

84
C. Metode Surveilans
a) Surveilans Komprehesif (Hospital Wide/Tradisional Surveillance)
Adalah surveilans yang dilakukan di semua area perawatan untuk
mengidentifikasi pasien yang mengalami infeksi selama di rumah sakit. Data
dikumpulkan dari catatan medis, catatan keperawatan, laboratorium dan perawat
ruangan. Metode surveilans ini merupakan metode pertama yang dilakukan oleh
Center for Diseases Control (CDC) pada tahun 1970 namun memerlukan banyak
waktu, tenaga dan biaya
b) Surveilans Target (Targetted Surveillance)
Metode surveilans ini berfokus pada ruangan atau pasien dengan resiko
infeksi spesifik seperti ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi baru
lahir, ruang perawatan pasien transplan, ruang perawatan pasien hemodialisa
atau pasien dengan resiko : ISK, Surgical Site Infection (SSI)/IDO, Blood
Stream Infection (BSI)/IAD, Pneumonia (HAP, VAP).
Surveilans target dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan
memerlukan sumber daya manusia yang sedikit.
c) Surveilans Periodic (periodic Surveillance)
Metode Hospital Wide Traditional Surveillance yang dilakukan secara
periodic misalnya satu bulan dalam satu semester. Cara lain dilakukan surveilans
pada satu atau beberapa unit dalam periode tertentu kemudian indah lagi ke unit
lain
d) Surveilans Prevalensi (Prevalence Surveillance)
Adalah menghitung jumlah aktif infeksi selamaperiode tertentu. Aktif
infeksi dihitung semua jumlah infeksi baik yang lama maupun yang baru ketika
dilakukan survei. Jumlah aktif infeksi dibagi jumlah pasien yang ada ada waktu
dilakukan survei. Prevalence Surveillance dapat digunakan padapopulasi khusus
seperti infeksi mikroorganisme khusus : Methicillin – Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA), Vancomycin Resistant Enterococci (VRE).

Berdasarkan beberapa metode diatas, yang direkomendasikan adalah Surveilans


Target (Targetted Surveillance) untuk dapat dilaksanakan karena Surveilans
Target dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan memerlukan sumber daya
manusia yang sedikit.

85
BAB VI
PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG

Panduan PPI untuk Pasien


Pasien memiliki hak untuk mendapatkkan pelayanan yang bermutu yang berfokus
pada keselamatan. Untuk itu, makapasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama
dengan masyarakat Puskesmas mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap. Edukasi
PPI khususnya adalah dalam hal kebersihan tangan. Ketertiban membuang sampah dan
etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang dari luar
Puskesmas yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan ketertiban jam
berkunjung.
Catatan edukasi bagi pasien ddokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien
dalam reka medis.
Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran /
poliklinik melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Puskesmas yang
dikoordinasikan Tim PPI Puskesmas melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah
dengan banner, poster, leflet, teks berjalan,baliho, spanduk, pemutaran video edukasi,
dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh pengunjung
Puskesmas dan di area tunggu pasien/pengunjung,

Panduann PPI Untuk Pengunjung


Di Rawat Jalan
1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Puskesmasdirekomendasikan untuk melakukan
kebersihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau
handrub yang sudah disediakan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruan pendaftaran direkomendasikan menempati
tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker
yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung /pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya saat menunggu pemeriksaan
4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk

86
5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan untuk
melakukan kebersihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau
handrub yang sudah disediakan

Di Rawat Inap
1. pengunjung setelah tiba di Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan
kebersihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang
sudah disediakan, sebelum masuk ruangan perawatan
2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan
sebaiknya tidak diperkenankan mengunungi pasien. Dalam kondisi terpaksa
direkomendasikan menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan pasien
3. Bagi anak-anakdibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Puskesmas
4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara
bergantian (khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)

Pada pasien dengan penyakir menular melalui udara


1. Pengunjung melakukan kebersihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar
dari ruang perawatan pasien
2. Pengunjung dibatasi maksimal 2orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur PPI dengan menggunakan APD berua masker
dan apron (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jikakeluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius
apabila menggunakan apron maka ditempatkan pada tempat linen infeksius

Pada Pasien Dengan Isolasi Perlindungan


1. Pengunjung melakukan kebersihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar
dari ruang perawatan pasien
2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, apron, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius,
apron dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi dsediakan untuk pengunjung Puskesmas, ditempatkan di tempat / area public
Puskesmas, dengan prioritas materi :

87
- Kebersihan tangan
- Etika batuk dan hygiene respirasi
- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk
- Kebersihan lingkungan
- Ketertiban membang sampah
- Penggunaan APD sesuai potensi resiko penularan
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu
Puskesmas melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Puskesmas yang
dikoordinasikan Tim PPI Puskesmas.

88
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk


memastikan pelaksanaan kegiatan tetap pada jalurnya sesuai pedoman dan perencanaan
program dalam rangka pengendalian suatu program, selain juga memberikan informasi
kepada pengelola program akan hambatan dan penyimpangan yang terjadi sebagai
masukan dalam melakukan evaluasi. Dalam program PPI monitoring dan evaluasi
bertujuan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program dan kepatuhan penerapan
oleh petugas serta evaluasi angka kejadian HAIs melalui pengkajian resiko
infeksi/Infection Control Risk Assesment (ICRA), audit, dan monitoring dan evaluasi
lainnya secara berkala yang dilakukan oleh komite atau Tim PPI.

A. Pengkajian Resiko Infeksi (Infection Control Risk Assesment /ICRA)


Salah satu program dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan adalah melakukan pengkajian resiko. Pengkajian resiko
sebaiknya dilakukan setiap awal tahun sebelum memulai program dan dapat setiap
saat ketika dibutuhkan.
1. Definisi
1) Resiko adalah potensi teradinya kerugian yang dapat timbul dari proses
kegiatan saat sekarang atau kejadian dimasa darang (ERM, Risk
Management Handbook For Health Care Organization).
2) Manajemen resiko adalah pendektan proaktif untuk mengidentifikasi,
menilai dan menyusun prioritas resiko, dengan tujuan untuk menghilangkan
atau meminimalkan dampaknya. Suatu proses penilaian untuk menguji
sebuah proses secara rinci dan berurutan, baik kejadian yang aktual maupun
yang potensial berisiko ataupun kegagalan dan suatu yang rentan melalui
proses yang logis, dengan memprioritaskan area yang akan diperbaiki
berdasarkan dampak yang akan diimbulkan baik aktual maupun potensial
suatu proses perawatan,pengobatan ataupun pelayanan yang diberikan
3) Pencatatan resiko adalah pencatatan semua resiko yang sudah diidentifikasi,
untuk kemudian dilakukan pemeringatan (grading) untuk menentukan
matriks risiko dengan kategori merah, kuning dan hijau.

89
4) ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi,
pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien,
fasilitas dan program :
1) Fokus pada pengurangan resiko dari infeksi
2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi,
pemeliharaan fasilitas dan
3) engetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.
ICRA merupakan pengkajian yang dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif terhadap resiko infeksi terkait aktifitas pengendalian infeksi di
fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali ancaman/bahaya dari aktifitas
tersebut.
2. Tujuan
Untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya HAIs padapasien, petugas
dan pengunjung di rumah sakit dengan cara :
a) Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak resiko terhadap :
1) Paparan kuman patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung
2) Penularan melalui tindakan/prosedur invasif yang dilakukan baik melalui
peralatan, tehnik pemasangan, ataupun perawatan terhadap HAIs
b) Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skela prioritas
3. Infection Control Risk Assesment, terdiri dari :
a) External
1) Terkait dengan komunitas : kejadian KLB dikomunitas yang
berhubungan dengan penyakit menular : influenza, menginitis
2) Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada makanan, air
seperti hepatitis A dan salmonela
3) Terkait dengan bencanaalam : tornado, banjir, gempa, dan lain-lain
4) Kecelakaan massal : pesawat, bus, dan lain-lain
b) Internal
1) Resiko terkait pasien : jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus
2) Resiko terkait petugas kesehatan
- Kebiasaan kesehatan perorangan
- Budaya keyakinan tentang penyakit menular
- Pemahaman tentang pencegahan dan penularan penyakit

90
- Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (kebersihan tangan,
pemakaian APD, teknik isolasi)
- Skrening yang tidak adekuat terhadap penyakit menular
- Kebersihan tangan
- NSI
3) Resiko terkait pelaksanaan prosedur-prosedur invasif yang dilakukan
- Peralatan yang dipakai
- Pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan tindakan
- Persiapan pasien yang memadai
- Kepatuhan terhadap teknik pencegahan yang direkomendasikan
4) Resiko terkait peralatan
- Pembersihan, desinfektan dan sterilisasi untuk proses peralatan
- Instrumen bedah
- Protesa
- Pemrosesan alat sekali pakai
- Pembungkusan kembali alat
- Peralatan yang dipakai
5) Resiko terkait lingkungan – pembangunan / renovasi
- Kelengkapan peralatan
- Pembersihan lingkungan
- Pembersihan lingkungan
Pengkajian resiko infeksi (Infection Control Risk Assesment/ICRA) terdiri darri 4
(empat) langkah, yaitu :
1. Identifikasi resiko
Proses manajemen resiko bermula dari identifikasi resiko dan melibatkan :
a) Perhitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan frekuensi
munculnya resiko
b) Identifikasi aktivitas-aktivitas dan pekerjaan yang menempatkan pasien,
tenaga kesehatan dan pengunjung pada resiko
c) Identifikasi agen infeksius yang terlibat dan
d) Identifikasi cara transmisi
2. Analisa resiko
a) Mengapa hal ini bisa terjadi ?
b) Berapa sering hal ini terjadi ?
c) Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut ?

91
d) Dimana kejadian tersebut terjadi ?
e) Apa dampa yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak
dilakukan ?
f) Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut ?
3. Kontrol resiko
a) Mencari strategi untuk mengurangi resiko yang akan mengeliminasi atau
mengurangi resiko atau mengurangi kemungkinan resiko yang ada menjadi
masalah
b) Menempatkan rencana pengurangan resiko yang sudah disetujui pada
masalah
4. Monitoring resiko
a) Memastikan rencana pengurangan resiko dilaksanakan
b) Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan atau surveilans dan memberikan
umpan balik kepada staf dan manajer terkait

Dalam bentuk skema langkah-langkah ICRA digambarkan sebagai berikut :

MONITORING DAN EVALUASI BERKALA


1. Onitoring kejadian infeksi dan kepatuhan terhadap pelaksanaan PPI dilakukan oleh
IPCN dan IPCLN
2. Monitoring surveilans menggunakan formulir terdiri dari : formulir pasien pasien
baru, formulir harian, dan formulir bulanan
3. Kegiatan monitoring dilakukan dengan melaksanakan surveilans dan kunjungan
lapangan setiap hari oleh IPCN dan ketua komite jika diperlukan
4. Monitoring dilakukan oleh Komite/Tim PPI dengan frekuensi minimal setiap bulan
5. Evaluasi oleh Komite/Tim PPI minimal setiap 3 bulan

92
LAPORAN
1. IPCN membuat laporan rutin : 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun atau jika diperlukan
2. Komite / Tim PPI membuat laporan tertulis kepadapimpinan fasyankes setiap bulan
jika diperlukan

93
BAB VIII
PENUTUP

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan ini diharapkan dapat menadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama dalam mewujudkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan serta melindungi para petugas dan pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan
dari kemungkinan terpapar dengan HAIs, sehingga penerapan PPI ini berdampak pada
peningkatan kualitas bermutu, efektif dan efisien serta tercapainya kendali mutu dan
kendali biaya dalam pelaksanaan kesehatan.
Penerapan PPI di fasilitas pelayanan kesehatan akan terlaksana dengan optimal
bila di dukung oleh komitmen para pegambil kebijakan dan seluruh petugas kesehatan
diharapkan mampu memahami program PPI ini agar dapat melakukan pengawasan dan
pemantauan kualitas pelayanan kesehatan pada fasyankes di wilayahnya.

94

Anda mungkin juga menyukai