Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Menurut Susetyowati (2016), status gizi adalah gambaran ukuran terpenuhinya

kebutuhan gizi yang diperoleh dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Status

gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi (Mardalena, 2017). Menurut Par’I dkk. (2017), status gizi

merupakan keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari

makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.

Status gizi adalah kondisi tubuh yang terjadi sebagai akibat dari mengonsumsi

makanan dan penggunaaan zat gizi dalam tubuh sebagai pemeliharaan jaringan tubuh

dan pertumbuhan, sumber energi,, serta pengatur proses tubuh (Periade et al., 2018).

Status gizi menjadi unsur pembentuk status kesehatan seseorang yang penting.

Status gizi (nutritional status) adalah keadaan yang diakibatkan oleh adanya

keseimbangan antara asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan

zat gizi tubuh. Oleh karena itu, status gizi sangat dipengaruhi oleh asupan gizi (Fila,

2019).

17
2. Penilaian Status Gizi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun

2020 tentang Standar Antropometri Anak yang mengacu pada WHO Child Growth

Standards untuk anak usia 0-5 tahun memperlihatkan pertumbuhan anak tercapai

ketika kondisi tertentu terpenuhi, diberi nutrisi, kesehatan dan pendidikan yang tepat,

serta pola asuh yang benar dapat menjadikan anak-anak di semua negara tumbuh

dengan tinggi yang sama (Kesehatan RI, 2020)

Penilaian status gizi antropometri adalah pengukuran ukuran, berat dan proporsi

tubuh (Mardalena, 2017). Penilaian status gizi dengan menggunakan data antropometri

antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).

World Health Organization (WHO) merekomendasikan pengukuran antropometri pada

bayi menggunakan grafik yang dikembangkan oleh WHO dan Center for Diasease

Control and Prevention (CDC) (WHO dalam Hardinsyah & Supriasa, 2016). Grafik

tersebut menggunakan indikator z-score sebagai standar deviasi rata-rata dan persentil

median. Indikator pertumbuhan digunakan untuk menilai pertumbuhan anak dengan

mempertimbangkan faktor umur dan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan,

lingkar kepala dan lingkar lengan atas. Indeks yang umum digunakan untuk

menemukan status gizi bayi yaitunsebagai berikut :

18
Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang batas (Z-score)


Berat Badan Berat badan sangat <-3 SD
menurut Umur kurang
(BB/U) anak usia
0-60 bulan Berat badan kurang -3 SD <-2 SD
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko berat badan lebih >+3 SD
Panjang Badan Sangat pendek <-3 SD
menurut umur
(PB/U) anak usia Pendek -3 SD sd <-2 SD
0-60 bulan Normal -2 SD sd +3 SD
Tinggi >+3 SD
Berat badan Gizi buruk <-3 SD
menurut panjang Gizi kurang -3 SD sd <-2 SD
badan (BB/PB) Gizi baik -2 SD sd +3 SD
anak usia Berisiko gizi lebih >+ 1 SD sd +2 SD
0-60 bulan Gizi lebih >+ 2 SD sd +3 SD
Obesitas >+ 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk <-3 SD
Tubuh menurut Gizi kurang -3 SD sd <-2 SD
Umur (IMT/U) Gizi baik -2 SD sd +3 SD
anak usia 0-60 bulan Berisiko gizi lebih >+ 1 SD sd +2 SD
Gizi lebih >+ 2 SD sd +3 SD
Obesitas >+ 3 SD
Sumber : Kemenkes RI, (2020)

19
1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

BB/U menggambarkan BB relatif dibandingkan dengan umur anak. umur yang

dihitung adalah dalam bulan penuh, misalnya 3 bulan 26 hari dihitung sebagai

umur 3 bulan. Indeks BB/U memberikan gambaran status gizi kurang

(underweight), status gizi buruk (severely underweight), gizi baik, gizi lebih.

2) Panjang Badan Menurut Umur (PB/U)

Ukuran panjang panjang (PB) digunakan untuk anak umur 0-24 bulan yang

diukur dengan telentang, apabila anak umur 0-24 bulan diukur dalam keadaan

berdiri hasil pengukuran dikoreksi dengan menambah 0,7 cm.

3) Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB)

BB/PB menggambarkan berat badan dibandingkan dengan pertumbuhan linear

(PB) dan digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi kurus (wasted) dan

sangat kurus (severely wasted).

4) Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT//U)

IMT/U merupakan indikator untuk menilai massa tubuh sehingga status gizi

dapat ditentukan. Indeks ini juga dapat digunakan sebagai skrining overweight

dan obesitas. Grafik IMT/U dan BB/PB cenderung akan menunjukan hasil yang

sama.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut UNICEF, (1998) dalam Supariasa & Purwaningsih, (2019) faktor-

faktor yang memengaruhi status gizi ada dua yaitu faktor langsung dan faktor

tidak langsung, diantaranya sebagai berikut:

20
1. Faktor langsung

a) Konsumsi

Asupan seseorang yang tepat dapat mencerminkan status gizi mereka.

Jika seseorang mengalami kekurangan gizi, mereka akan mendapatkan

nutrisi lebih sedikit dari yang mereka butuhkan. Hal ini menyebabkan

penurunan massa otot dari waktu ke waktu dan memperburuk status

gizinya. Ketika asupan makanan melebihi kebutuhan, kelebihan asupan

disimpan dalam bentuk jaringan adiposa atau lemak yang dapat

mengakibatkan status gizi berlebih.

World Health Organisation (WHO) juga telah merekomendasikan

pemberian makanan pada anak dan bayi dengan standar emas makanan

bayi diantaranya Inisiasi Menyusui Dini (IMD), memberikan ASI eksklusif

sampai bayi berumur 6 bulan, pemberian makanan pendamping ASI

(MPASI) yang berasal dari makanan keluarga yang diberikan dengan

tepat saat bayi berumur 6 bulan dan dianjurkan tetap diberikan ASI.

b) Penyakit infeksi

Penyakit infeksi dan status gizi adalah faktor yang saling memengaruhi.

Penyakit infeksi dapat menyebabkan malnutrisi dalam banyak hal,

terutama memengaruhi nafsu makan, tetapi juga dapat menyebabkan

kehilangan kandungan nutrisi dari makanan karena terganggunya

metabolisme makanan melalui diare dan muntah yang dialami. Malnutrisi

dan infeksi berjalan beriringan, dan jika berjalan seiring, prognosisnya

21
bahkan lebih buruk. Infeksi dapat memperburuk status gizi, dan malnutrisi

memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi infeksi. Bakteri

berbahaya bagi anak baik dengan gizi baik maupun anak gizi buruk dan

bahkan dapat menyebabkan kematian.

2. Faktor tidak langsung

a) Pola asuh

Pengasuhan adalah praktik rumah tangga yang dicapai melalui

pengelolaan penggunaan bahan makanan, perawatan kesehatan, dan

sumber daya lain untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan

perkembangan anak-anak. Pola asuh yang diekspresikan dalam sikap dan

perilaku ibu atau pengasuh lainnya terhadap anak seperti memberi

makan, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, dan yang lainnya.

Selain itu, permasalahan kekurangan gizi pada bayi terutama pada energi

dan protein sering disebabkan oleh faktor penyapihan yang dilakukan oleh

ibu bayi yang terlalu dini. Masa penyapihan menjadi masa yang kritis

karena pada masa ini terjadi perpindahan dari ASI menuju makanan

keluarga dewasa. Masa kritis yang terjadi pada saat usia penyapihan

menjadi sering terjadinya gangguan gizi pada bayi karena seringkali ibu

yang menyapih dengan cepat karena banyaknya pekerjaan di rumah dan

menganggap bayi telah tidak memerlukan ASI lagi. Kurang baiknya

perilaku dalam memberikan pengasuhan kepada balita dapat

menyebabkan dampak yang kurang baik juga terhadap pertumbuhan dan

perkembangannya (Masyudi et al., 2019).

22
b) Tingkat pendapatan keluarga

Bahan makanan yang dibeli sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan

keluarga. Pendapatan merupakan faktor penting yang menentukan

kualitas dan kuantitas makanan, serta berkaitan erat dengan status gizi.

c) Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi merupakan sikap atau praktik dalam pengolahan

makanan. Status gizi memegang peranan penting dalam kesehatan setiap

orang. Pengetahuan juga memainkan peran penting di dalam status gizi.

d) Lingkungan

Lingkungan yang bersih dan sehat memastikan kualitas makanan, ruang

hidup yang sehat dan melindungi orang yang tinggal didalamnya dari

penyakit menular. Makan makanan yang sehat, seimbang dan bergizi

sangat penting untuk mencegah infeksi. Apalagi konsumsi makanan harus

disesuaikan dengan jumlah dan kebutuhan kita masing-masing.

B. Air Susu Ibu (ASI)

1. Pengertian ASI

Menurut Mufdlilah, dkk, (2018) dalam Anita sampe, rindani toban, (2020)

Air Susu Ibu (ASI) merupakan air susu yang dihasilkan oleh ibu diberikan kepada

bayi dengan kandungan zat gizi yang disesuaikan kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

23
Air susu ibu (ASI) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu untuk

dikonsumsi oleh bayi dan menjadi sumber nutrisi utama sebelum bayi dapat

mencerna makanan padat. ASI dapat memenuhi semua kebutuhan fisik,

psikologis, sosial dan spiritual bayi. ASI mengandung lebih dari 200 nutrisi,

hormon pendukung pertumbuhan, elemen imun, dan banyak nutrisi lain dengan

sifat anti alergi dan anti inflamasi (Falikhah, 2019). Air Susu Ibu (ASI) merupakan

nutrisi tepat yang diberikan kepada bayi dengan usia 0-24 bulan dengan

cakupan pemberian ASI eksklusif usia 0-6 bulan (Janosik, 2020).

2. ASI eksklusif

Menurut Waryantini & Muliawati, (2019) ASI eksklusif merupakan

pemberian ASI saja selama jangka waktu 6 bulan tanpa diberikan tambahan

cairan atau makanan padat lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air

putih, pisang, pepaya, bubur, susu, biskuit, maupun nasi tim yang dianjurkan.

Berikut ini terdapat 3 faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif,

1) Faktor pemudah (Predisposing factors)

Pada faktor pemudah hal-hal yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif

diantaranya ibu berpendidikan tinggi yang akan lebih mudah menerima suatu ide

baru, pengetahuan, dan nilai-nilai atau adat budaya.

2) Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor pendukung seperti pendapatan keluarga yang akan menjadikan

keluarga memiliki cukup pangan untuk memungkinkan ibu untuk memberi ASI

24
eksklusif lebih tinggi, ketersediaan waktu seorang ibu untuk memberikan ASI,

dan kondisi kesehatan ibu yang baik.

3) Faktor pendorong (Reinforcing factors)

Dukungan keluarga termasuk suami, orang tua, dan kerabat lainnya

merupakan faktor pendukung yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

menyusui. Dukungan dari tenaga kesehatan profesional juga dapat membantu

keberhasilan ibu menyusui.

3. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Menurut Setyowati, (2018) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses

memberikan bayi kesempatan naluriah langsung untuk menyusu dalam satu jam

pertama setelah lahir dengan kulit bayi bersentuhan secara langsung dengan

kulit ibu. Satu jam pertama setelah bayi lahir merupakan kesempatan untuk

melatih bayi menemukan sendiri puting susu ibunya. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

akan membantu dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif dan dapat

memenuhi kebutuhan bayi hingga berusia 2 tahun. IMD akan menciptakan

dampak psikologis yang baik pada ibu, hubungan antara bayi dan ibu akan

menjadi lebih erat dengan adanya sentuhan fisik tersebut. Selain sentuhan fisik,

IMD juga dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan percaya diri ibu untuk

merawat bayinya. Bayi memiliki kemampuan bawaan untuk menyusu sendiri

selama diberi kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya atau

skin to skin contact. Inisiasi Menyusui Dini menjadi salah satu dari 10 langkah

25
keberhasilan menyusui yang dianjurkan oleh WHO menurut Mekokesra, (2008)

dalam Ramadhan Rewo, (2020). Menurut Roesli, (2008) dalam Ramadhan

Rewo, (2020) terdapat 5 tahapan dalam IMD yaitu setelah bayi diletakkan

diantara payudara ibu dalam 30 menit pertama, bayi akan menyesuaikan dengan

lingkungan seperti sesekali melihat ibunya. Tahapan kedua yakni bayi akan

mengeluarkan suara dan melakukan gerakan menghisap dengan memasukkan

tangan ke dalam mulut selama sekitar 10 menit. Tahapan berikutnya bayi

mengeluarkan air liur. Tahap keempat bayi akan menekan-nekan perut ibu untuk

bergerak ke arah payudara (breast crawl). Tahapan terakhir bayi menjilati kulit

ibu, memegang puting susu dengan tangan, menemukan puting, dan

menghisapnya.

Inisiasi Menyusui Dini memiliki fungsi yang positif bagi bayi maupun ibu.

Fungsi IMD bagi bayi dapat menghangatkan saat menyusu sehingga

menurunkan risiko hipotermia yang berisiko menyebabkan kematian,

mendapatkan kolostrum yang berfungsi untuk kekebalan tubuh bayi, menjadikan

bayi belajar beradaptasi dengan lingkungannya, bayi memperoleh ASI yang tidak

mengganggu pertumbuhan dan fungsi usus. Fungsi IMD pada ibu sebagai

rangsangan yang memerintahkan produksi hormon oksitosin dan prolaktin yang

merangsang produksi ASI pada ibu, berfungsi mengurangi morbidibitas dan

mortalitas karena dengan melakukan IMD dapat meminimalisir perdarahan

pasca melahirkan (postpartum) dari adanya rangsangan kontraksi uterus, serta

dari adanya sentuhan antara ibu dan bayi merangsang sensorik yang kemudian

26
memerintahkan otak untuk memproduksi hormon oksitosin dan prolaktin yang

memicu produksi ASI (Kaban, 2018).

Adapun faktor yang memengaruhi ibu balita tidak melaksanakan IMD

diantaranya kurang peduli dengan pentingnya melakukan IMD, tenaga

kesehatan yang kurang dalam memberikan konseling kepada ibu tentang praktik

IMD, adanya mitos alam keluarga bahwa ibu membutuhkan waktu yang banyak

setelah melahirkan dan menyusui sulit untuk dilakukan, adanya mitos di

masyarakat yang tidak mengizinkan ibu untuk memberikan ASI jika belum

dibersihkan (Qurrota A’yun et al., 2021)

4. Usia Penyapihan

Selama penyapihan, menyusui dihentikan secara bertahap atau sekaligus.

Proses penghentian menyusui dapat dipicu dengan berbagai cara oleh anak atau

penghentian menyusui oleh ibu menurut Warnani, (2018). Menurut standar WHO

masa menyapih yang tepat yaitu ketika seorang anak sudah menginjak usia ≥ 24

bulan. Penyapihan dapat dilakukan pada waktu makan bayi dengan cara

memberikan makanan bayi terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan susu formula

agar bayi makan saat lapar dan minum saat haus. Banyaknya informasi yang

tersedia memungkinkan para ibu untuk menyelesaikan proses penyapihan lebih

cepat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pekerjaan rumah sehingga ibu lebih

memilih untuk memberikan makanan tambahan kepada anaknya untuk

mempermudah kegiatan rumah tangga agar anak tidak salah pilih saat ibu

mengerjakan pekerjaan rumah. Beragamnya informasi yang sangat intensif

27
tentang makanan pendamping ASI di media sangat gencar untuk mempercepat

tumbuh kembang anak, menggugah keinginan para ibu untuk memberikan

makanan dan ASI kepada bayi sebelum waktunya. Sehingga sang ibu

melakukan penyapihan pada anaknya sebelum waktunya..

Bekerja menjadi alasan seorang ibu untuk menyapih anaknya lebih awal.

Strategi untuk membuat keputusan menyapih antara lain menyapih secara

perlahan, menghindari menyapih saat menyusui, mengganti barang lain seperti

empeng, menghindari menyapih secara tiba-tiba, mengenali kemampuan anak

selama proses penyapihan, dan memastikan perhatian khusus yang diberikan

kepada anak setiap saat. Dapat disimpulkan bahwa jika proses penyapihan

dilakukan dengan benar maka anak akan tumbuh menjadi anak yang cerdas,

sehat dan berperilaku baik sebagaimana ibu melatih anak melalui siklus

pemberian makan dan penyapihan dengan perhatian penuh dari orang tua dan

keluarga menurut Uci, (2013) dalam Masruro, (2021).

5. Kandungan Gizi dalam ASI

ASI memiliki nutrisi yang tepat untuk bayi dengan kandungan didalamnya

yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi hingga usia 6 bulan. Pada usia

tersebut bayi hanya dapat mengolah atau mencerna gizi yang terkandung dalam

ASI. Menurut Janosik, (2020) kandungan gizi yang terdapat dalam ASI antara

lain seperti pada halaman berikutnya.

a. Air

28
ASI sebagian besar terdiri dari 88,1% air dan sisanya terdiri dari zat lain

yang dibutuhkan oleh bayi.

b. Protein

Protein adalah zat yang dapat berperan sebagai zat pembangun yang

dapat mengganti sel yang mengalami kerusakan, memberikan

peningkatan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan memberikan energi

bagi tubuh. Air Susu Ibu mengandung 0,9 gram protein dalam 100 ml ASI,

termasuk protein utama seperti kasein, alfa-laktalbumin, dan laktoferin.

Selain ketiga kandungan tersebut, dalam ASI juga mengandung protein

yang disebut dengan asam amino yaitu sistin dan aurin. Sistin memiliki

peran penting dalam pertumbuhan sel dan taurin berperan penting dalam

pertumbuhan otak bayi.

c. Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi untuk tubuh bayi dan ditemukan dalam

ASI. Dalam 100 ml ASI mengandung 7 gram karbohidrat. Jenis

karbohidrat yang terdapat dalam ASI adalah oligosakarida dan laktosa

yang mudah dicerna oleh tubuh bayi. Laktosa dalam ASI memiliki fungsi

dalam menyerap kalsium dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme

yang disebut dengan lactobacillus bifidus.

d. Lemak dan DHA/ARA

ASI mengandung 3,5 gram lemak dalam 100 ml ASI yang merupakan

lemak berkualitas baik yang dapat menunjang pertumbuhan bayi. Pada

ASI mengandung lemak esensial, asam linoleat (omega 6), dan asam

29
linolenat (omega 3). Kandungan lemak yang memiliki peran penting dalam

perkembangan syaraf dan penglihatan bayi yaitu DHA (docosahexaenoic

acid) dan ARA (arachidonic acid).

e. Vitamin

Vitamin adalah zat yang memiliki fungsi untuk mengatur fungsi tubuh dan

mendukung perkembangan sel. Vitamin yang ditemukan dalam ASI

diantaranya vitamin D, E dan K. Vitamin E ditemukan dalam kolostrum

yang merupakan cairan kekuningan saat ASI pertama keluar, dan vitamin

K berfungsi dalam membantu proses pembentukan sel darah yang dapat

membekukan apabila terjadi perdarahan.

f. Garam dan mineral

Garam alami yang terdapat pada ASI diantaranya kalsium, kalium, dan

natrium yang diperoleh dari dari asam klorida dan fosfat. Kadar zat yang

paling banyak yaitu kalium, sedangkan kadar Cu, Fe, dan Mn yang

berguna dalam bahan pembuat darah relatif lebih sedikit, serta kadar Ca

dan P yang menjadi bahan pembentuk tulang kadarnya cukup.

g. Enzim

Enzim dalam ASI dapat mendukung proses kimia yang terjadi dalam

tubuh. Pada ASI mengandung 20 enzim aktif bersama dengan lysosome.

ASI memiliki sifat antimikroba atau mencegah infeksi serta membantu

pencernaan.

30
h. Faktor pertumbuhan

ASI tentunya mengandung zat-zat yang mendukung tumbuh kembang

bayi, yaitu zat-zat yang mendukung pematangan usus yang dibutuhkan

bayi sejak lahir, serta membantu bayi mencerna dan menyerap zat-zat

yang dibutuhkannya. Kehadiran zat ini tentu mendukung perkembangan

saraf dan visual.

i. Faktor anti parasit, anti-alergi, antivirus, dan antibodi

Immunoglobulin menjadi zat pelindung tubuh terpenting yang terkandung

dalam ASI. Oleh karena itu, ASI dapat dikatakan dapat melindungi tubuh

dari berbagai jenis penyakit.

6. Klasifikasi ASI

Menurut Mufdlilah, Subijanto, Endang, (2018) ASI dapat dibedakan menjadi

tiga jenis dan tiga tahap yang berbeda diantaranya kolostrum, ASI masa transisi,

dan ASI matur.

a. Kolostrum

Kolostrum dengan warna kekuningan dan kental keluar pada hari ke-1 hingga

hari ke-3 pada kelahiran bayi. Kolostrum mengandung lebih banyak zat gizi

dan antibodi yang lebih tinggi daripada ASI matur. Kandungan gizi yang

terdapat pada kolostrum diantaranya protein 8,5%, lemak 2,5%, karbohidrat

3,5%, garam dan mineral 0,4%, serta air 85,1%. Meskipun kolostrum memiliki

banyak manfaat, namun ternyata masih banyak ibu yang belum mengetahui

manfaat dari kolostrum. Mitos yang beredar di masyarakat mengenai

31
kolostrum mengandung zat berbahaya dan tidak diinginkan yang harus

dibuang menjadikan kolostrum harus dibuang dan menjadi faktor

ketidaktahuan ibu dari manfaat kolostrum yang sebenarnya. Karena tingkat

pendidikan ibu yang rendah dan kurangnya pengetahuan tentang kolostrum,

ASI dianggap basi dan menyebabkan sakit perut pada bayi sehingga

kolostrum tidak diberikan (Khuswatun et al., 2019).

b. ASI masa transisi

Air Susu Ibu yang keluar dari hari ke-4 hingga hari ke-10 dari kelahiran bayi

disebut dengan ASI masa transisi. Selain itu, kandungan proteinnya semakin

berkurang, tetapi kandungan lemak dan karbohidratnya meningkat, sehingga

volumenya meningkat.

c. ASI matur

ASI matur keluar dari hari ke-10 hingga seterusnya. Kandungan

karbohidratnya relatif stabil, dengan komponen laktosa dalam karbohidrat

sebagai komponen utama ASI dan berfungsi sebagai sumber energi bagi otak

bayi.

7. Kebutuhan ASI

Tidak jarang para ibu mengatakan bahwa ASI tidak keluar pada hari pertama

dan kedua setelah melahirkan. Meski ASI yang keluar pada hari itu sedikit dibandingkan

ukuran biasanya, namun jumlah kolostrum di payudara mendekati kapasitas lambung

bayi pada hari pertama atau kedua kehidupannya (Khosidah, 2018). Berikut ini

merupakan takaran ASI perah pada bayi sehat yang terdapat pada tabel 2.2

32
Tabel 2.2 Takaran ASI Perah pada Bayi Sehat Umur 0-6 Bulan

Umur Kebutuhan dalam ml Pemberian


1 hari 5-7 ml Setiap 2 jam sekali
3 hari 22-27 ml 8-12 kali dalam sehari
1 minggu 45-60 ml 8-12 kali dalam sehari
1 bulan 80-150 ml 8-12 kali dalam sehari
1,5-2 jam sekali pada siang, 3 jam
sekali pada malam hari
6 bulan 720 ml/hari 720 ml/hari ditambah ASI perah
7 bulan 875 ml/hari 93% dari asupan gizi/hari + MPASI
1 tahun 550 ml/hari 550 ml/hari + MPASI

8. Manfaat pemberian ASI

Menurut Mufdlilah, Subijanto, Endang, (2018) manfaat ASI bagi bayi diantaranya

sebagai pemenuhan zat gizi yang lengkap, sebagai antibodi tubuh bayi, mudah dicerna

dan diserap oleh bayi, memiliki perlindungan dari penyakit infeksi, meningkatkan

kecerdasan mental dan emosional yang stabil serta spiritual yang matang diikuti

dengan perkembangan sosial yang baik, perlindungan anti alergi yang didalamnya

mengandung antibodi, memberikan rangsang intelegensi dan saraf, meningkatkan

kesehatan dan kepandaian secara optimal. Pada ASI terdapat komposisi air, lemak,

33
karbohidrat, kalori, protein, dan vitamin. Pemberian ASI pada bayi memberikan manfaat

baik kepada bayi maupun ibu yang menyusui. Ibu akan mendapatkan keuntungan yang

tidak didapatkan jika tidak memberikan ASI. Hal yang sama juga terjadi jika bayi

mendapatkan ASI. Tidak hanya bagi ibu dan bayi, pemberian ASI juga dapat

memberikan manfaat bagi keluarga.

a. Manfaat ASI bagi ibu

Beberapa manfaat jika seorang ibu memberikan ASI kepada bayi

antara lain sebagai berikut.

1) Ungkapan kasih sayang

Tentunya para ibu menyusui senantiasa menyentuh dan melakukan

kontak fisik dengan bayinya, sering memandanginya, berbicara

dengannya, dan mengamati perkembangannya. Kasih sayang seorang

ibu semakin kuat ketika hubungan antara ibu dan anak dekat.

2) Mencegah kanker

Hormon oksitosin dan prolaktin akan terus dikeluarkan saat ibu

menyusui. Hormon ini dapat menghambat produksi hormon estrogen.

Hormon estrogen adalah hormon yang dapat memicu pertumbuhan sel

kanker.

3) Mencegah kegemukan

Lemak dan energi yang disimpan selama kehamilan dapat habis oleh

produksi ASI. Menyusui secara teratur juga mengurangi obesitas ibu

dengan mengurangi cadangan energi.

34
4) Mencegah perdarahan setelah melahirkan

Perdarahan dapat dicegah setelah melahirkan dikarenakan zat

oksitosin akan dikeluarkan ketika ibu menyusui. Zat oksitosin dapat

membantu meningkatkan terjadinya kontraksi uterus. Jika kontraksi

uterus terjadi maka dapat menyebabkan pembuluh darah yang awalnya

terbuka karena proses melahirkan dapat menutup sehingga tidak terjadi

perdarahan.

5) Alat kontrasepsi

Ibu menyusui tidak menghasilkan hormon estrogen sehingga dapat

menunda kesuburan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ibu dapat

menunda kehamilan dengan menyusui.

6) Aspek kesehatan lainnya

Pada ibu menyusui, periode menstruasi dapat tertunda dan perdarahan

berkurang setelah melahirkan. Ini membantu mencegah anemia pada

ibu menyusui dan kekurangan zat besi. Menyusui juga dapat membantu

mencegah terjadinya osteoporosis.

2) Manfaat ASI bagi bayi

Kandungan ASI yang sangat kompleks tentunya memberikan manfaat

bagi bayi yang diberikan ASI. Berikut ini beberapa manfaat yang didapatkan

oleh bayi yang mendapatkan ASI.

1) Nutrisi seimbang

35
ASI memiliki beragam bahan atau kandungan di dalamnya. Bahan atau

kandungan yang beragam sesuai dengan kebutuhan bayi dan hal ini

juga dapat mencegah bayi agar tidak terjadi obesitas.

2) Mencegah infeksi

ASI mengandung zat antibiotik dan imunologi, sehingga bayi ASI dapat

terhindar dari virus dan infeksi yang dapat menyebabkan infeksi seperti

diare dan alergi.

3) Kecerdasan lebih tinggi

ASI mengandung zat-zat yang mendukung perkembangan otak dan

saraf, sehingga meningkatkan kecerdasan anak dibandingkan dengan

anak yang tidak diberi ASI.

4) Perkembangan psikomotorik optimal

ASI dapat membantu tumbuh kembang bayi dengan baik karena

mengandung zat komplek yang dibutuhkan.

5) Efek psikologis yang optimal

Bayi akan semakin kuat, tidak rewel, dan tenang karena adanya

sentuhan dan komunikasi yang sering terjadi saat ibu menyusui bayi.

3) Manfaat ASI bagi keluarga

Menyusui membawa manfaat ekonomi dan psikologis bagi keluarga. Dari

sudut pandang ekonomi, menyusui dapat mengurangi pengeluaran rumah

tangga karena tidak ada susu formula yang dibeli, dan bayi yang disusui memiliki

kekebalan yang lebih baik, mengurangi biaya perawatan bayi. Menyusui dapat

memberikan dampak psikologis terhadap keharmonisan keluarga, karena dapat

36
mempererat ikatan dan dukungan keluarga serta meningkatkan keharmonisan

keluarga. Manajemen waktu keluarga dapat meningkat dalam keluarga dengan

ibu menyusui.

37
Tabel 2.3 Efektifitas ASI eksklusif terhadap Peningkatan Status Gizi Anak

Nama Peneliti
Hasil
No Dan Tahun Judul Metode dan Teknik analisis
Penelitian
1 Clarissa de Prevalence of Penelitian ini menggunakan Studi Hasil penelitian menunjukkan Prevalensi
Oliveira Agostini breastfeeding in children potong lintang. Dan perlakuan pemberian ASI sebesar 80,6%, ada
et all, Clinical with congenital heart dengan simple random 62 pasien, ditemukan hubungan antara status gizi
Nutrition ESPEN diseases and down berusia antara 0 dan 5 tahun dengan pemberian ASI.
31, Maret 2021 syndrome
2 Rosie J. Cessation of exclusive Penelitian ini adalah Hasil dari penelitian ini adalah promosi
Crane,a,b et all, breastfeeding and menggunakan desain studi kohort intensif pemberian ASI eksklusif tanpa
eClinical seasonality, but not small dengan sampel 100 bayi gangguan di antara bayi di bawah enam
Medicine, 21 intestinal bacterial bulan selama musim hujan, di mana
April 2022 overgrowth, are curah hujan musiman, dapat membantu
associated with mencegah Disfungsi Enterik Lingkungan.
environmental enteric
dysfunction: A birth cohort
study amongst infants in
rural Kenya
3 Apri ASI Eksklusif dan Berat Penelitian ini adalah kualitatif, Hasil dari penelitian ini adalah Balita
Sulistianingsih, Lahir berpengaruh Deskripti f korelatif dengan dengan Riwayat ASI Eksklusif
dan Rita Sari. terhadap Stunting pada sampel Balita 2-5 tahun berhubungan signifikan dengan kejadian

38
Jurnal Gizi Klinik Balita 2-5 tahun di Stunting
Indonesia Kabupaten Pesawaran
Vol. 15, No. 2,
Oktober 2018:
45-51

4 Devillya Puspita Status Stunting kaitannya Penelitian ini adalah quasi- Hasil dari penelitian ini menunjukkan
Dewi Jurnal dengan pemberian ASI experimental pretest-posttest bahwa ada hubungan pemberian ASI
Medika Respati, Eksklusif pada Balita di dengan sampel 186 orang berusia Eksklusif dengan kejadian stunting
2015 Kabupaten Gunung Kidul 2-5 tahun

5. Erna Eka Hubungan Antara BBLR, Penelitian ini adalah cross sectional Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 47
Wijayanti. ASI Eksklusif dengan dengan sampel 85 responden balita yang tidak mendapatkan ASI
Diterbitkan tahun Kejadian Stunting Pada eksklusif hampir seluruhnya mengalami
2020. Balita Umur 2-5 Tahun. stunting sebanyak 44 responden (94%).
Sedangkan balita yang diberikan ASI
eksklusif hampir seluruhnya normal
sebanyak 30 responden (79%).
6. Molla Kahssay et Determinants of stunting Penelitian ini adalah metode Penelitian ini menunjukkan bahwa balita
al, Diterbitkan among children aged 6 to desain dan periode Studi kasus atau anak yang berasal dari ibu yang tidak
59 months in pastoral kontrol tak tertandingi berbasis berpendidikan, jarak kelahiran sebelumnya

39
tahun 2020. community, Afar Region, komunitas dengan sampel anak kurang dari 24 bulan), tidak ada tindak
North East Ethiopia: umur 6 sampai 59 bulan lanjut, tidak ada akses ke jamban, anak
unmatched case control yang lahir dari ibu pendek.
study.
7. Dewi Purnama Faktor Hubungan Dengan Penelitian ini adalah observasional Hasil dari penelitian ini menunjukkan
Windasari et al. Kejadian Stunting Di analitik dengan pendekatan cross- bahwa balita yang tidak mendapatkan
Diterbitkan tahun Puskesmas Tamalate Kota sectional study.dengan sampel ASI eksklusif sebesar 57,1% mengalami
2020. Makassar Balita 2-5 tahun kejadian stunting, sebaliknya balita yang
mendapatkan ASI secara eksklusif
cenderung tidak mengalami stunting
8. Tedesse & Priorities for intervention of Penelitian ini adalah Case control Hasil penelitian menunjukan status gizi
Mekonnen 2020 childhood stunting in retrospektif. Dengan sampel 321 ibu (), prioritas makan, lama pemberian
northeastern Ethiopia: A balita usi6-59 bulan, terdiri dari 107 ASI eksklusif), tidak ada asupan daging,
matched case control study kasus(stunting) dan 214 kontrol dan diare berulang, merupakan faktor
(tidak stunting penentu stunting pada anak usia 6- 59
bulan
9. Tri Nurhidayati, Usia ibu saat hamil dan Penelitian ini adalah Case control Hasil penelitian menunjukan tidak ada
Heny Rosiana, pemberian ASI eksklusif retrospektif dengan sampel 62 hubungan antara usia ibu saat hamil
Rozikhan dengan kejadian stunting responden terdiridari 31 responden dengan kejadian stunting dan ada
pada anak kasus (stunting) dan 31 responden hubungan antara pemberian ASI eksklusif
kontrol (tidak stunting). dengan kejadian stunting

40
10. Tesfaye Gedecho Socioeconomic feature on Penelitian ini adalah cross-sectional Hasil penelitian menunjukan Ada
Genalle, Ethiopia child feeding, as a dengan sampel anak di bawah usia hubungan signifikan pada pertumbuhan
2023. Research determinant factor of lima tahun dan perkembangan anak yang pesat di
Square nutritional status of children: tahun-tahun awal, pemberian ASI eksklusif
the case of rural community at dan makanan pendamping ASI yang benar
Dilla-Zuria district of Gede’o gizi diperlukan untuk perkembangan fisik,
Zone, Southern Ethiopia mental, sosial, dan kognitif yang baik.

41
C. Peran Suami

Suami/ayah memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan menyusui

adalah yaitu sebagai breastfeeding father. Breastfeeding father adalah peran suami

dengan cara memberi dukungan kepada ibu menyusui akan mempengaruhi terhadap

pemberian ASI eksklusif. Dukungan penuh seorang suami kepada istrinya dalam

proses menyusui bayinya meningkatkan keberhasilan menyusui ASI secara

eksklusif. Peran breastfeeding father menjadi hal yang wajib dilakukan oleh ayah

agar mendukung pemberian ASI eksklusif, sehingga proses menyusui secara

eksklusif oleh ibu dapat berjalan dengan sukses (Ariani, 2010 dalam Novira

Kusumayanti & Triska Susila Nindya, 2017).

Ibu yang mendapatkan dukungan suami lebih besar peluangnya untuk

memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan

dukungan suami, meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif. Ayah dapat berperan lebih

besar dalam mendukung pemberian ASI melalui dukungan dan bantuan lain seperti

ikut membantu memandikan si bayi atau menggantikan popok. Peran ini merupakan

langkah pertama bagi seorang ayah untuk mendukung keberhasilan ibu menyusui

secara eksklusif. Membesarkan dan memberi makan anak adalah tugas bersama

antara ayah dan ibu. Hubungan antara seorang ayah dan bayinya merupakan faktor

yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Ayah juga perlu

mengerti dan memahami persoalan ASI dan menyusui agar ibu dapat menyusui

dengan baik (Roesli, 2008 dalam Novira Kusumayanti & Triska Susila Nindya, 2017).

Jenis-jenis dukungan menurut Cohen dan Syme (dalam Subhrata ,2012 ;Mira

Dewi, 2021)), yaitu :

68
1. Dukungan emosional

Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan

damai untuk istirahat, pemulihan serta membantu penguasaan emosi. Dukungan

emosional yang dimaksud meliputi ekspresi empati seperti perhatian, kepedulian

dan rasa memahami serta dipahami. Setiap orang memerlukan rasa empati dari

seseorang yang akan membuat penerima merasa berharga, nyaman, aman,

terjamin dan disayang. Dengan demikian orang yang mengalami masalah merasa

tidak menanggung beban seorang diri namun memiliki tempat untuk berbagi suka

maupun duka. Aplikasi dukungan emosional yang dapat diberikan suami pada ibu

menyusui yaitu :

a) Mendengarkan dengan penuh perhatian keluhan maupun permasalahan

yang sedang dihadapi oleh ibu menyusui.

b) Peduli pada setiap keluhan yang dialami oleh ibu.

c) Memahami keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh ibu.

2. Dukungan Fisik

Dukungan fisik/instrumental, yaitu keluarga merupakan pertolongan praktis

dan kongkrit. Dukungan fisik/instrumental merupakan dukungan yang diberikan

secara langsung berupa fasilitas, bantuan material dan pemberian semangat.

Dukungan Instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam

melakukan aktifitasnya yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya atau

menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi. Aplikasi dukungan

instrumental yang diberikan suami pada ibu menyusui yaitu :

a) Membantu menyediakan keperluan menyusui seperti tempat

penyimpanan ASI dan alat pompa.

b) Memastikan Nutrisi Ibu menyusui terpenuhi.

c) Memberikan dukungan semangat dan bersedia membantu ibu dalam

proses menyusui.
69
3. Dukungan informasi

Dukungan informasi, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

disseminator (penyebar informasi). Dukungan informasi yaitu memberikan

penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini meliputi pemberian

petunjuk atau arahan, materi dan pemecahan masalah. Aplikasi dukungan

informasi yang dapat diberikan suami pada ibu menyusui yaitu :

a) Memberikan petunjuk untuk setiap keluhan yang dirasakan ibu

menyusui.

b) Membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh ibu.

c) Suami mengumpulkan informasi tentang manfaat dan keuntungan ASI

eksklusif melalui media sosial, internet, pengalaman keluarga ,teman

maupun masyarakat.

4. Dukungan penilaian (appraisal)

Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber serta

validator identitas keluarga. Dukungan penilaian berbentuk penilaian positif,

penguatan untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukan

perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam

keadaan stress. Dukungan penilaian meliputi memberikan pujian, saran dan

apresiasi dalam proses menyusui. Aplikasi dukungan penilaian yang diberikan

suami pada ibu menyusui yaitu :

a) Suami memberikan pujian selama proses menyusui.

b) Suami memberikan afirmasi positif kepada ibu, bahwa ibu merupakan

ibu yang hebat karena telah menyusi bayinya secara penuh.

c) Suami sesekali memberikan hadiah kecil kepada ibu.

70
1. Theory of Planned Behaviour (TPB)

Perilaku adalah unik dan individual, setiap individu memiliki perilakunya

sendiri, yang berbeda dengan individu lain, perilaku tidak selalu mengikuti

urutan tertentu, sehingga terbentuknya perilaku positif tidak selalu

dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Perilaku dan kekhasan dan

keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel. Dalam bidang perilaku

kesehatan, terdapat beberapa teori tentang faktor penentu (determinan) atau

faktor yang memengaruhi pembentukan perilaku yang sering digunakan

sebagai acuan program kesehatan masyarakat (Maulana, 2009).

Theory of Reasoned Action (TRA) dikembangkan oleh Ajzen dan

diberi nama Theory of Planned Behaviour (TPB) (Lee & Kotler, 2011).

Theory of Planned Behavior dijelaskan sebagai konstruk yang melengkapi

TRA. Menurut Lee dan Kotler (2011), target individu memiliki kemungkinan

yang besar untuk mengadopsi suatu perilaku apabila individu tersebut

memiliki sikap yang positif terhadap perilaku tersebut, mendapatkan

persetujuan dari individu lain yang dekat dan terkait dengan perilaku

tersebut dan percaya bahwa perilaku tersebut dapat dilakukan dengan

baik. Dengan menambahkan sebuah variabel pada konstruk ini, yaitu kontrol

perilaku persepsian (Perceived behavioral Kontrol), maka bentuk dari model

teori perilaku rencanaan (theory of planned behaviour atau TPB) tampak di

gambar berikut ini :

71
Gambar 2.1 Theory Of Planned Behaviour
Sumber: Asadifard, Rahman, Aziz, & Hashim (2015)

Dari gambar di atas, teori perilaku rencanaan (theory of planned

behavioral) dapat memiliki 2 fitur yaitu :

a. Teori ini mengansumsi bahwa kontrol persepsi perilaku (perceived

behavioral control) mempunyai implikasi motivasional terhadap minat.

Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber-

sumber daya yang ada atau tidak mempunyai kesempatan untuk

melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk minat

berperilaku yang kuat untuk melakukannya walaupun mereka mempunyai

sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain

akan menyetujui seandainya mereka melakukan

72
perilaku tersebut. Dengan demikian diharapkan terjadi hubungan antara

kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral Kontrol) dengan minat

yang tidak dimediasi oleh sikap dan norma subyektif. Model ini

ditunjukkan dengan panah yang mennghubungkan kontrol perilaku

persepsian (perceived behavioral control) ke minat.

b. Fitur kedua adalah kemungkinan hubungan langsung antara kontrol

persepsi perilaku (perceived behavioral control) dengan perilaku, di

banyak contoh, kinerja dari suatu perilaku tergantung tidak hanya pada

motivasi untuk melakukannya tetapi juga kontrol yang cukup terhadap

perilaku yang dilakukan, dengan demikian kontrol perilaku persepsian

(perceived behavioral control) dapat mempengaruhi perilaku secara tidak

langsung lewat minat, dan juga dapat memprediksi perilaku secara

langsung. model hubungan langsung ini ditunjukan dengan panah yang

menghubungkan kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control)

langsung ke perilaku (behavior) (Asadifard, Rahman, Aziz, & Hashim,

2015).

2. Konsep Pengetahuan

Pengetahuan adalah proses kegiatan mental yang dikembangkan

melalui proses belajar dan disimpan dalam ingatan, akan digali pada saat

dibutuhkan melalui bentuk ingatan, pengetahuan diperoleh dari pengalaman

yang berasal dari berbagai sumber (Sarwono, 1993 dalam Nurrahman,

2018). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu akibat proses penginderaan

terhadap subyek tertentu, yang berasal dari pendengaran dan penglihatan.

Notoadmodjo (2007).

73
mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,

yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari atau

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya

stimulus.

d. Trial dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian selanjutnya Roger menyimpulkan bahwa perubahan perilaku

tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut, menurut Notoadmodjo (2007),

pengetahuan mempunyai enam tingkatan.

a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah

mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikannya secara benar.

74
c. Aplikasi (application) aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

yang sebenarnya.

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

e. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada. Sintesis menunjuk kepada

suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:

1) Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang

kepada orang lain terhadap suatu hal untuk dipahami. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah

mereka paham dalam menerima berbagai sumber informasi

sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

SeBaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka

akan menghambat perkembangan sikap

75
seseorang terhadap penerimaan informasi baru yang

diperkenalkan

2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman serta wawasan tambahan baik secara langsung

maupun tak langsung.

3) Umur

Bertambahnya umur seseorang akan mengakibatkan perubahan

pada aspek psikologis dan mental taraf berpikir seseorang akan

semakin matang dan dewasa.

4) Pengalaman

Pengalaman ialah sesuatu yang terjadi sebelumnya pernah dialami

individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pengalaman ini

akan mempengaruhi gaya berpikir seseorang, dimana pengalaman

baik yang bersifat menyenangkan secara psikologis akan

menimbulkan kesan yang membekas dalam emosi sehingga

menimbulkan sikap posotif dan begitu pula sebaliknya.

5) Kebudayaan

Kebudayaan yang dimaksud ialah lingkungan sekitar, apabila dalam

suatu wilayah mempunyai kebudayaan atau keyakinan untuk

menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat

sekitar mempunyai sikap selalu menjaga kebersihan lingkungan.

76
6) Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap suatu keinginan menjadikan seseorang untuk mencoba dan

menekuni hal baru yang pada akhirnya akan membantunya

memperoleh pengetahuan baru dan lebih dalam.

7) Informasi

Kemudahan mencari informasi dapat membantu seseorang untuk lebih

cepat memperoleh pengetahuan baru. (Mubarok, 2007 dalam

Nurrahman, 2018), berdasarkan penelitian Rabia Zakaria tahun 2014,

hasil analisis hubungan antara keterpaparan informasi dengan

tindakan pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa sebagian besar ibu

yang ada informasi yaitu 80 reponden (78,4) tidak menyusu eksklusif

dibandingkan dengan responden yang menyusu eksklusif hanya 22

responden (21,6%). Hasil analisis uji statistik menunjukkan nilai p =

0,19 > 0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

keterpaparan informasi dengan tindakan pemberian ASI eksklusif.

3. Konsep Sikap

Sikap diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah

aku, dapat juga diartikan sebagai bentuk respon evaluatif, yaitu suatu respon

yang sudah ada dalam pertimbangan individu yang bersangkutan, Sikap

bukanlah suatu tindakan, tetapi merupakan suatu kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak. (Soemarno, 1994 dalam Nurrahman, 2018).

77
Untuk mengetahui sikap seseorang dalam penerimaan suatu masalah

dapat dibagi menurut tingkatannya yaitu:

a. Tingkat penerimaan (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek).

b. Tingkat penjawaban (responding), memberikan jawaban bila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Tingkat

pemberian nilai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap sesuatu masalah.

c. Tingkat pengorganisasian (organization), siap bertanggung jawab

terhadap segala sesuatu yang telah dipolihnya denga resiko

(Ngatimin, 2003 dalam Nurrahman, 2018).

4. Edukasi Kesehatan

a. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri

keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan

pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik

(Suliha,dkk,2002). Pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau

pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan

tindakan – tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf

kesehatannya (Notoatmodjo, 2012).

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan (Nursalam dan Efendi, 2008) yaitu:

Terjadi perubahan sikap dan tingkah laku individu, keluarga,

78
kelompok khusus dan masyarakat dalam membina serta memelihara

perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal.

c. Sasaran Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2012) sasaran pendidikan kesehatan dibagi

dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a. Sasaran Primer (Primary Target)

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya

pendidikan atau promosi kesehatan, sesuai dengan permasalahan

kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi, kepala

keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusu

untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), anak sekolah untuk

kesehatan remaja, dan juga sebagainya.

b. Sasaran Sekunder (Secondary Target)

Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh masyarakat,

tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran

sekunder, karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada

kelompok ini diharapkan untuk nantinya kelompok ini akan

memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya.

c. Sasaran Tersier (Tertiary Target)

Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat

pusat, maupun daerah. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan

yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak

langsung terhadap perilaku tokoh masyarakat dan kepada

masyarakat umum.

79
d. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi

menurut Fitriani (2011) yaitu;

a. Dimensi sasaran

1) Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannnya adalah

individu.

2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya adalah

kelompok masyarakat tertentu.

3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya adalah

masyarakat luas.

b. Dimensi tempat pelaksanaan

1) Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya adalah

pasien dan keluarga

2) Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasarannya adalah

pelajar.

3) Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan

sasarannya adalah masyarakat atau pekerja.

c. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan

1) Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health

Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi

lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.

80
2) Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific

Protection) misal : imunisasi

3) Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat

(Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan

pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko

kecacatan.

4) Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal :

dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan- latihan tertentu.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Dalam Pendidikan

Kesehatan

Guilbert dalam Nasution (2011) mengelompokkan faktor- faktor yang

mempengaruhi keberhasilan pendidikan kesehatan yaitu:

a) Komunikator yaitu pemerkarsa komunikasi (penyuluh), bisa individu,

keluarga, maupun kelompok yang mengambil inisiatif dalam

menyelenggarakan komunikasi. Komunikator dapat juga berati

tempat berasalnya sumber komunikasi.

b) Message (pesan) adalah berita yang disampaikan oleh komunikator

melalui lambang-lambang, pembicaran, gerakan dan sebagainya.

Pesan bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan, kibaran

bendera atau tanda-tanda lain, dengan interpretasi yang tepat akan

memberikan arti dan makna tertentu.

c) Channel (media atau sarana) adalah sarana tempat berlalunya pesan

yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

81
Saluran tersebut meliputi :

1) Pendengaran (lambang berupa suara)

2) Penglihatan (lambang berupa sinar, pantulan atau lambang)

3) Penciuman (lambang berupa wangi-wangian/ bau-bauan)

4) Rabaan (lambang berupa rangsangan rabaan). Jadi secara

keseluruhan saluran bisa berupa radio, televisi, telepon, koran,

majalah dan lain-lain.

d) Komunikan (penerima berita) adalah objek atau sasaran dari

kegiatan komunikasi atau orang yang menerima pesan atau

lambang. Dapat berupa individu, keluarga maupun masyarakat.

e) Efek (effect) adalah tanggapan, seperangkat reaksi komunikan

setelah menerima pesan.

6. Media Dalam Pendidikan Kesehatan (Nursalam and Efendi, 2008)

a. Media cetak

1) Booklet: digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk

buku, baik tulisan maupun gambar.

2) Leaflet: melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar

/tulisan atau pun keduanya.

3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk

lembar Balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap

82
lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di Baliknya berisi

kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar

tersebut.

5) Rubrik/tulisan-tulisan: pada surat kabar atau majalah, mengenai

bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan.

6) Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-

pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-

tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.

7) Foto : digunakan untuk mengungkapkan informasi – informasi

kesehatan.

b. Media elektronik

1) Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum

diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas

cermat.

2) Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.

3) Video Compact Disc (VCD)

4) Slide: digunakan untuk menyampaikan pesan/ informasi

kesehatan.

5) Filmstrip : digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.

c. Media papan (Bill Board)

Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat

dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi

kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang

ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum

(bus/taksi).

83
7. Strategi Dan Metode Pendidikan Kesehatan

a. Strategi pendidikan kesehatan adalah cara-cara yang dipilih untuk

menyampaikan materi dalam lingkungan pendidikan kesehatan yang

meliputi sifat, ruang lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan

pengalaman belajar kepada klien. (Nurmala, 2018).

b. Metode pendidikan kesehatan Menurut (Notoadmodjo Soekidjo, 2003)

metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi: Metode pendidikan

individu. Metode ini bersifat individual digunakan untuk membina perilaku

atau membina seseorang yang mulai tertarik untuk melakukan sesuatu

perubahan perilaku. Bentuk pendekatan ini antara lain:

1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan councellin) Dengan cara

ini kontak antara keluarga dengan petugas lebih intensif. Klien

dengan kesadaran dan penuh pengertian menerima perilaku

tersebut.

2) Wawancara (interview)

Wawancara petugas dengan klien untuk menggali informasi,

berminat atau tidak terhadap perubahan untuk mengetahui apakah

perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar

pengertian atau dasar yang kuat.

c. Metode pendidikan kelompok

Metode tergantung dari besar sasaran kelompok serta pendidikan

formal dari sasaran.

84
1) Kelompok besar

Kelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari

15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah Ceramah,

yaitu metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi

atau rendah. Dan Seminar yaitu metode yang baik untuk sasaran

dengan pendidikan menengah keatas berupa presentasi dari satu

atau beberapa ahli tentang topik yang menarik dan aktual.

2) Kelompok kecil

Jumlah sasaran kurang dari 15 orang, metode yang cocok untuk

kelompok ini adalah:

a) Diskusi kelompok, kelompok bisa bebas berpartisipasi dalam

diskusi sehingga formasi duduk peserta diatur saling

berhadapan.

b) Curah pendapat(brain storming) merupakan modifikasi metode

diskusi kelompok. Usulan atau komentar yang diberikan

peserta terhadap tanggapan-tanggapannya, tidak dapat

diberikan sebelum pendapat semuanya terkumpul.

c) Bola salju, kelompok dibagi dalam pasangan kemudian

dilontarkan masalah atau pertanyaan untuk diskusi mencari

kesimpulan.

d) Memainkan peran yaitu metode dengan anggota kelompok

ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan

peranan.

e) Simulasi merupakan gabungan antara role play dan diskusi

kelompok.

85
d. Metode pendidikan massa

Metode ini menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan

untuk masyarakat umum (tidak membedakan umur, jenis kelamin,

pekerjaan, status sosial ekonomi dan sebagainya). Pada umumnya

pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan media massa,

beberapa contoh metode ini antara lain:

1) Ceramah umum, metode ini baik untuk sasaran yang

berpendidikan tinggi maupun rendah.

2) Pidato atau diskusi melalui media elektronik.

3) Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter/petugas

kesehatan tentang suatu penyakit.

4) Artikel/tulisan yang terdapat dalam majalah atau Koran

tentang kesehatan

5) Bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster.

86
Tabel 2.4 Penerapan Model Peran Suami Dalam Pemberian ASI eksklusif

Nama
Hasil
No Peneliti Judul Metode dan Teknik analisis
Penelitian
DanTahun
1 (Rahmawati, 2016) Optimalisasi peran “Ayah Penelitian ini menggunakan Hasil dari penelitian ini adalah peran ayah
ASI (breastfeeding father)” rancangan post test only Kontrol edukasi prenatal merupakan alternatif
melalui Pemberian Edukasi group design. Dan perlakuan solusi dalam meningkatkan keberhasilan
Ayah Prenatal dengan simple random program pemberian ASI eksklusif
2 (Nepali and Husbands’ Support for Penelitian ini adalah Hasil dari penelitian ini adalah ibu yang
Shakya, 2019) Breastfeeding and menggunakan desain cross- mendapatkan dukungan dari suaminya 10
Breastfeeding Self- sectional dengan sampel 110 ibu kali lebih nyaman dan percaya diri untuk
Efcacy of Nepalese yang mengunjungi Bungmati menyusui dibandingkan mereka yang
Mothers from Bungmati Health Post untuk imunisasi tidak mendapat dukungan dari suami.
3 Views of fathers in Ireland Penelitian ini adalah studi cross- Hasil dari penelitian ini adalah ayah
(Bennett, on the experience and sectional dengan kuisoner pada dengan edukasi yang baik dan
McCartney and challenges of having a 1398 Suami dengan umur bayi 4– pengalaman sosial sangat mendukung
Kearney, 2016) breast-feeding partner 7 bulan pemberian ASI
4 Ajike, et al., 2020 Effect Of A Breastfeeding Penelitian ini adalah quasi- Hasil dari penelitian ini adalah Program
Educational Programme On experimental pretest-posttest menyusui yang ditargetkan pada ayah
Fathers’ Intention To Support dengan kuisoner pada 50 calon berdampak positif pada niat terhadap
Exclusive Breastfeeding: A ayah dukungan
Quasi-Experimental study

87
5. Tran Huu Bic et all, Community‐based father Penelitian ini adalah studi quasi- Hasil dari penelitian ini adalah terdapat
2018 education intervention on eksperimental dengan sampel 802 dukungan dan hambatan pemberian ASI
breastfeeding practice— pasangan Suami eksklusif pada ayah
Results of a quasi‐
experimental study
6. white et all, 2019 Gamifying Breastfeeding for Penelitian ini adalah studi quasi- Hasil dari penelitian ini adalah
Fathers: Process Evaluation eksperimental dengan sampel mengevaluasi penggunaan aplikasi Milk
of the Milk Man Mobile App Suami Man sehingga mendorong pemberian ASI

7. Bich, et al., 2019b Community‐based father Penelitian ini adalah studi quasi- Hasil dari penelitian ini adalah melalui
education intervention on eksperimental dengan sampel intervensi Konseling dan Media edukasi
breastfeeding practice— Suami cetak membantu suami dalam
Results of a quasi‐ pemberian ASI
experimental study

88
D. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi. Bagan di bawah ini

menyajikan berbagai faktor penyebab kekurangan gizi yang diperkenalkan oleh

UNICEF dan telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dari kerangka pikir ini terlihat

tahapan penyebab timbulnya kekurangan gizi pada ibu dan anak adalah penyebab

langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah. Terdapat dua faktor

89
langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi status gizi individu, faktor langsung

yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong

(berpengaruh) dan faktor tidak langsung, yaitu sanitasi dan penyediaan air bersih,

ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan masyarakat.

E. Kerangka Konsep

Pengembangan
Model

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Dukungan Emosional ASI Eksklusif
Model Peran
4. Dukungan Fisik
Suami Status Gizi Anak
5. Dukungan Informasi
6. Dukungan Penilaian

Usia, Pendidikan,
Pekerjaan

Variabel Indepanden

Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

90
Berdasarkan kerangka konsep diatas, salah satu tujuan dari penelitian ini adalah

mengembangkan model peran Suami yang mempengaruhi keberhasilah pemberian ASI

eksklusif. Dapat diketahui jika model peran Suami dapat mempengaruhi

pengetahuan pengetahuan, sikan, dukungan emosional, dukungan fisik, dukungan

informasi dan dukungan penilaian. Semua faktor ini akan mempengarui dalam

memberikan ASI eksklusif sehingga akan meningkatkan status gizi anak.

F. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah model peran suami

2. Variabel terikat yaitu pemberian ASI Eksklusif dan status gizi anak

3. Variabel cofounding adalah umur, pendidikan dan pekerjaan. Variabel

cofounding digunakan untuk menekan bias yang mungkin muncul selama

penelitian yang diakibatkan responden memiliki karakteritik yang terlalu

berbeda.

4. Varriabel intervening (moderator) yaitu dukungan keluarga dan dukungan

tenaga kesehatan.

G. Definisi Operasional

1. Definisi Konseptual Untuk Data Kualitatif

a) Model peran suami yang di dukungan penuh seorang suami kepada istrinya

dalam proses menyusui bayinya meningkatkan keberhasilan menyusui ASI

secara eksklusif sehingga status gizi anaknya normal.

b) Tindakan suami dalam memberikan ASI eksklusif jika anak sudah lahir,

91
Faktor-faktor yang mempegaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif

pada suami, pengetahuan, sikap, dukungan dan suami terkait ASI eksklusif

Definisi Operasional Untuk Data Kuantitatif

c) Pengetahuan, sikap dan dukungan suami terkait status gizi anak

2. Definisi Operasional Untuk Data Kuantitatif

Berikut matriks tabel definisi operasional dan kriteria objektif untuk penelitian

kuantitatif:

Tabel.2.5 Matriks Definisi Operasional dan kriteria Objektif

No Variabel Definisi Operasional Skala Kriteria objektif


Ukur
1 Pengetahuan Pengetahuan i suami terkait Interval 1. Baik jika skor
pengertian ASI Eksklusif, jawaban 76-
manfaat memberikan ASI 100%
Eksklusif, kolostrom dan 2. Kurang jika
Inisiasi Menyusui Dini, serta skor jawaban
cara mengatasi hambatan <76%
dalam pemberian ASI
Eksklusif.
2 Sikap Respon terbuka Suami Interval 1. Baik jika
dalam memberikan ASI skor
meliputi sikap suami dalam jawaban 76-
memberikan ASI dan 100%
menghadapi hambatan 2. Kurang jika
pemberian ASI. skor
jawaban
<76%
3 Dukungan Perasaan menyayangi, Ordinal 1. Baik jika skor

92
emosional mencintai dan penuh jawaban 76-
perhatian yang diberikan 100%
oleh suami kepada isitri
2. Kurang jika
skor
jawaban
<76%
4 Dukungan fisik Dukungan yang diberikan Ordinal 1. Baik jika
oleh suami dalam bentuk skor
bantuan langsung jawaban
76- 100%
2. Kurang jika
skor
jawaban
<76%
5 Dukungan Dukungan yang diberikan Ordinal 1. Baik jika
Informasi oleh suami dalam bentuk skor
pemberian informasi terkait jawaban 76-
dengan ASI Eksklusif 100%
2. Kurang jika
skor
jawaban
<76%
6 Dukungan Dukungan yang diberikan Ordinal 1. Baik jika
Penilaian suami dalam bentuk skor
penyampaian informasi jawaban
mengenai peran yang 76- 100%
seharusnya dilakukan oleh 2. Kurang jika
ibu dalam menyusui skor
anaknya jawaban
<76%

93
7 Pemberian ASI Keberhasilan pemberian Air Nominal 1. Tidak
eksklusif Susu Ibu kepada bayi berhasil =
selama enam bulan, tanpa jika bayi
diberi makanan/minuman mendapatk
tambahan apapun an
makanan
selain ASI
pada masa
enam
bulan
pertama
kehidupan
bayi
2. Berhasil =
jika bayi
hanya
diberikan
ASI selama
enalm
bulan
8 Status Gizi Di peroleh berdasarkan Ordinal 1. 0 = Tidak
Anak pengukuran antropometri Normal
yang di nyatakan dengan 2. 1 = Normal
BB/U, TB/U atau PB/U dan
BB/PB atau BB/TB yang
dinyatakan dengan baku Z-
score

94
H. Hipotesis Penelitian

1. Model peran suami dapat meningkatkan pengetahuan suami tentang

pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak

2. Model peran suami dapat meningkatkan sikap suami tentang

pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak

3. Model peran suami dapat meningkatkan dukungan emosional suami

tentang pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak

4. Model peran suami dapat meningkatkan dukungan fisik suami tentang

pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak

5. Model peran suami dapat meningkatkan dukungan informasi suami

tentang pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak

6. Model peran suami dapat meningkatkan dukungan penilaian suami

tentang pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak

7. Pengetahuan suami dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI

eksklusif

8. Sikap suami dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif

9. Dukungan emosional suami dapat meningkatkan keberhasilan pemberian

ASI eksklusif

10. Dukungan fisik suami dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI

eksklusif

11. Dukungan informasi suami dapat meningkatkan keberhasilan pemberian

ASI eksklusif

95
12. Dukungan penilaian suami dapat meningkatkan keberhasilan pemberian

ASI eksklusif

13. Pengetahuan suami dapat meningkatkan status gizi anak

14. Sikap suami dapat meningkatkan status gizi anak

15. Dukungan emosional suami dapat meningkatkan status gizi anak

16. Dukungan fisik suami dapat meningkatkan status gizi anak

17. Dukungan informasi suami dapat meningkatkan status gizi anak

18. Dukungan penilaian suami dapat meningkatkan status gizi anak

19. Terdapat pengaruh model peran suami dalam pemberian ASI eksklusif

dengan status gizi anak

96

Anda mungkin juga menyukai