Anda di halaman 1dari 31

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

NOMOR 6 TAHUN 2012

TENTANG

RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULANG BAWANG BARAT,

Menimbang : a. bahwa Retribusi Perizinan Tertentu merupakan salah satu


sumber pendapatan daerah yang penting untuk digunakan
dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan;
b. bahwa kebijakan Retribusi Daerah pada umumnya dan
Retribusi Perizinan Tertentu pada khususnya dilaksanakan
berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,
peran serta masyarakat dan akuntabilitas dengan
memperhatikan potensi daerah;
c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai
implementasi pelaksanaannya perlu diatur tersendiri dengan
Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
9. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Tulang Bawang Barat di Provinsi
Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4934);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin
Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3596);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang
Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3890);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4230);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 110,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5155);
24. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan
Industri;Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
86/Menkes/Per/IV/1997 tentang Minuman Keras;
27. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
43/MDAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Pengedaran,
Penjualan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman
Beralkohol;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah;
29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010
tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan;
30. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997
tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
31. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksebilitas
Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
32. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003
tentang Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
di Lingkungan Pemerintah Daerah;
33. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2003
tentang Pedoman Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Daerah dalam Penegakan Peraturan Daerah;
34. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
24/PRT/M/2007 Tanggal 9 Agustus 2007 tentang Pedoman
Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung.
35. Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat Nomor 1
Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor
3 Tahun 2012 (Lembaran Daerah Kabupaten Tulang Bawang
Barat Tahun 2012 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Tulang Bawang Barat Nomor 18);
36. Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat
Tahun 2011 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Tulang Bawang Barat Nomor 5);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

dan

BUPATI TULANG BAWANG BARAT

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN


TERTENTU.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan :


1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tulang
Bawang Barat.
2. Bupati adalah Bupati Tulang Bawang Barat.
3. Daerah adalah Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tulang Bawang Barat.
5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang
perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
6. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Tulang Bawang
Barat
7. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
8. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi Daerah
adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
9. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah
harga rata-rata yang di peroleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
objek lain dan sejenis atau nilai perolehan baru NJOP
pengganti.
10. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas atau
kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau Badan.
11. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah
Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan
ruang serta penggunaan sumber daya alam, barang, sarana,
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.Subjek pajak
adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
12. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu yang selanjutnya disebut
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu yang disediakan oleh pemerintah
daerah.
13. Wajib Retribusi Daerah adalah orang pribadi atau badan yang
menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan
untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut
atau pemotong retribusi tertentu.
14. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang
merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk
memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah
Daerah yang bersangkutan.
15. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Tulang Bawang
Barat.
16. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan
gedung.
17. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam
tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus.
18. Bangunan Bukan Gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas
dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan
untuk tempat hunian atau tempat tinggal.
19. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan
bangunan seluruh atau sebagian baik membangun bangunan
baru maupun menambah, merubah, merehabilitasi dan atau
memperbaiki bangunan yang ada, termasuk pekerjaan
menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang
berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan
tersebut.
20. Izin mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang
diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/kota kepada pemilik
bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
21. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas
minimum dan bidang terluar dari suatu massa bangunan
gedung yang ditarik sejajar dengan garis as jalan, tepi sungai,
lepi pantai atau as pagar, jalan kereta api, rencana saluran,
dan atau jaringan listrik tegangan tinggi.
22. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB
adalah garis sempadan yang yang dialasnya atau sejajar
belakangnya dapat didirikan bangunan gedung.
23. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disingkat GSJ adalah
garis sempadan yang diatasnya atau sejajar belakangmya
dapat dibuat jalan masuk.
24. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan
tanah, dimana bangunan tersebut didirikan sampai titik
puncak dari bangunan.
25. Pagar pekarangan adalah suatu pagar yang dikonstruksikan
untuk membatasi persil.
26. Meter Lari atau disebut M’ adalah ukuran untuk ketinggian
atau panjang suatu bangunan
27. Gangguan adalah segala perbuatan dan/atau kondisi yang
tidak menyenangkan atau mengganggu kesehatan,
keselamatan, ketenteraman dan/atau kesejahteraan terhadap
kepentingan umum secara terus-menerus.
28. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang
jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
29. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri pengolahan yang dilengkapi dengan sarana, prasarana
dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola
oleh perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin
Usaha Kawasan Industri.
30. Luas Ruang Usaha adalah luas lahan usaha yang digunakan
sebagai tempat usaha beserta seluruh sarana penunjangnya
yang berbentuk bangunan.
31. Indek Gangguan adalah indek dalam angka yang menunjukan
intensitas gangguan.
32. Indek Lokasi adalah indek dalam angka yang menunjukan
klasifikasi dan kelas jalan.
33. Monopole adalah Menara telekomunikasi yang bangunannya
membentuk rangka/bahan baja tunggal.
34. Angkutan adalah Pemindahan orang dan/atau barang dari
satu tempat ke tempat dengan menggunakan kendaraan.
35. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan
jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal
dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap
maupun tidak terjadwal.
36. Mobil Bus Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang
dilengkapi lebih dari 9 (sembilan) atau lebih tempat duduk
tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan
maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi yang
dipergunakan sebagai kendaraan umum.
37. Mobil Penumpang Umum adalah setiap kendaraan bermotor
yang dilengkapi paling banyak 8 (delapan) tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun
tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi yang dipergunakan
sebagai kendaraan umum angkutan umum.
38. Minuman beralkohol adalah Minuman yang mengandung
ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi
atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan
perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah bahan lain
atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur
konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran
minuman.
39. Penjualan Minuman Beralkohol adalah kegiatan untuk usaha
yang menjual minuman beralkohol untuk dikonsumsi.
40. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan
hukum untuk menangkap, membudidayakan ikan, termasuk
kegiatan menyimpan, mendinginkan, mengawetkan ikan untuk
tujuan komersil.
41. Perusahaan Perikanan adalah perusahaan yang melakukan
usaha perikanan dan dilakukan oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
42. Usaha Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh
ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan
dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, mengolah atau mengawetkan.
43. Usaha membudidayakan ikan adalah kegiatan untuk
memelihara, membesarkan dan atau membiakkan dan
memanen hasilnya dengan alat atau cara apapun, termasuk
kegiatan menyimpan , mendinginkan atau mengawetkan
untuk tujuan komersil.
44. Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya disingkat IUP adalah
izin tertulis yang harus dimiliki orang atau badan usaha yang
bergerak dibidang perikanan untuk melakukan usaha
perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang
tercantum dalam izin tersebut.
45. Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung
lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan termasuk untuk melakukan survei atau eksplorasi
perikanan.
46. Ikan adalah semua jenis ikan dan binatang lainnya serta
tumbuh-tumbuhan yang hidup diperairan (laut, payau, dan
tawar) yang diusahakan menjadi bahan makanan atau untuk
keperluan industri maupun diperdagangkan.
47. Pengolahan adalah usaha untuk
mepertahankan/meningkatkan mutu atau yang dapat
merubah sifat produk sehingga mendapatkan manfaat yang
sebesar-besarnya melalui proses teknologi.
48. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi,
penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai
kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak
atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya.
49. Tahun Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu)
Tahun kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
50. Pembukuan adalah satu proses percatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode
pajak tahun pajak tersebut.
51. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk Kepala Daerah.
52. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut
SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan
besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
53. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi
dan/atau sanksi administratif berupa bunga atau denda.
54. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang
selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada
retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
55. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi
dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
56. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengelola data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan secara profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan
retribusi daerah.
57. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten
Tulang Bawang Barat yang selanjutnya dapat disebut
Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

Pasal 2

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:


a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
f. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

BAB III

PRINSIP YANG DI ANUT DALAM PENETAPAN STRUKTUR


DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 3

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan


Tertentu di dasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian
atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang
bersangkutan.
(2) Biaya Penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana di maksud
pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di
lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya
dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
BAB IV

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek

Pasal 4

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di pungut


Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian Izin
untuk Mendirikan suatu Bangunan.

Pasal 5

(1) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian


izin untuk mendirikan suatu bangunan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan
pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis
bangunan dan rencana tata ruang dengan tetap
memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien
Tingkat Bangunan (KTB), Koefisien Guna Bangunan (KGB) dan
pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi
pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi
yang menempati bangunan tersebut.
(3) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah pemberian izin untuk bangunan milik
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 6

(1) Subjek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang


pribadi atau Badan yang memperoleh Izin Mendirikan
Bangunan dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi Izin
Mendirikan Bangunan.

Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 7

(1) Tingkat penggunaan izin mendirikan bangunan diukur dengan


rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan,
tingkat ketinggian bangunan, rencana dasar penggunaan
bangunan.
(2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
bobot (koefisien).
(3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan sebagai berikut:
a. Koefisien Luas Bangunan (KLB)
No. Luas bangunan Koefisien
1. Bangunan dengan luas s/d 100 m2 1,00
2. Bangunan dengan luas s/d 250 m2 1,50
3. Bangunan dengan luas s/d 500 m2 2,00
4. Bangunan dengan luas s/d 1000 m2 2,50
5. Bangunan dengan luas s/d 2000m2 3,00
6. Bangunan dengan luas s/d 3000 m2 3,50
7. Bangunan dengan luas > 3000 m2 4,00

b. Koefisien Tingkat Bangunan (KTB)


No. Ketingian bangunan Koefisien
1. Bangunan 1 lantai 1,00
2. Bangunan 2 lantai 1,50
3. Bangunan 3 lantai 2,00
4. Bangunan 4 lantai 2,50
5. Bangunan 5 lantai keatas 3,00

c. Koefisien Guna Bangunan (KGB)


No. Dasar bangunan Koefisien
1. Bangunan Sosial 0,50
2. Bangunan Perumahan 1,00
3. Bangunan Fasilitas Umum 1,00
4. Bangunan Pendidikan 1,00
5. Bangunan Kelembagaan/Kantor 1,50
6. Bangunan Perdagangan dan Jasa 2,00
7. Bangunan Industri 2,00
8. Bangunan Khusus 2,50
9. Bangunan Campuran 2,50
10. Bangunan Lain-lain 3,00

(4) Tingkat penggunaan jasa dihitung sebagai perkalian koefisien-


koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai
dengan c.
(5) Retibusi IMB ditetapkan sebagai berikut:
Luas Bangunan x Tarif Harga Dasar Bangunan x Koefisien
Luas Bangunan x Koefisien Tingkat Bangunan x Koefisien
Guna Bangunan.
(6) Retribusi IMB dituliskan dengan rumus sebaai berikut:
LB x THDB x KLB x KTB x KGB.

Bagian Ketiga
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 8

Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan


ditentukan dan ditetapkan berdasarkan Tarif Harga Dasar
Bangunan (THDB) sebagai berikut:
a. Fungsi Bangunan Gedung
Tarif Satuan
No Bangunan Retribusi Per
(Rp)
1. a) Bangunan Fungsi Hunian:
1) Bentuk Bangunan Perumahan/Rumah
Tempat Tinggal
a. Rumah Tinggal Sederhana
1. Rumah Kampung/Rumah Sangat
Sederhana (RSS)
a) Luas Bangunan s/d 45 m2 3.000,00 m2
b) Luas Bangunan di atas 45 m2
s/d 75 m2 3.500,00 m2
c) Luas Bangunan di atas 75 m2
s/d 100 m2 4.000,00 m2
d) Luas Bangunan di atas 100 m2 4.500,00 m2
2. Rumah Kecil/Rumah Sederhana
(RS)
a) Luas Bangunan s/d 80 m2 4.000,00 m2
b) Luas Bangunan di atas 80 m2
s/d 150 m2 4.500,00 m2
c) Luas Bangunan di atas 150 m2
s/d 200 m2 5.000,00 m2
d) Luas Bangunan diatas 200 m2 6.000,00 m2
3. Rumah Sedang/Menengah
a) Luas Bangunan s/d 100 m2 6.500,00 m2
b) Luas Bangunan di atas 100 m2
s/d 150 m2 7.000,00 m2
c) Luas Bangunan di atas 150 m2
s/d 200 m2 7.500,00 m2
d) Luas Bangunan diatas 200 m2 8.500,00 m2
b. Rumah Tinggal Tidak
Sederhana/Rumah Mewah
a) Luas Bangunan s/d 200 m2 8.000,00 m2
b) Luas Bangunan di atas 200 m2
s/d 300 m2 9.000,00 m2
c) Luas Bangunan di atas 300 m2
s/d 400 m2 10.000,00 m2
d) Luas Bangunan diatas 400 m2 11.000,00 m2
2) Rumah Tinggal Deret 6.000,00 m2
3) Rumah Tinggal Susun 8.000,00 m2

2. b) Bangunan Fungsi Usaha:


1) Bangunan Perkantoran 8.500,00 m2
2) Bangunan Perdagangan 8.500,00 m2
3) Bangunan Perindustrian 10.500,00 m2
4) Bangunan Perhotelan 11.500,00 m2
5) Bangunan wisata dan rekreasi 7.000,00 m2
6) Bangunan Terminal 7.000,00 m2
7) Bangunan tempat penyimpanan 10.000,00 m2

3. c) Bangunan Fungsi Sosial dan Budaya


1) Bangunan Pelayanan Pendidikan 6.000,00 m2
2) Bangunan Pelayanan Kesehatan 5.500,00 m2
3) Bangunan Kebudayaan 6.000,00 m2
4) Bangunan Laboratorium 6.000,00 m2
5) Bangunan Gedung Pelayanan Umum 7.000,00 m2

4. d) Bangunan Fungsi Khusus


1) Bangunan Reaktor Nuklir 12.500,00 m2
2) Bangunan Instalasi Pertahanan dan
Keamanan, dan lain sejenisnya
berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku 12.500,00 m2

b. Fungsi Bangunan Bukan Gedung


Tarif Satuan
No Bangunan Retribusi Per
(Rp)
1. a) Pelataran parkir, lapangan, jemuran
dengan lantai beton, bata, kayu, besi dan
bahan gabungan dan lain-lain jenisnya 500,00 m2

2. b) Pondasi/Pondasi Tangki 9.000,00 m2

3. c) Pagar dari pasangan bata/batu/beton,


besi, kawat dan kayu bagian depan,
belakang dan samping dan lain-lain
jenisnya 1.250,00 m2
4. d) Septic tank/bak penampungan bekas air
kotoran dan lain-lain jenisnya 6.500,00 m3

5. e) SaluranPembuangan/Penampungan Air
Hujan/Kotor atau Air Perusahaan
penampang lebih kecil sama dengan 0,5 m
atau diameter lebih kecil sama dengan
0,75 m 5.000,00 m1

6. f) SaluranPembuangan/Penampungan Air
Hujan/Kotor atau Air Perusahan
penampang lebih besar 0,5 m atau
diameter lebih besar 0,75 m 7.000,00 m1

7. g) Sumur resapan dan lain-lain jenisnya 0 (nol) 0 (nol)

8. h) Teras tidak beratap/tempat pencucian dan


lain-lain jenisnya 3.000,00 m2

9. i) Turap (Bangunan Penahan


Tanah/plengsengan), Talang Air, Syphon,
Bangunan Bagi, Terjunan, Pintu Air dan
lain-lain jenisnya 6.000,00 m2

10. j) Jembatan penyeberangan orang dan


jembatan jalan perumahan dan lain-lain
sejenisnya:
1) Jembatan Beton, Komposit, Baja 50.000,00 m2
2) Jembatan Kayu 20.000,00 m2

11. k) Untuk membuat Duiker (tempolong)


Jembatan dengan penampang ≤ 0,5 m atau
diameter ≤ 0,6 m 3.500,00 m1

12. l) Untuk membuat Duiker (tempolong)


Jembatan dengan penampang > 0,5 m atau
diameter > 0,6 m 6.000,00 m1

13. m) Penanaman tangki, landasan tangki,


bangunan pengolahan air, gardu listrik,
gardu telepone, menara, tiang
listrik/telepone, dan lain-lain sejenisnya 9.000,00 m2

14. n) Tower:
1) Berdasarkan Volume (rangka
baja/beton) 30.000,00 m3
2) Berdasarkan Tinggi:
a. Luas Penampang rangka rata-rata
s/d 0,10 m2 atau 1000 cm2 25.000,00 m1
b. Luas Penampang rangka rata-rata
s/d 0,225 m2 atau 2250 cm2 30.000,00 m1
c. Penampang bulat (pipa) besi/beton
dengan diameter rata-rata s/d 100
cm 50.000,00 m1
d. Pohon Tower Telekomunikasi
(dihitung dari permukaan tanah/
jalan) 300.000,00 m1
3) Berdasarkan Luas (bidang yang
menempel)
a. Dipasang pada ketinggian s/d 15 m 20.000,00 m2
b. Dipasang pada ketinggian s/d 30 m 25.000,00 m2
c. Dipasang pada ketinggian s/d 45 m 30.000,00 m2
d. Dipasang pd ketinggian diatas 45 m 40.000,00 m2

15. o) Kolam renang, kolam ikan air deras dan


lain-lain sejenisnya 10.000,00 m3

16. p) Gapura, patung, monumen dan lain-lain


sejenisnya 8.000,00 m2
17. q) Reklame:
1) Untuk mendirikan Papan Reklame
Tetap dari kayu, besi, beton, dan bahan
gabungan dan/atau campuran 25.000,00 m2
2) Untuk mendirikan Papan Reklame
Bando Jalan 100.000,00 m2
tiapsisi

Bagian Keempat
Masa Berlaku Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 9

(1) Retibusi Izin Mendirikan Bangunan berlaku selama bangunan


tersebut berdiri tanpa menambah luas dan/atau merubah
fungsi awal bangunan tersebut.
(2) Jangka waktu pembayaran retribusi Izin Mendirikan
Bangunan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan, terhitung
sejak pengajuan permohonan Izin Mendirikan Bangunan;
(3) Setelah bangunan selesai dikerjakan dan telah mempunyai Izin
Mendirikan Bangunan, dalam jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun bangunan tersebut akan diperiksa kembali, apabila ada
perubahan bentuk fisik bangunan, maka harus ada
pembaharuan Izin Mendirikan Bangunan.

BAB V

RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek

Pasal 10

Dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman


Beralkohol dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas
pemberian izin untuk Penjualan Minuman Beralkohol di suatu
tempat tertentu.

Pasal 11

Objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol


adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman
beralkohol di suatu tempat tertentu.

Pasal 12

(1) Subjek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol


adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk
melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 13

Tingkat penggunaan jasa Izin Tempat Penjualan Minuman


Beralkohol diukur berdasarkan jenis tempat usaha dan jenis
golongan minuman beralkohol.

Pasal 14

Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut:


NO Tempat Penjualan Gol Alkohol Tarif (Rp)
1. penjual langsung minum ditempat:
a. hotel dan sejenisnya A, B dan C 2.500.000,-
b. restoran dengan tanda talam
kencana dan talam selaka A, B dan C 1.500.000,-
c. bar termasuk pub dan club A, B dan C 4.500.000,-
malam

2. penjual eceran dalam kemasan:


a. pasar swalayan/supermarket A dan B 3.000.000,-
b. toko/minimarket A dan B 1.800.000,-

3. ditempat lain yang ditetapkan oleh mengandung 1.500.000,-


Bupati alkohol paling
banyak 15%

Bagian Ketiga
Masa Berlaku Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

Pasal 15

Masa Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah


selama 3 (tiga) tahun.

BAB VI

RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek Retribusi

Pasal 16

Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut Retribusi sebagai


pembayaran atas pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada
orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman
bahaya, kerugian dan/atau gangguan.

Pasal 17

(1) Objek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat


usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat
menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan,
termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha
secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan
ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara
ketertiban lingkungan serta memenuhi norma keselamatan
dan kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 18

(1) Subjek Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau


Badan yang yang memperoleh Izin Gangguan dari Pemerintah
Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau
badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Izin Gangguan.

Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 19

Tingkat penggunaan jasa Izin Gangguan diukur berdasarkan jenis


perusahaan, jenis usaha, luas tempat usaha, lokasi izin, dan
resiko gangguan.

Bagian Ketiga
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 20

(1) Perhitungan besarnya Retribusi Izin Gangguan dilakukan


dengan formulasi rumusan sebagai berikut:
Retribusi Izin Gangguan = (Luas Ruang x Indeks Gangguan x
Indek Lokasi x Tarif) + Biaya
Survey lapangan + Biaya
Administrasi.
(2) Klasifikasi luas ruang tempat usaha dan tarif, indeks gangguan
serta indek lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a. Klasifikasi luas ruang tempat usaha dan tarif:
No Luas Ruang Tempat Usaha Tarif
(M2) (Rp)
1. Luas Ruang s/d 25 M2 2.500,-
2. Luas Ruang diatas 25 M2 s/d 50 M2 1.000,-
3. Luas Ruang diatas 50 M2 s/d 100 M2 800,-
4. Luas Ruang diatas 100 M2 500,-

b. Klasifikasi intensitas gangguan dan indeks:


1. perusahaan dengan gangguan besar indeksnya = 3;
2. perusahaan dengan gangguan sedang indeksnya = 2;
3. perusahaan dengan gangguan kecil indeksnya = 1.
c. Klasifikasi lokasi dan indeks:
1. jalan negara/kelas I dengan indeks = 4;
2. jalan provinsi/kelas II dengan indeks = 3;
3. jalan kabupaten/kelas III dengan indeks = 2;
4. jalan kecamatan/kelas IV dengan indeks = 1.
(3) Biaya survey lapangan/penelitian Rp. 30.000 (tiga puluh ribu
rupiah);
(4) Biaya administrasi Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah).
Pasal 21

Khusus untuk jenis kegiatan/usaha pasar modern dan usaha


kepariwisataan ditetapkan retribusi sebagai berikut:
a. pasar modern:
1. mall/super market/hypermarket/dan sejenisnya ditetapkan
tarif sebesar Rp.100.000,- /M2;
2. mini market waralaba ditetapkan tarif sebesar Rp. 50.000,-
per M2.
b. usaha kepariwisataan:
1. karaoke/pub/diskotik/klub malam dan sejenisnya ditetapkan
tarif sebesar Rp. 100.000,-/ M2;
2. hotel dan sejenisnya ditetapkan tarif Rp. 50.000,- /M2.

Pasal 22

Bagi surat Izin Gangguan yang rusak atau hilang diwajibkan


untuk membuat penggantian izin (duplikat) dan dikenakan biaya
sebesar 10 % dari biaya Retribusi izin.

Bagian Keempat
Masa Berlaku Izin Gangguan

Pasal 23

Izin Gangguan berlaku selama orang pribadi atau Badan


melakukan usaha/kegiatannya.

BAB VII

RETRIBUSI IZIN TRAYEK

Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek

Pasal 24

Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut Retribusi sebagai


pemberian Izin kepada orang pribadi atau badan untuk
menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu
atau beberapa Trayek tertentu.

Pasal 25

Objek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin trayekl untuk


menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum untuk
suatu atau beberapa trayek tertentu.

Pasal 26

(1) Subjek Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh Izin Trayek dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau badan
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Izin Trayek.
Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 27

Tingkat penggunaan jasa Izin Trayek diukur berdasarkan jumlah


izin yang diberikan dab jenis angkutan umum penumpang dan
frekuensi.

Bagian Ketiga
Struktur dan Besarnya Tarif

Pasal 28

a. Struktur dan besarnya Tarif Retribusi Izin Trayek adalah:


1. mobil penumpang umum kapasitas tempat duduk s/d 8
orang Rp.300.000,-;
2. mobil bus kapasitas tempat duduk 9 s/d 15 orang
Rp.400.000,-;
3. mobil bus kapasitas tempat duduk 16 s/d 25 orang
Rp.475.000,-;
4. mobil bus kapasitas tempat duduk lebih dari 25 orang Rp.
500.000,-;
b. daftar ulang
1. mobil penumpang umum kapasitas tempat duduk s/d 8
orang Rp.75.000,-;
2. mobil bus kapasitas tempat duduk 9 s/d 15 orang Rp.
90.000,-
3. mobil bus kapasitas tempat duduk 16 s/d 25 orang
Rp.100.000,-;
4. mobil bus kapasitas tempat duduk lebih dari 25 orang Rp.
125.000,-;
5. angkutan khusus Rp. 150.000,-.

Bagian Keempat
Masa Berlaku Izin Trayek

Pasal 29

Izin Trayek berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

BAB VIII

RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek

Pasal 30

Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut Retribusi


atas pelayanan pemberian Izin Usaha Perikanan kepada orang
pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha
penangkapan dan pembudidayaan ikan.
Pasal 31

(1) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pemberian izin


kepada orang pribadi atau Badan untuk melakukan kegiatan
penangkapan dan pembudidayaan ikan.
(2) Dikecualikan dari objek retribusi adalah kegiatan usaha
perikanan yang tidak memerlukan izin usaha perikanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32

(1) Subjek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi


atau badan yang memperoleh Izin Usaha Perikanan dari
Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau
badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Izin Usaha Perikanan.

Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 33

Tingkat penggunaan jasa retribusi Izin Usaha Perikanan diukur


berdasarkan luas areal/Volume dan jumlah dikalikan dengan
frekuensi waktu dan tarif.

Bagian Ketiga
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 34

Struktur dan besarnya Tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan


adalah:
a. Pembudidayaan ikan
1) Budidaya Ikan Air Tawar
Luas Area Retribusi
2 Ha s/d 3 Ha Rp. 50.000,-/Tahun
Diatas 3 Ha s/d 5 Ha Rp. 100.000,-/Tahun
Diatas 5 Ha dan seterusnya Rp. 150.000,-/Tahun

2) Pembenihan Ikan Air Tawar


Luas Area Retribusi
2 Ha s/d 3 Ha Rp. 50.000,-/Tahun
Diatas 3 Ha s/d 5 Ha Rp. 100.000,-/Tahun
Diatas 5 Ha dan seterusnya Rp. 150.000,-/Tahun

3) Budidaya Ikan di Perairan Umum/Keramba


Jumlah Keramba Retribusi
Diatas 50 Unit Rp. 100.000,-/Tahun

b. Penangkapan dengan menggunakan kendaraan motor di air


Volume Retribusi
3 Gross Ton s/d 5 Gross Ton Rp. 10.000,-/Tahun
5 Gross Ton s/d 10 Gross Ton Rp. 20.000,-/Tahun
Diatas 10 Gross Ton Rp. 30.000,-/Tahun
Bagian Keempat
Masa Berlaku Izin Usaha Perikanan

Pasal 35

Masa berlaku Izin Usaha Perikanan berlaku selama 20 (dua puluh)


tahun dengan kewajiban melakukan pendaftaran ulang setiap 5
(lima) tahun sekali.

BAB IX

PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI

Pasal 36

(1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memerhatikan indeks harga dan
perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan perubahan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB X

PEMUNGUTAN RETRIBUSI

Bagian Kesatu
Wilayah Pemungutan

Pasal 37

Wilayah pemungutan Retribusi Perizinan Tertentu adalah di


tempat kegiatan pelayanan yang diselenggarakan Pemerintah
Daerah dalam wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Bagian Kedua
Tata Cara Pemungutan

Pasal 38

(1) Pemungutan dan pembayaran Retribusi tidak dapat


diborongkan kepada Pihak Ketiga.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang
persamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu
berlangganan.
(4) Pengaturan lebih lanjut tata cara pemungutan dan
pembayaran diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pemanfaatan Hasil Pungutan

Pasal 39

(1) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi


diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang
bersangkutan.
(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.

Bagian Keempat
Keberatan Wajib Retribusi dalam Pemungutan

Pasal 40

(1) Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya


kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau
Dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan, diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi
tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak
dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak
atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai
surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar
retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 41

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima harus memberikan
keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk
memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa
keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya Retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 42

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau


seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya
SKRDLB.
Bagian Kelima
Insentif Pemungutan

Pasal 43

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi diberikan


insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB XI

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 44

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat


mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya
permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu
keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi
dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya,
kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi
dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak atau
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB XII

PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN RETRIBUSI TERUTANG

Bagian Kesatu
Tata Cara Pembayaran Retribusi Terutang

Pasal 45

(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.


(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15
(limabelas) hari sejak diterbitkannya SKRD, atau dokumen
lain yang dipersamakan.
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran
Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(4) Hasil pemungutan Retribusi disetorkan ke kas Daerah.

Bagian Kedua
Tata Cara Penagihan Retribusi Terutang

Pasal 46

(1) Penagihan Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar


dilakukan dengan menggunakan STRD.
(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didahului denga Surat Teguran.
(3) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang
sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan
Retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo
pembayaran.
(4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat
Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis Wajib Retribusi
harus melunasi Retribusinya yang terutang.
(5) Surat Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
pejabat yang ditunjuk.
(6) Tata cara penagihan dan penerbitan Surat
Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB XIII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 47

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan


pembebasan Retribusi.
(2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi
sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diberikan dengan
memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain
lembaga sosial, dengan cara mengansur, kegiatan sosial dan
bencana alam.
(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan
Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV

KEDALUWARSA PENAGIHAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG


RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA

Bagian Kesatu
Kedaluwarsa Penagihan

Pasal 48

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi


kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib
Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik
langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak
tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi
dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang
Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui
dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Bagian Kedua
Penghapusan Piutang Retribusi yang Kedaluwarsa

Pasal 49

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak
untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat
dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan Retribusi yang
sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah
kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XV

PEMERIKSAAN RETRIBUSI

Pasal 50

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji


kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka
melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Retribusi.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau
catatan dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen
lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang
terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan
guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan
Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XVI

PENYIDIKAN

Pasal 51

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan


Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah
Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
Retribusi Daerah di bidang Retribusi Daerah agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap atau
jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang Retribusi Daerah;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi
atau Badan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi
Daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
Retribusi Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain
serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
penyidikan tindak pidana Retribusi Daerah;
g. menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas seseorang dan atau
dokumen yang di bawah;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
Retribusi Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana Retribusi Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan penyampaian
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 52

Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayarkan tepat


waktunya atau kurang bayar dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi
yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD.

BAB XVIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 53

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya


sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling
banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini
adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
penerimaan negara.

BA B XIX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 54

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi yang masih


terutang sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan masih dapat
ditagih selama jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak saat terutang.

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 55

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini


sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
(2) Dengan berlakunya peraturan ini, maka segala ketentuan
yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 56

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Ditetapkan di Panaragan
pada tanggal 18 April 2012

BUPATI TULANG BAWANG BARAT,

dto

BACHTIAR BASRI
Diundangkan di Panaragan
pada tanggal 18 April 2012

SEKRETARIS DAERAH,
KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

dto

PARYANTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN 2012 NOMOR 6

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Bagian Hukum,

Sofiyan Nur, S.Sos., M.IP


Pembina
NIP. 19770409 200212 1 008
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

NOMOR 6 TAHUN 2012

TENTANG

RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

I. UMUM

Retribusi Daerah terbagi menjadi 3 (Tiga) golongan yaitu Retribusi


Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Tulang Bawang
Barat disusun bertujuan sebagai regulasi pemungutan retribusi
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Tulang Bawang Barat dan merupakan salah satu sumber pendapatan
daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,
peran serta masyarakat dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi
daerah.

Diharapkan pungutan Retribusi yang dikenakan tidak terlalu


memberatkan pihak investor atau pun pengusaha serta masyarakat
Kabupaten Tulang Bawang Barat yang ingin menanamkan modal dan
berinvestasi di Kabupaten Tulang Bawang Barat serta menggunakan
jasa retribusi perizinan tertentu yang disediakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tulang Bawang Barat .

Saat ini masih banyak potensi di Kabupaten Tulang Bawang Barat


yang belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu Perda yang
mengatur tentang Retribusi Daerah Perizinan Tertentu sangat
dibutuhkan, sebagai regulasi bagi pemerintah daerah dalam
mengatur agar pelaksanaannya dapat dilakukan dengan lebih
profesional, terkontrol dan terkoordinasi dengan baik dan
memberikan kepastian hukum pada investor untuk menanamkan
modalnya di Kabupaten Tulang Bawang Barat juga memberikan
kepastian hukum pada seluruh masyarakat Tulang Bawang Barat .
Sehingga harapan kita ke depan adanya peningkatan PAD terutama
dari sektor Retribusi Daerah Perizinan Tertentu dan akan lebih
meningkatkan gairah perekonomian masyarakat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
5 (lima) jenis perizinan sebagaimana di maksud dalam pasal ini adalah
jenis perizinan tertentu yang dapat di kenakan Retribusi oleh Pemerintah
Daerah dalam rangka pembinaan dan pengendalian, Pemerintah Daerah
tetap dapat memberikan izin lainnya tanpa dikenakan kewajiban
retribusi.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup Jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup Jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan penggolongan Alkohol adalah sebagai berikut :
a. Minuman beralkohol Golongan A adalah minuman dengan kadar
ethanol (C2H5OH) diatas 0% (nol persen) sampai dengan 5% (lima
persen);
b. Minuman beralkohol Golongan B adalah minuman dengan kadar
ethanol (C2H5OH) diatas 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua
puluh persen);
c. Minuman beralkohol Golongan C adalah minuman dengan kadar
ethanol (C2H5OH) diatas 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55%
(lima puluh lima persen)
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup Jelas.
Pasal 26
Cukup Jelas.
Pasal 27
Cukup Jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup Jelas.
Pasal 32
Cukup Jelas.
Pasal 33
Cukup Jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Dalam hal besarnya tarif Retribusi yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah perlu disesuaikan karena biaya penyediaan
layanan cukup besar dan/atau besarnya tarif tidak efektif lagi untuk
mengendalikan permintaan layanan tersebut, Bupati dapat
menyesuaikan tarif Retribusi.
Pasal 37
Cukup Jelas.
Pasal 38
Cukup Jelas.
Pasal 39
Cukup Jelas.
Pasal 40
Cukup Jelas.
Pasal 41
Cukup Jelas.
Pasal 42
Cukup Jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “instansi yang melaksanakan pemungutan”
adalah Dinas/Badan /Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya
melaksanakan pemungutan Retribusi .
Ayat (2)
Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 44
Cukup Jelas.
Pasal
Cukup Jelas.
Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
Cukup Jelas.
Pasal 47
Cukup Jelas.
Pasal 48
Cukup Jelas.
Pasal 49
Cukup Jelas.
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Cukup Jelas.
Pasal 52
Cukup Jelas.
Pasal 53
Cukup Jelas.
Pasal 54
Cukup Jelas.
Pasal 55
Cukup Jelas.
Pasal 56
Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 16

Anda mungkin juga menyukai