Makalah Nur Fauzah
Makalah Nur Fauzah
Oleh:
NUR FAUZAH
2222041
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan makalah dengan judul
“Kekuasaan dan Kepemimpinan Dalam Birokrasi”.
Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kiritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga dapat
menjadikan makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan baru dan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian..........................................................................................3
1. Birokrasi.......................................................................................3
2. Kekuasaan....................................................................................4
3. Kepemimpinan.............................................................................5
2.2 Kekuasaan Dalam Birokrasi..............................................................6
2.3 Kepemimpinan Dalam Birokrasi.......................................................10
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi birokrasi seperti itu tidak terlepas dari faktor sejarah yang sangat
panjang. Dimulai dari jaman kerajaan-kerajaan, dimana birokrasi (yang dikuasai
oleh raja) dimanifestasikan sebagai Tuhan yang harus dipatuhi segala perintahnya
dan dijauhi segala larangannya, dan rakyat yang dimanifestasikan sebagai hamba
yang harus mematuhi segala perintah dan larangannya. Hubungan ini menuntut
kepatuhan tanpa syarat dari hamba kepada Tuhannya dengan gambaran
”manunggaling kawula dan Gusti (bersatunya rakyat dan Tuhan)” (Ngadisah &
Darmanto:2008:hlm 3.1).
3
Kemudian berkembang menjadi hubungan yang disebut patron-client
(hubungan bapak-anak), dimana anak harus tunduk dan patuh kepada bapak dan
harus selalu menyenangkan hati bapak. Pola hubungan yang seperti digambarkan
tersebut, memunculkan tipe birokrasi yang dikenal dengan tipe birokrasi
patrimonial. Hubungan yang jelas-jelas menguntungkan posisi bapak ini ternyata
dilanggengkan oleh pemerintahan sesudahnya, baik pemerintahan masa
penjajahan sampai masa kemerdekaan, bahkan sampai saat ini. Hubungan
patronclient ini mencapai puncaknya pada masa orde baru.
Salah satu indikatornya adalah ketika pada saat itu Presiden Suharto
gencar mensosialisasikan slogan mikul dhuwur mendhem jero (artinya: apabila
bapak (atasanmu) memiliki jasa meskipun cuma sedikit, maka harus
dipikul/diangkat setinggi mungkin dan sebaliknya, apabila memiliki
kesalahan/dosa maka harus dikubur sedalam mungkin). Slogan ini memang
ditujukan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia agar senantiasa memelihara
kepatuhan pada bapak/atasan. Anak/bawahan harus patuh ketika diperintah oleh
atasan dan tidak perlu mempertanyakan apakah perintah itu benar atau salah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
1. Birokrasi
Secara bahasa, birokrasi berasal dari bahasa Prancis yakni bureau yang
artinya kantor atau meja tulis dan kratein dalam bahasa Yunani yang artinya
mengatur (Said dalam Delly Mustafa 2014,1). Adapun definisi lain yang
diungkapkan oleh Rourke (1978) dalam (Mas’ud Said, 2012:2), birokrasi
merupakan tata administrasi serta penerapan tugas sehari-hari yang terstruktur,
memiliki tata hierarki yang jelas, dilaksanakan sesuai regulasi atau prosedur
tertulis (written procedures), dilaksanakan oleh bidang yang telah ditentukan yang
berbeda dengan bidang yang lain, dilakukan oleh orang dengan kemampuan dan
keahliannya masing-masing.
5
Weber menempatkan demokrasi sebagai mekanisme rasionalisasi dunia
modern secara kontekstual. Dalam pandangan Weber, birokrasi dengan
rasionalitas yang baik dapat dijadikan sebagai elemen pokok dalam dunia modern
yang rasionalis dengan memiliki keketapan dan kepastian yang dikembangkan
melalui prinsip-prinsip kepemimpinan organisasi sosial (Mas’ud Said, 2012:4).
2. Kekuasaan
6
lain. “Kekuatan informasional” berarti semakin banyak informasi yang dimiliki
seseorang, semakin besar pula kekuasaan yang ia peroleh.
3. Kepemimpinan
7
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku
seseorang ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok.
3. Teori Situasional Teori ini mengatakan bahwa pembawaan yang harus
dimiliki seorang pemimpin berbeda-beda, tergantung dari situasi yang
sedang dihadapi. Hersey dan Blanchart dalam Michael Tomy (2017, p.
27) mengatakan bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan
yang berbeda, sehingga pemimpin harus menyesuaikan Gaya
Kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi kesiapan dan
kematangan bawahan.
4. Teori Jalan-Tujuan Menurut Fread Fiedler dalam Michael (2017, p. 27)
nilai strategis dan keefektifan seorang pemimpin didasarkan pada
kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi
anggotanya dengan penerapan hadiah. Tugas pemimpin dalam teori ini
adalah bagaimana bawahan bisa mendapatkan hadiah atas kinerjanya
dan bagaimana seorang pemimpin menjelaskan dan mempermudah
jalan menuju hadiah tersebut.
5. Teori Kharismatik Menurut Michael Tomy (2017, p. 29) bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai karisma (pengaruh)
yang besar. Pemimpin yang bertipe kharismatik biasanya memiliki
daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Konsep
kepemimpinan kharismatik ini banyak bersumber dari ajaran agama
dan sejarah Yunani Kuno.
8
kekuasaan yang melekat pada dirinya. Karya Mohtar Mas’oed menunjukkan
bahwa birokrasi tidak pernah beroperasi dalam ‘ruang hampa politik’. Itu artinya
birokrasi selalu berada dalam pusaran politik. Birokrasi adalah aktor politik itu
sendiri. Penjelasan ini dibenarkan Mas’oed dengan mengatakan: di negara dunia
ketiga kita akan mendapati birokrasi tidak hanya mendominasi kegiatan
administrasi pemerintahan, tetapi juga kehidupan politik masyarakat secara
keseluruhan.
“Pada periode Orde Baru birokrasi memihak dan menjadi kekuatan politik
yang dominan. Salah satu kemenangan Golkar pada empat kali pemilu adalah
karena dukungan dan peran birokrasi. Kesadaran politik bertahun-tahun awal
kemerdekaan yang memandang bahwa birokrasi merupakan alat pemersatu
bangsa yang ampuh, dipakai pada masa Orde baru. Birokrasi mempunyai
kepanjangan otoritasnya sampai ke desa-desa untuk seluruh wilayah nusantara. Ini
merupakan potensi kemenangan yang digunakan Golkar dangan dalih ‘massa
mengambang’ merangkul birokrasi. Birokrasi kita ikut memilih dalam pemilu, dan
9
tidak ada alternatif lain yang dipilih kecuali Golkar. Dengan demikian, maka
birokrasi pemerintahan sama dengan Golkar”.
10
Hal yang sama juga terjadi di Benua Afrika. Studi Fred W Riggs menyebutkan
kuatnya pengaruh pejabat militer dan sipil dalam proses pembuatan kebijakan
bagi seluruh negara. Sampai dalam tingkat tertentu para pejabat tersebut dapat
diasosiasikan dengan suatu partai politik.
11
langsung sebagai administrator kolonial atau secara tidak langsung atas nama
seorang atau sekelompok penguasa.
12
kepemimpinan merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih
mempengaruhi perilaku dan kinerja bawahan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
15