Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM


BIROKRASI

Oleh:

NUR FAUZAH
2222041

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NASIONAL


LHOKSEUMAWE
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan makalah dengan judul
“Kekuasaan dan Kepemimpinan Dalam Birokrasi”.

Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kiritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga dapat
menjadikan makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan baru dan bermanfaat bagi pembaca.

Lhokseumawe, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian..........................................................................................3
1. Birokrasi.......................................................................................3
2. Kekuasaan....................................................................................4
3. Kepemimpinan.............................................................................5
2.2 Kekuasaan Dalam Birokrasi..............................................................6
2.3 Kepemimpinan Dalam Birokrasi.......................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Birokrasi yang berkembang di Indonesia saat ini, di satu sisi digambarkan


sebagai organisasi yang tidak efisien, berbelit-belit, penganut slogan” kalau bisa
dipersulit mengapa dipermudah?”, tambun yang kian hari kian bengkak jumlah
pegawainya, dan korup. Sebuah gambaran yang membuat kita menjadi tidak
respect dan takut untuk berhubungan dengan birokrasi. Daripada mencari masalah
lebih baik berusaha tidak berurusan dengan yang namanya birokrasi. Di sisi lain,
birokrasi digambarkan sebagai organisasi dimana bisa meraih segalanya bagi
siapa saja pemenang sebuah pemilihan, mulai dari uang, jabatan, dan kekuasaan.
Dua gambaran yang kontradiktif, karena gambaran pertama disampaikan oleh
masyarakat bawah dan gambaran kedua disampaikan oleh penguasa (elit).

Birokrasi dan kekuasaan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa


dipisahkan dalam kajian ilmu pemerintahan. Birokrasi adalah aktor penting dalam
tata kelola pemerintahan. Birokrasi adalah lembaga yang memiliki kuasa besar
dalam struktur pemerintahan modern. Dengan kekuasaan yang besar itu sangat
mudah untuk disalahgunakan. Salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan
birokrasi melalui korupsi politik.

Kondisi birokrasi seperti itu tidak terlepas dari faktor sejarah yang sangat
panjang. Dimulai dari jaman kerajaan-kerajaan, dimana birokrasi (yang dikuasai
oleh raja) dimanifestasikan sebagai Tuhan yang harus dipatuhi segala perintahnya
dan dijauhi segala larangannya, dan rakyat yang dimanifestasikan sebagai hamba
yang harus mematuhi segala perintah dan larangannya. Hubungan ini menuntut
kepatuhan tanpa syarat dari hamba kepada Tuhannya dengan gambaran
”manunggaling kawula dan Gusti (bersatunya rakyat dan Tuhan)” (Ngadisah &
Darmanto:2008:hlm 3.1).

3
Kemudian berkembang menjadi hubungan yang disebut patron-client
(hubungan bapak-anak), dimana anak harus tunduk dan patuh kepada bapak dan
harus selalu menyenangkan hati bapak. Pola hubungan yang seperti digambarkan
tersebut, memunculkan tipe birokrasi yang dikenal dengan tipe birokrasi
patrimonial. Hubungan yang jelas-jelas menguntungkan posisi bapak ini ternyata
dilanggengkan oleh pemerintahan sesudahnya, baik pemerintahan masa
penjajahan sampai masa kemerdekaan, bahkan sampai saat ini. Hubungan
patronclient ini mencapai puncaknya pada masa orde baru.

Salah satu indikatornya adalah ketika pada saat itu Presiden Suharto
gencar mensosialisasikan slogan mikul dhuwur mendhem jero (artinya: apabila
bapak (atasanmu) memiliki jasa meskipun cuma sedikit, maka harus
dipikul/diangkat setinggi mungkin dan sebaliknya, apabila memiliki
kesalahan/dosa maka harus dikubur sedalam mungkin). Slogan ini memang
ditujukan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia agar senantiasa memelihara
kepatuhan pada bapak/atasan. Anak/bawahan harus patuh ketika diperintah oleh
atasan dan tidak perlu mempertanyakan apakah perintah itu benar atau salah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kekuasaan dalam birokrasi?


2. Bagaimana Kepemimpinan dalam birokrasi?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

1. Birokrasi

Secara bahasa, birokrasi berasal dari bahasa Prancis yakni bureau yang
artinya kantor atau meja tulis dan kratein dalam bahasa Yunani yang artinya
mengatur (Said dalam Delly Mustafa 2014,1). Adapun definisi lain yang
diungkapkan oleh Rourke (1978) dalam (Mas’ud Said, 2012:2), birokrasi
merupakan tata administrasi serta penerapan tugas sehari-hari yang terstruktur,
memiliki tata hierarki yang jelas, dilaksanakan sesuai regulasi atau prosedur
tertulis (written procedures), dilaksanakan oleh bidang yang telah ditentukan yang
berbeda dengan bidang yang lain, dilakukan oleh orang dengan kemampuan dan
keahliannya masing-masing.

Birokrasi tak jarang diidentikan dengan institusi pemerintah. Max Weber


menyumbangkan pemikirannya yang berkaitan dengan birokrasi ini bahwa
birokrasi bisa terjadi di mana saja dalam artian di ruang lingkup pemerintah
maupun non-pemerintah. Tidak menutup kemungkinan, birokrasi terjadi di sebuah
perusahaan. Birokrasi akan terjadi dalam sebuah organisasi yang dominan (Thoha
dalam Delly Mustafa, 2014:9). Di instansi pemerintahan, birokrasi menjadi proses
dan tatanan yang sengaja dibentuk berdasarkan rasionalitas tertentu dengan
harapan dapat menjamin proses dan tata pengelolaan kerja yang disiplin, pasti,
juga mudah untuk dikendalikan. Di instansi non-pemerintahan
(perusahaan/bisnis), birokrasi memiliki peranan dalam mengefisiensikan
penggunaan sumber daya sesuai capaian target serta keuntungan yang maksimal
(Delly Mustafa, 2014:10).

5
Weber menempatkan demokrasi sebagai mekanisme rasionalisasi dunia
modern secara kontekstual. Dalam pandangan Weber, birokrasi dengan
rasionalitas yang baik dapat dijadikan sebagai elemen pokok dalam dunia modern
yang rasionalis dengan memiliki keketapan dan kepastian yang dikembangkan
melalui prinsip-prinsip kepemimpinan organisasi sosial (Mas’ud Said, 2012:4).

2. Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk


mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa
sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang
yang mempunyai kekuasaan itu. Unsur-unsur kekuasaan, ada tiga komponen
dalam rangkaian kekuasaan yang akan mempengaruhi penguasa atau pemimpin
dalam menjalankan kekuasaannya. Komponen ini harus diikuti,dipelajari, karena
saling terkait didalam roda kehidupan penguasa. Tiga komponen ini adalah
pemimpin (pemilik atau pengendali kekuasaan), pengikut dan situasi.

Kekuasaan merupakan pengaruh yang membawa perubahan pada setiap


aspek kehidupan. Kekuasaan bisa bersifat formal atau informal (French & Raven,
1959). French dan Raven (1959) mengemukakan enam jenis kekuasaan:
kekuasaan koersif, kekuasaan imbalan, kekuasaan sah, kekuasaan referensi,
kekuasaan ahli, dan kekuasaan informasional. “Kekuasaan koersif” mengacu pada
ancaman atau penggunaan hukuman; “kekuatan imbalan” berarti kemampuan
untuk mengendalikan atau memediasi imbalan. Mereka yang mempunyai
“kekuasaan yang sah” mempunyai hak yang sah untuk menentukan perilaku orang
lain. Yang dimaksud dengan “kekuasaan acuan” adalah seseorang mempunyai
kekuasaan karena ia mempunyai hubungan dengan orang-orang yang berkuasa
dan ia dapat menggunakan hubungan tersebut untuk menciptakan pengaruh atau
melakukan perubahan. Yang dimaksud dengan “kekuasaan ahli” adalah kekuasaan
yang diperoleh karena seseorang mempunyai pengetahuan dan keahlian atas orang

6
lain. “Kekuatan informasional” berarti semakin banyak informasi yang dimiliki
seseorang, semakin besar pula kekuasaan yang ia peroleh.

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu proses pelaksanaan tugas pemimpin,


mengalir dari atas ke bawah, yang berfungsi untuk mendisiplinkan, kegitan para
karyawan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut Stogdi dalam M.Sobry (2017, p. 15) bahwa kepemimpinan
sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi
tergantung dari mana titik tolak pikirnya. Menurut Indriyo Gitosudarmo dalam
Danang Sunyoto (2015, p. 30) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai
proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu. Dengan demikian kepemimpinan adalah bagian
penting dari manjemen, sehingga dalam hal ini para manajer harus merencanakan
dan mengorganisasikan serta mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan.

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi


pemimpin, atau bagaimana timbulnya seseorang menjadi seorang pemimpin.

1. Teori Sifat Menurut Michael Tomy (2017, p. 26) teori ini


penekanannya lebih pada sifat sifat umum yang dimiliki pemimpin
yang dibawa sejak lahir. Menurut teori ini, hanya individu yang
memiliki sifat sifat tertentulah yang bisa menjadi pemimpin. Menurut
Darf dalam Michael (2017, p. 26) ada tiga sifat penting yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu kepercayaan diri, kejujuran, dan
integritas.
2. Teori Prilaku Menurut Michael Tomy (2017, p. 26) teori ini lebih
berfokus pada tindakan yang dilakukan pemimpin daripada
memperhatikan atribut yang melekat pada diri seorang pemimpin.

7
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku
seseorang ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok.
3. Teori Situasional Teori ini mengatakan bahwa pembawaan yang harus
dimiliki seorang pemimpin berbeda-beda, tergantung dari situasi yang
sedang dihadapi. Hersey dan Blanchart dalam Michael Tomy (2017, p.
27) mengatakan bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan
yang berbeda, sehingga pemimpin harus menyesuaikan Gaya
Kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi kesiapan dan
kematangan bawahan.
4. Teori Jalan-Tujuan Menurut Fread Fiedler dalam Michael (2017, p. 27)
nilai strategis dan keefektifan seorang pemimpin didasarkan pada
kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi
anggotanya dengan penerapan hadiah. Tugas pemimpin dalam teori ini
adalah bagaimana bawahan bisa mendapatkan hadiah atas kinerjanya
dan bagaimana seorang pemimpin menjelaskan dan mempermudah
jalan menuju hadiah tersebut.
5. Teori Kharismatik Menurut Michael Tomy (2017, p. 29) bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai karisma (pengaruh)
yang besar. Pemimpin yang bertipe kharismatik biasanya memiliki
daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Konsep
kepemimpinan kharismatik ini banyak bersumber dari ajaran agama
dan sejarah Yunani Kuno.

2.2 Kekuasaan dalam Birokrasi

Kekuasaan dalam birokrasi merujuk pada otoritas dan pengaruh yang


dimiliki oleh birokrat atau pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas dan
keputusan. Secara teoritik birokrasi dan kekuasaan satu paket dalam struktur
pemerintahan modern. Sejumlah karya memperlihatkan bahwa birokrasi dan
kekuasaan saling terkait. Dengan kata lain, birokrasi itu beroperasi dalam lingkup

8
kekuasaan yang melekat pada dirinya. Karya Mohtar Mas’oed menunjukkan
bahwa birokrasi tidak pernah beroperasi dalam ‘ruang hampa politik’. Itu artinya
birokrasi selalu berada dalam pusaran politik. Birokrasi adalah aktor politik itu
sendiri. Penjelasan ini dibenarkan Mas’oed dengan mengatakan: di negara dunia
ketiga kita akan mendapati birokrasi tidak hanya mendominasi kegiatan
administrasi pemerintahan, tetapi juga kehidupan politik masyarakat secara
keseluruhan.

Sedangkan kajian klasik Harold Crouch sebagaimana dikutip Manuel


Kaisiepo memperlihatkan istilah kepolitikan-birokratik menyebutkan betapa
kuatnya posisi birokrasi dalam pengelolaan pemerintahan Orde Baru. Ada tiga ciri
pokok kepolitikanbirokratik Orde Baru. Pertama, lembaga politik yang dominan
adalah birokrasi. Kedua, lembaga-lembaga lainnya, seperti parlemen, partai
politik, dan kelompok kepentingan berada dalam kedaan lemah sehingga tidak
mampu mengimbangi atau mengontrol birokorsi. Ketiga, massa diluar birokrasi
secara politik adalah pasih.

Mengikuti cara berpikir Crouch mengisyaratkan kekuatan birokrasi dalam


struktur politik Orde Baru. Sosok birokrasi yang digambarkan Crouch
membutkikan bahwa birokrasi menjelma menjadi kekuatan politik yang kuat dan
sulit dikontrol oleh kekuatan parlemen, partai politik, kelompok kepentingan dan
masyarakat. Sebagaimana ditulis Miftah Thoha:

“Pada periode Orde Baru birokrasi memihak dan menjadi kekuatan politik
yang dominan. Salah satu kemenangan Golkar pada empat kali pemilu adalah
karena dukungan dan peran birokrasi. Kesadaran politik bertahun-tahun awal
kemerdekaan yang memandang bahwa birokrasi merupakan alat pemersatu
bangsa yang ampuh, dipakai pada masa Orde baru. Birokrasi mempunyai
kepanjangan otoritasnya sampai ke desa-desa untuk seluruh wilayah nusantara. Ini
merupakan potensi kemenangan yang digunakan Golkar dangan dalih ‘massa
mengambang’ merangkul birokrasi. Birokrasi kita ikut memilih dalam pemilu, dan

9
tidak ada alternatif lain yang dipilih kecuali Golkar. Dengan demikian, maka
birokrasi pemerintahan sama dengan Golkar”.

Birokrasi Indonesia sama dengan Golkar merupakan fakta sejarah dalam


pertumbuhan dan perkembangan kepolitikan Orde Baru. Birokrasi salah satu pilar
kekuatan Golkar. Sedangkan Birokrasi dan Golkar adalah penopang kekuasaan
Orde Baru. Pemahaman ini diperkuat Mifath Thoha:

“Pada masa pemerintahan Orde Baru pemihakan birokrasi kepada Golkar


dilakukan secara total di segala aspek dan lini pemerintahan. Mulai dari sistem
rekrutmen pejabat-pajabat teras, diikuti dengan setiap perencanaan program dan
pendanaan, sampai dengan gaya dan perilaku pejabat semuanya sejalan dan
seiring dengan yang dilakukan oleh Golkar sendiri. Program perbaikan kampung
misalnya yang direncanakan dan dibiayai oleh dinas atau Departemen pemerintah,
dijadikan sebagai janji Golkar dalam program kerjanya kepada rakyat. Pejabat
birokrasi Dinas dan Departemen adalah orang-orang Golkar yang
memberitahukan dana dan program kerjanya yang bisa digunakan Golkar dalam
kampanye pemilu untuk dijadikan janji-janji Golkar kepada rakyat. Partai lainnya
seperti PDI dan PPP tidak mempunyai akses ke birokrasi pemerintahan. demikian
pula dalam kepengurusan Golkar tidak bisa lagi dibedakan dengan pejabat-pejabat
birokrasi pemerintahan. pengurus atai fingsionaris Golkar juga dirangkap oleh
pejabat birokrasi, mulai dari presiden, sebagai dewan pembina pusat, gubernur
dan bupati di daerah sampai dengan pejabat-pejabat daerah merupakan
fungsionaris Golkar.”

Dua kutipan di atas merepresentasikan relasi kuasa antara birokrasi dan


Golkar dalam stuktur pemerintahan Orde Baru. Keterlibatan birokrasi dalam
pusaran politik ternyata tidak hanya di Indonesia. Di China, semua organisasi
pemerintahan (birokrasi) mempunyai kaitan sangat erat dengan tujuan partai
komunis. Sesungguhnya secara esensial organisasi tersebut berfungsi sebagai
agen-agen administrasi yang menjalankan tugas atas nama partai politik komunis.

10
Hal yang sama juga terjadi di Benua Afrika. Studi Fred W Riggs menyebutkan
kuatnya pengaruh pejabat militer dan sipil dalam proses pembuatan kebijakan
bagi seluruh negara. Sampai dalam tingkat tertentu para pejabat tersebut dapat
diasosiasikan dengan suatu partai politik.

Sedangkan kajian Mohtar Mas’oed dan Yang Seung-Yoon di Korea


Selatan memperlihatkan relasi kuasa antara birokrasi dan politik. Bahkan peran
penting yang dimainkan para birokrat dalam ekonomi dan kepemimpinan politik
menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Penjelasan di atas memperlihatkan
birokrasi dalam pusaran kekuasaan. Dalamnya birokrasi dalam pusaran kekuasaan
bisa digambarkan empat model.

Pertama, refresentatative bureaucracy, dimana birokrasi bersikap responsif


terhadap para pemimpin politik, dan tentu saja terhadap kemauan politik
masyarakat. Setiap prakarsa yang diambil oleh birokrasi senantiasa didasarkan
atas kesadaran konsensus yang berlaku, dan perubahan hanya dapat terbentuk
melalui kompetisi partai-partai politik, sebagaimana yang berlaku di negara-
negara demokrasi barat.

Kedua, a party-state bureaucracy, yang terbentuk di dalam negara yang


menganut sistem partai tunggal. Birokrasi negara didominasi atau dikontrol oleh
aparatur partai. Atau seperti yang pernah berlaku di Soviet pada masa Stalin, baik
partai maupun birokrasi berada di bawah seorang penguasa diktator.

Ketiga, a personal instrument of the bureaucracy, yaitu suatu kondisi


hubungan yang menempatkan para birokrat semata-mata sebagai alat dari
penguasa otokrasi atau diktator. Pengaruh yang dimiliki oleh para birokrat secara
individu akan sangat tergantung pada kualitas yang dibutuhkan oleh sang
penguasa.

Keempat, calonial administrations or naminal ruling personn or groups,


dalam hubungan ini dijelaskan bahwa birokrasi dapat memerintah, baik secara

11
langsung sebagai administrator kolonial atau secara tidak langsung atas nama
seorang atau sekelompok penguasa.

2.3 Kepemimpinan dalam Birokrasi

Kepemimpinan mempunyai sifat universal dan dapat merupakan gejala


kelompok atau gejala sosial. Dikatakan bersifat universal karena selalu ditemukan
dan diperlukan dalam setiap kegiatan atau usaha bersama. Artinya setiap kegiatan
atau usaha bersama selalu memerlukan pemimpin dan kepemimpinan, baik
kegiatan atau usaha tersebut melibatkan dua, tiga orang maupun melibatkan
sepuluh, seratus bahkan seribu orang; baik kegiatan atau usaha tersebut bercorak
sederhana maupun bercorak kompleks dan luar biasa besarnya. Dikatakan
merupakan gejala kelompok atau gejala sosial oleh karena pemimpin dan
kepemimpinan itu hanya dapat dirasakan dan nampak apabila terdapat
sekelompok orang-orang yang melakukan usaha bersama atau dengan perkataan
lain terdapat suatu kehidupan social.

Selama ini, organisasi birokrasi di kalangan masyarakat dipahami sebagai


sebuah organisasi yang melayani masyarakat dengan stereotype yang negatif
antara lain, yaitu proses pengurusan surat atau dokumen lain yang berbelit-belit,
tidak ramah, tidak adil, tidak transparan, mempersulit dan memperlama
pelayanan, dan sebagainya. Tidak salah masyarakat menggambarkan birokrasi
dengan hal-hal seperti itu karena memang pengalaman-pengalaman yang tidak
mengenakkan yang dialami secara langsung oleh masyarakat seperti itu, misalnya
saat pembuatan KTP, akte kelahiran, mengurus sertifikat tanah, membuat paspor,
memungut retribusi, dan sebagainya. Kepemimpinan dalam organisasi/birokrasi
memiliki peran penting untuk mencapai tujuan organisasi/birokrasi itu sendiri.
Melalui kepemimpinan organisasi dapat mengerahkan segala sumber daya untuk
mencapai tujuan. Kepemimpinan yang responsif sangat diperlukan untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi kinerja organisasi dan menggerakan
bawahan. Menurut Bernard (dalam Gibson, 1995) dijelaskan bahwa

12
kepemimpinan merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih
mempengaruhi perilaku dan kinerja bawahan.

Tugas kepemimpinan dalam lingkungan birokrasi seringkali disebut


dengan tugas manajerial yang dilaksanakan oleh para pejabat struktural. Oleh
karena itu, kepemimpinan dalam hal ini lebih erat kaitannya dengan tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh para pejabat struktural dalam melaksanakan tugas,
termasuk dalam memberikan dorongan, arahan, dan perintah serta pengendalian
atau pengawasan kepada bawahannya. Apabila kepemimpinan dilihat dari aspek
personal pemimpin, pada umumnya kajian lebih banyak menyoroti hal-hal yang
terkait dengan gaya atau tipe kepemimpinan. Akan tetapi apabila melihat konteks
kepemimpinan yang dijalankan oleh para pejabat struktural secara umum dalam
suatu organisasi, akan lebih mudah jika ditinjau dari aspek-aspek umum atau ciri-
ciri umum kepemimpinan.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sesuai uraian diatas, penulis bisa menarik kesimpulan bahwa Kekuasaan


dan kepemimpinan dalam konteks birokrasi merupakan dua konsep yang saling
terkait namun memiliki perbedaan signifikan. Kekuasaan dalam birokrasi tidak
bisa dihilangkan dan senantiasa melekat pada sikap birokrasi dan birokratnya.
Selain itu, kepemimpinan birokrasi memegang peranan yang sangat penting bagi
pencapaian tujuan organisasi, di mana melalui kepemimpinan, organisasi dapat
mengerahkan segala sumber daya untuk mencapai tujuan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Danang Sunyoto, B. (2015). Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: CAPS.


French & Raven. (1959). Bases for Social Power. Zandler (eds) Group dinamics.
https://media.neliti.com/media/publications/1261-ID-kepemimpinan-dalam-
birokrasi-pelayanan-perizinan-usaha-suatu-studi-pada-kantor-p.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/1261-ID-kepemimpinan-dalam-
birokrasi-pelayanan-perizinan-usaha-suatu-studi-pada-kantor-p.pdf
M. Mas’ud, S. (2012). Birokrasi Di Negara Birokratis. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Michael, T. (2017). Sumber Daya Manusia di Era Masyarakat Ekonomi Asean.
Surabaya: CV. R.A. De.Rozarie.
Mustafa, D. (2014). Birokrasi Pemerintahan. Bandung: Alfabeta.
Rourke, F. E. (1978). Bureucrocy Power in Policy Making in America. Boston:
Little-Brown and Company.

15

Anda mungkin juga menyukai