Anda di halaman 1dari 13

PEMERINTAH YANG RESPONSIF

Dosen Pengampu : Amru Alba, S.A.P., M.A.P

Di susun oleh :
Miftahul Jannah (2222012)

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI

LHOKSEUMAWE

2023
DAFTAR ISI

PEMERINTAH YANG RESPONSIF......................................................................................................1


A. Latar Belakang.....................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................................5
A. Pengertian Responsivitas.....................................................................................................5
B. Tanggung jawab birokrasi pemerintah.................................................................................6
 Beberpa pendapat tentang tanggung jawab birokrasi Indonesia :................................8
C. Prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik...............................................................9
 Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 58 yang terdiri atas :....................................10
BAB III..........................................................................................................................................12
PENUTUP......................................................................................................................................12
A. Kesimpulan.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 25 Tahun 2009 tentang

pelayanan publik menjelaskan “bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga

negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kewajiban dasarnya dalam kerangka

pelayanan publik yang merupakan amanat UUD RI 1945.” Dijelaskan pula dalam

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor, 25 Tahun 2009 pada bagian kesatu Bab II Pasal 2, undang-undang

pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan

hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik.

Birokrasi pemerintahan dituntut harus mampu memberikan pelayanan yang

sebaik mungkin kepada masyarakat.Pelayanan yang baik dan berkualitas dapat

terpenuhi apabila birokrat sebagai pelayanan publik bertanggung jawab dalam

mengemban tugas pelayanan, dan merespon setiap keluhan-keluhan yang dilontarkan

masyarakat. Dengan demikian 80Delly Mustafa / Jurnal Administrasi Publik, Volume

5 No. 1 Thn. 2015

tanggungjawab dan responsivitas sebaiknya dimiliki setiap birokrat sebagai pelayanan

publik.

3
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan responsivitas ?

2. Apa Tanggung Jawab birokrasi pemerintahan ?

3. Apa prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang responsive pemerintah.

2. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab birokrasi pemerintah.

3. Untuk mengetahui prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenal kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan

program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Resonsivitas

mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta

tuntutan pengguna jasa.

Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik, karena hal tersebut

merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,

menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program

pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Dilulio dalam

Dwiyanto, 2008: 63). Menurut Osborne & Plastrik (dalam Dwiyanto, 2008: 62)

bahwa; organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki

kinerja yang jelek juga. Dalam operasionalisasinya, responsivitas pelayanan publik

dijabarkan menjadi beberapa indikator, yaitu: (1) terdapat tidaknya keluhan dan

pengguna jasa selama satu tahun terakhir; (2) sikap aparat birokrasi dalam

merespons keluhan dari pengguna jasa; (3) penggunaan keluhan dari pengguna jasa

sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa

mendatang; (4) perumusan kebijakan yang berpihak pada masyarakat (partiality)

dan pelayanan yang berkualitas. Dengan demikian maka kehadiran birokrasi

pemerintahan sebagai pelayan masyarakat akan lebih bermakna di tengah-tengah

masyarakat sebagai pelanggan produk-produk pemerintah.

Salah satu aspek perilaku birokrasi pemerintahan dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat adalah responsivitas atau daya tanggap birokrasi

5
pemerintahan terhadap berbagai kebutuhan dan permasalahan yang terjadi dalam

masyarakat. Dalam konteks pelayanan perizinan, responsivitas birokrasi pemerintahan

menjadi sangat dibutuhkan masyarakat ketika masyarakat membutuhkan pelayanan

perizinan yang berkualitas. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada

keselarasan program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Responsivitas sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas

secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi pelayanan kepada

masyarakat; (5) menggunakan 89nsure pelayanan yang berlaku.

B. Tanggung jawab birokrasi pemerintah

Perilaku birokrasi pemerintahan yang bertanggungjawab dalam memberikan

pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Makassar merupakan suatu kebutuhan

masyarakat. Pelayanan perizinan yang berkualitas tidak akan dapat terwujud jika

tidak disertai dengan perilaku birokrasi pemerintahan yang bertanggung jawab.

Tanggung jawab yang dimaksud adalah pelaksanaan tugas seorang birokrat dalam

pelayanan sehari- hari, yang dijalaninya sesuai dengan aturan, tepat waktu, dan dapat

menyelesaikan tugas pelayanan perizinan dengan baik dan benar serta dapat

menanggung resiko terhadap berbagai permasalahan dalam pelayanan perizinan.

Intinya adalah birokrasi pemerintahan hadir pada saat rakyat membutuhkannya.

Dalam konteks pelayanan publik, akuntabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan

ukuran nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh

para stakeholders.

6
Jarang dipraktekkan oleh aparat pemerintahan disemua instansi

pemerintahan. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan informan Thomas, yang

mengatakan bahwa tanggung jawab yang dilakukan oleh aparat pelayanan sudah

dilakukan, tetapi masih terbatas pada tanggung jawab sebagai accountability saja,

karena petugas pelayanan Cuma bertanggung jawab atas apa yang dilakukan secara

administrasi pada hari itu, tetapi untuk seterusnya petugas layanan Cuma membuat

janji dalam penyelesaian surat ijin tersebut, sehingga kondisi ini menurut hemat

penulis, bahwa birokrat sudah melaksanakan tanggungjawabnya sesuai tupoksi yang

dimiliki, walaupun masih sebatas pada tanggung jawab dari dimensi acountabiliy,

tetapi belum menyentuh secara penuh tanggung jawab pada dimensi obligation dan

cause. Dalam kaitan dengan pelayanan perizinan, makna tanggungjawab sebagai

obligation memang perlu dipraktekkan dalam pelayanan perizinan kepada

masyarakat karena manyangkut kepuasan masyarakat. Tanggungjawab yang

dilakukan bukan hanya sekedar melaporkan hasil kerja administrasi belaka tetapi

harus lebih bersifat tanggungjawab moral.

Tanggung jawab sebagai cause dimaksudkan sebagai tanggung jawab birokrat

pemerintahan kepada masyarakat atas segala akibat yang ditimbulkan oleh keputusan

hatinya yang bersifat free choice sehingga ia bertindak dan membawa akibat tertentu

kepada masyarakat dan lingkungannya. Jika terjadi sesuatu yang meresahkan,

mengorbankan, merugikan atau membawa kesengsaraan bagi masyarakat akibat

langsung dan tidak langsung dari kebijakan yang diambil atas dasar free-choice,

maka pemerintah wajib mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat. Tanggung

jawab ini lebih bersifat etis-moral dari pemerintah terhadap rakyatnya. Dengan

demikian untuk mewujudkan pemerintahan yang bertanggung jawab sebaiknya

7
memenuhi bukannya masyarakat didiamkan saja tanpa adanya reaksi sedikitpun dari

para pelayanan perizinan.

 Beberpa pendapat tentang tanggung jawab birokrasi Indonesia :

Djohan dan Milwan (2007: 27) berpendapat bahwa tanggung jawab adalah
norma yang menuntut kesediaan moral setiap penyelenggara negara untuk:

 melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya secara


profesional dan tekad untuk terus menerus meningkatkan mutu
profesionalitasnya;
 kehati-hatian dan kecermatan dalam setiap sikap, prilaku, tindakan
maupun ucapannya, baik di dalam lingkungan kerjanya maupun
diluar lingkungan kerja;
 memikul akibat resiko dan tanggung jawab yang terpaut pada
kedudukan, kewenangan dan tugas yang dilaksanakannya;
 kewajiban untuk mengakui kesalahannya, bersedia untuk mengakui
kesalahannya, bersedia untuk memperbaiki kesalahannya secepat
mungkin dan memikul akibat dari perilaku, tindakan keputusan dan
ucapan yang salah.

Menurut Hasibuan (1989: 70), tanggungjawab tercipta karena penerimaan

wewenang. Tanggungjawab harus sama dengan wewenang yang dimiliki. Dengan

demikian tanggung jawab timbul karena adanya hubungan antara atasan dan bawahan

(superior – subordinate relationship).

Pendapat di atas menunjukkan bahwa tanggung jawab birokrasi pemerintahan

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat mencakup beberapa hal yaitu

tanggungjawab dalam mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat secara

profesional, dalam obligation, pemerintah berkewajiban mempertanggungjawabkan

segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya, baik yang akan dilakukan

8
maupun yang sudah dilakukan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, baik

diminta maupun tidak diminta kepada seluruh masyarakat. Selanjutnya makna cause

dimaksudkan : tanggungjawab pemerintah baik eksekutif maupun legislatif kepada

rakyat atas segala akibat yang ditimbulkan oleh keputusan batinnya yang bersifat free

choice sehingga ia bertindak dan membawa akibat tertentu kepada masyarakat dan

lingkungannya.

C. Prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik

Istilah pemerintahan yang baik (good government) mulai dikenal luas

setelah era reformasi berlangsung. Good government adalah merupakan praktek

terbaik dalam proses penyelenggaraan kekuasaan Negara. Agar pemerintahan yang

baik dapat menjadi kenyataan dan berjalan sebagai mana mestinya memerlukan

komitmen dan keterlibatan semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Good

government yang efektif menunutut adanya aligment (koordinasi) yang baik dan

integritas, professional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Prinsip pemerintahan

yang baik meliputi : azas kepastian hukum, azas proporsionalitas, azas profesionalitas

dan azas akuntabilitas.

Terselenggaranya Good government merupakan prasyarat utama untuk

mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa serta

negara. Pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas

dan nyata sangat diperlukan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab

serta bebas KKN. Untuk itu harus ada keterkaitannya pada mekanisme regulasi

akkuntabilitas pada setiap instansi pemerintah dan upaya memperkuat peran dan

9
kapasitas parlemen, serta tersedeiannya akses yang sama pada informasi bagi

masyarakat luas.

Akuntabilitas didifinisikan sebagai suatu pihak perwujudan kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi

dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media

pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik atau algemene benisselen van

behorlijk bestuur atau the general of good administration merupakan usulan dari

Panitia de Monchy. Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian baik identik dengan

patut atau layak. Baik berarti tidak ada celanya. Pemerintahan yang baik berarti suatu

pemerintahan yang teratur, tiada celanya. Asas-asas umum pemerintahan yang baik itu

merupakan asas-asas hukum kebiasaan yang secara umum dapat diterima menurut

rasa keadilan kita yang tidak dirumuskan secara tegas dalam peraturan-peraturan

maupun yang berlaku dari yurisprudensi maupun literatur hukum.

 Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang diatur


dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 58 yang terdiri atas :

 Asas kepastian hukum


 Asas tertib penyelenggaraan negara
 Asas kepentingan umum
 Asas keterbukaan
 Asas proporsionalitas
 Asas profesionalitas
 Asas akuntabilitas
 Asas efisiensi,
 Asas efektivitas, dan
 Asas keadilan.

10
Parameter pemerintahan Daerah yang baik (good Local government) adalah
berupa pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan warga masyarakat dalam
setiap pembangunan. Agar pemerintahan daerah yang baik dapat menjadi kenyataan
dan berjalan sebagai mana mestinya diperlukan komitmen dan keterlibatan pihak
pemerintah daerah dan masyarakat secara aktif. Dengan demikian, maka roda
pemerintahan daerah yang dijalankan dengan prinsip otonomi yang seluas-luanya itu
mampu menciptakan pemerintahan daerah yang baik dan akuntabel.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diberlakukannya kebijakan otonomi yang seluas-luasnya pada tahun 1999


kepada pemerintah daerah, dalam rangka agar pemerintahan daerah dapat berkembang
dan mandiri dalam menjalankan dan mengatur pemerintahannya. Namun demikian
masih sering otonomi selalu dikaitkan dengan berapa besar uang yang dapat
dimobilisasi oleh daerah guna membiayai kegiatannya. Sebetulnya kata kunci dari
otonomi daerah adalah “kewenangan”, seberapa besar kewenangan yang dimiliki oleh
daerah di dalam menginisiatifkan kebijaksanaan, mengimplementasikannya, dan
memobilasasi dukungan sumber daya untuk kepentingan pelaksanaannya. Dengan
kewenangan, maka daerah akan menjadi kreatif untuk menciptakan kelebihan dan
insentif kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah.

Dengan diberikannya otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah, hal ini


memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk dapat memanfaatkan dan
mengembangkan potensi sumberdaya manusia (SDM) dan potensi sumberdaya alam
yang dimiliki untuk dapat dikelola secara maksimal guna kesejahteraan rakyatnya.
Oleh karenanya dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik,
diperlukan adanya pengawasan internal (Inspektorat) yang independen. Diperlukan
pula kiprah pengawasan fungsional oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat
yang baik dan transparan, serta pengawasan eksternal oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia yang akuntabel. Dengan demikian penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang baik dalam kerangka otonomi daerah dapat segera
terwujud.

12
DAFTAR PUSTAKA

fauzi, A. (2019). Otonomi Daerah Dalam Kerangka Mewujudkan Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah Yang Baik. Journal Spektrum Hukum, 119-136.
Mustafa, D. (2015). Tanggung Jawab Dan Respontivitas BIirokrasi Pemerintahan Dalam
Pelayanan Publik. Jurnal Administrasi Publik, 80-92.

13

Anda mungkin juga menyukai