Kesimpulan
Kesimpulan
Proses praktikum dimulai dari tahapan awal yang berisi persiapan hingga tahapan akhir yang
berisi pengakhiran. Proses persiapan praktikum di lapangan dimulai dari penjajakan ke Satpel
PPSGL Garut dengan proses administrasi surat-menyurat yang menyesuaikan kebutuhan
institusi. Dalam pelaksanaan praktikum institusi, praktikan telah melakukan proses pertolongan
kepada klien K, dimulai dengan tahap Engagement, Intake, Contract (EIC) yang dilakukan
kepada klien K di Satpel PPSGL Garut, tahap asesmen, rencanan intervensi, pelaksanaan
intervensi, evaluasi, hingga tahap terminasi dan rujukan. Praktikan memilih klien K sebagai
sasaran praktik dikarenakan rekomendasi dari Pak Mulyana yang merupakan pekerja sosial di
Satpel PPSGL Garut yang menangani klien K dan setelah diberikan gambaran umum terkait
klien K oleh peksos, praktikan tertarik dengan masalah yang dialami sehingga timbul perasaan
untuk ingin membantu dan membersamai menyusun rencana proses pertolongan dalam rangka
pencapaian tujuan yang lebih baik.
Fokus masalah yang dialami klien K adalah pelanggaran tata tertib Satpel berupa pertemuan
dengan penerima manfaat lawan jenis (ada hubungan dan perasaan saling cinta) pada tengah
malam yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kemungkinan negatif. Kemudian dari masalah
tersebut berdampak pada klien K yang tidak pernah mengikuti kegiatan rutin di Satpel PASAL
Garut (mengurung diri, tidak mau bersosialisasi, tidak makan, malas dan malu karena menjadi
bahan pembicaraan) dan sering menjelekkan lansia lain yang menjadikannya topik
pembicaraan atas masalahnya tersebut serta menjelekkan petugas yang memberinya
peringatan tegas, di mana kedua dampak ini juga menjadi tata tertib Satpel PASAL Garut yang
dilanggar klien K. Oleh karena itu, di sini praktikan ingin melakukan intervensi untuk menangani
fokus masalah klien K beserta dua dampak yang ditimbulkan. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka praktikan melakukan intervensi dengan metode social casework dan teknik yang
digunakan adalah small talk, ventilation, reassurance, support, advice giving and counselling,
positif reinforcement, motivation, token ekonomi serta terapi realitas.
Dari hasil pelaksanaan intervensi yang diberikan oleh praktikan kepada klien K, praktikan sudah
dapat mencapai beberapa tujuan dari pelaksanaan intervensi yang sebelumnya sudah
dirancang di dalam rencana intervensi, diantaranya adalah:
1. Berkurangnya intensitas pertemuan klien K dengan penerima manfaat I. Hasil dari
pelaksanaan intervensi dalam rangka penanganan fokus masalah klien K antara lain
sudah muncul kesadaran dalam diri klien K bahwa pertemuannya itu memang tindakan
yang melanggar tata tertib dan norma sosial di Satpel PPSGL Garut, walaupun
beberapa kali masih menyebutkan dan membahas penerima manfaat I. Tetapi beberapa
hari setelah dilakukan terapi realitas, klien K menyatakan bahwa ingin memutuskan
hubungannya dengan penerima manfaat I dengan segala pertimbangan yang telah
dipikirkan dan hal tersebut ditunjukkan melalui tindakan yang klien K tampilkan.
2. Aktifnya klien K dalam mengikuti kegiatan rutin Satpel PPSGL Garut. Hasil dari
penanganan dampak yang pertama, perlahan-lahan klien K sudah mau mengikuti
seluruh kegiatan rutin bahkan klien K sudah berani menampilkan tari jaipong pada saat
bimbingan kesenian, klien K juga berani bersuara dan menjawab pertanyaan ustadz
ketika bimbingan keagamaan.
3. Terkendalinya perasaan dan perilaku negatif klien K. Hasil dari penanganan dampak
permasalahan yang kedua adalah klien K menjadi lebih sabar dan jarang membahas
lansia lain bahkan klien K menunjukkan perilaku positifnya yaitu berinteraksi dengan
lansia yang membicarakannya di belakang.
Mengingat masa pelaksanaan intervensi yang terbilang singkat yaitu selama 14 hari, perubahan
yang dilakukan klien K sudah cukup baik, namun masih terdapat beberapa aspek yang kurang
maksimal dan membutuhkan pemantauan jangka panjang.
Mengacu pada Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar
pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota, Satpel PPSGL Garut juga memiliki beberapa komponen kegiatan tambahan
sebagai bentuk program pelayanan bagi lanjut usia terlantar, diantaranya adalah:
1. Permakanan
2. Pemenuhan kebutuhan sandang
3. Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal
4. Pemenuhan aksesibilitas
5. Perbekalan kesehatan
6. Bimbingan fisik, mental dan sosial
7. Bimbingan keterampilan hidup sehari-hari
8. Fasilitas pembuatan NIK
9. Akses pelayanan kesehatan dasar
10. Pemberian pelayanan penelusuran keluarga
11. Pemberian pelayanan reunifikasi
12. Pemulasaraan
Suatu teknik berhubungan dengan prosedur yang sistematik dalam suatu dasar keterampilan
diterapkan. Brill dalam Jusman Iskandar (1997: 29) telah menulis sebanyak 14 teknik yang
dapat dipergunakan oleh pekerja sosial. Ke 14 teknik tersebut adalah: small talk, ventilation,
support, reassurance, confrontation, conflict, manipulation, universalization, advice giving and
counselling, activities and programs, logical discussion, reward and punishment, rehearsal and
demonstration, exercises, games and audiovisual aids. Dapat pula ditambahkan alat lainnya,
yaitu: andragogy and counciousness raising. Namun, praktikan hanya menggunakan lima dari
14 teknik tersebut. Kelima teknik yang praktikan gunakan antara lain sebagai berikut:
1. Small talk
Small talk berhubungan dengan percakapan yang tidak langsung. Small talk dipergunakan pada
permulaan suatu kontak antara pekerja sosial dengan klien. Sehingga hal-hal apa yang
dilakukan kemudian dapat menjadi lebih mudah. Tujuan utama small talk adalah untuk
memecahkan es (kebekuan), kebisuan, sehingga kemudian terdapat suatu pembicaraan.
Small talk boleh diprakarsai oleh klien, namun dalam kebudayaan kita biasanya dimulai oleh
pekerja sosial, yaitu orang yang mungkin merasakan kebutuhan klien untuk berbicara. Biasanya
menyukai pembicaraan tentang sesuatu dengan cara tidak langsung atau biasanya seseorang
melakukan pembicaraan awal sebelum ia secara tepat memasuki pokok persoalan. Small talk
disarankan dilakukan hanya bila tidak ada persoalan penting untuk diselesaikan dan dilakukan
dengan tidak menekan. Dalam situasi krisis, ketika perasaan sedang meninggi maka small talk
tidak digunakan. Seseorang akan langsung pada pokok persoalan, misalnya:
"Apa sebenarnya yang terjadi?". Jika small talk dipergunakan, maka hal itu agar dilakukan
dengan sensitivitas terhadap suatu situasi, dan mendinginkan kecemasan, rasa takut, serta
kemarahan klien.
2. Ventilation.
Teknik ini digunakan untuk membawa ke permukaan perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang
diperlukan, mengingat perasaan-perasaan dan sikap-sikap tersebut dapat mengurangi
keberfungsian orang yang
terlibat yaitu klien. Pekerja sosial sebaiknya menyediakan kemudahan bagi klien dalam
mengungkapkan emosinya secara terbuka. Ventilasi seringkali dapat mengurangi emosi klien
yang tinggi. Emosi yang positif lebih mudah dapat diterima, tetapi sebaliknya emosi yang negatif
dapat menimbulkan kesukaran. Bila perasaan masam (muka kecut) secara bebas diungkapkan
terhadap orang lain nampaknya hal ini ada hubungannya dengan keinginan untuk menunjukkan
suatu kekuasaan. Masalahnya adalah berapa banyak ventilation dapat digunakan untuk
memberi semangat atau dapat terungkapkannya emosi yang tinggi. Ungkapan perasaan yang
berkepanjangan cenderung ke arah proporsi yang tidak layak. Jika pekerja sosial terlampau
banyak memberikan kesempatan pada klien untuk melepaskan emosinya maka pada akhirnya
hal tersebut akan dapat memberatkan situasi yang dihadapi klien secara lebih jauh. Tujuan
ventilation adalah untuk menjernihkan emosi yang tertekan karena emosi yang tertekan dapat
merupakan penghalang bagi suatu gerakan yang positif. Dengan membantu klien menyatakan
perasaan-perasaannya pekerja sosial akan lebih siap melaksanakan tindakan pemecahan serta
dapat memusatkan perhatian untuk melaksanakan perubahan terhadap diri klien.
3. Support
Support artinya memberikan semangat, menyokong dan mendorong beberapa aspek dari
fungsi klien, seperti kekuatan-kekuatan internalnya, cara dia bertingkah laku dan dalam hal
hubungan-hubungannya dengan orang lain. Support harus didasarkan pada kenyataan.
Sebaiknyalah pekerja sosial memberikan dukungan terhadap tingkah laku atau kegiatan-
kegiatan positif dari klien. Konfrontasi dan tanyajawab merupakan suatu dorongan bila
dilakukan dengan penuh penerimaan serta memperhatikan kebutuhan klien. Pekerja sosial
harus membantu klien bila klien mengalami kegagalan atau sebaliknya lebih mendorong klien
bila klien berhasil. Pekerja sosial sebaiknya selalu mengatakan aspek-aspek positif sebelum
menyatakan aspek-aspek negatif dari situasi tersebut.
4. Reassurance
Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi yang ia
perjuangkan dapat dicapai pemecahannya dan ia mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalahnya. Rassurance merupakan teknik yang valid, karena hampir
semua situasi kehidupan manusia dapat diubah melalui beberapa penyesuaian,
meskipun fakta atau masalah itu sendiri tidak dapat diubah. Reassurance harus dibuat dengan
realistik dan reassurance tidak dapat dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar.
Reassurance diberikan pada waktu yang tepat dan memberikan kesempatan kepadabklien
untuk menyatakan perhatian dan kegagalannya secara wajar dan reassurance dilaksanakan
dengan kesadaran bahwa penyesuaian umum dan khusus adalah mungkin dalam setiap
situasi. Reassurance dapat juga dipergunakan dengan menghargai dan (menghormati)
kemampuan-kemampuan, perasaan-perasaan pencapaian-pencapaian klien. Klien
membutuhkan jaminan bahwa ia dapat mengutarakan perhatian dan pertanyaannya tanpa rasa
takut. Klien harus juga dijamin makna pencapaiannya dan kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalahnya dengan penampilan dirinya.
Nasihat sangat membantu bila hal itu merupakan sarana untuk mencapai tujuan klien yang
lebih baik. Dalam analisis akhir, keberhasilan teknik ini ditentukan oleh kemampuan klien
mempergunakannya dan kemampuan pekerja sosial membuat asesmen yang valid.
Kemudian praktikan juga menggunakan teknik motivation. Dalam buku Organisasi dan Motivasi
karya Malayu Hasibuan (2016: 92), Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti
dorongan atau saya penggerak. Jadi dalam hal praktik memberikan motivasi terhadap klien
yang bermasalah diharapkan dapat memicu kerja keras dan antusias klien untuk mencapai
produktivitas yang tinggi, mendorong gairah dan semangat klien agar mau menjadi lebih baik
dengan memanfaatkan sistem sumber dan potensi yang dimiliki sehingga terwujud tujuan yang
diinginkan.