Analisa Vegetasi Metode Kuadrat
Analisa Vegetasi Metode Kuadrat
O
L
E
H
Yulia
(F05109031)
Kelompok : 2
PONTIANAK
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
contoh relatif kecil). Sedangkan untuk penelitian dianjurkan untuk
menggunakan sistematik sampling, karena lebih mudah dalam
pelaksanaannya dan data yang dihasilkan dapat bersifat representative.
Bahkan dalam keadaan tertentu, dapat digunakan purposive sampling.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar
agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas,
tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung
dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa
vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan
luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut,
maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu
petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal
petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur
yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat
pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-
jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai
dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang
berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar
jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis
lebih dari 5-10%. Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa
menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang
penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali
luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan (Marpaung,
2009).
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam
membentuk populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan
menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat – sifat individu ini
dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan
memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa
2
kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density),
atau banyaknya (abudance).
Dalam pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang
harus dipertimbangkan dan diperhatikan, karena hal ini akan
mempengaruhi data yang diperoleh dari sample. Keempat sifat itu adalah :
1. Ukuran petak.
2. Bentuk petak.
3. Jumlah petak.
4. Cara meletakkan petak di lapangan (Dedy, 2009).
3
dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada
masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas
penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu
diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran.
b. Wandering-quarter
Yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan
menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan
kompas ditentukan satu kuadran (sudut 90) yang berpusat pada titik awal
tersebut dan membelah garis transek dengan dua sudut sama besar.
Kemudian dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan danjarak
satu pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. Penarikan contoh sampling
dengan metode-metode diatas umumnya digunakan pada penelitian-
penelitian yang bersifat kuantitatif.
4
Pantograf diperlengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan
alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran
suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya (Natassa, et. al.,
2010).
b. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk
membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh
gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu
komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
5
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
a. Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1)
dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
a. Indeks Kemerataan Jenis
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3.5 menunjukkan
kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5 – 5.0 menunjukkan
kekayaan jenis tergolong sedang dan R1tergolong tinggi jika > 5.0.
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong
rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong
sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.
Besaran E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah, E’
= 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ > 0.6 maka
kemerataaan jenis tergolong tinggi.
a. Koefisien Kesamaan Komunitas
Untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur
antara dua tegakan yang dibandingkan dapat menggunakan rumus sebagai
berikut (Bray dan Curtis, 1957 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2005) :
6
dimana :
IS = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < ) dari jenis-jenis yang terdapat
dalam dua tegakan yang dibandingkan
a, b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama
dan kedua
Nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100 %.
Semakin mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang dibandingkan
mempunyai kesamaan yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS)
dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya
100 – IS. Untuk menghitung IS, dapat digunakan nilai kerapatan,
biomassa, penutupan tajuk atau INP.
Sebagai contoh, kita membandingkan tingkat permudaan semai hutan
primer dengan hutan setelah ditebang dan dapat dilihat pada tabel 2 berikut
ini :
Tabel 2. Nilai Kesamaan Kerapatan antara Hutan Primer dengan
Hutan setelah ditebang pada tingkat Semai
7
dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi
digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973) sebagai berikut :
Dimana :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis (Marpaung, 2009).
8
atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar
dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah
dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi,
sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut
sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor
lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh
anthropogenic (Desmawati, et. al, 2011).
Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari
komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang
menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan
penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain
(biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau
hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya
memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut
keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang
dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak
berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya
seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak
menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki
bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki
tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki
satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
9
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya,
yaitu :
a. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang
dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm
(Marpaung, 2009).
B. Tujuan
C. Permasalahan
Permasalahan:
1. Jenis tumbuhan apa saja yang didapat pada petak metode kuadrat?
2. Bagaimanakah penyebaran dari tumbuhan pada petak metode kuadrat?
3. Bagaimana kondisi lapangan yang dipakai dalam membuat petak
metode kuadrat?
4. Alasan digunakannya petak metode kuadrat?
BAB II
10
METODELOGI
Alat :
- Tali raffia - Hand Counter
- Meteran - ATK
- Pancang - Buku identifikasi
Bahan :
- Komunitas tertentu
C. Cara Kerja
1. Tentukan suatu areal tipe vegetasi yang menjadi objek untuk dianalisis.
2. Luas petak contoh ditentukan dari hasil pembuatan Kurva Species
Area dan banyaknya petak contoh tergantung dari biaya, waktu dan
tenaga. Tetapi dari berbagai pengalaman, pada dasarnya ukuran petak
contoh seluas 1 x 1 m2 dibuat untuk analisis tumbuhan herba.
3. Penentuan awal petak contoh dapat dilakukan secara acak atau secara
sistematis atau kombinasi keduanya yaitu pertama dibuat acak dan
selanjutnya dilakukan secara sistematis.
4. Dalam setiap petak contoh dicatat data setiap individu jenis yang ada.
11
5. Hitung data (lihat penghitungan).
6. Tentukan besarnya Indeks Nilai Penting (INP) dari masing-masing
jenis dengan menjumlahkan parameter masing-masing jenis tersebut.
7. Tentukan Perbandingan Nilai Penting (SDR). SDR menunjukkan
jumlah Indeks Nilai Penting dibagi dengan besaran yang
membentuknya. SDR dipakai karena jumlahnya tidak lebih dari 100%
sehingga mudah unutk diinterpretasikan.
4. 5.
1.
3. 2.
BAB III
ANALISIS DATA
12
A. Hasil Pengamatan
Keterangan :
KM= Kerapatan Mutlak
KR = Kerapatan Relatif
FM = Frekuensi Mutlak
FR = Frekuensi Relatif
NP = Nilai Penting
13
B. Pembahasan
14
Pemilihan tempat untuk pembuatan petak metode kuadrat haruslah
jauh dari naungan ataupun pohon. Karena bila terdapat naungan akan
mempengaruhi jenis spesies dan jumlahnya.
Digunakannya metode kuadrat karena metode ini mudah dan lebih
cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan
menaksir volumenya.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
Keterangan :
KM= Kerapatan Mutlak
KR = Kerapatan Relatif
FM = Frekuensi Mutlak
FR = Frekuensi Relatif
NP = Nilai Penting
18
Jumlah dari individu dari suatu jenis i
KM =
Jumlah total luas areal yang digunakanuntuk penarikan contoh
125 27
Cynodon dactylon = = 25 Chloris barbata = = 5,4
5 5
6 39
Cyperus rotundus = =6 Paspaium commersoni = = 9,75
1 4
2 14
Bryum sp. = =2 Kyllinga morocephala = =
1 3
4.666667
27
Zoysia matrella = = 6,75
4 36
Ischaemum timorense = = 12
3
49
Eleocharis dulcis = = 12,25
4 14
Caladium sp. = = 14
1
360
Saccharum spontaneum = = 72
5 18
Fimbristylis anrua = = 18
1
25 2
Cynodon dactylon = x Bryum sp. = x 100% =
187,8167 186,8167
100% = 13.31085 1.064868
6 6 , 75
Cyperus rotundus = x Zoysia matrella = x 100%
186,8167 186,8167
100% = 3.194605 = 3.59393
19
12 ,25 4,666667
Eleocharis dulcis = x Kyllinga morocephala = x
186,8167 186,8167
100% = 6.522318 100% = 2.484693
72 12
Saccharum spontaneum = Ischaemum timorense = x
186,8167 186,8167
x 100% = 38.33526 100% = 6.389209
5, 4 14
Chloris barbata = x 100% Caladium sp. = x 100% =
186,8167 186,8167
= 2.875144 7.454078
9 , 75 18
Paspaium commersoni = x Fimbristylis anrua = x
186,8167 186,8167
100% = 5.191233 100% = 9.583814
5 5
Cynodon dactylon = =1 Saccharum spontaneum = =1
5 5
1 5
Cyperus rotundus = = 0,2 Chloris barbata = =1
5 5
1 4
Bryum sp. = = 0,2 Paspaium commersoni = = 0,8
5 5
4 3
Zoysia matrella = = 0,8 Kyllinga morocephala = = 0,6
5 5
4 3
Eleocharis dulcis = = 0,8 Ischaemum timorense = = 0,6
5 5
20
1 1
Caladium sp. = = 0,2 Fimbristylis anrua = = 0,2
5 5
1 1
Cynodon dactylon = x 100% = Chloris barbata = x 100% =
7,4 7,4
13.51351 13.51351
0,2 0,8
Cyperus rotundus = x 100% = Paspaium commersoni = x
7,4 7,4
2.702703 100% = 10.81081
0,2 0,6
Bryum sp. = x 100% = 2.702703 Kyllinga morocephala = x
7,4 7,4
100% = 8.108108
0,8
Zoysia matrella = x 100% =
7,4 0,6
Ischaemum timorense = x 100%
10.81081 7,4
= 8.108108
0,8
Eleocharis dulcis = x 100% =
7,4 0,2
Caladium sp. = x 100% =
10.81081 7,4
2.702703
1
Saccharum spontaneum = x
7,4 0,2
Fimbristylis anrua = x 100% =
100% = 13.51351 7,4
2.702703
NP = KR + FR
21
Bryum sp. = 1.064868 + 2.702703 = Paspaium commersoni = 5.191233 +
3.767571 10.81081 = 16.00204
22