Proposal Toxic Relationship
Proposal Toxic Relationship
Disusun oleh:
1. NIM
2. NIM
3. NIM
4. NIM
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
10
DAFTAR ISI
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Contoh Halaman Judul Proposal ……….………………………..... ….
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pacaran diartikan sebagai kegiatan yang diawali dari berkenalan dan
berteman (Tucker, dalam Girsang & Ningsih, 2015). Pacaran atau
berkencan merupakan sebuah interaksi yang ‘saling’, dalam pacaran
biasanya pasangan akan melakukan pertemuan, interaksi serta beraktivitas
secara bersama dengan tujuan untuk terus melanjutkan hubungan
tersebut. (Straus, dalam Girsang dan Ningsih 2004). Dating atau masa
pacaran dianggap penting untuk dilalui, karena tujuannya adalah untuk
mengenal antara satu sama lain secara lebih mendalam, tujuannya adalah
untuk menghindari segala hal buruk yang bisa saja terjadi dalam
pernikahan (Cate & Lloyd, dalam DeGenova 2008).
Sebuah hubungan dengan relasi yang sangat personal (intim) atau disebut
juga dengan pacaran tidak selalu berjalan indah seperti yang diharapkan.
Beberapa kasus justru terdapat fenomena dimana salah satu pihak merasa
tidak nyaman bahkan sampai mengalami kekerasan didalamnya itu disebut
dengan toxic relationship. Toxic relationship bisa juga dikatakan sebagai
sebuah hubungan yang tidak saling menghubungkan, dikarenakan adanya
dominasi dari salah satu pihak sehingga pihak lain merasa tertekan dan
tidak nyaman (Vedasari, 2020).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk
menganalisis fenomena toxic relationship Pada Remaja di Kabupaten
Ketapang.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktif
Hasil dari penelitian ini diharap akan dapat memberi edukasi serta
pemahaman kepada masyarakat secara umum, khususnya
perempuan agar tidak terjebak dalam toxic relationship serta
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mengutip dari Vedasari (2022) bahwa toxic relationship adalah hubungan yang
tidak timbal balik, karena satu sisi mendominasi, jadi pihak lain menjadi objek
dimana ia merasa tertekan dan merasa tidak nyaman. Menurut Nurifah (2013)
toxic relationship adalah hubungan dimana terdapat perilaku "beracun" dari salah
satu pasangan dalam hubungan yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan
psikologis dari seseorang. Definisi yang sama juga diungkapkan oleh Lee (2018)
bahwa sebuah hubungan yang toxic atau yang disebut dengan toxic relationship
ditandai dengan adanya kekerasan dari salah satu pasangan dan tentunya hal
tersebut membuat pasangan yang lain merasa tidak nyaman. Hal tersebut sejalan
dengan Set (2009) toxic relationship merupakan pola kekerasan dalam hubungan
yang digunakan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pasangannya agar
menuruti setiap keinginannya. Hal tersebut sependapat dengan pendapat Effendy
(2019) yang mengatakan bahwa toxic relationship adalah hubungan yang
didalamnya terdapat keegoisan yang berlebihan, ketidakjujuran dalam suatu
hubungan, seringkali sikap merendahkan terhadap pasangan, bahkan sering
mengkritik pasangan sendiri, memberi komentar negatif dan rasa tidak aman
dalam hubungan.
trauma.
Pandangan yang lebih luas diungkapkan oleh Poerwandari dalam Sudiarti (2000), bentuk-
bentuk toxic relationship bukan hanya kekerasan fisik, psikis dan seksual, aspek
kekerasan dalam pacaran meliputi:
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang
memberikan pengaruh terhadap cara berpikir ataupun bertindak setiap
individu. Faktor internal terjadinya toxic relationship dalam berpacaran dapat
dijelaskan sebagai berikut:
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi dari luar diri individu,
sehingga individu melakukan tindakan. Faktor eksternal terjadinya toxic
relationship dalam berpacaran dapat dijelaskan sebagai berikut:
c. Perilaku Tidak Jujur Terhadap Pacar Perilaku tidak jujur terhadap pacar
juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya toxic
relationship dalam berpacaran. Perilaku tidak jujur ini akan memicu
timbulnya permasalah dan konflik dalam sebuah hubungan, sehingga
ketika seseorang tidak lagi mampu untuk menangani permasalahan
tersebut maka bisa mengakibatkan timbulnya kekerasan terhadap
pasangan.
d. Rasa Cemburu Orang yang cemburu pada dasarnya adalah orang yang
tidak percaya diri, jadi ketika seseorang mencintai dan menerima
mereka sebagai pacarnya, mereka akan mengendalikan pacarnya
karena selalu diliputi kecemasan dan ketakutan kehilangan cinta
pacarnya. Pada umumnya rasa cinta menghasilkan perbuatan yang
positif namun karena rasa cinta itu didasari atas keinginan untuk
memiliki maka ada kecenderungan seseorang untuk berperilaku
mengontrol pacarnya, selalu membatasi pertemanan pacarnya dan
mengawasi perilaku dari pacarnya bahkan akan menimbulkan
kemarahan apabila pacarnya tersenyum atau bergaul akrab dengan
individu lain yang berlawanan jenis. Seseorang yang memiliki rasa
cemburu akan cenderung melakukan kekerasan terhadap pacarnya, hal
ini dikarenakan orang dengan rasa cemburu yang tinggi memiliki
kecenderungan untuk menahan dan mengikat apa pun yang dirasa jadi
miliknya. Selain itu, kecenderungan bahwa pacaran dianggap sebagai
bentuk kepemilikan yang muncul dari naluri untuk mengatur dan
menguasai.
Pengertian Remaja Istilah remaja atau dewasa muda berasal dari dari bahasa
Latin (adolescence) kata adolesentia yang berarti remaja yang “tumbuh menjadi
dewasa”. Orang dahulu menganggap pubertas dan remaja tidak berbeda dengan
periode rentan lainnya dalam kehidupan seorang anak yang dianggap dewasa
sebagai orang dewasa apabila sudah mampu mangadakan reproduksi (Hurlock E.
B., 2002). Definisi yang sama juga diungkapkan oleh Santrock (2007) yang
mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari
masa kanak-kanak menuju dewasa termasuk perubahan perubahan biologis,
10
Berdasarkan beberapa definisi remaja dari para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari anak-anak menuju dewasa
yang meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.
10
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Fokus Penelitian.
Penelitian Ini Fokus pada sampling atau sampel Toxic Relationship pada
Remaja.
C. Lokasi Penelitian.
Dalam hal ini, peneliti melakukan penelitian di Kabupaten Ketapang. Berikut
beberapa alasan peneliti mengambil lokasi ini adalah:
a. Dipilihnya Kabupaten Ketapang sebagai lokasi penelitian, karena wilayah ini
merupakan wilayah perkotaan yang kompleksitas sehingga banyak terjadi
kasus toxic relationship.
b. Lokasi tersebut juga dipilih berdasarkan hasil pengamatan peneliti yang
menemukan adanya target kalangan remaja yang akan dipilih sebagai
narasumber, juga berdasarkan hasil wawancara singkat dengan beberapa
remaja yang pernah mengalami toxic relationship. Dari hasil wawancara
singkat, peneliti menemukan kasus yang sesuai dengan judul yang peneliti
10
ambil.
3. Data tersier adalah data yang digunakan untuk memberi penjelasan terhadap
data primer dan data sekunder. Adapundata tersier dalam penelitian ini yaitu
berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi.
1. Observasi
Menurut Sukmadinata (2010) observasi adalah teknik pengumpulan data
melalui pengamatan terhadap situasi atau kegiatan yang sedang berlangsung.
Proses observasi diawali dengan identifikasi lokasi penelitian, dilanjutkan
dengan aktualisasi peta untuk memperoleh gambaran umum tentang sasaran
penelitian. Observasi juga berarti peneliti bersama partisipan, artinya peneliti
menerima banyak informasi yang mungkin tidak terungkap selama wawancara.
Pada penelitian ini, observasi dilakukan pada remaja di Kota Bandar Lampung,
terkhusus remaja yang pernah mengalami toxic relationship dalam berpacaran
dengan mengamati keadaan serta tindakan-tindakan subjek yang diteliti serta
lingkungannya, terkait hubungan sosialnya.
2. Wawancara
10
Wawancara adalah suatu teknik komunikasi antara dua pihak atau lebih yang
dapat bersifat langsung dimana salah satu pihak berperan sebagai interview
yang mengajukan pertanyaan dan pihak lainnya sebagai interviewer yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, atau lebih dikenal sebagai
informan (Handari, 2020). Jadi, wawancara adalah teknik pengumpulan data
dengan melakukan dialog tanya jawab dengan seseorang yang dianggap
mampu memberikan informasi.
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2015) dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data dan informasi berupa buku, catatan, dokumen,
angka dan gambar berupa laporan dan informasi yang dapat mendukung
penelitian. Dengan dokumentasi diharapkan dapat memperkuat bukti-bukti
adanya penelitian, khususnya dalam observasi dan wawancara. Dalam teknik
ini, peneliti mengumpulkan data dengan mencatat hasil pengamatan, cerita dan
gambar bagi orang yang bersedia diambil gambarnya. Peneliti tidak memaksa
informan yang tidak mau difoto, tentunya peneliti meminta izin terlebih dahulu
untuk melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
korban emotional abuse dalam hubungan berpacaran. Jurnal Psikologi, 7(11), 1-10.
Young Men and Women and Associated Theoretical Explanations. A Review of the
Literature.
Journal Trauma, Violence & Abuse, 16(2), 136-152. Daud, M. (2016). Perilaku
Pacaran Dikalangan Pelajar SMP Negeri 1 Belat Di Desa Penarah Kecamatan Belat
Kabupaten Karimun.
Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji. Devi Sri Wahyuni, S. K. (2020).
d. Majalah dan surat kabar dengan penulis: nama penulis, tahun terbit,
judul karangan, kata “dalam” diikuti nama surat kabar, tanggal terbit,
halaman, Kota: nama penerbit.
Contoh:
Aly, A. (15 Juli 2005). Hukum cambuk: Humanis dan adilkah?.
Republika, hal 2.
10
e. Artikel dalam majalah dan surat kabar tanpa penulis: nama majalah,
tahun, judul tulisan, tanggal terbit, halaman. Kota: nama penerbit.
Contoh:
Republika. (2005). Wapres: Jangan pilih cara kekerasan. Republika
17 Juli 2005, hal 1.