Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Anemiaa postpartum adalah suatu keadaan dimana seseorang ibu sehabis
melahirkan sampai dengan kira-kira 5 minggu dalam kondisi pucat, lemah dan kurang
bertenaga.
Anemia terjadi jika kadar hemoglobin dalam darah rendah. hemoglobin adalah zat
pembawa oksigen dalam sel darah merah. Jika terjadi gangguan sistem transportasi
oksigen (misalnya anemia) akan menyebabkan tubuh sulit untuk bekerja.
Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10g. ini
merupakan masalah yang umum dalam bidang kebidanan. Meskipun wanita hamil dengan
kadar besi yang terjamin, konsentrasi hemoglobin biasanya berkisar 11-12 g/dl sebelum
melahirkan. Hal ini diperburuk dengan kehilangan darah saat melahirkan dan pada masa
nifas.

B. Klasifikasi
Tingkatan - tingkatan anemia adalah sebagai berikut :
- Anemia ringan, Hb : 8 – 10 g/dl
- Anemia sedang Hb : 6 – 8 g/dl
- Anemia berat Hb : Kurang dari 6 g/dl

C. Etiologi
Penyebab paling sering dari anemia postpartum adalah disebabkan oleh intakezat
besi yang tidak cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan
persalinan. Anemia postpartum berhubungan dengan lamanya perawatan di rumah sakit,
depresi, kecemasan, dan pertumbuhan janin terhambat.
Kehilangan darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan darah yang
signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko terjadinya anemiapostpartum.
Banyaknya cadangan hemoglobin dan besi selama persalinan dapat menurunkan risiko
terjadinya anemia berat dan mempercepat pemulihan.

3
4

D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup
sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi
yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena
terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan
yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Merupakan faktor pencetus dari terjadinya anemia post partum. Ini terjadi karena
anemia pada kehamilan tidak ditangani dengan baik sehingga timbul komplikasi potensial
lanjut, seperti :
1) Perdarahan sehingga kekurangan banyak unsur zat besi.
2) Kebutuhan zat besi meningkat, dengan adanya perdarahan, gemeli, multiparitas,
makin tuanya kehamilan.
3) Absorbsi tidak normal / saluran cerna terganggu, missal defisiensi vitamin C sehingga
absorbsi Fe terganggu.
4) Intake kurang misalnya kualitas menu jelek atau muntah terus.

E. Gejala Klinis
Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini dapat berdampak
negative bagi ibu selama masa nifas, kemampuan untuk menyusui, masa perawatan di
rumah sakit bertambah,dan perasaan sehat dari ibu. Masalah yang muncul kemudian
seperti pusing, lemas, tidak mampu menjaga dan merawat bayinya selama masa nifas
umumnya terjadi.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan anemia postpartum memiliki gejala
yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan meningkatkan risiko terjadinya anemia
postpartum jika dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Dampak buruk dari
perubahan emosi dan perilaku ibu dangat mengkhawatirkan karena interaksi ibu dan bayi
akan terganggu selama periode ini dan akhirnya akan berdampak negative terhadap
perkembangan bayinya.
Kebanyakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan
kognitif yang difokuskan pada bayi dan anak-anak, dimana ditemukan fakta yang kuat
5

bahwa defisiensi besi berisiko terjadinya gangguan perkembangan kognitif sekarang dan
yang akan datang. Namun data terbaru menunjukkan defisiensi bsi juga berdampa buruk
pada otak orang dewasa. Berbeda dengan penurunan hemoglobin, defisiensi besi
berpengaruh pada kognitif melalui penurunan aktifitas enzim yang mengandung besi
diotak. Hal ini kemudian mempengaruhi fungsi neurotransmitter, sel, dan proses
oksidatif, juga metabolism hormone tyroid.
Para ibu yang masih menderita kekurangan zat besi sepuluh minggu setelah
melahirkan kurang responsive dalam mengasuh bayinya sehingga berdampak pada
keterlambatan perkembangan bayi yang dapat bersifat ireversibel. Untungnya, anemia
postpartum bersifat dapat diobati dan dapat dicegah.
Defisiensi besi dapat menurunkan fungsi limfosit, netrofil, dan fungsi makrofag. Hal
ini kemudian akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang merupakan akibat
fungsional defisiensi besi. Memperbaiki status besi tubuh dengan adekuat akan
memperbaiki system imun. Meskipun demikian, keseimbangan besi tubuh penting.
Meskipun besi yang dibutuhkan untuk respon imun yang efektif, jika suplai besi terlalu
banyak daripada yang dibutuhkan, invasi mikroba dapat terjadi karena mikroba dapat
menggunakan besi untuk tubuh dan menyebabkan eksaserbasi infeksi.

F. Faktor Resiko
Banyak factor yang mempengaruhi jumlah besi pada postpartum, termasuk
karakteristik ibu pada saat sebelum hamil, selama kehamilan, persalinan, dan periode
postpartum. Salah satu factor risiko terjadinya anemia portpartum adalah tingginya IMT
sebelum kehamilan. Risiko anemia postpartum meningkat dengan IMT dari 24-38 kg/m2,
risiko anemia dua kali lebih besar pada wanita dengan overweight dengan IMT 28
kg/m2 dan tiga kali lebih besar pada wanita dengan IMT 38 kg/m2 meskipun factor
perancuh sudah terkontrol. Menigkatnya risiko ini sebagian disebabkan tingginya insiden
terhadap postpartum hemorage, kelahiran praabdominal, dan makrosomia pada wanita
yang obesitas.
Seperti kompikasi kehilangan darah sampai 1000 ml yang sama dengan 400 mg
besi. Faktanya secara klinis, perdarahan postpartum dan makrosomia masing-masing
dapat menurunkan konsentrasi hemoglobin 6,4 g/dl dan 5,2 g/dl. Hal ini mennjukkan
adanya hubungan antara kehilangan darah selama persalinan dan risiko defisiensi besi dan
anemia.
6

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang di lakukan untuk ibu postpartum adalah meliputi
1. Golongan darah: menentukan Rh, ABO,dan percocokan silang.
2. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel
darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat
tidak hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-
10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).
3. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.
4. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.
5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi:
menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

H. Pencegahan
Centre for Disease Control and Prevention merekomendasikan untuk melakukan
skrining anemia terhadap wanita 4-6 minggu postpartum, dengan perdarahan yang banyak
sewaktu melahirkan, dan pada kelahiran kembar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen besi pada masa
kehamilan memberikan hasil kadar hemoglobin ibu lebih tinggi sampai dua bulan
postpartum dan konsentrasi serum feritin lebih tinggi sampai enam bulan postpartum.
Level feritin memberikan gambaran jumlah cadangan besi dalam tubuh.
Selama kehamilan, absorbs besi lebih efisien. Hal ini menguntungkan bagi wanita
hamil yang membutuhkan peningkatan kadar zat besi dalam tubuh. Mengingat kebutuhan
kalori tidak meningkat sebanyak itu ( hanya membutuhkan 500 tambahan kalori), untuk
mendapatkan kebutuhan zat besi diperlukan tambahan sebesar 3000 kalori sehari. Hal ini
kemudian menyebabkan suplemen besi lebih banyak dipilih. Besi bukan hanya satu-
satunya yang mampu mempertahankan kadar hemoglobin. Banyak dari perempuan yang
mengalami anemia tidak responsive hanya dengan pemberian preparat besi saja. Asam
folat, B12, dan protein semuanya mempunyai peran pada struktur hemoglobin. Vitamin A
dan C juga memberikan kontribusi dalam absorbs besi.
Prinsip pencegahan terjadinya anemia postpartum adalah perdarahan selama
persalinan harus dimaksimalkan dengan penatalaksanaan aktif pada kala tiga. Wanita
dengan risiko tinggi mengalami perdarahan harus dianjurkan untuk melahirkan di rumah
7

sakit. Control yang ketat terhadap wanita yang berobat dengan antikoagulan seperti low-
molecular-heparin (LMWH) akan meminimalisir kehilangan banyak darah.
Berdasarkan fakta yang didukung dengan berbagai hasil penelitian, menejemen aktif
kala tiga merupakan suatu metode yang terbukti untuk menurunkan jumlah kehilangan
darah postpartum. HB sebelum persalinan harus dioptimalkan untuk mencegah terjadinya
anemia.

I. Penatalaksanaan
Pada anemi ringan, bisa diberikan sulfas ferosis 3 x 100 mg/hari dikombinasi
dengan asam folat / B12 : 15 –30 mg/hari.
- Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan.
- Bila anemi berat dengan Hb kurang dari 6 gr % perlu tranfusi disamping obat-obatan
diatas dan bila tidak ada perbaikan cari penyebabnya.
Pengobatan terhadap anemia postpartum tergantung dari derajat anemiadan faktor
risiko maternal. Wanita muda yang sehat dapat mengkompensasi kehilangan darah yang
banyak lebih baik dibandingkan wanita nifas dengan gangguan jantung meskipun dengan
kehilangan darah yang tidak terlalu banyak.
Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian zat besi secara oral atau parenteral
(suntik), transfusi darah, dan suntikan obat (eritropoietin) yang membantu tubuh Anda
menciptakan lebih banyak sel darah merah. Suplemen besi merupakan pilihan tepat bagi
wanita hamil yang membutuhkan besi lebih banyak.
Wanita postpartum yang mengalami efisiensi besi dan
anemia memerlukansuplemen zat besi, dan biasanya diberikan sampai 6 bulan. Banyak
dari perempuan yang mengalami anemia tidak responsif hanya dengan pemberian
preparat besi saja. Asam folat, Vitamin B12 dan protein semuanya mempunyai peran
pada struktur hemoglobin. Vitamin A dan C juga memberikan kontribusi dalam
penyerapan besi.
8

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang
benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi
dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan
informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan
pemeriksaan fisik,Pengkajian terhadap klien post meliputi
- Identitas klien (Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medical record dan lain – lain)
- Riwayat kesehatan
Keluhan utama, Kesehatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat
kesehatan Keluarga
- Riwayat obstetrik & genikologi
- Pola pemenuhan Kebutuhan Tubuh
- Pemeriksaan Fisik (Keadaan umum, Kesadaran, TTV, Head toe to)
- Aspek Sosial dan Spiritual
- Data Penunjang
- Therapy

2. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan O2 kejaringan
- Gangguan rasa nyaman Nyeri b.d Terputusnya kontinuitas jaringan
- Resiko tinggi infeksi b.d luka bekas jatihan akibat episiotomi
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan
- Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status
kesehatan atau kematian, respon fisiologis
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak
mengenal sumber informasi
9

INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Adanya
jaringan b.d penurunan asuhan perubahan perfusi
O2 kejaringan, ditandai keperawatan jaringan dapat
dengan selama 2 x 24 jam menyebabkan
diharapkan terjadinya perubahan
perfusi jaringan TTV ( TD menurun
adekuat, dgn & R meningkat)
KH :
- Klien tidak
mengeluhkan 2. Kaji warna kulit,
pusing membran mukosa 2. Untuk
- Konjungtiva dan pengisian mengetahui adanya
ananamis kapiler indikator dari
- Hb meningkat gangguan perfusi jar.
12 – 16 g/dl
- CRT < 2 detik
- Klien tidak
tampak pucat
- Klien tampak
terlihat lemas
- TTV dalam 3. Kolaborasi : dalam
batas normal pemberian
transfusi darah 3. Untuk
( PRC Gol. B) meningkatkan jumlah
sel pembawa O2 ,
memperbaikia
defisiensi untuk
4. Monitor hasil Lab menurunkan resiko
(Hb) pendarahan

4. Kadar Hb
terkontrol
2 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan 1. Kaji lokasi dan 1. Untuk
Nyeri b.d Terputusnya tindakan asuhan instensitas nyeri menetukan intervensi
kontinuitas jaringan, keperawatan 2 x yang tepat
ditanda dengan 24 jam
diharapkan klien
dapat mengontrol
rasa nyeri, dgn
KH :
- Klien tidak
mengeluh
nyeri lagi 2. Ajarkan teknik
relaksasi dan 2. Meningkan
distraksi perasaan
pengkontrolan nyeri
10

dan kembali
memfokuskan
perasaan

3. Atur posisi klien


senyaman
mungkin 3. Dapat
mengurangi rasa
nyeri

4. Ciptakan
lingkungan yg
tenang
4. Mengurangi
stimulasi dan
meningkatkan
5. Kolaborasi : persepsi nyeri
pemberian obat
analgetik –
Ranitidin 1 x 1
amp 5. Dapat
mengurangi rasa
nyeri dengan cara
nekan sistem syaraf
3 Resiko tinggi infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Kaji peningkatan 1. Menunjukan
luka bekas jatihan tindakan asuhan suhu keadaan klien
akibat episiotomi, keperawatan 2 x
ditandai dengan 24 jam
diharapkan
infeksi tidak
terjadi, dgn
KH : 2. Monitor kondisi 2. Untuk
- Suhu dalam luka jahitan mengetahui secara
batas norman dini dan bila ada
(36,5 – 37,0) tanda – tanda infeksi
- Tidak dapat segera di
ditemukan tangani
tanda – tanda
infeksi
- Luka jahitan
kering 3. Cuci tangan
sebelum dan 3. Dapat
sesudah tidakan menghindari
terjadinya infeksi
11

nosokomial

4. Lakukan
perawatan luka
4. Mengurangi
terjadinya resiko
infeksi

5. Motivasi untuk
mengkonsumsi
makanan yang 5. Dapat
berprotein tinggi membantu proses
dan vit. C menyembuhan luka

6. Motivasi klien
untuk melakukan
personal heygiene 6. Mencegah
infeksi akibat kuman

7. Kolaborasi :
pemberian obat
antibiotik 7. Membantu
- Metronidazole mencegah infeksi
infus 2 x 500 mg
- Cefotaxime 2 x 1
mg

Anda mungkin juga menyukai