Sindroma Steven Johnson - S
Sindroma Steven Johnson - S
1
Pendahuluan
• Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) sejak 1922
• Sinonim: sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum
multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom
muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
• 🡪 kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh trias kelainan pada
kulit, mukosa orifisium (oral, konjungtiva dan anogenital), serta
mata
• Pengelupasan epidermis terjadi pada 10% kasus, sedangkan
keterlibatan mukosa dapat mencapai 90% dari keseluruhan
kasus.
2
Pendahuluan
• Insiden 1-10 : 1 juta per tahun
• DD: varisela, difteria, vaksinia, demam scarlet,
campak, impetigo
• Etiologi sukar ditentukan karena multifaktorial.
• Sering berhubungan respon imun pada obat.
• Sekitar 50% penyebabnya adalah obat.
• Bisa juga karena makanan, infeksi atau vaksinasi.
3
Etiologi
Infeksi
virus Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia
jamur koksidioidomikosis, histoplasma
bakteri streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium
parasit tuberculosis, salmonela
malaria
Obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin,
digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin,
analgetik/antipiretik
Makanan Coklat
Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X
Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan
4
Patogenesis
• Patogenesis SSJ belum jelas 🡪reaksi hipersensitivitas
tipe III dan IV.
• Biopsi kulit 🡪endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta
kompleks imun.
• Antigen penyebab (hapten) berikatan dengan karier 🡪
merangsang respons imun spesifik 🡪 terbentuk
kompleks.
• Hapten atau karier🡪faktor penyebab (virus, partikel
obat /metabolitnya) atau produk yang timbul akibat
aktivitas faktor penyebab (struktur sel/jaringan sel
yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau
proses metabolik).
5
Patogenesis
6
Manifestasi Klinis
• Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa
demam, lesu, batuk, pilel, nyeri menelan, nyeri dada,
muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi
dalam derajat berat dan kombinasi gejala🡪timbul lesi di
kulit dan mukosa, serta mata berupa konjungtivitis
kataralis.
• Kulit lebih mudah terkena infeksi sekunder.
• Predileksi pada area ekstensor tangan dan kaki serta
muka yang meluas ke seluruh tubuh sampai kulit kepala
7
Manifestasi Klinis
8
Manifestasi Klinis
• Lesi pada mukosa dapat terjadi bersamaan atau
bahkan mendahului lesi di kulit.
• Selaput mukosa mulut, tenggorokan, dan genital
🡪vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan, dan
krusta berwarna merah.
• Faring : pseudomembran berwana putih atau
keabuan yang menimbulkan kesukaran menelan.
• Bibir : krusta kehitaman yang disertai stomatitis
berat pada mukosa mulut🡪 sulit makan dan minum
9
Manifestasi Klinis
• Kulit
• Mukosa orifisium (oral, konjungtiva, anogenital)
• Mata
11
Diagnosis
• 90% berdasarkan klinis. Jika disebabkan oleh obat,
ada korelasi antara pemberian obat dengan
timbulnya gejala.
• Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan sesuai
dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta
hubungannya dengan faktor penyebab.
• Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris,
atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam,
dan hasil biopsi yang sesuai dengan SSJ.
12
Diagnosis
• Diagnosis banding utama adalah nekrosis
epidermal toksik (NET) yang memperlihatkan
epidermolisis menyeluruh dengan tanda
Nikolsky.
• Pada NET tidak ditemukan keterlibatan mukosa.
Manifestasi klinis lain hampir serupa tetapi
keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada
SSJ.
13
SSJ dan TEN
• Kulit; berupa eritema, papel, vesikel, atau
bula secara simetris.
• Lesi yang spesifik berupa lesi target.
• Bila bula kurang dari 10% disebut Steven
Johnson Syndrome
• 10-30% disebut Sindroma Steven Johnson
-Toxic Epidermolysis Necroticans (SSJ-TEN)
• lebih dari 30% Toxic Epidermolysis
Necroticans (TEN).
14
SSJ dan TEN
15
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk mencari hubungan
dengan faktor penyebab serta untuk penatalaksanaan
secara umum
• Darah tepi.
• Pemeriksaan imunologis.
• Biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan
tempat lesi.
• Pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
16
Pemeriksaan Laboratorium
• Anemia dapat dijumpai pada kasus berat yang
menunjukkan gejala perdarahan.
• Leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi,
dan pada hitung jenis terdapat peninggian
eosinofil.
• Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4
normal atau sedikit menurun, dan dapat dideteksi
adanya kompleks imun yang beredar.
17
Pemeriksaan Laboratorium
• Hasil biopsi: nekrosis epidermis dengan
keterlibatan kelenjar keringat, folikel rambut dan
perubahan dermis.
• Pada pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan
gambaran nekrosis di epidermis sebagian atau
menyeluruh, edema intrasel di daerah epidermis,
pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar
dari pembuluh darah dermis superfisial.
• Pemeriksaan imunofluoresen: endapan IgM, IgA,
C3, dan fibrin.
18
Tatalaksana
• Penatalaksanaan utama adalah menghentikan
obat yang diduga sebagai penyebab SSJ,
sementara itu kemungkinan infeksi herpes
simplex dan Mycoplasma pneumoniae harus
disingkirkan.
• Terapi suportif merupakan tata laksana standar
pada pasien SSJ.
Tatalaksana
• Pasien dengan keadaan umum berat
membutuhkan cairan dan elektrolit, serta
kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara
parenteral.
• Pemberian cairan tergantung dari luasnya
kelainan kulit dan mukosa yang terlibat.
• Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik
dilakukan sampai mukosa oral kembali normal.
20
Tatalaksana
21
Tatalaksana
22
Tatalaksana
• Perawatan kulit dan mata serta pemberian
antibiotik topikal.
• Kulit dibersihkan dengan larutan salin fisiologis
atau dikompres dengan larutan Burrow.
• Kulit /epidermis yang mengalami nekrosis
🡪debridement.
• Pencegahan sekuele okular 🡪tetes mata dengan
antiseptik.
23
Komplikasi
26