BAB II Rafly

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Remaja


1. Definisi Remaja

Menurut Muss (Sarwono, 2010) remaja dalam adolescence (Inggris)

berasal dari kata latin adolescere yang artinya tumbuh kea arah kematangan.

Kematangan disini tidak hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama

kematangan sosial-psikologis.

Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak- kanak

dan masa dewasa, merupakan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial, dan

emosional yang cepat pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi

laki-laki dewasa dan pada anak perempuan untuk mempersiapkan diri

menjadi wanita dewasa. Batasan yang tegas pada remaja sulit ditetapkan,

tetapi periode ini biasanya digambarkan pertama kali dengan penampakan

karakteristik seks sekunder pada sekitar usia 11 sampai 12 tahun dan berakhir

dengan berhentinya pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun (Wong,

2009).

Menurut Monks (Sumiati, 2009) memberikan batasan usia masa remaja

adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja

awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja

akhir.
2. Tahap Perkembangan Remaja

Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing

ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, menurut Aryani

(2010) yaitu :

a. Masa Remaja Awal (10-13 tahun)

Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari

pertumbuhan dan pematangan fisik, sehingga sebagian besar energi

intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada

penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati diri. Selain itu penerimaan

kelompok sebaya sangatlah penting. Dapat berjalan bersama dan tidak

dipandang beda adalah motif yang mendominasi banyak perilaku sosial

remaja awal ini.

b. Menengah (14-16 tahun)

Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya

pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang

baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dam

keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang

tua.

c. Akhir (17 - 19 tahun)

Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai

seorang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi

suatu sistem nilai pribadi.


3. Karakteristik Remaja

Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam

menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara

lain menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan

kemmapuannya. Hurlock (1994) dalam Sumiati, 2009 mengemukakan

berbagai ciri dari remaja, diantaranya adalah :

a. Masa remaja adalah masa peralihan

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan

berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi

seorang anak dan juga bukan sorang dewasa dan merupakan masa yang

sangat strategis, karena mmeberi waktu kepada remaja untuk membentuk

gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang

sesuai dengan yang diinginkannya.

b. Masa remaja adalah amasa terjadi perubahan

Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahn

perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi

pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan

pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.

c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini

terjadi karena tidak terbiasanya remaja


menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain

sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan.

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya

dana apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama

dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu,

sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap

kelompok sebaya.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi,

tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga

menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan

remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke

dewasa menjadi sulit, karena peran orang tua yang memiliki pandangan

seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan pertentangan antara orang tua

dengan remaja serta membuat jarak diantara keluarga.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri ,

baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat

apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.


g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang

berkembang dan berusaha memveri kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia

akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status

orang dewasa, mislanya dalam berpakaian dan bertindak.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Pertumbuhan Fisik

Menurut Kylie dan Carman (2015) cepatnya pertumbuhan selama remaja

menempati urutan kedua setelah cepatnya pertumbuhan pada masa bayi dan

merupakan hasil langsung dari perubahan hormonal saat pubertas. Tinggi

badan pada anak perempuan meningkat dengan cepat setelah menarche dan

biasanya berhenti dalam 2 sampai 2 1/2 tahun setelah menarche.

Pertumbuhan anak laki-laki terjadi lebih lambat dari anak perempuan,

biasanya dimulai antara usia 10 ½ dan 16 tahun dan kadang berakhir antara

usia 13 ½ dan 17 ½ tahun. Kecepatan tinggi badan puncak (peak height

velocity, PHV) terjadi pada sekitar 12 tahun pada anak perempuan atau 6

sampai 12 bulan setelah menarche. Anak laki-laki mencapai PHV pada usia

sekitar 14 tahun. Kecepatan berat badan puncak (peak weight velocity, PWV)

terjadi pada sekitar 6 bulan setelah menarche pada anak perempuan


dan pada anak laki-laki sekitar 14 tahun. Masa otot meningkat pada anak laki-

laki dan deposit lemak meningkat pada anak perempuan.

b. Perkembangan Psikososial

Menurut Erikson (1963) dalam Kylie dan Carman (2015), selama masa

remaja, remaja akan mencapai sensasi/rasa identitas. Saat remaja mencoba

banyak peran berbeda terkait dengan hubungannya dengan teman sebaya,

keluarga komunitas dan masyarakat, ia mengembangkan sensasi individual

dirinya sendiri, ia akan mengalami sensasi kebingungan atau difusi peran.

Kebudayaan remaja menjadi sangat penting bagi remaja, melalui keterlibatan-

nya dengan kelompok remaja, remaja menemukan dukungan dan bantuan

untuk mengembangkan identitasnya sendiri. Selama tugas pembentukan rasa

identitas dirinya sendiri, remaja kembali ke tahap perkembangan sebelumnya.

c. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget dalam Kylie dan Carman (2015), remaja berkembang

dari kerangka kerja berpikir konkret menjadi kerangka kerja berpikir abstrak.

Remaja mengembangkan kemampuan untuk berpikir di luar dari saat ini,

yaitu dapat menggabungkan konsep berpikir yang benar-benar ada dan

konsep yang mungkin ada. Pemikiran remaja menjadi logis, terorganisasi dan

konsisten.
d. Perkembangan Moral dan Spiritual

Selama masa remaja, anak remaja mengembangkan serangkaian nilai dan

moral diri mereka sendiri. Menurut Kohlberg dalam Kylie dan Carman

(2015) remaja mengalami tahap pascakonvensional perkembangan moral.

Remaja dapat juga mulai mempertanyakan praktik keagamaan formal mereka

atau dalam beberapa kasus sangat taat terhadap praktik keagamaan (Ford,

2007 dalam Kylie dan Carman, 2015).

e. Perkembangan Keterampilan Motorik

Selama masa remaja, remaja memperhalus keterampilan motorik kasar

dan halusnya serta mengembangkannya. Karena growth spurt yang cepat,

remaja dapat megalami waktu-waktu penurunan koordinasi dan penurunan

kemampuan untuk melakukan keterampilan yang sudah dipelajari

sebelumnya, yang dapat mengkhawatirkan bagi remaja (Kylie dan Carman,

2015).

f. Perkembangan Komunikasi dan Bahasa

Keterampilan bahasa terus berkembang dan diperhalus selama masa

remaja. Remaja mengalami peningkatan keterampilan bahasa, menggunakan

tata bahasa yang benar dan jenis kata. Kosakata dan keterampilan komunikasi

terus berkembang selama pertengahan masa remaja. Akan tetapi, penggunaan

bahasa sehari- hari (ucapan populer) meningkat, menyebabkan komunikasi


dengan orang lain selain teman sebaya sesekali menjadi sulit. Pada akhir

masa remaja, keterampilan bahasa sebanding dengan orang dewasa (Kylie

dan Carman, 2015).

g. Perkembangan Emosional dan Sosial

Remaja menjalani perubahan yang sangat besar dalam perkembangan

emosional dan sosial saat mereka tumbuh dan matang menjadi orang dewasa.

Area yang dipengaruhi mencakup hubungan remaja dengan orangtua, konsep

diri dan citra tubuh, pentingnya teman sebaya dan seksualitas dan berkencan

(Kylie dan Carman, 2015).

B. Konsep Dasar Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan

yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang menegangkan serta

tidak diinginkan (Davies,2009).

Kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara

subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan

adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan

penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu

dan tidak berdaya. (Suliswati, 2012).


2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi (pendukung)

Menurut Suliswati (2012), stresor predisposisi adalah semua ketegangan

dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut:.

1) Peristiwa traumatik.

2) Konflik emosional

3) Gangguan konsep diri

4) Frustasi

5) Gangguan fisik

6) Pola mekanisme koping keluarga

7) Riwayat gangguan kecemasan.

8) Medikasi.

b. Faktor Presipitasi

Stresor persipitasi adalah semua ketegangan dalam

kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya

kecemasan. Stresor presipitasi kecemasan

dikelompokkan menjadi dua bagian:

1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang

mengancam integritas fisik yang meliputi:


a) Sumber internal

b) Sumber eksternal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal

dan eksternal.

a) Sumber internal

b) Sumber eksternal

3. Faktor-faktor Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

(Isaacs, 2005), antara lain:

a. Usia

Semakin meningkat usia seseorang semakin baik

tingkat kematangan seesorang walau sebenarnya hal

tersebut tidak mutlak.

b. Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua

setelah perkawinan. Banyak orang menderita depresi

dan kecemasan karena masalah pekerjaan ini, misalnya

pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi

jabatan, kenaikan pangkat, pension, kehilangan

pekerjaan (PHK) dan lain-lain (Wijayaningsih, 2012).

c. Jenis Kelamin

Gangguan cemas lebih sering dialami wanita

daripada pria. Perempuan memiliki tinfgkat kecemasan


yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Karena adanya

alas an bahwa perempuan lebih peka terhadap emosinya

yang pada akhirnya peka pula terhadap perasaan

cemasnya. Perempuan cenderung melihat hidup


atau peristiwa tang dialaminya dari segi detail

sedangkan laki-laki cenderung global atau tidak detail.

d. Religiusitas

Nilai spiritual dapar memepengaruhi cara berfikir

dan tingkah laku seseorang. Hal tersebut dirasakan oleh

sebagian orang ketika tingkat cemas makin meningkat

terkadang agama adalah jalan untuk menurunkan

kecemasan.

e. Lingkungan

Lingkungan sekitar atau tempat tinggal akan

mempengaruhi cara berfikir kita terhadap diri sendiri

dan orang lain. Hal ini bisa saja disebabkan pengalaman

kita dengan keluarga, dengan sahabat, dengan rekan

kerja dan juga perilaku yang dilakukan yang dapat

menyimpang.

f. Emosi yang Ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika kita tidak mampu

menemukan jalan keluar untuk perasaan kita dalam

hubungan personal. Kecemasan dapat timbul jika kita

menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu

yang lama sekali.


4. Proses Terjadinya Kecemasan

Blackburn dan Davidson (Safaria, 2015)

mengemukakan proses terjadinya kecemasan melalui

model kognitif kecemasan. Secara teoritis terjadinya

kecemasan diawali oleh pertemuan individu dengan

stimulus yang berupa situasi yang berpengaruh dalam

membentuk
kecemasan, yang secara langsung/tidak langsung hasil

pengamatan/pengalaman tersebut diolah melalui proses

kognitif dengan menggunakan skemata (pengetahuan

yang telah dimiliki individu terhadap situasi tersebut

yang sebenarnya mengancam/tidak mengancam dan

pengetahuan tentang kemampuan dirinya untuk

mengendalikan dirinya dan situais tersebut).

Pengetahun tersebut tentunya akan memengaruhi

individu untuk dapat memebuat oenilaian (kognitif)

sehingga respons yang akan ditimbulkan tergantung

seberapa baik penilaian individu untuk mengenali

situasi tersebut, dan tergantung seberapa baik individu

tersebut dapat mengendalikan dirinya. Apabila

pengetahuan subjek terhadap situasi yang mengancam

tersebut tidak memadai, tentunya individu tersebut akan

mengalami kecemasan.

5. Respons Kecemasan

Menurut Stuart (2012), secara langsung kecemasan

dapat diekspresikan melalui respons fisiologis, respons

perilaku, kognitif, dan afektif.

a. Respons fisiologis terhadap kecemasan


1) Sistem kardiovaskuler

Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah

meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah

menurun, denyut nadi menurun.


2) Sistem pernapasan

Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas

dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi

tercekik, terengah-engah.

3) Sistem Neuromuskular

Refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-

kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-

mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai

lemah, gerakan yang janggal.

4) Sistem gastrointestinal

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa

tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual,

nyeri ulu hati, diare.

5) Sistem perkemihan

Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

6) Sistem integument

Wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa

panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat

seluruh tubuh.

b. Respons perilaku terhadap kecemasan


1) Gelisah

2) Ketegangan fisik
3) Tremor

4) Reaksi terkejut

5) Bicara cepat

6) Kurang koordinasi

7) Cenderung mengalami cedera

8) Menarik diri dari hubungan interpersonal

6) Lapang persepsi menurun

7) Kreativitas menurun

8) Produktivitas menurun

9) Bingung

10) Sangat waspada

11) Kesadaran diri

9) Inhibisi

10) Melarikan diri dari masalah

11) Menghindar

12) Hiperventilasi

13) Sangat waspada

c. Respons kognitif terhadap kecemasan

1) Perhatian terganggu

2) Konsentrasi buruk

3) Salah dalam memberikan penilaian


4) Preokupasi

Hambatan berpikir
12) Kehilangan objektivitas

13) Takut kehilangan kendali

14) Takut pada gambaran visual

15) Takut cedera atau kematian

16) Mimpi buruk

d. Respons afektif terhadap kecemasan

1) Mudah terganggu

2) Tidak sabar

3) Gelisah

4) Tegang

5) Gugup

6) Ketakutan

7) Waspada

8) Kengerian

9) Kekhawatiran

10) Mati rasa

11) Rasa bersalah

12) Malu

6. Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau dalam Suliswati (2012), ada empat

tingkat kecemasan yangdailami oleh indvidu yaitu


ringan, sedang, berat dan panik.
a. Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami

sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang

persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat

memotivasi individu untuk belajar dan mampu

memcahkan masalah secara efektif dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreativitas.

b. Kecemasan Sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi

perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi,

masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang

lain.

c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat

perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak

dapat berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku

dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu

banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.

d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian

hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu

melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi

peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain,

penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional,

tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai

dengan disorganisasi kepribadian.


7. Cara Pengukuran Kecemasan

Dalam suatu penelitian tingkat kecemasan dapat

diukur dengan alat ukur kecemasan yaitu Hamilton

Rating Scale for Anxiety (HRS-A) atau Hamilton

Anxiety Rating Scale (HARS). Dalam alat ukur tersebut

terdapat 14 kelompok gejala dan amsing-masing

kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih

spesifik.

Anda mungkin juga menyukai