Bab 2
Bab 2
KAJIAN TEORI
1. Pengertian persalinan
b. Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah oleh karena itu timbul
kontraksi otot – otot rahim.
c. Ketegangan otot-otot
4
e. Teori prostaglandin
3. Tahapan persalinan
a. Kala I (Pembukaan)
1) Fase latent, yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0
sampai 3 cm yang membutuhkan waktu 8 jam.
2) Fase aktif, yaitu pembukaan yang lebih cepat yang terbagi lagi
menjadi:
5
b. Kala II Dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir
3) Perineum menonjol.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya
adalah
1) Pembukaan serviks sudah lengkap
2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala III atau kala uri adalah periode persalinan yang dimulai dari
lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta.
Kala IV merupakan masa 1-2 jam setelah plasenta lahir. Dalam klinik,
atas pertimbangan – pertimbangan praktis masih diakui adanya kala IV
persalinan meskipun masa setelah plasenta lahir adalah masa
dimulainya masa nifas (puerperium), mengingat pada masa ini sering
timbul perdarahan.
4. Tanda-tanda persalinan
a. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi
yang semakin pendek.
6
d. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks, yaitu
pendataran serviks dan pembukaan serviks.
a. Power
2) His Persalinan
1) Terhadap Ibu:
2) Terhadap Anak
Pemeriksaan his harus dilakukan setiap jam dalam fase laten dan setiap
30 menit dalam fase aktif. Tujuannya Adalah :
2) Lama His : Berapa lamanya his yang terjadi dalam hitungan detik
Tenaga Mengedan
b. Passage
Pada faktor jalan lahir terdapat bagian yang keras dan bagian yang
lunak. Bagian yang keras adalah tulang-tulang panggul atau rangka
panggul, untuk bagian yang lunak adalah otot-otot dasar panggul,
uterus dan perineum.
Pada rangka panggul ada hal – hal yang harus diperhatikan seperti
Tulang – tulang panggul, Articulatio, Ruang panggul, Pintu panggul,
8
Sumbu panggul, Bidang – bidang panggul, Ukuran – ukuran panggul,
dan Jenis – jenis panggul.
a) Os. Coxae
c) Os. Coccygis
c) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut
outlet.
d) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan
outlet.
Bidang – bidang :
9
c) Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadica
kanan dan kiri.
10
c) Ruang tengah panggul :
1) Bidang terluas ukurannya 13 x 12, 5 cm
2) Bidang tersempit ukurannya 11,5 x 11 cm
3) Jarak antar spina ischiadica 11 cm
d) Pintu bawah panggul (outlet) :
1) Ukuran anterior posterior 10 – 11 cm
2) Ukuran melintang 10,5 cm
3) Arcus pubis membentuk sudut 90o lebih pada laki – laki
kurang dari 80o inklinasi pelvis (miring panggul) adalah
sudut yang dibentuk dengan horizon bila wanita berdiri
tegak dengan inlet 55 – 60o.
e) Jenis panggul :
Berdasarkan pada ciri – ciri bentuk pintu atas panggul, ada 4
bentuk pokok jenis panggul, yaitu:
1) Ginekoid
2) Android
3) Antropoid
4) Platipeloid
f) Otot – otot dasar panggul :
Ligamen – ligamen penyangga uterus, yaitu :
1) Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum
(Mackendrot) : ligamen terpenting untuk mencegah uterus
tidak turun. Jaringan ikat tebal serviks dan puncak vagina
ke arah lateral dinding pelvis.
2) Ligamentum sacro – uterina sinistrum dan dekstrum :
menahan uterus tidak banyak bergerak. Melengkung dari
bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding
rektum kearah os sacrum kiri dan kanan.
3) Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum (Round
Ligament) : ligamen yang menahan uterus dalam posisi
antefleksi. Sudut fundus uteri kiri dan kanan ke inguinal
kiri dan kanan.
11
4) Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum (Broad
Ligament) : dari uterus kearah lateral.
5) Ligamentum infundibulo pelvikum : menahan tuba fallopi.
Dari infundibulum ke dinding pelvis.
c. Passanger
1) Janin
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin.
Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan.
Kepala ini pula yang paling banyak mengalami cedera pada
persalinan,sehingga dapat membahayakan hidup dan kehidupan
janin kelak. Biasanya apabila kepala janin sudah lahir, maka
bagian – bagian yang lain dengan mudah menyusul kemudian.
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin.
Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan.
a) Os Frontalis
b) Os Parietalis
c) Os temporalis
d) Os Occipitalis
Sutura
a) Sutura frontalis
b) Sutura sagitalis
c) Sutura koronaria
d) Sutura lamboidea
Ubun – ubun (Fontanel)
a) Fontanel mayor/bregma
b) Fontanel minor
12
Ukuran – ukuran kepala
Diameter
a) Diameter occipito frontalis 12 cm
b) Diameter mento occipitalis 13,5 cm
c) Diameter sub occipito bregmatica 9,5 cm
d) Diameter biparietalis 9,25 cm
e) Diameter ditemporalis 8 cm
Ukuran cirkumferensial (keliling)
a) Cirkumferensial fronto occipitalis 34 cm
b) Cirkumferensia mento occipitalis 35 cm
c) Cirkumferensia sub occipito bregmatica 32 cm
13
belakang kepala (LBK) ubun – ubun kecil (UUK) kiri depan,
UUK kanan belakang.
2) Plasenta
3) Air Ketuban
14
d. Posisi
4) Posisi merangkak
e. Psikologi
Psikologis meliputi:
15
d) Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu
Pada proses melahirkan bayi, pengaruh – pengaruh psikis
bisa menghambat dan memperlambat proses kelahiran, atau bisa
juga mempercepat kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi
itu amat dipengaruhi oleh kehidupan psikis dan keh kehidupan
emosional wanita yang bersangkutan.
6. Lima Benang Merah Persalinan
a. Keputusan klinis
16
1) Pengumpulan Data
Semua pihak yang terlibat mempunyai peranan penting dalam
setiap langkah untuk membuat keputusan klinik. Data utama
(misalnya riwayat persalinan), data subjektif yang diperoleh dari
anamnesa dan data objektif dari pemeriksaan fisik diperoleh
melalui serangkaian upaya sistematik dan terfokus.Validitas dan
akurasi data akan sangat membantu pemberian pelayanan untuk
melakukan analisis dan pada akhirnya, membuat keputusan klinik
yang tepat.
Data subjektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa
yang dirasakan apa yang sedang dan telah ia alami. Data subjektif
juga meliputi informasi tambahan yang diceritakan oleh anggota
keluarga tentang status ibu,terutama jika ibu merasa sangat nyeri
atau sangat sakit. Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan
berdasarkan pemeriksaan/pengamatan terhadap ibu atau bayi baru
lahir.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara:
a) Anamnesa dan observasi langsung: berbicara dengan ibu,
mengajukan pertanyaan mengenai kondisi ibu dan mencatat
riwayatnya .mengamati perilaku ibu dan apakah ibu terlihat sehat
atau sakit,merasa nyaman atau nyeri
b) Pemeriksaan fisik : inspeksi palpasi,auskultasi,dan perkusi
c) Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium, USG, Rontgen
d) Catatan medik
2) Interpretasi data untuk mendukung diagnosis atau identifikasi
masalah.
Setelah data dikumpulkan, penolong persalinan melakukan analisi
untuk mendukung alur alogaritma diagnosis. Peralihan dari analisis
data menuju pada pembuatan diagnosis bukanlah suatu proses yang
linier (berada pada suatu garis lurus) melainkan suatu proses
sirkuler (melingkar) yang berlangsung terus-menerus.
17
Untuk membuat diagnosis dan identifikasi masalah, diperlukan:
Data yang lengkap dan akurat, Kemampuan untuk
menginterpretasikan/ analisis data, dan Pengetahuan esensial,
institusi dan pengalaman yang relevan dengan masalah yang atau
sedang dihadapi.
Diagnosis dibuat sesuai dengan istilah atau nomenklaktur spesifik
kebidanan yang mengacu pada data utama analisis data subjektif
dan objektif yang diperoleh. Diagnosis menunjukan variasi kondisi
yang berkisar antara normal dan patologik yang memerlukan upaya
korektif untuk menyelesaikannya. Masalah memiliki dimensi yang
lebih luas dan mungkin berada di luar konteks sehingga keterkaitan
atau batasannya menjadi tidak jelas jika dirujuk ke diagnosis yang
akan dibuat sehingga sulit untuk menentukan masalah apa yang
harus segera diselesaikan. Masalah obstetric merupakan bagian
dari diagnose sehingga penatalaksanaan masalah tersebut
memerlukan upaya penyerta atau tambahan tersendiri selain upaya
korektif terhadap diagnosis kerja yang telah dibuat
Contoh:
Diagnosis: G2P1A0 hamil 37 minggu, ketuban pecah dini 2 jam
Masalah: Kehamilan yang tidak diinginkan atau takut untuk
menghadapi persalinan.
3) Menetapkan diagnosis kerja atau merumuskan masalah
Bagian ini dianalogikan dengan proses membuat pilihan definitive
setelah mempertimbangkan berbagai pilihan lain dengan kondisi
yang hampir sama atau mirip. Misalnya, memilih baju lengan
pendek berwarna merah muda setelah mempertimbangkan baju
dengan jenis yang sama tetapi berwarna jingga atau merah tua.
Bahasa kliniknya adalah membuat satu diagnosis kerja diantara
berbagai diagnose banding.Rumusan masalah mungkin saja terkait
langsung maupun tidak langsung terhadap diagnosis kerja tetapi
dapat pula merupakan masalah utama yang saling terkait dengan
18
beberapa masalah penyerta atau factor lain yang berkonstribusi
dalam terjadinya masalah utama.
Dalam pekerjaan sehari-hari penolong persalinan telah
mengertahui bahwa seorang pasien adalah primigravida dalam fase
aktif persalinan (diagnosis). Selain dalam proses tersebut, sang ibu
juga mengalami anemia (masalah) dimana hal ini belum jelas
apakah akibat defisiensi zat besi (nutrisi) yang ini merupakan data
tambahan untuk membuat diagnosis baru atau akibat budaya
setempat (factor social yang kontribusi adalah rendahnya
pendidikan) yang melarang ibu hamil mengkonsumsi makanan
bergizi. Dengan kata lain, walaupun sudah ditegaskan diagnosis
kerja tetapi bukan berarti bahwa tidak ada masalah lain yang dapat
menyertai atau mengganggu upaya pertolongan yang akan
diberikan oleh seorang penolong persalinan.
Contoh: Ibu hamil dengan hidramnion bayi makrosomia,
kehamilan ganda yang jelas secara diagnosis tetapi masih dibarengi
dengan masalah lanjutan walaupun kasus utamanya diselesaikan.
Bayi besar yang mungkin dapat dengan keselamatan dilahirkan
oleh penolong persalinan harus tetap diwaspadai sebagai factor
yang potensial untuk menimbulkan masalah, misalnya bayi tadi
mengalami hipoglikemia karena makrosomia diakibatkan oleh ibu
dengan diabetes mellitus atau terjadi pendarahan asca persalinan
karena makrosomia adalah factor predisposisi untu atoia uteri.
19
Untuk mengenali situasi tersebut para bidan harus pandai membaca
situasi klinik dan budaya masyarakat setempat sehingga mereka
tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan segera
sebagai langkah penyelamatan ibu dan bayinya apabila situasi
gawatdarurat memang terjadi selama atau setelah menolong
persalinan. upaya ini dikenal sebagai kesiapan menghadapi
persalinan dan tanggap komplikasi yang mungkin terjadi. dalam
uraian-uraian berikutnya, penolong persalinan akan dikenalkan
dengan istilah rencana rujukan yang harus selalu disiapkan dan di
diskusikan antara ibu,suami dan penolong persalinan.
20
Mengukur tekanan darah dan temperature tubuh: setiap 4 jam
Memeriksa produksi urin, aseton, dan protein: setiap 2 sampai 4
jam
6) Melaksanakan asuhan
Setelah membuat rencana asuhan, segera laksanakan rencana
tersebut secara tepat waktu dan aman. Hal ini penting akan
menghindarkan terjadinya penyilit dan memeastikan bahwa ibu
dan bayinya yang baru lahir akan menerima asuhan atau perawatan
yang mereka butuhkan. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang
beberapa intervensi yang dapat dijadikan pilihan untuk kondisi
yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi sehingga mereka
dapat membuat pilihan yang baik dan benar. Pada beberapa
keadaan , penolong sering dihadapkan pada pilihan yang sulit
karena ibu dan keluarga meminta penolong yang menentukan
intervensi yang terbaik bagi mereka dan hal ini memerlukan upaya
dan pengertian lebih agar ibu dan keluarga mengerti penolong
bukan tak mau membantu tetapi karena hal tersebut adalah hak
klien dan kewajiban penolong adalah untuk memberikan nasehat
atau konseling agar pasien dan keluargannya dapat membuat
keputusan yang paling baik terhadap situasi yang sedang dihadapi.
Beberapa factor yang dapat mempengaruhi pilihan adalah: Bukti-
bukti ilmiah, Rasa percaya ibu terhadap penolong persalinan,
Pengalaman saudara atau kerabat untuk kasus yang serupa, Tempat
dan kelengkapan fasilitas kesehatan, Biaya yang diperlukan, Akses
ketempat rujukan, lLuaran dari system dan sumberdaya yang ada
21
pengumpulan data, membuat diagnosis, memilih intervensi,
menilai kemampuan sendiri, melaksanakan asuhan atau intervensi
dan evaluasi adalah proses sirkuler (melingkar). Lanjutkan evaluasi
asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Jika saat
evaluasi ditemukan bahwa status ibu atau bayi lahir telah berubah,
sesuaikan asuhan yang diberikan untuk memenuhi perubahan
kebutuhan tersebut.
Asuhan atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji
efektif apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau
membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang
telah ditegakan. Apapun jenisnya, asuhan dan intervensi yang
diberikan harus efisien, efektif, dan dapat diaplikasikan pada kasus
serupa dimasa dating.Bila asuhan atau intervensi tidak membawa
hasil atau dampak seperti yang diharapkan maka sebaiknya
dilakukan kajian ulang dan penyusunan kembal rencana asuhan
hingga pada akhirnya dapat memberikan dampak seperti yang
diharapkan.
22
c. Pencegahan infeksi
a) Asepsis atau teknik aseptik adalah istilah umum yang biasa digunakan
dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan
semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke daam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan
potensi. Teknik aseptik membuat membuat prosedur lebih aman bagi
ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara menurunkan
jumlah atau menghilangkan seluruh (eradikasi) mikroorganisme pada
kulit, jaringan dan instrumen peralatan hingga tingkat yang aman.
b) Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau
jaringan tubuh lainnya.
c) Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan
bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai
benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan medis,
sarung tangan dan permukaan (misalnya meja periksa) harus segera
didekontaminasi setelah terpapar darah atau cairan tubuh.
d) Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda
asing dari kulit atau instrument.
e) Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan
hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari
benda-benda mati atau instrument.
f) Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri
dengan cara merebus atau kimiawi.
23
g) Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk
endospora bakteri dari benda-benda mati atau instrument.
2) Prinsip-prinsip PI
PI yang Efektif Didasarkan pada Prinsip-Prinsip Berikut :
a) Setiap orang harus dianggap dapat menularkan penyakit karena
infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
b) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi
c) Permukaan benda disekitar kita, peralatan dan benda-benda lainnya
yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang tak
utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi
hingga setelah digunakan harus diproses dengan benar
d) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya
telah diproses dengan benar makan semua itu harus dianggap masih
terkontaminasi
e) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi
hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan PI
secara benar dan konsisten
f) Tindakan-tindakan pencegahan infeksi
Ada berbagai praktek PR yang dapat mencegah mikroorganisme
berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru lahir
dan para penolong persalinan) sehingga dapat memutus rantai
penyebaran infeksi.
Tindakan-tindakan PI termasuk hal-hal berikut:
a) Cuci Tangan
Cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan
penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir.
Prosedur mencuci tangan:
1) Lepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan
2) Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir
24
3) Tuangkan sabun cair (dengan atau tanpa antiseptic) pada salah
satu telapak tangan, gosok kedua telapak tangan hingga busa
sabun mengenai seluruh telapak dan jari
4) Gosok kedua punggung tangan dan jari-jari tangan
5) Gosok sela-sela jari (sisipkan jari-jari tangan kanan dan kiri,
pastikan sela-sela jari digosok menyeluruh)
6) Gosok kedua buku jari-jari kanan dan kiri
7) Gosok kedua ibu jari
8) Gosok ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan.
9) Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir
10) Biarkan tangan kering dengan cara diangin anginkan atau
dikeringkan dengan tissu atau handuk pribadi yang besih dan
kering
25
Tabel 1-1 : Prosedur/tindakan yang memerlukan sarung tangan
Sarung
Perlu sarung tangan Sarung
Prosedur/tindakan
tangan disinfeksi tangan steril1
tingkat tinggi
Mamariksakan tekanan darah, Tidak Tidak Tidak
temperatur tubuh atau menyuntik
Menolong persalinan dan kelahiran Ya Tidak Dianjurkan
bayi, menjahit laserasi atau
episiotomy
Mengambil contoh darah/pemasangan Ya2 Tidak Tidak
IV
Menghisap lendir dari jalan nafas Ya Tidak Tidak
bayi baru lahir
Memegang dan membersihkan Ya3 Tidak Tidak
peralatan yang terkontaminasi
Memegang sampah yang Ya Tidak Tidak
terkontaminasi
Membersihkan percikan darah atau Ya3 Tidak Tidak
cairan tubuh
1) Jika sterilisasi tidak memungkinkan, sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi adalah satu-satunya alternatif yang bisa diterima
2) Dapat digunakan sarung tangan periksa yang bersih
3) Sarung tangan tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks
adalah yang paling praktis
4) Perlengkapan Pelindung Pribadi
Perlengkapan pelindung pribadi mencegah petugas terpapar
mikroorganisme penyebab ifeksi dengan cara menghalangi atau
membatasi (kaca mata pelindung, masker wajah, sepatu boot atau
sepatu tertutup, celemek) petugas dari percikan cairan tubuh, darah
atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik.
26
Masker wajah dan celemek plastic sederhana dapat dibuat
sesuai dengan keperluan dan sumberdaya yang tersedia di masing-
masing daerah jika alat atau perlengkapan sekali pakai tidak
tersedia
5) Antiseptic Vs Disinfektan
Meskipun istilah “antiseptic” dan “disinfektan” kadang-
kadang digunakan secara bergantian tetapi antiseptic dan
disinfektan digunakan untuk tujuan yang berbeda. Larutan
antiseptic digunakan pada kulit atau jaringan yang tidak mampu
menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan
disinfektan. Larutan disinfektan digunakan juga untuk
mendekontaminasi peralatan atau instrument yang digunakan
dalam prosedur bedah. Membersihkan permukaan tempat periksa
atau meja operasi dengan disinfektan yang sesuai (baik
terkontaminasi atau tidak) setidaknya sekali sehari, adalah cara
yang mudah dan murah untuk mendisinfeksi suat peralatan yang
memiliki opermukaan luas (misalnya meja instrument atau ranjang
bedah).
Larutan antiseptik seperti alkohol, memerlukan waktu
beberapa menit setelah dioleskan agar memberikan efek yang
optimal. Karena itu, penggunaan antiseptik tidak diperlukan untuk
suatu tindakan kecil yang membutuhkan waktu segera (inisalnya
penyuntikan oksi tosin secara IM selama penatalaksanaan aktif
persalinan kala tiga, memotong tali pusat) asalkan peralatan yang
digunakan sudah diproses hingga disinfeksi tingkat tinggi atau
steril.
Larutan antiseptik berikut ini bisa diterima:
(1) Alcohol 60-90%: etil, isopropyl, atau metil spiritus
(2) Sterimid atau klorheksidin glukonat, berbagai konsentrasi
(savlon)
(3) Klorheksidin glukonat 4% (Hibiscrub, Hibitan, Hibiclens)
(4) Heksaklorofen 3/%
27
(5) Paraklorometaksilenol (PCMX atau kloroksilenon)
berbagai konsentrasi (Dettol)
(6) Iodine 1-3%, larutan yang dicampur alkohol atau encer
(e.g. lugol) atau tinctur (iodine dalam alcohol 70%). Iodine
tidak boleh digunakan pada selaput mukosa seperti vagina.
(7) Iodofor, berbagai konsentrasi (betadine)
(8) Klorheksidin glukonat dan iodophor adalah antiseptic yang
paling baik untuk digunakan pada selaput mukosa.
Persiapkan kulit atau jaringan dengan cara mengusapkan
kapas atau kasa yang sudah dibasahi larutan antiseptic
dengan gerakan melingkar dari tengah ke luar seperti spiral.
Larutan desinfektan berikut ini bisa diterima:
(1) Klorin pemutih 0,5% (untuk dekontaminasi permukaan dan
DTT peralatan)
(2) Glutaraldehida 2% (digunakan untuk dekontaminasi tapi
karena mahal biasanya hanya digunakan untuk disinfeksi
tingkat tinggi)
Memproses Alat Bekas Pakai. Tiga proses pokok yang
direkomendasikan untuk proses peralatan dan benda-benda lain
dalam upaya pencegahan infeksi adalah:
(1) Dekontaminasi
(2) Cuci dan bilas
(3) Disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi
28
Bagan 1-1: Proses Peralatan Bekas Pakai
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5% Selama 10 menit
Untuk menyiapkan wadah yang didisinfeksi tingkat tinggi, rebus (jika kecil) atau
isi dengan larutan klorin 0,5% selama 20 menit (larutan klorin bisa dipindah ke
wadah yang lain untuk digunakan ulang dalam waktu 24 jam). Bilas wadah
dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering sebelum digunakan.
29
1. Dekontaminasi
Gambar 1-2: Rumus untuk mebuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentri
berbentuk cair
-1
Jumlah bagian air = % larutan konsentrat -1
% larutan yang diinginkan
Contoh: Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25% (misalkan BAYCLIN)
30
Jumlah bagian air = % larutan yang dinginkan x 1000
% konsentrat
Contoh: Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk yang bisa melepaskan klorin (seperti kalsium
hipoklorida) yang mengandung 35% klorin:
2. Tambahkan 14 gram (pembulatan ke bawah dari 14,3) serbuk kedalam 1 liter air
mentah yang bersih
31
4. DTT dengan Cara Merebus
32
Ingat:
1. Waktu paparan dihitung sejak temperature yang diinginkan tercapai
2. Jangan memasukan instrument secara berlebihan (sisakan jarak
minimal 7.5 cm antara instrumen dengan dinding sterilusator). Muatan
yang berlebihan dapat mengganggu proses konveksi panas dan
menambah waktu yang diperlukan untuk mencapai tahap steril
(Perkins 1983)
Instrument steril harus digunakan sesegera mungkin kecuali:
1. Instrument terbungkus dalam kertas berlapis ganda sebelum proses
sterilisasi dilakukan atau
2. Disimpan dalam wadah steril, kering, dan berpenutup kedap udara.
d. Dokumentasi
e. Rujukan
33
dilakukan selama merujuk, jaringan pelayanan dan pendidikan, dan
menggunakan Sistem Umum atau Sistem Internal Rujukan Kesehatan
Tujuan: Memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan
bayi
34
Tujuan: Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput
ketuban secara lengkap untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca
persalinan, memperpendek kala 3, mencegah atoni uteri dan retensio
plasenta.
35
B. Adaptasi Terhadap Perubahan Anatomi dan Fisiologi dalam Persalinan
Fisiologis
1. Adaptasi anatomi
1) Genetalia Eksterna
Perubahan anatomi yang terjadi dalam persalinan fisiologis
khususnya genetalia eksterna tidak banyak bengalami perubahan.
Adaptasi anatomi genetalia eksterna antara lain adalah perineum.
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.
36
2) Genetalia Interna
a) Vagina
Kala I ketuban ikut meregangkan bagian atas vagina yang sejak
kehamilan mengalami perubahan-perubahan sedemikian rupa,
sehingga dapat dilalui oleh bayi. Regangan yang kuat ini
kemungkinan karena bertambahnya pembuluh darah pada
vagina.
b) Uterus
Perubahan pada uterus dalam persalinan dapat dilihat pada
keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan.
Pendataran dari cervix merupakan pemendekan kanalis
servikalis yang semula berupa sebuah saluran yang panjangnya
1-2 cm, menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang tipis.
2. Adaptasi fisiologis
a. Kardiovaskuler
b. Pernafasan
Bibir dan mulut kering karena bernapas melalui mulut, dehidrasi dan
respon emosi. Waktu pengosongan lambung lambat karena (motilitas
dan absorbsi saluran cerna menurun). Mual dan memuntahkan
makanan yang belum dicerna. Timbul rasa mual dan sendawa yang
merupakan respon terhadap dilatasi serviks lengkap.
d. Perkemihan
f. Termoregulasi
g. Neorulogi
38
h. Integument
i. Sistem musculoskeletal
39
C. Perubahan Sistem Imunitas Selama Persalinan
a. Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Hormon plasenta (human placenta lactogen) menyebabkan kadar gula
darah menurun pada masa nifas. Human chorionic gonadotopin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam tiga jam hingga
hari ke 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke
tiga post partum.
b. Hormon Pituitary
Hormon pituitary antara lain yaitu hormon prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu dua minggu. Hormon prolaktin berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan
LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke tiga dan LH
tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c. Hipotalamik Pituitary Ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui.
Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
melahirkan berkisar 16% dan 45 % setelah 12 minggu pasca melahirkan.
Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan
menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90%
setelah 24 minggu.
40
d. Hormon Oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, terhadap otot uterus dan
jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu ovulasi uteri.
e. Hormon Estrogen dan Progesteron
Volume darah normal selama persalinan akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi akan memperbesar hormon antideuretik yang dapat
meningkatkan volume darah.
Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perenium, vulva serta vagina.
41
2. Infeksi asending dalam saluran kemih
Makanan dan minuman kriteria yang cocok pada ibu bersalin: Membantu
untuk mempertahankan tekanan LOS (lower oesophageal spinchter) tetap
tinggi, konsistensinya lembek, dapat keluar dari lambung dengan cepat,
dan tidak meninggikan asam lambung.
42
Karakteristik makanan (Newton and Champion, 1997) yang cocok untuk
ibu bersalin: Rendah lemak, tinggi karbohidrat atau kadar energi tinggi,
rendah serat, homogen, cair, cair semi cair, neutral ph, temperatur netral
(hangat), murah, cocok dan enak.
a. Masase
b. Aromaterapi
43
untuk melembutkan daerah seputar vagina agar lebih lentur sehingga
tidak perlu digunting saat persalinan.
c. Pernapasan
d. Hidroterapi
e. Counterpressure
f. Penekanan lutut
Tekanan langsung melalui tulang paha ke arah satu atau dua sendi
pinggul melepaskan sendi sakro iliaka dari ketegangan dan dapat
mengurangi rasa nyeri. Posisi ibu dalam penekanan lutut yaitu: wanita
dengan posisi duduk dan Wanita dengan posisi berbaring miring
dengan satu atau dua bantal menyangga lutut
44
g. Pengaturan posisi
h. Penggunaan bola
Posisi yang dapat dipilih ibu dalam penggunaan bola adalah: duduk
diatas bola, duduk diatas bola besandar kedepan, berlutut bersandar
diatas bola, berdiri bersandar diatas bola, jongkok bersandar diatas
bola
5. Istirahat
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki mana yang
berbeda setiap manusia. Secara umum, istirahat merupakan suatu keadaan
tenang, rileks, tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan yang
gelisah
46
tersebut dapat menjadi merasa sehat. Berendam dapat menjadi tindakan
pendukung dan kenyamanan yang paling menenangkan. Perawatan mulut
Apapun yang ibu lakukan merupakan hal terbaik yang mampu ibu bersalin
lakukan pada saat itu. Biarkan sikap dan tingkah laku, pada beberapa ibu
mungkin berteriak pada puncak kontraksi dan ada pula yang berusaha
untuk diam ada juga yang menangis. Itu semua merupakan tingkah laku
yang pada saat itu hanya dapat dilakukannya. Sebagai seorang bidan yang
dapat dilakukan hanya menyemangatinya dan bukan memarahinya.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan
berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum in partu jika
kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
47
3. Fase persalinan kala I
persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
4. Asuhan kala I
a. Mengidentifikasi masalah:
1) Anamnesis
48
perdarahan, hipertensi, dll)?, kapan mulai kontraksi? , apakah
kontraksi teratur? Seberapa sering kontraksi terjadi?, apakah ibu
masih merasakan gerakan bayi? , apakah selaput ketuban sudah
pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban?, apakah kental atau
encer? Kapan saat selaput ketuban pecah? (Periksa perineum ibu
untuk melihat air ketuban di pakaiannya.), apakah keluara cairan
bercampur darah dari vagina ibu? Apakah berupa bercak atau darah
segar per vaginam? (Periksa perineum ibu untuk melihat darah segar
atau lendir bercampur darah di pakaiannya.), Kapan ibu terakhir kali
makan atau minum?, Apakah ibu mengalami kesulitan untuk
berkemih?, Riwayat kehamilan sebelumnya: Apakah ada masalah
selama persalinan atau kelahiran sebelumnya (bedah sesar,
persalinan dengan ekstraksi vakum atau forseps, induksi oksitosin,
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, preeklampsia/eklampsia,
perdarahan pascapersalinan)?, Berapa berat badan bayi yang paling
besar pernah ibu lahirkan?, Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah
pada kehamilan/persalinan sebelumnya?, Riwayat medis lainnya
(masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll),
Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing
atau nyeri epigastrium bagian atas). Jika ada, periksa tekanan darahnya
dan protein dalam urin ibu. Pertanyaan tentang hal-hal yang belum
jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran lainnya. Dokumentasikan
semua temuan. Setelah anamnesis lengkap, lakukan pemeriksaan fisik.
2) Pemeriksaan fisik
49
pertanyaan yang diajukan sehingga mereka memahami kepentingan
pemeriksaan.
b) Tunjukkan sikap ramah dan sopan, tenteramkan hati dan bantu ibu
agar merasa nyaman. Minta ibu menarik napas perlahan dan dalam
jika ia merasa tegang/gelisah.
g) Dengan hati-hati pisahkan labium mayus dengan jari manis dan ibu
jari (gunakan sarung tangan periksa). Masukkan (hati-hati) jari
telunjuk yang diikuti oleh jari tengah. Jangan mengeluarkan kedua
jari tersebut sampai pemeriksaan selesai dilakukan. Jika selaput
ketuban belum pecah, jangan melakukan tindakan amniotomi
(merobeknya). Alasannya: Amniotomi sebelum waktunya dapat
meningkatkan risiko infeksi terhadap ibu dan bayi serta gawat
janin.
51
k) Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian
tersebut telah masuk ke dalam rongga panggul. Bandingkan tingkat
penurunan kepala dari hasil periksa dalam dengan hasil
pemeriksaan melalui dinding abdomen (perlimaan) untuk
menentukan kemajuan persalinan.
b. Analisa
52
mandi secara teratur, pencegahan infeksi, mengucapkan kata-kata yang
membesarkan hati dan pujian kepada ibu, membantu ibu bernafas
secara benar pada saat kontraksi, memijat punggung, kaki atau kepala
ibu dan tindakan-tindakan bermanfaat lainnya, menyeka muka ibu
secara lembut dengan menggunakan kain yang dibasahi air hangat atau
dingin, menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
d. Pendokumentasian Kala I
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah: Ibu merasa ingin
meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, Ibu merasakan adanya
peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya, Perineum
menonjol, Vulva-vagina dan sfingter ani membuka, Meningkatnya
pengeluaran lendir bercampur darah.
a. Kontraksi
53
b. Dorongan otot-otot dinding uterus
Dinding korpus uteri yang terdiri dari otot-otot menjadi lebih tebal dan
memendek, bagian bawah uterus dan serviks mendatar hingga
pembukaan lengkap, kepala janin makin masuk ke rongga panggul dan
sebagai benda keras mengadakan tekanan pada serviks, dan kekuatan
uterus yang optimum, menimbulkan kontraksi diafragma dan otot-otot
dinding abdomen
5. Ekspulsi janin
Posisi yang bisa dipilih ibu dalam persalinan adalah posisi setengah
duduk, jongkok atau berdiri, merangkak dan miring kiri.
54
7. Mekanisme persalinan normal
a. Persalinan kepala
b. Persalinan bahu
Setelah kepala lahir, bahu melakukan putaran paksi dalam, Posisi bahu
anteroposterior bahu lahir perlu bantuan penolong persalinan maka
lahir bahu depan lahir bahu belakang
Setelah kedua bahu lahir dengan dorongan meneran ringan akan lahir:
Kedua tangan, Badan, dan Kaki
8. Asuhan kala II
55
Denominator, posisi, Moulase, Penurunan bagian terendah, Tali pusat
dan bagian kecil janin, dan panggul.
e. Mengatur posisi
f. Membimbing meneran
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih
dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu, siapkan kain
atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera
setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (dibawah kain
56
bersih dan kering). Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap
fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
perineum.
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran sarankan
bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika
ada dan lilitan di leher bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan
tersebut dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat
maka jepit tali pusat dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm,
kemudian potong tali pusat di antara 2 klem tersebut.
Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat,
tunggu kontraksi berikut sehingga terjadi putaran paksi luar secara
spontan. Letakkan tangan posisi biparietal, minta ibu meneran sambil
menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu
depan melewati simfisis. Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala
keatas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada
dapat dilahirkan
b. Pemantauan janin saat janin belum lahir: denyut jantung dan moulage.
10. Amniotomi
11. Episiotomi
58
tekanan pada kepala anak, dan mengendalikan robekan perineum untuk
memudahkn menjahit.
Kala III dari bayi lahir hingga plasenta lahir. Setelah bayi lahir tindakan
segera memberikan oxytosin 10 IU dan melakukan traksi terkendali pada
tali pusat (Controled – cord traction) dan rangsangan taktil.
59
Tujuan dari manajemen aktif kala III adalah menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala III
persalinan dan mencegah kehilangan darah.
60
tekanan berlawanan arah pada uterus secara serentak. Setelah plasenta
terlepas, anjurkan ibu meneran sehingga plasenta terdorong ke
introitus vagina, tetap tegangkan tali pusat ke arah bawah merngikuti
arah jalan lahir. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagna,
teruskan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan,
pegang plasenta dengan kedua tangan rata dan dengan lembut putar
plasenta hingga selaput terpilin. Lakukan penarikan secara lembut dan
perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Setelah bayi lahir, lakukan pemeriksaan janin kedua, jika tidak ada
janin kedua berikan oksitosin sebanyak 10 UI, keringkan bayi dan
memberikan selimut hangat. Periksa tali pusat jika sudah tidak berdenyut
jepit tali pusat kemudian potong tali pusat dan lakukan IMD.
61
dalam masa adaptasi dengan PK III. Selanjutnya penatalaksanaan.
Penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan asuhan kala III.
1. Fisiologi Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan yaitu 2 jam setelah plasenta lahir. Yang
terjadi pada kala IV yaitu:
a. Uterus
62
2. Asuhan Kala IV
c. Memeriksa perdarahan
1. Derajat I
2. Derajat II
63
3. Derajat III
4. Derajat IV
e. Pemantauan dan evaluasi lanjut pada TD, Nadi, Suhu, TFU, Kontraksi
Uterus, Kandung Kemih dan Jumlah Darah Keluar.
a. Atonia uteri terkadang ibu mengalami syok. Gejala dan tanda dari
atonia uteri adalah uterus tidak berkontraksi dan lembek serta
perdarahan setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer atau)
b. Robekan jalan lahir terkadang ibu terlihat pucat, lemah dan menggigil.
Gejala dan tanda dari robekan jalan lahir adalah perdarahan segera,
darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus kontraksi
baik, dan plasenta lengkap
65
f. Perdarahan terlambat Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau
tidak) terkadang terjadi anemia dan demam. Gejala dan tandanya
adalah sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah, perdarahan lebih
dari 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S.
Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak
teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
b. Retensio Plasenta
Plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, Plasenta sudah
lepas, inkarseratio plasenta, Plasenta adhesiva, plasenta akreta-
perkreta, Manual plasenta, dan Bila diagnosis plasenta inkreta maka
dilakukan histerektomi
66
c. Inversion Uteri
5. Pendokumentasian Kala IV
Jam Ke Waktu Tekanan darah Nadi Suhu Tinggi Kontraksi Jumlah Jumlah Darah
Fundus uterus Urin Keluar
Saat plasenta lahir (Ibu “A” usia 30 tahun P1001 PSptB + PK IV + vigorous
baby masa adaptasi)
Asuhan BBL adalah asuhan segera pada bayi baru lahir adalah
asuhan yang diberikan pada bayi tersebut segera setelah lahir sampai
dengan 1 jam pertama.
67
Tujuan dari asuhan BBL adalah melakukan pencegahan infeksi,
penilaian awal, pencegahan kehilangan panas, pemotongan dan perawatan
tali pusat, memfasilitasi pemberian ASI, pencegahan perdarahan,
pencegahan infeksi mata, pemeriksaan fisik, dan pemberian imunisasi
hepatitis B -0 (Hb0).
2. Pencegahan infeksi
3. Periode transisi
5. Perubahan pernafasan
68
rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam uterus
(stimulasi sensorik).
6. Perubahan sirkulasi
8. Termoregulasi
69
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui empat mekanisme
yaitu konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Kehilangan panas pada
neonatus segera berdampak pada hipoglikemi, hipoksia, dan asidosis
9. Pengaturan glukosa
a. Pencegahan infeksi
BBL sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau
kontaminasi mikroorganisme selama selama proses persalinan
berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Upaya pencegahan
infeksi meliputi: Persiapan diri (cuci tangan dan sarung tangan),
persiapan alat (peralatan sudah di DTT atau steril), dan persiapan
tempat (hangat, terang, bersih dan hangat)
b. Penilaian awal
70
menangis atau bernafas/tidak megap-mengap, Apakah tonus otot bayi
baik/bergerak aktif.
Klem, potong dan ikat tali pusat 2 menit pasca bayi lahir. Protokol
penyuntikan oksitosin dilakukan sebelum tali pusat dipotong. Lakukan
penjepitan pertama tali pusat dengan klem tali pusat 3 cm dari pangkal
pusar kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (urut) dan klem
dengan jarak ± 2 cm. Lindungi kulit bayi dengan 2 jari kemudian
potong diantara 2 klem. Keringkan bayi dan ganti handuk kemudian
lakukan IMD.
Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu dinilai sudah stabil maka
lakukan pengikatan tali pusat. Periksa tali pusat setiap 15 menit apabila
terjadi perdarahan lakukan pengikatan ulang yang lebih ketat.
71
g. IMD
IMD memberikan dampak positif bagi ibu dan bayi antara lain
menjalin/memperkuat ikatan emosional antara ibu dan bayi,
memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui
kolostrum, merangsang kontraksi uterus dan sebagainya.
a. Pemeriksaan fisik
Prinsip dari pemeriksaan fisik: ruangan yang hangat, terang dan bersih,
cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan, gunakan alat pelindung
72
diri, alat pemeriksaan bersih, pemeriksaan secara sistematis head to
toe, jika ada kelainan lakukan kolaborasi untuk tindak lanjut, dan
akukan dokumentasi
2) Kuli
Wajah, bibir dan selaput lendir, dada berwarna merah muda, tidak
ada kemerahan atau bisul.
3) Kepala
4) Wajah
5) Mata
7) Abdomen
8) Genetalia
Pada bayi laki –laki yang harus diperiksa adalah adanya penis,
lubang uretra, pastikan tidak adanya hipospadia dan epispadia,
sedangkan pada skrotum pastikan jumlah testis dua.
9) Anus
74
b. Pemberian Vit K
d. Pemberian Imunisasi Hb 0
75
M. Mendeteksi Penyulit dan Komplikasi
Deteksi terhadap bayi baru lahir yang mengalami kondisi tidak segera
menangis, gerak lemah/tidak aktif dilakukan segera setelah seluruh badan
bayi lahir. Nilai dengan cepat usaha nafas dan tonus otot bayi. Penilaian
tersebut menjadi dasar keputusan perlu tidaknya dilakukan tindakan
resusitasi atau tidak.
2. Trauma persalinan
Setelah tali pusat dipotong kemudian diikat dengan benang sehingga tidak
terjadi perdarahan tali pusat. Setelah pengikatan tali pusat, dilakukan
observasi tanda-tanda perdarahan tali pusat seperti kulit disekitar tali pusat
memerah dan lecet. Ada cairan yang keluar dari tali pusat.
Asuhan khusus diberikan pada neonatus yang beresiko dan atau kurang
bulan. Dilakukan tata laksana yang menyeluruh, segera dan sesuai di ruang
bersalin dan pada saat masuk ke ruang perawatan bayi khusus.
a. Jalan Nafas: jalan nafas tetap terbuka, berfungsi dan stabil, jika tidak
normal lakukan tindakan resusitasi
Pada data subjektif meliputi biodata (nama bayi, umur, jenis kelamin,
tanggal lahir, anak ke, data orang tua), alasan dirawat, data
biopsikososiospiritual, riwayat bayi dalam kandungan, riwayat
persalinan, riwayat imunisasi dan riwayat penyakit yang diderita. Data
objektif meliputi hasil pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki, hasil
pemeriksaan reflek dan pemeriksaan penunjang. Analisa berdasarkan
data subjektif dan objektif. Penatalaksanaan berdasarkan prioritas
masalah
77
N. Penerapan Asuhan Persalinan Kala I, II, III, IV dan Bayi Baru Lahir
pada Situasi Krisis Kesehatan atau Darurat Bencana
2. Landasan hukum
3. PPAM
78
prioritaskan pada layanan yang penting kondisi stabil. Kondisi stabil
merupakan indikator angka kematian kasar atau merujuk pada pernyataan
dari pemerintah/presiden pada masa tanggap darurat.
5. Pembagian Tj
Tk provinsi bersifat suportif dan rujukan kepada tim siaga kespro kab
(monitoring dan evaluasi terhadap upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
Kabupaten/Kota serta dapat melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan
Tim siaga kespro pusat bersifat suportif dan rujukan kepada tim kespro
provinsi (melakukan monitoring dan evaluasi terhadap upaya-upaya yang
telah dilakukan oleh Provinsi serta dapat melakukan intervensi sesuai
dengan kebutuhan)
79
6. Proses koordinasi
Pada kondisi normal AKI dan AKB di Indonesia tinggi dalam kondisi
bencana akan lebih buruk maka sulit mendapat pelayanan kesehatan.
PPAM berfungsi untuk mencegah meningkatakan AKI dan AKB.
Pelayanan kes maternal dan neonatal dalam bencana betujuan
mengenali tanda bahaya serta penanganan kegawatdaruratan
80
7. Kesehatan maternal dan neonatal penting dalam keadaan bencana
Hal ini karena dalam kondisi bencana akan tetap ada bumil yang
dapat melahirkan kapan saja saat bencana terjadi. Karena situasi kacau, ibu
yang belum waktunya melahirkan dapat melahirkan lebih awal karena
usaha menyelamatkan diri. 15-20% kehamilan akan mengalami
komplikasi dan membutuhkn penanganan
Jenis kit yaitu: Kit higiene Biru Perempuan usia subur, Kit ibu hamil
Hijau Untuk ibu hamil trimester III, Kit ibu bersalin Oranye Untuk ibu paska
bersalin/nifas, dan Kit bayi baru lahir Merah Untuk bayi baru lahir sampai
usia 3 bulan
81
alkohol, betadine, sarung tangan dan kain katun. Dibagikan pada bumil
dengan TP yang dekat. Digunakan dalam kondisi darurat saja.
82