Anda di halaman 1dari 8

Bagian 22

Paronikia Akut

Latar Belakang/Etiologi/Epidemiologi
 Paronikia (inflamasi pada lipatan periungual) terjadi ketika kutikula terganggu oleh
maserasi atau cedera dan patogen yang masuk.
 Paronikia lebih sering diderita pada individu yang tangannya terendam air atau anak-
anak yang memiliki kebiasaan menghisap jari. Selain itu, trauma pada lipatan periungual
merupakan faktor risiko lain dari perkembangan peronikia akut.
 Staphylococcus aureus merupakan agen penyebab utama dari pronikia akut. (Spesies
Candida paling sering menyebabkan paronikia kronis; lihat infeksi jamur pada halaman
175.)

Tanda dan Gejala


 Lipatan periungual terlihat eritema, bengkak, dan nyeri tekan (Gambar 22.1).
 Biasa ditemukan drainase purulen.
 Pasien dengan infeksi kronis dapat mengalami dermatitis di sekitar area infeksi
(misalnya jari, tangan).

Gambar 22.1 Paronikia akut dengan


inflamasi, pembentukan pustul, dan
pengerasan kulit pada lipatan periungual.

Diagnosis Banding
Penyakit Hal yang Membedakan
Paronikia Kronis  Masalah berlangsung lama (tidak akut)
 Pasien biasanya asimtomatik
 Pembengkakan dan eritema pada lipatan proksimal
dan lateral kuku dengan hilangnya kutikula, tidak ada
drainase purulen
 Dapat berhubungan dengan distrofi kuku
Herpetic whitlow  Biasanya muncul sebagai vesikula diskrit, dalam,
sering berupa kumpulan vesikel-vesikel dengan
eritema di sekitarnya
 Biasanya sangat nyeri
 Dapat ditemukan limfadenopati regional
 Lesi rekuren dapat berhubungan dengan gejala
prodormal
 Ditemukan virus herpes simplex pada kultur virus
Psoriasis  Pitting adalah perubahan kuku yang paling umum
pada psoriasis
 Onikolisis lateral dapat menyebabkan gangguan pada
lipatan periungual; dapat terjadi paronikia
Blistering dactylitis  Biasanya muncul sebagai lepuh, dalam pada bantalan
kuku distal
 Kultur bakteri menunjukkan Streptococcus Beta
haemolyticus grup A (atau kadang-kadang S.aureus)
Trauma  Riwayat trauma
 Tidak ada cairan purulen

Bagaimana Membuat Diagonsis


 Kondisi ini sering didiagnosis berdasarkan gambaran klinis.
 Pewarnaan gram pada drainase dapat mengidentifikasi organisme tersebut.
 Kultur bakteri biasanya menunjukkan S.aureus.

Pengobatan
 Antibiotik anti-staphylococcus (misalnya, cefalexin) biasanya efektif. Kegagalan respon
dapat mengindikasikan adanya S.aureus yang resisten terhadap metisilin, dan mengubah
terapi menjadi trimethropin-sulfamethoxazole atau clindamycin perlu dipertimbangkan.
 Salep antibiotik topikal (misalnya, mupirocin) dapat digunakan pada kasus ringan, tetapi
kondisi ini biasanya merupakan terapi sistemik.
 Rendam hangat dapat mempercepat resolusi.
 Drainase dan kultur kantong purulen kadang diperlukan.
 Strategi pencegahan yaitu:
- Lakukan pengeringan, meminimalkan paparan air, dan menggunakan sarung tangan
untuk pekerjaan yang berhubungan dengan air ataupun “basah”.
- Hindari trauma, jika memungkinkan.

Pengobatan Kondisi Terkait


 Tidak berlaku

Prognosis
 Paronikia akut biasanya sembuh total tanpa gejala sisa jangka panjang.
 Faktor mekanis atau eksposur dapat menyebabkan kekambuhan.
 Kerutan atau distrofi kuku permanen dapat terjadi akibat infeksi yang parah.

Kapan Harus Khawatir atau Merujuk


 Pertimbangkan rujukan ke Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin untuk pasien yang
menderita penyakit parah atau ekstensif, atau yang tidak menanggapi pengobatan
standar.

Daftar Pustaka
 American Osteopathic Collage of Dermatology: Patient Information.
http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/paronychia_nail_in.html
 MedlinePlus: Medical encylopedia for patients and families (in English and Spanish)
sponsored by the National Library of Medicine and the National Institutes of Health.
http://www.nlm.nih.gow/medlineplus/encyclopedia.html
Bagian 26

Impetigo

Latar Belakang/Etiologi/Epidemiologi
 Impetigo adalah infeksi superfisial pada kulit.
 Di Amerika Utara, penyebab utamanya adalah Staphylococcus aureus. Dalam beberapa
kasus, Streptococcus Beta haemolyticus grup A dapat dibiakkan; namun ini paling sering
muncul sebagai agen sekunder. Hanya dalam sebagian kecil kasus yang penyebab
utamanya adalah Streptococcus.
 Insiden impetigo meningkat pada musim panas yang disebabkan oleh gangguan pada
pelindung kulit akibat luka, goresan, dan gigitan serangga.

Tanda dan Gejala


 Impetigo krustosa: lesi awal berupa vesikula superficial yang mudah pecah; eksudat
mengering membentuk krusta berwarna seperti madu (Gambar 26.1).
 Impetigo bulosa: bula superfisial yang rapuh berisi cairan serosa atau nanah yang
terbentuk dan kemudian pecah membentuk erosi bundar yang sangat eritematosa, sering
kali disertai kerak di sekelilingnya (sisa dari atap lepuhan) (Gambar 26.2)
 Lesi cenderung terletak di area yang terbuka, terutama wajah dan ekstremitas.
 Lesi sering menyebar karena autoinokulasi.

Gambar 26.1. Impetigo umum. Krusta Gambar 26.2. Impetigo bulosa: bula
berwarna seperti madu superfisial bening atau pustul yang
pecah membentuk erosi yang bulat dan
sangat eritematosa, sering kali disertai
kerak di sekelilingnya (sisa dari atap
lepuhan).
Diagnosis Banding
Penyakit Hal yang Membedakan
Infeksi herpes simpleks  Kumpulan vesikel dengan eritema di sekitarnya
(tampak seperti pada dasar eritematosa)
 Setelah vesikula pecah, terbentuk ulkus (lebih dalam
dari erosi yang diamati pada impetigo)
 Dapat terjadi di dalam mulut atau pada selaput lendir
lainnya dan biasanya nyeri
Infeksi virus varicella-zoster Varicella
 Vesikel tunggal dengan eritema di sekitarnya
 Ruam dimulai pada batang tubuh kemudian menyebar
ke ekstremitas
 Ruam cenderung distribusinya simetris
 Mukosa sering terlibat

Herpes Zoster
 Kumpulan vesikel dengan eritema di sekitarnya dan
distribusinya dermatomal
Folikulitis  Pustul kecil (1-2 mm) dengan tepi eritema di
sekitarnya
 Rambut sering terlihat menonjol dari tengah pustul
Ektima  Indurasi, papul yang nyeri yang mengelilingi eritema
 Sering muncul sebagai papula berlubang, berkrusta,
dan ulserasi
 Biasanya disebabkan oleh S.pyogenes
Dermatitis kontak  Dapat berupa vesikel atau bula
 Gatal sering dikeluhkan (tidak khas pada impetigo)
 Lokasi lesi sesuai dengan paparan kontak dengan
alergen
 Konfigurasi lesi mungkin tidak biasa (misalnya linier
pada dermatitis akibat tanaman)

Bagaimana Membuat Diagnosis


 Diagnosis paling sering dibuat berdasarkan temuan klinis.
 Pewarnaan Gram dari isi vesikel atau bula menunjuukan hasil berupa coccus Gram-
positif.
 Kultur bakteri dapat membantu dalam mengidentifikasi agen etiologi spesifik dan
kepekaan antibiotik.

Pengobatan
 Untuk kasus yang lebih ringan dan terlokalisasi, salep mupirocin topikal dioleskan 3
kali sehari selama 5-7 hari.
 Bila luas dapat pemberian antibiotik sistemik selama 7-10 hari (misal, cepalexin)
mungkin diperlukan, dengan memperhatikan pola resistensi setiap lokasi geografis.
 Kegagalan respon dalam 48 jam dapat disebebkan oleh infeksi S.aureus yang resisten
terhadap methicilin sehingga perlu dilakukan kultur dan perubahan terapi menjadi
trimethoprim-sulfamethoxazole atau clindamycin.
 Kompres dengan air bersih atau aluminium astetat untuk debridemen krusta.

Pengobatan Kondisi Terkait


 Meskipun jarang terjadi, namun penting untuk diingat bahwa impetigo yang disebabkan
oleh nefritogenik strain S.pyogenes, glomerulonefritis akut dapat terjadi gejala sisa.

Prognosis
 Prognosis untuk anak-anak dengan impetigo sederhana adalah baik, dan khasnya berupa
resolusi lengkap.

Kapan Harus Khawatir atau Merujuk


 Pertimbangkan rujukkan ke Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin pada pasien yang
menderita penyakt parah atau ekstensif, ataupun tidak menanggapi pengobatan standar.

Daftar Pustaka
 MedlinePlus: Information for patients and families (in English and Spanish) sponsored
by the National Library of Medicine and the National Institutes of Health.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/healthtopics.html
 WebMD: Information for families is contained in the A-Z Health Topics Guide.
http://www.webmd.com/a_to_z_guide/health_topics.htm

Anda mungkin juga menyukai