Anda di halaman 1dari 98

PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK KECERDASAN

EMOSIONAL PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA


PATONGLOAN KECAMATAN BAROKO
KABUPATEN ENREKANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Agama Islam
pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
NURHANA
NIM:20100113133

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bersangkutan di bawah ini:

Nama : Nurhana

NIM : 20100113133

Tempat/Tgl. Lahir : Enrekang, 30 Juli1993

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan

Alamat : Samata, Gowa

Judul : Peranan Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan

Emosional Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa

Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang.

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain seluruhnya, maka

skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 05 Februari2021

Penyusun,

Nurhana
NIM: 20100113133

i
ii
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Segala Puji bagi Allah atas limpahan rahmat-Nya, atas segala nikmat yang

telah diberikan, baik nikmat Islam, iman dan sehat wal afiat. Shalawat dan salam

penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah diberikan keistimewaan

oleh Allah swt yakni Jawami’ulkalim (ungkapan yang singkat namun maknanya

padat).

Penulis bersyukur atas rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan judul “Peranan Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan

Emosional Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan Kecamatan

Baroko Kabupaten Enrekang”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi

danmemenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Dari dalam dasar hati nurani penulis menyampaikan permohonan maaf dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu

ayahanda Alm. Muh. Sattu dan ibunda Sengga yang telah membesarkan,

mendidik dan membina penulis dengan penuh kasih sayang serta senantiasa

memanjatkan doa-doanya untuk penulis. Penelitian ini terselesaikan tentunya

tidak dengan hasil kerja penulis pribadi, melainkan bantuan dari berbagai pihak,

maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. H. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D. Rektor UIN Alauddin Makassar,

Prof. Dr. Mardan, M.Ag., Wakil Rektor I, Dr. H. Wahyuddin, M.Hum., Wakil

Rektor II, Prof. Dr. Darussalam, M.Ag., Wakil Rektor III, dan Dr. H.

Kamaluddin Abunawas, M.Ag., Wakil Rektor IV yang telah membina dan

iii
memimpin UIN Alauddin Makassar yang menjadi tempat bagi penyusun

untuk memperoleh ilmu baik dari segi akademik maupun ekstrakurikuler.

2. Dr. H. A. Marjuni, M.Pd.I., Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Alauddin Makassar, Dr. M. Shabir U.,M.Ag., Wakil Dekan Bidang Akademik,

Dr. M. Rusdi, M.Ag., Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum dan

Keuangan, Dr. H. Ilyas, M.Pd., M.Si., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan,

yang telah membina penulis selama proses penyelesaian studi.

3. Dr. H. Syamsuri, S.S, M.A. dan Dr. Muhammad Rusmin B., M.Pd.I., Ketua

dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Alauddin Makassar

yang telah memberikan petunjuk dan arahannya selama penyelesaian studi.

4. Dr. Muhammad Rusmin B. M.Pd.I. dan Dr. Syamsuddin, M.Pd.I. Selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah memberikan arahan, dan

pengetahuan baru dalam penyusunan skripsi ini, serta membimbing penulis

sampai tahap penyelesaian.

5. Dr. H. Muzakkir, M.Pd.I. dan Drs. Mappasiara, M.Pd.I., selaku Penguji I dan

Penguji II, yang telah memberikan kritikan dan masukan yang membangun

sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.

6. Kepala Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan serta UIN Alauddin

Makassar beserta segenap staf yang telah menyiapkan berbagai literatur dan
memberikan kemudahan untuk memanfaatkan perpustakaan secara maksimal

demi penyelesaian skripsi ini.

7. Rekan-rekan seperjuangan di Jurusan Pendidikan Agama Islam Angkatan

2013 tanpa terkecuali, khususnya kepada rekan-rekan PAI 7,8 yang telah

banyak membantu dan memberikan pengalaman dan kenangan yang tidak

dapat terlupakan kepada penulis selama mengemban pendidikan di UIN


Alauddin Makassar.

iv
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang

telah banyak memberikan uluran bantuan baik bersifat moril dan materi

kepada penulis selama kuliah hingga penyusunan skripsi ini.

Upaya penulisan dan penyusunan skripsi ini telah dilakukan secara

maksimal. Untuk itu, demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang

membangun dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan demi terciptanya

penelitian yang lebih baik lagi. Akhirnya semoga skripsi ini memberi manfaat

bagi semua pembaca, dan terkhusus kepada penulis sendiri. Aamin ya rabbal

alamin.

Makassar, 05 Februari 2021

Penulis,

Nurhana
NIM: 20100113133

v
DAFTAR ISI
SAMPUL ..................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................. ii
PERSETUJUAN UJIAN MUNAQASYAH ........................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1-8


A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 8
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ....................................... 8
D. Kajian Pustaka .......................................................................... 11
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 13

BAB II TINJAUAN TEORETIS .............................................................. 14-33


A. Pengertian Kecerdasan Emosional ............................................ 14
B. Peran Orang Tua ....................................................................... 23
C. Realisasi Peran Orang Tua ........................................................ 26
D. Kerangka Konseptual ................................................................ 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 34-41


A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian ...................................... 34
B. Pendekatan Penelitian .............................................................. 35
C. Sumber Data .............................................................................. 36
D. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 37
E. Instrumen Penelitian .................................................................. 38
F. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data ................................... 39
D. Pengujian Keabsaan Data ......................................................... 40
BAB IV PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK
KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANAK USIA
SEKOLAH DASAR ............................................................... 42-58
A. Gambaran Umum Desa Patongloan ................................................ 42
B. Peranan Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Pada
Anak Usia Sekolah Dasar .............................................................. 46

vi
C. Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia Sekolah Dasar ................. 52
D. Realisasi Peran Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Pada
Anak Usia Sekolah Dasar ............................................................... 54

BAB V PENUTUP .................................................................................... 59-61


A. Kesimpulan .................................................................................... 59
B. Implikasi Penelitian ....................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN - LAMPIRAN ................................................................................ 65
LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA ....................................................... 68
LAMPIRAN II DOKUMENTASI ......................................................................... 72
LAMPIRAN III PERSURATAN .......................................................................... 79
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ 88

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Deskripsi Penelitian ............................................................ 9

Tabel 2.1 ; Kerangka Konseptual ........................................................ 29

Tabel 4.1 : Batas Wilayah Desa/Kelurahan ........................................ 39

Tabel 4.2 : Jumlah Kepala Keluarga .................................................. 39

Tabel 4.3 : Agama Yang Dianut Penduduk Setempat ....................... 40

Tabel 4.4 : Mata Pencaharian Penduduk ............................................ 40

Tabel 4.5 : Data Identitas Subjek Penelitian ....................................... 41

Tabel 4.6 : Data Anak Usia Sekolah Dasar .......................................... 42

viii
ABSTRAK
Nama : Nurhana
NIM : 20100113133
Fak/Jur : Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam
Judul : Peranan Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan
Emosional Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa
Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang.
Tujuan penelitian ini adalah:1) untuk mengetahui peranan orang tua dalam
membentuk kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar, 2) untuk
mengetahui kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar, 3) serta untuk
mengetahui realisasi peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional
pada anak usia sekolah dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten
Enrekang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian
ini adalah orang tua siswa yang memiliki anak usia 6 sampai 12 tahun yang
sementara duduk di bangku sekolah dasar. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik fenomenologis.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengelolaan dan analisis data dalam
penelitian in adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara, 1) untuk mengetahui
peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional pada anak usia
sekolah dasar di Desa Patongloan Kec. Baroko Kab. Enrekang adalah orang tua
harus memperhatikan, membimbing, dan mengarahkan anaknya dalam proses
pembelajaran. Supaya anaknya tidak lalai dalam mengerjakan tugas yang di
berikan guru di sekolah karena memiliki kecerdasan emosional. 2) Untuk
mengetahui kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar di Desa
Patongloan Kec. Baroko Kabupaten Enrekang adalah para orang tua
membimbing anaknya dengan berbagai macam cara yang berbeda satu sama lain.
Ada yang menyekolahkan anaknya ke Pesantren, menyuruh anaknya ke masjid
untuk belajar tentang keagamaan , dan ada pula orang tua yang tanpa menyuruh
anaknya ke masjid, anaknya tersebut pergi dengan sendirinya. Orang tuanya
hanya menyiapkan perlengkapan untuk belajar seperti buku bacaan, membelikan
foster yaitu foster yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, serta
menyiapkan buku Iqra’. 3) Untuk mengetahui realisasi peranan orang tua dalam
membentuk kecerdasan emosional di Desa Patongloan Kec. Baroko Kab.
Enrekang adalah orang tua memberikan hadiah kepada anaknya yang memiliki
kelebihan yang sangat luar biasa terkhusus kelebihan dalam bidang keagamaan
seperti menghapal Al-Qur’an, memiliki keleihan dalam membaca Al-Qur’an baik
secara Tilawah maupun secara Tartil supaya anak lebih semangat lagi untuk
belajar dan lebih giat lagi dalam meningkatkan prestasi/ kelebihan yang dimiliki
sang anak.
Implikasi terhadap penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan orang
tua dalam membentuk kecerdasan emosional pada anak usia sekolah adalah1) bagi
guru PAI, diharapkan lebih meningkatkan wawasan peserta didik tentang
pendidikan keagamaan. 2) bagi orang tua diharapkan bisa lebih memperhatikan
dan mengembangkan kecerdasan emosional yang ada pada diri anak-anaknya. 3)
bagi peserta didik diharapkan lebih giat dalam mempelajari pendidikan
keagamaan serta mengembangkan kecerdasan emosional yang ada pada dirinya.

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah komunitas terkecil dalam sebuah kelompok masyarakat

yang terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta kasih antara dua orang yaitu suami

dan istri, kemudian melahirkan anak yang diinginkan oleh masing-masing

pasangan.

Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada

di dalam rumah dan sekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari

sebuah gambaran kehidupan. Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam

hidupnya di dunia ini. Maka sang anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang

datang dalam dirinya.1

Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanah Allah, amanah yang wajib di

pertanggungjawabkan. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tidaklah

kecil. Hal ini merupakan suatu wujud pertanggungjawaban dari setiap orang tua

kepada Sang Pencipta-Nya. Dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang menyerukan

keharusan orang tua untuk selalu menjaga dan mendidik semua anak-anaknya,

sebagaimana yang ditegaskan dalam QS al At-Tahrim/66: 6.

          
           

Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah

1
Muhammad Nur Abdul Hafiz, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Terj. Dari Manha
Al- Tarbiyah Al-Nabawiyah Li Al-Thifi oleh Kuswandani, Sugiri dan Ahma Son Haji, (cet. I,
Bandung: Albayan, 1997), h. 35.

1
2

terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu


mengerjakan apa yang diperintahkan.

Islam memandang bahwa keluarga mempunyai peranan penting dalam

pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun Non-Islam. Karena

keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama untuk mendapatkan

pengaruh dari anggota keluarganya. Pendidikan pada masa usia pra-sekolah

sangat penting, karena pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak

akan membekas. Proses pendidikan tidak hanya sampai pada batas tersebut, tapi

pendidikan juga sangat penting pada awal masa remaja (12-18) tahun. Masa ini

disebut sebagai masa genital/reproduksi. Pada masa ini, ketika orang tua tidak

menangani anaknya dengan baik maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,

misalnya anak menjadi gelisah, bingung, malu, takut dan sebagainya. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan sangatlah penting tanpa memandang batas usia

tertentu. Oleh sebab itu, sudah sepatutnyalah orang tua bertindak sebagai

fasilitator dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.

Melalui pendidikan, anak-anak dididik, dibina dan dikembangkan segala

bentuk potensi yang ada dalam dirinya. Hal ini bertujuan untuk menjadikan anak-

anak tersebut menjadi manusia yang berkualitas, bertanggungjawab, dan

berakhlakul kharimah yang baik. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-

undang Republik Indonesia No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Bab II, pasal 3 yang berbunyi :


Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
Demokratis serta bertanggung jawab.2

2
UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem pendidikan Nasional ( Jakarta: Sinar
Grafika, 2003).
3

Tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan pengetahuan, sikap dan

keterampilan secara seimbang dan berkelanjutan, sehingga setiap keterampilan

dapat terintegrasi. Inilah tujuan pendidikan.

Dunia pendidikan telah memberikan perhatian yang sangat besar untuk

pengetahuan, namun di sisi lain mengesampingkan sikap dan perilaku dalam

pembelajarannya. Penyelenggaraan pendidikan saat ini terlihat lebih menekankan

pada segi perkembangan intelektual peserta didik dan dalam masyarakat kita pada

umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan intelektual yang baik

seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa depan.3

Menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain dan memiliki belas

kasih kepada orang lain merupakan bagian dari kecerdasan emosional yang

seharusnya dimiliki oleh setiap orang termasuk peserta didik.

Masalah-masalah emosional kurang mendapatkan perhatian dari para

konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan hal ini

berdampak pada rendahnya kecerdasan emosional anak. Masyarakat kebanyakan

mengesampingkan pengaruh emosional dalam kehidupan belajarnya sehingga

seakan-akan meyakini hanya kecerdasan intelektual adalah satu-satunya kekuatan

yang paling dominan dalam belajar, padahal belum tentu sebagai jalan yang

terbaik. Banyak contoh yang menggambarkan bahwa orang yang kecerdasan


intelektualnya tinggi belum tentu menjamin kesuksesan dalam kehidupan

bermasyarakat.4

3
Lawrance E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak (Jakarta:
Gramedia, 1991), h. 7.
4
Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan
Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotiens berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 Rukun Islam (Cet. I.,
Jakarta: Arga Publising, 2001), h. 8.
4

Kemampuan mengelola dan mengendalikan emosi merupakan langkah

membuat emosi menjadi cerdas yang para ahli psikologi menyebut sebagai

kecerdasan emosional. Daniel Goleman menyebutkan bahwa yang termasuk

dalam bagian emosi manusia adalah amarah, kesedihan, kekhawatiran atau

kecemasan, dorongan-dorongn hati untuk pasrah, optimisme, merasakan apa yang

dirasakan orang lain (empati) dan hubungan sosial. Menjadi semakin marah dan

tidak larut dalam kesedihan serta menjaga optimisme bergantung pada

kemampuan menggunakan pikiran untuk mengalihkan kemarahan, kesedihan,

atau menjaga optimisme. Begitu pula dengan merasakan apa yang dirasakan

orang lain (empati) atau pun peserta didik, dan menjaga hubungan sosial

dibutuhkan pikiran yang mengarah kearah emosi tersebut, dalam hal ini

pembiasaan dari kecil bahkan sejak bayi merupaka faktor penting bagi seorang

anak agar memiliki kemampuan menggunakan pikiran untuk mengarahkan emosi.

Sesuai dengan hasil temuan Larwrence E. Shapiro dan sejumlah ahli terapi

anak diseluruh Amerika Serikat menunjukkan hasil penelitian dari berbagai

kegiatan telah dilakukan dengan upaya menerapkan atau menanamkan kecerdasan

emosional pada anak. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa “ anak-

anak dengan keterampilan emosional yang lebih bahagia, lebih percaya diri dan

lebih sukses di sekolah, yang juga penting keterampilan ini mmenjadi pondasi
bagi anak untuk menjadi orang yang bertanggungjawab, peduli pada orang lain

dan produktif”.5

Orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau ber IQ

tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu

kritis, rewel, dan cenderung menarik diri dalam pergaulan serta terkesan dingin

5
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelegence Pada Anak (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka utama, 2001) h.10.
5

dan sulit mengekspresikan diri terhadap kekesalan dan kemarahan secara cepat.

Bila didukung oleh rendahnya kecerdasan emosionalnya maka orang-orang seperti

ini menjadi sumber masalah, memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan

emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras

kepala, sulit bergaul, mudah prustasi, tidak mudah percaya terhadap orang lain,

tidak peka terhadap kondisi lingkungan dan cenderung mudah putus asa bila

mengalami stres.

Kecerdasan emosional yang meliputi kesadaran diri, pengendalian diri,

motivasi diri, empati dan keterampilan sosial yang memiliki pengaruh yang besar

dalam menunjang keberhasilan belajar peserta didik akan memperoleh hasil

belajar yang maksimal jika mampu merealisasikan keterampilan mengelola

emosional tersebut.

Berbagai penelitian telah menemukan bahwa keterampilan sosial dan

emosional akan semakin penting peranannya dalam kehidupan untuk mencapai

kesuksesan pribadi dan profesional daripada kemampuan intelektual. Memiliki

kecerdasan emosional tinggi menjadi sangat penting dalam pencapaian

keberhasilan dibanding IQ tinggi yang diukur berdasarkan uji standar terhadap

kognitif verbal dan non-verbal.6 Goleman juga mengutip pandangan Solovey yang

menempatkan kecerdasan pribadi dalam defenisi dasar tentang kecerdasan


emosional yang dicetuskan oleh Gardener, kemudian Goleman memperluas

kemampuan ini menjadi lima wilayah utama yaitu, mengenali emosi diri,

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan

sosial kepada orang lain.7

6
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h. 102.
7
Daniel Goleman, Emotional Intelegence, Terj. T. Hermaya, h. 55.
6

Para pendidik dari generasi ke generasi harus memperhatikan pendidikan

anak dan peduli terhadap pembenahan hal-hal yang ada pada anak tersebut.

Bahkan para orang tua dan wali akan selalu memilih pendidikan terbaik bagi

anak-anaknya sehingga mereka dapat menunaikan misi dengan baik dalam

membesarkan anak di atas pijakan akidah, akhlak dan ajaran-ajaran Islam.

Tugas utama dari keluarga bagi pendidik anak ialah sebagai peletak dasar

bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup beragama. Sifat dan tabiat anak

sebagian besar diambil dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.8

Menurut Hurlock keluarga merupakan “treaning centre” bagi anak

terhadap penanaman nilai. Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak,

seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir

dan bahkan sejak di dalam kandungan.9 Pandangan ini didasarkan pada

pengamatan para ahli jiwa terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa,

ternyata mereka dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orang tua (terutama

ibu) pada saat mereka dalam kandungan.

Dalam mengembangkan fitrah beragama anak dalam lingkungan keluarga,

di samping upaya-upaya yang telah dilakukan di atas maka orang tua memikul

tanggung jawab untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya

agar nantinya mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya. Untuk itu


seorang anak harus dibekali dengan ilmu pengetahuan, keterampilan dan yang

paling penting adalah membekali dengan pendidikan agama sedini mungkin, baik

tidaknya anak sangat tergantung pada pendidikan dari orang tuanya.

8
Amir Daien, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), h. 103.
9
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Cet. XIV, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014), h. 138.
7

Pendidikan agama yang harus ditanamkan tentang ibadah-ibadah yang

wajib dikerjakan terutama masalah ibadah shalat yang wajib dikerjakan lima kali

dalam sehari semalam. Orang tua harus menanamkan pendidikan shalat sedini

mungkin agar nanti anak terbiasa untuk melaksanakan dengan penuh

kesadarannya sendiri. Pembinaan pada anak selalu berpengaruh pada orang tua

agar anaknya bisa bertanggungjawab, atau mempedulikan tata nilai yang

dijunjung tinggi dalam lingkungan maupun masyarakat di sekitarnya.

Orang tua hendaknya memberikan hubungan yang harmonis antara

anggota keluarga (ayah dengan ibu, orang tua dengan anak dan anak dengan

anak). Hubungan yang harmonis, penuh pengertian dan kasih sayang akan

membuahkan perkembangan perilaku anak yang baik. Sedangkan yang tidak

harmonis seperti sering terjadi pertentangan atau perselisihan akan mempengaruhi

perkembangan pribadi anak yang tidak baik seperti keras kepala, pembohong,

kurang mempedulikan norma-norma yang berlaku dan berkembang dalam dirinya,

dan sikap bermusuhan kepada orang lain. Orang tua hendaknya membimbing,

mengajarkan atau melatihnya dengan ajaran-ajaran agama terhadap anak seperti

syahadat, shalat dan mengajarkan doa-doa serta akhlak terpuji.10

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling sukses untuk

mempersiapkan akhlak seorang anak dan membentuk jiwa serta rasa sosialnya.
Sebab orang tua adalah contoh terbaik terhadap pandangan anak dan akan menjadi

panutan baginya. Disadari atau tidak sang anak akan mengikuti tingkah laku orang

tuanya. Bahkan akan mengikuti kata-kata, tindakan, rasa, dan nilainya di dalam

jiwa dan perasaannya, baik tahu maupun tidak tahu.

10
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, h. 139.
8

Teladan merupakan faktor yang sangat dalam untuk memperbaiki atau

merusak anak. Jika orang tuanya bersikap jujur, amanah, berakhlak mulia, berani

dan suci. Tapi, jika orang tuanya pendusta, penghianat, kikir, pengecut dan hina

maka anaknya akan tumbuh dengan sikap pendusta, kikir, pengecut dan hina,

bahkan akan lebih parah lagi sikap anak terhadap orang tuanya. Seperti ada

ungkapan yang berbunyi “jika orang tua kencing berdiri, maka anak akan kencing

berjalan, jika orang tua kencing berjalan, maka anak akan kencing berlari”.

Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa sikap anak itu tidak jauh dari

sikap orang tuanya.

Apabila orang tuanya tidak mampu mengemban tanggung jawab dan

amanah dengan baik, tidak mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perilaku

menyimpang pada anak serta upaya untuk mencegah dan menanggulanginya,

niscaya anak-anak itu akan menjadi generasi yang terpuruk dan tercela di

masyarakat. Mereka potensial menjadi pelaku tidak anarkis dan kriminalis.

Pembinaan orang tua tentang agama dalam melaksanakan shalat lima

waktu sebagai pondasi kehidupan dan mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap perkembangan anak-anaknya. Sesungguhnya dalam ajaran agama Islam

terdapat perintah untuk menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan melalui

jalur keluarga, sekolah dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang untuk mempertajam pokok masalah dalam

penelitian ini maka dijabarkan dalam submasalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional

pada anak usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko

Kabupaten Enrekang?
9

2. Bagaimana kecerdasan emosional pada anak usia Sekolah Dasar di Desa

Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang?

3. Bagaimana realisasi peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan

emosional pada anak usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan Kecamatan

Baroko Kabupaten Enrekang?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, fokus penelitian menelaah pada persoalan peranan

orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar

di Desa Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang yang dilihat dari

beberapa perspektif meliputi peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan

emosional pada anak usia sekolah dasar, kecerdasan emosional pada anak usia

sekolah dasar dan realisasi peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan

emosional pada anak usia sekolah dasar.

2. Deskripsi Fokus

Deskripsi fokus merupakan penegasan untuk menjabarkan fokus penelitian

terkait batasan masalah yang akan di teliti, untuk menghindari terjadinya

penafsiran yang keliru maka perlu dijelaskan tentang deskripsi dari fokus

penelitian yaitu :
10

Tabel 1.1 Deskripsi Penelitian

No
Fokus Uraian

1 Peranan orang tua a. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua

dalam membentuk kecerdasan emosional

pada anak usia sekolah dasar yaitu orang

tua selalu mengarahkan, membimbing

anaknya untuk melakukan sesuatu yang

bersipat positif seperti membimbing

anaknya untuk selalu melaksanakan

shalat wajib, baik di rumah maupun di

masjid. Selalu menasehati anaknya

untuk tidak berbuat kasar kepada

temannya, selalu mengarahkan anaknya

untuk membantu temannya yang sedang

kesusahan.

2. Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional pada anak usia

pada anak usia sekolah sekolah dasar berbeda beda, ada yang

dasar. kecerdasan emosionalnya tinggi ada pula

yang sedang dan ada pula yang rendah.

Mengapa demikian,karena ketika kecerdasan

emosionalnya tinggi anak bisa mengontrol

emosinya, bisa memotivasi diri sendiri

sehingga ketika anak di ejek sama temannya

dia bisa sabar tanpa harus membalas

perbuatan temannya tersebut. Anak juga

mengerjakan tugas dari guru tanpa


11

bimbingan dari orang tua. Karena adanya

kesadaran bahwa ketika kita tidak belajar

maka otomatis kita tidak mengerti apa yang

sudah diajarkan oleh guru.

Realisasi peran orang Realisasi peran orang tua dalam membentuk


3
tua kecerdasan emosional pada anak usia
sekolah dasar adalah orang tua memberikan
hadiah kepada anaknya yang memiliki
prestasi/kelebihan yang luar biasa terkhusus
dalam bidang keagamaan seperti menghapal
Al-Qur’an, memiliki kelebihan tentang
membaca Al-Qur’an baik secara Tilawah
maupun secara Tartil.

Lokasi Desa Patongloan Kecamatan Baroko


4.
Kabupaten Enrekang.

D. Kajian Pustaka

Untuk memudahkan dalam melakukan penelitia maka peneliti mengambil


bahan penujang dan pembanding dari beberapa buku dan literatur-literatur antara
lain:

1. Skripsi yang ditulis oleh Emma Mukarromah 2008 dengan judul

skripsi“Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Agresif

Pada Polisi Samapta di Polda Metro Jaya”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan emosional

dengan perilaku agresif pada polisi samapta di Polda Metro Jaya. Artinya

semakin tinggi kecerdasan emosional subyek, semakin rendah perilaku


12

agresifnya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat kecerdasan

emosional seseorang, semakin tinggi pula perilaku agresifnya, namun

ringkat hubungan tersebut agak rendah.11

2. Skripsi oleh Nuri Aprelia dan Herdina Indrajati 2014 dengan judul skripsi

“Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku tawuran pada

remaja laki-laki yang pernah terlibat tawuran di SMK B Jakarta”,

menunjukkan bahwa tawuran memiliki hubungan negatif antara

kecerdasan emosional dengan perilaku delikuensi pada remaja yang

pernah terlibat tawuran di Jakarta.12

3. Skripsi oleh Herlinawati 2008 dengan judul skripsi “Peranan Orang tua

dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Santri di Pengajian Anak-anak

Nur Farhan Pepringan Yogyakarta”, hasil penelitian penunjukkan bahwa

sebagia besar orang tua pengajian anak-anak Nur Farhan melatih emosi

anak dengan gaya parenting guru emosi sebesar 63,93%. Strategi yang

digunakan orang tua pengajian anak-anak Nur Farhan dalam membentuk

kecerdasan emosional santri meliputi: menyadari emosi anak yang

menganggap emosi anak sebagai sebuah kesempatan untuk akrab dan

mendidik, menghindari kritik berlebihan atau komentar menghina

menertawakan dan lain-lain. Dalam membentuk kecerdasan emosional,


orang tua harus bekerja sama dengan pengurus pengajian anak-anak Nur

Farhan.13

11
Emma Mukarromah, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif
Pada Polisi Samapta di Polda Metro Jaya, (Diakses 1 september 2020).
12
Nuri Aprelia dan Herdina Indrajati, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan
Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki di SMK B Jakarta, (Diakses 1 September 2020).
13
Herlinawati, Peranan Orangtua dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Santri di
Pengajian Anak-anak Nur Farhan Pepringan, (Diakses 1 September 2020).
13

4. Skripsi oleh Salamatul Firdaus 2016 dengan judul skripsi “Peranan Orang

tua dalam Mendidik Kecerdasan Emosional Anak Usia 6 sampai 12 tahun

dalam Perspektif Pendidikan Islam”, hasil penelitian menunjukkan bahwa

peran orang tua dalam mendidik kecerdasan emosional anak usia 6-12

tahun meliputi melatih anak untuk mengenali emosi diri, melatih anak

untuk mengolah emosi, melatih anak untuk memotivasi diri sendiri,

melatih anak untuk mengenali emosi orang lain. Peran tersebut dapat di

kenalkan orang tua melalui nilai-nilai yang di praktekkan oleh orang tua

itu sendiri melalui kasih sayang, mengajarkan tata karma, menumbuhkan

empati serta mengajarkan arti kejujuran dan berfikir realistik.14

5. Skripsi oleh Syahraini Tambak 2019 dengan judul skripsi “Peran Orang

Tua Dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Anak Di Desa Petonggan

Kecamatan Rakit Kulim Kabupaten Indragiri Hulu.15

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional

pada anak usia sekolah dasar.

b. Untuk mengetahui kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar.


c. Untuk mengetahui realisasi peran orang tua dalam membentuk kecerdasan

emosional pada anak usia sekolah dasar.

14
Salamatul Firdaus, Peranan Orangtua Dalam Mendidik Kecerdasan EmosionalAnak
Usia 6-12 Tahun Dalam Perspektif Pendidikan Islam(2016), (diakses 1 September 2020).
15
Syahraini Tambak, Peran Orangtua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional
Anak,( 2017), (diakses 13 januari 2021)
14

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan ilmiah, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsi

pengetahuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang

Pendidikan Agama Islam.

b. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini dapat berguna bagi siapa saja yang ingin

mengetahui peranan orang tua terhadap pembentukan kecerdasan emosional

anak dalam mendidik dan mengarahkan anak terutama dalam membentuk

kecerdasan intelektual mereka. Peserta didik, guru, tokoh-tokoh pendidik,

tokoh Agama, dan masyarakat secara umum sebagai referensi pengetahuan

dalam meningkatkan penghayatan dan pengalaman nilai nilai luhur di

Indonesia baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial

masyarakat, dimasa sekarang maupun yang akan datang.


BAB II
TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (Emotional Quotient) terdiri dari dua kata, yaitu

emosional (emotional) dan kecerdasan (quetiont) dengan demikian penulis akan

menjelaskan satu persatu.

1. Emosional

Kata pertama adalah emotional. Asal kata emotional adalah emotion

(emosional) yang dalam kamus lengkap psikologi berarti “suatu keadaan yang

terangsang dan organisme, mencakup perubahan perubahan yang disadari, yang

mendalam sifatnya dan perubahan perilaku”. Emosional diartikan sebagai :

pertama, berkaitan dengan ekspresi emosional atau dengan perubahan-perubahan

mendalam yang menyertai emosional, kedua mencirikan individu yang mudah

terangsang untuk menampilkan tingkah laku emosional.16

Semua emosional pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak,

rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara

berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosional berasal dari bahasa latin

yakni movere, yang berarti menggerakkan, bergerak, ditambah awalan “e” untuk

memberi arti “bergerak, menjauh”. Ini menyiratkan bahwa kecenderungan


bertindak merupakan hal mutlak dalam emosional.17 Emosional mempunyai arti

yang agak berbeda dengan perasaan, didalam pengertian emosional sudah

terkandung unsur perasaan yang mendalam(intense), sedangkan perasaan bagian

dari emosional. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia “emosional adalah

16
James P, Dictionary of Psychology, Terj. Kartini kartono, Kamus Lengkap Psikologi,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 165.
17
James P, Dictionary of Psychology, terj. Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, h.
7.

15
16

keadaan perasaan yang meluap dan berkembang lalu surut dalam waktu

singkat”.18

Menurut Daniel Goleman emosional merujuk pada “suatu perasaan dan

pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, serangkaian kecenderungan

untuk bertindak”.19 Sedangkan menurut Crow yang telah dikutip oleh E. Usman

Efendi dan Juhaya S. Praja menyatakan bahwa emosional merupakan suatu

keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi/berperan sebagai inner

adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai

kesejahteraan dan keselamatan individu.20

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa emosional adalah

suatu keadaan atau luapan perasaan yang mendalam dan bergejolak yang terjadi

dalam diri manusia.

a. Quotient (kecerdasan)

Kata kedua adalah quotient (kecerdasan). Kecerdasan atau intelligence

dalam kamus lengkappsikologi adalah kemampuan menghadapi dan

menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. 21

Menurut William Stem yang dikutip oleh Usman Efendi dan Juhaya S.

Praja menyatakan bahwa “intelligence merupakan kapasitas atau kecakapan


umum pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya pada

18
EM Zul Fajr & Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Difa
Publiser), h. 280.
19
Daniel Gileman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1998), h. 411.
20
E. Usman Effendi, Juhaya S. Praja S, Pengantar Psikologi, (Bandung: Angkasa 1989),
h. 81.
21
EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 253.
17

situasi yang dihadapinya”.22 Sedangkan kecerdasan dalam istilah umum

digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan,

seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir

abstrak, memhami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar, sehingga dapat

diartikan sebagai sikap manusia yang mampu mengambil pelajaran dan hikmah

dari setiap persoalan sekaligus upaya mereka untuk menjadi lebih baik lagi

dimasa depan.23

Dari beberapa pengertian kecerdasan di atas menunjukkan bagaimana cara

individu bertingkah laku dan bertindak, yaitu cepat atau lambatnya individu di

dalam menyelesaikan dan memecahkan suatu masalah yang di hadapinya.

Intelegensi berkenaan dengan fungsi mental kompleks yang dimanifestasikan atau

direalisasikan dalam tingkah laku.

2. Kecerdasan Emosional

Pengertian kecerdasan emosional diartikan oleh beberapa pakar

diantaranya Goleman yang mengaitkan kecerdasan emosional atau emotional

quotient merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan

perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan

mengelolah emosional diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Kemampuan yang berbeda namun saling melengkapi, dengan kecerdasan


akademik (academic intelligence) yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni

yang diukur dengan IQ. Banyak orang yang cerdas, dalam arti terpelajar akan

22
E. Usman Effendi, Juhaya S. Praja S. Praja, Pengantar Psikologi, h. 88.
23
Tim Penyusun Kamus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru (Jakarta : Balai
Pustaka, 2003), h. 108.
18

tetapi lemah dalam kecerdasan emosional, ternyata bekerja dengan orang yang

ber-IQ lebih rendah tetapi unggul dalam kecerdasan emosional.24

Dalam Islam kecerdasan emosional dikenal dengan istilah kecerdasan

qalbiah. Sebagaimana dalam struktur kepribadian, struktur nafsani manusia

terbagi atas 3 komponen yaitu kalbu, akal dan nafsu. Kecerdasan qalbiah meliputi

kecerdasan intelektual, emosional, moral, spiritual dan agama.25 Namun peneliti

hanya berfokus pada kecerdasan emosional, dimana kecerdasan emosional disini

yaitu kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu implusif

dan agresif. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-

hati, waspada, tenang, sabar dan tabah ketika mendapat musibah, dan berterimah

kasih ketika mendapatkan kenikmatan.26

Hal lain yang menekankan pentingnya menjaga hati adalah bahwasanya

hati merupakan kendaraan yang digunakan seseorang untuk menempuh perjalanan

menuju akhirat, karena sesungguhnya perjalanan menuju Allah SWT adalah

perjalanan hati, bukan perjalanan jasad. “Menempuhjarak perjalanan menuju-Nya

itu dengan hati, bukan dengan berjalan mengendarai kendaraan”.27

Anthoni Dio Martin mengatakan dalam dalam sebuah pepatah “you hand

will not reach what your heart does desire”, “tangan tak mungkin dapat meraih

24
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosinal, terj. T. Hermaya ( Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2003), h. 512.
25
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam( Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 325.
26
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2007), h. 96.
27
Khalid bin Abdullah Al Mushlih, Hati Yang Bersih, Official Website of Khalid Bin
Abdullah Al Mushlih, (1 juli 2014), (diakses 1 September 2020).
19

apa yang tak diinginkan hati anda”.28 Maksud dari pepatah itu ialah kita

mempunyai banyak prestasi karena terkait dengan keinginan hati kita.

Menurut Daniel Goleman yang dikutif oleh Jeane Siagel menuliskan

bahwa empati sebagai keterampilan dasar manusia, sehingga orang yang memiliki

empati adalah pemimpin alamiah yang dapat mengekspresikan dan mengartikulasi

sentiment kolektif yang tidak diucapkan untuk membimbing suatu kelompok

menuju cita-citanya.29 Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional merupakan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan

dengan kemampuan individu dalam membina hubungan dengan lingkungan sosial

yang menggambarkan kepekaan individu terhadap etika sosial, dimana seseorang

dapatmengenali perasaan dirinya maupun orang lai, kemampuannya memotivasi

diri, mengelolah emosional dengan baik dan mampu membina hubungan dengan

orang lain yang menunjukkan seseorang mempunyai kepedulian terkait etika dan

moral, kejujuran, perasaan, amanah kesopanan dan toleransi.

3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Lima dasar kemampuan dalam teori kecerdasan emosional menurut Daniel

Goleman , diantaranya yaitu :

a. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali

perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari

kecerdasan emosional, yakni kesadaran seseorang akan emosionalnya sendiri.

Kesadaran diri membuat kita lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran

28
Anthiny Dio Martin, Smart Emotions : volume 1: Membangun Kecerdasan Emosi ( cet.
III, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007), h. 59.
29
Jeane Seagel, Melejikan Kepekaan Emosional :Cara Baru Praktis Untuk Menggunakan
Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda, terjemahan dari Raising your Emotinal Intelligence,
terj. Ari Nilandari (cet. II, Bandung: 2001), h. 139.
20

tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu yang menjadi mudah

larut dalam aliran emosional dan dikuasai oleh emosional. Kesadaran diri

memang belum menjamin penguasaan emosional, namun merupakan salah satu

syarat penting untuk mengendalikan emosional sehingga individu mudah

menguasai emosional.30

b. Mengelola Emosional

Mengelola emosional merupkan kecakapan atau keterampilan seseorang

dalam menghadapi perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai

keselarasan dalam diri individu. Menjaga agar emosional yang merisaukan tetap

terkendali merupakan kunci menuju kematangan emosional. Emosional

berlebihan yang meningkat dalam waktu yang relatif lama akan mengganggu

kestabilan individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan menenangkan diri

sendiri, melepaskan kecemasan, kemarahan ketersinggungan, dan kemampuan

untuk bangkit dari keterpurukan.31

Suharsono mengutip sebuah hadist Nabi riwayat Hakim dan Ibnu Hibban

yang artinya “ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi oleh Allah

dalam pemeliharaan-Nya yang dimasukkan ke dalam surga-Nya, yaitu apabila

diberi, ia berterimah kasih, apabila berkuasa ia selalu memaafkan, dan apabila

marah ia menahan diri (mampu menguasai diri)”.32

c. Memotivasi diri sendiri

Meraih prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri

individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan

30
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Terjemahan, T. Hermaya, h. 513
31
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Terjemahan, T. Hermaya, h.516
32
Suharsono, Melejitkan IQ, EQ, SQ. (cet, I, Jakarta: Ummah Publishing, 2009), h.203.
21

dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan memotivasi diri

yang positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis, dan keyakinan diri.

d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut dengan empati.

Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,

menunjukkan kemampuan empati sesorang. Individu yang memiliki kemampuan

empati lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan

orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e. Membina hubungan sosial kepada orang lain

Kemampuan membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama.

Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam

keberhasilan membina hubungan. Terkadang manusia sulit untuk mendapatkan

apa yang diingankannya dan sulit memahami keinginan serta kemauan orang

lain.33

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional

Terbentuknya kecerdasan emosional dipengaruhi oleh bebrapa faktor,

secara garis besar terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal ialah apa yang ada dalam diri individu yang dapat

mempengaruhi kecerdasan emosionalnya. Faktor internal ini memiliki dua sumber

yaitu segi jasmani dan psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan

individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang terganggu ada kemungkinan akan

33
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Terjemahan, T. Hermaya, h.520.
22

mempengaruhi proses kecerdasan emosionalnya. Dalam segi psikologis mencakup

didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir dan motivasi.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan

emosional berlangsung. Faktor eksternal meliputi : stimulus itu sendiri, kejenuhan

stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang

dalam memperlakukan kecerdasan emosional. Objek lingkungan yang

melatarbelakangi merupakan kesatuan yang sulit untuk dipisahkan.

Menurut Agustian faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan

kecerdasan emosional yaitu :

1) Faktor Psikologi

Faktor psikologi merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Faktor ini membantu individu mengelolah, mengontrol, mengendalikan dan

mengkordinasikan keadaan emosional agar termanifestasi dalam perilaku secara

efektif. Menurut Goleman kecerdasan sangat erat kaitannya dengan keadaan otak

emosional. Bagian otak yang mengurusi emosional dalam system limbic. Sistem

limbic terletak jauh dalam himsper otak besar terutama bertanggungjawab atas

pengaturan emosional dan implus. Peningkatan kecerdasan emosional dapat


dilakukan dengan cara berpuasa. Berpuasa tidak hanya mengendalikan dorongan

fisiologis manusia, tetapi juga mampu mengendalikan kekuasaan implus

emosional. Puasa yang dimaksud disini adalah salah satunya puasa Sunnah senin-

kamis.

2) Faktor Pelatihan Emosional

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan

kebiasaan, dan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada
23

pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan

berkembang menjadi kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa

dilatih. Melalui puasa senin-kamis dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional

yang negatif agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan

dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk mellui puasa senin-kamis

akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi

pembangunan kecerdasan emosional.

3) Faktor Pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk

mengembangkan kecerdasan emosional. Individu mulai dikenalkan dengan

berbagai bentuk emosional dan bagaimana mengelolahnya melalui pendidikan.

Pendidikan todak hanya berlangsung di sekolah, tapi di lingkungan keluarga dan

masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada

kecerdasan akademik saja, memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta

menjadikan agama sebagai ritual saja. Puasa Senin-Kamis yang dilaksanakan

secara berulang-ulang dapat membantu pengalaman keagamaan yang

memunculkan kecerdasan emosional. Puasa sunnah Senin-Kamis mmpu mendidik

individu untuk kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, letahanan mental,

kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi, sebagai


bagian dari pondasi kecerdasan emosional.34

Menurut Quraish Shihab yang dikutip oleh Suyadi untuk mendidik

kecerdasan emosional anak caranya dengan menggunakan metode yang

digunakan oleh Allah dalam mendidik para hamba-Nya. Dalam konteks yang

34
Ary GinanjarnAgustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan
spiritual ESQ Emotional spitirual quotient bersasarkan 6 rukun imam dan 5 rukun islam,(cet. I,
Jakarta: Arga Publishing, 2001), h. 87.
24

lebih spesifik, yakni pendidikan anak usia dini, kisah atau cerita ternyata mampu

menyentuh emosional spiritual anak didik dengan cara yang memukau. Seluk

beluk sebuah cerita atau kisah menghanyutkan emosional anak sehingga mereka

seolah-olah merasa hidup dan terlibat langsung dalam kisah tersebut. Tidak heran

jika anak bias menitikan air mata ketika menyimak kisah-kisah yang megharukan

atau terlalu membahagiakan.35

Suyadi juga berpendapat bahwa cara mendidik kecerdasan emosional

adalah berdzikir, karena dzikir dan kecerdasan mempunyai koneksi yang kuat.

Bukan hanya IQ semata, tetapi mencakup EQ, bahkan kolaborasi ketiga

kecerdasan tersebut akan membentuk kecerdasan baru yang disebut oleh Abdul

Munir Mulkan sebagai kecerdasan makrifat (MaQ).36

Sedangkan menurut Ishak W. Talibo cara mendidik kecerdasan emosional

adalah ditandai dengan adanya pendidikan akhlak, karena menurut Ishak

pendidikan Islam disamping berupaya membina kecerdasan emosional intelektual,

juga membina kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pendidikan Islam

membina dan meluruskan hati terlebih dahulu dari penyakit-penyakit hati dan

mengisi dengan akhlak yang terpuji, seperti ikhlas, jujur, kasih saying, tolong-

menolong, bersahabat, serta silaturrahmi. Ajaran akhlak yang demikian inilah

yang menjadi titik berat dalam proses pendidikan Islam.37 Kecerdasan emosional
bukan semata-mata warisan dari genetic orangtua, melainkan sesuatu yang

diajarkan, dibiasakan dan selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

35
Suyadi, Ternyata Anakku Bisa Kubuat Genius, Inilah Panduannya Untuk Para
Orangtua dan Guru (Yogyakarta: Power Books, 2009), h. 145.
36
Suyadi, Quantum Dzikir, ( Interaksi Dzikir dan Optimasi Kecerdasan Manajemen
Dzikir Berorientasi Sempurnanya SQ, EQ, dan IQ, (Jogjakarta : Diva Press, 2008), h. 5.
37
Ishak w. Thalibo, Membangun Kecerdasan Emosional Dalam Perspektif Islam, jurnal
Iqra’.word press.com, 2008.
25

B. Peran Orangtua

1. Pengertian Peran Orang Tua

Orang tua merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya dari mereka

pertama menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan

terdapat dalam kehidupan keluarga.38 Istilah orang tua bukanlah kata yang asing

lagi di dengar di dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum orang tua biasa

diartikan sebagai ibu dan bapak kandung atau bisa juga orang yang dianggap

sudah tua.

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan.

Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah

melahirkan kita yaitu ibu dan bapak. Karena orang tua adalah pusat kehidupan

rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka

setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh

sikapnya terhadap orang tuanya. 39

a. Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga

Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya

memiliki tugas dan peran yang sangat penting. Adapun tugas dan peran orang tua

terhadap anaknya dapat dikemukakan sebagai berikut (a) melahirkan, (b)


mengasuh, (c) membesarkan, (d) mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta

menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Di samping itu juga

harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi

38
Syaiful Bahri Djamarah, Peran Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2014), h. 162.
39
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, ( cet.17, Jakarta : Bulan Bintang, 2010), h. 46.
26

tauladan dan mampu memberikan motivasi-motivasi yang bisa membuatnya lebih

semangat untuk belajar demi kehidupan yang akan datang.40

Seorang anak merupkan penerus dalam jenjang yang tinggi seperti anak

akan mendapatkan warisan dari keluarganya. Sebagaimana Firman Allah dalam

QS An-Nisa/4: 9.

           

   

Terjemahnya :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, mereka khwatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar.41

Secara sosial-psikologi, keterlibatan orang tua dalam mendidik anak-

anaknya adalah tuntunan sosial dan kejiwaannya. Sebab pada umumnya setiap

individu berkeinginan memiliki posisi terhormat dihadapan orang lain dan setiap

individu meyakini bahwa kehormatan adalah kebutuhan naluri insanianya. Tidak

seorangpun menjatuhkan martabatnya sendiri di hadapan orang lain, dalam

konteks ini anak adalah simbol sosial dan kebangsaan psikologi orangtua

dilingkungan sosialnya. Lingkungan yang baik juga akan ikut berbangga hati jika

40
Yaumil Agoes Achir, Peranan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Anak, buku
seri keluarga sejahtera, (Jakarta: 1995), h. 14.
41
Lajnah Pentasih Al-Qur’an Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid dan Terjemahan,
(Jakarta : Magfirah Pustaka 2006), h. 412.
27

terdapat anak, generasi penerus yang berkualitas mampu meningkatkan martabat

dan nama baik lingkungan sosial dan bangsanya.42

Pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya bersipat kodrati.

Suasana dan strukturnya berjalan secara alami untuk membangun situasi

pendidikan. Situasi pendidikan tersebut terwujud berkat adanya pergaulan dan

hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara orangtua dan anak.43

Sehubungan dengan peranan orang tua terhadap anaknya, menurut Achir

dalam bukunya Peranan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Anak

mengemukakan bahwa: orang tua hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan

peranan dan fungsinya sebagai berikut.

1) Sebagai tokoh yang diterimah anak, maka pola asuhnya berisi pemberian

keteladanan.

2) Sebagai tokoh yang mendorong anak, maka pola asuhnya adalah

pemberian kekuatan pada anak, kemandirian, motivasi untuk berusaha

dan mencoba bangkit kembali bila mana gagal.

3) Sebagai tokoh yang mengawasi, pola asuhnya adalah berisi pengendalian,

pengarahan, pendisiplinan, ketaatan dan kejujuran. Orang tua perlu

memberikan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan anak.44

Kamus Besar Indonesia menyebutkan orangtua artinya orang yang

membesarkan kita sejak balita, sedangkan dalam penggunaan bahasa Arab istilah

orangtua dikenal dengan sebutan Al-Walid.45

42
Muh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, ( Yogyakarta : PT. Lkis Printing Cemerlang,
2009), h.40.
43
Syaiful Bahri Djamaah, Peranan Keluarga dan Komunikasi dalam Keluarga, ( Jakarta :
Rineka Cipta, 2014), h. 163.
44
Yaumil Agoes Achir, Peranan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Anak, Buku
Seri Keluarga Sejahtera,( Jakarta : 1995), h. 11.
28

Banyak dari kalangan para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang

pengertian orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Karti Kartono, di

kemukakan “Orang tua adalah pria dan wanita yang terkait dalam sebuah

hubungan suami istri(pernikahan) yang akan bertanggungjawab untuk

keluarganya sebagai orang tua buat anak-anaknya yang akan dilahirkannya.46

C. Realisasi Peran Orang Tua

Menurut Al-Mainawi yang menyatakan bahwa,“Hendaknya kedua orang

tua yang menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya. Mereka tidak boleh melakukan

sesuatu kepada anak-anaknya, Sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya

dan hendaknya kedua orang tua tidak melarang sesuatu kepada anak-anaknya,

sedangkan mereka sendiri mengerjakannya”.

Sehubungan dengan pelaksanaan peranan tersebut, orang tua harus

memiliki kemampuan tentang bagaimana cara membimbing melalui berbagai hal

yaitu dengan menggunakan metode-metode pendidikan Islam yang ada dalam

rumah tangga dan pengajaran tentang agama yang diberikan kepada anak serta

keaktifan orangtua tersebut dalam membimbing anak.

Metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan

pendapat Hadari Nawawi yaitu pendidikan Islam dalam rumah tangga terbagi
menjadi 6 cara (6 metode) yaitu :

1. Mendidik melalui keteladanan, dalam metode ini orang tua mencontohkan

seperti apa Rasulullah mencontohkan kepada ummatnya supaya anak nantinya

memiliki sifat-sifat seperti yang diteladankan oleh Rasulullah saw. keteladan

sangat penting. Artinya, dalam interaksi pendidikan seorang anak tidak hanya

45
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, h. 110.
46
Kartini Kartono, 1982, h. 27.
29

menangkap/memperoleh makna dari suatu ucapan orang tuanya, akan tetapi

justru melalui dari keseluruhan pribadi yang tergambar dalam sikap dan

tingkah laku para orang tuanya.

2. Mendidik melalui kebiasaan, pendidikan dengan membentuk kebiasaan harus

dilakukan secara berulang-ulang. Untuk itu orang tua harus mampu memilih

kebiasaan-kebiasaan yang bersifat baik, dan membuang kebiasaan buruk yang

akan dilatih kepada anak-anak sejak dini.

3. Mendidik melalui nasehat dan cerita, dengan pendidikan seperti ini orang tua

harus bertutur kata dengan sopan kepada anak-anaknya, sehingga anak bisa

memahami setiap perkataan yang kita keluarkan dari mulut. Karena setiap

tutur kata yang kita keluarkan akan ditiru oleh anak.

4. Mendidik melalui disiplin, sejak dini orang tua harus mengenalkan dan

mengajarkan tata tertib kepada anak yang berlaku dalam keluarga, agama,

masyarakat dan agama supaya anak bisa membedakan antara norma/aturan

yang baik dengan tidak baik. Proses pendidikan melalui sikap disiplin

memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan yang akan menyadarkan anak

terhadap hak dan kewajiban serta tanggung jawab keluarga, masyarakat,

agama, bangsa dan Negara.

5. Mendidik melalui partisipasi, dalam rangka interaksi pendidikan yang


bermaksud untuk mewujudkan kepribadian yang baik, orang tua memberikan

kesempatan kepada anak untuk berpartisispasi melalui proses bertukar pikiran

dan mengikut sertakan anak agar memperoleh pengalaman secara langsung.

Pengikut sertaan ini harus mengutamakan untuk memberikan pengalaman dan

orang tua tidak menuntut proses serta hasil yang baik. Partisipasi ini menjadi

sangat penting, artinya dalam membantu anak-anak mempergunakan waktu


30

senggangnya dengan kegiatan yang positif, kreatif dan juga untuk

melaksanakan kegiatan beribadah kepada Allah swt.

6. Mendidik melalui pemeliharaan dan perlindungan, satu pihak memerlukan

cinta ikhlas dengan melepaskan kepentingan pribadi dan kewibawaan karena

mampu membuat obyektif. Dipihak lain pendidikan melalui pemeliharaan

akan menimbulkan kepercayaan, rasa hormat dan segan, kepatuhan dan

ketaatan. Kasih sayang yang di berikan sacara tulus, sehingga menampilkan

kerelaan dalam memelihara dan melindungi anak, akan menimbulkan

kewibawaan dalam interaksi anak dengan orang tua. Kewibawaan diartikan

sebagai rasa hormat dan menimbulkan kepatuhan.

Al-Qur’an menjelaskan emosi-emosi yang dirasakan manusia seperti takut,

marah, gembira, gelisah, benci, iri, menyesal, malu serta hina. Rasa takut di

jelaskan dalam QS Al-Anbiya/20:40.

          

Terjemahnya:
Sebenarnya (hari kiamat) itu akan datang kepada mereka dengan secara
tiba-tiba lalu membuat mereka menjadi panik, Maka mereka tidak sanggup
menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi penangguhan (waktu).
Tanggung jawab pokok pendidikan agama seorang anak seharusnya ada di

tangan masing-masing orang tua bukan di tangan seorang guru atau sebuah

sekolah, karena anak tersebut merupakan amanah dari Allah swt dan dalam

keluarga juga anak pertama kali mendapatkan pendidikan tentang agama. Sekolah

ataupun guru hanya sebagai pendukung untuk meneruskan dan membantu orang

tua dalam membimbing anak melaksanakan tugas yang diberikan seperti shalat

adalah kewajiban, seharusnya anak yang tidak melaksanakan shalat hendaklah

dihukum agar bisa melatih sianak untuk lebih disiplin lagi dalam melaksanakan
31

apa yang telah diajarkan atau disurukan oleh orang tua, hukuman bagi anak yang

tidak mengerjakan tugas di rumah bisa dilakukan dengan cara lain seperti

mengurangi uang jajan anak atau melakukan pendekatan terhadap anak, serta bisa

juga dengan cara memberikan hadiah sebagai penyemangat bagi anak tersebut.

Hal yang terpenting adalah orang tua sendiri harus bisa memberikan contoh yang

baik bagi anak dengan cara rutin melaksanakan sholat lima waktu, agar anak juga

dapat menjadikan orang tuanya sebagai panutan yang baik.

Orang tua memiliki eksistensi sebagai pendidik yang utama dan pertama

dalam meletakkan dasar pendidikan terhadap anak, dalam hal ini Abdullah Nashi

Ulwan mengatakan “orang pertama dan terakhir yang bertanggungjawab

mendidik anak dengan keimanan dan akhlak, membentukya dengan kematangan

intelektual dan keseimbangan fisik dan psikisnya serta mengarahkan kepada

kepemilikan ilmu yang bermanfaat dan bermacam-macam kebudayaannya adalah

orangtua.47

Begitu pentingnya peranan orang tua dalam memberikan pendidikan

terhadap anak-anaknya, Abdullah Nashi Ulwan mengatakan seperti yang dikutip

oleh Syauqi bahwa:


Bukanlah anak yatim itu, adalah seorang anak yang kedua orang tuanya
telah pergi dari kesusahan hidup dan meninggalkannya dalam keadaan
hina, sesungguhnya anak yatim itu adalah anak yang mendapatkn seorang
ibu yang mengabaikannya atau seorang ayah yang sibuk.48

Dalam hal ini orang tua memiliki tanggungjawab dalam mendidik anak-

anaknya, tanggungjawab tersebut adalah :

47
Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet.II, Makassar: Yayasan Pendidikan Fatiyah,
2005), h. 102.
48
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan terjemahan, (cet. VI, Jakarta : Ljnah Pentasih
Mushap al-qur’an, 2007), h. 561.
32

1. Memelihara dan membesarkan anak adalah tanggung jawab yang sangat

sederhana bagi orang tua dan merupakan dorongan alami bagi

kelangsungan hidup secara umum.

2. Melindungi dan menjamin keselamatan, baik jasmani maupun rohani dari

gangguan penyakit dan penyelewengan tujuan hidup yang sesuai dengan

falsafah hidup dan agama yang dianutnya.

3. Memberi pengajaran yang sangat luas sehingga anak dapat mencapai ilmu

pengetahuan yang luas dan tinggi.

4. Membahagiakan anak dunia dan akhirat, baik materi maupun spiritual

sesuai dengan pandangan hidup seorang muslim.

Dalam mengarahkan anak, orang tua harus sabar dan bijaksana, orang tua

harus memahami kondisi dan situasi yang cocok untuk pola pikir anak dan

kemampuan yang dimiliki anak. Ada beberapa macam yang perluh diperhatikan

dalam membimbing belajar sebagaimana yang diungkapkan oleh Kartini Kartono

sebagai berikut:

1. Menyiapkan fasilitas belajar, seperti alat tulis, buku-buku pelajaran, dan

ruangan belajar, agar dapat membantu dan anak menjadi semangat untuk

belajar dan mendapatkan prestasi belajar.

2. Mengontrol setiap pembelajaran dirumah, agar dapat mengetahui anaknya


belajar dengan baik atau tidak.

3. Mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah, sehingga orangtua

dapat mengetahui apakah anaknya menggunakan waktu dengan sebaik-

baiknya atau tidak.

4. Mengetahui kendala anak dalam proses pembelajaran agar orang tua dapat

membantu anak pada saat anaknya dalam kesusahan saat belajar.


33

5. Memberikan dorongan dan membimbing anak dengan cara memberi

bimbingan belajar yang anak butuhkan.49

D. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kajian pustaka baik teoritis maupun empirik, peneliti

menggambarkan kerangka pemikiran pola hubungan antara : peran orang tua,

kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar, dan realisasi peran orangtua

dengan, dengan diagram sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kerangka Konseptual

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan dan keterampilan yang

berkaitan dengan kemampuan individu yang meliputi:

Kesadaran diri Mengelolah emosional Motivasi diri

Kemampuan Kemampuan seseorang Kemampuan seseorang

seseorang untuk untuk mengendalikan untuk mengendalikan

mengenali emosinya emosinya, kemampuan untuk diri, kemampuan

sendiri. mengungkapkan amarahnya, seseorang untuk

serta kemampuan seseorang memiliki rasa tanggung

untuk mengatasi ketegangan jawab terhadap dirinya,

jiwanya. serta kemampuan

seseorang untuk

memperhatikan tugas

yang sedang di

49
Abdullah Nashi Ulwan, Tarbiyah al Aulad al- Islam terjemahan oleh Anwar Rasyid,
Penelitian Anak dalam Al-qur’an, (cet. III, Semarang : al-Syifa’, 1981) , h. 696.
34

kerjakan.

Empati Membina hubungan kepada sesama


manusia
Kemampuan seseorang untuk
Kemampuan untuk menyelesaikan
mengenali perasaan orang lain atau
permasalahan dengan orang lain,
peduli, kemampuan untuk menerimah
kemampuan untuk selalu menolong
sudut pandang orang lain, serta
orang lain, serta kemampuan untuk
mampu untuk mendengarkan orang
berkomunikasih dengan orang lain.
lain.

Orang tua

Orang tua memiliki tanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya. Sebagai

tokoh yang di terimah anak, maka orang tua harus memberikan teladan yang

baik kepada anaknya, sebagai pendorong untuk anaknya, orang tua harus

memberikan motivasi agar bisa berusaha dan bangkit ketika gagal, sebagai

orang yang mengawasi anak, orang tua harus bisa mengajarkan tentang

kedisiplinan, ketaatan dan kejujuran agar anak bisa mengetahui mana yang

boleh di lakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam skripsi ini adalah penelitian

kualitatif. Secara istilah penelitian kualitatif sebagaimana pendapat yang

diungkapkan oleh Syauodih Sukmadinata adalah penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang, penomena, peristiwa,

aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan pemikiran orang secara individu

atau kelompok.50

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif deskriptif. Sebab

penelitian tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang mendeskripsikan data

aktual yang didapatkan dari lapangan. Penelitian ini mendeskripsikan objek secara

alamiah yaitu mengenai peranan orangtua dalam membentuk kecerdasan

emosional pada anak usia sekolah dasar di Desa Patongloan.

2. Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil lokasi sebagaimana tempat meneliti yakni di Desa

Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan yang di

laksanakan pada tanggal 18 Septembe 2020 s.d 18 Januari 2021.

50
Syauodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (cet. III, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 60.

35
36

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan Metodologi

Langkah awal yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk mengkaji adalah

menentukan pendekatan. Pendekatan yang dimaksud disini menjelaskan

perspektif yang digunakan dalam membahas objek penelitian.51

Merujuk pada metodologi yang digunakan peneliti yaitu jenis penelitian

kualitatif yang tidak mempromosikan teori sebagai alat yang hendak diuji, maka

pendekatan dalam hal ini diarahkan pada pengungkapan pola pikir yang

digunakan peneliti dalam menganalisis sasarannya yaitu dengan menggunakan

pendekatan sosiologis.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan corak penelitian naturalistik

fenomenologis yang mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep

atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada

beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga

tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.

Menurut Creswell bahwa pendekatan fenomenologi menunda smua penilaian

tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa

disebut epoche ( jangka waktu). Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti

menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk dimengerti


tentang apa yang dilakukan oleh responden.52

51
Tim Penyusun Pedoman Penulisan karya, Pedoman Penulisan karya tulis Ilmiah,
Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian, (cet. I, Makassar : Alauddin Press,
2013), h. 16.
52
Creswell J. W, Qualitatif Inquary and Researc Design, Choosing Among Five
Treadition, ( London : Sage Publocations, 1998), h. 54.
37

2. Studi keilmuan

Selanjutnya pendekatan studi keilmuan, pendekatan studi yang dimaksud

disini adalah penjelasan perspektif yang digunakan dalam membahas objek

penelitian yaitu disiplin ilmu yang menjadi acuan bagi peneliti dalam melakukan

penelitian, adapun pendekatan studi keilmuan yang dianggap relepan dengan judul

yang diangkat adalah pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan pedagogis dan

psikologis.53

C. Sumber Data

1. Data Primer

Sumber data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

keseluruhan situasi yang menjadi objek penelitian yaitu : tempat (Desa

Patongloan), pelaku (orangtua siswa).54 Yang menjadi subjek penelitian adalah

orang tua peserta didik yang memiliki anak berusia 6 sampai 12 tahun yang

sementara duduk dibangku sekolah dasar yang berjumlah 5 kepala keluarga

diantaranya : a). Orang tua dari Muh. Alif Dzaky yaitu ibu Nur Jannah dan bapak

Muh. Ramadan. b). Orang tua dari Silviana Putri yaitu ibu Senawati dan bapak

Abdul Odeng. c). Orang tua dari Arman Damma yaitu ibu Nur Jannah dan Alm.

bapak Baso’. d). Orang tua dari Misrawati Saputri yaitu ibu Detriana dan bapak

Burhanuddin. e). Orang tua dari Elky Almadina yaitu ibu Suarni dan bapak
Munir.

53
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah, Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi dan Laporan Penelitian, h. 16.
54
Neong Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (cet. VIII, Yogyakarta : Rake Selatan,
1998), h. 308.
38

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

dokumen-dokumen, referensi atau buku-buku yang relevan dengan masalah yang

menjadi fokus penelitian yang berkaitan dengan pembentukan kecerdasan

emosional pada anak usia sekolah dasar.55

D. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi adalah proses yang dilakukan oleh peneliti dengan cara

mengamati secara langsung terhadap objek penelitian dari jarak dekat. Sugiyono

dan Nasution, menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Para ilmuan hanya bisa bekerja berdasarkan data, yaitu fakta

mengenai dunia nyata yang diperoleh melalui observasi.56

Dengan demikian bahwa metode observasi sangat penting untuk

mengamati apa yang menjadi fokus penelitian untuk mendapatkan data secara

akurat.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode atau cara yang dilakukan oleh peneliti

dengan cara melakukan wawancara kepada responden untuk mendapatkan data


yang diperlukan. Wawancara ini sangat penting untuk dilakukan, karena tidak

semua data diperoleh hanya dengan melalui observasi. Wawancara digunakan

sebagai metode pengumpulan data apabila penulis ingin melalukan studi

55
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, dengan kata pengantar oleh
Burhan Bungin, edisi pertama( cet. IV, Jakarta : Kencana, 2009), h. 93.
56
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (cet. XXV, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 174.
39

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti serta apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan langsung dengan responden.57

3. Dokemntasi

Dokumentasi berasal dari dokumen yang berarti sesuatu yang tertulis yang

dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan untuk mendapatkan document

resmi, baik dalam gambar dokumentasi maupun narasi yang dapat menunjang

penelitian.58

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh data atau

informasi dari informan atau responden. oleh karena itu, instrument (alat)

penelitian harus betul-betul dirancang dan disusun sedemikian rupa agar dapat

menghasilkan data atau informasi sesuai yang diharapkan.

Instrument penelitian sebagai alat untuk mengumpulkan data atau

informasi dari objek penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut

1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi (lembar pengamatan) adalah alat yang dibuat sebagai

panduan untuk mengamati objek penelitian di lapangan untuk mendapatkan data

tentang peranan orangtua dalam membentuk kecerdasan emosional pada anak usia
sekolah dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang.

57
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik (cet. XIII, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 83.
58
Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, (cet. III, Bandung :
Angkasa, 1985), h. 85.
40

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara yaitu alat dibuat untuk melakukan wawancara pada

responden yang berisi daftar pertanyaan sebagai panduan sebelum turun ke

lapangan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti akan melakukan

wawancara kepada orang tua peserta didik yang memiliki anak usia 6 sampai 12

tahun yang sementara duduk di bangku sekolah dasar.

3. Pedoman Dokumentasi

Data dokumentasi adalah catatan peristiwa yang terjadi secara nyata. Dan

dapat membuktikan kalau kita benar-benar melakukan penelitian di tempat yang

sudah ditentukan.

F. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

1. Teknik Pengelolaan Data

Data yang diperoleh di lapangan selama melakukan penelitian melalui

observasi, wawancara dan dokumentasi diolah dengan teknik induktif. Teknik

induktif adalah teknik pengelolaan data dengan memulai dari masalah yang

sifatnya khusus, kemudian dari hasil tersebut ditarik kesimpulan secara umum.

2. Analisis Data

Miles dan Hubermen mengemukakan tiga tahapan yang harus dilakukan


dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian

data, dan (3) penarikan kesimpulan dan verivikasi. Analisis data kualitatif

dilakukan pada saat proses pengumpulan data sedang berlangsung. Artinya,

kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan juga selama dan sesudah pengumpulan data.

Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal penting,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan polanya.

Selanjutnya penarikan kesimpulan untuk menjawab fokus penelitian berdasarkan


41

hasil analisis data.59 Selanjutnya tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi yang

merupakan tahap lanjutan untuk menarik kesimpulan dari data yang didapatkan.

Inilah adalah interprestasi peneliti atas hasil dari wawancara atau observasi dan

dokumentasi.60

G. Pengujian Keabsahan Data

Menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji

kreadibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara

lain teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaaan keabsahan data yang

memanfaatkan hal-hal diluar data untuk menguji kevalidan data yang telah

didapatkan.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian,

terdapat triangulasi sumber, triangulasi tekhik pengumpulan data dan triangulasi

waktu.

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi teknik

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik

yang berbeda. Sedangkan triangulasi waktu dalam menguji kredibilitas data dapat
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, dan

dokumentasi dalam waktu dan situasi yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber data dilakukan

dengan membandingkan dan mengecek, baik derajat kepercayaan suatu informasi

59
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif teori dan praktik (Jakarta: Bumi Aksara,
2015), h. 21.
60
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif :sebuah upaya mendukung penggunaan penelitian
kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu (Jakarta: Rajawali Perss, 2015), h. 180.
42

yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda. Hal tersebut dilakukan

dengan membandingkan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.


BAB IV
PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK KECERDASAN
EMOSIONAL PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA
PATONGLOAN KECAMATAN BAROKO
KABUPATEN ENREKANG

A. Gambaran Umum Desa Patongloan

1. Letak

Lokasi penelitian yaitu Desa Patongloan merupakan salah satu desa yang
ada di Kabupaten Enrekang. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten 47 km, dengan
jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Enrekang sebanyak 12 kecamatan, yaitu
Kecamatan Maiwa, Kecamatan Cendana, Kecamatan Enrekang, Kecamatan
Anggeraja, Kecamatan Malua, Kecamatan Buntu Batu, Kecamatan Alla,
Kecamatan Baroko, Kecamatan Curio, Kecamatan Baraka, dan Kecamatan
Masalle.

Desa Patongloan adalah desa paling Utara di Kecamatan Baroko. Desa ini
dikenal akan komunitas adatnya. Desa Patongloan yang merupakan daerah
penelitian yang memiliki luas 9,23 km persegi atau desa yang paling sempit di
Kecamatan Baroko. Desa ini terdiri dari Dusun Redak, Dusun Leme’, Dusun
Rantebaba, dan Dusun Korang.

2. Visi dan Misi Desa Patongloan.

Sebagai dokumen yang menjabarkan dari dokumen RPJM Desa, maka


seluruh rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan dilakukan oleh
Desa secara bertahap dan berkesinambungan harus dapat menghantarkan
tercapainya Visi-Misi Desa.

Visi misi Patongloan disamping merupakan Visi-misi Kepala Desa


terpilih, juga diintegrasikan dengan keinginan bersama masyarakat Desa dimana

43
44

proses penyusunannya dilakukan secara partisipatif mulai dari tingkat Dusun


sampai tingkat Desa. Adapun Visi Desa Patongloan sebagai berikut :

Membentuk masyarakat Patongloan selalu dalam persaudaraan dan


kebersamaan untuk mewujudkan Patongloan Maju, Aman, Sejahtera
(PAMMASE) Menuju Adil dan Makmur.

Sedangkan misi Desa Patongloan adalah :

1. Mewujudkan Patongloan bersama untuk membangun sesuai dengan sarana


dan prasarana yang telah ada. (transfortasi perkebunan dan pertanian).
2. Merencanakan dan melaksanakan Patongloan bersama tokoh masyarakat dan
pemudah tanpa melupakan etika dan budaya adatnyang telah dimiliki
masyarakat.
3. Mengembangkan sumber daya dan potensi warga masyarakat dalam
pelayanan sesuai dengan bakat dan profesi.
4. Peningkatan pelayanan desa dalam kesehatan, pendidikan, seni budaya dan
olahraga.
45

STRUKTUR ORGANISASI
PEMERINTAHAN DESA PATONGLOAN KEC. BAROKO KABUPATEN
ENREKANG

KEPALA DESA
PETANGLOAN
ATTO SAINAL

SEKRETARIS
AMRULLAH BALLOHE

TATA USAHA KAUR KEUANGAN


SUHERFYANI KADIR RAIS

KASI PELAYANAN KASI PEMERINTAHAN KASI KESEJAHTERAAN


SUPARMAN SAPARUDDIN SYAHRIAL PUNDE

KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN


REDAK RANTE BABA KORANG LEME
USMAN P AKIN ISMAIL T.R FATMAWATI

Sumber: Desa Patongloan


46

Tabel 4.1: Batas Wilayah Desa/Kelurahan

NO Letak Desa/ Kelurahan Kecamatan

1 Sebelah Utara Desa Benteng Alla’ Baroko

Utara

2 Sebelah Selatan Desa Benteng Alla’ Baroko

Alla’

3 Sebelah Barat Desa Benteng Alla’ Baroko

Utara

4 Sebelah Timur Kab. Tana Toraja Baroko

Tabel 4.2:Jumlah Kepala Keluarga

No Nama Dusun Laki–laki Perempuan Frekuensi Persen

1 Redak 137 183 230 25%

2 Leme’ 112 125 237 19%

3 Rantebaba 182 219 401 31%

4 Korang 154 171 325 25%

Table 4. 3: Agama Yang Dianut Penduduk Setempat.

NO AGAMA/KEPERCAYAAN PERSENTASE KET.

1 ISLAM 60%
47

2 KRISTEN 40%

3 HINDU -

4 BUDDAH -

5 KATOLIK -

Tabel 4.4: Mata Pencaharian Penduduk

NO PROPESI KETERANGAN

1 PETANI 50%

2 PEDAGANG 20%

3 PNS 0,25%

4 TNI/POLRI 0,25%

5 PROPESI LAIN 29,5%

Sumber: Desa Patongloan

3. Gambaran Subjek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah orang tua (ibu

dan ayah) yang mempunyai anak berumur 6 sampai 12 tahun yang sementara

duduk dibangku Sekolah Dasar yang berjumlah 5 kepala keluarga. Dari 5 kepala

keluarga 4 kepala keluarga yang masih utuh dan 1 keluarga yang sudah tidak utuh.

Dari 9 orang subjek penelitian (ayah dan ibu) latar belakang pendidikan mereka

ada yang lulusan sarjana (S1) dan lulusan Sekolah Menengah Atas

(SMA),Sekolah Menengah Pertama(SMP), serta Sekolah Dasar (SD), . Usia


48

subjek penelitian yang paling tua berusia 50 tahun dan yang paling mudah berusia

35 tahun. Sedangkan jumlah saudara dalam subjek penelitian ini rata-rata

berjumlah 4 0rang anak. Untuk lebih detailnya kita bisa lihat melalui tabel

berikut:

Table 4.5: Data Identitas Subjek Penelitian

NO Nama Orang Usia Subjek Pendidikan Jumlah

Tua (ayah dan ibu) Anak

Muh. Ramadan 37/35 SMP/SMA 2 bersaudara


1
Nur Jannah

Abdul Odeng 39/35 SMA/SD 2 bersaudara


2
Senawati

Baso’ 50/48 SMP/SD 4 bersaudara


3
Nur Jannah

Burhanuddin 46/42 SMA/S1 4 bersaudara


4
Detriana

Munir 45/40 SMA/SMP 4 bersaudara


5
Suarni

Sumber data : Observasi dan Wawancara


49

Untuk mengetahui data anak usia sekolah dasar yang ada dalam keluarga

subjek penelitian dapat dilihat pad tabel berikut:

Tabel 4.6: Data Anak Sekolah Dasar

NO Nama Anak Nama Orang Tua Usia Kelas

(ayah dan ibu)

1 Muh. Alif Dzaky Muh. Ramadhan 7 1

Nur jannah

2 Silviana Putri Abd.Odeng 10 4

Senawati

3 Rahman Damma Baso’ 8 6

Nurjannah

4 Misrawati Burhanuddin 12 6

Saputri Detriana

5 Elky Al-Madina Munir 11 5

Suarni

B. Peranan Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Pada Anak

Usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan Kec. Baroko Kabupaten Enrekang

Pada sebuah keluarga orang tua bertanggung jawab memberikan

pendidikan bagi anak-anaknya, pendidikan yang harus diberikan pertama kali dan

yang sangat penting adalah pendidikan agama, karena pendidikan agama


50

mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik didunia maupun di akhirat. Bila

agamanya baik maka baik pula kualitas hidup seseorang.

Berhasil atau tidaknya proses pendidikan ibadah shalat dalam lingkungan

keluarga sepenuhnya tergantung pada peranan orang tua dalam memahami dan

menciptakan hubungan yang baik dengan anaknya dalam lingkungan keluarga

yang berdasarkan pada Al-qur’an dan Sunnah dalam menerapkan Pendidikan

Islam. Orang tua sebagai pendidik yang utama bagi anak diharapkan mampu

menciptakan pendidikan yang kondusif sehingga anak dapat menjalani kehidupan

dengan baik. Setiap orang tua mempunyai metode yang berbeda beda dalam

memberikan bimbingan, terutama tentang ibadah dan Pendidikan Agama Islam.

Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi,

wawancara dan dokumentasi terhadap orang tua siswa yang menjadi responden

dalam penelitian ini, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

1. Keluarga Muh Alif Dzaky

Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan peneliti dari keluarga Muh.

Alif, Ibu Nur jannah menyatakan bahwa “Dalam membimbing anak, kami selalu

memberikan arahan kepada Muh Alif bagaimana cara menyelesaikan tugas yang

diberikan oleh guru di sekolah. Setelah itu, kami mengajak anak untuk
melaksanakan shalat isya. setelah shalat kami mengajarkan tentang bacaan-bacaan

shalat, do’a sehari hari, pelaksanaan shalat, hukum halal dan haram, pengajaran

membaca Al-Qur’an dengan benar. Yang menjadi hambatan bagi kami selaku

orang tuanya adalah kurangnya pengetahuan yang kami miliki. Hambatan yang

ada pada anak kami adalah kurangnya kemauan untuk belajar. Cara untuk

menghadapi hambatan dari kami orang tuanya adalah kami juga harus memahami
pelajaran-pelajaran anak supaya kami bisa membantu anak dalam menyelesaikan
51

tugasnya. Faktor pendukung dari kami adalah memberikan sesuatu yang

dibutuhkan anak dalam meningkatkan pengetahuan. Waktu paling baik untuk

membimbing anak adalah sore dan malam hari di rumah”.61

Berdasarkan observasi yang peneliti dapatkan yakni pada sore hari orang

tua memang mengingatkan anaknya untuk belajar sebelum pergi ke mesjid untuk

mengaji. Dan pada malam sepulang dari masjid untuk mengaji, shalat magrib,

orang tua mengarahkan anaknya untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru. Setelah selesai belajar dan sebelum tidur orang tua mengajarkan anaknya

tentang bacaan-bacaan shalat dengan benar. Kemudian mengetes anaknya untuk

mengaji. Muh Alif juga terkadang malas ketika disuruh untuk belajar. Dia selalu

beralasan. Saat pulang sekolah, ketika ditanya orang tuanya. Kerjakan tugasnya

Nak. Anaknya pun berkata “Saya mau bermain dulu, nanti malam baru di

kerjakan”. Pada malam hari orang tuanya juga mengingatkan untuk belajar. Tapi

Muh Alif ini sudah mengantuk, orang tunya terus memarahinya sehingga Muh

Alif membuka buku pelajarannya dan mengerjakan tugasnya.62

2. Keluarga Misrawati Syaputri

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti dapatkan, Ibu Detriana

menyatakan bahwa “Kami selaku orang tua tidak pernah mendampingi anak

ketika sedang belajar. Kami cuma memberikan arahan dan motivasi kepada anak
karena siang saya sibuk di sekolah dan bapaknya sibuk di kebun. Mulai kelas 1

sampai sekarang kami tidak pernah mendampinginya dalam mengerjakan tugas.

Anak kami belajar sendiri kalau di rumah. Kami heran karena tidak pernah di ajari

membaca, menulis dan berhitung ternyata dia sudah pintar sendiri. Ketika sore

61
Nurjannah ( 35 ), Orangtua siswa, Wawancara, Patongloan-Enrekang,( 19 November
2020).
62
Muh. Alif Dzaky (7 tahun), Peserta Didik, Observasi, Patongloan-Enrekang.( 24
November 2020 – 17 januari 2021)
52

hari, tanpa disuruh pun dia pergi sendiri kemesjid untuk mengaji dan

melaksanakan shalat Magrib dan Isya. Masalah yang ada pada kami sebagai orang

tua adalah kami terlalu sibuk dengan urusan diluar rumah, sehingga tidak ada

waktu untuk mendampingi anak dalam belajar. Meskipun anaknya sudah pintar

tapi kita sebagai orang tua harus mengontrol waktu belajarnya. Masalah yang ada

pada anak kami adalah dia termasuk anak yang manja tapi bisa mandiri. Hal yang

harus dilakukan untuk menghadapi kendala yang ada yaitu kami menyerahkan

kepada guru mengajinya di masjid tentang pelajaran keagamaan. Faktor

pendukung dari kami adalah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan yang

luas, membelikan buku tentang keagamaan dan buku-buku pengetahuan

lainnya”.63

Berdasarkan observasi yang peneliti dapatkan bahwa orang tunya memang

terlalu sibuk dengan urusan diluar rumah, sehingga anaknya belajar sendiri.

Namun anaknya tetap mendapatkan prestasi yang bagus di sekolah dibandingkan

dengan temannya yang selalu didampingi orang tuanya. Karena setiap ada waktu

luang dia selalu belajar.64

3. Keluarga Elky Almadina

Berdasarkan hasil wawancara Ibu Suarni menyatakan bahwa “Peran kami

dalam membimbing anak adalah selalu memberikan motivasi dan mendampingi


anak dalam pembelajaran dan tugas yang diberikan guru di sekolah. Kami juga

selalu menyuruh untuk menghapal surah-surah pendek, menghapal do’a sehari-

hari dan kami selalu mengajak anak untuk mengikuti kegiatan keagamaan serta

mengajarkan anak tentang keteladanan dengan cara menceritakan cerita-cerita

63
Detriana, Orang Tua Siswa, Wawancara. Patongloan –Enrekang, ( 20 November 2020)
64
Misrawati Saputri (12 tahun), Peserta Didik, Observasi.Patongloan-Enrekang.(24
November 2020- 17 januari 2021)
53

Nabi atau tokoh-tokoh pejuang Islam yang kami ketahui. Kendala yang kami

alami saat membimbing anak adalah kamipun tidak selamanya paham akan

pelajaran anak. Meskipun demikian, kami terus mendampingi anak dalam

mengerjakan tugas, karena ketika tidak didampingi maka sang anak tidak

mengerjakan tugasnya . Kendala yang dialami oleh anak adalah ketika belajar

bersama dengan orang tua anak cenderung manja, anak sering bermain game

secara berlebihan. Cara mengatasi kendala tersebut dengan cara banyak

berdiskusi dengan anak, sabar dan mencari kemauan serta mengarahkan kepada

hal-hal positif yang sesuai dengan kemauan anak. Faktor pendukung yang kami

lakukan dalam membimbing anak adalah membelikan buku-buku pelajaran, dan

foster-foster yang berhubungan dengan pendidikan terutama dalam pendidikan

keagamaan”.65

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan bahwa ketika anaknya

tidak didampingi orang tuanya dalam belajar, anak tersebut memang tidak

mengerjakan tugasnya. Anak ini malah main handphone. Tapi ada baiknya karena

tanpa disuruh orang tuanya, anak tersebut pergi memanggil temannya kemesjid

untuk mengaji dan shalat magrib. Setiap sore anak ini rajin membersihkan masjid

maupun halaman masjid.66

4. Keluarga Arman Damma

Berdasarkan hasil wawancara Ibu Nurjannah menyatakan bahwa “Saya

sebagai orang tua tunggal selalu membimbing anak dalam mengerjakan tugasnya.

Selalu mengontrol setiap pembelajaran di rumah agar saya bisa mengetahui

apakah anak saya belajar dengan baik atau tidak. Saya juga selalu mengawasi

65
Suarni ( 40 tahun ), Orang Tua Siswa, Wawancara. Patongloan-Enrekang. (21
November 2020).
66
Elky Almadani(11 tahun), Peserta Didik, Observasi. Patongloan- Enrekang. (24
Novmber 2020- 17 januari 2021).
54

waktu belajarnya supaya saya bisa mengetahui apakah anak menggunakan waktu

dengan baik untuk belajar atau hanya digunakan untuk bermain. Saya juga selalu

berdiskusi dengan anak supaya bisa mengetahui kendala apa yang dialami anak

sehingga saya bisa membantunya pada saat kesusahan dalam belajar. Saya selalu

menyiapkan fasilitas belajarnya seperti buku, pulpen, serta ruang belajar agar dia

bisa semangat untuk belajar. Karena saya seorang muallaf saya menyerahkan

kepada guru agama di sekolah dan guru mengajinya tentang masalah-masalah

keagamaan seperti belajar sholat, mengaji dan lain-lain. Kendala yang dialami

oleh anak saya adalah susah untuk mendengarkan perkataan orang tua. Dia lebih

mendengarkan orang lain dari pada orang tuanya sendiri”.67

Berdasarkan observasi yang peneliti dapatkan bahwa setiap malam orang

tua memang selalu mengontrol, mengawasi, serta selalu berdiskusi dengan

anaknya pada saat belajar. Orang tuanya juga menyediakan ruangan belajar. Anak

ini memang susah mendengarkan perkataan orang tuanya. Ketika saya yang

menyuruhnya untuk belajar dia baru mau belajar dan di dampingi oleh orang

tuanya. Karena anak ini adalah salah satu santri saya dulu di mesjid makanya dia

dekat dengan saya.68

5. Silviana Putri

Berdasarkan hasil wawancara Ibu Senawati menyatakan bahwa “Sebagai


orang tua kami berperan membimbing anak dalam proses pembelajaran yaitu

selalu mengingatkan anak untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru di

sekolah. Selalu mengingatkan untuk melaksanakan shalat fardhu dan mengaji.

Kami selalu mengajak anak untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Setiap pulang

67
Nurjannah (48 tahun), Orang Tua Siswa, Wawancara. Patongloan-Enrekang.(22
November 2020).
68
Arman Damma (8 tahun), Peserta Didik, Observasi.Patongloan-Enrekang. (24
November 2020- 17 Januari 2021).
55

sekolah kami selalu bertanya kepada Putri apakah ada tugas yang diberikan guru

di sekolah. Kami juga selalu mengingatkan untuk belajar meskipun tidak ada

tugas. Kendala yang ada pada diri anak kami adalah anak sering lupa untuk

mengerjakan tugasnya karena terlalu asyik untuk pergi bermain. Solusi yang kami

lakukan untuk mengatasi kendala yang ada pada anak kami adalah menasehatinya

dan harus bersikap tegas supaya anak bisa sadar untuk belajar”.69

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti dapatkan bahwa orang tuanya

memang selalu membimbing dan selalu mengingatkan anaknya untuk belajar.

Ketika ada pengajian rutin orang tua selalu mengajak anaknya untuk ikut

pengajian. Anak ini juga rajin pergi ke masjid untuk mengaji. .70

C. Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan

Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang

1. Muh. Alif Dzaky

Dari hasil observasi yang didapatkan peneliti bahwa anak yang bernama

Muh. Alif Dzaky ini memiliki kecerdasan emosional yang tidak menentu. Kadang

baik kadang juga tidak baik. Karena tidak bisa mengontrol emosinya saat bermain

dengan temannya karena dibilangi dasar anak pemalas. Muh Alif langsung

memukuli temannya. Anak ini juga tidak memotivasi dirinya sendir sebab ketika

disuruh orang tuanya untuk belajar dia malah bilang ibu saja yang kerjakan itu
tugas saya mau pergi bermain dulu sama teman-temanku. Tetapi anak ini bisa

menjalin hubungan sosial kepada rang lain karena ketika melihat temannya yang

jatuh dia segera membantunya berdiri dan langsung mengantarnya pulang ke

rumah

69
Senawati (35 tahun), Orang Tua Siswa, Wawancara.Patongloan-Enrekang. (23
November 2020).
70
Silviana Putri (10 tahun), Peserta Didik.Observasi.Patongloan-Enrekang.(28 November
2020- 17 Januari 2021).
56

2. Misrawati Saputri

Dari hasil observasi yang peneliti dapatkan bahwa anak ini memang

tinggal bersama orang tuanya. Kemampuan mengelola emosionalnya sangat baik.

Karena ketika melihat temannya membuang-buang buku Iqra’ dan menghambur

hamburkan mukenah di masjid dia marah. Dia mau memukul temannya tersebut

tapi masih bisa menahan emosinya dan mengucapkan Astagfirullah hal adzim.

Anak ini lebih memilih untuk menasehati temannya dengan berkata Iqra’ ini

bukan mainan kita berdosa kalau dibuang-buang dan mukenah ini digunakan

untuk shalat jangan dihambur-hamburkan nanti kotor tidak bisa digunakan lagi

untuk shalat. Misrawati ini memiliki sifat empati yang tinggi kepada orang lain.

Ketika melihat temannya bersedih karena tidak bisa melunasi baju olahraganya

diapun ikut bersedih. Kemudian dia memberikan uang sakunya kepada temannya

tersebut meskipun tidak banyak dengan berkata semoga bisa membantuh melunasi

uang baju olahragamu.

3. Elky Almadina

Dari hasil observasi yang didapatkan peneliti adalah anak ini memang

tidak mengerjakan tugasnya ketika tidak di damping oleh orang tuanya, anak ini

malah main hp. Anak ini tidak bisa mengelola emosionalnya karena sering marah-

marah tanpa sebab. Dia selalu berkata kasar kepada temannya sudahlah saya tidak
mau bermain lagi kalian bodoh semua ketikah kalah dalam bermain karet. Anak

ini juga tidak bisa memotivasi dirinya sendiri, karena ketika disuruh belajar dia

selalu bilang banyak kok teman-teman saya yang tidak mengerjakan tapi tidak

pernah dimarahi oleh guru. Tapi anak ini juga bisa mengenali emosi orang lain,

karena bisa merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Ketika ada

temannya yang sedang sedih akibat kehilangan uangnya dia juga sedih dan malah
57

memberikan sebagian uang jajan yang di berikan orang tuanya. Dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan emosional anak ini rendah.

4. Arman Damma

Dari hasil observasi yang di dapatkan peneliti bahwa anak ini memiliki

kecerdasan emosional yang rendah. Ketika disuruh oleh orang tuanya untuk

belajar dia malah main handphone. Anak ini selalu membantah orang tuanya. Dia

selalu bilang saya tidak mau belajar, saya mau main game. Anak ini tidak bisa

memotivasi dirinya sendiri karena apabila ada tugas yang diberikan oleh guru di

sekolah, tugasnya itu asal dikerja dan tidak peduli apakah sudah benar apa masih

salah gara-gara hanya ingin bermain game bersama teman-temannya. Pada hal

orang tuanya sudah berulang kali menyuruhnya untuk membaca buku yang

berkaitan dengan tugasnya sebelum menjawab tugas yang diberikan oleh gurunya.

Anak ini tidak memiliki sifat empati terhadap orang lain. Karena ketika ada

temannya yang sedang menangis karena sepatunya hilang di mesjid, dia malah

senang dan menertawakannya. Dia juga tidak bisa membina hubungan dengan

orang lain. Karena tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan orang lain, tidak

memiliki sifat yang mudah bersahabat atau bergaul dengan orang lain.

5. Silviana Putri

Dari hasil observasi yang diperoleh peneliti bahwa anak ini memiliki

kecerdasan emosional yang cukup baik. Karena ketika melakukan kesalahan

seperti tidak sengaja menghilangkan buku temannya yang dipinjam, dia segera

minta maaf dan berjanji akan menggantinya dengan yang baru. Selalu mau

menerima saran dan kritikan dari orang lain ketika ada yang kurang tepat saat

sedang mengerjakan tugas kelompok. Selalu membantu temannya yang sedang


dalam kesulitan dalam mengerjakan tugas. Dia memanggil temannya tersebut
58

untuk mengerjakan tugas bersama-sama. Putri juga bisa merasakan apa yang

dirasakan orang lain. Pada saat ada temannya bersedih dan menangis karean

ibunya meninggal, dia juga ikut menangis. Itu karena sipat empatinya kepada

orang lain tinggi. Ketika ada teman sengaja mengejeknya karena badannya

gemuk dan pendek, dia selalu memaafkan temannya tersebut.

D. Realisasi Peran Orang tua Dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Pada

Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan Kecamatan Kabupaten

Enrekang

Anak di Desa Patongloan Kecamtan Baroko Kabupaten Enrekang

memiliki kecerdasan emosional yang berbeda beda, di Desa tersebut peneliti

mewawancarai beberapa orang tua siswa di antaranya mengatakan bahwa anak

mereka spiritualnya lebih tinggi di banding kecerdasan emosionalnya, ada pula

yang spritiualnya rendah. Karena di Desa tersebut menganut agama yang berbeda

beda sehingga mereka konflik dalam bidang agama.71

Realisasi peran orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional pada

anak usia sekolah dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten

Enrekang adalah orang tua memberikan hadiah kepada anak-anaknya yang

memiliki kelebihan yang sangat luar biasa terkhusus kelebihan dalam bidang

keagamaan seperti menghafal Al-Qur’an, memiliki kelebihan tentang membaca


Al-Qur’an baik secara Tilawah maupun secara Tartil supaya anak-anaknya lebih

giat untuk belajar dan meningkatkan potensi/kelebihan yang ada dalam dirinya.

Orang tua memiliki eksistensi sebagai pendidik yang utama dan pertama

dalam meletakkan dasar pendidikan terhadap anak, dalam hal ini Abdullah Nashi

71
Zakiyah Drajat at. al, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet III, Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.
23.
59

Ulwan mengatakan “orang pertama dan terakhir yang bertanggung jawab

mendidik anak dengan keimanan dan akhlak, membentukya dengan kematangan

intelektual dan keseimbangan fisik dan psikisnya serta mengarahkan kepada

kepemilikan ilmu yang bermanfaat dan bermacam-macam kebudayaannya adalah

orang tua.72

Begitu pentingnya peranan orang tua dalam memberikan pendidikan

terhadap anak-anaknya, Abdullah Nashi Ulwan mengatakan seperti yang dikutip

oleh Syauqi bahwa:


Bukanlah anak yatim itu, adalah seorang anak yang kedua orangtuanya
telah pergi dari kesusahan hidup dan meninggalkannya dalam keadaan
hina, sesungguhnya anak yatim itu adalah anak yang mendapatkn seorang
ibu yang mengabaikannya atau seorang ayah yang sibuk.73

Jadi dalam hal ini orang tua memiliki tanggungjawab dalam mendidik

anak-anaknya, tanggungjawab tersebut adalah :

1. Memelihara dan membesarkan anak adalah tanggung jawab yang sangat

sederhana bagi orang tua dan merupakan dorongan alami bagi

kelangsungan hidup secara umum.


2. Melindungi dan menjamin keselamatan, baik jasmani maupun rohani dari

gangguan penyakit dan penyelewengan tujuan hidup yang sesuai dengan

falsafah hidup dan agama yang dianutnya.

3. Memberi pengajaran yang sangat luas sehingga anak dapat mencapai ilmu

pengetahuan yang luas dan tinggi.

4. Membahagiakan anak dunia dan akhirat, baik materi maupun spiritual

sesuai dengan pandangan hidup seorang muslim.

72
Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet.II, Makassar: Yayasan Pendidikan Fatiyah,
2005), h. 102.
73
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan terjemahan, (cet. VI, Jakarta : Ljnah Pentasih
Mushap al-qur’an, 2007), h. 561.
60

Dalam mengarahkan anak, orang tua harus sabar dan bijaksana, orang tua

harus memahami kondisi dan situasi yang cocok untuk pola pikir anak dan

kemampuan yang dimiliki anak. Ada beberapa macam yang perluh diperhatikan

dalam membimbing belajar sebagaimana yang diungkapkan oleh Kartini Kartono

sebagai berikut:

1. Menyiapkan fasilitas belajar, seperti alat tulis, buku-buku pelajaran, dan

ruangan belajar, agar dapat membantu dan anak menjadi semangat untuk

belajar dan mendapatkan prestasi belajar.

2. Mengontrol setiap pembelajaran dirumah, agar dapat mengetahui anaknya

belajar dengan baik atau tidak.

3. Mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah, sehingga orangtua

dapat mengetahui apakah anaknya menggunakan waktu dengan sebaik-

baiknya atau tidak.

4. Mengetahui kendala anak dalam proses pembelajaran agar orangtua dapat

membantu anak pada saat anaknya dalam kesusahan saat belajar.

5. Memberikan dorongan dan membimbing anak dengan cara memberi

bimbingan belajar yang anak butuhkan.74

Orang tua seharusnya lebih teliti dalam membina anak. Seharusnya dalam

membina anak terutama hal yang diwajibkan dalam Islam yakni sholat lima
waktu, membaca Al-qur’an itu diajarkan kepada anak sejak dini dan sejak anak

mengenal dunia masyarakat.

Kemampuan membina hubungan sosial dengan sesama manusia adalah

kemampuan untuk mengelolah emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan

sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-

74
Abdullah Nashi Ulwan, Tarbiyah al Aulad al- Islam terjemahan oleh Anwar Rasyid,
Penelitian Anak dalam Al-qur’an, (cet. III, Semarang : al-Syifa’, 1981) , h. 696.
61

anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai

bergaul dan menjadi lebih terkenal.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian di Desa Patongloan Kecamatan Baroko

Kabupaten Enrekang tentang Peranan Orang tua dalam Membentuk Kecerdasan

Emosional Pada Anak usia sekolah Dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko

Kabupaten Enrekang maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Peranan orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional pada anak usia

sekolah dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang

adalah selalu memberikan bimbingan, motivasi, nasehat, serta selalu

mengarahkan anaknya dalam hal belajar. karena tanpa di berikan bimbingan,

motivasi, nasehat serta arahan maka sang anak akan melupakan tugas

kewajibannya sebagai seorang peserta didik.

2. Kecerdasan emosional pada anak usia sekolah dasar di Desa Patongloan

Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang yang memiliki kecerdasan emosional

yang berbeda beda adalah:

a. Muh. Alif Dzaky ini memiliki kecerdasan emosional yang tidak menentu.

Kadang bagus kadang juga tidak bagus. Karena tidak bisa mengontrol

emosinya pada saat marah karena dibilangi anak pemalas dan langsung
memukuli temannya itu. Tapi anak ini juga bisa menjalin hubungan

dengan orang lain. Karena ketika melihat temannya yang sedang jatuh,

anak ini langsung membantunya berdiri dan mengantarnya pulang ke

rumah.

b. Misrawati Saputri memiliki kecerdasan emosional yang sangat baik.

Kemampuan mengelola emosionalnya juga sangat baik. Karena masih


bisa menahan emosinya ketika melihat temannya membuang-buang buku

62
63

Iqra’ dan menghambur-hamburkan mukenah di masjid. Dialebih memilih

untuk menasehati temannya bahwa membuang buku Iqra’ dan

menghambur-hamburkan mukenah itu tidak baik. Anak ini juga sudah

bisa memotivasi dirinya sendiri, karena tanpa didampingi orang tuanya dia

tetap belajar sendiri. Anak ini ingin nilainya tetap bagus dan tidak

mengecewakan orang tuanya.

c. Elky Almadinah memiliki kecerdasaan emosional yang rendah. Karena

ketika tidak didampingi orang tuanya untuk mengerjakan tugas, anak ini

tidak akan mengerjakan tugas yang di berikan guru di sekolah. Anak ini

juga juga tidak bisa mengelola emosionalnya karena sering marah-marah

tanpa sebab ketika sedang bermain bersama teman-temannya.

d. Arman Damma memiliki kcerdasan emosional yang rendah. Karena ketika

disuruh orang tunya untuk belajar anak ini malah main hp. Anak ini juga

tidak bisa memotivasi dirinya sendiri karena apabila ada tugas yang

diberikan guru di sekolah dia megerjakan tugasnya asal-asalan.

e. Silviana Putri memiliki kecerdasan Emosional yang tinggi. Karena ketika

bersalah anak segera minta maaf. Selalu menerima saran dan kritikan dari

orang lain. Anak ini juga bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang

lain. Karena sifat empatinya terhadap orang lain itu tinggi. Anak ini selalu
memaafkan ketika ada temannya yang sengaja menyinggung perasaannya

karena dibilangi gemuk dan pendek.

3. Realisasi peran orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional pada anak

usia sekolah dasar di Desa Patongloan Kecamatan Baroko Kabupaten

Enrekang adalah orang tua memberikan hadiah kepada anaknya yang

memiliki kelebihan yang luar biasa terkhusus dalam kelebihan dalam bidang
keagamaan seperti menghafal alqur’an, memiliki kelebihan tentang membaca
64

alqur’an secara tilawah maupun secara tartil. Supaya anak-anak yang memiliki

prestasi/kelebihan lebih bisa meningkatkan prestasi/ kelebihan yang dimiliki

sang anak.

B. Implikasi penelitian

Demi kemajuan sekolah di Desa Patongloan Kecamatan Baroko

Kabupaten Enrekang di masa yang akan datang, saya selaku peneliti memberikan

saran untuk di jadikan pertimbangan untuk kemajuan pendidikan sekolah dasar

kedepannya di Desa Patongloan:

1. Bagi guru PAI diharapkan lebih meningkatkan kualitas pembelajaran

keagamaan di kelas, mengembangkan pembelajaran keagaamaan seperti shalat

dhuhur berjamaah di mesjid, menye diakan kantin kejujuran, infak jum’at

serta guru membiasakan membaca Al-Qur’an sebelum proses pembelajaran

dimulai. Selain itu guru PAI juga harus mengoptimalkan fasilitas yang ada di

sekolah untuk kegiatan keagamaan, membangun kerja sama antara wali kelas

dengan orang tua peserta didik dalam mengatasi masalah-masalah yang

dihadapi sisswa dalam meningkatkan pendidikan keagamaan.

2. Bagi peserta didik, diharapkan bisa menjadi anak yang sholeh dan sholehah

serta menuruti semua perintah orang tuanya. Harus tetap belajar dalam

memahami pelajaran yang berkaitan dengan keagamaan seperti shalat,


mengaji, harus menjadikan orang tua sebagai tauladan yang baik serta tidak

belajar untuk melakukan hal-hal yang buruk seperti mencuri, memfitnah,

menghina dll.

3. Bagi orang tua peserta didik diharapkan bisa mendidik, menasehati, merawat

anaknya dengan berbagai cara yaitu mendidik anaknya untuk selalu membantu

orang tua memasak, mencuci pakaian, cuci piring, menyapu agar bisa

menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya.


65

DAFTAR PUSTAKA
Achir. Yaumil Agoes, Peranan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Anak,
buku seri keluarga sejahtera, Jakarta: t.t., 1995.
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatifsebuah upaya mendukung penggunaan
penelitian kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu, Jakarta: Rajawali Perss,
2015.
Agustian. Ari Ginanjarn, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional
dan spiritual ESQ Emotional spitirual quotient bersasarkan 6 rukun imam
dan 5 rukun islam, Cet. I, Jakarta: Arga Publishing, 2001.
Al Mushlih. Khalid bin Abdullah, Hati Yang Bersih, Official Website of Khalid
Bin Abdullah Al Mushlih, Diakses 1 September 2020.
Ali. Muhammad, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Cet. III,
Bandung: Angkasa, 1985.
Aprelia.Nuri dan Herdina Indrajati, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional
dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki di SMK B Jakarta,
Diakses 1 September 2020.
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, 1996.
Daien. Amir, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973.
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan terjemahan, Cet. VI, Jakarta: Lajnah
Pentasih Mushap Al-Qur’an, 2007.
Dinata. Syauodih Sukma, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. III, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007.
Djamarah. Syaiful Bahri, Peran Orangtua dan Komunikasi dalam Keluarga,
Jakarta: Rineka Cipta, 2014.
Drajat At. Al Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Cet III, Jakarta: Bumi Aksara,
1996.
Drajat. Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Cet. XVII, Jakarta: Bulan Bintang, 2010.
Effendi. E.Usman dan Juhaya S. Praja S, Pengantar Psikologi, Bandung: Angkasa
1989.
Fajr. EM Zul & Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta:
Difa Publiser, t.th.
Firdaus. Syahraini, Peran Orangtua Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Emosional Anak, Diakses 13 januari 2021.
Firdaus.Salamatul, Peranan Orangtua Dalam Mendidik Kecerdasan
EmosionalAnak Usia 6-12 Tahun Dalam Perspektif Pendidikan Islam,
diakses 1 September 2020.
Gunawan. Imam, Metode Penelitian Kualitatif teori dan praktik, Jakarta: Bumi
Aksara, 2015.
Goleman. Daniel, Kecerdasan Emosinal, Terj. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003.
Hafiz. Muhammad Nur Abdul, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Terj.
Kuswandani, Sugiri dan Ahma Son Haji, Cet. I, Bandung: Albayan, 1997.
66

Herlinawati, Peranan Orangtua dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Santri


di Pengajian Anak-anak Nur Farhan Pepringan.
J. W. Creswell, Qualitatif Inquary and Researc Design, Choosing Among Five
Treadition, London: Sage Publocations, 1998.
Kartini Kartono, Psikologi Anak, Bandung: t.p., 1982.
Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet.II, Makassar: Yayasan Pendidikan
Fatiyah, 2005.
Kriyantono. Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasidengan kata pengantar
oleh Burhan Bungin, edisi pertama, Cet. IV, Jakarta: Kencana, 2009.
Martin. Anthiny Dio, Membangun Kecerdasan Emosi Martin, Vol. 1, Cet. III,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007.
Moleong. Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXV, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Muhajir. Neong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. VIII, Yogyakarta: Rake
Selatan, 1998.
Mujib. Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002.
Mukarromah. Emma, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku
Agresif Pada Polisi Samapta di Polda Metro Jaya.
P. James, Dictionary of Psychology, Terj. Kartini kartono, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2007.
Rakhmat. Jalaluddin, Metode Penelitian KomunikasiDilengkapi Contoh Analisis
Statistik, Cet. XIII, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Roqib. Muh., Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang,
2009.
Seagel. Jeane, Melejikan Kepekaan Emosional “Cara Baru Praktis Untuk
Menggunakan Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda, terjemahan dari
Raising your Emotinal Intelligence”, Terj. Ari Nilandari, Cet. II, Bandung:
2001.
Shapiro. Lawrance E., Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak,
Jakarta: Gramedia, 1991.
Shapiro. Lawrence E.,Mengajarkan Emotional Intelegence Pada Anak, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka utama, 2001.
Suharsono, Melejitkan IQ, EQ, SQ, Cet, I, Jakarta: Ummah Publishing, 2009.
Suyadi, Ternyata Anakku Bisa Kubuat Genius “Inilah Panduannya Untuk Para
Orang tua dan Guru”, Yogyakarta: Power Books, 2009.
Suyadi, Quantum Dzikir “Interaksi Dzikir dan Optimasi Kecerdasan Manajemen
Dzikir Berorientasi Sempurnanya SQ, EQ, dan IQ”, Jogjakarta: Diva
Press, 2008.
Thalibo. Ishak w., Membangun Kecerdasan Emosional Dalam Perspektif Islam,
jurnal Iqra’. word press.com, 2008.
67

Tim Penyusun Kamus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2003.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan karya, Pedoman Penulisan karya tulis Ilmiah,
Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian, Cet. I,
Makassar: Alauddin Press, 2013.
Ulwan. Abdullah Nashi, Tarbiyah al Aulad al-Islam terjemahan oleh Anwar
Rasyid, Penelitian Anak dalam Al-Qur’an, Cet. III, Semarang: al-Syifa’,
1981.
Uno. Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar
Grafika, 2003.
Yusuf. Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cet. XIV, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014.
LAMPIRAN- LAMPIRAN

68
LAMPIRAN I

PEDOMAN WAWANCARA

69
70

Judul penelitian :Peranan Orang tua Dalam Membentuk Kecerdasan


Emosional Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Patongloan Kecamatan
Baroko Kabupaten Enrekang.

1. Bagaimana peran bapak dan ibu membimbing anak dalam proses

pembelajaran dan tugas yang diberikan guru di sekolah?

2. Metode apa yang bapak dan ibu gunakan dalam mengembangkan jiwa

keagamaan pada anak?

3. Kendala apa saja yang sering bapak dan ibu alami dalam membimbing

anak?

4. Bagaimana solusi yang dilakukan orang tua untuk menghadapi anak yang
emosionalnya tinggi dengan kata lain, nakal?

5. Bagaimana cara orangtua dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh

anak dengan kata lain suka berkelahi?

6. Kapan bapak dan ibu memberikan bimbingan pada anak untuk belajar menulis

dan membaca?

7. Apa faktor pendukung yang dilakukan bapak dan ibu dalam membimbing

anak?
8. Bagaimana cara orang tua membuka pola fikir anak dalam mengembangkan

bakat dan kecerdasan yang dimiliki anak?

9. Apakah orang tua memberikan perhatian lebih pada anak demi masa yang

akan datang?

10. Apakah perkembangan jiwa keagamaan yang bapak dan ibu berikan pada anak

dapat berkesan?
71

LEMBAR OBSERVASI

No. Aspek yang Indikator Ya Tidak


diamati

1 Penanaman Karakter
peserta didik

a. Religius Berdoa sebelum dan sesudah


belajar

Mengucapkan salam ketika


bertemu dengan siapapun di
lingkungan Masyaraka dan
sekolah.

Meminta maaf ketika melakukan


kesalahan

Senang bergaul dengan teman di


sekolah maupun masyarakat
dengan berbagai perbedaan suku,
ras, Agama dan lai-lain.

b. Disiplin Datang ke sekolah tepat waktu

Mendengarkan dengan seksama


ketika guru maupun orang tua
sedang menjelaskan.

Peserta didik selalu berpakaian


rapi

Peserta didik tidak ada yang bolos

Peserta didik tidak mengobrol


dengan temannya ketika pelajaran
berlangsung

Larangan membawa fasilitas


komunikasi

c. Peduli sosial Peserta didik mengikuti kegiatan


ekstrakurikuler di sekolah maupun
di masyarakat

Ikut berkompetisi baik internal


maupun eksternal

Berempati kepada sesama teman


72

seperti meminjamkan Al- Quran


kepada teman yang membutuhkan
Al-Quran tersebut dan membantu
masyarakat seperti gotong royong

Membangun kerukunan warga

d. Peduli lingkungan Tidak membuang sampah


sembarangan.

Buang air besar dan air kecil di


toilet.

Menjaga kebersihan di lingkungan


rumah dan sekolah

Ikut serta dalam memelihara


tanaman di halaman rumah
maupun sekolah

2 Kegiatan rutin Belajar mengaji di TPA Al-


dilingkungan Islamiyah korang.
masyarakat

Membaca doa sebelum dan


sesudah belajar

Mengabsen peserta didik pada saat


mengaji

3 Kegiatan spontan Menegur peserta didik yang


melakukan perbuatan tidak baik

Memotivasi peserta didik

4 Keteladanan Guru-guru dan karyawan lainnya


bertutur kata yang baik kepada
peserta didik,.

Guru datang tepat waktu

Menghargai dan memberikan


perlakuan yang sama terhadap
anak-anak yang ada di TPA

5 Pengkondisian Tempat wudhu dan toilet selalu


bersih
73

LAMPIRAN II
DOKUMENTASI
74

Wawancara dan observasi di Desa Patongloan Kec. Baroko Kab.Enrekang.


Keluarga Muh. Alif Dzaky
Wawancara dan Observasi
Dokumentasi pada saat melakukan observasi dan wawancara bersama orang
tua Muh. Alif Dzaky yaitu ibu Nur Jannah dan bapak Muh. Ramadan pada
tanggal 19 november 2020 pukul 19.30 WIB.
75

Keluarga Misrawati Syaputri


Wawancara dan Observasi
Dokumentasi pada saat selesai melakukan observasi dan wawancara bersama
orang tua dari Misrawati Saputri yaitu ibu Detriana dan bapak Burhanuddin pada
tanggal 20 November 2020 pukul 19.30 WIB.
76

Keluarga Elky Almadinah


Wawancara dan Observasi
Dokumentasi pada saat selesai melakukan observasi dan wawancara bersama
orang tua dari Elky Almadinah yaitu ibu Suarni dan bapak Munir pada tanggal 21
November 2020 pukul 19.30 WIB.
77

Keluarga Arman Damma


Wawancara dan Observasi
Dokumentasi pada saat selesai melakukan observasi dan wawancara bersama
orang tua dari Arman Damma yaitu ibu Nur Jannah pada tanggal 22 November
2020 pukul 19.30 WIB.
78

Keluarga Silviana Putri


Wawancara dan Observasi
Dokumentasi pada saat selesai melakukan observasi dan wawancara bersama
orang tua dari Silviana Putri yaitu ibu Senawati dan Bapak Abdul Odeng pada
tanggal 23 November 2020 pukul 19.30 WIB.
79

Kantor Desa Patongloan


LAMPIRAN III
PERSURATAN

80
81
82
83
84
85
86
87
88

RIWAYAT HIDUP

Nurhana, lahir di Enrekang, tanggal 30 Juli

1993. Anak ke delapan dari delapan

bersaudara. Buah hati dari almarhum

Bapak Muh. Sattu dan pasangan dari ibunda

Sengga tercinta. Mulai memasuki jenjang

pendidikan formal di SDN 10 Redak pada

tahun 2001 dan tamat pada tahun 2007.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan


di Mts kaduaja pada tahun 2007 dan tamat

pada tahun 2010, pada tahun 2010 tersebut,

penulis melanjutkan pendidikan ke MAN Makale dan tamat pada tahun 2013.

Setelah menamatkan pendidikan di MAN Makale, penulis pun

melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar dan mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan pada tahun 2013 melalui jalur SBMPTN. Demikian
biografi singkat dari penulis, jika ada kritikan dan masukan dari pembaca silahkan

kirimkan ke email penulis berikut Nurhanapailang3@gmail.com. Dan dapat

menghubungi kontak nomor 081245361655. Besar harapan penulis semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat dan khazanah keilmuan khususnya dalam

bidang pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai