KLP 1 - Persepsi Sensori
KLP 1 - Persepsi Sensori
DISUSUN OLEH :
Kelompok 1
Nurhasima (NH0223021)
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Pemeriksaan Penunjang........................................................................18
B. Pemeriksaan Fisik.................................................................................18
a. Pengkajian Mata.............................................................................18
b. Pengkajian Hidung.........................................................................37
c. Pengkajian Telinga.........................................................................43
d. Pengkajian Mulut...........................................................................52
e. Penfkajian Kulit..............................................................................53
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................65
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari berbagai pendapat dan latar belakang yang sudah diuraikan, diperlukan
peran perawat guna mengurangi gangguan persepsi sensori tersebut. Asuhan
keperawatan jiwa adalah perawatan yang spesialistik, namun ketika melakukan
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasar pada fenomena yang diuraikan, rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Bagaimana Persepsi Sensori pada anatomi fisiologi, pemeriksaan
diagnostik dan lab ?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
Sistem sensoris atau dalam bahasa Inggris sensory system berarti yang
berhubungan dengan panca indra. Sistem ini membahas tentang organ akhir yang
khusus menerima berbagai jenis rangsangan tertentu. Rangsangan tersebut
dihantarkan oleh sensorys neuron (saraf sensoris) dari berbagai organ indra
menuju otak untuk ditafsirkan. Reseptor sensori, merupakan sel yang dapat
menerima informasi kondisi dalam dan luar tubuh untuk dapat direspon oleh saraf
pusat. Implus listrik yang dihantarkan oleh saraf akan diterjemahkan menjadi
sensasi yang nantinya akan diolah menjadi persepsi di saraf pusat. Sistem persepsi
sensori manusia terdiri organ mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit (Syaifuddin,
2014).
Indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari
organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra
penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung
untuk membentuk saraf optikus.
a. Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang
sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :
1) Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut
dengan puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.
2) Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit
tebal yang melengkung, ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi
sebagai kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari
sinar matahari yang sangat terik.
3) Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah
kulit yang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar
dari pada kelopak mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata
sewaktuwaktu kalau ada gangguan pada mata.
4) Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar
lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis
masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata
terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir
ke duktus nasolakrimatis terus ke meatus nasalis inferior.
3
4
5) Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari:
a) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya
mengangkat kelopak mata.
b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk
menutup mata.
c) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
d) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.
e) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola
mata ke dalam dan ke bawah.
f) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke
atas, ke bawah dan ke luar.
6) Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva
palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan
kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh darah.
b. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf
otak II, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak
dan merupakan bagian penting organ visus.
a. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari :
1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita
dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal
dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika
anterior (bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan
5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan,
antara kornea ke sklera.
ii. Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak
pada bagian depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh
jaringan ikat.
iii. Duktus semisirkularis. Ada tiga tabung selaput semisirkularis yang
berjalan pada kanalis semesirkularis (superior, posterior, dan lateralis).
Bagian duktus yang melebar disebut dengan ampula selaput. Setiap
ampula mengandung celah sulkus ampularis merupakan tempat
masuknya cabang ampula nervus akustikus.
iv. Duktus koklearis merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga
seolah-olah membuat batas pada koklea timpani. Duktus koklearis
mulai dari kantong buntu (seikum vestibular)ndan berakhir tepat
diseberang kanalis lamina spiralis pada kantong buntu (seikum
ampulare) (Heharia et al, 2011).
konka. Meatus media terletak di antara konka media dan inferior yang
mempunyai peran penting dalam patofisiologi rinosinusitis karena melalui
meatus ini kelompok sinus anterior (sinus frontal, sinus maksila dan sinus
etmoid anterior) berhubungan dengan hidung. Meatus inferior berada di antara
konka inferior dan dasar rongga hidung. Pada permukaan lateral meatus lateral
terdapat muara duktus nasolakrimalis.
Septum nasi merupakan struktur tengah hidung yang tersusun atas
lamina perpendikularis os etmoid, kartilago septum, premaksila dan kolumela
membranosa. Deviasi septum yang signifikan dapat menyebabkan obstruksi
hidung dan menekan konka media yang menyebabkan obstruksi kompleks
ostiomeatal dan hambatan aliran sinus. Meatus inferior berada diantara konka
inferior dan rongga hidung. Pada permukaan lateral meatus lateral terdapat
muara duktus nasolakrimalis.
pleksus Kiesselbach. Sistem vena di hidung tidak memiliki katup dan hal ini
menjadi predisposisi penyebaran infeksi menuju sinus kavernosus. Persarafan
hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksila nervus
trigeminus.
Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi,
humidifikasi, penghangat udara dan resonansi suara. Sistem vaskuler dan
sekresi hidung berperan penting dalam mempersiapkan udara inspirasi sebelum
masuk ke saluran napas atas dan trakeobronkial. Saat inspirasi udara masuk ke
vestibulum dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika
udara mencapai nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung
mengadakan kontak dengan permukaan mukosa hidung yang luas. Aliran
turbulen tersebut tidak hanya meningkatkan fungsi penghangat dan
humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi.
Sinus paranasal terdiri atas empat pasang yaitu sinus maksila, sinus
etmoid, sinus sfenoid dan sinus frontal. Mukosa sinus dilapisi oleh epitel
respiratorius pseudostratified yang terdiri atas empat jenis sel yaitu sel
kolumnar bersilia, sel kolumnar tidak bersilia, sel mukus tipe goblet dan sel
basal. Membran mukosa bersilia bertugas menghalau mukus menuju ostium
sinus dan bergabung dengan sekret dari hidung. Jumlah silia makin
bertambah saat mendekati ostium. Ostium adalah celah alamiah tempat sinus
mengalirkan drainasenya ke hidung. Jumlah silia makin bertambah saat
mendekati ostium.
Berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding lateral
hidung, sinus dibagi menjadi kelompok sinus anterior dan posterior.
Kelompok sinus anterior terdiri dari sinus frontal, maksila dan etmoid anterior
yang bermuara ke dalam atau dekat infundibulum. Kelompok sinus posterior
terdiri dari etmoid posterior dan sinus sfenoid yang bermuara di atas konka
media. Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan
sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi melalui tiga mekanisme yaitu
terbukanya kompleks osteomeatal, transport mukosiliar dan produksi mukus
yang normal.
11
oftalmika dari sistem karotis interna melayani sinus etmoid dan aliran venanya
menuju sinus kavernosus. Inervasi dilayani oleh cabang nasal posterior nervus V2
dan cabang etmoid anterior dan posterior nervus V1.
Lidah terdiri dari dua kelompok yaitu otot intrinsik melakukan gerakan
halus dan otot ekstrinsik yang melaksanakan gerak kasar pada waktu mengunyah
dan menelan. Lidah terletak pada dasar mulut, ujung,serta tepi lidah bersentuhan
dengan gigi, dan terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir yang
dapat digerakan ke segala arah. Lidah terbagi menjadi:
1) Papila sirkumvalata
14
2) Papila fungiformis
3) Papila filiformis (Syaifuddin, 2014)
Seluruh rasa dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah. Rasa yang
dapat dirasakan indera pengecap yaitu manis, asin, asam dan pahit yang dikenal
dengan istilah sensasi rasa primer. Selain itu, ada rasa kelima yang telah
teridentifikasi yakni umami yang dominan ditemukan pada Lglutamat. Lima rasa
yang dapat dikecap lidah :
a. Rasa manis
Hampir semua zat yang dapat menyebabkan rasa manis merupakan zat
kimia organik seperti gula, glikol, alkohol, aldehida, keton, amida, ester, asam
amino, asam sulfonat, dan asam halogen. Sedangkan zat anorganik yang dapat
menimbulkan rasa manis adalah timah hitam dan berilium. Daerah sensitivitas
rasa manis terdapat pada apex lingua.
b. Rasa asam
Rasa asam disebabkan oleh suatu golongan asam. Makin asam suatu
makanan maka sensasi rasa asamnya semakin kuat. Daerah sensitivitas rasa asam
terdapat pada sepanjang tepi lateral lidah bagian posterior.
15
c. Rasa Asin
d. Rasa pahit
e. Rasa umami
Rasa umami mempunyai ciri khas yang jelas berbeda dari keempat rasa
lain, termasuk sincrgisme peningkat rasa antara dua senyawa umami yaitu L-
glutamat dan 5’- ribomulceotides. Umami adalah rasa yang dominan ditemukan
dalam ekstrak daging dan keju (Guyton dan Hall, 2014).
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
berbeda- beda: 400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki)
dan 75−150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki
rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan :
Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Dermis terdiri atas dua lapisan
dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag,
dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi). b. Stratum retikulare, yang
lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur
(terutama kolagen tipe I). Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung
beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar.
Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut
jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut
juga fasia superficial, atau panikulus adiposus.
17
Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag,
dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi). b. Stratum retikulare, yang
lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur
(terutama kolagen tipe I). Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung
beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebacea. Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang
disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini
disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus (Syaifuddin, 2014).
b. Fisiologi Kulit
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan
respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak menyerap oksigen yang
diambil dari aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang diambil langsung dari
lingkungan luar (udara). Begitu pula dengan karbondioksida yang dikeluarkan,
lebih banyak melalui aliran darah dibandingkan dengan yang diembuskan
langsung ke udara. Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen
dari yang dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari
kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis),
pernapasan kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit yang penting.
Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat berguna bagi metabolisme di
dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting, namun pengeluaran atau
pembuangan karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya, karena jika CO2
menumpuk di dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel
kulit. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari
kulit tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam kulit, seperti
temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan
aliran darah ke kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam
proses metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain
(Guyton dan Hall, 2014).
BAB 3
PEMERIKSAAN LAB
A. Pemeriksaan Penunjang
Pengkajian Data
1. Riwayat
- Kesehatan Masa Lalu
- Adakah riwayat masalah penglihatan sebelumnya?
- Adakah riwayat diabetes mellitus?
- Adakah riwayat hipertensi?
- Adakah riwayat penyakit neurologis?
- Pernahkah pasien menjalani terapi mata tertentu (misalnya laser)?
2. Riwayat Keluarga
- Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga
(missal glaucoma)?
- Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga (misalnya
penularan konjungtivitis infeksi)?
- Bagaimana tingkat ketidakmampuan penglihatan pasien?
- Apakah pasien teregistrasi sebagai orang buta?
- Pernahkah pasien menjalani adaptasi di rumah?
- Apakah pasien memiliki anjing pemandu?
3. Riwayat Pengobatan
18
1
selembar kertas atau karton, agar kedua mata tetap terbuka, dan membaca
setiap baris pada kartu sampai hurus yang tercetak tak dapat lagi dikenali.
Bila pasien menggunakan lensa koreksi, ketajaman penglihatan harus
diuji dengan dan tanpa menggunakan lensa.
Tes tajam penglihatan (visual acuity, VA) menilai kekuatan
resolusi mata. Tes standar adalah dengan menggunakan kartu snellen,
yang terdiri dari baris-baris huruf yang ukurannya semakin kecil. Tiap
baris diberi nomor dengan jarak dalam meter dan blebar tiap huruf
membentuk sudut 1 menit dengan mata. Tajam penglihatan dicatat
sebagai jarak baca (missal 6 meter) pada nomor baris, dari huruf terkecil
yang dilihat. Jika jarak baca ini adalah garis 6 meter, maka tajam
penglihatan adalah 6/6; jika jarak baca ini adalah garis 60 meter, maka
tajam penglihatan adalah 6/60. Penglihatan diperiksa dengan kacamata
bila pasien menggunakan kacamata, namun tes pinhole akan mengoreksi
kelainan refraksi sedang.
Buta huruf dapat diatasi dengan menggunakan kartu (kartu
snellen) yang menampilkan huruf E dengan empat posisi yang berbeda.
Kartu ini juga berguna untuk mengkaji ketajaman penglihatan anak
berumur 5 tahun. Pemeriksaan kasar ketajaman penglihatan dapat
dilakukan di tempat tidur menggunakan teknik dasar. Pengkajian tersebut,
seperti persepsi terhadap cahaya, gerakan tangan, menghitung jari, dan
membaca, sangat mudah dilakukan dan dapat member informasi praktis
mengenai penglihatan pasien.
Pada anak, digunakan berbagai metode untuk menilai tajam
penglihatan :
a) Anak yang masih sangat kecil diamati untuk mengetahui apakah
mereka dapat mengikuti objek atau mengambil “ratusan dan ribuan”
dekorasi kue.
b) Tes tajam penglihatan Cardiff dapat digunakan untuk menilai
penglihatan anak usia satu hingga tiga tahun. Metode ini merupakan
tes penglihatan pilihan berdasarkan fakta bahwa anak lebih suka
melihat target yang kompleks dibandingkan target sederhana. Kartu
berwarna
2
Untuk menguji medan pandangan nasal lirikan pada mata yang sama,
pemeriksa menggesar benda dari tangan kanan ke tangan tiri. Keseluruhan
prosedur dilakukan dengan cara sebaliknya untuk mengkaji medan pandangan
mata yang satunya. Penentuan secara kasar medan penglihatan dapat dideteksi
dengan cara ini. Bila pada uji konfrontasi memperlihatkan penurunan medan
penglihatan, atau bintik buta, maka pasien harus dirujuk ke ahli oftalmologi untuk
evaluasi lebih lanjut.
Selain uji medan penglihatan di tempat tidur, ada cara yang lebih canggih dan
dapat dihitung untuk mengukur medan pandangan. Perimeter Goldman atau alat
uji perimetri automatis yang baru menggunakan plotting sistematis persepsi titik-
titik cahaya yang diproyeksikan pada mangkuk bulat dengan kepala diletakkan di
pusatnya.
5) Lakukan tes gerak bola mata; tanyakan mengenai diplopia dan cari nistagmus.
6) Reaksi pupil
Ukuran pupil (miosis, konstriksi; midriasis, dilatasi) dan responsnya
terhadap cahaya dan akomodasi memberikan informasi penting mengenai :
a. Fungsi jalur aferen yang mengontrol pupil (saraf dan traktus optic);
b. Fungsi jalur eferen
Pemeriksaan pupil dimulai dengan penilaian ukuran pupil dengan cahaya
uniform. Jika terdapat asimetri (anisokoria) harus ditentukan apakah pupil
yang kecil atau yang lebar yang merupakan pupil abnormal. Pupil kecil yang
patologis (setelah kerusakan system saraf simpatis) akan menjadi lebih jelas
pada pencahayaan redup, karena dilatasi pupil normal akan menjadi lebih
besar. Pupil lebar yang patologis (didapatkan pada penyakit system saraf
parasimpatis) akan menjadi lebih jelas dalam cahaya.
Pasien dengan riwayat inflamasi mata anterior (iritis), trauma, atau
pembedahan mata sebelumnya mungkin mengalami perubahan struktur iris
yang secara mekanik mempengaruhi bentuk pupil. Beberapa individu
memiliki diameter pupil asimetris yang tidak terkait dengan penyakit.
Pada pasien yang ukuran pupilnya sama, langkah berikutnya adalah
mencari defek fungsi saraf optic, dengan menggunakan “tes sentolop
berayun”.
3
mengarahkan pandangan dengan cepat dari satu objek ke objek lain (pergerakan
mata sakadik) dapat diperiksa dengan meminta pasien untuk melihat target
(seperti jari) yang diletakkan pada tiap sisi kepala. Pergerakan ini harus cepat,
halus, dan akurat (yaitu tidak overshoot atau undershoot target).
Otot ekstraokuler adalah enam otot kecil yang melekat pada tiap mata yang
menggerakkan bola mata. Diinervasi oleh tiga saraf otak (SO III,IV, dan VI). Aksi
sinergis (sesuai) otot ekstraokuler kedua mata menghasilkan gerakan parallel.
Mekanisme bagaimana cara kerjanya sangat kompleks, dan analisis
abnormalitasnya memerlukan konsultasi dengan dokter.
Kesejajaran paralel mata tersebut dapat dengan mudah dideteksi dengan
mengarahkan sinar langsung ke mata sementara pasien memandangi sumber
cahaya. Tempat pantulan cahaya pada mata harus identik. Refleks cahaya yang
berbeda antara satu mata dengan lainnya menunjukkan gangguan penglihatan
parallel.
Uji Menutup. Disamping kesejajaran normal kedua mata ketika keduanya
berfungsi bersama, ada kecenderungan salah satu mata untuk bergeser ke sisi
nasal atau sisi temporal (dan perlunya untuk mengkompensasi secara involunter
dengan usaha) dapat dikaji dengan uji menutup. Salah satu mata pasien ditutup
dengan karton atau tangan pemeriksa, dan pasien diminta memfokuskan mata
yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang ditutup
karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba disingkirkan,
dan akan tampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat ditutup, bergeser kesisi
temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup dibuka. Sebaliknya, bila
bergeser kesisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata
untuk bergeser, ketika ditutup, ke sisi temporal dinamakan eksoforia;
kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal disebut esoforia.
Lirikan Terkoordinasi. Integritas control saraf otot mata dapat dikaji dengan
mengarahkan pasien, sementara kepala dijaga tetap diam, untuk menggerakkan
matanya keenam posisi cardinal lirikan dengan mengikuti sebuah benda. Benda
digerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu horizontal dan kemudian
sepanjang sumbu oblik, masing-masing membentuk sudut 60 derajat dengan
sumbu
3
horizontal. Tiap posisi kardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari
keenam otot ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia atau
pandangan ganda, selama transisi dari salah satu posisi kardinal lirikan, pemeriksa
dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk
berfungsi dengan benar. Keadaan ini bisa juga terjadi bila salah satu mata gagal
bergerak bersama dengan yang lain.
Ketika gerakan ekstraokuler sedang dikaji, mata diobservasi bila ada
nistagmus, suatu gerakan mata mendadak ireguler seperti gerakan lirikan ke posisi
lateral. Nistagmus mempunyai dua komponen; komponen cepat pada satu arah
atau arah lainnya dan komponen lanjutannya yang lebih lambat yang
mengembalikan mata ke posisi yang diharapkan. Namun, nistagmus pada lirikan
lateral ekstrem adalah temuan yang normal, dan dapat dihindari dengan tidak
meletakkan benda terlalu jauh ke lateral. Ada banyak keadaan, seperti pada
sklerois multiple dan tingginya kadar Dilantin (fenitoin), dapat menimbulkan
nistagmus. Meskipun kebanyakan keadaan tersebut bersifat jinak, namun ada juga
yang mencerminkan proses patologi yang berat.
Mata harus bergerak bersama secara simetris dan dengan arah yang sama.
Ketika tidak bergerak bersama, fenomena ini dinamakan strabismus. Hal ini akan
menimbulkan pandangan ganda atau kabur karena gambar yang diprojeksikan
pada masing-masing retina berbeda. Strabismus merupakan salah satu penyebab
ambliopia.
Pemeriksaan Kalori. Ketika mengkaji viabilitas otak, dapat dilakukan
pemeriksaan kalori. Dilakukan dengan cara memasukkan air hangat maupun
dingin ke dalam telinga. Pada orang sehat, akan menimbulkan nistagmus cepat
kearah atau menjauhi penetasan air. Saat melakukan uji kalori pada orang sehat
dapat membangkitkan muntah dan nyeri hebat. Tidak adanya nistagmus selama uji
kalori merupakan salah satu tanda klinis kematian otak.
8) Kelopak mata
Biasanya kelopak mata letaknya sejajar. Tepi kelopak terletak dekat bola
mata pada mata yang sehat. Jika tepi kelopak mengarah keluar dari bola mata
3
maka terdapat ektropion, jika tepi ini mengarah kedalam dan bulu mata
bergesekan dengan bola mata maka terdapat entropion.
Kelopak mata yang jatuh (ptosis) dapat menunjukkan :
a. Kelainan anatomis (misalnya kegagalan tendon levator untuk berinsersi
dengan benar dikelopak).
b. Masalah organic (misalnya kelemahan otot levator pada miastenia gravis atau
gangguan persarafan pada palsi saraf ketiga).
Dalam menilai ptosis, jarak antara kelopak mata atas dan bawah diukur
dengan psien melihat lurus kedepan. Kemudian dicatat ekskursi kelopak mata
atas dari pandangan ke bawah yang ekstrim ke pandangan ke atas ekstrim.
Pada miastenia, pengulangan gerakan kelopak mata keatas dan kebawah akan
meningkatkan ptiosis karena otot levator mengalami kelelahan.
Posisi kelopak mata dikaji dalam hubungannya dengan bola mata. Posisi
kelopak dan simetri merupakan bagian sangat penting pada pemeriksaan saraf
otak (SO). Untuk mengkaji SO III, perawat meminta pasien untuk menutup
mata secara ringan untuk menentukan apakah mata bisa tertutup secara
penuh. Pembukaan mata mengkaji SO VII.
Setelah mata terbuka, posisi kelopak diobservasi untuk melihat apakah
keduanya simetris dan batas bawahnya berhenti pada bagian iris sama tinggi.
Tidak boleh terlihat sclera di atas atau di bawah kornea. Posisi kelopak harus
simetris, dan kelopak mata atas harus tepat melintasi limbus kornea dan di
atas pupil. Kelopak tidak boleh menutupi pupil, yang dapat mengganggu
penglihatan. Iris, kornea atau sclera tidak dapat terlihat secara utuh pada
keadaan istirahat saat wawancara. Terlihatnya bagian mata yang lebih dari
biasa mengindikasikan adanya protrusi, atau eksoftalmos, yang mungkin
diakibatkan oleh hipertiroidisme atau masa dalam orbita.
Eksoptalmus klasik, seperti pada penyakit Grave (hipertiroidisme),
diperkirakan merupakan proses autoimun yang berakibat inflamasi orbita dan
pembengkakan otot dan lemak. Protusi unilateral dapat berhubungan dengan
masa dalam orbita, seperti tumor, sementara protrusi bilateral menunjukkan
3
mata klien yang akan diperiksa. Klien diminta melihat ke arah depan pada
objek yang terletak di dinding belakan perawat. Bagian yang diperksa dari
pemeriksaan ini yaitu, diskusoptikus, pembuuh optikus, fundus, makula.
Dapat dilihat melalui oftalmoskop, yaitu suatu instrumen yang digunakan
dengan cara dipegang yang memproyeksikan cahaya melalui prisma dan
membelokkan cahaya dengan sudut 90°, memungkinkan pemeriksa melihat
retina. Dalam melakukan pemeriksaan ruangan harus digelapkan untuk
melebarkan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini meliputi evaluasi diskus optikus,
pembuluh darah retina, karakteristik retina, area makula, dan humor aqueus.
b. Tonometri
Tonometri adalah teknik untuk mengukur tekanan intraokuler
(TIO).Tonometri Schiotz memakai instrumen metal yang dipegang
(tonometer) dan diletakkan pada permukaan kornea yang dianastesi. Hasilnya
bervariasi namun cukup baik untuk mengistimasi TIO. Alat pengukur tekanan
lainnya yaitu Tonometer aplanasi dari Goldman, dihubungkan dengan lampu
slit. Dianggap sebagai bentuk alat ukur TIO yang paling akurat.Pemberian
pewarna fluoresen dan anestesi topikal diperlukan sebelum tonometer
aplanasi. Peningkatan TIO merupakan tanda kardinal pada glaukoma.
c. Lampu-Slit
Lampu-slit adalah instrumen yang biasa dijumpai dikamar periksa ahli
oftalmologi atau di tempat dimana dilakukan evaluasi oftalmik. Pemerisaan
dilakukan dengan cara mengarahkan cahaya berbagai bentuk dan warna ke
permukaan depan mata. Instrumen ini akan memperbesar kornea, sklera, dan
kamera anterior, dan memberikan pandangan oblik ke dalam trabekulum
dengan lensa khusus. Kebanyakan lampu-slit dilengkapi dengan tonometer
applanasi. Untuk pemeriksaan, ruangan harus gelap dan klien harus
kooperatif. Sebelum pemeriksaan perawat atau teknisi biasanya membantu
memberikantetes mata untuk mendilatasi pupil.
d. Ultrasonografi (USG)
USG dapat digunakan untuk mengukur dimensi, struktur kuler, dan untuk
mengukur kedalaman serta bentuk bola mata. Pada USG, gelombang dengan
3
frekwensi tinggi diemisi dari sebuah tranduser kecil seperti probe diletakkan
dimata. Setelah mengenai jaringan okuler, gelombang suara kemudian
memantul dan ditangkap oleh transduser yang sama. Kemudian dikonversi
menjadi pola gelombang dan dan ditampilkan pada osilokop. Prosedur ini
tidak menimbulkan nyeri namun memerlukan anestesi lokal. Setelah
dilakukan pengujian sarankan pada klien agar tidak menggosok matanya. Ada
dua tipe primer ultrason yang digunakan, yaitu A-scan dan B-scan.
1. A-scan-ultrason : untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur
mata untuk pemasanga implan lensa okuler dan memantau adanya glaukoma
kongenital
2. B-scan-ultrason : Untuk memndeteksi berbagai struktur dalam mata yang
kurang jelas akibat adanya pendarahan katarak atau opasitas lain.
e. Angiografi Fluoresen
Untuk mengevaluasi pembuluh darah oftalmik. Pewarna kontras
disuntikkan ke vena perifer. dan diambil foto serial fundus. Uji ini membantu
menentukan luasnya kelainan pembuluh darah retina, seperti yang
berhubungan dengan diabetes dan hipertensi, papiledema, dan sumbatan arteri
retina sentralis.
f. Prosedur Pencitraan
Kadang-kadang kita perlu melihat mata terhadap hubungan dengan
tengkorak atau jaringan lunak lainnya. Karena mata terletak di dalaam rongga
intracranial, maka abnormalitas tengkorak dapat memengaruhi bola mata dan
struktur oftalmik. Fraktur blowout orbita dapat menjebak otot atau saraf
ekstraokuker sehingga membatasi gerakan bola mata yang terkena. Sinar-x
tengkorak dapat mengidentifikasi abnormalitas cranium. MRI (computerized
tomografi) dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan dan anatomi
intraokuler dan ekstraokuler.
g. Hitung Sel Endotel
Alat fotografi yang dihubungkan ke lampu slit dan menghasilkan
bayangan dengan resolusi tinggi terhadap detil morfologi sel endotel: ukuran,
bentuk, destansi, dan batas sel. Merupakan uji praoperatif yang sangat
penting untuk
3
b. Riwayat Pengobatan
1) Tanyakan pada pasien tentang pemakaian ototoksik
2. Pemeriksaan Fisik
Perawat menginspeksi dan memalpasi struktur telinga luar,
menginspeksi struktur telinga tengah dengan otoskop, dan menguji telinga
dalam dengan mengukur ketajaman pendengaran. Struktur telinga luar
terdiri dari aurikula, kanal telinga luar, dan membrane tympani (gendang
telinga). Kanal telinga normalnya melengkung dengan panjang ±2,5 cm
pada orang dewasa. Dilapisi dengan kulit berbulu halus, ujung-ujung saraf,
kelenjar yang menyekresi serumen. Telinga tengah adalah rongga berisi
udara yang terdiri atas tiga tulang osikel (maleus, inkus, stapes). Tuba
eustasius menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Tekanan
antara atmosfer luar dan telinga tengah distabilkan melalui tuba eustasius.
1) Aurikula
Dengan posisi klien duduk nyaman, perawat menginspeksi ukuran,
bentuk, kesimetrisan, garis batas, posisi, dan warna aurikula. Aurikula
normalnya sejajar satu sama lain. Titik atas perlekatan berada pada
satu garis lurus dengan kantus lateral atau sudut mata. Posisi aurikula
juga hamper vertical.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas,
lesi, adanya cairan, serta ukuran, simetri, dan sudut penempelan ke
kepala.
Perawat memalpasi aurikula untuk tekstur, nyeri tekan, dan lesi
kulit. Aurikula normalnya halus tanpa lesi. Jika klien mengeluh nyeri,
perawat dengan hati-hati menarik aurikula dan menekan tragus serta
memalpasi di belakang telinga pada prosesus mastoideus. Jika palpasi
telinga luar meningkatkan nyeri, maka kemungkinan terjadi infeksi
telinga luar. Jika palpasi aurikula dan tragus tidak memengaruhi nyeri,
maka klien mungkin saja mengalami infeksi telinga tengah. Nyeri
tekan pada area mastoideus dapat mengidentifikasikan mastoideus.
Terkadang, kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan)
terdapat
4
pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih
tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak
dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
Penggunaan uji Weber dan Rinne memungkinkan kita membedakan
kehilangan akibat konduktif atau kehilangan sensorineural ketika terjadi
gangguan pendengaran. Uji ini bukan merupakan bagian pemeriksaan
fisik penyaring rutin, namun sangat berguna bila diperlukan pengkajian
yang lebih tajam, bila diketahui adanya kehilangan pendengaran, atau
bila hasil substansi audiometric diperlukan.
Uji Weber memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya
lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan
pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian
diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara
terdengar ditengah kepala, ditelinga kanan, atau telinga kiri. Individu
dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada
kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala.
Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media),
suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan
karena obstruksi akan menghambat ruang suara sehingga akan terjadi
peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural,
suara akan mengalami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran
unilateral. (Smeltzer dalam )
Uji Rinne, gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di
belakang aurikula pada tulang mastoid (konduksi tulang) sampai
pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala
dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus
(konduksi udara). Pada keadaan normal, pasien dapat terus
mendengarkan suara, hal ini menunjukkan bahwa konduksi udara
berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan
pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi
udara; begitu konduksi tulang melalui
4
b. Pemeriksaan Laboratorium
Umumnya bukan untuk menilai dalam menentukan ketajaman
pendengaran. Tetapi untuk melihat adanya infeksi pada telinga,
organisme yang menyebabkan, dan pengobatan yang tepat. Jika terapi
5
antibiotik tidak berhasil, maka dapat dilakukan kultur mikroba dan uji
sensitivitas (Ignatavicius & Workman, 2013)
d. Pengkajian mulut
1. Riwayat
a. Kesehatan Masa Lalu
Adakah riwayat penyakit mulut khususnya lidah sebelumnya?
b. Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit lidah
c. Riwayat Pengobatan
Adakah obat yang digunakan oleh pasien?
Adakah terapi yang dijalani oleh pasien?
2. Pemeriksaan Fisik
Lidah diinspeksi dengan cermat pada semua sisi, dan bagian dasar
mulut juga diperiksa. Terlebih dahulu klien harus merilekskan mulut dan
sedikit menjulurkan lidah ke luar. Perawat mencatat adanya
penyimpangan, tremor, atau keterbatasan gerak. Hal tersebut dilakukan
untuk menguji fungsi saraf hipoglosum. Jika klien menjulurkan lidahnya
terlalu jauh, dapat terlihat adanya reflex muntah. Pada saat lidah
dijulurkan, lidah berada di garis tengah. Pada beberapa keadaan gangguan
neurologis akan didapatkan ketidaksimetrisan lidah akibat kelemahan otot
lidah, contohnya pada klien yang mengalami Miastenia gravis dengan
tanda khas triple forrowed. Untuk menguji mobilitas lidah, perawat
meminta klien untuk untuk menaikkan lidah keatas dan kesamping. Lidah
harus dapat bergerak dengan bebas.
Dengan menggunakan senter untuk pencahayaan, perawat memeriksa
warna, ukuran, posisi, tekstur, dan adanya lapisan atau lesi pada lidah.
Lidah harus berwarna merah sedang atau merah pudar, lembap, sedikit
kasar pada bagian permukaan atasnya, dan halus sepanjang tepi lateral.
Permukaan bawah lidah dan bagian dasar mulut sangat bersifat vascular.
Kecermatan ekstra harus dilakukan pada saat menginspeksi area-area ini,
daerah umum tempat terjadinya lesi kanker oral. Klien mengangkat
lidahnya dengan menempatkan bagian ujungnya pada palatum dibagian
belakang taring.
5
warna dan bentuk lesi dicatat. Sesudah tekstur, bentuk serta tepinya,
dan untuk melihat apakah lesi tersebut teraba lunak atau berisi cairan,
atau teraba keras dan terfiksasi pada jaringan di sekitarnya.
Sebuah penggaris dapat digunakan untuk mengukur besar lesi
sehingga setiap pembesaran lebih lanjut dapat dibandingkan dengan
ukuran awalnya. Keadaan dermatosis tersebut kemudian dicatat pada
catatan kesehatan pasien; catatan ini harus dijelaskan secara rinci
dengan terminology yang tepat.
Sesudah distribusi lesi yang khas ditentukan, informasi berikut
harus diperoleh dan dijelaskan secara rinci:
- Bagaimana warna lesi tersebut?
- Apakah terdapat kemerahan, panas, nyeri atau pembengkakan?
- Berapa besar daerah kulit yang terkena? Dimana lokasinya?
- Apakah erupsi tersebut berbentuk macula, papula, skuama, lesi
dengan eksudasi, diskrit atau konfluen?
- Bagaimana distribusi lesi simetris, linier, sirkuler?
Mengkaji vaskularitas dan hidrasi
Setelah warna kulit diinspeksi dan keadaan lesi dicatat, pengkajian
terhadap perubahan vaskuler pada kulit harus dilakukan. Uraian
tentang perubahan vaskuler mencakup lokasi, distribusi, warna, ukuran
dan adanya pulsasi. Perubahan vaskuler yang lazim ditemukan adalah
petekie, ekimosis, telangiektasis, angioma dan venous stars.
Kelembaban kulit, suhu dan tekstur kulit dinilai terutama dengan
cara palpasi. Elastisitas (turgor) kulit yang menurunpada proses
penuaan yang normal dapat menjadi salah satu factor untuk menilai
status hidrasi seorang pasien.
Mengkaji kuku dan rambut
Kuku. Inspeksi siingkat pada kuku mencakup observasi untuk
melihat konfigurasi, warna dan konsistensi. Banyak perubahan pada
kuku atau dasar kuku (nailbed) yang mencerminkan kelainan local atau
sistemik yang sedang berlangsung atau yang terjadi akibat peristiwa di
5
Tekstur rambut kulit kepala berkisar dari halus hingga tebal; ulet
hingga mudah patah; berminyak hingga kering; dan lurus, berombak
atau keriting. Rambut yang keriting dan mudah patah dapat terjadi
akibat penggunaan pewarna rambut yang berlebihan, pengering rambut
dan alatpengering atau akibat gangguan fungsi tiroid. Rambut
berminyak biasanya disebabkan oleh peningkatan sekresi kelenjar
sebasea didekat kulit kepala (Grimes & Burns dalam (Smeltzer,
2001)). Jika tekstur rambut menunjukkan perubahan yang baru saja
terjadi, etiologi yang mendasarinya harus dicari. Perubahan tersebut
dapat terjadi hanya karena pemakaian produk rambut komersial yang
berlebihan atau penggantian shampoo.
Distribusi. Distribusi rambut tubuh bervariasi menurut lokasinya.
Rambut yang tumbuh diseluruh badan memiliki tekstur yang halus
kecuali rambut didaerah aksila dan pubis yang kasar serta tumbuh pada
usia pubertas. Distribusi rambut pada laki-laki memiliki bentuk wajik
yang meluas sampai daerah umbilicus. Rambut pubis wanita
menyerupai bentuk segitiga terbalik. Jika pola distribusi yang
ditemukan tampak lebih khas dari jenis kelamin yang berlawanan,
penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan karena hal ini mungkin
menunjukkan masalah endokrin. Perbedaan rambut karena factor
rasras diperkirakan terdapat, seperti rambut yang lurus pada orang Asia
dan rambut yang kasar serta keriting pada orang Afro-Amerika.
Laki-laki cenderung memiliki rambut pada wajah dan badan yang
lebih banyak ketimbang wanita. Kerontokan rambut, alopesia, dapat
terjadi diseluruh tubuh atau terbatas pada suatu daerah tertentu.
Kerontokan rambut kepala dapatterlokalisasi pada daerah tertentu atau
dapat berkisar mulai dari penipisan rambut yang menyeluruh hingga
kebotakan total. Ketika menilai kerontokan rambut kepala, kita harus
menyelidiki penyebab yang mendasari bersama pasien. Kerontokan
rambut yang terlokalisasi (patchy loss) dapat terjadi akibat kebiasaan
“mencabut rambut” atau traksi yang berlebihan pada
rambut;pemakaian
6
2) Imunofluoresensi (IF)
Untuk mengidentifikasi lokasi suatu reaksi imun, pemeriksaan
IF mengkombinasikan antigen atau antibody dengan zat warna
fluorokrom (antibody dapat dibuat berpedar dengan meningkatnya
pada zat warna). Tes IF pada kulit (direct IF test) merpakan teknik
pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi terhadap bagian-
bagian kulit. Indirect IF test mendeteksi antibody yang spesifik
dalam serum pasien.
3) Patch Test
Pacth test yang dilakukan untuk mengenali substansi yang
menimbulkan alergi pada pasien, meliputi aplikasi alergi yang
dicurigai pada kulit normal dibawah plester khusus (occlusive
patches).jika terjadi dermatitis, gejala kemerahan, tonjolan halus
atau gatal-gatal dianggap sebagai reaksi positif lemah. Blister yang
halus, papula dan gatal-gatal yang hebat menunjukkan reaksi
positif sedang, sementara blister (bullae), nyeri serta ulserasi
menunjukkan reaksi positif kuat.
4) Pengerokan Kulit
Sempel jaringan dikerok dari lokasi jamuryang dicurigai.
Pengerokan ini dilakukan dengan mata pisaua skapel yang sudha
dibasahi dengan minyak sehingga jaringan kulit yang dikerok
melekat pada mata pisau tersebut. Bahan hasil kerokan
dipindahkan ke slide kaca, tutup dengan kaca objek dan kemudian
diperiksa di bawah mikroskop.
5) Pemeriksaan Apus Tzanck
Tes ini dilakukan untuk memeriksa sel-sel dari kulit yang
mengalami pelepuhan, seperti herpes zoster, varisela, herpes
simpleks dan semua bentuk pemfigus. Secret dari lesi yang
dicurigai dioleskan pada slide kaca, diwarnai dan diperiksa.
6) Pemeriksaan Cahaya Wood
6
McGlynn, B. &. (1995). ADAMS Diagnosis Fisik Edisi 17. Jakarta : EGC.
42
43