Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS NEWBORN (RDN)

Disusun Dalam Rangka Memenuhi


Tugas Stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :

SITTI

SANTI

A1C121026

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…………………………..) (…………………………..)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI

NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN

KEBIDANAN UNIVERSITAS MEGAREZKY

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS NEWBORN (RDN)
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Respiratory Distress Newborn (RDN) atau bisa juga disebut Respiratory Distress
Newborn (RDN)bisa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah
gangguan pernapasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi
yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS menurut Bernard et.al (1994) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada
foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik
adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan paO2 : FiO2
kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai
PaO2
: FiO2 kurang atau sama dengan 200, disebut sebagai RDS.
Sindroma gagal napas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marni & Rahardjo,2022).

2. Anatomi dan Fisiologi

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian


rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya,
masing- masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-
paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas
dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks
pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke
atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan
medial, terdapat hilus pu]\lmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus,
pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru
kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan
fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus
superior dan inferior.

Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang
dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini
terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai
jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan
ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup
bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan
alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah
surfaktan.

Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:

1. Mengeluarkan cairan dalam paru.


2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu
kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa
surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini
menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat
bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas
keluar dari paru –paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria
kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah
dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan
dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru
akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.

3. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 tahun)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes
d. Bayi premature yang lahir dengan operasi Caesar.
Menurut Suriadi dan Yulianni (2023) etiologi dari RDS yaitu:
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di
fagosit oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6) Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

4. Patofisologi
Pada RDS terjadi atelectasis yang sangat progesif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-
24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya:
Oksigenasi jaringan menurun metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic asidosis metabolic. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus
alveolaris transudasi kedalam alveoli terbentuk fibrin-fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelectasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan
aliran darah ke paru mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelectasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang
pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan
adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patopisiolofinya dapat digambarkan sbb:
Atelaktasis- hipoksemia – asidosis – transudasi – penurunan aliran darah paru –
hambatan pembentukan zat surfaktan – atelectasis. Hal ini berlangsung terus sampai
terjadi penyembuhan atau kematian.
RDS Merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur,
biasanya setelah 3-5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan,
kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.

5. Tanda & Gejala


Gambaran klinik yang biasa ditemukan pada RDN yaitu gangguan pernafasan
berupa:
a. Dispneu/ hipernue
b. Sianosis
c. Retraksi suprasternal / epigastik / intercostals
d. Grunting expirasi
e. Pernapasan cepat dan dangkal
f. Lubang hidung melebar (cuping hidung)
g. Bayi juga mungkin memiliki jeda dalam bernapas yang berlangsung selama
beberapa detik (apnea).
Didapatkan gejala lain seperti:
a. Bradikardi
b. Hipotensi
c. Kardiomegali
d. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
e. Hipotermi
f. Tonus otot yang menurun

6. Manifestasi Klinik
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi
prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan
gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih
luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak
dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5 . Murmur

7. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Pemeriksaan ADG didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan
asidosis respiratorik
b. Pemeriksaan radiologi, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada,
setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas
diseluruh paru.
c. Biopsi paru, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru.
d. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
e. Data laboratorium
f. Profil paru
1. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk
janin yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol :
meningkat saat usia gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
2. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
3. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak.

8. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi:
a. kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

Komplikasi jangka Panjang:


Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan
organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%
bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

9. Penatalaksanaan/ Pengobatan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2023) dan Surasmi,dkk (2023) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
b . Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi
mengalami apneu
e. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
f. Bila terjadi kejang segera periksa kadar gula darah
g. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas.

Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :


1. Gangguan nafas ringan
beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan
napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut
“Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi
setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa
kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
2. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minum

 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan


gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C
 Air ketuban bercampur meconium
 Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini
 (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C
tangani untuk masalah suhu
 abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum
ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan
besar seposis
 Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai
terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI
peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan memakai salah satu cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan
bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
3. Gangguan nafas berat
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
b. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis
dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di
rumah sakit rujukan.
c. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder


b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal
dan menurunkan caiaran paru c. Fenobarbital
c. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
d. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan
dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen
(derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan
amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan
10. Pathway

Terjadi pada bayi cuku bulan: sindrom asipirasi mekonoium asidosis


RDN

Produksi surfaktan Lapisan lemak belum terbentuk pada kulit

Alveol Kurangnya cadangan


us glikogen dan lemak
kolaps

Metabolisme anaerob
Ventilasi Pembentuka n membrane hialin
Hipoksia
berkura

Bayi kehilangan panas tubuh/tida


Cedera paru
Peningkat
an usaha Mengenap di alveoli
napas
Pola Edema
napas
takipnea Cadangan makanan dan protein b
tidak Hipotermia
Peningkatan produksiGangguan
secret pertukaran gas

Pembentukan antibiotic terhamb


Bersihan jalan napas tidak efektif

Risiko infeksi
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamneses :
1. Data
Demografi
Nama
Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
Jenis Kelamin
Suku /
Bangsa Alamat
2. Keluhan utama:
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok
ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak
responsive, penurunan bunyi napas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah
letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot
menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi
supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting expirasi. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan
tersebut.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-
paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan,
lahir premature dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen
saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis,
diabetes mellitus, hipoksia, asidosis.
5. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi
seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan,
stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar
akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi
minuman keras serta tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
6. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar
sehingga menimbulakan membrane hyialin disease.
7. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap bayinya.
8. Status Infant saat Lahir
Prematur, umur
kehamilan
Apgar score, apakah terjadi aspiksia
Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk
mengevaluasi keadaan umum bayi baru lahir.
Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60
kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan
cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama,
sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada
hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya
keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
Frekuensi jantung dan tekanan darahAdanya sinus tachikardi merupakan
respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan
atau kelainan fungsi jantung.
Kualitas nadi Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba
pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya
aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat
dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.

e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:


Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki
tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan
dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik
Perfusi pada otak dan respirasiGangguan fungsi serebral awalnya adalah
gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak
selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan
dilatasi pupil.
3. ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine
4. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
b. Hipotermia
c. Gangguan pertukan gas
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Pola nafas tidak Pola Napas Pemantauan Respirasi
efektif Observasi:
D.0005 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam inspirasi  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat membaik  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
.
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Inspirasi dan/atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Terapeutik
ekspirisasi yang tidak Menuru Meningkat  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
n pasien
memberikan ventilasi 1 Dipsnea Edukasi
adekuat 1 2 3 4 5  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2 Penggunaan otot bantu napas  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
1 2 3 4 5 Terapi Oksigen
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik Observasi:
Memburuk Membaik
3 Frekuensi napas  Monitor kecepatan aliran oksigen
1 2 3 4 5  Monitor posisi alat terapi oksigen
4 Kedalaman napas  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
1 2 3 4 5  Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Hipotermi Termoregulasi Manajemen hipotermi
D.0131 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 8 jam, Observasi:
termoregulasi membaik.  Monitor suhu tubuh
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi penyebab hipotermia
Suhu tubuh berada Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
dibawah rentang Meningkat Menurun 
normal tubuh Terapeutik
1 Menggigil  Sediakan lingkungan yang hangat
1 2 3 4 5  Ganti pakaian dana tau linen yang basah
2 Pucat  Lakukan penghangatan pasif
1 2 3 4 5  Lakukan penghangatan aktif eksternal
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
 Lakukan penghangatan aktif internal
Memburuk Membaik
3 Suhu tubuh
1 2 3 4 5 Edukasi:
4 Suhu kulit  Anjurkan makan/minum hangat
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas Observasi:
D.0003 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
diharapkan karbondioksida pada membran alveolus-kapiler  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
dalam batas normal upaya napas
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai
Kelebihan atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningka kondisi pasien
kekurangan Menuru Meningk t Edukasi
oksigenasi n at  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
dan/atau eliminasi 1 Tingkat Kesadaran  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
karbondioksida 1 2 3 4 5 Terapi Oksigen
pada membran Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Observasi:
alveolus-kapiler Meningkat Menurun
 Monitor kecepatan aliran oksigen
1 Dispneu
 Monitor posisi alat terapi oksigen
1 2 3 4 5
2 Bunyi napas tambahan  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
1 2 3 4 5  Monitor integritas mukosa hidung
3. Gelisah akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
1 2 3 4 5
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung
4. Diaforesis dan trakea, jika perlu
1 2 3 4 5  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
perlu Edukasi
Memburu Membaik
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2
k
1. PCO2 di rumah
Kolaborasi
1 2 3 4 5  Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. PO2
1 2 3 4 5
3. Sianosis
1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2019.
Nughoro. 2020. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai