Anda di halaman 1dari 4

SOAL UAS KEBIJKAN KEHUTANAN

S2 MAGISTER KEHUTANAN ULM,


Prof.Dr.Ir.H.Syarifuddin Kadir,M.Si
TGL 31 DESEMBER 2023

Nama : Hartinah H
NIM : 2320626320015

1. Tulis dan jelaskan Kebijakan kehutanan (regulasi dan literatur) pengendalian


kejadian bencana Karhutlah dan banjir pada suatu DAS.
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengendalian karhutla, antara lain:
a. Undang Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3);
b. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
c. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
d. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;
e. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
f. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
g. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang;
i. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
j. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan
dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan
dan/atau Lahan;
l. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; dan
m. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan belum dapat menampung perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
sehingga perlu diganti.
n. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 39/Menhut-II/2009
Tentang Pedoman Penyusunan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu
o. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan.
p. Peraturan Pemerintah republik indonesia nomor 23 tahun 2021 tentang
penyelenggaraan kehutanan

Literatur :
a) Strategi pengendalian kebakaran hutan untuk perlindungan hutan dan lahan, penulis
Dr. Susilawati, S.Hut, M.P
b) Pengendalian kebakaran hutan dan lahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan, Penulis Harry Christian Marpaung (Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi
Kalimantan Tengah)
c) Modul 03 “Pengelolaan Banjir Terpadu” Oleh Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Sumber Daya Air Dan Konstruksi

Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para
pihak dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya.
Dan Dengan didasari Prinsip- prinsip Pengelolaan DAS Yaitu:

1) Pengelolaan DAS dilaksanakan secara terpadu didasarkan atas DAS sebagai satu
kesatuan ekosistem, satu rencana dan satu sistem pengelolaan;
2) Pengelolaan DAS terpadu melibatkan para pemangku kepentingan, terkoordinasi,
menyeluruh dan berkelanjutan;
3) Pengelolaan DAS terpadu bersifat adaptif terhadap perubahan kondisi yang dinamis
sesuai dengan karakteristik DAS;
4) Pengelolaan DAS terpadu dilaksanakan dengan pembagian tugas dan fungsi, beban biaya
dan manfaat antar para pemangku kepentingan secara adil;
5) Pengelolaan DAS terpadu berlandaskan pada azas akuntabilitas

2. Tulis dan jelaskan Kebijakan kehutanan Restosi Gambut dan Mangrove (RGM)
terkait upaya kelestariannya.
 Dalam rangka mencegah kerusakan lingkungan hidup ditetapkan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam PP No. 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Pasal 5 dari PP tersebut
mengatur kriteria baku kerusakan tanah untuk pertanian, perkebunan, dan hutan
tanaman di lahan gambut.
 Permen LH No. 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa menetapkan kriteria kerusakan tanah
gambut yang dimanfaatkan untuk kegiatan budi daya pertanian dan Perkebunan.
 kebijakan pengelolaan tata air ekosistem gambut telah dituangkan ke dalam PP No.
71 Tahun 2014 junto PP No. 57 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Ekosistem Gambut
yang menetapkan bahwa TMAT lebih rendah dari -40 cm sepanjang tahun
merupakan kriteria bahwa tanah gambut sudah mengalami degradasi.
 PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
 PP No. 57 Tahun 2016, PP tersebut mengatur tata kelola gambut dengan berbasis
pada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), serta mewajibkan kementerian terkait
untuk menetapkan paling sedikit 30% dari seluruh luas KHG yang utamanya terletak
di puncak kubah gambut dan sekitarnya sebagai kawasan yang memiliki fungsi
lindung ekosistem gambut (selain kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan
lindung).
 Perpres No. 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG). Pembentukkan
BRG merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat restorasi gambut
dengan memberikan mandat kepada BRG untuk memfasilitasi restorasi gambut di 7
(tujuh) provinsi prioritas. Ketujuh provinsi prioritas tersebut yaitu Provinsi Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, dan Papua, yang meliputi target restorasi seluas 2 juta hektare, baik di
wilayah non konsesi dan supervisi di wilayah konsesi.
 Kemudian Pemerintah menetapkan Perpres No. 120 Tahun 2020 tentang Badan
Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Khusus untuk restorasi gambut, BRGM
dimandatkan untuk memfasilitasi restorasi ekosistem gambut seluas 1,2 juta hektare
selama periode 2021–2024 pada 87 KHG prioritas yang terdapat pada 7 (tujuh)
provinsi prioritas rawan kebakaran, terutama pada area non konsesi.
Upaya Dalam rangka Strategi Pengelolaan Restorasi Gambut dan Mangrove (RGM) meliputi:

1) Memperkuat kerangka regulasi, kebijakan dan perencanaan pengelolaan, perlindungan,


dan pemulihan ekosistem gambut dan mangrove.
2) Memperkuat kelembagaan dan sinergitas pelaksanaan pengelolaan ekosistem gambut dan
mangrove antar pemangku kepentingan.
3) Memperkuat ketersediaan dan manajemen data dan informasi serta pengetahuan dan
teknologi dalam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem gambut dan mangrove.
4) Meningkatkan kesadaran, kapasitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
ekosistem gambut dan mangrove.
5) Memperkuat penegakan hukum dalam pengelolaan dan perlindungan ekosistem gambut
dan mangrove.
6) Meningkatkan skema pendanaan berkelanjutan dalam pengelolaan ekosistem gambut dan
mangrove.

3. Tuliskan dan Jelaskan terkait kebijakan FOLU Net Sink 2030


Folu Net Sink Merupakan Kebijakan dan implementasi sektor kehutanan akan terus
dimantapkan dan ditingkatkan sejalan dengan perkembangan tantangan sektor kehutanan
dan dampak perubahan iklim. Sebagai bagian dari implementasi NDC, sektor Forest and
Other Land Use (FOLU) atau sektor kehutanan dan lahan, diyakini menjadi sektor andalan
Indonesia di dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Dengan pemantapan
kebijakan, langkah serta implementasi dan evaluasi bidang-bidang sektor kehutanan, maka
Pemerintah RI telah menetapkan kebijakan dalam rangka pengurangan emisi Gas Rumah
Kaca untuk mengendalikan perubahan iklim dengan program Nasional “Indonesia’s FOLU
Net Sink 2030” sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun
2021, yang sudah mencapai net zero emission sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030.
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor
98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target
Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca
dalam Pembangunan Nasional. Pada Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi
GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan
pendekatan carbon net sink (penyerapan karbon bersih yang merujuk pada jumlah
penyerapan emisi karbon yang jauh lebih banyak dari yang dilepaskannya). Program ini
menggunakan empat strategi utama, yaitu menghindari deforestasi; konservasi dan
pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan
serapan karbon.
Dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022,
terdapat 5 bidang dalam susunan tim FOLU Net Sink 2030 di antaranya: Bidang I
Pengelolaan Hutan Lestari; Bidang II Peningkatan Cadangan Karbon; Bidang III
Konservasi; Bidang IV Pengelolaan Ekosistem Gambut; dan Bidang V Instrumen dan
Informasi.

Anda mungkin juga menyukai