Anda di halaman 1dari 25

INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN DALAM KAJIAN TATA

LINGKUNGAN;
SUBSTANSI DAN MUATAN TEKNIS INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGN
DALAM MENDUKUNG PERENCANAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA
ALAM YANG BERKELANJUTAN

OLEH :
DARU HARYONO
NIP. 19870321 200901 1 001

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAMPAK LINGKUNGAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN


SEKTOR
DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
2022
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan


pada tahun 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015,
merupakan titik awal perubahan struktur organisasi Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Penyesuaian struktur organisasi kementerian
mengalami penyesuaian melalui Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020.
Atas dasar itu, maka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 15 Tahun 2021 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tentunya penggabungan tersebut memberikan tugas dan fungsi yang lebih
relevan bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun tugas
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan dibidang
penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan penataan
lingkungan hidup secara berkelanjutan, pengelolaan konservasi
sumber daya alam dan ekosistemnya, peningkatan daya dukung
daerah aliran sungai dan rehabilitasi hutan, pengelolaan hutan lestari,
peningkatan daya saing industri primer hasil hutan, pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan sampah, bahan
berbahaya dan beracun, dan limbah bahan berbahaya dan beracun,
pengendalian perubahan iklim, pengendalian kebakaran hutan dan
lahan, perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan, serta penegakan
hukum bidang lingkungan hidup dan kehutanan;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan, peningkatan daya
dukung daerah aliran sungai dan rehabilitasi hutan, pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan sampah, bahan
berbahaya dan beracun, dan limbah bahan berbahaya dan beracun,
pengendalian perubahan iklim, pengendalian kebakaran hutan dan
lahan, kemitraan lingkungan, serta penegakan hukum bidang
lingkungan hidup dan kehutanan;
c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
d. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
e. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
f. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
lingkungan hidup dan kehutanan di daerah; dan
g. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Oleh karena adanya tugas dan fungsi tersebut maka struktur organisasi di
dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun berubah. Salah
satu organisasi yang terbentuk yaitu Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan. Adapun Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemantapan kawasan
hutan dan penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan.
Dalam hal melaksanakan tugas di bidang penataan lingkungan hidup, maka
secara tidak langsung akan merubah tugas dan fungsi Balai Pemantapan
Kawasan Hutan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan di daerah. Sehingga untuk menyesuaikan
hal tersebut perlu sinkronisasi tugas dan fungsi Balai Pemantapan Kawasan
Hutan dengan instrumen-instrumen dibidang lingkungan khususnya
instrumen ekonomi lingkungan hidup, sebagai upaya mendorong
terwujudnya penataan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan rumusan ini adalah untuk memberikan informasi
keterkaitan substansi antara instrumen ekonomi lingkungan hidup dengan
tugas pokok Balai Pemantapan Kawasan Hutan. Adapun tujuannya adalah
terwujudnya penataan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan.

C. Ruang Lingkup
Sinkronisasi tugas dan fungsi Balai Pemantapan Kawasan Hutan sebagai
UPT Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan dengan salah satu
instrumen lingkungan hidup yakni instrumen ekonomi lingkungan hidup
dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
II. INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP (IELH)

II.1. Pengertian IELH

Ekonomi lingkungan didefinisikan sebagai studi mengenai dampak yang


tidak diinginkan dari adanya suatu pilihan penggunaan sumber daya alam.
Pilihan tersebut antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
hingga tercapainya kualitas hidup tertentu, dengan tetap
mempertimbangkan kemampuan lingkungan untuk mendukung pemenuhan
kebutuhan tersebut (Suparmoko, 1997).

Seperti yang disampaikan oleh Prof. Surna Tjahja Djajadiningrat dalam


bukunya Ekonomi Lingkungan, bahwa sumber daya alam memiliki
komponen lingkungan alam. Adapun komponen lingkungan alam
mencakup sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbaharui. Keseluruhan komponen lingkungan
alam tersebut merupakan modal pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini
merupakan interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya bahwa
manusia tidak dapat bertahan tanpa lingkungan alam yang memenuhi
kebutuhan manusia.

Adapun konsep ekonomi lingkungan pada dasarnya merupakan konsep


yang memperhitungkan biaya sosial terhadap suatu kegiatan usaha
maupun kegiatan pembangunan. Konsep tersebut dikenal sebagai konsep
eksternalitas yaitu upaya atau kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan
yang dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang lain.
Eksternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat atau biaya
bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas
dalam biaya inilah yang disebut pula sebagai biaya sosial. Perbincangan
mengenai biaya sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah
pencemaran lingkungan yang sebagai akibatnya adalah kerusakan
lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai biaya pembangunan
ekonomi (Soeparmoko, 1989).
Sesuai konsep ekonomi lingkungan tersebut, maka Pemerintah Republik
Indonesia menyusun Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2017 tentang
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. adapun Peraturan Pemerintah
tersebut merupakan mandate dari UU Nomor 32 tahun 2009 tentang
Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Menurut PP Nomor 46 Tahun 2017, Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup


adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, atau Setiap Orang ke arah Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup. Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian
upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.

II.2. Tujuan IELH

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup bertujuan untuk :

a. menjamin akuntabilitas dan penaatan hukum dalam penyelenggaraan


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b. mengubah pola pikir dan perilaku pemangku kepentingan dalam
pembangunan dan kegiatan ekonomi.
c. mengupayakan pengelolaan Pendanaan Lingkungan Hidup yang
sistematis, teratur, terstruktur, dan terukur.
d. membangun dan mendorong kepercayaan publik dan internasional
dalam pengelolaan Pendanaan Lingkungan Hidup.

II.3. Ruang Lingkup IELH

Ruang lingkup Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup meliputi :

a. Perencanaan Pembangunan dan Kegiatan Ekonomi


b. Pendanaan Lingkungan Hidup
c. Insentif dan/atau Disinsentif

Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi


Neraca SDA dan LH, penyusunan PDB dan PDRB LH, Kompensasi/Imbal
jasa LH Antar Daerah dan Internalisasi Biaya Lingkungan Hidup. Instrumen
pendanaan lingkungan hidup mencakup Dana Penjaminan Pemulihan LH,
Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan
LH dan Dana Amanah/Bantuan Konservasi. Selanjutnya kelompok
instrumen insentif dan/atau disinsentif meliputi pengembangan sistem label
ramah lingkungan, pengadaan barang dan jasa ramah lingkungan hidup,
penerapan pajak, retribusi dan subsidi lingkungan hidup, pengembangan
sistem lembaga jasa keuangan yang ramah LH, pengembangan sistem
perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi, pengembangan
asuransi LH, pengembangan sistem pembayaran Jasa LH, dan sistem
penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan LH.

Pengelompokan instrumen ekonomi lingkungan hidup dapat dilihat pada


gambar berikut.

pengembangan sistem label


ramah lingkungan
Neraca SDA dan LH Dana Penjaminan
Pemulihan LH pengadaan barang dan jasa
ramah lingkungan hidup
perencanaan
Pendanaan Lingkungan Insentif
penerapan dan/atau
pajak, retribusi dan
pembangunan dan subsidi lingkungan hidup
penyusunan PDB dan PDRB Disinsentif
kegiatanLH ekonomi Hidup
pengembangan sistem lembaga
Dana Penanggulangan jasa keuangan yang ramah LH
Pencemaran dan/atau
Kerusakan dan Pemulihan pengembangan sistem
LH perdagangan izin pembuangan
limbah dan/atau emisi
Kompensasi/Imbal jasa LH
Antar Daerah
pengembangan asuransi LH

pengembangan sistem
Dana Amanah/Bantuan pembayaran Jasa LH
Internalisasi Biaya Konservasi
Lingkungan Hidup sistem penghargaan kinerja di
bidang perlindungan dan
pengelolaan LH

Gambar 1. Kelompok Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup


III. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN
KEGIATAN EKONOMI

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa SPPN adalah satu kesatuan
tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat
dan Daerah.
Adapun Asas Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi :
a. Pembangunan nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan
prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan nasional.
b. Perencanaan pembangunan nasional disusun secara sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.
c. SPPN diselenggarakan berdasarkan asas umum penyelenggaraan negara:
Asas kepastian hukum, Asas tertib penyelenggaraan negara, Asas
kepentingan umum, Asas keterbukaan, Asas proporsionalitas, Asas
profesionalitas, dan Asas akuntabilitas.
Sedangkan Tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional antara lain :
a. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.
b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-Daerah,
antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan
Daerah.
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan.
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Sejak diterbitkannya Undang- undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang- undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi dan esensi dari
sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah menjadi
semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin
penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna
dan berdayaguna.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun
rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap
terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka
panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau
tahunan (1 tahun). Setiap daerah (propinsi/ kabupaten/kota) harus menetapkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD).
Pembangunan berkelanjutan sebagai proses peningkatan kesejahteraan
masyarakat luas suatu bangsa secara terus-menerus dan dalam kurun waktu
yang mencakup antar generasi. Dalam ekonomi, keberlanjutan pembangunan
menunjuk pada kemampuan untuk tumbuh dan berubah secara terus-menerus
agar masyarakat dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang sekurang-
kurangnya sama dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dalam upaya mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi,
sedikitnya ada tiga komponen keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan
untuk mewujudkan kondisi keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan
untuk mewujudkan kondisi pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga komponen
itu ialah keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), berkelanjutan ekologi
(ecological sustainability) dan keberlanjutan sosial (social sustainability)
(Ahmad, 1992).
a. Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan ekonomi memberikan pengertian bahwa menjaga
sumberdaya alam agar tidak mengalami kemerosotan ketika dimanfaatkan.
Dari keseluruhan sumberdaya yang ada, mulai dari sumberdaya buatan,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial, para ahli
telah memberikan perhatian kepada suberdaya alam karena
keberadaannya yang masih memadai. Namun, keberadaan sumberdaya
alam tersebut sulit untuk dihitung secara moneter sehingga perlu
dikembangkan sistem valuasi ekonomi untuk menaksir nilai moneter dari
sumberdaya alam tersebut.
b. Keberlanjutan Ekologi
Keberlanjutan ekologi sangat diperlukan dalam pembangunan. Segala
aktivitas yang dilakukan dalam rangka pembangunan seharusnya
mempertimbangkan sumberdaya alam yang tersedia. Artinya bahwa,
pemanfaatan sumberdaya alam perlu memperhitungkan kemampuan alam
dan ambang batas alam yang dapat dimanfaatkan.
c. Keberlanjutan Sistem Sosial
Sumberdaya alam seharusnya dimanfaatkan dengan memperhatikan aspek
pemerataan dan keadilan sosial bagi para pemangku kepentingan.
Keberlanjutan sistem sosial lebih menekankan pada peningkatan segi
kualitas daripada aspek pertumbuhan yang bersifat kuantitas.
Keberlanjutan sistem sosial dapat dicapai apabila partisipasi masyarakat
cukup tinggi serta dijalankan secara sistematis. Modal sosial tersebut akan
sangat sulit dikuantifikasi namun penting untuk diperhatikan.

Adapun model perencanaan pembangunan dengan ketiga aspek tersebut dapat


dilihat pada gambar sebagai berikut.
Gambar 2. Model Perencanaan Pembangunan dengan aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan hidup
Menurut PP 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup,
bahwa instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi :
a. Neraca SDA dan LH;
b. penyusunan PDB dan PDRB LH;
c. Kompensasi/lmbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.

III.1. Neraca SDA dan LH

Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2017, Neraca Sumber Daya Alam dan


Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Neraca SDA dan LH adalah
gambaran mengenai cadangan/aset sumber daya alam dan lingkungan
hidup serta perubahannya. Menurut Dr. Dudung Darusman (1991),
fungsi neraca SDA dan LH harus mampu menunjukkan :
 kondisi keseimbangan dari waktu ke waktu, antara kemajuan
pembangunan dengan kondisi ketersediaan SDA bagi pebangunan
itu sendiri
 memberi tanda peringatan (warning) untuk penyesuaian laju dan
struktur pembangunan sesuai dengan keadaan/ ketersediaan SDA
tersebut

Dengan demikian tugas pokok neraca SDA adalah membuat potret stock
fisik sumberdaya alam dari waktu ke waktu secara periodik. Potret
tersebut dapat disajikan secara fisik maupun nilai rupiah. Lebih lanjut
potret tersebut dapat digunakan untuk menghitung rate of lose,
membandungkan dengan rate of growth, serta membuat timbangan
untuk memberikan early warning.

Kerangka kesetaraan pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai


berikut :
Kelestarian SDA/
Pembangunan
Lingkungan

Tingkat kemajuan
Tingkat penurunan SDA
pembangunan

Rate of Growth
Rate of lose
(GDP)

Stock Fisik : struktur jenis,


Rupiah
ukuran dan volume

Rupiah Rupiah : Value in use

Gambar 3. Kerangka kesetaraan pembangunan dan kelestarian SDA

Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang


memiliki cakupan luas dan beragam, sehingga perlu diklasifikasikan.
Menurut Dr. Dudung Darusman (1991), klasifikasi hutan dibedakan
sebagai berikut :
a. Klasifikasi Menurut Fungsi Utama
1) Hutan produksi, yang berfungsi sebagai penghasil kayu dan
hasil hutan lainnya
2) Hutan lindung, yang berfungsi sebagai penatur keseimbangan
tata air dan pemeliharaa kesuburan tanah dalam suatu wilayah
3) Hutan suaka alam, yang berfungsi sebagai pemelihara dan
penjaga kelestarian kehadiran ekosistem, bagi kepentingan
generasi mendatang
4) Hutan wisata, yang berfungsi sebagai penyedia jasa rekreasi
dan jasa pariwisata lainnya
5) Hutan konversi/ cadangan, yang berfungsi sebagai persediaan
bagi keperluan sektor selain kehutanan
b. Klasifikasi Menurut Sistem Silvikultur (khusus untuk Hutan Produksi)
1) Hutan alam
2) Hutan tanaman
c. Klasifikasi Menurut Tipe Hutan
1) Hutan Mangrove
2) Hutan Pantai
3) Hutan Gambut-Rawa
4) Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah
5) Hutan Hujan Tropis Dataran Tinggi
6) Hutan Musim

Berbagai klasifikasi hutan tersebut memiliki karakter yang berbeda, dan


sumberdaya yang berbeda. Oleh karena itu, setiap klasifikasi hutan akan
memberikan nilai Neraca SDA yang berbeda pula. Adapun parameter
penyusunan Neraca SDA khususnya di bidang kehutanan mencakup
luas, struktur tegakan (jenis, ukuran dan jumlah), volume stock, dan
penutupan tajuk.

Selain neraca di bidang kehutanan, terdapat sumberdaya lain yang perlu


disusun dan dihitung neracanya yakni neraca lahan, neraca air dan
neraca mineral. Masing-masing neraca tersebut disusun oleh intansi
terkait, dan oleh BPS dijadikan sebagai satu kesatuan data statistik
perencanaan pembangunan suatu daerah.

Sesuai mandat dalam PP Nomor 46 Tahun 2017, Neraca SDA LH perlu


diatur lebih lanjut, sehingga penyusunan dan penyiapan datanya
semakin optimal. Adapun ringkasan mengenai Neraca SDA LH dapat
dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Uraian instrumen Neraca SDA LH

RUANG
URAIAN
LINGKUP

Definisi Gambaran mengenai cadangan/aset sumber daya


alam dan lingkungan hidup serta perubahannya

Tujuan Menghitung besarnya pengikisan (deplesi) cadangan


Pengaturan SDA dalam sistem penghitungan kekayaan negara

Bentuk ● Mengeluarkan perhitungan neraca SDA-LH dalam


penerapan bentuk fisik dan moneter
● Dilengkapi dengan Neraca Arus SDA-LH yang
menggambarkan aliran input alam dari lingkungan
ke dalam ekonomi, dan aliran limbah dari ekonomi
ke dalam lingkungan

Landasan Sistem akuntansi lingkungan hidup dan ekonomi


Konsep/Teori (System of Environmental-Economic Accounting)

Ruang 1. Diwajibkan kepada instansi di bidang Statistik


Lingkup (BPS)
pengaturan 2. Bentuk Neraca SDA LH
3. Muatan data dan informasi dalam NSDA LH

Subyek 1. Instansi di bidang statistik (BPS) sebagai pelaksana


Hukum 2. Instansi di bidang keuangan (Kementerian
Keuangan) sebagai mitra koordinasi
3. K/L dan Pemda yang wajib menyusun statistik
sektoral di bidang SDA dan LH dan melaporkan ke
BPS

Prasyarat Efektif setelah instansi di bidang statistik menyusun


pendukung Ketentuan Tata Cara Penyusunan Neraca SDA-LH

Pengaturan PMK 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai


terkait yang Pemerintah di lingkungan Ditjen Kekayaan Negara
tersedia

III.2. Penyusunan PDB dan PDRB LH


Menurut PP Nomor 46 Tahun 2017, Produk Domestik Bruto dan Produk
Domestik Regional Bruto yang mencakup Penyusutan Sumber Daya
Alam dan Kerusakan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut PDB
dan PDRB LH adalah perhitungan alternatif dari produk domestik bruto
dan produk domestik regional bruto yang memperhitungkan penyusutan
sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup.
Konsep PDB dan PDRB LH tidak hanya berbicara mengenai perhitungan
teknis ekonomis, tetapi juga menyangut pengelolaan sumberdaya alam.
Salah satu hal terpenting dalam pengelolaan sumber daya alam adalah
penyelenggaraan kehutanan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Adapun ringkasan mengenai Neraca SDA LH dapat dilihat pada Tabel 2
sebagai berikut.
Tabel 2. Uraian instrumen PDB/PDRB LH

RUANG
URAIAN
LINGKUP

Definisi Perhitungan alternatif dari produk domestik bruto dan


produk domestik regional bruto yang
memperhitungkan penyusutan sumberdaya alam dan
kerusakan lingkungan hidup

Tujuan Menyediakan informasi pengkoreksi indikator


Pengaturan PDB/PDRB konvensional

Bentuk Menggunakan hasil perhitungan Neraca SDA-LH


Penerapan dalam satuan moneter sebagai faktor
pengurang/korektor PDB/PDRB konvensional

Landasan Green GDP


Konsep/Teori

Ruang Lingkup Diwajibkan kepada instansi di bidang Statistik


pengaturan (BPS)

Subyek Hukum Instansi di bidang statistik (BPS) sebagai


pelaksana

Prasyarat Efektif setelah instansi dibidang Statistik


pendukung menerapkan Neraca SDA-LH dalam satuan
moneter

Pengaturan PMK 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai


terkait yang Pemerintah di lingkungan Ditjen Kekayaan Negara
tersedia

III.3. Kompensasi/lmbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah

Kompensasi/ Imbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah adalah


pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang dapat dinilai dengan
uang antara Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup dengan Penyedia Jasa
Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja untuk
meningkatkan Jasa Lingkungan Hidup.
Adapun pengertian Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap
Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang menggunakan
Jasa Lingkungan Hidup. Sedangkan Penyedia Jasa Lingkungan Hidup
adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang
menjaga dan/atau mengelola lingkungan hidup untuk mempertahankan
dan/atau meningkatkan kualitas Jasa Lingkungan Hidup.
Adapun secara rinci, penjelasan mengenai Kompensasi/ Imbal Jasa LH
Antar Daerah dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Uraian instrumen Kompensasi/ Imbal Jasa LH Antar Daerah

RUANG
URAIAN
LINGKUP

Definisi Pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang dapat


dinilai dengan uang antara pemanfaat jasa lingkungan
hidup dengan penyedia jasa lingkungan hidup melalui
perjanjian terikat berbasis kinerja untuk meningkatkan jasa
lingkungan hidup

Tujuan Memberikan alternatif skema kerjasama sukarela Antar


Pengaturan Daerah berbasis kinerja dan terukur untuk menjaga
keberlangsungan jasa lingkungan hidup

Bentuk Pembayaran berbasis perjanjian antara Pemerintah


Penerapan dengan Pemda, Pemda dengan Pemda, dan
Pemerintah/Pemda dengan orang perorangan atau badan
usaha, dimana hasil pembayaran langsung digunakan
untuk menjaga jasa lingkungan hidup tersebut

Landasan Payment for Ecosystem Services namun dengan salah satu


Konsep/Teori atau kedua pelaku merupakan institusi pemerintah

Berbeda dengan konsep PNBP Pemanfaatan Jasa


Lingkungan Hidup

Ruang 1. Jenis-jenis jasa lingkungan hidup yang dimaksud


Lingkup 2. Para pihak sebagai penyedia/pemanfaat jasa LH
pengaturan 2. Cara pelaksanaan
3. Bentuk kompensasi/imbal jasa
4. Dasar pertimbangan nilai kompensasi/imbal
5. Ketentuan pemberian kompensasi/imbal
6. Kewenangan verifikasi/validasi
7. Penggunaan dana kompensasi/imbal
8. Mekanisme keuangan dengan penggunaan dana
pemerintah
9. Sumber dana
10.Perjanjian kerjasama
11.Fasilitator

Subyek 1. Pemerintah
Hukum 2. Pemerintah daerah
3. Setiap Orang (orang perseorangan/ kelompok atau
badan usaha)

Prasyarat  Ada ketentuan melakukan penilaian/valuasi jasa


pendukung lingkungan hidup
dan masa  Ada ketentuan mekanisme pembayaran/penerimaan
efektif berlaku bila sumber dana APBN/APBD

Pengaturan Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait Pengelolaan


terkait yang Keuangan Daerah
ada peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Kerjasama
Daerah

III.4. internalisasi biaya lingkungan hidup

Internalisasi biaya lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 huruf d dilaksanakan dengan memasukkan biaya pencemaran
dan/ atau kerusakan Iingkungan hidup dalam perhitungan biaya produksi
atau biaya suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
Tabel 4. Uraian instrumen Internalisasi biaya lingkungan hidup
RUANG
URAIAN
LINGKUP

Definisi Memasukkan biaya pencemaran dan/atau


kerusakan lingkungan hidup dalam perhitungan
biaya produksi atau biaya suatu usaha dan/atau
kegiatan.

Tujuan  Menyediakan informasi tentang koreksi biaya


Pengaturan produksi sesungguhnya
 Meningkatkan awareness dan ketaatan
usaha/kegiatan
 Mendorong peningkatan kualitas usaha/kegiatan
melakukan pencegahan pencemaran dan
kerusakan lingkungan
 Mendorong transparansi perkiraan besarnya biaya
pencegahan pencemaran dan kerusakan
lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung
kelancaran usaha/kegiatan

Bentuk Diterapkan kepada penanggung jawab usaha


Penerapan dan/atau kegiatan

Landasan Internalizing environmental externalities


Konsep/Teori

Ruang Lingkup jenis-jenis biaya yang harus dihitung dan


Lingkup dimasukkan sebagai bagian dari biaya produksi
Pengaturan

Subyek Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan


Hukum

Prasyarat Terlebih dulu ada ketentuan mengikat (wajib,


pendukung sukarela, atau lainnya) dari instansi pembina
usaha/kegiatan tersebut kepada para
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan

(Implisit diatur oleh Menteri-menteri yang


membawahi pembinaan/perijinan sektor-sektor
usaha, karena mandatnya tidak eksplisit)

Pengaturan
terkait yang
tersedia
IV. PENDANAAN LINGKUNGAN HIDUP

Adapun instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi :


a. Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup;
b. Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan
Lingkungan Hidup; dan
c. Dana Amanah/ Bantuan Konservasi.

IV.1. Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup

Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan


oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan untuk pemulihan kualitas lingkungan
hidup yang rusak dan/ atau cemar karena kegiatannya. Adapun Dana
Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup tersebut digunakan untuk
melaksanakan kegiatan:
 penanggulangan keadaan darurat lingkungan hidup di wilayah
Usaha dan/atau Kegiatan yang disebabkan oleh Usaha dan/atau
Kegiatannya; dan
 pemulihan lingkungan hidup pasca operasi di wilayah Usaha
dan/atau Kegiatan yang disebabkan oleh Usaha dan/ atau
Kegiatannya.

IV.2. Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan


Pemulihan Lingkungan Hidup

Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan


Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan oleh Pemerintah Pusat
dan/ atau Pemerintah Daerah untuk menanggulangi dan memulihkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Adapun Dana
Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan
Lingkungan Hidup tersebut digunakan untuk:
 penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup pada lokasi yang tidak diketahui sumber dan/atau
pelakunya; dan
 pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang tidak diketahui sumber dan/ atau
pelakunya

IV.3. Dana Amanah/ Bantuan Konservasi

Dana Amanah/Bantuan Konservasi adalah dana yang berasal dari


sumber hibah dan donasi untuk kepentingan konservasi lingkungan
hidup. Konservasi lingkungan hidup yang dibiayai dari Dana
Amanah/Bantuan Konservasi meliputi Konservasi Sumber Daya Alam,
pencadangan sumber daya alam, dan pelestarian fungsi atmosfer.
V. INSENTIF DAN/ATAU DISINSENTIF

Insentif adalah upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara


moneter dan/atau non moneter kepada Setiap Orang maupun
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar melakukan kegiatan
yang berdampak positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas
fungsi lingkungan hidup. Sedangkan Disinsentif adalah pengenaan
beban atau ancaman secara moneter dan/atau non moneter kepada
Setiap Orang maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar
mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber
daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. Adapun instrumen
Insentif dan/atau Disinsentif meliputi :
a. pengembangan Sistem Label Ramah Lingkungan Hidup;
b. Pengadaan Barang dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup;
c. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
d. pengembangan sistem Lembaga Jasa Keuangan yang ramah
lingkungan hidup;
e. pengembangan sistem Perdagangan Izin Pembuangan Limbah
dan/atau Emisi;
f. pengembangan Asuransi Lingkungan Hidup;
g. pengembangan sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup; dan
h. sistem Penghargaan Kinerja di Bidang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penjelasan mengenai instrumen insentif dan/atau disinsentif adalah


sebagai berikut :
V.1. pengembangan Sistem Label Ramah Lingkungan Hidup
V.2.

VI. PERAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN (BPKH) DALAM


INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP (IELH)

Menurut Peraturan Menteri LHK Nomor P. 6 Tahun 2016 tentang Organisasi


dan Tata kerja Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Balai Pemantapan
Kawasan Hutan adalah unit pelaksana teknis di bidang Pemantapan
Kawasan Hutan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Adapun
tugasnya adalah melaksanakan pengukuhan kawasan hutan, penyiapan
bahan perencanaan kehutanan wilayah, penyiapan data perubahan fungsi
serta perubahan status/peruntukan kawasan hutan, penyajian data dan
informasi pemanfaatan kawasan hutan, penilaian penggunaan kawasan
hutan, dan penyajian data informasi sumber daya alam.

Tugas BPKH dalam penyaian data informasi sumberdaya alam sangat


relevan dengan salah satu instrumen ekonomi lingkungan hidup yaitu
penyusunan neraca SDA dan LH. Data dan Informasi sumberdaya alam
yang disajikan oleh BPKH merupakan data Informasi hutan menjadi Neraca
Sumberdaya Hutan.

Neraca sumberdaya hutan merupakan suatu informasi yang dapat


menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan
penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat
diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit, jika dibandingkan
dengan waktu sebelumnya.

Adapun data dan Informasi sumberdaya hutan yang disusun oleh BPKH
merupakan data primer diperoleh dari hasil pengukuran secara langsung
melalui kegiatan inventarisasi hutan. Inventarisasi Hutan adalah rangkaian
kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber
daya hutan serta lingkungannya secara lengkap. Aspek kegiatan
inventarisasi hutan diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi yang
berkenaan dengan :
a. Status, penggunaan, dan penutupan lahan;
b. Jenis tanah, kelerengan lapangan/ topografi;
c. Iklim;
d. Hidrologi (tata air), bentang alam dan gejala-gejala alam;
e. Kondisi sumber daya manusia dan demografi;
f. Jenis, potensi dan sebaran flora;
g. Jenis, populasi dan habitat fauna;
h. Kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat.

Inventarisasi hutan dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui kegiatan


enumerasi. Enumerasi telah dilaksanakan sejak tahun 1990/1991 dan dapat
dilakukan re-enumerasi setiap 5 tahun sekali. Peran BPKH dalam kegiatan
inventarisasi hutan tersebut mendukung instrumen ekonomi lingkungan
hidup khususnya dalam penyusunan Neraca SDA LH. Secara lengkap
keterkaitan peran BPKH dalam tata lingkungan khususnya dalam
penyusunan Neraca SDA LH dapat dilihat pada gambar berikut.

} PENATAAN
BPKH
Instrumen Ekonomi Lingkungan LINGKUNGAN
Hidup (IELH)
BERKELANJUTA
N

Perencanaan pembangunan dan


kegiatan ekonomi

Neraca
Neraca Fisik
SDALH Neraca Moneter

Valuasi ekonomi
Gambar 3. Keterkaitan tugas dan fungsi BPKH dan instrumen ekonomi
lingkungan hidup dalam penataan lingkungan berkelanjutan

Peran BPKH tersebut sangat relevan dengan Peraturan Pemerintah Nomor


46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Bahwa
instrumen ekonomi LH digunakan sebagai salah satu instrumen dalam
perencanaan pembangunan berkelanutan, maka BPKH memberikan
kontribusi dari sektor kehutanan sebagai salah satu penyedia data dan
Informasi mengenai neraca sumberdaya hutan baik neraca fisik maupun
moneter.
Adapun neraca fisik berupa nilai stok sumberdaya hutan yang tersedia di
alam, sedangkan neraca moneter merupakan nilai rupiah dari stok
sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut sinergi dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 173 Tahun 2020 tentang Penilaian Sumber Daya Alam.
informasi neraca sumberdaya hutan tersebut sebagai informasi awal
perencanaan pembangunan jangka Panjang, jangka menengah maupun
jangka pendek.
Peran BPKH juga sangat relevan dalam mendukung instrumen
Kompensasi/Imbal Jasa LH dan Pembayaran Jasa LH. Adapun peran BPKH
dalam mendukung instrumen Kompensasi/Imbal Jasa LH dan Pembayaran
Jasa LH dapat Digambar melalui Gambar sebagai berikut.
VII. PENUTUP
Peran Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dalam kerangka penataan
lingkungan sangat penting. Tugas dan fungsinya menjadi sangat relevan dalam
mendukung pembangunan berkelanjutan.Kesesuaian tugas dan fungsi BPKH
sebelumnya dapat digunakan sebagai Informasi awal dalam perencanaan
pembangunan. Sehingga hal tersebut mendukung instrumen perencanaan
pembangunan sebagai salah satu instrumen ekonomi lingkungan hidup dalam
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Salah satu instrumen yang menjadi Informasi dasar perencanaan pembangunan


adalah neraca sumberdaya alam yang mencakup neraca lahan, neraca air,
neraca mineral dan neraca hutan. Oleh karena itu, BPKH memberikan kontribusi
positif dalam penyusunan neraca hutan tersebut. Neraca hutan yang telah
disusun merupakan gambaran stok fisik dan moneter sumberdaya hutan.
Penghitungan nilai stok fisik sumberdaya hutan melalui kegiatan inventarisasi
hutan, sedangkan penghitungan nilai moneternya melalui metode valuasi
ekonomi, sehingga diperoleh penilaian sumberdaya hutan yang
menggambarkan kekayaan alam tersebut.

Anda mungkin juga menyukai