Disusun oleh:
Yunita Prihastuti 121100488
I. PENDAHULUAN
Kawasan konservasi Taman Wisata Alam di negara ini, merupakan modal
pembangunan nasional. Taman wisata Alam merupakan lokasi pariwisata alam yang
telah
memberikan
banyak manfaat
bagi
pemerintah
dan
aktivitas bagi
suatu ekosistem
dan
karena
dinamis.
adanya
Hutan
dari
hubungan
segi
antara
ekologi
vegetasi
pelaku wisata
(wisatawan,
pengelola
dan masyarakat
lokal) dan
ekosistemnya. Hubungan ini akan saling memberikan dampak positif ketika para
pelaku wisata mendapatkan manfaat berwisata alam/rekreasi dan ketika areal wisata
tidak mengalami gangguan/kerusakan secara ekologis. Dengan demikian, maka
aspek berkelanjutan
akan
lingkungan.
II.
Dasar Teori
II.1. Kawasan Konservasi
Undang-Undang
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar
Tahun
1945
Pasal
33
merupakan
landasan
konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Sejalan dengan hal tersebut, maka penguasaan hutan
oleh Negara bukan berarti pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada
pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan termasuk menetapkan kawasan hutan dan
atau mengubah status kawasan hutan.
Kawasan hutan wilayah tertentu dapat ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan hutan tetap.
Pemerintah selanjutnya dapat menetapkan kawasan hutan berdasarkan tiga fungsi
pokoknya yaitu
fungsi konservasi,
fungsi
lindung dan
fungsi
produksi.
ciri
khas
keanekaragaman
tertentu,
tumbuhan
yang mempunyai
fungsi
pokok
pengawetan
sistem
penyangga kehidupan,
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Areal wisata atau kawasan
pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan
untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Undang-undang ini mengamanatkan agar
aktivitas pariwisata memiliki tujuan sebagai berikut:
1.
Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu
2.
3.
4.
5.
suaka alam dan juga kawasan pelestarian alam belum sepenuhnya efektif. Hal
ini antara lain akibat adanya berbagai konflik sosial yang berhubungan dengan
belum
memadainya
peraturan perundang-undangan
di
bidang
pengelolaan
kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam karena belum optimalnya
implementasi peraturan pemerintah dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
strategis.
Lingkungan
strategis
dimaksud
antara
lain
perubahan
sistem
pertumbuhan
meningkatnya
tekanan
jumlah
terhadap
penduduk
yang berhubungan
dengan
paradigma pengurusan hutan dari berbasis kayu ke berbasis jasa ekosistem, serta
perubahan paradigma pengelolaan konservasi dari seluruhnya dikelola oleh
pemerintah menjadi pengelolaan bersama para pihak, serta pergeseran paradigma
yang lebih mengedepankan aspek ekologi daripada hanya aspek ekonomi.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 3, pembangunan berkelanjutan
adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup,
sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan. Pemanfaatan sumber daya alam
karena
itu, pembangunan
berkelanjutan
harus
menguntungkan
bagi
generasi sekarang dan akan datang secara ekologi, ekonomi maupun sosial.
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk usaha
dan/atau
kegiatan
lingkungan.
pada
Dengan
dasarnya
diterapkannya
akan
menimbulkan
prinsip
berkelanjutan
dampak terhadap
dan berwawasan
perencanaannya,
atau
instrumen yang dapat digunakan sebelum usaha dan atau dilakukan adalah
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) dan Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL),
sedangkan
instrumen
sumber
daya
alam dan/atau
perlindungan
cagar
budaya;
(f)
introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik; (g) pembuatan dan
penggunaan bahan hayati dan nonhayati; (h) kegiatan yang mempunyai risiko
tinggi dan/atau
mempengaruhi
pertahanan
negara;
dan/atau
(i)
penerapan
Memiliki
Analisis
Mengenai
mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek
pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan
hidup. Yang hendak dicapai adalah menggeser titik berat pembangunan dari
hanya pembangunan ekonomi
konservasi
merupakan
kebutuhan untuk
bahwa
pariwisata berhubungan
erat
dengan
apresiasi
dan
ketika berjalan
di
kawasan
lindung/konservasi.
Semua
aktivitas
pariwisata ini menampilkan satwa liar sebagai sajian utama atau bagian penting
dari pengalaman wisata (Higginbottom, 2004). Di Indonesia, beberapa daerah tujuan
wisata memiliki salah satu daya tarik yang disebabkan oleh adanya satwa liar,
misalnya jenis monyet. Satwa ini dapat dijumpai di beberapa daerah tujuan
wisata misalnya di Pura Sangeh di Bali, Hutan Wisata Kaliurang, Hutan Wisata
Pangandaran, Hutan Wisata di Taman Nasional Bali Barat, Wisata Alam Telaga
Sarangan dan Wisata Alam Grojogan Sewu di Tawangmangu (Djuwantoko et al.,
2008).
III. PENUTUP
Berangkat dari ulasan di atas, maka sesungguhnya pengembangan pariwisata
dimasa mendatang tetap mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan, sehingga
penggunaan sumberdaya dapat berorientasi jangka panjang. Hal tersebut bukanlah
sekedar pada tataran konsep namun lebih jauh dari itu dapat diimplementasikan ke
dalam praktik-praktik dilapangan.
Kawasan konservasi Taman Wisata Alam di negara ini, merupakan modal
pembangunan nasional. Taman wisata Alam merupakan lokasi pariwisata alam
yang telah memberikan banyak manfaat bagi pemerintah dan aktivitas bagi
perekonomian setempat serta menjadi harmonisasi antara lingkungan dan ekonomi.
Pariwisata berbasis kawasan konservasi merupakan kebutuhan untuk
bersantai yang akan terus mengalami peningkatan hingga dekade mendatang
yang meningkatkan pula mobilitas dan kesadaran lingkungan. Kawasan konservasi
merupakan magnet bagi wisatawan dan pengelola pariwisata yang berarti
menjadi tantangan dan sekaligus peluang yang signifikan.
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut. F. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke
Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam.
Simon, Bell. Design for Outdoor Recreation. 1997. Spon Press. London.
Sims, Katharine R.E.. 2011. Conservation and development: Evidence from Thai
Protected Areas. Journal of Environmental Economics and Management 60
(2010) 94114.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
Undang-undang Nomor 32
Lingkungan Hidup.
Tahun 2009
tentang
Perlindungan
dan Pengelolaan