Pendahuluan
1
Pemerintah sebagai otoritas yang berfungsi mengatur dan mengawasi sumberdaya alam
masih lemah dalam melakukan negosiasi terkait pemanfaatan sumberdaya alam yang
berkelanjutan karena tidak memiliki data yang cukup terkait sumberdaya alam itu sendiri dan
berapa nilai sumberdaya alam yang dimiliki.
Tujuan dari tulisan ini adalah membuka wawasan bahwa sumberdaya alam adalah harta
yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada suatu bangsa sampai anak cucu dan bukan
hanya pada satu generasi dari bangsa tersebut sehingga pemanfaatan sumberdaya alam harus
dilakukan secara berkelanjutan dan pemanfaatan secara berkelanjutan hanya bisa dilakukan jika
memiliki basis data nilai sumberdaya alam yang dimiliki.
Permasalahan yang terjadi adalah sumberdaya alam sebagai motor penggerak ekonomi
Indonesia belum dilakukan invetarisasi dan cenderung dinilai secara rendah (under value) karena
metode yang dipakai hanya memperhatikan sisi produk sumberdaya alam atau melihat dari sisi
keuntungan (profit), sedangkan jasa lingkungan dari sumberdaya alam tidak atau jarang diikutkan
dalam menilai sumberdaya alam sehingga manfaat sumberdaya alam tidak ikut dinilai.
Akibatnya sumberdaya alam dimanfaatkan secara besar-besaran dan menimbulkan dampak yang
besar bagi lingkungan, menimbulkan biaya lingkungan yang besar (eksternalitas) yang tidak
sebanding dengan keuntungan yang diperoleh pemerintah dari sisi Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) dan Pajak.
Tinjauan Pustaka
2
Akhmad Fauzi (2014) menyatakan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan
aset alam yang memberikan layanan barang dan jasa lingkungan untuk menopang kehidupan
manusia namun aset tersebut mengalami degradasi yang relatif cepat dengan upaya pemulihan
yang tidak sebanding. Sebagian aset alam tersebut memberikan layanan jasa lingkungan yang tidak
terpasarkan sehingga terjadi under-valuation. Kurangnya pemahaman akan peran dan nilai
sumberdaya lam dan lingkungan yang sesungguhnya serta eksloitasi yang berlebihan pada
akhirnya akan menimbulkan ongkos sosial dan ekonomi bagi masyarakat dan valuasi ekonomi
merupakan jembatan yang akan mengubungkan kedua hal tersebut.
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion kalimantan menyatakan bahwa kebutuhan
penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup disuatu wilayah sangat mendesak
dan strategis. Diperlukan dukungan sistem metodologi yang jelas dan mampu mewadahi semua
kepenting an pembangunan dan pelestarian lingkungan. Pendekatan jasa ekosistem memberikan
solusi bagi penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang komprehensif
sehingga digunakan dalam inventarisasi ini.
Barbier (2007) membahas dua metode untuk menilai ekosistem dengan menilai layanan
bahwa mereka menghasilkan berbagai kategori pengguna dan yang tidak secara langsung dihargai
di pasar, dan mengilustrasikan kegunaan metode ini dengan aplikasi ke penilaian ekosistem
mangrove di Thailand. Metode pertama dikenal sebagai pendekatan fungsi produksi dan
bergantung pada fakta bahwa ekosistem dapat menjadi masukan ke dalam produksi barang atau
jasa lain yang dipasarkan, seperti perikanan.. Metode kedua dikenal dengan Diharapkan
pendekatan kerusakan. Kedua metode ini terbukti menghasilkan valuasi ekosistem yang sangat
berbeda dari yang akan diturunkan dengan metode yang biasanya digunakan dalam keuntungan
biaya analisis dan berpendapat bahwa mereka mewakili perbaikan yang signifikan terhadap praktik
saat ini
Hadnes (2013) menyatakan bahwa terkadang kompetisi gagal menyesuaikan penawaran
dan permintaan atau Efisiensi ekonomi tidak selalu sesuai dengan sosial efisiensi karena adanya
Eksternalitas (over-production) dan Barang Publik (over-consumption) dalam pemanfaatan
sumberdaya alam.
3
Pembahasan
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup adalah keterbatasan data dan informasi dalam kuantitas maupun kualitasnya.
Keterbatasan data dan informasi yang akurat berpengaruh pada kegiatan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang belum dapat berjalan dengan baik.
Sistem pengelolaan informasi yang transparan juga belum melembaga dengan baik
sehingga masyarakat belum mendapat akses terhadap data dan informasi secara memadai.
· Permasalahan pokok lainnya adalah kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam
pengelolaan sumber daya alam yang ada, yang menyebabkan kerusakan sumber daya alam.
Kondisi ini ditandai dengan maraknya pengambilan terumbu karang dan pemboman ikan,
perambahan hutan, kebakaran hutan dan lahan serta pertambangan tanpa izin.
· Permasalahan lainnya adalah belum jelasnya pengaturan pemanfaatan sumber daya genetik yang
mengancam keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia serta permasalahan ketergantungan
yang tinggi pada sumber daya fosil.
Melihat permasalahan tersebut sudah tepat langkah yang dilakukan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan lewat Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion kalimantan
di Balikpapan yang mana membuat peta daya dukung ekoregion berbasis Jasa Lingkungan di Pulau
Kalimantan.
Jasa lingkungan terbagi atas 4 (empat) kelompok jasa meliputi Penyediaan, Jasa Pengaturan, Jasa
budaya dan Jasa pendukung.
Pembagian Jasa lingkungan secara detil yaitu :
Jasa Penyediaan (Provisioning)
1. Pangan
2. Air bersih
3. Serat (fiber)
4. Bahan bakar (fuel), Kayu dan Fosil
5. Sumberdaya genetik
Jasa Pengaturan (Regulating)
1. Pengaturan iklim
2. Pengaturan tata aliran air & banjir
3. Pencegahan dan perlindungan dari bencana alam
4
4. Pemurnian air
5. Pengolahan dan penguraian limbah
6. Pemeliharaan kualitas udara
7. Pengaturan penyerbukan alami (pollination)
8. Pengendalian hama & penyakit
3 Jasa Budaya (Cultural)*
1. Tempat tinggal & ruang hidup (sense of place)
2. Rekreasi & ecotourism
3. Estetika (Alam)
4 Jasa Pendukung (Supporting)
1. Pembentukan lapisan tanah & pemeliharaan kesuburan
2. Siklus hara (nutrient cycle)
3. Produksi primer
4. Biodiversitas (perlindungan plasma nutfah)
Peta tersebut disusun dengan menggunakan input Peta liputan lahan dan peta ekoregion
dengan output berupa Peta 20 Jenis Jasa Lingkungan dan indeksnya se pulau Kalimantan,
Langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah melakukan valuasi ekonomi atas Peta Jasa
Lingkungan tersebut sehingga bisa diperoleh nilai sumberdaya alam yang sebenarnya yang
meliputi marketable value (produk) dan non marketable value (jasa lingkungan) dari sumberdaya
alam yang dimiliki.
Hasil invetarisasi Sumberdaya alam (termasuk kegiatan valuasi ekonomi yang telah
dilakukan) akan membuat pemerintah akan memiliki basis data yang valid yang bisa dijadikan
acuan dalam mengeluarkan izin pengelolan sumberdaya alam.
Pemerintah juga akan semakin mudah menyusun kebijakan terkait tata rung karena kendala dan
permasalahan dalam penyusunan tata ruang yang selama ini masih sering timbul akan menjadi
berkurang.
Penetapan besar PNBP dan Pajak atas pegelolan sumberdaya alam dapat dilakukan dengan mudah
dan tidak merugikan kepentingan masyarakat karena semua biaya eksternalitas yang ditimbulkan
dapat di capture dengan penerimaan negara yang tinggi.
Pihak pemilik ijin pengelolaan sumberdaya alam juga tidak akan berlaku sembarangan dalam
mengelola sumberdaya alam yang dipercayakan kepadanya karena nilai sumberdaya alam yang
5
tinggi tersebut menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat sebagai aset yang mahal dan harus
diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Inventarisasi sumberdaya alam yang berbasis jasa lingkungan dengan menggunakan
valuasi ekonomi sumberdaya alam akan memudahkan pemerintah dalam mengajukan gugatan
kepada pihak yang melakukan pengrusakan lingkungan karena pemerintah sudah memiliki data
nilai sumberdaya alam awal sebelum dilakukan pengrusakan. Pada saat ini pemerintah lebih
mengedepankan jalur negoisasi karena tidak memiliki data nilai sumberdaya alam.
Penutup
Inventarisasi sumberdaya alam dan lingkungan yang dimaksud adalah suatu kegiatan
integrasi inventarisasi dan penilaian sumberdaya alam dengan teknik valuasi lingkungan.
Inventarisasi ini secara langsung akan menaikkan posisi daya tawar pemerintah kepada pihak yang
diberikan ijin pengelolaan sumberdaya alam dan akan mempengaruhi sisi pengelolaan sumberdaya
alam oleh pemegang ijin yang selama ini masih menganggap murah sumberdaya alam yang
dikelolanya.
Pemasukan jasa lingkungan selain produk sumberdaya alam dalam kegiatan penilaian
merupakan jembatan yang tepat dalam menjaga sumberdaya alam dari kerusakan akibat over
production dan over comsuption sehingga pemanfaatan sumberdaya alam tetap optimal secara
ekonomi, tidak menimbulkan efek sosial dan berkelanjutan karena tidak melebihi daya dukung
dan daya tampungnya.
Biaya ekternalitas yang ditimbulkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam yang merupakan
motor ekonomi negara berkembang dapat ditutupi oleh besarnya pemasukan negara dari
simberdaya alam karena dasar pungutan sumberdaya alam yang besar sehingga biaya eksternalitas
tersebut tidak menjadi beban pemerintah sebagai otoritas pengelola.
Pihak pemerintah akan memiliki bukti kuat dalam melakukan penuntutan hukum terhadap
pelaku atau para pihak yang melakukan pengrusakan lingkungan karena memiliki data awal terkait
nilai sumberdaya alam.
6
Daftar Pustaka
Akhmad Fauzi, 2014, Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, PT.IPB Press, Bogor
Krishna Prasad Pant, 2012, Cheaper Fuel and Higher Health Costs Among the Poor in Rural
Nepal, Ambio
Luke M. Brander, Et.Al., 2006, The Empirics of Wetland Valuation: A Comprehensive Summary
and a Meta-Analysis of the Literature, Environmental & Resource Economics
Michael Riwu Kaho, 2016, Inventarisasi Sumberdaya Alam: Masalah, Maksud, Tujuan Dan
Terminologi, Universitas Nusa Cendana
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion kalimantan, 2015, Deskripsi Peta Daya Dukung
Ekoregion Kalimantan, Balikpapan